Vous êtes sur la page 1sur 3

Terapi

Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus di


dalam kornea, sambil mengurangi efek merusak respons radang.
1. debridement
Cara efektif untuk mengobati keratitis dendritic adalah dengan
debridement epitel karena virus berlokasi di dalam epitel dan debridement juga
mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat pada
kornea, tetapi epitel terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan
aplikator berujung-kapas khusus. Iodium atau eter topical tidak bermanfaat dan
dapat menimbulkan keratitis kimiawi. Obat sikloplegik, seperti hematropin 5%
diteteskan ke dalam saccus konjunctivalis, kemudian dibalut tekan. Pasien harus
diperiksa setiap hari dan diganti balutannya sampai defek korneanya sembuh,
umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan antiviral topical
mempercepat pemulihan epitel. Terapi keratitis epithelial dengan obat topical
tanpa debridement epitel bersifat menguntungkan karena tidak perlu ditutup,
tetapi terdapat bahaya keracunan obat.
2. Terapi obat
Agen antiviral yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,
trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Untuk penyakit stromal, trifluridine dan
acyclovir jauh lebih efektif dibandingkan yang lain. Idoxuridine dan trifluridine
sering menimbulkan reaksi toksik. Acyclovir oral bermanfaat untuk pengobatan
penyakit herpes mata berat, khususnya pada individu atopic yang rentan terhadap
penyakit herpes mata dan herpes kulit yang agresif (eczema herpetikum). Dosis
untuk penyakit aktif adalah 400 mg lima kali per hari pada pasien yang tidak luluh
imun (immunocompromised) dan 800 mg lima kali per hari pada pasien atopic atai
dengan system imun rendah. Dosis profilaksis penyakit rekurens adalah 400 mg
dua kali per hari. Dapat juga digunakan Famcyclovir atau valacyclovir.
Replikasi virus pada pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas di
epitel kornea, biasanya sembuh sendiri dan pembentukan parutnya minimal.
Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak diperlukan, bahkan

berpotensi sangat merusak. Sayangnya, kekhawatiran akan terjadinya parut


permanen akibat peradangan kornea, terutama bila terdapat penyakit stromal,
sering memicu penggunaan kortikosteroid topikal; ini didasarkan pada anggapan
yang keliru bahwa mengurangi peradangan akan mengurangi beratnya penyakit.
Sekalipun respons peradangan itu diduga timbul semata-mata karena proses
imunologis, seperti pada keratitis disformis, penggunaankortikosteroid topikal
sebaiknya dihindari pada kelainan yang kemungkinan akan sembuh sendiri. Sekali
dipakai kortikosteroid topikal, umumnya pasieen terpaksa harus memakai obat itu
untuk mengendalikan episode keratitis berikutnya, dengan kemungkinan terjadi
replikasi virus yang tidak terkendali dan efek samping lain yang berhubungan
dengan steroid, seperti superinfeksi bakteri dan jamur, glaukoma, dan katarak.
Kortikosteroid topical dapat pula mempermudah penipisan kornea, yang
meningkatkan resiko perforasi kornea. Jika memang perlu menggunakan
kortikosteroid topical karena hebatnya respons peradangan, harus diberikan terapi
antiviral yang tepat untuk mengendalikan replikasi virus. Masalah dalam
penanganan keratitis HSV sering disebabkan oleh penggunaan obat topical
multiple yang tidak tepat, termasuk antiviral, antibiotic, dan kortikosteroid
sehingga menimbulkan efek samping, termasuk toksisitas epitel. Seringkali
penggunaan antiviral oral dan penurunan dosis kortikosteroid secara perlahan
akan memberikan perbaikan yang nyata.
3. Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk merehabilitasi
penglihatan pasien dengan parut korne berat; tindakan inin hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpesnya non-aktif. Pascabedah, infeksi herpes
rekurens dapat timbul sebagai akibat trauma bedah dan kortikosteroid topical yang
diperlukan untuk mencegah penolakan tandur (graft) kornea. Penolakan tandur
kornea itu sendiri juga sulit dibedakan dari penyakit stroma rekurens. Obat
antiviral sistemik harus diberikan selama beberapa bulan setelah keratoplasti
untuk mengimbangi pemakaian kortikosteroid topikal.
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stromal yang progresif atau akibat
superinfeksi bakteri atau fungi mungkin memerlukan keratoplasti penetrans

darurat. Pelekat jaringan cyanoacrylate dapat dipakai secara efektif untuk


menutup perforasi kecil, dan graft pelekat lamellar berhasil baik pada kasuskasus tertentu. Keratoplasti lamellar memiliki keuntungan disbanding keratoplasti
penetrans karena kemungkinan terjadinya penolakan tandur kornea lebih kecil.
Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk
memulihkan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simpleks, tetapi
tandur membrane amnion mungkin bisa lebih efektif.
4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mereaktivasi infeksi HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai; kira-kira sepertiga dari
seluruh kasus, dalam 2 tahun setelah serangan pertama. Mekanisme pemicunya
sering dapat ditemukan melalui anamnesis yang teliti. Begitu diketahui, pemicu
tersebut sering dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam;
pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar ultraviolet dapat dihindari;
dan aspirin dapat diminum sebelum menstruasi. Dapat digunakan antiviral
profilaksis dalam bentuk topical dan/atau oral, misalnya, menjelang bedah refraksi
kornea dengan laser.
Terapi keratitis virus Varicella zoster
Obat antiviral intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk
mengobati herpes zoster oftalmik, khususnya pada pasien yang kekebalannya
terganggu. Dosis oral acyclovir adalah 800 mg lima kali sehari selama 10-14 hari;
valacyclovir 1 g tiga kali sehari selama 7-10 hari; famcyclovir 500 mg per 8 jam
selama 7-10 hari. Terapi hendaknya dimulai 72 jam setelah timbulnya kemerahan
(rash). Peran antiviral topical kurang meyakinkan. Kortikosteroid topical mungkin
diperlukan untuk mengibati keratitis nerat, uveitis, dan glaucoma sekunder.
Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Terapi ini mungkin
diindikasikan untuk mengurangi insidens dan hebatnya neuralgia pascaherpes,
tetapi resiko komplikasi steroid cukup bermakana. Sayangnya, acyclovir sistemik
hanya sedikit berpengaruh terhadap timbulnya neuralgia pascaherpes. Walaupun
demikian, keadaan ini akan sembuh sendiri, dan menenangkan pasien dapat
membantu peran analgesic.

Vous aimerez peut-être aussi

  • Kata Pengantar + Daftar Isi
    Kata Pengantar + Daftar Isi
    Document3 pages
    Kata Pengantar + Daftar Isi
    Echa Ahmad
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Hal 64. Konika-Judul
    Hal 64. Konika-Judul
    Document6 pages
    Hal 64. Konika-Judul
    egyyanc
    Pas encore d'évaluation
  • COVR
    COVR
    Document4 pages
    COVR
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Gea
    Gea
    Document13 pages
    Gea
    Echa Ahmad
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document2 pages
    Bab I
    Dhe Cool
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document3 pages
    Bab I
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 5
    Bab 5
    Document1 page
    Bab 5
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • COVR I
    COVR I
    Document1 page
    COVR I
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    tiar
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 1
    Bab 1
    Document2 pages
    Bab 1
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Makalah Tentang Cara Mengatasi Kemiskinan
    Makalah Tentang Cara Mengatasi Kemiskinan
    Document39 pages
    Makalah Tentang Cara Mengatasi Kemiskinan
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Radiology of Normal Thorax
    Radiology of Normal Thorax
    Document6 pages
    Radiology of Normal Thorax
    Rio Endranatha
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document4 pages
    Daftar Isi
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • PENUTUP
    PENUTUP
    Document1 page
    PENUTUP
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Mood
    Mood
    Document2 pages
    Mood
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Desiminasi
    Laporan Desiminasi
    Document6 pages
    Laporan Desiminasi
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Implementasi App
    Implementasi App
    Document2 pages
    Implementasi App
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Pengkajian App
    Pengkajian App
    Document3 pages
    Pengkajian App
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document1 page
    Bab I
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document2 pages
    Bab I
    tiar
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document2 pages
    Bab I
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Evaluasi App
    Evaluasi App
    Document2 pages
    Evaluasi App
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Document2 pages
    Bab Iv
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document2 pages
    Bab I
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Manfaat Asi Bagi IBU
    Manfaat Asi Bagi IBU
    Document3 pages
    Manfaat Asi Bagi IBU
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Mobilisasi
    Mobilisasi
    Document3 pages
    Mobilisasi
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation
  • Manfaat Asi Bagi IBU
    Manfaat Asi Bagi IBU
    Document3 pages
    Manfaat Asi Bagi IBU
    Dyah Ayu Yulia Wulandari
    Pas encore d'évaluation