Vous êtes sur la page 1sur 15

3.

4 Manifestasi Klinis
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang
memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Lesi klasik biasanya berupa
pustula, namun biasanya juga dapat berupa papula dan nodula yang inflamasi.
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul
yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi
keratin hitam (komedo terbuka)1. Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan
berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat.
Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul
biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti
terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul
dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan
cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan2.
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan
atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada
hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada
concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan retroaurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat
mendominasi2. Acne paling banyak terjadi di wajah, tetapi dapat terjadi pada
punggung, dada, dan bahu. Di badan, acne cenderung terkonsentrasi dekat garis
tengah tubuh. Penyakit ini ditandai oleh lesi yang bervariasi, meskipun satu jenis lesi
biasanya lebih mendominasi. Lesi noninflamasi, yaitu komedo, dapat berupa komedo
terbuka (blackhead comedones) yang terjadi akibat oksidasi melanin, atau komedo
tertutup (whitehead comedones). Lesi inflamasi berupa papul, pustul, hingga nodus
dan kista. Scar atau jaringan parut dapat menjadi komplikasi acne noninflamasi
maupun acne inflamasi3.
Lesi primer berupa mikrokomedo yaitu proses impaksi dan distensi dari folikel
dengan sebum dan menjadi deskuamasi keratinosit dari epitelium folikular. Ketika
mikrokomedo mulai muncul dapat dideskripsikan sebagai komedo terbuka atau
tertutup. Komedo terbuka memiliki pori-pori yang terlihat yang terlihat sebagai bintik
hitam yang menandakan terjadinya oksidasi lipid dan melanin. Sedangkan komedu
tertutup memiliki pori-pori yang cukup kecil dan muncul sebagai bintik putih4.

Gambar 1. Campuran komedo terbuka (blackheads) dan komedo tertutup (whiteheads) pada dahi wanita
usia muda4

Gambar 2. Komedo tertutup (whiteheads) pada dahi lelaki usia muda4

Gambar 3. Campuran akne komedonal dengan papula yang mengalami inflamasi dan pustula yang
tersebar pada dahi wanita usia muda4

Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda
awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12
tahun, yang tampak biasanya berupa komedo yang utamanya muncul pada dahi dan
pipi. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan

penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan
dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulo pustular seminggu
sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang
belum mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi
sebagai papul, pustul, dan nodul yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas2.

Gambar 4. Campuran akne komedonal dengan papula yang mengalami inflamasi dan pustula yang
tersebar pada dahi wanita usia muda4

Gambar 5. Komedo terbuka (blackheads) pada hidung laki-laki usia dewasa muda yang
merupakan salah satu tanda usia pubertas4

3.5 Klasifikasi
Acne sampai saat ini cukup sulit untuk diklasifikasikan. Tidak terdapat
sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita.
Akne

pada

umumnya

diklasifikasikan

berdasarkan

tipe

(komedoal/papular,

pustular/nodul kisitk) dan/atau beratnya penyakit (ringan/sedang/sedang-berat/ berat).


Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi. Derajat keparahan

acne sangat bervariasi tergantung pasien dan perjalanan penyakit pada beberapa
orang berbeda-beda. Klasifikasi acne dengan metode tradisional pada percobaan klinis
yaitu dengan menghitung lesi inflamasi dan non-inflamasi, namun ini sangat sulit
dilakukan untuk menentukan derajat keparahan inflamasi acne. Papula bahkan nyaris
tak terlihat, atau terlalu dalam, atau bahkan hanya berbentuk nodul kecil, dan tetap
harus dihitung sebagai lesi yang ekuivalen4.
Klasifikasi sederhana dari acne vulgaris yaitu akne ringan (mild acne) dimana
komedo merupakan lesi utama, papul dan pustul mungkin ada tetapi memiliki ukuran
yang kecil serta jumlah yang sedikit (umumnya <10). Akne sedang (moderate acne)
dimana jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-40) serta jumlah komedo yang
cukup banyak (10-40) juga ada, kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada
badan. Akne sedang berat (moderately severe acne) dimana jumlah papul dan pustul
yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadangkadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan mengalami inflamasi (mencapai 5).
Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung. Akne sangat berat
(very severe acne) yaitu akne nodulokistik dan akne konglobata dengan lesi yang
parah, banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama dengan banyak
komedo, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil1.

Gambar 6. Mild Acne. Wanita 14 tahun dengan komedo tertutup yang multipel dan tersebar.
Terdapat papul inflamasi dan pustula5

Gambar 7. Akne Konglobata5

Gambar 8. Inflammatory Acne didapatkan papula eritematous dan pustula5

Gambar 9. Inflammatory dan non Inflammatory Acne didapatkan komedo terbuka dan tertutup,
papula dan pustula5

Ada kira-kira 25 skala pengukuran untuk menentukan tingkat keparahan akne.


Hingga tahun 1990, dilakukan konferen konsensus yang diadakan American Academy
of Dermatology untuk menentukan baku emas (gold standard) Acne vulgaris yang juga
menjadi FDA (Food and Drug Administration) global grade. Tingkatannya berupa5 :

0 = Normal, kulit bersih tanpa adanya acne vulgaris


1 = Kulit hampir bersih: jarang adanya lesi inflamasi yang tampak, dengan atau

tanpa papul noninflamasi (papul tampak hiperpigmentasi)


2 (mild severity) = Beberapa lesi inflamasi tampak dengan sedikit lesi inflamasi

(hanya papul/pustul, tanpa lesi kistik bernodul)


3 (moderate severity) = Lesi predominan noninflamasi, dengan lesi multipel
inflamasi beberapa hingga banyak komedo dan papul/pustul, ada atau dengan

satu lesi kistik bernodul


4 (severe) = Lesi inflamasi tampak jelas banyak komedo dan papul/pustul,

dengan atau tanpa sedikit lesi kistik bernodul


5 = Lesi predominan inflamasi yang berat: jumlah komedo yang bervariasi,
banyak lesi kistik bernodul, papul/pustul.

Gambar 10. Akne Vulgaris grade 15

Gambar 11. Akne Vulgaris grade 25

Gambar 12. Akne Vulgaris grade 35

Tabel 1. Klasifikasi derajat acne berdasarkan jumlah dan tipe lesi6

3.6 Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris
biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah
bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan
siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi
pada

berbagai

manifestasi

sistemik,

termasuk

demam,

arthralgia,

myalgia,

hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik. Pada pemeriksaan fisis akne noninflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan
adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau
kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak. Tes
fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan akne.
Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal
untuk testosteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing
hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi
dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area
nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan
sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.

3.7 Diagnosis Banding


Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis
dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul)
yang terdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosisvbanding akne vulgaris
antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral3.
1. Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat,
seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin,
dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo,
timbul mendadak tanpa disertai demam.
2. Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara
pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher.
Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler
yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform
yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada
rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya
gejala rosasea.
3. Dermatitis perioral adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan
pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di
sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering
ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata.
Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh
karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mulut,
dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa
dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui,
namun terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara
lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi
berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.
3.8 Terapi
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet6.
1. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang masih meradang.
Antibiotik

yang

diberikan

adalah

Tetrasiklin

(tetrasiklin,

doksisiklin,minosiklin)

eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan


akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes. Tetrasiklin generasi pertama
(tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan
untuk akne.Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan
harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6
minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam
dosis 1 gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat
diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini
diberikan 1 jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal 1. Alternatif lain,
tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari
sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan
obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di saluran
pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama
efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes
dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. Klindamisin merupakan jenis obat yang
sangat efektif, akan tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat
menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim,
160/800mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate
respon dengan antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.
b. Isotretionoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan untuk
akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi komedogenesis,
mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi
dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi
termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.aknes, ini menghambat
efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan
inflamasi. Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan
jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan
pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn yang
berat. Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan

tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan
perbaikan yang lebih cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo. Pustule
menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah,
lengan atas, dan kaki daripada di punggung dan badan4.
c. Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap
terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik
mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat
mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis
terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen dengan
cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi hormonal harus
diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti
halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama
terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat
pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata.
Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1
g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone
acetate. Pada wanita usia tua (>30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil
kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. Anti
androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan target
pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%.
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang
banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini
adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot
yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan
untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obatobatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga
pada daerah disekitarnya. Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara
topikal, yaitu2:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:

- Mengeluarkan komedo yang telah matur.


- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance terapi.
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan
Beer. Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne. Hal ini
ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk noninflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic
formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution (0.05%).
Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan
tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55%
setelah 12 minggu pengobatan.
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau
solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000 pasien
ditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunyai efikasi yang sama dengan tretinoin
0.025%.
e. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah
iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap P.aknes
dan S. Aureus. Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin ditingkatkan
konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi
produk dengan BPOs atau retinoid. Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi
akne. Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal
ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik

dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul
dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida
5% tersedia dalam bentuk gel. Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena
mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang
panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan
akne. Pada keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, poripori kulit juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk
dan berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke
dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam
akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam
jumlah produksi sebum2.
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari
substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal2.
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo

dengan

menekan

daerah sekitar

lesi dengan

menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodulnodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik. Dalam kurun
waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah
2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat
yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus
ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan

menyebabkan atrofi4. Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran


dari lesi nodular. Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan
suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini
sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular tanpa
insisi sehingga mengurangi pembentukan scar5.
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair
selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan
mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada
dinding tersebut4.
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris.
Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan
hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base
yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi
beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan
tersebut5.

Tabel 2. Algoritma Terapi Acne Vulgaris6

3.9 Prognosis

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan
kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini biasanya diikuti
oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami
penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita akne hingga
decade ketiga sampai decade keempat. Akne pada wanita biasanya berfluktuasi
berkaitan dengan siklus haid dan biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.
Kemunculan akne ini tidak seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas
glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal
dalam siklus menstruasi5.
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan
sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen. Pada kebanyakan kasus, akne biasanya
sembh secara spontan ketika melewati usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan
untuk hal ini masih belum diketahui secara jelas, tidak ada penurunan secara bersamasama pada produksi sebm ataupun perubahan komposisi lemak1.
DAFTAR PUSTAKA
1. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:418.
2. Jacyk WK. Acne vulgaris. Grades of severity and treatment options. SA Fam
Pract. 2003;45(9):32-6.
3. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne vulgaris and
acneiform eruption. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen
K, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill,
2008:690-703.
4. Zeichner, JA. 2014. Acneiform Eruptions in Dermatology. 2014, XXI, 418p.
Available online : http://www.springer.com/978-1-4614-8343-4 (Diakses tanggal
30 Juli 2016 pukul 15.00)
5. Thiboutot, D. Zaenglein, A. 2014. Pathogenesis, clinical manifestations, and
diagnosis

of

acne

vulgaris.

Available

online

http://www.uptodate.com/contents/pathogenesisclinicalmanifestationsearchTer
m=acne&selectedTitle=3%7E150&view=print&displayedView=full#
tanggal 31 Juli 2016 pukul 12.15).

(Diakses

6. Cunliff e WJ, Gollnick HPM. Topical therapy. In: Cunliff e WJ, Gollnick HPM,
eds. Acne diagnosis and management. London: Martin Dunitz Ltd, 2001:10714.

Vous aimerez peut-être aussi