Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
: Ny. M.F
Usia
: 24 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Suku Bangsa
: Sunda/ Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
Tanggal masuk RS
No. Registrasi
: 528***
janinnya. Riwayat KB yang digunakan adalah pil. HPHT 15 Mei 2015. TP 22 Februari
2016. Riwayat menstruasi teratur dengan siklus haid 28 hari, dengan lama menstruasi 7
hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, asma, dan alergi obat maupun makanan
disangkal. Pasien tidak pernah menjalani operasi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit darah tinggi dan penyakit jantung diderita oleh ibu pasien. Kencing manis, asma,
dan alergi pada keluarga disangkal.
Riwayat Menstruasi
-
Menarche
Siklus
Lama haid
Nyeri haid
HPHT
Taksiran Persalinan
Usia Kehamilan
: Usia 11 tahun
: 28 hari
: 7 hari
: ringan
: 15 Mei 2015
: 22 Februari 2016
: 34 minggu
Riwayat Perkawinan
Pernikahan ke 1
Riwayat Persalinan
Anak ke
Penolong
Bidan
Jenis
Umur
BB saat Keadaan
Anak
Spontan
Hidup
Kurang
2800
bulan
gram
Pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan sekali selama setahun. Dilanjutkan dengan
KB suntik 1 bulan sekali selama 1 tahun, kemudian diteruskan dengan KB pil.
Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Antropometri
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital:
-
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 180/120
: 88x/ menit, regular, isi cukup
: 24x/ menit, abdomino-thoracal
: 36,6 oC
Status Generalis
Kepala
-
Mata
: CA -/- SI -/-, pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+
Telinga: bentuk normal, sekret -/Hidung
: bentuk normal, septum deviasi, sekret (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, tidak hiperemis
Mulut
: mukosa basah, lidah kotor (-), karies (-)
Leher
-
Thorax
-
Paru-paru
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
-
Abdomen
o Inspeksi
: perut tampak buncit, striae gravidarum (+)
o Auskultasi
: DJJ: 151 x/menit
o Palpasi
: supel, membuncit, nyeri tekan epigastrium (-)
Leopold 1: Bokong; teraba bagian lunak, kurang bulat, tidak
melenting.
Leopold 2: Puka, teraba bagian besar janin pada bagian kanan ibu
Leopold 3: Kepala; teraba bagian keras, bulat ,dan melenting
Leopold 4: Bagian terendah janin belum masuk PAP
Tinggi fundus uteri: 37 cm
HIS: (-)
Taksiran berat janin: 3875 gram
Genitalia eksterna: vulva dan vagina tidak ada kelainan, lendir darah (-), edema (-)
Genitalia interna: vulva dan vagina tidak ada kelainan, ostium tertutup.
Hasil
Nilai Rujukan
13.2
40
12100*
253000
10'00''
200''
B
POS/+
NonReaktif
Non Reaktif
SGOT
31
0-37 U/L
SGPT
15
0-40 U/L
Imuno Serologi
HBsAg
Kimia
Ureum
17.3
Creatinin
0.77
Glukosa sewaktu
150*
80 120 mg/dL
Warna
Kuning
Kuning
Kekeruhan
Jernih
Jernih
Berat jenis
1.025
1.010 1.030
7.0
4.6 8.0
Leukosit
-/NEGATIF
Negatif
Nitrit
-/NEGATIF
Negatif
Protein
+++/POS3*
Negatif
Glucose
Normal
Normal
++/POS2*
Negatif
Normal
Normal
Bilirubin
-/NEGATIF
Negatif
Eritrosit
++/POS2*
Negatif
Eritrosit
3-5
0 -1 /LPB
Lekosit
0.5 /LPB
Silinder
-/NEGATIF
Negatif
Kristal
-/NEGATIF
Negatif
Epitel transtitional
0-2/LPB
-/NEGATIF
Negatif
2-4
0-2 /LBP
Bakteri
-/NEGATIF
Negatif
Jamur
-/NEGATIF
Negatif
Urinalisis
Urine lengkap
pH
Keton
Urobilinogen
Sedimen
Epitel gepeng
V. RESUME
Telah diperiksa seorang pasien perempuan usia 24 tahun mengeluh pusing dan pandangan
kabur sejak siuman dari kejangnya (02/01/2016). Os sempat mengalami kejang selama
beberapa menit di mobil dalam perjalanannya menuju RSUD Ciawi. Os merasa mual dan
sempat muntah sebanyak 4 kali ketika berada di ponek. Muntahan cair dan berisi sedikit
makanan. Tidak didapatkan nyeri ulu hati. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum
kehamilan disangkal, Os mengaku hanya pada saat kehamilan keduanya saja terjadi
peningkatan tekanan darah yang tinggi. Os tidak merasakan adanya mulas. Darah, lendir
dan juga keluar air-air dari jalan lahir disangkal. Gerak janin aktif. Riwayat KB yang
digunakan adalah pil. HPHT 15 Mei 2015. TP 22 Februari 2016. Riwayat menstruasi
teratur dengan siklus haid 28 hari, dengan lama menstruasi 7 hari.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran
:Compos Mentis
Keadaan umum
Tanda vital
Tekanan darah
:180/120 mmHg
Nadi
:88x/ menit
Pernapasan
:24x/ menit
Suhu
:36,6 oC
Abdomen
o Inspeksi
: perut tampak buncit, striae gravidarum (+)
o Auskultasi
: DJJ: 151 x/menit
o Palpasi
: supel, membuncit, nyeri tekan epigastrium (-)
Leopold 1: Bokong; teraba bagian lunak, kurang bulat, tidak
melenting.
Leopold 2: Puka, teraba bagian besar janin pada bagian kanan ibu
Leopold 3: Kepala; teraba bagian keras, bulat ,dan melenting
Leopold 4: Bagian terendah janin belum masuk PAP
Tinggi fundus uteri: 37 cm
HIS: (-)
Taksiran berat janin: 3875 gram
Genitalia eksterna: vulva dan vagina tidak ada kelainan, lendir darah (-), edema (-)
Genitalia interna: vulva dan vagina tidak ada kelainan, ostium tertutup.
Pemeriksaan laboratorium :
PEMBAHASAN
1. Eklampsia
Teori
Klinis
pusing
koma
Pasien sempat
dimana
sebelumnya
sudah
dan
pandangan
kabur.
mengalami 1 kali
Tekanan darah
180/120mmhg
Urinalisis : Protein +++/POS3*
Klinis
MgSO4 :
o Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5
menit)
Bila
kejang
berulang
diberikan
MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan
sekurang - kurangnya 20 menit
setelah pemberian terakhir. Bila
setelah diberikan dosis tambahan
masih tetap kejang dapat diberikan
Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB
IV perlahan-lahan.
o Maintenace dose : MgSO4 1 g /
jam intra vena
dalam 500cc
Dose
30
menit
(12.00
12.30WIB)
3. . Pemberian antihipertensi
Teori
o Antihipertensi diberikan jika tekanan darah
diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin oral 10 mg. Setelah 1 jam, jika
tekanan darah masih tinggi dapat diberikan
nifedipin ulangan 10 oral dengan interval 1
jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan.
o Penurunan tekanan darah tidak boleh
terlalu agresif. Tekanan darah diastolik
jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan
tekanan darah maksimal 30%.
o Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan
karena harganya murah, mudah didapat
dan mudah pengaturan dosisnya dengan
efektifitas yang cukup baik.
Klinis
o Nifedipin 10 mg x 4 , Metildopa 500mg
x 3
4. Terminasi kehamilan
Teori
Klinis
2. Terminasi kehamilan
Sikap
(
dasar
pemulihan
bila
)
sudah
stabilisasi
hemodinamika
dan
pemberian
obat-obat
anti
hipertensi terakhir.
o Penderita mulai sadar ( responsif dan
orientasi ).
KESIMPULAN
Pada kasus ini dilakukan terminasi kehamilan dengan melakukan Sectio Caesaria
setelah stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau
koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.
Etiologi / Patogenesis
Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum
sepenuhnya difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini
sering disebut the disease of theories. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima
untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit
pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat
mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal
trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat
berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta.
Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel,
agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.
Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia dan Eklampsia
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola
hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia
atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering
dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
Terminologi
Dahulu, disebut pre eklampsia jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah
140/90 mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Pengukuran
tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah diastol 90 mmHg digunakan
sebagai pedoman.
Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi kejang tonik klonik yang
bersifat umum. Koma yang fatal tanpa disertai kejang pada penderita pre eklampsia juga
disebut eklampsia. Namun kita harus membatasi definisi diagnosis tersebut pada wanita
yang mengalami kejang dan kematian pada kasus tanpa kejang yang berhubungan dengan
pre eklampsia berat. Mattar dan Sibai (2000) melaporkan komplikasi komplikasi yang
terjadi pada kasus persalinan dengan eklampsia antara tahun 1978 1998 di sebuah rumah
sakit di Memphis, adalah solutio plasentae (10 %), defisit neurologis (7 %), pneumonia
aspirasi (7 %), edema pulmo (5 %), cardiac arrest (4 %), acute renal failure (4 %) dan
kematian maternal (1 %)
Gambaran Klinis Eklampsia
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia digolongkan
menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya
sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa memandang
waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai
bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku
karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik.
Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga
hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh
otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat.
Keadaan ini kadang kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita
terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena
kejang otot otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara
berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita
tidak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa detik
penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita bernafas
panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani
dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang kejang berikutnya yang
bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status
epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma
setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya
segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus kasus yang berat,
keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa
sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali
namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50
kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung
derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi
merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya
adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.
Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang kadang
sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output
akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan
edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan.
Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat
penyakit vaskuler kronis.
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena
pneumonia
aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang
disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita
mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan
yang berlebihan.
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa
saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak
tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih
sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis. Pada kasus
yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio
venous malformation.
Pada kira kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan
variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini
adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus
oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya
pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan
koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas.
Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans
tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah
menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu
namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan
psikosis sebelumnya. Pemberian obat obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan
diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
Diagnosis Diferensial
Secara umum seorang wanita hamil aterm yang mengalami kejang selalu didiagnosis
sebagai eklampsia. Hal ini karena diagnosis diferensial keadaan ini seperti, epilepsi,
ensefalitis, meningitis, tumor otak serta pecahnya aneurisma otak memberikan gambaran
serupa dengan eklampsia. Prinsip : setiap wanita hamil yang mengalami kejang harus
didiagnosis sebagai eklampsia sampai terbukti bukan.
Prognosis
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan
paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian
akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan
persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 1997 kira kira 6% dari seluruh kematian
ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian.
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu
dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.
Manajemen
Pritchard (1955) memulai standardisasi rejimen terapi eklampsia di Parkland Hospital dan
rejimen ini sampai sekarang masih digunakan. Pada tahun 1984 Pritchard dkk melaporkan
hasil penelitiannya dengan rejimen terapi eklampsia pada 245 kasus eklampsia. Prinsip
prinsip dasar pengelolaan eklampsia adalah sebagai berikut :
1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada penderita
2. Selalu diingat mengatasi masalah masalah Airway, Breathing, Circulation
3. Kontrol kejang dengan pemberian loading dose MgSO4 intravena, selanjutnya
dapat diikuti dengan pemberian MgSO4 per infus atau MgSO4 intramuskuler
secara loading dose didikuti MgSO4 intramuskuler secara periodik.
4. Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral untuk
menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik dianggap berbahaya.
Batasan yang digunakan para ahli berbeda beda, ada yang mengatakan 100
mmHg, 105 mmHg dan beberapa ahli mengatakan 110 mmHg.
5. Koreksi hipoksemia dan asidosis
6. Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena kecuali pada
kasus kehilangan cairan yang berat seperti muntah ataupun diare yang berlebihan.
Hindari penggunaan cairan hiperosmotik.
7. Terminasi kehamilan
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI telah membuat pedoman pengelolaan
eklampsia yang terdapat dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di
Indonesia, berikut ini kami kutipkan pedoman tersebut.
A. Pengobatan Medisinal
1. MgSO4 :
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang - kurangnya
20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap
kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
- Maintenace dose : MgSO4 1 g / jam intra vena
2. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin oral 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan
nifedipin ulangan 10mg oral dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan.
Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik jangan
kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah maksimal 30%. Penggunaan nifedipine
sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat dan mudah pengaturan
dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
3. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml,
berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
4. Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.
Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.
Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna menghindari
fraktur.
Pemberian oksigen.
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ). Pemberian
Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan diurese
B. Pengobatan Obstetrik :
1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan
dan keadaan janin.
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu,
yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir.
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
3. Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.
KEPUSTAKAAN
1.
Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in
Pregnancy. In : William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2007 :
443 452.
2.
3.
4.
5.
6.
Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy. AmJ. Obstet Gynecol, 2000 ; 183 : S1 S22.
7.