Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KUMPULAN ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep Penyakit
Jantung Rematik)
2012
WWW.SAKTYAIRLANGGA.WORDPRESS.COM
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 1
Definisi
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease
(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya
gejala sisa dari Demam Rematik (DR). Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang
dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus
beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.
Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringanjaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993). Mitral stenosis adalah penyakit jantung
yang ditandai adanya kerusakan pada katup jantung sebagai akibat infeksi streptococcus beta
hemolitik grup A (Pratanu Sunoto, 1990).
Penyakit jantung rematik adalah komplikasi yang paling serius dari demam rematik. Demam
rematik akut berikut 0,3% dari kasus kelompok A streptokokus beta-hemolitik faringitis pada anakanakSebanyak 39% dari pasien dengan demam rematik akut dapat mengembangkan berbagai
tingkat terkait pancarditis dengan insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan
kematian. Dengan penyakit jantung rematik kronis, pasien menderita stenosis katup dengan
berbagai derajat regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung
rematik kronis tetap menjadi penyebab utama stenosis katup mitral dan katup penggantian pada
orang dewasa di Amerika Serikat. (www.emedicine.medscape.com)
Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang
cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini
jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
Etiologi
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka
sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman
Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik
dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui
sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau
menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 2
2. Jenis Kelamin
Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan wanita.
Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis
kelamin, misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.
Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan
jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan
pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
3. Golongan etnik dan ras
Belum bisa dipastikan dengan jelas karena mungkin berbagai faktor lingkungan yang
berbeda pada golongan etnik dan ras tertentu ikut berperan atau bahkan merupakan sebab
yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di negaranegara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit
jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik
yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3 tahun
setelah serangan pertama.
4. Umur
Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum umur 3
tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
Streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah
diketahui
bahwa
penderita
sickle
cell
anemia
jarang
yang
menderita
demam
Page 3
Faktor-faktor lingkungan
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi
untuk terjadinya demam reumatik. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang sakit sangat kurang,
pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
2. Iklim dan geografi
Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir
ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi
daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens lebih tinggi
daripada di dataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran
nafas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
Manifestasi Klinis
Ada dua macam manifestasi yaitu pertama membuktikan adanya infeksi sterptococcus yang
baru dan kedua membuktikan proses inflamasi. Penderita demam rematik 80% mempunyai ASTO
positif. Walaupun ASTO yang meninggi dapat mendukung kemungkinan demam rematik akan
tetapi kenaikan ASTO saja belum membuktikan demam rematik. Tingginya kadar antibodi
streptococcus bukan merupakan ukuran beratnya demam rematik, bukan pula merupakan ukuran
beratnya aktivitas. Jika demam rematik telah didiagnosis, tak ada gunanya mengulangi pemeriksaan
ASTO. Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran laju endap darah dan Creactive protein. Selain itu dapat juga digunakan sebagai ukuran beratnya proses. C-reactive protein
lebih menentukan karena jelas negative pada orang sehat.
Laju endap darah mempunyai variasi lebar antara normal dan abnormal dan dapat meninggi
sampai jauh diatas 100mm. Leukositasis umumnya sedang dan nonspesifik.
Tabel kriteria Jones terhadap diagnosa demam rematik:
MANIFESTASI MAYOR
MANIFESTASI MINOR
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 4
berfungsinya
Demam
Althralgia
Cardistis
(tidak
tidur).
jantung rematik
LED meningkat
Antistretolysin O meningkat
Anemia
tangan)
Leukositosis.
Polyarthritis
pada
(panas,
permukaan
merah,
ekstensor
persendian).
Khorea
(kelainan
neurologis
Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya
proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic
streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap
antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama
maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma
myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat
DR dan jaringan myocard yang rusak.
Demam rematik berkembang pada anak-anak dan remaja faringitis berikut dengan grup A
Streptococcus beta-hemolitik (yaitu, Streptococcus pyogenes). Organisme melekat pada sel epitel
saluran pernapasan bagian atas dan menghasilkan baterai enzim yang memungkinkan mereka untuk
merusak dan menyerang jaringan manusia. Setelah masa inkubasi 2-4 hari, yang menyerang
organisme memperoleh respons peradangan akut 3-5 hari dengan sakit tenggorokan, demam,
malaise, sakit kepala, dan sebuah peningkatan Leukocyte hitungan.
Dalam 0,3-3% dari kasus, infeksi menyebabkan demam rematik beberapa minggu setelah
sakit tenggorokan telah diselesaikan. Hanya infeksi pada faring memulai atau mengaktifkan
kembali demam rematik. Organisme menyebar melalui kontak langsung dengan lisan atau cairan
pernapasan, dan menyebar ditingkatkan oleh kondisi hidup yang penuh sesak. Pasien tetap
terinfeksi selama beberapa minggu setelah resolusi gejala faringitis dan dapat berfungsi sebagai
reservoir untuk menjangkitkan kepada orang lain. Pengobatan penisilin yang lebih pendek jalannya
klinis faringitis streptokokus dan, yang lebih penting, mencegah sequelae utama.
Grup A Streptococcus adalah Bakteri kokus gram positif yang sering colonizes kulit dan
oropharynx. Organisme ini dapat menyebabkan penyakit suppurative, seperti faringitis, impetigo,
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 5
selulitis, myositis, radang paru-paru, dan puerperal sepsis. Hal ini juga dapat berhubungan dengan
nonsuppurative penyakit, seperti demam rematik dan glomerulonefritis akut poststreptococcal. Grup
A streptokokus rumit streptolysins racun yang cytolytic S dan O. Dari jumlah tersebut, terusmenerus streptolysin O menginduksi antibodi tinggi yang menyediakan titers penanda yang berguna
grup A streptokokus nonsuppurative infeksi dan komplikasi. Beberapa di antara berbagai antigen
somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup
lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang
streptococcal terutama Ig G dan A.
Grup A Streptococcus, seperti telah teridentifikasi menggunakan Lancefield klasifikasi,
memiliki karbohidrat antigen grup A di dinding sel yang terdiri dari polimer yang bercabang Lrhamnose dan N-asetil-D-glukosamin dalam rasio 2:1. Grup A streptokokus dapat subserotyped
oleh permukaan protein pada dinding sel organisme. Kehadiran protein M yang paling penting
adalah faktor virulensi grup A streptokokus infeksi pada manusia. Lebih dari 90 serotipe M telah
diidentifikasi, beberapa di antaranya memiliki antigen terminal lama domain (epitopes) mirip
dengan antigen dalam berbagai komponen dari hati manusia. Strain Rheumatogenic berlendir sering
dikemas dalam M strain kaya protein dan resisten terhadap fagositosis. Strain ini sangat
imunogenik, dan M-mengikat antibodi dan sel T melawan infeksi streptokokus dapat salib bereaksi
dengan jaringan jantung. Antigen streptokokus yang secara struktural mirip dengan yang di jantung
termasuk bakteri hyaluronate dalam kapsul, dinding sel polisakarida (mirip dengan glikoprotein di
katup jantung), dan membran antigen yang berbagi epitopes dengan sarcolemma dan otot polos.
Penyakit jantung rematik akut sering menghasilkan pancarditis ditandai dengan
endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis dinyatakan sebagai insufisiensi katup.
Katup mitral yang paling sering dan sangat mempengaruhi (65-70% dari pasien), dan katup aorta
kedua frekuensi (25%). Para katup trikuspid mengalami deformasi hanya 10% dari pasien dan
hampir selalu dikaitkan dengan mitral dan aorta lesi. Katup paru-paru jarang terpengaruh.
Insufisiensi katup berat selama fase akut dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan bahkan
kematian (1% pasien). Apakah disfungsi miokard selama demam rematik akut terutama
berhubungan dengan miokarditis atau sekunder untuk gagal jantung kongestif dari insufisiensi
katup parah tidak diketahui. Perikarditis, jika ada, jarang mempengaruhi fungsi jantung atau hasil
dalam constrictive perikarditis.
Manifestasi kronis akibat sisa dan progresif deformitas katup terjadi pada 9-39% dari orang
dewasa dengan penyakit jantung rematik sebelumnya. Fusion dari aparat mengakibatkan katup
stenosis atau kombinasi dari stenosis dan insufisiensi berkembang 2-10 tahun setelah sebuah
episode demam rematik akut, dan episode berulang progresif dapat menyebabkan kerusakan pada
katup. Fusion terjadi pada tingkat commissures katup, katup, chordal lampiran, atau kombinasi dari
semuanya. Penyakit jantung rematik bertanggung jawab atas 99% dari stenosis katup mitral pada
orang dewasa di Amerika Serikat. Associated atrial fibrilasi atau pembentukan trombus atrium kiri
kronis katup mitral pembesaran atrium keterlibatan dan dapat diamati.
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 6
Komplikasi
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya
sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk
pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya
karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan
kedua
faktor
tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan
obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang
paling penting mengobati penyakit primer.
2. Perikarditis :Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi
radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
3. Gagal Jantung
4. Pankarditis :Infeksi peradangan diseluruh bagian jantung
5. Pneumonitis reumatik:Infeksi paru
6. Emboli atau sumbatan pada paru
7. Kelainan katup jantung
8. Infark :Kematian sel jantung
Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Antibiotik
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya
infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas adalah
pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin
secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat
tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin.
Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin. Penisilin
VK (Beepen-VK, Betapen-VK, Pen-Vee K)
DOC untuk pengobatan faringitis streptokokus grup A. Menghambat biosintesis
dinding sel mucopeptide. Bakterisida terhadap organisme yang sensitif ketika mencapai
konsentrasi yang memadai, dan paling efektif selama tahap perkalian aktif. Konsentrasi
yang tidak memadai hanya dapat menghasilkan efek bakteriostatik. Probenecid dapat
meningkatkan efektifitas dengan menurunkan clearance; tetrasiklin adalah bakteriostatik,
menyebabkan penurunan efektivitas penisilin bila diberikan bersamaan Penisilin,
benzathine (Bicillin LA) dan procaine (Wycillin)
Digunakan
saat
administrasi
PO
penisilin
tidak
layak
atau
diandalkan.
Page 7
menyebabkan
RNA-dependent
sintesis
protein
untuk
menangkap.
lovastatin
dan
simvastatin,
meningkatkan
risiko
rhabdomyolysis.
Page 8
sindroma Reye, jangan gunakan pada anak-anak (<16 y) dengan flu. D dalam kategori
kehamilan trimester ketiga; risiko mabuk dan keracunan salisilat; menonton untuk
hiperventilasi dengan fase ekspirasi berkepanjangan dengan alkalosis respiratorik dan
asidosis metabolik; risiko tinitus, disfungsi hepatik, GI ketidaknyamanan, dan ulserasi;
dikonsumsi selama kehamilan meningkatkan risiko hipertensi pulmonal pada neonates.
Prednisone (Deltasone, Orasone) Dapat menurunkan peradangan dengan membalik
peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN. Jika sedang sampai
parah carditis ditandai oleh cardiomegaly, gagal jantung kongestif, atau ketiga blok
jantung derajat, 2 mg / kg / d PO harus digunakan sebagai tambahan, atau sebagai
pengganti dari, salisilat terapi. Prednisone harus dilanjutkan selama 2-4 wk, tergantung
pada tingkat keparahan carditis, dan runcing selama minggu terakhir terapi. Efek yang
merugikan dapat diminimalkan dengan menghentikan terapi prednison setelah 2 wk dan
menambahkan atau mempertahankan salisilat untuk tambahan 2-4 wk. Coadministration
dengan prednison estrogen dapat menurunkan clearance; bersamaan digunakan dengan
digoksin dapat menyebabkan toksisitas digitalis sekunder dengan hipokalemia;
fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan metabolisme Glukokortikoid
(pertimbangkan
untuk
meningkatkan
dosis
pemeliharaan);
memonitor
dari
Page 9
2. Pencegahan
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung rematik sangat mungkin terjadi dengan
adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik
adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang
infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus). Ada beberapa faktor yang dapat
mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti
kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang
kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca
juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam
rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk
menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit
Jantung Rematik.
Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanakkanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan
kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 10
ASUHAN KEPERAWATAN
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses
keperawatan. Proses keperawatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek
keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat
komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi
dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Pengkajian
1. Anamnesa
Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untutk membuat
rencana asuahan keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan
sangat individual (sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status klien,
perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang
dikumpulkan.
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang: nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
DR sering terjadi antara umur 5 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2
tahun.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya didapatkan keluhan demam atau athirtis pada penderita yang 2/3
minggu sebelumnya terkena infeksi streptococcus B Hemolitikus.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kejadian yang memicu kondisi saat ini. Misalnya adanya gejala sisa dari
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 11
Data objektik
b. Sirkulasi
Data subyektif
Data objektik
Data objektif
d. Higine
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang
lain
e. Neurosensori
Data subjektif
Data objektif
: pembengkakan sendi
f. Kenyamanan
Fase akut dari nyeri, terasa nyeri kronis dan kekakuan
Pengkajian Fisik (ROS)
Breath (B1)
Ronchi, rales, tachipnea
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 12
Blood (B2)
Akral dingin, peningkatan denyut jantung, Tekanan darah menurun, takikardi
Brain (B3)
Pusing, Hipoksia
Bladder (B4)
Oliguri
Bowel (B5)
Anoreksia, muntah, diare, nyeri saat menelan
Bone (B6)
Tanda gerakan involunter, ireguler, kelmahan otot, Bercak kemerahan, nodula
subkutan sekitar tulang, Peradangan membran sinovial,
3. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tenggorokan: ditenggorokan temuan grup A beta hemolytic Streptococcus biasanya
negatif pada saat gejala demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upayaupaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik
untuk mengkonfirmasikan diagnosis faringitis streptokokus dan memungkinkan
mengetik organisme terisolasi jika berhasil.
2. Tes deteksi antigen cepat: Tes ini memungkinkan deteksi cepat grup A streptokokus
antigen dan memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi
antibiotik sedangkan pasien masih di kantor dokter. Karena tes deteksi antigen cepat
memiliki spesifisitas yang lebih besar dari 95% tetapi hanya sensitivitas 60-90%,
budaya tenggorokan harus diperoleh dalam kaitannya dengan tes ini.
3. Antistreptococcal
antibodi:
fitur
klinis
demam
rematik
pada
waktu
mulai
selular
grup
streptokokus
antigen
polisakarida
meliputi
Page 13
DNAse B memiliki kepekaan yang sedikit lebih tinggi (90%) untuk mendeteksi
demam rematik atau glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering demam
rematik abnormal pada pasien dengan tingkat normal Titer ASO dan mungkin
meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama daripada ditinggikan ASO titers
selama demam rematik.
4. Fase akut reaktan: The C-reaktif protein dan tingkat sedimentasi eritrosit yang
meningkat pada demam rematik karena sifat peradangan penyakit. Kedua tes memiliki
sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka mungkin
dapat digunakan untuk memantau penyelesaian peradangan, mendeteksi kambuh ketika
menyapih aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
5. Heart reaktif antibodi: Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.
6. Uji deteksi cepat D8/17: immunofluorescence ini teknik untuk mengidentifikasi sel B
penanda D8/17 adalah positif dalam 90% pasien dengan demam rematik. Mungkin
berguna untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko terkena demam rematik.
7. Rontgen: Cardiomegaly, paru kemacetan, dan temuan-temuan lain yang konsisten
dengan gagal jantung dapat dilihat pada dada radiography. Bila pasien mengalami
demam dan gangguan pernapasan, dada radiography membantu membedakan gagal
jantung dari rematik radang paru-paru.
8. Doppler-ekokardiogram: Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-ekokardiografi
katup quantitates mengidentifikasi dan kekurangan dan disfungsi ventrikel. Studi di
Kamboja dan Mozambik menunjukkan peningkatan 10 kali lipat dalam prevalensi
penyakit jantung rematik ketika echocardiography digunakan untuk skrining klinis
dibandingkan dengan ketat temuan klinis.
a. Dengan ringan carditis, bukti Doppler regurgitasi mitral dapat hadir selama fase akut
penyakit tetapi resolve dalam minggu ke bulan. Sebaliknya, pasien dengan moderat
hingga berat telah gigih carditis mitral dan / atau regurgitasi aorta.
b. Yang paling penting fitur echocardiographic regurgitasi mitral akut rematik
valvulitis adalah dilatasi annulus, elongasi dari korda ke anterior selebaran, dan
diarahkan posterolateral jet regurgitasi mitral.
c. Selama demam rematik akut, ventrikel kiri membesar sering berkaitan dengan
normal atau meningkat fraksional mentega. Dengan demikian, beberapa kardiolog
percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), daripada disfungsi miokard
(dari miokarditis), merupakan penyebab dominan gagal jantung pada demam rematik
akut.
d. Dalam penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu
untuk intervensi bedah. Selebaran yang terkena menjadi diffusely katup menebal,
dengan fusi dari commissures dan korda tendinea. Peningkatan echodensity dari
katup mitral dapat menunjukkan kalsifikasi.
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 14
9. Kateterisasi jantung: Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak
ditunjukkan. Penyakit kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi
mitral dan penyakit katup aorta dan katup mitral stenotic balon.
a. Postcatheterization tindakan pencegahan termasuk perdarahan, nyeri, mual dan
muntah, dan penyumbatan arteri atau vena dari trombosis atau kejang-kejang.
b. Komplikasi mungkin termasuk insufisiensi mitral setelah balon pelebaran katup
mitral, tachyarrhythmias, bradyarrhythmias, dan oklusi vaskular.
10. On EKG, sinus takikardia akut yang paling sering menyertai penyakit jantung rematik.
Alternatifnya, sebagian anak-anak mengembangkan Bradycardia sinus dari peningkatan
kekuatan vagal. Tidak ada korelasi antara Bradycardia dan tingkat keparahan carditis
dicatat.
a. Atrioventrikular tingkat pertama (AV) blok (perpanjangan interval PR) yang diamati
pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin
berkaitan dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan nodus AV atau
vaskulitis melibatkan AV nodal arteri. AV tingkat pertama blok adalah menemukan
spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit jantung
rematik. Kehadirannya tidak berhubungan dengan perkembangan penyakit jantung
rematik kronis.
b. Kedua-derajat (berselang) dan ketiga-derajat (lengkap) AV blok dengan progresi
untuk berhenti ventrikel telah dideskripsikan. Blok jantung dalam penetapan demam
rematik Namun, biasanya menyelesaikan dengan seluruh proses penyakit.
c. Ketika demam rematik akut berhubungan dengan perikarditis, elevasi segmen ST
dapat hadir dan ditandai paling dalam memimpin II, III, aVF, dan V 4-V 6.
d. Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat mengembangkan bergetar atrium,
takikardia atrium multifokal, atau atrial fibrilasi kronis penyakit katup mitral dan
pembesaran atrium.
Analisa Data
Ny. K usia 42 tahun. Dengan keluhan utama sesak nafas. Didiagnosis medis adalah jantung
rematik. Klien datang rujuan dari klinik swasta di rumah sakit terdekat dengan keluhan sesak nafas
sejak 3 hari yang lalu.
), mual (+), muntah (-), sakit menelan (+), batuk sedikit, pilek (-). Klien mengatakn riwayat sesak
sejak 10 tahun yang lalu dan sudah pernah dirawat dengan keluhan yang sama 3 tahun yang lalu,
riwayat batuk hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu. DM disangkal. Saat pengkajian, kleuhan sesak
masih ada, nyeri dada (-), pusing (+), mual muntah (-), klien mengeluh badan terasa lemas, kaki
terasa kemeng.Seluruh kebutuhan ADL dibantu, TD: 150/100; N: 68; RR: 24; murmur di seluruh
lapang jantung; gambaran rontgen: ada effusi pleura kanan, kardiomegali (+); gambaran ECG:
PCO2: 26,2 mmHg; PH: 7,426; alkalosis metabolik. Murmur di seluruh lapang jantung. Klien dan
keluarga banyak bertanya mengenai pengobatan dan perawatan yang diberikan; klien dan keluarga
mengatakan sudah diberi informasi oleh petugas ruangan tetapi belum mengerti, klien gelisah, tidur
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 15
sering terbangun.
Data
Etiologi
Patofisiologi
Masalah
Adanya
Penurunan
gangguan
cardiac
pada
output.
pembukaan
pada katup
kiri
nafas,
cepat
lelah,
mitral
jantung,
gambaran
seluruhnya ke ventrikel,
rontgen:
ditemukan
adanya
pembesaran
7,426;
PCO2:
S: Klien mengatakn
Penurunan
Mitral stenosis
perfusi
sirkulasi
Gangguan
jaringan.
68;
alkalosis
RR:
24;
metabolik,
kardiomegali
(+),
(+),
Cepat lelah, akral dingin,
lemah.
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 16
S: Klien mengatakan
Penurunan
curah
jantung.
Intolerans
aktifitas.
berubah posisi.
Suplay ke ekstremitas turun
O: Pemenuhan kebutuhan
klien dibantu (makan,
mandi,
elelminasi,
berpakaian),
TD:
37,50C;
S:
alkalosis
metabolik,
kardiomegali
(++),
lemah
(++),
Intolerans terhadap aktifitas
S: Klien mengatakan
Penurunan
venous
return.
Mitral stenosis
Resiko
kelebihan
Backward failure
cairan
(perifer).
Penumpukan pengisisan di LA
lapang
LAEDP
gambaran
ada
effusi
pleura kanan.
Penumpukan cairan di RV dan
RA
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 17
Perpindahan
pertukaran
cairan ke
dalam area
interstitial/al
reseptor/baroreseptor)
gas.
veoli.
kemeng.
O:
Kerusakan
Seluruh
ADL
kebutuhan
dibantu,
TD:
meningkat
Organ paru
jantung;
kardiomegali (+);PH:
7,426;
PCO2:
mmHg;
pulmonalis kongesti
26,2
alkalosis
Timbul oedem gangguan
metabolik.
fungsi alveoli.
S: Klien dan keluarga
Misinterpreta
Ansietas.
si informasi
Misinterpretasi informasi
mengenai
regimen
dan perawatan
keluarga mengatakan
pengobatan
dan
perawatan.
Ketidakmampuan mengenal
masalah pengobatan dan
perawatan penyakit
Klien
memegangi
sering
menanyakan
kesembuhannya;
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin timbul
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner; refleks spasme otot pada dinding perut.
2. Koping individu tidak efektif b/d krisis situasional; sistem pendukung tidak adekuat;
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 18
membran
kapiler-alveolus
(perpindahan
cairan
ke
dalam
area
interstitial/alveoli).
7. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
8. Ansietas b/d ancaman kehilangan/kematian; krisis situasional; ancaman terhadap konsep
diri (citra diri).
9. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.
10. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral.
11. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d iritasi mukos
lambung, mual dan muntah; anoreksia.
12. Resiko gangguan eleminasi alvi b/d penurunan peristaltik usus; absorpsi cairan berlebih
pada saluran cerna.
13. Resiko gangguan integritas kulit b/d penekanan pada sirkulasi perifer (stasis vena);
immobilisasi.
14. Gangguan eleminasi urine b/d penurunan perfusi glomerulus; penurunan kardiak output.
15. Resiko kurang volume cairan tubuh b/d penurunan kardiak output; penurunan filtrasi
glomerulus.
16. Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada persendian, kelemahan otot,
penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan).
17. Resiko trauma b/d penurunan kesadaran; penurunan psikomotorik.
18. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan fisik.
Diagnosa yang akan dibahas
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.
3. Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada persendian, kelemahan
otot, penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan).
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 19
4. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam
area interstitial/jaringan).
5. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d penumpukan volume cairan berlebih pada pleura;
perubahan
membran
kapiler-alveolus
(perpindahan
cairan
ke
dalam
area
interstitial/alveoli).
Intervensi
Diagnosa I: Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan
katup mitral.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah jantung
dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal
jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 20
Mengetahui
adanya
perubahan
irama jantung.
Kaji
perubahan
warna
kulit
Pucat
menunjukkan
adanya
terjadi
sebagai
akibat
ventrikel.
jam.
kondisi
jantung dengan
menahan
psikologis
efisiensi
kontraksi
Stres
emosi
menghasilkan
Diagnosa II: Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral
teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem,
bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 21
serebral
secara
langsung
dipengaruhi
oleh
elektrolit/variasi
sistemik.
oleh
penurunan
curah
jantung
adanya
trombosis
vena
dalam.
edema.
Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Menurunkan
Pantau pernafasan.
stasis
vena,
jantung
mencetuskan
Kaji fungsi GI, catat anoreksia,
penurunan
bising
usus,
Namun
gagal
distres
dispnea
menunjukkan
dapat
pernafasan.
tiba-tiba/berlanjut
komplikasi
tromboemboli paru.
Penurunan aliran darah ke mesentri
konstipasi.
Pantau masukan dan perubahan
keluaran urine.
Penurunan
menerus
pemasukan/mual
dapat
terus-
mengakibatkan
Diagnosa III: Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada
persendian, kelemahan otot, penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dan kebutuhan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas
sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Rencana intervensi dan rasional:
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 22
Intervensi
Rasional
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 23
Kaji
toleransi
terhadap Parameter
pasien
menunjukkan
pasien
respon
fisiologis
aktifitas
dan
terhadap
indikator
stres
derajat
kelemahan,
berkeringat,
dasar
hemodinamik,
nyeri/respon
berikan
aktifitas
oksigen
menurunkan
resiko
komplikasi.
perhatian
nadi,
pada
tenang
bersifat
terapeutik.
contoh:
kelemahan/kelelahan,
stabil/frek
yang
TD
peningaktan
aktifitas
dan
perawatan diri.
Dorong
memajukan
mandi,
berpakaian,
bertahap
peningkatan
tiba-tiba
pada
kerja
jantung.
Teknik
eleminasi).
mencegah
penghematan
energi
pasien
menghindari
tekanan
abdomen,
dan
valsava)
menunduk
dapat
bradikardia,
Jelaskan pola peningkatan bertahap
dari aktifitas, contoh: posisi duduk
jantung,
(manuver
mengakibatkan
menurunkan
takikardia
curah
dengan
peningaktan TD.
yang maju
kontrol
jantung,
regangan
dan
memberikan
meningaktkan
mencegah
www.saktyairlangga.wordpress.com
berlebihan.
aktifitas
Page 24
Diagnosa IV: Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan
pada kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan
retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan
tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat
diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi
Auskultasi
bunyi
Rasional
nafas
adanya krekels.
adanya
gagal
jantung
masukan/keluaran,
penurunan
pengeluaran,
catat Penurunan
curah
jantung
sifat
gangguan
perfusi
mengakibatkan
ginjal,
retensi
cairan.
penurunan
cairan/Na,
dan
keluaran
urine.
pemasukan
orang dewasa
toleransi kardiovaskuler.
pembatasan
tetapi
memerlukan
pada
adanya
dekompensasi jantung.
Na meningkatkan retensi cairan dan
Berikan diet rendah natrium/garam.
harus dibatasi.
Mungkin perlu untuk memperbaiki
kelebihan cairan.
Rasional
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 25
Auskultasi
bunyi
nafas,
catat
krekels, mengii.
Anjurkan
pasien
batuk
efektif,
intervensi lanjut.
Membersihkan
nafas dalam.
Dorong perubahan posisi sering.
jalan
nafas
dan
Pertahankan
posisi
semifowler,
Menurunkan
GDA
(kolaborasi
pneumonia.
tim
medis), nadioksimetri.
Berikan oksigen tambahan sesuai
komsumsi
oksigen/kebutuhan
meningkatkan
dan
ekspansi
paru
maksimal.
Hipoksemia dapat menjadi berat
indikasi.
yang
dapat
memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
Menurunkan
kongesti
alveolar,
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 26
DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi
3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Nelson.1993. Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12.EGC: Jakarta.
Sunoto Pratanu.1990. Penyakit Jantung Remati. Makalah Tidak dipublikasikan: Surabaya
Sylvia A. Price .1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4. EGC: Jakarta.
Wong and Whaleys .1996. Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition.Mosby-Year Book:
St.Louis, Missou
www.emedicine.medscape.com
www.saktyairlangga.wordpress.com
Page 27