Vous êtes sur la page 1sur 15

Resume Acute Respiratory Failure (ARF)

Definisi
Acute Respiratory Failure (ARF) merupakan suatu kondisi klinis yang
terjadi ketika sistem paru gagal untuk mempertahankan pertukaran gas secara
adekuat. ARF ini terjadi akibat kurangnya kinerja dari sistem paru. Hal ini biasa
terjadi karena gangguan sekunder lain yang mengakibatkan perubahan fungsi
normal pada sistem paru, seperti menurunnya kekuatan otot, menurunnya
kapasitas paru untuk pertukaran gas, meningkatnya resistensi udara atau
meningkatnya kebutuhan metabolisme oksigen.

Etiologi
Penyebab dari ARF ini dapat dilkasifikasikan berdasarkan tempat
terjadinya gangguan, yaitu ekstrapulmonari dan intrapulmonari. Hal ini sangat
bergantung pada komponen sistem pernafasan yang dipengaruhi.
Etiologi berdasarkan area tubuh yang mengalami kerusakan
Ektrapulmonari
1.
2.
3.
4.
5.

Intrapulmonary

Gangguan otak
Neuromuskular
Thoraks
Pleura
Saluran pernafasan atas

1. Saluran

pernafasan

bawah

dan

alveoli
2. Sirkulasi paru-paru
3. Membran kapiler alveolar

Manifestasi Klinis
Sistem Organ

Saraf pusat

Hipoksemia
Hipercapnia
Asidosis
Kelelahan,
agitasi, Sakit
kepala, Mengantuk,
kebingungan,

mengantuk,

penurunan

perubahan

penurunan

kesadaran,

kepribadian,

kesadaran, gangguan kebingungan

kehilangan

memori, tidur,

gangguan tidur

kejang,

penglihatan kabur

Kardiovaskular

Paru

Tachycardi, hipertensi, Sama

seperti Nadi

nyeri dada, disritmia


hipoksemia
Tachypnea, dyspnea, Sama

hipotensi, disritmia
seperti Sama
seperti

hiperventilasi,
pendek
Penurunan
urine,

Ginjal

nafas hipoksemia

hipertensi, edema
Distensi

Gastrointestinal

Kulit

hipoksemia

output Hipocloremia,
polisitemia, edeme,

anoreksia,
muntah,

lemah,

Hipocloremia

hipertensi, metabolik, alkalosis

penurunan

urine
abdomen, Sama

output
seperti Sama

mual, hipoksemia

seperti

hipoksemia

konstipasi,

perdarahan GI
Pucat, sianosis, dingin, Berkeringat,

Respon sistem saraf

berkeringat

simpatis

kemerahan

(dingin,

pucat, berkeringat)

Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang


Pasien dengan ARF menunjukkan tanda dan gejala yang barvariasi
tergantung dari penyebab dan seberapa luasnya terjadinya hipoksia jaringan.
Tanda dan gelaja dari ARF ini bisanya menunjukkan hipoksemia, hiperkapnea
(RR), dan asidosis (pH <7,35) .
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menilai kerusakan sistem
pernafasan adalah dengan analisa gas darah. Analisa gas darah ini bertujuan untuk
melihat level PaCo2, PaO2, dan pH. Pada pemeriksan analisa gas darah biasanya
didapatkan PaO2 < 60mmHg, PaO2 > 45mmHg, dan pH < 7,35.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas b.d. hipoventilasi alveolar.
Intervensi

1. Pemberian terapi oksigen. Tujuan dari terapi oksigen ini adalah untuk
memperbaiki hipoksemia. Saturasi oksigen yang diberikan >90%.
2. Ventilator. Jenis ventilator yang diberikan ada dua yaitu noninvasive dan
invasive ventilator. Jenis ventilator ini diberikan tergantung dari penyebab
dan keparahan dari ARF, dan kondisi pasien. Pasien dengan pH <7,25
biasanya akan diberikan invasive ventilator.
3. Obat-obatan. Obat yang diberikan berfungsi untuk memfasilitasi proses
dilatasi saluran nafas yang juga bermanfaat selama penatalaksanaan ARF.
Jenis obat yang diberikan berupa bronkodilator yang berfungsi untuk
merelaksasikan otot. Steroid untuk mengurangi peradangan saluran nafas.
Sedasi untuk membantu menjaga ventilasi yang adekuat.
4. Asidosis dengan memperbaiki hipoksemia melalui pemberian terapi oksigen.
5. Nutrisi. Nutrisi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien secara
keseluruhan yang juga bertujuan untuk mencegah komplikasi pada pasien.

Patofisiolofi ARF

Resume Acute Lung Injury (ALI) & Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah proses sistemik
yang dianggap sebagai manifestasi kerusakan paru dari sindrom disfungsi
berbagai organ. ARDS ini ditandai dengan adanya edema paru noncardiac dan
gangguan membran kapiler alveolar sebagai akibat dari cedera pembuluh darah
paru atau saluran udara. Sedangkan Acute Lung Injury (ALI) digunakan untuk
mendefinisikan ARDS dalam bentuk yang lebih ringan. ARDS dan ALI memiliki
kriteria diagnostik yang sama, kecuali pada rasio PaO2/FiO2.
Kriteria dari ARDS dan ALI yaitu :
Kriteria
Waktu
Chest x-ray
Oksigenasi
PaO2/FiO2
Pulmonary
occlusion

artery

ARDS
Akut
Infiltrasi bilateral
< 200

ALI
Akut
Infiltrasi bilateral
< 300

< 18 mmHg

< 18 mmHg

pressure

(PAOP)

Etiologi
Penyebab ALI dan ARDS ini dikategorikan menjadi dua yaitu direct injury
dan indirect injury, tergantung dari tempat cedera. Pada direct injury, kerusakan
terjadi pada epitel paru. Sedangkan indirect injury, kerusakan terjadi di tempat lain
pada tubuh dan mediator-mediatornya dialirkan melalui pembuluh darah menuju
ke paru.
Faktor Resiko ALI dan ARDS
1. Direct injury

: aspirasi, inhalasi beracun, pneumonia, keracunan oksigen,

obstruksi jalan nafas.

2. Indirect injury

infeksi/sepsis

di

luar

paru-paru,

hipertranfusi,

cardiopulmonary bypass, pankreatitis berat, emboli, syok.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan ARDS bisanya menunjukkan tanda gejala yang bervariasi,
tergatung dari faktor pencetusnya. Tanda dan gejala ini sangat berhubungan
dengan fase-fase ARDS. Pada tahap eksudatif gejala yang muncul adalah
tachypnea, gelisah, dan peningkatan penggunaan otot nafas tambahan. Pada fase
fibroproliferatif akan muncul dypsnea, kelelaha, penggunaan otot pernafasan
tambahan yang berlebihan.

Fase ARDS
Eksudatif

: mediator menyebabkan cedera pada kapiler paru-paru dan

mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran kapiler, hal ini menyebabkan


kebocoran cairan. Cairan tersebut masuk ke interstisium paru dan limfatik tidak
mampu untuk mengeluarkan cairan yang terakumulasi, sehingga terjadilah edema
interstisial paru. Edema interstisial ini mengakibatkan terjadinya tekanan pada
alveoli dan saluran udara. Edema yang terjadi pada alveolar menyebabkan
pembengkakan pada epitel alveolar. Cedera pada sel-sel epitel alveolar dan
hilangnya surfaktan menyebabkan kolaps pada alveolar. Alveolar yang kolaps
mengakibatkan

kerusakan

alveolar

secara

difus,

sehingga

menurunkan

kemampuan difusi oksigen dan terjadilah hipoksemia sebagai manifestasinya.


Fibroproliferatif

: pada fase ini mulai terjadi proses penyembuhan pada

paru-paru. Terjadi proses granulasi seluler dan deposisi kolagen. Alveoli


membesar dan mulai terbentuk fibrosis. Struktur fibrotik yang kaku menyebabkan
paru-paru melakukan kompensai yang meningkatkan hipertensi pulmonal dan
hipoksemia yang berkelanjutan.

Resolusi

: fase pemulihan ini terjadi selama beberapa minggu,

pembuluh darah mengambil alih untuk membangun kembali kapiler alveolar.


Membran hyalin dibersihkan dan cairan intraalveolar diangkut keluar dari
alveolus ke interstisium.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan ABG didapatkan nilai PaO2 yang rendah, dan
meningkatnya hipoksemia. Awalnya PaCO2 rendah karena terjadi hiperventilasi
namun akhirnya terjadi peningkatan PaCO2. Serta peningkatan pH akibat dari
asidosis pernafasan.

Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien ALI dan ARDS ini melibatkan pendekatan
penanganan berbagai permasalahan. Hal ini mencakup pengobatan untuk
penyebab utama, support pertukaran gas, meningatkan oksigenasi pada jaringan,
mencegah komplikasi.
Alat Bantu Ventilator
1. Low Tidal Volume. Volume tidal yang digunakan lebih kecil sekitar
6mL/kg, hal ini dilakukan untuk mengurangi efek dari tekanan yang
berlebihan pada alveoli (barotaruma) dan peningkatan volume yang
berlebihan pada alveoli (volutrauma). Tujuannya adalah memberikan
volume tidal secara maksimal dengan tetap mempertahankan tekanan < 30
cm H2O, yang memungkinkan untuk menguragi H2O, serta pernafasan
meningkat menjadi 20-30 nafas/menit.
2. Permissive Hypercapnia. Permissive Hypercapnia ini menggunakan
ventilator dengan volume tidal rendah pada pernafasan yang normal untuk
mengurangi efek dari cedera paru (atelectrauma) dan peningkatan proses
inflamasi (biotrauma). Permissive Hypercapnia ini memiliki kontra

indikasi pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, hipertensi,


kejang, dan kerusakan hati.
3. Pressure Control Ventilation (PCV). PCV ini digunakan untuk mengurangi
dan mengontrol jumlah tekanan pada paru-paru dan menurunkan insidensi
volutrauma. Pada pasien dengan paru-paru yang kaku akan semakin sulit
untuk mempertahankan volume tidal dan kemungkinan dapat terjadi
hiperkapnea yang lebih berat.
4. Inverse Ratio Ventilation (IRV). Cara kerja IRV ini adalah dengan
memperpanjang waktu inspirasi dan memperpendek waktu ekspirasi.
Tujuan nya adalah untuk menjaga tekanan udara agar lebih konstan selama
siklus ventilasi, yang membantu menjaga alveoli terbuka dan berfungsi
dalam pertukaran gas. Pasien yang menggunakan IRV ini biasanya
diberikan juga sedasi yang memblokade neuromuskular agar tidak terjadi
perlawanan antara otot pernafasan dengan alat ventilator.
5. High-Frequency Oscillatory Ventilation (HFOV). Fungsi HFOV ini
hampir sama dengan IRV yaitu menjaga tekanan udara untuk
meningkatkan

pertisipasi

alveolar

dalam

pertukaran

gas

sambil

menghindari distensi berlebih pada alveoli. HFOV ini menggunakan


pompa piston untuk memberikan volume tidal yang sangat rendah pada
tingkat osilasi yang sangat tinggi.
Terapi Oksigen
Terapi oksigen ini bertujuan untuk mempertahankan saturasi oksigen sebesar
90%.
1. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP). Penggunaan PEEP ini bertujuan
untuk meningkatkan oksigenasi sambil mengurangi FiO2, untuk
menurunkan tingkat racun yang ada dalam tubuh. PEEP ini dapat
menurunkan shunting intrapulmonary dan meningkatkan compliance paru.
Pada kebanyakan kasus PEEP diberikan 10-15 cm H2O. Jika pemberian
PEEP terlalu tinggi akan menyebabkan distensi berlebih pada alveoli, yang
dapat mengakibatkan terhalangnya aliran darah kapiler, menurunkan
produksi surfaktan, memperburuk shunting intrapulmonari.

2. Extracorporeal and Intracorporeal Gas Exchange. Metode ini digunakan


jika penatalaksanaan ALI dan ARDS secara konvensional tidak berhasil.
Pada metode ini memungkinkan paru-paru untuk beristirahat dengan
memfasilitasi pengeluaran CO2 dan menyediakan oksigen eksternal ke
paru-paru melalui paru-paru buatan atau fiber oksigenator.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas b.d. hipoventilasi alveolar
Intervensi
1. Optimalisasi oksigenasi dan ventilasi dengan pemberian terapi oksigen dan
alat bantu ventilator.
2. Pengaturan posisi. Pengaturan posisi ini dapat membantu meningkatkan
oksigenasi. Hal ini sangat bergantung pada penyebab hipoksemia. Posisi ini
bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran gas.
3. Lakukan pembersihan sekret.
4. Support nurtisi.

Patofisiologi
Direct/indirect
injury
Terjadi respon
inflamasi
Mengaktifasi neutrofil dan
makrofag
Mengeluarkan
mediator
Perubahan
diameter
saluran nafas

permeabilitas
membran
Alveolar
penuh
cairan

Kerusaka
n epitelial
alveolar
tipe I

resistensi
sal. nafas

Kerusakan
epitelial
alveolar
tipe II

Kehilanga
n
surfaktan
Alveolar
kolaps

Vasokontri
ksi paru

komplians
paru

kerja
pernafasa
n

Cedera pada
pembuluh darah
paru

Mikroemb
oli

Pulmonari hipertensi

Ruang
mati
alveolar

ventrikular
afterload
kanan
cardiac
output

Hipoventila
si alveolar,
shunting
intrapulmon
ari

Hipoksem
ia

Gangguan
pertukaran
gas

Resume Trauma Thoraks


Definisi
Trauma pada thoraks dapat disebabkan oleh cedera tumpul atau cedera
penetrasi (mis. Kecelakaan motor, jatuh, luka tembak, dan luka tusuk) yang
menyebabkan cedera mulai dari patah tulang rusuk sampai luka parah pada organ
vital. Trauma thoraks ini membutuhkan pengkajian yang sistematis pada hal-hal
yang berptensi menimbulkan cedera serta intervensi yang cepat untuk mengcegah
komplikasi dan kematian.
Spesifikasi Trauma Thoraks
1. Fail Chest
Fail Chest merupakan farktur yang terjadi pada dua atau lebih tulang rusuk
yang berdekatan dalam dua tempat atau lebih. Fail chest ini dapat didiagnosa
dengan melihat paradoksal movement. Ketika inspirasi dada mengembang tetapi
bagian yang cedera masuk ke dalam, sedangkan saat ekspirasi dada mengempis
tetapi bagian yang cedera bergerak ke atas.
Manfes : pasien dengan fail chest ini biasanya akan mengeluh nyeri dan kesulitan
bernafas.
Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang
Pada pengkajian ketika diinspeksi terlihat paradoksal movement.
Sedangkan ketika dipalpasi dada menunjukkan adanya krepitus dan tenderness
pada daerah tulang rusuk yang patah.
Pada pemerikasaan x-ray menunjukkan beberapa tulang rusuk yang patah,
namun pada kebanyakan kasus tulang rusuk yang patah tidak. Pemeriksaan CTscan dapat menunjukkan jumlah tulang rusuk yang patah dan bahkan dapat
mendeteksi dini memar pada paru. Pemeriksaan ABG bertujuan untuk melihat
keparahan hipoventilasi seperti hipoksia, serta sebagai dasar pengkajia apakah
pasien memerlukan alat ventilator.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan ada pasien fail chest berfokus pada
memastikan kebutuhan oksigenasi yang adekuat, menejemen cairan, dan
pemberian analgesik untuk meningkatkan ventilasi. Pemberian intubasi dan alat
ventilator bertujan untuk mencegah hipoksia lebih lanjut.
2. Tension Pneumotoraks
Tension Pneumotoraks, biasanya terjadi karena adanya cedera yang
mengakibatkan adanya lubang pada rongga pleura. Udara masuk ke rongga pleura
ketika inspirasi, namun udara terjebak tidak bisa keluar ketika ekspirasi. Hal ini
menyebabkan tekanan pada rongga pleura meningkat dan mediastinum bergeser
ke sisi yang berlawanan.
Manifestasi pada pasien dengan tension pneumotoraks ini biasanya akan
muncul dyspnea, tachycardi, hipotensi dan nyeri dada yang menjalar ke bagian
pundak.
Pengkajian terlihat adanya deviasi trakea yaitu trakea bergeser dari sisi
yang terluka. Saat diperkusi terdengar hiperronsonan pada sisi yang cedera. Pada
auskultasi terdengar penurunan suara nafas atau tidak ada suara nafas pada sisi
yang cedera.
Penatalaksanaan pertama pada tension pneumotoraks ini adalah dengan
segera lakukan dekompresi menggunakan jarum. Jarum berukuran 14 atau 16
ditusukan pada intercosta kedua pada sisi yang terluka.
3. Pneumotoraks
Pneumotoraks, merupakan kondisi adanya sebuah lubang di dada yang
melebihi 2/3 diameter trakea yang menyebabkan terjadinya akumulasi udara
dalam rongga pleura sehingga Udara dapat masuk dan keluar melalui lubang pada
dada. Pneumotoraks biasanya terjadi karena adanya taruma akibat kecelakan
motor, luka tusuk, dll.

Penatalaksanan pertama pada pneumotoraks ini adalah dengan menutup


luka pada saat akhir ekspirasi dengan kassa steril yang cukup besar sehingga dapat
menutup semua permukaan luka. Balutan ini selanjutnya diplester pada tiga sisi,
hal ini berfungsi agar ketika pasien bernafas balutan akan tersedot dan menutup
luka untuk mencegah udara masuk.
4. Hemotoraks
Hemotoraks, adalah kondisi adanya darah pada rongga pleura, yang
disebabkan oleh perdarahan pada parenkim paru, jantung, dan cedera pada
pembuluh darah utama. Pada kebanyakan kasus disebabkan oleh cedera arteri
interkosta yang menimbulkan perdarahan di rongga pleura.
Pasien dengan hemotoraks biasanya akan nyeri dada, nafas pendek, terjadi
penurunan suara nafas dan dullnes ketika perkusi dada.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memasukan chest tube,
memberikan terapi oksigen tinggi dengan nonrebreather mask, dan cairan melalui
infus.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas b.d. ketidakseimbangan ventilasi.
Intervensi
1. Melakukan pemantauan EKG sebagai indikasi dari hipoksemia.
2. Melakukan pemantauan saturasi oksigen dan berikan terapi oksigen
tambahan.
3. Siapkan intubasi dan ventilasi mekanik jiwa terjadi gawat nafas.

DAFTAR PUSTAKA

Huward, P. K., & Steinmann, R. A. (2010). Sheehy's Emergency Nursing :


Principles And Practice Sixth Edition. USA: Mosby Elsevier.
Urden, L. D., Stacy, K. M., & Lough, M. E. (2010). Critical Care Nursing ;
Diagnosis and Management. USA: Mosby Elsevier.
Urden, L. D., Stacy, K. M., & Lough, M. E. (2014). Critical Care Nursing ;
Diagnosis and Management . USA: Mosby Elsevier.

Vous aimerez peut-être aussi