Vous êtes sur la page 1sur 14

Asal Usul Lahirnya Huruf Jawa (ha, Na, Ca, Ra, Ka)

Huruf Jawa atau aksara jawa adalah salah satupeninggalan bersejarah dari nenek
moyang kita yang wajib kita jaga danpelajari, sebagai salah satu situs peninggalan
sejarah huruf jawa jugamempunyai sejarah dilahirkannya huruf jawa di bawah ini
adalah sejarah dan artihuruf aksara jawa yang dikisahkan oleh ajisaka silahkan baca :
Dikisahkan ada seorang pemuda tampan yangsakti mandraguna, yaitu Ajisaka. Ajisaka
tinggal di pulau Majethi bersama duaorang punggawa (abdi) setianya yaitu Dora dan
Sembada. Kedua abdi ini sama-samasetia dan sakti. Satu saat Ajisaka ingin pergi
meninggalkan pulau Majethi. Diamenunjuk Dora untuk menemaninya mengembara.
Sedangkan Sembada, disuruh tetaptinggal di pulau Majethi. Ajisaka menitipkan
pusaka andalannya untuk dijagaoleh Sembada. Dia berpesan supaya jangan
menyerahkan pusaka itu kepada siapapun, kecuali pada Ajisaka sendiri.
Lain kisah, di pulau Jawa ada sebuah kerajaanyang sangat makmur sejahtera yaitu
kerajaan Medhangkamulan. Rakyatnya hidupsejahtera. Kerajaan Medhangkamulan
dipimpin oleh seorang raja arif bijaksanabernama Dewatacengkar. Prabu
Dewatacengkar sangat cinta terhadap rakyatnya.
Sejarah Singkat Lahirnya Huruf Jawa (ha, Na, Ca, Ra, Ka) [ www.Up2Det.com ]
Pada suatu hari ki juru masak kerajaanMedhangkamulan yang bertugas membuat
makanan untuk prabu Dewatacengkarmengalami kecelakaan saat memasak. Salah satu
jarinya terkena pisau hinggaputus dan masuk ke dalam masakannya tanpa dia ketahui.
Disantaplah makanan ituoleh Dewatacengkar. Dia merasakan rasa yang enak pada
masakan itu. Dia bertanyadaging apakah itu. Ki juru masak baru sadar bahwa
dagingnya disantapDewatacengkar dan menjawab bahwa itu adalah daging manusia.
Dewatacengkarketagihan dan berpesan supaya memasakkan hidangan daging manusia

setiap hari.Dia meminta sang patih kerajaan supaya mengorbankan rakyatnya setiap
hari untukdimakan.
Oleh karena terus menerus makan dagingmanusia, sifat Dewatacengkar berubah 180
derajat. Dia berubah menjadi raja yangkejam lagi bengis. Daging yang disantapnya
sekarang adalah daging rakyatnya.Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan.
Tak satupun rakyat beranimelawannya, begitu juga sang patih kerajaan.
Saat itu juga Ajisaka dan Dora tiba dikerajaan Medhangkamulan. Mereka heran
dengan keadaan yang sepi dan menyeramkan.Dari seorang rakyat, beliau mendapat
cerita kalau raja Medhangkamulan gemarmakan daging manusia. Ajisaka menyusun
siasat. Dia menemui sang patih untukdiserahkan kepada Dewatacengkar agar
dijadikan santapan. Awalnya sang patihtidak setuju dan kasihan. Tetapi Ajisaka
bersikeras dan akhirnya diizinkan.
Dewatacengkar keheranan karena ada seorangpemuda tampan dan bersih ingin
menyerahkan diri. Ajisaka mengatakan bahwa diamau dijadikan santapan asalkan dia
diberikan tanah seluas ikat kepalanya danyang mengukur tanah itu harus
Dewatacengkar. Sang prabu menyetujuinya. Kemudianmulailah Dewatacengkar
mengukur tanah. Saat digunakan untuk mengukur, tiba-tibaikat kepala Dewatacengkar
meluas tak terhingga. Kain itu berubah menjadi kerasdan tebal seperti lempengan besi
dan terus meluas sehingga mendorongDewatacengkar. Dewatacengkar terus terdorong
hingga jurang pantai laut selatan.Dia terlempar ke laut dan seketika berubah menjadi
seekor buaya putih. Ajisakakemudian dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan.
Setelah penobatan, Ajisaka mengutus Dora pergike pulau Majethi untuk mengambil
pusaka andalannya. Kemudian pergilah Dora kepulau Majethi. Sesampai di pulau
Majethi, Dora menemui Sembada untuk mengambilpusaka. Sembada teringat akan
pesan Ajisaka saat meninggalkan pulau Majethiuntuk tidak menyerahkan pusaka
tersebut kepada siapa pun kecuali kepadaAjisaka. Dora yang juga berpegang teguh
pada perintah Ajisaka untuk mengambilpusaka memaksa supaya pusaka itu
diserahkan. Kedua abdi setia tersebut beradumulut bersikukuh pada pendapatnya
masing-masing. Dan akhirnya mereka berduabertempur. Pada awalnya mereka berdua
hati-hati dalam menyerang karenabertarung melawan temannya sendiri. Tetapi pada
akhirnya benar-benar terjadipertumpahan darah. Sampai pada titik akhir yaitu kedua
abdi tersebut tewasdalam pertarungan karena sama-sama sakti.
Berita tewasnya Dora dan Sembada terdengarsampai Ajisaka. Dia sangat menyesal atas
kesalahannya yang membuat duapunggawanya meninggal dalam pertarungan. Dia
mengenang kisah kedua punggawanyalewat deret aksara. Berikut tulisan dan arti dari
cerita itu :
Ha Na Ca Ra Ka = ono wong loro ( ada dua orang)

Da Ta Sa Wa La = podho kerengan ( merekaberdua berantem / berkelahi )


Pa Dha Ja Ya Nya = podho joyone ( sama-samakuatnya )
Ma Ga Ba Tha Nga = mergo dadi bathang lorone (maka dari itu jadilah bangkai
semuanya / mati dua-duanya karena sama kuatnya)
Itulah sekelumit cerita sejarah dari lahirnyahuruf jawa / aksara jawa Ha Na Ca Ra Ka.
Semoga inti dari cerita itu bisamemaknai kehidupan kita semua
Mengupas Ha Na Ca Ra Ka
Ha Huripku Cahyaning Allah

Na Nur Hurip cahya wewayangan


Ca Cipta rasa karsa kwasa
Ra Rasa kwasa tetunggaling pangreh
Ka Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat
Da Dumadi kang kinarti
Ta Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat
Sa Sipat hana kang tanpa wiwit
Wa Wujud hana tan kena kinira
La Lali eling wewatesane
Pa Papan kang tanpa kiblat
Dha Dhuwur wekasane endhek wiwitane
Ja Jumbuhing kawula lan Gusti
Ya Yen rumangsa tanpa karsa
Nya Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki

Ma Mati bisa bali


Ga Guru Sejati kang muruki
Ba Bayu Sejati kang andalani
Tha Thukul saka niat
Nga Ngracut busananing manungsa
Sastra Jendra ya sastra harjendra adalah sastra/ilmu yang bersifat
rahasia/gaib. Rahasia, karena pada mulanya hanya diwedarkan hanya kepada
orang-orang yang terpilih dan kalangan yang terbatas secara lisan. Gaib,
karena ilmu ini diajarkan oleh Guru Sejati lewat Rasa Sejati.
Hayuningrat/yuningrat berasal dari kata hayu/rahayu selamat dan ing rat
yang berarti didunia. Pangruwating Diyu, artinya meruwat, meluluhkan,
merubah, memperbaiki sifat-sifat diyu, raksasa, angkara, durjana.
Maka Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu maknanya adalah ilmu
rahasia keselamatan untuk meruwat sifat-sifat angkara didunia ini, baik dunia
mikro dan makro.
Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah merupakan Ilmu yang
berasal dari Allah Yang Maha Esa, yang dapat menyelamatkan segala
sesuatu. Maka, tiada kawruh/pengetahuan lain lagi yang dapat digapai oleh
manusia, yang lebih dalam dan lebih luas melebihi Sastra Jendra Hayuningrat
Pangruwating Diyu, sebab ini adalah merupakan sastra adi luhung atau ilmu
luhur yang merupakan ujung akhir dari segala pengetahuan/kawruh
kasampurnan sampai saat ini.
Makna/kawruh Yang Terkandung Dalam Sandi Sastra
Kalau diurut dari atas kebawah, dari Ha sampai Nga, mengandung makna
yang sangat dalam dan sangat luas tentang rahasia gumelaring dumadi, atau
pambabaring titah, atau rahasia jati diri, asal-usul/ terjadinya manusia. Yaitu
terciptanya manusia dari Nur, Cahaya Allah yang bersifat tiga, Tri Tunggal
Maha Suci, yang merasuk busana anasir-anasir sebagai wadah, yaitu badan
jasmani halusan dan badan jasmani kasar.
Apabila diurut terbalik, dari Nga naik sampai Ha, maka inilah rahasia jalan
rahayu, ya pangruwating diyu, untuk menuju kesempurnaan hidup kembali
kepada sangkan paraning dumadi. Kembali ke asal mula, ke Alam Sejati
mencapai persatuan dengan Allah Yang Maha Agung. Jadi, dari Nga sampai

Ha, juga merupakan urut-urutan panembah, dimulai dari badan jasmani


kasar, dimana titik berat kesadaran kemudian harus dialihkan satu tahap
demi tahap kearah asal-mula, ke Alam Sejati. Syarat mutlak agar kita dapat
menyadari/ memahami sesuatu hal, adalah membawa kesadaran kita
bergerak masuk berada disitu. Fokus/titik berat kesadaran dapat berpindah.
Didalam keseharian hidup, kesadaran kita banyak terfokus dialam badan
kasar, alam anasir, diluar Alam Sejati. Maka, satu-persatu tahap dari Nga,
Tha, Ba dan seterusnya sampai Nga haruslah dilewati untuk memindahkan
tingkat kesadaran dari alam kasar/fana/maya menuju Alam Sejati. Sedangkan
tahapan pertama yang harus dilalui yaitu Nga, sedemikian rumit dan sulitnya,
maka dapat dibayangkan tidak begitu mudah untuk dapat memindahkan titik
berat/focus kesadaran ke Alam Sejati. Namun itulah intinya perjalanan
spiritual yang harus kita tempuh.
Secara garis besar, Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga
Ba Tha Nga kalau diuraikan adalah sebagai berikut (garis besar saja, karena
detailnya begitu luas/multi dimensi tak terkira penuh dengan kawruh
kasunyatan sejati yang tak habis diuraikan dalam bahasa kewadagan apalagi
tulisan). Dan dibawah ini adalah garis besar uraian dari sisi spiritualnya guna
dipakai sebagai mile stones dalam menempuh jalan rahayu untuk dapat
kembali ke SANGKAN PARANING DUMADI .
1. Ha Huripku Cahyaning Allah (Hidupku adalah Cahaya Allah).
Sebelum ada apa-apa, sebelum alam semesta beserta isinya ini tercipta,
adalah Sang Hidup ya Allah ya Ingsun yang ada dialam awung-uwung yang
tiada awal dan akhir, yaitu alam/kahanan Allah yang masih rahasia/ Alam
Sejati. Itulah Kerajaan Allah ya Ingsun. Sebelum alam semesta tercipta, Allah
berkehendak menurunkan Roh Suci, ya Cahaya Allah. Ya Cahaya Allah itulah
Hidupku, Hidup kita yang Maha Suci.
Alam Sejati adalah alam yang tidak mengandung anasir-anasir (unsur-unsur
hawa, api, air dan bumi/tanah) yang berada didalam badan manusia, dimana
Cahaya Allah bersemayam. Alam Sejati diselubungi/menyelubungi dua alam
beranasir yaitu halus dan kasar. Dapat pula diartikan, badan manusia berada
didalam Alam Sejati.
2. Na Nur Hurip Cahya wewayangan (Nur Hidup Cahya yang membayang).
Hidup merupakan kandang Nur yang memancarkan Cahaya Kehidupan yang
membayang yang merupakan rahasia Allah. Kehidupan yang Maha Mulia. Tri
Tunggal Mahasuci berada dipusat Hidup. Ya itulah Kerajaan Allah.

Sang Tritunggal adalah Allah taala/Gusti Allah/Pengeran/Suksma Kawekas,


Ingsun/Rasul Sejati/Guru Sejati/Suksma Sejati/Kristus dan Roh Suci/Nur
Pepanjer/Nur Muhammad. Diuraikan diatas, bahwa ketiga alam yaitu badan
kasar, badan halus dan Alam Sejati, mengambil ruang didalam badan jasmani
kasar secara bersamaan. Namun kebanyakan kita manusia tidak atau belum
menyadari akan Alam Sejati, atau samar-samar. Nur Hidup bagaikan cahaya
yang samar membayang.
3. Ca Cipta rasa karsa kwasa (Cipta rasa karsa kuasa).
Nur Hidup memberi daya kepada Rasa/Rahsa Jati/Sir, artinya Cahaya/Nur/Roh
Suci menghidupkan Rasa/Rahsa Jati/Sir yang merupakan sumber kuasa. Maka
bersifat Maha Wisesa. Rasa/Rahsa Jati/Sir menghidupkan roh/suksma yang
mewujudkan adanya cipta. Maka bersifat Maha Kuasa.
4. Ra Rasa kwasa tetunggaling pangreh (Rasa kuasa akan adanya satusatunya wujud kendali/yang memerintah).
Rasa Sejati yang memberi daya hidup roh/suksma sehingga roh/suksma
dapat menguasai nafsu (sedulur lima), sehingga terjadilah sifat Maha Tinggi.
5. Ka Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat (Karsa kuasa tanpa didasari
oleh kehendak dan niat).
Yang mendasari adanya kuasa agung adalah kasih yang tulus, tanpa
kehendak, tanpa niat. Pamrihnya hanyalah terciptanya kasih yang berkuasa
memayu hayuning jagad kecil dan jagad agung.
6. Da Dumadi kang kinarti (Tumitah/menjadi ada/terjadi dengan membawa
maksud, rencana dan makna).
Ini berkaitan dengan Karsa Allah menciptakan manusia, makhluk lain dan
alam semesta beserta isinya yang sesuai dengan Rencana Allah.
7. Ta Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat (Tetap berada dalam zat yang
tanpa niat).
Dat atau zat tanpa bertempat tinggal, yang merupakan awal mula adalah dat
Yang Maha Suci yang bersifat esa, langgeng dan eneng. Hidup sejati kita
menyatu dengan dat, ada didalam dat. Maka didalam kehidupan saat ini agar
selalu eksis selaras dengan dat Yang Maha Suci, situasi tanpa niat atau mati
sajroning urip (mati didalam hidup) dengan kata lain hidup didalam kematian,
seyogyanya selalu diupayakan.

8. Sa Sipat hana kang tanpa wiwit (Sifat ada tanpa awal).


Ini adalah sifat Sang Hidup, Allah, di Alam Sejati, tiada awal dan tiada akhir,
AKUlah alpha dan omega. Demikian pula hidup sejati nya manusia sudah
ada sebelumnya, tiada awal mula, bersatu di Alam Sejati yang langgeng,
yang merupakan Kerajaan Allah, ya Sangkan Paraning Dumadi

GAJI HANACARAKA
Pancadane Ngelmu Urip iku eling, yaiku eling marang sejatining urip utawa
hakekating urip tumraping manungsa. Manungsa iku titah pinunjul katimbang titah liyane.
Pinunjule amarga kaparingan perangkat urip kang ana ing khasanah Jawa disebut ciptarasa-karsa. Tinengeran ana ing aksara Jawa: ha-na-ca-ra-ka kang tegese utusan
(hananira hananing Hyang) kang diparingi cipta (ca), rasa (ra), lan karsa (ka). Ya peparing
cipta-rasa-karsa iki kang mbedakake titah manungsa karo titah liyane.
Landasan Ngelmu Kehidupan itu "Ingat", yaitu ingat dengan Kehidupan Sejati atau
hakikatnya kehidupan manusia, Manusia itu makhluk yang Unggul diantara makhluk lainnya.
Keunggulannya karena dianugerahi Perangkat Hidup yang dlm khasanah jawa di sebut
CIPTA RASA KARSA, ditandai dalam huruf jawa HA NA CA RA KA maknanya Utusan
(KeberAdaanmu adalah perwujudan dari keberAdaan-Nya) yang diberi Cipta (Ca), Rasa
(Ra), dan Karsa (Ka). Ya, anugrah Cipta Rasa Karsa inilah yang membedakan manusia
dengan mahluk lainnya.
Nb.

utusan (hananira hananing Hyang) bahasa arabnya adalah KHALIFATULLAH..........

"Eling" bisa juga dimaknakan sebagai hadirnya kesadaran, bahasa arabnya adalah
DZIKRULLAH

Tingkatan dzikir menurut Ibnu Athaillah As Sakandary pengarang kitab Al Hikam, ada empat
macam yaitu:
1. Pertama, dzikir dengan lupa (dzikir dengan lisan).
dalam kategori ini biasanya orang yang berdzikir hanya sebatas di mulut, contohnya
ketika ada petir menyambar seseorang akan bilang astagfirullah, subhanallah, maupun
innalillah tapi bukan karena benar-benar ingat Allah melainkan karena kaget (reflek)
karena lupa.
2. Kedua, dzikir yahdoh (dzikir sadar)
dalam kesempatan ini seseorang bisa dzikir dengan keadaan sadar. Meskipun
demikian orang yang berdzikir belum sepenuhnya ikhlas berdzikir karena Allah.
Masih sebatas menggunakan kekuatan fikiran sadarnya, belum sampai tembus ke
dalam hati (Bawah sadar). Dalam keadaan ini orang yang berdzikir senantiasa ingat
kepada Allah, namun belum sepenuhnya menyadari apa yang harus dilakukan.

3. Ketiga, dzikir khudurul qolbi (hadirnya hati)


dalam tahap inilah seseorang bisa berdzikir dengan menggunakan hatinya. dimana
hatinya senantiasa ingat kepada Allah dalam setiap saat dan setiap waktu. orang yang
bisa berdzikir dengan menggunakan hatinya, akan bisa tenang dalam hidupnya karena
akan selalu ingat kepada Allah.
4. Keempat, dzikir ruh
dimana dzikir ini merupakan puncaknya dzikir. Karena seseorang yang berada dalam
tahap ini sudah tidak mengingat apapun kecuali ingat Allah. semua yang ada di dunia
tidak ada artinya, yang ada hanyalah Allah semata. dzikir pada tahap ini merupakan
dzikir yang biasanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar dekat dengan
Allah (waliyullah).
Nasehat Ibnu Athaillah As Sakandary : AL HIKAM : HIKMAH 47, Jangan Tinggalkan
Dzikir



"Janganlah kamu meninggalkan dzikir karena tidak adanya kehadiranmu kepada Allah,
kelalaianmu dari dzikir kepada Allah itu lebih berat dari kelalaianmu dalam atau ketika
berdzikir kepada Allah, Mungkin saja Allah akan mengangkatmu dari dzikir (disertai adanya
lupa) menuju dzikir yang disertai ingat kepada Allah dan dari dzikir yang disertai ingat
kepada Allah menuju dzikir yang disertai hadirnya hati dan dari dzikir yang disertai hadirnya
hati menuju dzikir yang disertai hilangnya sesuatu selain Allah SWT. Dan semua itu bukanlah
hal yang sulit bagi Allah SWT."
Dari hikmah di atas Ibnu Athaillah menjelaskan bahwa dzikir itu ada 4 tahap :
1. Lisan :

2. Ingat dalam hati :


3. Hadirnya Hati :

4. Hilangnya sesuatu selain Allah : (

Kita dzikir kepada Allah tapi akal kita lupa lalu kita meninggalkannya, maka hal ini adalah
suatu kesalahan yang sangat fatal. Lebih baik kita berdzikir walaupun hati kita lupa, karena
suatu ketika Allah akan menjadikan kita dalam derajat
dan sampai pada derajat .

lalu menuju derajat

Ada juga yang memberi makna HANACARAKA demikian :


HA = Hana hurip wening suci

(Adanya hidup adalah kehendak yang Maha Suci)


NA = Nur candra, gaib candra, warsitaning candara
(harapan manusia hanya selalu ke sinar Ilahi)
CA = Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi
(satu arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal)
RA = Rasaingsun handulusih
(rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)
KA = Karsaningsun memayuhayuning bawana
(hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam)
DA = Dumadining dzat kang tanpa winangenan
(menerima hidup apa adanya)
TA = Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa
(mendasar ,totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup)
SA = Sifat ingsun handulu sifatullah
(membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan)
WA = Wujud hana tan kena kinira
(ilmu manusia hanya terbatas namun bisa juga tanpa batas)
LA = Lir handaya paseban jati
(mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi)
PA = Papan kang tanpa kiblat
(Zona Dimensi Quantum, tidak ada arah kiblat utara selatan barat dan timur ataupun atas dan
bawah)
DhA = Dhuwur wekasane endek wiwitane
(Untuk bisa di atas tentu dimulai dari dasar)
JA = Jumbuhing kawula lan Gusti
(selalu berusaha menyatu -memahami dan selaras dengan kehendakNya)
YA = Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi
(yakin atas titah /kodrat Ilahi)
NYA = Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki
(memahami kodrat kehidupan)
MA = Madep mantep manembah mring Ilahi
(yakin - mantap dalam menyembah Ilahi)
GA = Guru sejati sing muruki
(belajar pada guru sejati)

BA = Bayu sejati kang andalani


(menyelaraskan diri pada gerak alam)
THA = Tukul saka niat
(sesuatu harus tumbuh dari niat)
NGA = Ngracut busananing manungso
(melepaskan egoisme pribadi-manusia)
INTERNALISASI & OPTIMALISASI HANACARAKA
Surabaya, 1 & 2 Desember 2012
Jakarta, 8 & 9 Desember 2012
Dalam tradisi budaya Nusantara, resep sukses itu terangkum dalam istilah cipta, rasa dan
karsa. Tiga komponen kata tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat
dipisahkan (tritunggal). Pada masa lalu, kemampuan manusia dalam mengolah cipta, rasa,
karsa telah menghasilkan peradaban menakjubkan.
Cipta, rasa dan karsa merupakan kekuatan manusia dalam mempertahankan kelangsungan
hidup. Inilah yang melahirkan peradaban besar di masa lalu, sebagaimana ditunjukkan orangorang yang hidup pada masa Majapahit, Mataram, Singasari, Demak, Sriwijaya,
dll. Begitupula dengan tokoh-tokoh besarnya, seperti Gajah Mada, Hayam Wuruk, Sultan
Agung, Prabu Siliwangi, Wali Songo, Sukarno, Arupalaka, Diponegoro, dll.
Itulah sebabnya, umumnya orang-orang tua dahulu sering mengatakan bahwa apabila kita
bisa menyelaraskan 3 komponen kata di atas, maka kita akan bisa merasakan nikmatnya
kehidupan (kemakmuran dan kebahagiaan).
Ketiga komponen (cipta, rasa dan karsa) tersebut merupakan bagian dari sistem kebudayaan
Nusantara yang tak terpisahkan dari bingkai utamanya, yaitu spiritualitas.
Dengan metode yang Benar, Sederhana, Praktis, & ilmiah Tridaya Sukses (Cipta, Rasa, &
Karsa) anda ini akan diolah dan ditingkatkan dengan maksimal. Sehingga dapat digunakan
dengan efektif untuk memudahkan kehidupan anda.
Urutan dasar aksara Jawa banyak dikenal orang karena berisi suatu "cerita":

- Hana Caraka (Terdapat Pengawal)

- Data Sawala (Berbeda Pendapat)

- Padha Jayanya (Sama kuat/hebatnya)

- Maga Bathanga (Keduanya mati).

Bagi mereka yang kurang mengenal bahasa Jawa, diperlukan sedikit catatan.
/d/, //, /j/, /b/, dan /g/ pada bahasa Jawa selalu dibunyikan meletup (ada
hembusan h); ini memberikan kesan "berat" pada aksen Jawa.
ha, mewakili fonem /a/ dan /ha/. Bila aksara ini terletak di depan suatu kata,
akan dibaca /a/. Aturan ini tidak berlaku untuk nama atau kata bahasa asing
(selain bahasa Jawa).
da dalam penulisan latin dipakai untuk /d/ dental dan meletup (lidah di belakang
pangkal gigi seri atas dan diletupkan). /d/ ini berbeda dari bahasa
Indonesia/Melayu.
dha dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk // (d-retrofleks). Posisi lidah sama
dengan /d/ bahasa Melayu/Indonesia tetapi bunyinya diletupkan.
tha dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk // (t-retrofleks). Posisi lidah sama
seperti /d/ tetapi tidak diberatkan. Bunyi ini mirip dengan bila orang beraksen Bali
menyuarakan 't'.

Makna Huruf Dalam Hanacaraka


1. Ha Hana hurip wening suci adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha
Suci
2. Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara pengharapan manusia
hanya selalu ke sinar Illahi
3. Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi arah dan tujuan pada Yang
Maha Tunggal
4. Ra Rasaingsun handulusih rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
5. Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana hasrat diarahkan untuk
kesajeteraan alam
6. Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan menerima hidup apa adanya
7. Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa mendasar, totalitas, satu visi,
ketelitian dalam memandang hidup
8. Sa Sifat ingsun handulu sifatullah membentuk kasih sayang seperti kasih
Tuhan
9. Wa Wujud hana tan kena kinira ilmu manusia hanya terbatas namun
implikasinya bisa tanpa batas
10. La Lir handaya paseban jati mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
11. Pa Papan kang tanpa kiblat Hakekat Allah yang ada disegala arah

12. Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane Untuk bisa diatas tentu dimulai dari
dasar
13. Ja Jumbuhing kawula lan Gusti Selalu berusaha menyatu memahami
kehendak-Nya
14. Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi yakin atas
titah/kodrat Illahi
15. Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki memahami kodrat kehidupan
16. Ma Madep mantep manembah mring Ilahi yakin/mantap dalam menyembah
Ilahi
17. Ga Guru sejati sing muruki belajar pada guru nurani
18. Ba Bayu sejati kang andalani menyelaraskan diri pada gerak alam
19. Tha Tukul saka niat sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
20. Nga Ngracut busananing manungso melepaskan egoisme pribadi manusia

ilsafat Huruf Jawa (Hanacaraka)


Peting Kradenan
Rabu, Januari 02, 2013
Kejawen Literature
Makna dan Filsafat Huruf Jawa
Ha-Na-Ca-Ra-Ka
berarti ada utusan yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan
jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan
ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban
manusia ( sebagai ciptaan).
Da-Ta-Sa-Wa-La
berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data saatnya ( dipanggil ) tidak
boleh sawala mengelak manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia
melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya
berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ).
Maksdunya padha sama atau sesuai, jumbuh, cocok tunggal batin yang tercermin
dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu menang, unggul
sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan sekedar menang atau menang tidak
sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga
berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia
diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.

ref : Filsafat Huruf Jawa (Hanacaraka) | Kradenan http://petingkradenan.blogspot.com/2013/01/filsafat-huruf-jawahanacaraka.html#ixzz336P4TccJ

Dalam kisah AJISAKA


ha na ca ra ka Dikisahkanlah tentang dua orang abdi yang setia
da ta sa wa la Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi
pa da ja ya nya Mereka sama-sama kuat dan tangguh
ma ga ba tha nga Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersama
Aksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam:
yaitu kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang
dapat memecah-belah harmoni. Konon aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka
untuk mengenang kedua abdinya yang setia.Dikisahkan Ajisaka hendak pergi
mengembara, dan ia berpesan pada seorang abdinya yang setia agar menjaga keris
pusakanya dan mewanti-wanti: janganlah memberikan keris itu pada orang lain,
kecuali dirinya sendiri: Ajisaka. S
etelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka teringat akan
pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia pun mengutus seorang
abdinya yang lain, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu
di tanah leluhur. Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti: jangan sekali-kali
kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya. Ironisnya, kedua abdi
yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya harus berkelahi dan tewas
bersama: hanya karena tidak ada dialog di antara mereka. Bukankah sebenarnya
keduanya mengemban misi yang sama: yaitu memegang teguh amanat
junjungannya? Dan lebih ironis lagi, kisah tragis tentang dua abdi yang setia ini
selalu berulang dari jaman ke jaman, bahkan dari generasi ke generasi. Baca lebih
lengkap tentang cerita Aji Saka Klik Disini.

UNEN UNEN JAWA


*pamulange sangsarane sesami = pelajarannya sengsaranya sesama

*sakti tanpa aji = berhasil tanpa sarana


*sugih tanpa banda = bisa menginginkan apa saja tanpa persiapan
*ngluruk tanpa bala = menyusup tanpa teman, tetapi selalu mendapatkan hasil
*ngasorake tanpa peperangan = menang tanpa menggunakan kekerasan/perang
(objek)apa kang sinedya teka,apa kang kacipta dadi = apa yang diinginkan/diamaui
akan terjadi/ tercipta.
*Digdaya tanpa aji = sakti tanpa ajian
*Trimah mawi pasrah = menerima dengan menyerah
*Suwung pamrih tebih adjrih = sepi hasrat jauh dari takut
*Langgeng tan ana susah tana ana bungah= tenang tetap hidup nama
*murid gurune pribadi = murid gurunya pribadi
ref : Filsafat Huruf Jawa (Hanacaraka) | Kradenan http://petingkradenan.blogspot.com/2013/01/filsafat-huruf-jawa-hanacaraka.html#ixzz336OYaA7r

Vous aimerez peut-être aussi