Vous êtes sur la page 1sur 65

ASKEP STROKE HEMIPARESIS SINISTRA

NAMA :NYIMAS FAJAR WATI


KELAS : F/KP/VI
NIM : 04.07.1815

BAB I
DASAR TEORI
A. Definisi Penyakit
A.1 Stoke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif cepat,
berupa deficit neurologis fokal, atau/dan global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatic (sumber : Kapita Selekta Kedokteran
Jilid II)
A.2 Stoke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(sumber : Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin).
B. Etiologi
B.1 Infark otak (80%)
a. Emboli
Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium dan aritmia lain
Thrombus mural dan ventrikel kiri
Penyakit katub mitral atau aorta
Endokarditis (infeksi atau non infeksi)
Emboli paradoksal (foramen ovalepaten)
Emboli arkus aorta
b. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
Penyakit eksrakanial
Arteri karotis interna
Arteri vertebralis
Penyakit intracranial
Arteri karotis interna
Arteri serebri interna
Arteri basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
B.2 Pendarahan intraserebral (15%)
a. Hipertensi
b. Malformasi artei-vena
c. Angipati amiloid
B.3 Pendarahan subaraknoid (5%)
B.4 Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)

a. Trobus sinus dura


b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis system saraf pusat
d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progesif)
e. Migren
f. Kondisi hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat
h. Kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisistemia,atau leukemia)
i. Miksoma atrium
Factor Risiko :
Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, pria, ras, riwayat keluarga, riwayat
TIA atau Stroke, riwayat jantung koroner, fibrilasi atrium & heterozigot atau untuk
hemosistinuria.
Yang dapat diubah : hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan obat & alcohol,
kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis, asimtomatis, hiperurisemia,
dan dislipedemia.
C. Manifestasi Klinis
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya deficit
neurologist secara mendadak/subakut, di dahului gejala prodromal, terjadinya pada
waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali
bila embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
Menurut WHO dalan International Statistical Dessification Of Disease And Realeted
Health Problem 10th revitoan, stroke hemoragik dibagi atas :
1. Pendarahan Intraserebral (PIS)
2. Pendarahan Subaraknoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena
hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat aktifitas atau emosi/marah, sifat
nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan muntah sering terdapat pada permulaan
serangan. Hemiparesis/hemiplagi biasa terjadi pada permulaan serangan,
kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (60% terjadi kurang dari
setengah jam, 23% antara stengah jam s.d 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam,
sampai 19 hari).
Pada pasien PSA gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran
sering terganggu & sangat bervariasi, ada gejala/tanda rangsangan maningeal,
oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya aneurisma pada
arteri komunikans anterior atau artei karotis interna.
Gejala neurologist tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah &
lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa :
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul
mendadak)
Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemiparesik)
Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)

Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
Disartria (bicara pelo atau cadel)
Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia)
Ataksia (trunkal atau anggota badan)
Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
D. Patofisiologi
Pathway
A. Stroke non hemoragik

B. Stroke hemoragik

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi sietem saraf
Miografi
CT Scan
Angiografi
MRI
EEG
EMG
2. laboratorium
Darah
Urine
Cairan serebrospinal
F. Penatalaksanaan
1. Demam : deman dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati
secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres dingin, jika
diperlukan. Penyebab deman tersering adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur
darah dan urine kemudian berikan antibiotik intravena secara empiris
(sulbenisilin,sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur.
2. Nutrisi : pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar
penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu sendok
air putih kepada pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi kedepan
sampai dagu menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak atau batuk dan apakah
suaranya berubah (negative). Bila tes menelan negative dan pasien dengan
kesadaran menurun, berikan makanan enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran
kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hidrasi intravena : hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan
kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan NaCL
0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari.
4. Glukosa : hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan sksaserbasiiskemia.
Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas, tetapi para ahli
sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl)harus
dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stroke.
5. Perawatan paru : fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah
atelaktsis paru pada pasien yang tidak bergerak.
6. Aktivitas : pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan
fisioterapi sedini mungkin bila kondisi klinis neurologist dan hemodinamik stabil.
Untuk fisioterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi badan
dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi
anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. Splin tumit
untuk mempertahankan kaki dalam posisi dorsofleksi dan dapat juga mencegah
pemendekan tendon Achilles. Posisi kepala 30 derajat dari bidang horisontal untuk
menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran ballik vena ke jantung,

kecuali pada pasien hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah


(dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala
ekstensi). Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobillisasi aktif ke
posisi tegak, duduk dan pindah kekursi sesuai toleransi hemodinamik dan
neurologist.
7. Neurorestorasi dini : stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta
otak yang terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini
mungkin.
8. Profilaksis trombosis vena dalam : pasien stroke iskemiok dengan imobilisasi
lama yang tidak dalam pengobatan heparin intravena harus diobati dengan heparin
5.000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah
pembentukan thrombus dalam vena profunda, karena insidennya sangat tinggi .
terapi ini juga dapat diberikan dengan pasien perdarahan intraserebral setelah 72
jam sejak onset.
9. Perawatan vesika : kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya
dipakai hanya ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia
global). Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, keteterisasi intermiten
secara steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi,
pembentukan batu, dan gangguan sfingter vesika terutama pada pasien laki-laki
yang mengalami retensi urine atau pasien wanita dengan inkontinensia atau
retensio urine. Latihan vesika harus dilakukan bila pasien sudah sadar.

BAB II
ASKEP TEORI
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari prosos keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapar
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan
keperawatan pasien baik mental, sosial dan lingkungan.
(Isi kapan pengkajian dilakukan, jam brapa, siapa yang melakukan,data diperoleh
dari pasien, keluarga, catatan medik, perawat, dokter atau tim kesehatan lain)
Nama Mahasiswa :
Tempat praktik :
Tanggal pengkajian :
Sumber informasi :
A. Identitas diri klien
1. Pasien (diisi lengkap) : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Agama,

Pendidikan, Pekerjaan, Suku Bangsa, Tgl Masuk RS, No. CM, Alamat.
2. Penanggung Jawab (diisi lengkap) : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat.
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian)
2. Riwayat kesehatan sekarang
(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit)
3. Riwayat kesehatan yang lalu
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
4. riwayat kesehatan keluarga
(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau
riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak)

C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. pemeriksaan persistem
a. sistem persepsi & sensori
(pemeriksaan 5 indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)
b. Sistem persarafan
(bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu & tempat)
c. Sistem pernafasan
(Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas)
d. Sistem kardiovaskuler
(nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan frekuensi)
e. Sistem gastrointestinal
(nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, peritaltik, eliminasi)
f. Sistem integumen
(nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien)
g. Sistem reproduksi
h. Sistem perkemihan
(nilai frekunsi BAK, volume BAK)
D. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat juga
kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan.
2. Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa
lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan kesadaran menurun.
3. Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual
dan muntah.
4. Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
5. Pola tidur dan istirahat.

6. Pola kognitif dan perceptual


7. Persepsi diri/konsep diri
8. Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya mengalami
stress psikologi.
9. Pola seksual reproduktif
10. Pola hubungan dan peran
11. Pola nilai dan keyakinan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan stroke adalah
sebagai berikut:
A. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik : renal, serebral, kardiovaskuler, pulmonal,
gastrointestinal, perifer) b/d aliran arteri terhambat.
B. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskeletal & neurovaskeler.
C. Risiko disfungsi neurovakuler perifer b/d imobilisasi.
D. Konstipasi b/d aktifitas fisik tidak adekuat.
E. Gangguan cirta tubuh b/d penyakit.
F. Kurang perawatan diri : mandi, berpakaian, makan, toileting b/d tidak
berfungsinya anggota gerak.
3. PRIORITAS DIAGNOSA
A. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik : serebral) b/d aliran arteri terhambat.
B. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskeletal & neurovaskeler.
C. Kurang perawatan diri : mandi, berpakaian, makan, toileting b/d tidak
berfungsinya anggota gerak.
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik : serebral)
Kreteria hasil :
a. Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
b. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
c. Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
d. Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis tiap 10 menit.
Rasional : Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi
2. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah
dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
Rasional : Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen, posisi duduk
meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada
hipertensi menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
3. Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
Rasional : Indicator perfusi atau fungsi organ.
4. Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.

Rasional : Meningkatkan vasokontriksi.


5. Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal golongan inhibitor simpa
(propanolol, atenolol), golongan vasodilator (hidralazin)
Rasional : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah melalui efek
kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunkan curah jantung, menghambat
syaraf simpatis, dan menekan pelepasan rennin. Golongan vasodilator berfungsi
untuk merilekkan otot polos vaskuler.
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskeletal & neurovaskeler.
Kreteria hasil :
a. Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop.
b. Klien berpartisipasi dalam program latihan
c. Klien mencapai keseimbangan saat duduk
d. Klien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplagi.
Intervensi :
1. Berikan posisi yang benar
Rasional : pemberian posisi yang benar penting untuk mencegah kontraktur;
meredakan tekanan; membantu kesejajaran tubuh yang baik; mencegah neuropati
kompresif; khususnya terhadap saraf ulnar dan pireneal.
2. Berikan posisi tidur yang tepat
Rasional : mempertahankan posisi tegak ditempat tidur dalam periode yang lama
akan memperberat deformitas fleksi panggul dan pembentukan dekubitus
disakrum.
3. Berikan papan kaki
Rasional : digunakan sesuai interval selama periode flaksid setelah stroke untuk
mempertahankan kaki pada sudut yang benar terhadap tungkai ketiak pasien pada
posisi terlentang. Hal ini mencegah footdrop dan korda tumit menjadi pendek akibat
kontraktur otot gastroknemius.
4. Cegah adduksi bahu
Rasional : membantu mencegah edema dan fibrosis yang akan mencegah rentang
gerak normal bil pasien telah dapat melakukankontrol lengan.
5. Cegah rotasi panggul
6. Atur posisi tangan dan jari
Jari-jari diposisikan sedikit fleksi
Tangan ditempatkan agak supinasi
Rasional : posisi tangan dan jari yang fungsional dapat mencegah edema tangan.
7. Ubah posisi pasien tiap 2 jam
Rasional : pemberian posisi ini penting untuk mengurangi tekanan dan mengubah
posisi dengan sering untuk mencegah pembentukan dekubitus.
8. Latihan rom (range of motion) 4 s/d 5 kali sehari.
Rasional : latihan bermanfaat untuk mempertahankan mobilitas sendi,
mengembalikan control motorik, mencegah terjadinya kontraktur pada ekstremitas
yang menglami paralysis, mencegah bertambah buruknya system neurovaskuler

dan meningkatkan sirkulasi. Latihan juga menolong dalam mencegah terjadinya


stasis vena yang dapat mengakibatkan adanya trombus dan emboli paru.
9. Siapkan pasien untuk ambulasi
Rasional : untuk mempertahankan keseimbangan saat duduk dan saat berdiri.
Kurang perawatan diri : mandi, berpakaian, makan, toileting b/d tidak
berfungsinya anggota gerak.
Kreteria hasil :
a. Pasien dapat merawat diri berpakaian
b. Pasien dapat merawat diri mandi
c. Pasien dapat merawat diri makan
d. Pasien dapat merawat diri toileting
Intervensi (self care assistance) :
1. Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri
2. Pantau kebutuhan klien untuk alat bantu dalam mandi, berpakaian, makan,
toileting.
3. Berikan bantuan hingga klien sepenuhnya dapat mandiri
4. Dukung klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai kemampuan
5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien

BAB II
ASKEP KASUS

Nama mahasiswa : Irwan suryanto Tgl Praktek : 14 S/D 20-05-2010


NIM : 04.03.0183 Paraf :
Ruang :IPSY/WIJAYA KUSUMA
Tanggal Pengkajian : 15-5-2010
I. Pengkajian
1. IDENTITAS DATA.
Identitas diri klien
Nomer Rekam Medis : 384585
Tanggal masuk RS : 11-5-2010
Nama Klien : NY.A
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Suku/bangsa : jawa/indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : islam
Status perkawinan : kawin
Alamat :Grembul 02/03, jogoresan, porwodadi, purworejo
Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Grembul 02/03, jogoresan, porwodadi, purworejo
Pekerjaan : wiraswsta

GENOGRAM :
Keterangan :
: perempuan : ibu klien dengan riwayat sama
: pasien perempuan
: laki-laki
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama
Setengah badan sebelah kiri tidak terasa, berat & tidak bisa digerakkan, badan
terasa lemas.

Faktor pencetus
Pasien mempunyai penyakit darah tinggi yang berlang sung lama sudah 1 tahun.
Awal serangan
Sejak 1 mingggu sebelum pasien masuk rumah sakit setengah anggota badan
sebelah kiri terasa dingin.
Usaha yang pernah dilakukan
Pasien pernah memeriksakan kondisinya ke Puskemas apabila kepala pasien pusing,
dan pada tanggal 11 agustus 2006 pasien masuk rumah sakit dengan keluhan tibatiba badan terasa lemas, setengah badan sebelah kiri tidak terasa & berat untuk
digerakkan.
Upaya pengobatan
Di UGD pasien mendapat pengobatan :
Oksigen 2-3 Liter/menit
Injeksi piracetam 3 gr IV/12 jam
Injeksi brainaet 1 Amp IV/12 jam
Captopril 2 x 25 gram
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien pernah menderita hipertensi. 1 tahun yang lalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu dari pasien memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien
3. Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum
Personal hygine : cukup
Status gizi : tidak ada masalah
B. pemeriksaan persistem
a. sistem persepsi & sensori
Pendengaran : normal, tanpa bantuan
Penglihatan : baik, tidak ada keluhan
Penciuman : baik, tidak ada septum.
Pengecapan : baik,masih bisa merasakan makanan.
Perasa : masih dapat merasakan stimulus
b. Sistem persarafan
Tingkat kesadaran : composmentis
GCS : 4-5-6
Bicara : lancar
Pupil : isokor
Orientasi waktu : klien mengetahui waktu azdan
Orientasi tempat : klien mengetahui dirinya dirawat dirumah sakit
c. Sistem pernafasan
Frekuensi : 20X/menit
Kualitas : kuat

Suara : vesikuler
Jalan nafas : terpasang O2 2 3 ltr/menit
d. Sistem kardiovaskuler
TD : 170/130 mmHg
Nadi
Irama : teratur
Kualitas : kuat
Frekuensi : 78X/menit
e. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan.minum : baik, 3X sehari
Kemampuan menelan : baik
Eliminasi : BAB 5X sehari
f. Sistem integumen
Warna kulit : sawo matang
Turgor kulit : kembali cepat
Tekstur kulit : baik (tidak ada luka)
g. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah
h. Sistem perkemihan
Frekunsi BAK : 3-5X sehari, tidak ada masalah
1000-1500 CC/hariVolume BAK :
C. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi - pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan bahwa sakit adalah suatu rasa tidak enak pada badan yang
membuat kita menjadi tidak nyaman dan pasien mengatakan bahwa kesehatan
merupakan suatu keadaan dimana dia dapat melakukan aktifitas tanpa disertai
gangguan pada tubuh dan persaannya (rohani). Pasien mengatakan bahwa sering
mengkomsumsi makanan yang berlemak (krecek) )merugikan kesehatan, tetapi
pasien setiap hari sering mengkonsumsinya.
2. Pola aktivitas - latihan
Kemampuan pasien dalam menata dirinya sebelum dan selama sakit adalah :
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Toileting
Tingkat mobilitas ditempat tidur
Berpindah
Kemampuan ROM
Berjalan
Kekuatan otot
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat Bantu

2 : Dibantu orang lain


3 : Dibantu orang dan peralatan
4 : ketergantungan/tidak mampu
Selama sakit pasien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas rutinnya yaitu
berjalan karena setengah dari badannya bagian kiri tidak bisa digerakkan.
3. Pola tidur-istirahat
Sebelum sakit, pasien mengatakan pasien jarang melakukan tidur siang kecuali
dalam keadaan lelah/mengalami kelelahan. Biasanya pasien tidur malam mulai
pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.30 WIB dam lamanya tidur pasien 8,5 jam.
Selama sakit pasien mengatakan merasa sulit memasuki awal tidur karena nyeri
kepala, terkadang terbangun pada malam hari dan ketika bangun tidur nyeri kepala
berkurang. Dan lamanya tidur 6 jam dan awal tidur malam mulai pukul 22.00 dan
bangun pada pukul 04.00.
4. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit, pasien mengatkan bahwa sebelum sakit pasien makan 3x sehari
dengan porsi 1 piring yang isinya nasi, sayur, tempe, tahu, krecek dan ayam
terkadang juga makan ayam. Pasien minum sehari 7 gelas/hari, kadang-kadang
pasien minum teh pada pagi hari.
Selama sakit, pasien tidak mengalami perubahan nafsu makan atau pola makan,
frekuensi makan tetap 3x/hari, minum 6x/hari dan pasien tidak merasakan
adanya mual mual dan muntah.
5. Pola eliminasi
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB biasanya 1-3x sehari dengan
konsistensi feses lembek dengan warna kuning dan BAK 3-5x sehari dengan warna
kuning.
Selama sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB frekuensinya 1-4x sehari
dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. Dan BAK 3-4 kali sehari dengan
warna kuning.
6. Pola kognitif perceptual
Pasien selama sakit mampu berkomunikasi dan mengerti apa yang sedang
dibicarakan, berespon dan berorientasi dengan baik dengan orang lain. Terdapat
gangguan persepsi sensorik berupa nyeri pada dareah kepala.
7. Persepsi diri/konsep diri
Pasien mengatakan bahwa ia merasa tenang menghadapi masalahnya karena ia
percaya bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya dan kepercayaan
terhadap anak-anaknya yang dapat menggantikan perannya sewaktu
menyelelesaikan masalah yang terdapat dirumah. Tetapi meskipun demikian pasien
juga merasa cemas terhadap penyakitnya apakah bisa sembuh dengan total dan
tidak terjangkit lagi.
8. Pola toleransi - koping stress
Selama menyelesaikan masalah pasien selalu terbuka dengan anggota keluarga
yang lain sehingga ketika ada masalah selalu dipecahkan bersama terutama
dengan suaminya dan anak-anaknya.

9. Pola hubungan dan peran


Hubungan pasien dengan keluarga baik dan dengan masayarakt sekitar juga
baik.keluarga pasien khawatir dengan kondisi pasien dan keluarganya
selalumendampingi pasien.
10. Pola nilai dan keyakinan
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa ia dalam menjalankan ibadah/sholat
tidak secara rutin dilakukan.
Selama sakit, dia selalu berdikir dan berdoa agar kondisinya dapat pulih kembali.
11. Pola Seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit : Pasien tidak ada masalah dalam BAK tetap lancar dan normal.
Pasien juga lancar setiap bulan dalam menstruasi.
Saat ini : Pasien dalam hal BAK dan menstruasi juga tidak masalah sama seperti
sebelum sakit.
D. Pemeriksaan head to toe
1. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kulit : Sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), turgorkembali cepat, edema (-).
Rambut : Warna hitam keputihan, distribusi merata tidak botak dan lebat.
2. Pemriksaan kepala dan leher
Kepala : Mata, reflek pupil (+), konjungtiva tidak anemis, kornea tidak ikterik.
Telinga, pada daun telinga, liang telinga, membrane timpani, mastoid tidak ada
tanda adanya peradangan dan terlihat bersih, pendengaran baik. Mulut, bibir gusi
dan lidah radang (-), tidak memakai gigi pasangan, kondisi gigi terdapat tida ada
caries. Hidung, tidak terdapat polip, sekrer/lendir (-).
Leher : Pasien mengatakan lehernya terasa kaku, massa (-), nyeri telan (-).
3. Pemeriksaan dada
Paru-paru : Bentuk dada simetris, pergerakan nafas teratur, suara nafas vesikuler.
Jantung : denyut nadi agak cepat dan iramanya regular/teratur, frekuensi
78x/menit, tidak ada suara jantung tambahan. Tekanan darah 170/130 mmHg.
4. Pemeriksaan abdomen
Tidak ada lesi pada dinding/kulit perut, ketegangan dinding perut (-), nyeri tekan (-).
5. Ektrimitas
Edema (-), rentang gerak baik, kekuatan otot 5 0
50
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Kimia klinik
Parmeter Hasil Satuan Nilai normal
GDS
Trigleserida
colesterol total
HDL
LDL
Kreatinin
ureum
SGOT (AST)

SGPT (ALT) 98
217
69,6
52,6
69,9
0,9
24
19
20 Mg%
Mg%
Mg%
Mg%
Mg%
Mg%
Mg%
UI/L
UI/L (<180)
(45-160)
(140-250)
(35-50)
(96-155)
(0,5-1,1)
(10-50)
(0,0 37,0)
(0,0 41,0)
2. Urine lengkap
Warna : kuning
Reaksi : asam
Protein : +
Gula : Keton : Urobilin : Bilirubin : Nitrite : Darah : Protein esbach : P.P test : 3. sediment
leukocyte : +++
eritrocyte : ++
epithel cell : PROGRAM TERAPI :

TANGGAL JAM JENIS TERAPI


16/08/2006 16:00 Piracetam 3 gr/12 jam IV
Cholinar 250 mg/12 jam IV
Lasix 1 Amp/8 jam IV
Forbion 2 x 1 per-Oral
16/08/2006 24:00:00 Lasix 1 Amp/8 jam IV
17/08/2006 04:00 Piracetam 3 gr/12 jam IV
Cholinar 250 mg/12 jam IV
Forbion 2 x 1 per-Oral
08:00 Lasix 1 Amp/8 jam IV
Captopril 2 x 25 gr per-Oral
16:00 Forbion 2 x 1 per-Oral
Piracetam 2 x 280 mg per-Oral
Cholinar 3 x 500 mg per-Oral
20:00 Captopril 2 x 25mg per-Oral
18/08/2006 24:00:00 Cholinar 3 x 500 mg per-Oral
04:00 Forbion 2 x 1 per-Oral
Piracetam 2 x 280 mg per-Oral
Captopril 2 x 25mg per-Oral
08:00 Cholinar 3 x 500 mg per-Oral
Bioneuron 2x1 per-Oral
Ranitidine 2 x1 per-Oral
vit B1/B6/B12 2 x 1 per-Oral
16:00 Cholinar 3 x 500 mg per-Oral
20:00 Bioneuron 2x1 per-Oral
Ranitidine 2 x1 per-Oral
vit B1/B6/B12 2 x 1 per-Oral
19/08/2006 24:00:00 Cholinar 3 x 500 mg per-Oral
08:00 Bioneuron 2x1 per-Oral
Ranitidine 2 x1 per-Oral
vit B1/B6/B12 2 x 1 per-Oral
Forbion 2 x1 per-Oral
Piracetam 2 x 280 mg per-Oral
Radin 2 x1 per-Oral
Brainact 2 x 1 per-Oral
20:00 Forbion 2 x1 per-Oral
Piracetam 2 x 280 mg per-Oral
Radin 2 x1 per-Oral
Brainact 2 x 1 per-Oral
20/08/2006 08:00 Forbion 2 x1 per-Oral
Piracetam 2 x 280 mg per-Oral
Radin 2 x1 per-Oral
Brainact 2 x 1 per-Oral

Captopril 2 x 25mg per-Oral


Figo1 x10 mg per-Oral

II. ANALISA DATA


Jam/tgl DATA PROBLEM SIMTOM
16-08-2006
09:00
DS
Pasien mengatakan Setengah anggota badan kiri kaku.
Pasien mengatakan kepalanya pusing.
Pasien mengatakan tekanan darahnya tinggi.
DO
TD : 170/130.
N : 78X/menit.
C. Perfusi jaringan tidak efektif (spesfik : serebral) Aliran arteri terhambat S : 36,5
16-08-2006
09:00
DS
Pasien mengatakan setengah dari badannya susah untuk digerakkan
DO
Pasien tampak susah untuk berpindah posisi
Pasien bedrest Kerusakan mobilitas fisik Kerusakan muskuloskeletal & neurovaskuler
16-08-2006
09:00
DS
Pasien mengatakan tidak mampu mandi, berpakaian, makan, toileting secara
mandiri.
DO
Dalam mandi, berpakaian, makan, toileting pasien dibantu oleh keluarga. Kurang
perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, toileting Tidak berfungsinya anggota
gerak

III. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik : renal, serebral, kardiovaskuler, pulmonal,

gastrointestinal, perifer) b/d aliran arteri terhambat.


2. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskeletal & neurovaskeler.
3. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, toileting b/d tidak
berfungsinya anggota gerak

Hemiparesis Sinistra Spastik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.

Abstrak
Stroke non hemoragik (non perdarahan) merupakan penyakit stroke yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering menjadi penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang seirng mengalami pembentukkan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi stenosis (penyempitan). Hemiparese
spastik disebabkan karena pengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras
kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada
decussatio piramidalis di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu hemisfer
akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya. Jaras piramidalis saat melewati
crus posterior kapsula interna akan berdampingan dengan saraf afferent (sensorik).
Sehingga jika terjadi lesi pada daerah tersebut, maka akan terjadi hemihipestesia
kontralateral. Pada pasien terjadi hemiparese sinistra spastik sehingga
kemungkinan besar kerusakan pada hemisfere dextra otak. Kerusakan hemisfer
dextra disebabkan oleh stroke non hemoragik.
Key Word : Hemiparese Sinistra Spastik, Stroke Non Hemoragik.
Kasus:
Seorang pria usia 50 tahun datang ke IGD RSUD Kodya Wirosaban dengan keluhan
anggota gerak kiri tidak bisa di gerakan sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya OS
pernah memiliki riwayat stroke 5 bulan yang lalu. ada riwayat Hipertensi,
Merokok. Tidak ada riwayat penurunan kesadaran, pusing sebelum dan setelah
keluhan muncul.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS :

E3V5M6, Tekanan Darah 190/120 mmhg, HR :88x/m, RR: 24 x/m dan to:36oC.
Pemeriksaan Neurologi : Orientasi Baik, Jalan Pikiran Relevan, Daya Ingat baik, Pupil
Isokor. Motorik kekuatan ekstremitas atas dan bawah kiri :1/3, kanan :5/5. Gerakan
Ekstremitas atas dan bawah kanan :Bebas/Bebas , Kiri :Terbatas/Terbatas, Ada reflek
Fisiologis, Ada Reflek Patologis babinski
Diagnosis : Pasien ini didiagnosis Observasi Hemiparesis Sinistra Spastik ec Stroke
Non Hemoragik
Terapi : Pasien ini diberikan terapi Infus Nacl, Infus Manitol. Injeksi Farsix 3x1,
Captopril 3 x25 mg, dan Farmasal 2x1.
Diskusi
Pada pasien di temukan keluhan anggota gerak kiri tidak bisa digerakan sejak 2 hari
yang lalu. Sebelumnya OS pernah memiliki riwayat stroke 5 bulan yang lalu. Ada
Riwayat Hipertensi, Merokok. Tidak ada riwayat penurunan kesadaran, pusing
sebelum dan setelah keluhan muncul. Motorik kekuatan ekstremitas atas dan bawah
kiri :1/3, kanan :5/5. Gerakan Ekstremitas atas dan bawah kanan :Bebas/Bebas ,
Kiri :Terbatas/Terbatas, Ada Reflek Fisiologis, Tidak ada Reflek Patologis dapat
ditegakkan diagnosis HemiparesisSinistra Spastik ec Stroke Non Hemoragic.
Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras kortikospinalis
(piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decussatio piramidalis
di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek
pada sisi kontralateralnya.Pada pasien terjadi hemiparese sinistra spastik sehingga
kemungkinan besar kerusakan pada hemisfere dextra otak. Jaras piramidalis saat
melewati crus posterior kapsula interna akan berdampingan dengan saraf afferent
(sensorik). Sehingga jika terjadi lesi pada daerah tersebut, maka akan terjadi
hemihipestesia kontralateral.
Stroke merupakan gangguan fungsional otak fokal maupun global yang terjadi
secara akut, berlangsung lebih dari 24 jam, terjadi akibat gangguan peredaran
darah otak. Termasuk disini perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral dan
iskemik atau infark serebri. Tidak termasuk disini gangguan peredaran darah otak
sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma (WHO,1986).
Stroke non hemoragik (iskemik) terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Sumbatan aliran di arteri karotis interna
sering menjadi penyebab stroke pada orang usia lanjut, yang seirng mengalami
pembentukkan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi stenosis
(penyempitan). Arteria serebri media atau anterior lebih jarang menjadi tempat
aterosklerosis karena darah terdorong melalui sistem vaskular gradien tekanan.
Tetapi pada pembuluh yang menyempit, aliran darah yang lebih cepat melalui
lumen yang kecil akan menurunkan gradien tekanan di daerah tersebut. (Price,
2005)
Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.


(Misbach, Harmani; 2007)
Gejala Stroke
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian
stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat
bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak
yang terkena. beberapa gejala stroke berikut:
Bicara tidak jelas, sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, Tidak
mampu mengenali bagian dari tubuh. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh. Hilangnya sebagian penglihatan atau
pendengaran. Penglihatan ganda dan pusing. ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan. Pergerakan yang tidak biasa.Hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih.
Dari gejala yang muncul dapat ditetapkan letak lesi pada kortikal, subkortikal
(kapsula interna, ganglia basalis, talamus) dan batang otak serta medula spinalis.
Bila topik di kortikal akan terjadi gejala kinis berupa afasia, gangguan sensorik
kortikal (position, point localization, graphesthesia, stereognosis), muka dan lengan
lebih lumpuh (a. Serebri media) atau tungkai lebih lumpuh (a. Serebri anterior), eye
deviation (penyimapangan penglihatan, topik di kortikal) dan hemiparesis disertai
kejang. Bila topik di subkortikal akan timbul tanda : muka, lengan dan tungkai sama
berat lumpuhnya (khas untuk lesi di kapsula interna),dystonic posture (tampak pada
lesi di ganglia basalis), gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka, lengan dan
tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi lesi pada kapsula
interna.
Dikenal beberapa pola gangguan neurologik yang mengisyaratkan stroke telah
terjadi, yakni bila kumpulan gejala dan tanda yang muncul mengambarkan
terkenanya daerah perdarahan tertentu dari suatu pembuluh darah otak yang
kebanyakan mengenai satu sisi. Sedangkan pola yang lain berkaitan dengan infark
kecil yang terletak jauh di dalam jaringan otak. Bila yang tekena daerah perdarahan
arteri karotis akan menimbulkan sindroma berkenaan dengan cabang-cabang
superfisial arteri serebri media dengan tanda-tanda : kelemahan sensorimotor
wajah dan lengan atau hemiparesis, afasia (gangguan bicara) bila yang terkena
hemisferium yang dominan, gangguan penglihatan, mata dan kepala berputar ke
arah sisi lesi otak. Sindroma berkenaan dengan cabang-cabang profunda arteri
serebri media berupa kelumpuhan motorik murni, hemiparesisatau heniplegi (tanpa
ganguan sensorik maupun visual) yang mengenai salah satu sisi tubuh seluruhnya
(mencakup wajah, lengan dan tungkai). Sindrome berkenaan dengan gangguan
komplit arteri serebri media berupa gabungan antara hemiparesis atau plegia yang
merupakan bagian dari sindrom cabang-cabang profunda dengan gangguan
sensorik, visual dan bicara yang merupakan sindrome cabang-cabang superfisial

arteri serebri media. Sindroma berkenaan dengan arteri serebri anterior berupa
monoparesis sensorimotor anggota bawah atau berupa hemiparesis yang
berkembang meluas, gangguan lebih nyata pada anggota bawah dan bagian
proksimal anggota atas. Sering dijumpai inkontinensia urin, juga adanya refleks
menggenggam pada sisi anggota yang terkena.
Bila topik di batang otak akan muncul gejala berupa : hemiparese/plegi
alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan
sensoris, nyeri, suhu dan kornea wajah ipsilateral dan gangguan nyeri suhu pada
badan kontralateral, diasartria, gangguan menelan, gerakan mata abnormal dan
deviasi lidah. Bila topik di medula spinalis akan timbul : muka biasanya tak tampak
kelainan, Brown Sequad Syndrome, gangguan sensoris dan keringat sesuai tingi
lesi, gangguan miksi dan defikasi (Mangunsong, 1992)
Kesimpulan
Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras kortikospinalis
(piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decussatio piramidalis
di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek
pada sisi kontralateralnya.non hemoragik (iskemik) terjadi akibat obstruksi atau
bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Sumbatan aliran di
arteri karotis interna sering menjadi penyebab stroke pada orang usia lanjut, yang
seirng mengalami pembentukkan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga
terjadi stenosis (penyempitan). Pada pasien
terjadi hemiparesesinistra spastik sehingga kemungkinan besar kerusakan pada
hemisfere dextra otak. Kerusakan hemisfer dextra disebabkan oleh stroke non
hemoragik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI RUMAH BAHAGIA


BINTAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Menurut sumber dari situs internet penuaan adalah proses yang dinamis dan
kompleks yang dihasilkan oleh perubahan-perubahan sel, fisiologis, dan psikologis
(Ahmad Fauzi dkk, 2002).
Pengertian lain mengatakan menua (aging) adalah proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994). Menua merupakan proses yang dapat dilihat sebagai
sebuah kejadian yang berkesinambungan dari lahir sampai
meninggal
(Ignativicus,
Workman, Mishler,
1999).
Dengan makin lanjutnya usia maka kemungkinan akan terjadinya penurunan
anatomik (dan fungsional) atas organ-organnya amakin besar. Peneliti Andres dan
Tobin ( seperti dikutip oleh Kane et all) meng-intrroduksi hukum 1% yang
menyatakan fungsi organ-organ akan menurun setiap tahunnya satu persen setelah
usia 30 tahun. ( Geriatrti, 2004)
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg. (Smeltzer,2001).Menurut Stanley (2007), Hipertensi merupakan faktor
risiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Untuk itu hipertensi harus diwaspadai secara dini, agar tidak muncul berbagai
macam penyakit kardiovaskuler yang tentunya dapat berbahaya bagi manusia itu
sendiri.Semakin dini diketahui dan diatasi semakin rendah risiko untuk terserang
berbagai penyakit sistem kardiovaskuler.
1.2.

Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui perubahan-perubahan yang


terjadi pada dewasa lanjut, perubahan yang dimaksud yaitu perubahan yang terjadi
pada sistem persyarafan lansia dan juga dampaknya.

1.3.
1.3.1.

Manfaat
Bagi Penyusun

Meningkatkan kemampuan dalam pembuatan makalah dengan menggunakan


sumber-sumber yang tersedia.
1.3.2.

Bagi Pembaca

Diharapkan dapat menjadi salah contoh pembuatan makalah pada mata ajar
keperawatan gerontik.
1.3.3. Bagi Prodi Keperawatan Tanjungpinang
Menjadi bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa di Program Studi
Keperawatan Tanjungpinang tentang Asuhan Keperawatan Gerontik dengan
Hipertensi.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

2. 1.

Pengertian

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan


sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg. (Smeltzer,2001).
Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi.

2. 2.

Klasifikasi

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : ( Darmojo, 1999 )


1.
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
2.
Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Kalsifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :

1.
Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
2.
lain

Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit

3.
2. 3.

Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada :
1.

Elastisitas dinding aorta menurun

2.

Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3.

Kemampuan jantung memompa darah menurun

4.
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
5.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah

6.
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
7.

Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data


penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.

Faktor keturunan

2.

Ciri perseorangan

3.

Kebiasaan hidup

Penyebab hipertensi sekunder adalah :

Ginjal

Glomerulonefritis

Pielonefritis

Nekrosis tubular akut

Tumor

Vascular

Aterosklerosis

Hiperplasia

Trombosis

Aneurisma

Emboli kolestrol

Vaskulitis

Kelainan endokrin

DM

Hipertiroidisme

Hipotiroidisme

Saraf

Stroke

Ensepalitis

SGB

Obat obatan

Kontrasepsi oral

Kortikosteroid

2. 4.

PatofisiologI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat


vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler.Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan


fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya hipertensi palsu


disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

2. 5.

Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :


1.

Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur.

2.

Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita


hipertensi yaitu :

Mengeluh sakit kepala, pusing

Lemas, kelelahan

Sesak nafas

Gelisah

Mual

Muntah

Epistaksis

Kesadaran menurun

2. 6.

Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin / hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal

Glukosa

Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi

Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan


plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

Pemeriksaan tiroid

Kadar aldosteron urin/serum

Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi

Steroid urin

Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu


ginjal / ureter

Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung

CT scan

Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati

EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,


peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

2. 7.

Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat


komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1.

Terapi tanpa Obat

a.

Diet

b.

Latihan Fisik

c.

Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

Tehnik Biofeedback
Tehnik relaksasi

d.

2.

Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat.Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (
JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF
HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika,
penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain
yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1.

Step 1

Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor


2.

Step 2

Alternatif yang bisa diberikan :


Dosis obat pertama dinaikkan
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator

3.

Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh

Obat ke-2 diganti


Ditambah obat ke-3 jenis lain
4.

Step 4 : Alternatif pemberian obatnya


Ditambah obat ke-3 dan ke-4

BAB III
PROSES KEPERAWATAN

3. 1.

Pengkajian

1. Data Umum :
a)

Kepala keluarga

b)

Komposisi keluarga

c)

Genogram

d)

Tipe keluarga

e)

Suku bangsa

f)

Status sosial-ekonomi

g)

Aktivitas rekreasi keluarga

2. Pemeriksaan Fisik

A.

Head to Toe

Kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, thorak, abdomen, genetalia,


ekstremitas, integumen, status neurologi.

B. Kebutuhan Dasar Manusia


i.

Nutrisi

ii.

Eleminasi

iii. Tidur dan istirahat


iv. Gerak dan aktivitas
v.

Rasa aman dan nyaman

vi. Personal hygiene

C. Data Data yang Dapat Ditemukan


1.

Aktivitas / istirahat

v Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Gaya hidup monoton
v Tanda :
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea

2.

Sirkulasi

v Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,


penyakit serebrovaskuler
v Tanda :
Kenaikan TD
Nadi : denyutan jelas
Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
Bunyi jantung : murmur
Distensi vena jugularis

3.

Ekstermitas

Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler


mungkin lambat
4.

Integritas Ego

v Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,


faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
v Tanda :
Letupan suasana hati
Gelisah
Penyempitan kontinue perhatian
Tangisan yang meledak
otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara

5.

Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal )

6.

Makanan / Cairan

v Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
Mual
Muntah
Riwayat penggunaan diuretic
v Tanda :
BB normal atau obesitas
Edema
Kongesti vena
Peningkatan JVP

Glikosuria
7.

Neurosensori

v Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala
Episode kebas
Kelemahan pada satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
v Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
( ingatan )
Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
Perubahan retinal optik
8.

Nyeri/ketidaknyamanan

v Gejala :
nyeri hilang timbul pada tungkai
sakit kepala oksipital berat
nyeri abdomen
9.

Pernapasan

v Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
Takipnea
Ortopnea
Dispnea nocturnal proksimal
Batuk dengan atau tanpa sputum
Riwayat merokok
v Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan

Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )


Sianosis

3. 2. Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1)

Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat

2)

Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

3)

Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas

4)

Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler

5)

Catat edema umum

6)
Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengunjung.
7)

Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi

8)

Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan

9)
Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur.
10)

Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan

11)

Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

12)

Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi

13)

Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
Pasien tampak nyaman
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1)

Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan

2)

Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan

3)

Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

4)

Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin

5) Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti


kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
6) Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
7) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam,
ativan, diazepam, valium )

3.Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan


adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan :

Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan
dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil

Intervensi :
1)

Pertahankan tirah baring

2)

Tinggikan kepala tempat tidur

3)
Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
4)

Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan

5)

Amati adanya hipotensi mendadak

6)

Ukur masukan dan pengeluaran

7)

Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program

8)

Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan cardiac output


Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari hari
Menunjukkan penurunan gejala gejala intoleransi aktifitas

Intervensi :
1)
Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
2)

Instruksikan pasien tentang penghematan energi

3)

Kaji respon pasien terhadap aktifitas

4)

Monitor adanya diaforesis, pusing

5)

Observasi TTV tiap 4 jam

6)
Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu
istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore

BAB IV
LAPORAN KASUS PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI
A.

Pengkajian

1.

Identitas Klien

Nama

Ny. A

Umur

78 tahun

Jenis Kelamin

Perempuan

Agama

Islam

Pendidikan

Tidak Sekolah

Suku

Bugis

Status Perkawinan

Kawin

Tanggal Masuk Panti :


Tanggal Pengkajian
Alamat
2.

28 Maret 2008
:
:

19 April 2012
Kawal

Status Kesehatan Saat Ini

Klien mengatakan kepala terasa sakit ( pusing ), skala nyeri 5, badan terasa lemah,
mata trasa seperti berkunang kunang, tidak enak badan, terkadang nafas terasa
sesak.

3.

Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit karena menderita penyakit


hipertensi, asma dan gastritis.
4.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengaku bahwa suami klien telah meninggal karena menderita


5.

Tinjauan Sistem

a.

Keadaan Umum

Tingkat Kesadaran

Compos Mentis

Tekanan Darah

160 / 100 mmHg

Denyut Nadi

82 x / i

Tanda tanda Vital

b.

Sistem Integumen

Kulit keriput, turgor kulit jelek, tidak ada oedem, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan.
c.

Sistem Hemopoetik

d.

Kepala

Rambut keriting, panjang, ubanan, tidak ada ketombe, kepala tidak ada benjolan,
tidak ada lesi, tidak ada oedem, tidak ada nyeri tekan.
e.

Mata

Mata simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, mata simetris, tidak
ada nyeri tekan
f.

Telinga

Telinga simetris, tidak ada serumen, lubang ada, tidak ada lesi, telnga tidak ada
nyeri tekan.
g.

Mulut Tenggorokan

Mulut simetris, bibir lengkap, palatum ada, ada sariawan, tidak ada kesulitan
menelan.

h.

Leher

Leher simetris, ada reflek menelan, tidak ada pembesaran vena juguralis, tidak ada
nyeri tekan.
i.

Sistem Pernafasan

Dada simetris, pernafasan vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing, RR= 18
x/i
j.

Sistem Kardiovaskular

Dada simetris, terdapat ictus cordis di ICS 5, tidak ada BJ 3, HR = 80x/i, BJ1 = BJ 2,
tidak ada pembesaran jantung
k.

Sistem Gastrointestinal

Abdomen simetris, bunyi perkusi dullness, bising usus normal = 8x/i, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada lesi
l.

Sistem Muskuloskeletal

Tidak ada oedem, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi
6.

Pengkajian Psikososial dan Spiritual

6.1 Psikososial
Klien mampu bergaul dengan lingkungan sekitarnya, klien tidak menarik diri
6.2 Identifikasi masalah Emosional
Klien mengaku kadang kadang tidur tidak nyenyak, tdur sering pernah erasa
gelisah, terkadang klien pernah menangis sendiri. Klien juga mengaku dalam waktu
kurang dari 3 bulan juga menderita suatu penyakit yaitu hipertensi, gastritis dan
asthma.
6.3 Spiritual
Klien mengaku bahwa klien sholat 5 waktu, klien dapat mengerjakan sholat, klien
hanya hafal beberapa surat pendek, klien juga mengaku tidak pandai mengaji.
7. Pengkajian Fungsional Klien
7.1 KATZ Indeks
Klien mampu makan, kontinensia ( BAK, BAB ), menggunakan pakaian, pergi ke
toilet, berpindah dan mandi secara mandiri tanpa bantuan.
7.2 Modifikasi dari bartel Indeks

Klien mampu makan, minum, berpindah dari kursi, personal toilet, keluar masuk
toilet, mandi, jalan dipermukaan datar, mengenakan pakaian, kontrol bowel dan
blader olahraga dan memanfaatkan waktu rekreasi secara mandiri.
8. Pengkajian status Mental Gerontik
8.1. identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable
Mental Questioner ( SPSMQ )
Klien mengaku tidak mampu mengingat tanggal, hari, umur, tanggal lahir, nama
presiden sekarang dan sebelumnya dan melakukan pengurangan 3 dari 10.
Klien hanya mampu mengingat nama tempat tinggal, alamat rumah, dan nama
ibunya
8.2. identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE ( Mini
Mental Status Exam )
Klien tidak mampu menyebutkan tahun, musim, tanggal, hari dan bulan dengan
benar. Klien hanya mampu menyebutkan negara, provinsi, kota, PSTW wisma dan
nama 3 obyek yang ditunjuk.
Lien tidak mampu untuk mengurangi pengurangan 3 dari 100, tetpai klien mampu
mengingat nama obyek dan mengulangi bahasa di contohkan.
8.3. Pengkajian Keseimbangan untuk klien lansia (TINNETI, ME, DAN GINTER, SF,
1998)
Klien mampu bangun dan duduk kekursi, menutup mata, memutar leher,
menggapai sesuatu dan membungkuk tanpa bantuan.

ANALISA DATA
No

Data

Etiologi

Masalah

1.

DS :

Vasokontriksi

Resiko
penurunan curah
jantung

Klien mengatakan badan lemah,


tidak enak badan mata
berkunang kunang, terkadang
nafas terasa sesak
DO :

Klien tampak lemah,


TD : 160 / 100 mm Hg; HR : 80 x
/i
T : 36, 2 C
2.
DS :
Klien mengatakan Kepala terasa
pusing, mata terasa berkunang
kunang, kepala terasa seperti
di timpa benda keras

Peningkatyan tekanan
vaskular serebral

Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri

DO :
Klien tampak lemah, skala nyeri
5

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No

Implementasi

Evaluasi

1.

1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan,


gunakan manset dan tehnik yang tepat

S = klien mengatakan badan


sudah enakan, sudah tidak
terasa lemah

2. Berikan lingkungan tenang, nyaman,


kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengunjung.
3. Pertahankan pembatasan aktivitas
seperti istirahat ditempat tidur/kursi
4. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai kebutuhan
5. Lakukan tindakan yang nyaman spt
pijatan punggung dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur.

O = klien tidak tampak


lemah, TD : 140 / 90 mmHg,
HR : 80x/i
Thy : - Captopril 3 x 1
- Furosemid 1 x 1
A : tidak tetjadi penurunan
curah jantung
P : - Pantau TD

6. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan


imajinasi, aktivitas pengalihan

- Berikan lingkungan yang


tenang, nyaman

7. Pantau respon terhadap obat untuk

- Pertahankan pembatasan
aktivitas

mengontrol tekanan darah


8. Berikan pembatasan cairan dan diit
natrium sesuai indikasi

2.

- Lakukan tindakan yang


nyaman
- Anjurkantehnik relaksasi

9. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan


sesuai indikasi

- Kolaborasi untuk
pemberian obat obatan.

1. Pertahankan tirah baring, lingkungan


yang tenang, sedikit penerangan

S = klien mengatakan nyeri


sudah mulai berkurang,
mata sudah tidak berkunang
kunang

2. Minimalkan gangguan lingkungan dan


rangsangan
3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai
kebutuhan
4. Beri tindakan nonfarmakologi untuk
menghilangkan sakit kepala seperti
kompres dingin pada dahi, pijat punggung
dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi,
bimbingan imajinasi dan distraksi

O = Klien tampak sehat,


skala Nyeri 3
A = Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri Teratasi
P = - pertahankan tirah
baring
- Minimalkan gangguan
lingkungan dan rangsangan
- Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai kebutuhan
- Beri tindakan
nonfarmakologi untuk
mengurangi sakit

2.2 Konsep Hipertensi


2.2.1 Batasan Hipertensi
Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten . Pada
orang dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan
tekanan diastolik sama atau di atas 90 mm Hg , menurut American Heart
Association, rata-rata dari dua kali pemeriksaan yang berbeda dalam dua minggu.
Menurut Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik diatas standar dihubungkan dengan usia.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan
besar, yaitu :

1.
Hipertensi esensial (hipertensi primer / idiopathic) yaitu hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya, sebanyak 90 % kasus.
2.
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain ,
sebanyak 10 % .
2.2.2

Faktor Predisposisi

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya datadata penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi . Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.

Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa sesorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2.

Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah : umur, jenis


kelamin dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan kenaikan tekanan
darah. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi dibandingkan tekanan darah
wanita.Juga statistik di Amerika menunjukan prevalensi hipertensi pada orang kulit
hitam hampir dua kali lipat dibandingkan dengan orang kulit putih.
3.

Kebiasaan Hidup.

Kebiasaan hidup yang yang sering menyebabkan hipertensi adalah :


1)
Konsumsi garam yang tinggi, dari statistik diketahui bahwa suku bangsa atau
penduduk dengan konsumsi garam rendah jarang menderita hipertensi. Dari dunia
kedokteran juga telah dibuktikan bahwa ,pembatasan garam dan pengeluaran
garam / natrium oleh obat diuretik akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
2)
Kegemukan atau makan berlebihan ; dari penelitian kesehatan terbukti
ada hubungan antara kegemukan dan hipertensi . Meskipun
mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum jelas, tetapi
sudah terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah.
3)
Stres dan ketegangan jiwa ; sudah lama diketahui bahwa ketegangan jiwa
seperti rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa
bersalah dapat mmerangsang kelenjar anak ginjal melepaskaqn hormon adrenalin
dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat , sehingga tekanan
darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama , tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga tinbul kelainan organis atau perubahan
patologis (Dr. Hans Selye: General Adaptation Syndrome, 1957). Gejala yang
muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.

4)
Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah
sebagai berikut : merokok: karena merangsang sistem adrenergik dan
meningkatkan tekanan darah ; minum alkohol, minum obat-obat,misal; ephedrin,
Prednison, epinefrin.
2.2.3

Patofisiologi

Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer.
Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama
pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena
vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah tersebut.
Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahanperubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika
interna dan hipertropi tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka
sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia
relatif. Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya sklerosis koroner.
2.2.4

Usaha Pencegahan Hipertensi.

Pencegahan lebih baik dari pada pengobatan, demikian juga terhadap


hipertensi.pada umumnya, orang akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya
atau keluarganya sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi.
Sebenarnya sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya, hanya diperlukan
disiplin dan ketekunan menjalankan aturan hidup sehat, sabar, dan ikhlas (jawa;
nrimo) dalam mengendalikan perasaan dan keinginan atau ambisi. Di samping
berusaha untuk memperoleh kemajuan, selalu sadar atau mawas di ri untuk ikhlas
menerima kegagalan atau kesulitan.
Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya
tidak menjadi lebih parah , tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang
harus ditentukan oleh dokter. Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus
diambil tindakan pencegahan yang baik (Stop high blood pressure), antara
lain dengan cara sebagai berikut :
1.

Mengurangi konsumsi garam

2.

Menghindari kegemukan

3.

Membatasi konsumsi lemak

4.

Olahraga teratur

5.

Makan banyak sayur segar

6.

Tidak merokok dan tidak minum alkohol

7.

Latihan relaksasi atau meditasi

8.

Berusaha membina hidup yang positif.

2.2.4 Penanggulangan Hipertensi


Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
penatalaksanaan yaitu : Penatalaksanaan Nonfarmakologis dan farmakologis
2.2.4.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologis :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi
hanya merupakan suatu kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme
regulasi tekanan darah yang timbul.
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja, tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
bertambah kuat (Barry,1987).
Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah dengan jalan memodifikasi gaya.
2.2.4.2 Penatalaksanaan farmakologis
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan obat standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi
( Joint National Commite On Detection, Evaluation and Treatment of
high Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretik, Penyekat
Betha , Antagonis kalsium, atau penghambatan ACE, dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang
ada pada penderita. Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan,
dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan
obat golongan lain atau mengganti obat pertama dengan obat golongan lain.
Sasaran penurunan tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mm Hg dengan efek
samping minimal. Penurunan tekanan dosis obat dapat dilakukan pada golongan
hipertenssi ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama 1 tahun.
2.2.5 Komplikasi
Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner, cedera
cerebrovaskuler, dan gagal ginjal. Hipertensi menetap yang disertai dengan
peningkatan tahanan perifer menyebabkan gangguan paada
endothelium pembuluh darah mendorong plasma dan lipoprotein ke dalam intima
dan lapisan sub intima dari pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan
plaque /aterosklerosis. Peningkatan tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot
polos , yang membentuk jaringan parut intima dan mengakibatkan penebalan
pembuluh darah dengan penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989) dikutip dari
Carpenito (1999).
Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah

1.

Krisis Hipertensi

2.
Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan
penyakit jantung hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul
pada penderita hipertensi.
3.
Penyakit jantung cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling
penting untuk timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap
kenaikan tekanan darah.
4.
Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan
neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan
arteri yang meningkat dan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan.
5.

Nefrosklerosis karena hipertensi.

6.

Retinopati hipertenssi.

2.3
1.

Kosep Asuhan Keperawatan


Pengkajian klien dengan hipertensi

- Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
- Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
- Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
- Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
- Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual,
muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.


- Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina
optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
- Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
- Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/
tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
- Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

Pemeriksaan Diagnostik
- Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
- BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
- Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi).
- Kalsium serum
- Kalium serum
- Kolesterol dan trygliserid
- Px tyroid
- Urin analisa
- Foto dada
- CT Scan

- EKG
Prioritas keperawatan:
- Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
- Mencegah komplikasi.
- Kontrol aktif terhadap kondisi.
- Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.
2.

Diagnosa Keperawatan:

Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan


suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan/ kriteria:
- Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:
- Kaji respon terhadap aktifitas.
- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
- Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
- Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat
mandi, sisir rambut.
- Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
- Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika
dapat ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
Intervensi:

- Pertahankan tirah baring selama fase akut.


- Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat
punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.
- Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri
kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik
sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.
Kriteria:
Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai
empat kali sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar
otot rileks dan sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah
regangan pada sendi dan jaringan.
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan.
Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat
dari ekstensor dan abduktor.
3)

Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.

R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat


menyebabkan kontraktur permanen.

4)

Siapkan mobilisasi progresif.

R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi

perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan


peningkatan tahanan.
5) Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai
indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang,
motorik atau persepsi.
Kriteria hasil:
- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
- Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
1)

Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.

R/ Membantu menurunkan cedera.


2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk
melakukan:
- Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.
3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan
alat bantu.
R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan
regangan atau jatuh.
4)

Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.

R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu ini dan

3.

Pelaksanaan

a.

Pencegahan Primer

Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi
garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
2.
Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
3.

Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

4.

Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.

5.

Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

b.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi


berupa:
- Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
- Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan
stabil mungkin.
- Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
- Batasi aktivitas.

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2002 pada pukul 11.00
WIB.
3.1.1 Pengumpulan data
1)

Data biografi klien

a) Nama
b) Tempat dan tanggal lahir

: Tn. S
: - / umur 67 tahun

c) Pendidikan terakhir
a)

Agama

b)

Satus perkawinan

c)

TB/BB

d)

Penampilan umum

: SD tidak tamat
: Islam
: Duda
: 155 cm / 37 kg
: Bersih dan rapi, badan kurus.

e)
jalan masih tegak, rambut sebagian memutih
f)

Alamat

Ciri ciri tubuh

: Karang Patian Pulung - Ponorogo.

g)

Orang yang dekat dihubungi: Tn. Asnat

h)

Hubungan dengan klien

i)

Alamat

2)

Riwayat keluarga

: Cucu.
: Ponorogo.

Keterangan:

= laki - laki

= Tn. S
= perempuan

Perempuan meninggal

3)

Riwayat pekerjaan

Pekerjaan sebelumnya Tukang Kayu .

4) Riwayat lingkungan hidup


Sekarang klien tinggal di Wisma Kunthi bersama lansia yang lain orang. Jumlah
kamar 6 buah dengan kondisi kamar cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di
atas meja, tidak ada pakaian kotor yang menumpuk atau tergantung, kondisi
tempat tidur bersih. Pertukaran udara an cahaya matahari baik. Tingkat
kenyamanan dan privacy terjamin.
4)

Riwayat rekreasi

Klien senang nonton TV .


5)

Sistem pendukung

Di panti ada seorang perawat lulusan SPK yang bertugas mengurusi masalah
kesehatan. Hampir semua kebutuhan terpenuhi karena panti menyiapkan
kebutuhan lansia serta kegiatan terjadwal secara teratur. Apabila lansia mengalami
masalah kesehatan yang serius panti melakuykan rujukan ke puskesmas maupun
rumah sakit.
6)

Deskripsi kekhususan

Klien mengatakan selalu melakukan solat 5 waktu dan mendapat pembinaan


mental dan rohani setiap minggu.
7)

Status kesehatan

Klien mengatakan pernah mengalami sakit punggung setahun yang lalu. Sekarang
klien mngeluh Pusing, Kalau beraktivitas cepat merasa lelah, penglihatan kabur,
kadang kadang terasa lemah diseluruh tubuh .
8)

A D L (activity daily living)

Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A


karena berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan
makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.
Psikologis kien meliputi:

Persepsi klien terhadap penyakit: klien memandang penyakitnya hanya biasa.


Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan
mau menerima kehadiran orang lain.

Emosi klien stabil

Kemampuan adaptasi klien baik.

Mekanisme pertahanan diri: klien mengatakan senang tinggal di panti.

9)

Tinjauan sistem

a)

Keadaan umum: klien tampak bersih.

b)

Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)

c)

Skala koma glasgow: E=4, V=5, M=6, total15

d)

Tanda tanda vital: N: 80 x/mnt; S: 37,20C, RR: 16 x/mnt; TD: 170/90 mmHg.

e)
Sistem pengelihatan: Baik, mata kiri dan kanan tidak ada kelainan, visus
normal.
f)

Pendengaran: klien dapat mendengar dengan baik.

g)

Sistem kardiovaskuler:

Inspeksi: pergerakan dada simetris.

Perkusi: terdapat suara pekak.

Auskultasi: Irama jantung teratur, suara S1S2 tunggal.

Sistem pernafasan:

Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, tidak ada retraksi otot bantu
pernafasan.
-

Perkusi: Suara paru ka/ki sama sonor.

Auskultasi: vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

h)

Sistem integumen

Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (-), dekubitus
(-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit normal.
i)

Sistem perkemihan

Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari,
Ngompol (-)

j)

Sistem muskuloskletal

ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, kemampuan menggenggam


kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang, atrofi dll.
k)

Sistem endokrin

Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid.
l)

Sistem immune

Klien mengatakan tidak mengerti imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen (-),
riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.
m)

Sistem gastrointestinal

Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum


panti dengan frekuensi 3 kali sehari dan setiap makan hanya porsi. Kebiasaan
minum kopi (-), susu (-), peristaltik (+). Klien mengatakan bab tiap hari sekali
dengan konsistensi lembek.
n)

Sistem reproduksi

Klien mengatakan memiliki 2 orang anak putra dan putri.


o)

Sistem persyarafan

Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap
pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-). Interpretasi
klien terhadap lawan bicara cukup baik.
10) Status kognitif/afektif/sosial
a)
Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan kesalahan 6,
karena klien sekolah SD tidak tamat.

b)
Mini mental state exam (MMSE) dengan skore 9, karena klien memang tidak
mengerti.3.1.2 Analisa Data
No

Data

1.

DS:
- Klien mengeluh cepat
merasa lelah kalau bekerja,
Jantung berdebar debar,
sering berkeringat.

Etiologi

Masalah

Ketidakseimban
gan suplai dan
kebutuhan O2.

Intoleran
aktivitas

DO:
- Tekanan darah 170 / 90
mmHg, Nadi 80 kali/menit,.
DS:
2.

- Klien mengatakan sering


merasa pusing dan
penglihatan kabur.

Defisit lapang
pandang,
motorik atau
persepsi.

DO:

Resiko tinggi
terhadap cedera

- Tekanan darah 170 / 90


mmHg, Nadi 80 kali/menit,.

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Prioritas keperawatan


3.2.1 Diagnosa Keperawatan

1) Intoleransi Aktivitas sehubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan


kebutuhan akan oksigen
2) Resiko tinggi cedera sehubungan dengan penurunan lapangan pandang .

3.3 Perencanaan
No

Diagnosa

Tujuan

1.

Intoleransi Aktivitas
sehubungan dengan
ketidak seimbangan
antara suplai dan
kebutuhan akan
oksigen

Tujuan/ kriteria:

2.

Resiko tinggi cedera


sehubungan dengan
penurunan
lapangan pandang

- Berpartisipasi dalam
aktifitas yang diinginkan/
diperlukan.

Intervensi

Rasio

1.
aktiv
jauh

Kaji respon terhadap aktifitas.

- Perhatikan tekanan darah, nadi


selama/ sesudah istirahat.

- Melaporkan peningkatan
dalam toleransi aktifitas
yang dapat diukur.

- Perhatikan nyeri dada, dyspnea,


pusing.

- Menunjukkan penurunan
dalam tanda-tanda
intoleransi fisiologi

- Instruksikan tentang tehnik


menghemat tenaga, misal:
menggunakan kursi saat mandi, sisir
rambut.

- Mengidentifikasi faktor
yang meningkatkan resiko
terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan
keamanan untuk mencegah
cedera.

- Melakukan aktifitas dengan


perlahan-lahan.
- Beri dorongan untuk melakukan
aktifitas/ perawatan diri secara
bertahap jika dapat ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan
kebutuhan.

1)
Lakukan tindakan untuk
mengurangi bahaya lingkungan.
2)
Bila penurunan sensitifitas taktil
menjadi masalah ajarkan klien untuk
melakukan:
- Kaji suhu air mandi dan bantalan
pemanas sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap hari
terhadap cedera yang tak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat dan
kering serta kulit dilemaskan dengan
lotion emoltion.
3) Lakukan tindakan untuk

2.
perub

3.
kelela

4.
tubuh
aktiv

5.
dalam

1)
cede

2)
dapa
klien

3)
tidak
meye

4)
mobi
[ema

mengurangi resiko yang berkenaan


dengan pengunaan alat bantu.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk
memaksimalkan keamanan di rumah.

3.4 Implementasi
Waktu/tgl

Implementasi

Evaluasi

5 03 --2002

12.00

Penyebab terjadinya
kelelahan pada pasien dan
alasan timbulnya keluhan yang
seperti, penglihatan kabur dan
cara cara untuk mengatasinya
agar tidak timbul cedera.

6 03 2002
07.30

Memberikan HE tentang:

Klien kooperatif.

Klien tampak serius


memperhatikan.

Menemani pasien saat


klien mengikuti senam.

Mengukur Nadi pasien


setelah melakukan senam .

Mengkaji keluhan pasien


setelah melakukan senam.

Klien berpartisipasi
dalam kegiatan senam dari
awal sampai akhir.

Nadi 80 Kali / menit

Melakukan pemeriksaan
fisik, dan melibatkan klien
dalam kegiatan rekreasi.

Tidak mengeluh lelah

Memotivasi klien
untuk beristirahat bila merasa
lelah.

Klien mengikuti
kegiatan rekreasi dan klien
banyak tertawa

08.00-10.30

11.00

Menjelaskan pada pasien


tentang pentingya istirahat.

Melibatkan klien untuk


mengikuti kegiatan senam.

7 03 2002
08.00

Mendampingi klien makan


siang dan memotivasi untuk
meningkatkan porsi makan .

Menjelaskan pada pasien

Klien mengatakan
mengikuti saran yang
diberikan mahasiswa

Klien kooperatif.

Klien tampak serius


memperhatikan

cara cara untuk menghidari


terjadinya cedera

Menganjurkan pada
pasien untuk melaporkan pada
petugas kesehatan panti bila
timbul keluhan .

Meminta Petugas
kesehatan Panti agar dapat
mengontrol tekanan darah
klien.

11.00

Mengevaluasi tekanan
darah, nadi dan Pernapasan.

Melakukan terminasi dan


evaluasi.

Klien berpartisipasi
mengikuti kegiatan senam
tanpa keluhan lelah

Klien kooperatif.

Klien tampak serius


memperhatikan

Klien mengatakan akan


mengikuti saran yang
diberikan.

Tensi 170/80 mmHg,


Nadi 70 Kali/menit, RR 18
kali/menit.

3.5 Evaluasi
No

Diagnosa Keperawatan

Evaluasi

1.

Intoleransi Aktivitas
sehubungan dengan
ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan akan
oksigen

Tanggal: 7 Maret 2002-03-14


S: Klien mengatakan mengatakan tidak
mengeluh lelah. Merasa agak kuat .
O: nadi 70 Kali/menit, RR 18 Kali/menit, bebas
melakukan aktivitas
A: Masalah teratasi sebagian.

2.

P: Rencana dapt diteruskan.


S: Klien mengatakan tidak merasa pusing dan
penglihatannya tidak kabur.

O: Klien bebas berjalan dan berkomunikasi


dengan teman temannya
Resiko tinggi cedera
sehubungan dengan
penurunan lapangan
pandang

A: Masalah teratasi sebagian.


P: Rencana diteruskan.

Daftar Pustaka
Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little
Brown and Company. Boston
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT


Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC.
Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi