Vous êtes sur la page 1sur 27

PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN

KUMPULAN ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep Penyakit
Jantung Rematik)

2012

WWW.SAKTYAIRLANGGA.WORDPRESS.COM
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 1

Definisi

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease
(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya
gejala sisa dari Demam Rematik (DR). Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang
dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus
beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.
Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringanjaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993). Mitral stenosis adalah penyakit jantung
yang ditandai adanya kerusakan pada katup jantung sebagai akibat infeksi streptococcus beta
hemolitik grup A (Pratanu Sunoto, 1990).
Penyakit jantung rematik adalah komplikasi yang paling serius dari demam rematik. Demam
rematik akut berikut 0,3% dari kasus kelompok A streptokokus beta-hemolitik faringitis pada anakanakSebanyak 39% dari pasien dengan demam rematik akut dapat mengembangkan berbagai
tingkat terkait pancarditis dengan insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan
kematian. Dengan penyakit jantung rematik kronis, pasien menderita stenosis katup dengan
berbagai derajat regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung
rematik kronis tetap menjadi penyebab utama stenosis katup mitral dan katup penggantian pada
orang dewasa di Amerika Serikat. (www.emedicine.medscape.com)
Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang
cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini
jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.

Etiologi
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka
sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman
Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik
dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui
sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau
menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 2

Faktor-faktor Predisposisi yang mempengaruhi pada timbulnya demam reumatik dan


penyakit jantung rematik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
Faktor Individu
1. Faktor Genetik
Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga
maupun pada anak-anak kembar. Karenanya diduga variasi genetik merupakan alasan
penting mengapa hanya sebagian pasien yang terkena infeksi Streptococcus menderita
demam reumatik, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.

2. Jenis Kelamin
Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan wanita.
Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis
kelamin, misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.
Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan
jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan
pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
3. Golongan etnik dan ras
Belum bisa dipastikan dengan jelas karena mungkin berbagai faktor lingkungan yang
berbeda pada golongan etnik dan ras tertentu ikut berperan atau bahkan merupakan sebab
yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di negaranegara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit
jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik
yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3 tahun
setelah serangan pertama.
4. Umur
Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum umur 3
tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
Streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah
diketahui

bahwa

penderita

sickle

cell

anemia

jarang

yang

menderita

demam

reumatik/penyakit jantung reumatik.


6. Reaksi Autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptococcus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 3

Faktor-faktor lingkungan
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi
untuk terjadinya demam reumatik. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang sakit sangat kurang,
pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
2. Iklim dan geografi
Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir
ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi
daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens lebih tinggi
daripada di dataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran
nafas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

Manifestasi Klinis
Ada dua macam manifestasi yaitu pertama membuktikan adanya infeksi sterptococcus yang
baru dan kedua membuktikan proses inflamasi. Penderita demam rematik 80% mempunyai ASTO
positif. Walaupun ASTO yang meninggi dapat mendukung kemungkinan demam rematik akan
tetapi kenaikan ASTO saja belum membuktikan demam rematik. Tingginya kadar antibodi
streptococcus bukan merupakan ukuran beratnya demam rematik, bukan pula merupakan ukuran
beratnya aktivitas. Jika demam rematik telah didiagnosis, tak ada gunanya mengulangi pemeriksaan
ASTO. Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran laju endap darah dan Creactive protein. Selain itu dapat juga digunakan sebagai ukuran beratnya proses. C-reactive protein
lebih menentukan karena jelas negative pada orang sehat.
Laju endap darah mempunyai variasi lebar antara normal dan abnormal dan dapat meninggi
sampai jauh diatas 100mm. Leukositasis umumnya sedang dan nonspesifik.
Tabel kriteria Jones terhadap diagnosa demam rematik:
MANIFESTASI MAYOR

MANIFESTASI MINOR

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 4

berfungsinya

Demam

katup mitral dan aorta, pulse

Althralgia

meningkat waktu istirahat dan

Demam rematik atau penyakit

Cardistis

(tidak

tidur).

jantung rematik

LED meningkat

bengkak pada persendian).

C-reative protein (CRP) ++

Erytema marginatum (kemerahan

Antistretolysin O meningkat

pada batang tubuh dan telapak

Anemia

tangan)

Leukositosis.

Nodula subcutaneous (terdapat

Perubahan rekaman ECG (PR

Polyarthritis

pada

(panas,

permukaan

merah,

ekstensor

memanjang, interval QT).

persendian).

Khorea

(kelainan

neurologis

akibat perubahan vaskular SSP)


Dengan adanya riwayat infeksi stretococcus.

Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya
proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic
streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap
antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama
maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma
myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat
DR dan jaringan myocard yang rusak.
Demam rematik berkembang pada anak-anak dan remaja faringitis berikut dengan grup A
Streptococcus beta-hemolitik (yaitu, Streptococcus pyogenes). Organisme melekat pada sel epitel
saluran pernapasan bagian atas dan menghasilkan baterai enzim yang memungkinkan mereka untuk
merusak dan menyerang jaringan manusia. Setelah masa inkubasi 2-4 hari, yang menyerang
organisme memperoleh respons peradangan akut 3-5 hari dengan sakit tenggorokan, demam,
malaise, sakit kepala, dan sebuah peningkatan Leukocyte hitungan.
Dalam 0,3-3% dari kasus, infeksi menyebabkan demam rematik beberapa minggu setelah
sakit tenggorokan telah diselesaikan. Hanya infeksi pada faring memulai atau mengaktifkan
kembali demam rematik. Organisme menyebar melalui kontak langsung dengan lisan atau cairan
pernapasan, dan menyebar ditingkatkan oleh kondisi hidup yang penuh sesak. Pasien tetap
terinfeksi selama beberapa minggu setelah resolusi gejala faringitis dan dapat berfungsi sebagai
reservoir untuk menjangkitkan kepada orang lain. Pengobatan penisilin yang lebih pendek jalannya
klinis faringitis streptokokus dan, yang lebih penting, mencegah sequelae utama.
Grup A Streptococcus adalah Bakteri kokus gram positif yang sering colonizes kulit dan
oropharynx. Organisme ini dapat menyebabkan penyakit suppurative, seperti faringitis, impetigo,
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 5

selulitis, myositis, radang paru-paru, dan puerperal sepsis. Hal ini juga dapat berhubungan dengan
nonsuppurative penyakit, seperti demam rematik dan glomerulonefritis akut poststreptococcal. Grup
A streptokokus rumit streptolysins racun yang cytolytic S dan O. Dari jumlah tersebut, terusmenerus streptolysin O menginduksi antibodi tinggi yang menyediakan titers penanda yang berguna
grup A streptokokus nonsuppurative infeksi dan komplikasi. Beberapa di antara berbagai antigen
somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup
lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang
streptococcal terutama Ig G dan A.
Grup A Streptococcus, seperti telah teridentifikasi menggunakan Lancefield klasifikasi,
memiliki karbohidrat antigen grup A di dinding sel yang terdiri dari polimer yang bercabang Lrhamnose dan N-asetil-D-glukosamin dalam rasio 2:1. Grup A streptokokus dapat subserotyped
oleh permukaan protein pada dinding sel organisme. Kehadiran protein M yang paling penting
adalah faktor virulensi grup A streptokokus infeksi pada manusia. Lebih dari 90 serotipe M telah
diidentifikasi, beberapa di antaranya memiliki antigen terminal lama domain (epitopes) mirip
dengan antigen dalam berbagai komponen dari hati manusia. Strain Rheumatogenic berlendir sering
dikemas dalam M strain kaya protein dan resisten terhadap fagositosis. Strain ini sangat
imunogenik, dan M-mengikat antibodi dan sel T melawan infeksi streptokokus dapat salib bereaksi
dengan jaringan jantung. Antigen streptokokus yang secara struktural mirip dengan yang di jantung
termasuk bakteri hyaluronate dalam kapsul, dinding sel polisakarida (mirip dengan glikoprotein di
katup jantung), dan membran antigen yang berbagi epitopes dengan sarcolemma dan otot polos.
Penyakit jantung rematik akut sering menghasilkan pancarditis ditandai dengan
endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis dinyatakan sebagai insufisiensi katup.
Katup mitral yang paling sering dan sangat mempengaruhi (65-70% dari pasien), dan katup aorta
kedua frekuensi (25%). Para katup trikuspid mengalami deformasi hanya 10% dari pasien dan
hampir selalu dikaitkan dengan mitral dan aorta lesi. Katup paru-paru jarang terpengaruh.
Insufisiensi katup berat selama fase akut dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan bahkan
kematian (1% pasien). Apakah disfungsi miokard selama demam rematik akut terutama
berhubungan dengan miokarditis atau sekunder untuk gagal jantung kongestif dari insufisiensi
katup parah tidak diketahui. Perikarditis, jika ada, jarang mempengaruhi fungsi jantung atau hasil
dalam constrictive perikarditis.
Manifestasi kronis akibat sisa dan progresif deformitas katup terjadi pada 9-39% dari orang
dewasa dengan penyakit jantung rematik sebelumnya. Fusion dari aparat mengakibatkan katup
stenosis atau kombinasi dari stenosis dan insufisiensi berkembang 2-10 tahun setelah sebuah
episode demam rematik akut, dan episode berulang progresif dapat menyebabkan kerusakan pada
katup. Fusion terjadi pada tingkat commissures katup, katup, chordal lampiran, atau kombinasi dari
semuanya. Penyakit jantung rematik bertanggung jawab atas 99% dari stenosis katup mitral pada
orang dewasa di Amerika Serikat. Associated atrial fibrilasi atau pembentukan trombus atrium kiri
kronis katup mitral pembesaran atrium keterlibatan dan dapat diamati.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 6

Komplikasi
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya
sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk
pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya
karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan

kedua

faktor

tersebut.

Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan
obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang
paling penting mengobati penyakit primer.
2. Perikarditis :Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi
radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
3. Gagal Jantung
4. Pankarditis :Infeksi peradangan diseluruh bagian jantung
5. Pneumonitis reumatik:Infeksi paru
6. Emboli atau sumbatan pada paru
7. Kelainan katup jantung
8. Infark :Kematian sel jantung

Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Antibiotik
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya
infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas adalah
pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin
secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat
tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin.
Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin. Penisilin
VK (Beepen-VK, Betapen-VK, Pen-Vee K)
DOC untuk pengobatan faringitis streptokokus grup A. Menghambat biosintesis
dinding sel mucopeptide. Bakterisida terhadap organisme yang sensitif ketika mencapai
konsentrasi yang memadai, dan paling efektif selama tahap perkalian aktif. Konsentrasi
yang tidak memadai hanya dapat menghasilkan efek bakteriostatik. Probenecid dapat
meningkatkan efektifitas dengan menurunkan clearance; tetrasiklin adalah bakteriostatik,
menyebabkan penurunan efektivitas penisilin bila diberikan bersamaan Penisilin,
benzathine (Bicillin LA) dan procaine (Wycillin)
Digunakan

saat

administrasi

PO

penisilin

tidak

layak

atau

diandalkan.

Ketidaknyamanan injeksi IM dapat diminimalkan jika penisilin G adalah dibawa ke suhu


ruangan sebelum injeksi atau jika kombinasi penisilin benzatin G dan procaine penisilin
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 7

G (Bicillin CR) digunakan. Awal diberikan antibiotik untuk membasmi infeksi


streptokokus juga berfungsi sebagai kursus pertama profilaksis. Penisilin benzatin G IM
q4wk direkomendasikan untuk pencegahan sekunder bagi sebagian besar Amerika
Serikat pasien. Dosis yang sama harus digunakan di daerah-daerah di mana q3wk
demam rematik adalah endemik, pada pasien dengan residu carditis, dan pada pasien
dengan risiko tinggi. Meningkatkan risiko pendarahan ketika diberikan bersamaan
dengan warfarin; ethacrynic asam, aspirin, indometasin, dan furosemide dapat bersaing
dengan penisilin G untuk sekresi tubulus ginjal meningkatkan konsentrasi serum
penisilin
Digunakan untuk mengobati pasien alergi terhadap penisilin. Menghambat
pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat disosiasi peptidil tRNA dari
ribosom

menyebabkan

RNA-dependent

sintesis

protein

untuk

menangkap.

Coadministration dapat meningkatkan toksisitas teofilin, digoksin, carbamazepine, dan


siklosforin; mungkin mungkin terjadi efek antikoagulan warfarin; coadministration
dengan

lovastatin

dan

simvastatin,

meningkatkan

risiko

rhabdomyolysis.

Didokumentasikan hipersensitivitas; hepatik kerusakan. Hati-hati dalam penyakit hati;


estolate perumusan cholestatic dapat menyebabkan penyakit kuning; GI efek samping
yang umum (memberi dosis pc); menghentikan penggunaan jika mual, muntah, malaise,
perut kolik, atau demam terjadi.
b. Analgetik
Aspirin sebagai analgetik dan antiinfluenza. Antasida dan pengukuran kadar salisilat
secara periodik untuk mencegah iritasi lambung akibat pemberian aspirin. Kortison
untuk peradangan persendian berat.
Anti-inflammatory agents
Manifestasi demam rematik akut (termasuk carditis) biasanya menanggapi dengan
cepat terhadap terapi anti-inflammatory agents. Aspirin, anti-peradangan dosis, adalah
obat pilihan. Prednisone ditambahkan ketika bukti carditis memburuk dan gagal jantung
dicatat.
Aspirin (anacin, Ascriptin, Bayer Aspirin)
Juga disebut asam acetylsalicylic. Menghambat sintesis prostaglandin, yang mencegah
pembentukan agregasi platelet tromboksan-A2. Dimulai segera setelah diagnosis demam
rematik telah dibuat. Inisiasi terapi mungkin topeng manifestasi dari penyakit. Efek
dapat menurunkan dengan antasid dan kencing alkalinizers; kortikosteroid menurunkan
kadar salisilat serum; hypoprothrombinemic aditif efek dan peningkatan waktu
perdarahan mungkin terjadi dengan coadministration dari antikoagulan; mungkin
menentang efek uricosuric probenecid dan meningkatkan toksisitas fenitoin dan asam
valproic; dosis> 2 g /d mungkin mungkin terjadi efek penurunan glukosa sulfonylurea
obat. Didokumentasikan hipersensitivitas; kerusakan hati, hypoprothrombinemia,
kekurangan vitamin K, kelainan perdarahan, asma; karena hubungan aspirin dengan
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 8

sindroma Reye, jangan gunakan pada anak-anak (<16 y) dengan flu. D dalam kategori
kehamilan trimester ketiga; risiko mabuk dan keracunan salisilat; menonton untuk
hiperventilasi dengan fase ekspirasi berkepanjangan dengan alkalosis respiratorik dan
asidosis metabolik; risiko tinitus, disfungsi hepatik, GI ketidaknyamanan, dan ulserasi;
dikonsumsi selama kehamilan meningkatkan risiko hipertensi pulmonal pada neonates.
Prednisone (Deltasone, Orasone) Dapat menurunkan peradangan dengan membalik
peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN. Jika sedang sampai
parah carditis ditandai oleh cardiomegaly, gagal jantung kongestif, atau ketiga blok
jantung derajat, 2 mg / kg / d PO harus digunakan sebagai tambahan, atau sebagai
pengganti dari, salisilat terapi. Prednisone harus dilanjutkan selama 2-4 wk, tergantung
pada tingkat keparahan carditis, dan runcing selama minggu terakhir terapi. Efek yang
merugikan dapat diminimalkan dengan menghentikan terapi prednison setelah 2 wk dan
menambahkan atau mempertahankan salisilat untuk tambahan 2-4 wk. Coadministration
dengan prednison estrogen dapat menurunkan clearance; bersamaan digunakan dengan
digoksin dapat menyebabkan toksisitas digitalis sekunder dengan hipokalemia;
fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan metabolisme Glukokortikoid
(pertimbangkan

untuk

meningkatkan

dosis

pemeliharaan);

memonitor

dari

coadministration hipokalemia dengan diuretic. Didokumentasikan hipersensitivitas;


infeksi virus, penyakit ulkus peptikum, disfungsi hepatik, infeksi jaringan ikat, dan
jamur atau infeksi kulit TBC; GI ulserasi atau perdarahan. Penghentian mendadak dapat
menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema, osteonecrosis, miopati, penyakit
ulkus peptikum, hipokalemia, osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis,
penekanan pertumbuhan, dan infeksi dapat terjadi dengan penggunaan glukokortikoid
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor Agen ini ACE inhibitor
kompetitif. Mereka menurunkan tingkat angiotensin II dan dengan demikian
menurunkan sekresi aldosteron.
Enalapril (vasotec) Diindikasikan untuk aorta kronis dan atau regurgitasi mitral.
Mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang mengakibatkan peningkatan kadar renin plasma dan penurunan sekresi aldosteron.
Membantu mengendalikan tekanan darah dan proteinuria. Turun paru-ke-sistemik rasio
aliran di laboratorium kateterisasi dan meningkatkan aliran darah sistemik pada pasien
dengan relatif rendah resistensi vaskular paru-paru. Apakah efek klinis menguntungkan
bila diberikan selama jangka waktu lama. Membantu mencegah hilangnya kalium di
tubulus distal. Tubuh melestarikan kalium; demikian, kurang lisan suplemen kalium
diperlukan. Tujuannya adalah untuk menurunkan afterload ventrikel kiri (dengan
mengurangi tekanan darah sistemik dan vasodilatasi perifer).
c. Mencukupi kebutuhan istirahat
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan
terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung,
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 9

endokarditis bakteri atau trombo-emboli.


d. Mencukupi kebutuhan Nutrisi
Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
e. Terapi
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi.
Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk
mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau
intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta
memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

2. Pencegahan
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung rematik sangat mungkin terjadi dengan
adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik
adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang
infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus). Ada beberapa faktor yang dapat
mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti
kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang
kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca
juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam
rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk
menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit
Jantung Rematik.

Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanakkanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan
kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 10

ASUHAN KEPERAWATAN

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses
keperawatan. Proses keperawatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek
keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat
komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi
dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

Pengkajian
1. Anamnesa
Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untutk membuat
rencana asuahan keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan
sangat individual (sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status klien,
perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang
dikumpulkan.
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang: nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
DR sering terjadi antara umur 5 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2
tahun.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya didapatkan keluhan demam atau athirtis pada penderita yang 2/3
minggu sebelumnya terkena infeksi streptococcus B Hemolitikus.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kejadian yang memicu kondisi saat ini. Misalnya adanya gejala sisa dari
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 11

demam rematik. Adanya radang tenggorokan.


d.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit yang pernah dialami misalnya demam rematik, prnah mengalami operasi
jantung atau tidak.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya dalam keluarga terdapat penyakit demam rematik. Perlu ditanyakan apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
jantung rematik adalah penyakit infeksi tertentu dengan adanya infeksi dari bakteri
streptococus A beta hemolyticus.

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan
buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang
kurang baik.
2. Pengkajian data dasar
a. Aktivitas istirahat
Data subyektif

: Keletihan, nyeri sendi karena gerakan tubuh, nyeri tekan,


memperburuk dengan stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari.

Data objektik

: malaise, keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kelainan pada sendi

b. Sirkulasi
Data subyektif

: Mempunyai riwayat demam rematik, keturunan penyakit jantung,


pernah operasi jantung; sering berdebar

Data objektik

: Tekanan darah menurun, takikardi, jantung berdetak cepat

c. Makanan dan cairan


Data subjektif

: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah

Data objektif

: penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa

d. Higine
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang
lain
e. Neurosensori
Data subjektif

: kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari

Data objektif

: pembengkakan sendi

f. Kenyamanan
Fase akut dari nyeri, terasa nyeri kronis dan kekakuan
Pengkajian Fisik (ROS)
Breath (B1)
Ronchi, rales, tachipnea
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 12

Blood (B2)
Akral dingin, peningkatan denyut jantung, Tekanan darah menurun, takikardi
Brain (B3)
Pusing, Hipoksia
Bladder (B4)
Oliguri
Bowel (B5)
Anoreksia, muntah, diare, nyeri saat menelan
Bone (B6)
Tanda gerakan involunter, ireguler, kelmahan otot, Bercak kemerahan, nodula
subkutan sekitar tulang, Peradangan membran sinovial,
3. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tenggorokan: ditenggorokan temuan grup A beta hemolytic Streptococcus biasanya
negatif pada saat gejala demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upayaupaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik
untuk mengkonfirmasikan diagnosis faringitis streptokokus dan memungkinkan
mengetik organisme terisolasi jika berhasil.
2. Tes deteksi antigen cepat: Tes ini memungkinkan deteksi cepat grup A streptokokus
antigen dan memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi
antibiotik sedangkan pasien masih di kantor dokter. Karena tes deteksi antigen cepat
memiliki spesifisitas yang lebih besar dari 95% tetapi hanya sensitivitas 60-90%,
budaya tenggorokan harus diperoleh dalam kaitannya dengan tes ini.
3. Antistreptococcal

antibodi:

fitur

klinis

demam

rematik

pada

waktu

mulai

antistreptococcal tingkat antibodi pada puncaknya. Dengan demikian, tes antibodi


antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasikan grup A sebelumnya infeksi
Streptococcus. Tingkat ditinggikan antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada
pasien yang hadir dengan chorea sebagai satu-satunya kriteria diagnostik. Sensitivitas
untuk infeksi baru-baru ini dapat ditingkatkan dengan melakukan tes untuk beberapa
antibodi. Antibodi titers harus diperiksa pada interval 2-minggu untuk mendeteksi titer
yang meningkat.
a. Ekstraselular yang paling umum diuji mencakup antistreptococcal antibodi
antistreptolysin O (ASO), antideoxyribonuclease (DNAse) B, antihyaluronidase,
antistreptokinase, antistreptococcal Esterase, dan anti-DNA. Tes antibodi untuk
komponen

selular

grup

streptokokus

antigen

polisakarida

meliputi

antistreptococcal, asam antiteichoic antibodi, dan anti-M protein antibodi.


b. Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen streptokokus ekstraselular meningkat
selama bulan pertama setelah terinfeksi dan kemudian dataran tinggi selama 3-6
bulan sebelum kembali ke level normal setelah 6-12 bulan. Ketika puncak Titer ASO
(2-3 wk setelah timbul demam rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85%. Antiwww.saktyairlangga.wordpress.com

Page 13

DNAse B memiliki kepekaan yang sedikit lebih tinggi (90%) untuk mendeteksi
demam rematik atau glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering demam
rematik abnormal pada pasien dengan tingkat normal Titer ASO dan mungkin
meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama daripada ditinggikan ASO titers
selama demam rematik.
4. Fase akut reaktan: The C-reaktif protein dan tingkat sedimentasi eritrosit yang
meningkat pada demam rematik karena sifat peradangan penyakit. Kedua tes memiliki
sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka mungkin
dapat digunakan untuk memantau penyelesaian peradangan, mendeteksi kambuh ketika
menyapih aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
5. Heart reaktif antibodi: Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.
6. Uji deteksi cepat D8/17: immunofluorescence ini teknik untuk mengidentifikasi sel B
penanda D8/17 adalah positif dalam 90% pasien dengan demam rematik. Mungkin
berguna untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko terkena demam rematik.
7. Rontgen: Cardiomegaly, paru kemacetan, dan temuan-temuan lain yang konsisten
dengan gagal jantung dapat dilihat pada dada radiography. Bila pasien mengalami
demam dan gangguan pernapasan, dada radiography membantu membedakan gagal
jantung dari rematik radang paru-paru.
8. Doppler-ekokardiogram: Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-ekokardiografi
katup quantitates mengidentifikasi dan kekurangan dan disfungsi ventrikel. Studi di
Kamboja dan Mozambik menunjukkan peningkatan 10 kali lipat dalam prevalensi
penyakit jantung rematik ketika echocardiography digunakan untuk skrining klinis
dibandingkan dengan ketat temuan klinis.
a. Dengan ringan carditis, bukti Doppler regurgitasi mitral dapat hadir selama fase akut
penyakit tetapi resolve dalam minggu ke bulan. Sebaliknya, pasien dengan moderat
hingga berat telah gigih carditis mitral dan / atau regurgitasi aorta.
b. Yang paling penting fitur echocardiographic regurgitasi mitral akut rematik
valvulitis adalah dilatasi annulus, elongasi dari korda ke anterior selebaran, dan
diarahkan posterolateral jet regurgitasi mitral.
c. Selama demam rematik akut, ventrikel kiri membesar sering berkaitan dengan
normal atau meningkat fraksional mentega. Dengan demikian, beberapa kardiolog
percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), daripada disfungsi miokard
(dari miokarditis), merupakan penyebab dominan gagal jantung pada demam rematik
akut.
d. Dalam penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu
untuk intervensi bedah. Selebaran yang terkena menjadi diffusely katup menebal,
dengan fusi dari commissures dan korda tendinea. Peningkatan echodensity dari
katup mitral dapat menunjukkan kalsifikasi.
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 14

9. Kateterisasi jantung: Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak
ditunjukkan. Penyakit kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi
mitral dan penyakit katup aorta dan katup mitral stenotic balon.
a. Postcatheterization tindakan pencegahan termasuk perdarahan, nyeri, mual dan
muntah, dan penyumbatan arteri atau vena dari trombosis atau kejang-kejang.
b. Komplikasi mungkin termasuk insufisiensi mitral setelah balon pelebaran katup
mitral, tachyarrhythmias, bradyarrhythmias, dan oklusi vaskular.
10. On EKG, sinus takikardia akut yang paling sering menyertai penyakit jantung rematik.
Alternatifnya, sebagian anak-anak mengembangkan Bradycardia sinus dari peningkatan
kekuatan vagal. Tidak ada korelasi antara Bradycardia dan tingkat keparahan carditis
dicatat.
a. Atrioventrikular tingkat pertama (AV) blok (perpanjangan interval PR) yang diamati
pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin
berkaitan dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan nodus AV atau
vaskulitis melibatkan AV nodal arteri. AV tingkat pertama blok adalah menemukan
spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit jantung
rematik. Kehadirannya tidak berhubungan dengan perkembangan penyakit jantung
rematik kronis.
b. Kedua-derajat (berselang) dan ketiga-derajat (lengkap) AV blok dengan progresi
untuk berhenti ventrikel telah dideskripsikan. Blok jantung dalam penetapan demam
rematik Namun, biasanya menyelesaikan dengan seluruh proses penyakit.
c. Ketika demam rematik akut berhubungan dengan perikarditis, elevasi segmen ST
dapat hadir dan ditandai paling dalam memimpin II, III, aVF, dan V 4-V 6.
d. Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat mengembangkan bergetar atrium,
takikardia atrium multifokal, atau atrial fibrilasi kronis penyakit katup mitral dan
pembesaran atrium.
Analisa Data
Ny. K usia 42 tahun. Dengan keluhan utama sesak nafas. Didiagnosis medis adalah jantung
rematik. Klien datang rujuan dari klinik swasta di rumah sakit terdekat dengan keluhan sesak nafas
sejak 3 hari yang lalu.

Sesak dirasakan terus-menerus, tidak hilang dengan istirahat, nyeri dada (-

), mual (+), muntah (-), sakit menelan (+), batuk sedikit, pilek (-). Klien mengatakn riwayat sesak
sejak 10 tahun yang lalu dan sudah pernah dirawat dengan keluhan yang sama 3 tahun yang lalu,
riwayat batuk hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu. DM disangkal. Saat pengkajian, kleuhan sesak
masih ada, nyeri dada (-), pusing (+), mual muntah (-), klien mengeluh badan terasa lemas, kaki
terasa kemeng.Seluruh kebutuhan ADL dibantu, TD: 150/100; N: 68; RR: 24; murmur di seluruh
lapang jantung; gambaran rontgen: ada effusi pleura kanan, kardiomegali (+); gambaran ECG:
PCO2: 26,2 mmHg; PH: 7,426; alkalosis metabolik. Murmur di seluruh lapang jantung. Klien dan
keluarga banyak bertanya mengenai pengobatan dan perawatan yang diberikan; klien dan keluarga
mengatakan sudah diberi informasi oleh petugas ruangan tetapi belum mengerti, klien gelisah, tidur
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 15

sering terbangun.

Data

Etiologi

Patofisiologi

Masalah

S: Klien mengeluh sesak

Adanya

Stenosis pada katup mitral

Penurunan

gangguan

cardiac

badan terasa lemah,

pada

output.

kaki terasa kesemutan.

pembukaan

Penurunan pengisian ventrikel

O: TD: 150/100, N; 68;

pada katup

kiri

nafas,

cepat

lelah,

RR: 24; S: 37,50C;

mitral

S1S2 tunggal, murmur


(+) di seluruh lapang

Darah tidak mengalir

jantung,

gambaran

seluruhnya ke ventrikel,

rontgen:

ditemukan

sebagian kembali ke atrium.

adanya

pembesaran

jantung, efusi pleura,


PH:

7,426;

PCO2:

Volume afterload menurun

26,2 mmHg; alkalosis


metabolik.
Cardiac output menurun.

S: Klien mengatakn

Penurunan

kakinya terasa kemeng,

Mitral stenosis

perfusi

sirkulasi

pusing bila berubah posisi. darah perifer.

Gangguan

Pengisian ventrikel kiri turun

jaringan.

O: TD: 150/100; S: 37,5;


N:

68;

alkalosis

RR:

24;

Cardiac output turun

metabolik,

kardiomegali

(+),

gambaran efusi pleura

Perfusi jaringan menurun

(+),
Cepat lelah, akral dingin,
lemah.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 16

S: Klien mengatakan

Penurunan

badan terasa lemah, kaki


terasa kemeng, nafas

Cardiac output menurun

curah
jantung.

terasa sesak, pusing bila

Intolerans
aktifitas.

Suplay ke pembuluh darah


perifer turun

berubah posisi.
Suplay ke ekstremitas turun

O: Pemenuhan kebutuhan
klien dibantu (makan,
mandi,

elelminasi,

berpakaian),

Metabolisme anaerob (2 ATP)


 asam laktat

TD:

150/100; N: 68: RR:


24;

37,50C;

S:

alkalosis

Perfusi jaringan menurun

metabolik,

kardiomegali

(++),

Cepat lelah, akral dingin,

gambaran efusi pleura

lemah

(++),
Intolerans terhadap aktifitas

Kebutuhan ADL dibantu.

S: Klien mengatakan

Penurunan

sesak nafas, tidak hilang

venous

dengan istirahat, pusing

return.

Mitral stenosis

Resiko
kelebihan

Backward failure

cairan
(perifer).

bila berubah posisi.


O: TD: 150/100; N: 68;

Penumpukan pengisisan di LA

RR: 24; murmur di


seluruh
jantung;
rontgen:

lapang

LAEDP

gambaran
ada

effusi

Kongesti vena pulmonal

pleura kanan.
Penumpukan cairan di RV dan
RA

Venous return menurun

Kongesti vena perifer.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 17

S: Klien mengatakan nafas

Perpindahan

Cardiac output menurun

pertukaran

terasa sesak tidak hilang

cairan ke

dnegan istirahat, badan

dalam area

Arcus aorta (bodi

terasa lemah, kaki terasa

interstitial/al

reseptor/baroreseptor)

gas.

veoli.

kemeng.
O:

Kerusakan

Seluruh
ADL

Merangsang medula oblongata

kebutuhan

dibantu,

. Sistem saraf simpatis

TD:

150/100; N: 68; RR:

meningkat

24; murmur di seluruh


lapang

Organ paru

jantung;

gambaran rontgen: ada


effusi pleura kanan,

Penumpukan darah akibat

kardiomegali (+);PH:

aliran balik dari vena

7,426;

PCO2:

mmHg;

pulmonalis  kongesti

26,2

alkalosis
Timbul oedem  gangguan

metabolik.

fungsi alveoli.
S: Klien dan keluarga

Misinterpreta

Ansietas.

banyak bertanya mengenai

si informasi

Misinterpretasi informasi

pengobatan dan perawatan

mengenai

mengenai regimen pengobatan

yang diberikan; klien dan

regimen

dan perawatan

keluarga mengatakan

pengobatan

sudah diberi informasi

dan

oleh petugas ruangan

perawatan.

Ketidakmampuan mengenal
masalah pengobatan dan

tetapi belum mengerti,

perawatan penyakit

klien gelisah, tidur sering


terbangun.
O:

Klien

memegangi

tangan petugas, wajah

Bingung, kecemasan, gelisah.

klien terlihat murung,


klien

sering

menanyakan
kesembuhannya;

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin timbul
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner; refleks spasme otot pada dinding perut.
2. Koping individu tidak efektif b/d krisis situasional; sistem pendukung tidak adekuat;
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 18

metode koping tidak efektif.


3. Kurang pengetahuan (kebutuhan

belajar) b/d kurang pengetahuan; misinterpretasi

informasi; ketrebatasan kognitif; menyangkal diagnosa.


4. Perubahan penampilan peran b/d krisis situasional; proses penyembuhan; ragu-ragu akan
masa depan.
5. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam
area interstitial/jaringan).
6. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d penumpukan volume cairan berlebih pada pleura;
perubahan

membran

kapiler-alveolus

(perpindahan

cairan

ke

dalam

area

interstitial/alveoli).
7. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
8. Ansietas b/d ancaman kehilangan/kematian; krisis situasional; ancaman terhadap konsep
diri (citra diri).
9. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.
10. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral.
11. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d iritasi mukos
lambung, mual dan muntah; anoreksia.
12. Resiko gangguan eleminasi alvi b/d penurunan peristaltik usus; absorpsi cairan berlebih
pada saluran cerna.
13. Resiko gangguan integritas kulit b/d penekanan pada sirkulasi perifer (stasis vena);
immobilisasi.
14. Gangguan eleminasi urine b/d penurunan perfusi glomerulus; penurunan kardiak output.
15. Resiko kurang volume cairan tubuh b/d penurunan kardiak output; penurunan filtrasi
glomerulus.
16. Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada persendian, kelemahan otot,
penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan).
17. Resiko trauma b/d penurunan kesadaran; penurunan psikomotorik.
18. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan fisik.
Diagnosa yang akan dibahas
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.
3. Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada persendian, kelemahan
otot, penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan).
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 19

4. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam
area interstitial/jaringan).
5. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d penumpukan volume cairan berlebih pada pleura;
perubahan

membran

kapiler-alveolus

(perpindahan

cairan

ke

dalam

area

interstitial/alveoli).

Intervensi
Diagnosa I: Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan
katup mitral.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah jantung
dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal
jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi

Rasional

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 20

Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara


teratur setiap 4 jam.

Memonitor adanya perubahan


sirkulasi jantung sedini mungkin.

Catat bunyi jantung.

Mengetahui

adanya

perubahan

irama jantung.
Kaji

perubahan

warna

kulit

terhadap sianosis dan pucat.

Pucat

menunjukkan

adanya

penurunan perfusi perifer terhadap


tidak adekuatnya curah jantung.
Sianosis

terjadi

sebagai

akibat

adanya obstruksi aliran darah pada


Pantau intake dan output setiap 24

ventrikel.

jam.

Ginjal berespon untuk menurunkna


curah

Batasi aktifitas secara adekuat.


Berikan

kondisi

jantung dengan

menahan

produksi cairan dan natrium.

psikologis

Istirahat memadai diperlukan untuk


memperbaiki

lingkungan yang tenang.

efisiensi

kontraksi

jantung dan menurunkan komsumsi


O2 dan kerja berlebihan.
Evaluasi hasil ECG

Stres

emosi

menghasilkan

vasokontriksi yang meningkatkan


TD dan meningkatkan kerja jantung.

Untuk mengetahui kondisi jantung


setelah di intervensi.

Diagnosa II: Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral
teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem,
bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi

Rasional

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 21

Monitor perubahan tiba-tiba atau Perfusi

serebral

secara

langsung

gangguan mental kontinu (cemas,

berhubungan dengan curah jantung,

bingung, letargi, pinsan).

dipengaruhi

oleh

elektrolit/variasi

asam basa, hipoksia atau emboli


Observasi adanya pucat, sianosis,

sistemik.

belang, kulit dingin/lembab, catat Vasokonstriksi sistemik diakibatkan


kekuatan nadi perifer.

oleh

penurunan

curah

jantung

mungkin dibuktikan oleh penurunan


Kaji tanda Homan (nyeri pada betis

perfusi kulit dan penurunan nadi.

dengan posisi dorsofleksi), eritema, Indikator

adanya

trombosis

vena

dalam.

edema.
Dorong latihan kaki aktif/pasif.

Menurunkan
Pantau pernafasan.

stasis

vena,

meningkatkan aliran balik vena dan


menurunkan resiko tromboplebitis.
Pompa

jantung

mencetuskan
Kaji fungsi GI, catat anoreksia,
penurunan

bising

usus,

mual/muntah, distensi abdomen,

Namun

gagal

distres

dispnea

menunjukkan

dapat

pernafasan.

tiba-tiba/berlanjut
komplikasi

tromboemboli paru.
Penurunan aliran darah ke mesentri

konstipasi.
Pantau masukan dan perubahan

dapat mengakibatkan disfungsi G,


contoh kehilangan peristaltik.

keluaran urine.

Penurunan
menerus

pemasukan/mual
dapat

terus-

mengakibatkan

penurunan volume sirkulasi, yang


berdampak negatif pada perfusi dan
organ.

Diagnosa III: Intoleran aktifitas b/d adanya pembengkakan dan nyeri pada
persendian, kelemahan otot, penurunan curah jantung ( ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dan kebutuhan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas
sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Rencana intervensi dan rasional:
www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 22

Intervensi

Rasional

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 23

Kaji

toleransi

terhadap Parameter

pasien

menunjukkan
pasien

respon

aktifitas menggunakan parameter

fisiologis

berikut: nadi 20/mnt di atas frek

aktifitas

nadi istirahat, catat peningaktan

pengaruh kelebihan kerja jnatung.

dan

terhadap
indikator

stres
derajat

TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan


berat,

kelemahan,

berkeringat,

pusing atau pinsan.


Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas Menurnkan kerja miokard/komsumsi
pada

dasar

hemodinamik,

nyeri/respon
berikan

aktifitas

oksigen

menurunkan

resiko

komplikasi.

senggang yang tidak berat.


Batais pengunjung atau kunjungan Pembicaraan yang panjang sangat
oleh pasien.

mempengaruhi pasien, naum periode


kunjungan

Kaji kesiapan untuk meningaktkan


aktifitas

perhatian

nadi,
pada

tenang

bersifat

terapeutik.

penurunan Stabilitas fisiologis pada istirahat

contoh:

kelemahan/kelelahan,
stabil/frek

yang

TD
peningaktan

aktifitas

penting untuk menunjukkan tingkat


aktifitas individu.

dan

perawatan diri.
Dorong

memajukan

aktifitas/toleransi perawatan diri.

Komsumsi oksigen miokardia selama


berbagai aktifitas dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktifitas

Berikan bantuan sesuai kebutuhan


(makan,

mandi,

berpakaian,

bertahap

peningkatan

tiba-tiba

pada

kerja

jantung.
Teknik

eleminasi).

mencegah

penghematan

energi

menurunkan penggunaan energi dan


Anjurkan
peningkatan

pasien

menghindari

tekanan

abdomen,

mnegejan saat defekasi.

membantu keseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen.
Aktifitas yang memerlukan menahan
nafas

dan

valsava)

menunduk
dapat

bradikardia,
Jelaskan pola peningkatan bertahap
dari aktifitas, contoh: posisi duduk

jantung,

(manuver

mengakibatkan

menurunkan
takikardia

curah
dengan

peningaktan TD.

ditempat tidur bila tidak pusing dan Aktifitas

yang maju

tidak ada nyeri, bangun dari tempat

kontrol

jantung,

tidur, belajar berdiri dst.

regangan

dan

memberikan
meningaktkan

mencegah

www.saktyairlangga.wordpress.com

berlebihan.

aktifitas

Page 24

Diagnosa IV: Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan
pada kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan
retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan
tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat
diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi
Auskultasi

bunyi

Rasional
nafas

untuk Mengindikaiskan edema paru skunder

adanya krekels.

akibat dekompensasi jantung.

Catat adanya DVJ, adanya edema Dicurigai


dependen.
Ukur

adanya

gagal

jantung

kongestif.kelebihan volume cairan.

masukan/keluaran,

penurunan

pengeluaran,

catat Penurunan

curah

jantung

sifat

gangguan

perfusi

mengakibatkan

konsentrasi. Hitung keseimbnagan

ginjal,

retensi

cairan.

penurunan

cairan/Na,

dan

keluaran

urine.

Keseimbangan cairan positif berulang


pada adanya gejala lain menunjukkan
klebihan volume/gagal jantung.
Pertahankan

pemasukan

total Memenuhi kebutuhan cairan tubuh

cairan 2000 cc/24 jam dalam

orang dewasa

toleransi kardiovaskuler.

pembatasan

tetapi

memerlukan

pada

adanya

dekompensasi jantung.
Na meningkatkan retensi cairan dan
Berikan diet rendah natrium/garam.

harus dibatasi.
Mungkin perlu untuk memperbaiki

Delegatif pemberian diiretik.

kelebihan cairan.

Diagnosa V: Resiko kerusakan pertukaran gas b/d penumpukan volume cairan


berlebih pada pleura; perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan
ke dalam area interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima,
akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi

Rasional

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 25

Auskultasi

bunyi

nafas,

catat

krekels, mengii.

Menyatakan adanay kongesti


paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk

Anjurkan

pasien

batuk

efektif,

intervensi lanjut.
Membersihkan

nafas dalam.
Dorong perubahan posisi sering.

jalan

nafas

dan

memudahkan aliran oksigen.


Membtau mencegah atelektasis dan

Pertahankan

posisi

semifowler,

Menurunkan

sokong tangan dengan bantal.


Pantau

GDA

(kolaborasi

pneumonia.

tim

medis), nadioksimetri.
Berikan oksigen tambahan sesuai

komsumsi

oksigen/kebutuhan
meningkatkan

dan
ekspansi

paru

maksimal.
Hipoksemia dapat menjadi berat

indikasi.

selama edema paru.


Meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar,
Delegatif pemberian diuretik.

yang

dapat

memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
Menurunkan

kongesti

alveolar,

meningkatkan pertukaran gas.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 26

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi
3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Nelson.1993. Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12.EGC: Jakarta.
Sunoto Pratanu.1990. Penyakit Jantung Remati. Makalah Tidak dipublikasikan: Surabaya
Sylvia A. Price .1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4. EGC: Jakarta.
Wong and Whaleys .1996. Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition.Mosby-Year Book:
St.Louis, Missou
www.emedicine.medscape.com

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 27

Vous aimerez peut-être aussi