Vous êtes sur la page 1sur 160

Pesta Muda Mudi:

Bagai Pisau Bermata Dua


Etnik Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Mila Machmudah D
Hadi P.
Setia Pranata

Penerbit

Unesa University Press

Mila Machmudah D, dkk

Pesta Muda Mudi:


Bagai Pisau Bermata Dua
Etnik Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015
Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 8288598; 8280009 ext. 109
Fax. 031 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id
unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176
Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xii, 147 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN: 978-979-028-947-5
copyright 2016, Unesa University Press
All right reserved
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik
cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit

ii

SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina

: Kepala Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI

Penanggung Jawab

: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan


Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Prof. Dr.dr. Lestari Handayani, M.Med (PH)


Ketua Pelaksana

: dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc

Ketua Tim Teknis

: drs. Setia Pranata, M.Si

Anggota Tim Teknis

: Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes


Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes
drg. Made Asri Budisuari, M.Kes
dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH
drs. Kasno Dihardjo
dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK

Sekretariat

: Mardiyah, SE. MM
Dri Subianto, SE

iii

Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.
Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung
Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah
Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong
Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba
Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.
Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.
Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.
Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar
11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,
Kab. Muna

iv

KATA PENGANTAR
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat
di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan
rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks.
Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani
masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat
kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk
itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum
humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk
mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan
masyarakat.simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam
menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri
hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015yang dilaksanakan di berbagai
provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap
kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji
dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan
kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset
Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku
seri dari hasil riset ini.

Surabaya, Nopember 2015


Kepala Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI

Drg. Agus Suprapto, MKes

vi

DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM ..........................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................

iii
v
vii
ix
xi

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................


1.1. Latar Belakang ......................................................
1.2. Lokasi dan tujuan penelitian .................................
1.3. Metode pengumpulan data...................................
1.4. Kelemahan penelitian ............................................
1.5. Gambaran singkat sistematika buku ....................

1
1
4
6
7
7

BAB 2 BUDAYA ........................................................................


2.1. Sejarah ........................ ..........................................
2.2. Geografi dan Kependudukan ................................
2.3. Sistem Religi ..........................................................
2.4. Organisasi Sosial Kemasyarakatan .......................
2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan .........................
2.6. Bahasa ...................................................................
2.7. Kesenian ................................................................
2.8. Mata Pencaharian .................................................

9
9
14
23
38
44
45
45
46

BAB 3 DINAMIKA PELAYANAN KESEHATAN............................


3.1.Tenaga Kesehatan ..................................................
3.2. Sarana Kesehatan .................................................
3.3. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat.................
3.4. Kejadian Sakit di Masyarakat Desa Nunk ..............
3.5. Upaya Mencari Pengobatan .................................
3.6. Kesehatan Ibu dan Anak dalam Balutan ...............
3.7. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ...........................

48
49
52
54
58
61
63
96

vii

BAB 4 PESTA MUDA MUDI, BAGAI PISAU BERMATA DUA .....


4.1. Pesta Muda Mudi, upah baku tolong ....................
4.2. Potret remaja. ........................................................
4.3. Mengapa remaja perlu diperhatikan ....................
4.4. Cerita tentang perkawinan dini .............................
4.5. Pesta muda-mudi sebuah dilema ..........................

115
115
121
124
131
133

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...............................


5.1. Kesimpulan ............................................................
5.2. Rekomendasi .........................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
GLOSARIUM ..............................................................................

136
136
137
141
145

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 4.4

Persebaran Tenaga Bidan di Desa Tahun 2013


51
10 Penyakit Pada Pelayanan Kesehatan ........... 61
Data Ibu Hamil dan ibu hamil risti
di Kecamatan Pinolosian ................................... 72
Jumlah ibu yang mendapatkan tablet Fe 1 dan Fe 3 ... 73
Jumlah pemberian ASI Eksklusif
di Puskesmas Pinolosian Tahun 2014 ............... 89
Data kepemilikan jamban ................................. 112
Jumlah bangunan atau rumah bebas jentik nyamuk . 114
Data Pernikahan di Bawah Usia 20 tahun
di KUA Pinolosian Bolaang Mongondow Selatan ...... 129

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 2.15
Gambar 2.16
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar 3.13
Gambar 3.14

Bus Penghubung Bolsel ............................... 12


Pengangkut Hasil Bumi................................. 13
Desa Nunuk dilihat dari Satelit ..................... 14
Desa Nunuk dan Sungai Pinolosian .............. 16
Sungai Pinolosian ......................................... 17
Sungai sebagai sumber air minum ............... 18
Penambangan batu dan pasir di sungai
Pinolosian ..................................................... 19
Pemukiman Desa Nunuk .............................. 21
Pemanfaatan air sungai................................ 22
Patung Bogani di Kota Kotamobago ............ 24
Pengajian kaum ibu ...................................... 29
Imam membacakan adzan ........................... 32
Pernikahan di Desa Nunuk ........................... 33
Undangan Pernikahan .................................. 34
Perlengkapan upacara momolapag ............. 42
Menjemur Biji Coklat .................................... 47
Tenaga kesehatan berdasarkan keahlian ..... 50
Poskesdes desa nunuk dan Puskesmas
Pinolosian .................................................... 54
Kegiatan di posbindu .................................... 56
Pelayanan posyandu lansia .......................... 57
Pola penyakit rawat jalan ............................. 59
Pemeriksaan Kehamilan ............................... 70
Lemon Suwanggi .......................................... 73
Biang sedang merawat Induwa .................... 85
Ayah menyiapkan susu formula ................... 90
Nenek menyuapi cucunya yang berusia 1 bulan.....
91
Jimat atau lingkit untuk bayi ....................... 94
Bayi di dalam ayunan atau gogundanan ...... 95
Kader menimbang balita .............................. 97
Memanjat pohon kelapa .............................. 101

xi

Gambar 3.15
Gambar 3.16
Gambar 3.17
Gambar 3.18
Gambar. 4.1
Gambar. 4.2
Gambar. 4.3

xii

Daun Gedi atau Yondog ................................


Merokok sambil menggendong anaknya .....
Sumur suntik .................................................
WC umum di Desa Linawan ..........................
Pesta muda mudi ..........................................
Salah satu acara remaja di bolsel .................
Continuum of care ........................................

105
107
110
113
119
123
125

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Negara indonesia merupakan negara yang besar dengan
sumberdaya alam yang melimpah. Hal tersebut merupakan potensi
untuk bisa memberikan penghidupan bagi rakyatnya untuk menjadi
sejahtera. Masalahnya, potensi yang sedemikian besar tersebut belum
sepenuhnya dimanfaatkan dengan optimal. Kemiskinan masih menjadi
permasalahan yang mendapatkan perhatian serius. Berdasarkan data
BPS, prosentasi kemiskinan di Indonesia pada bulan maret 2014
adalah 11,25 % atau sekitar 28,28 Juta jiwa (BPS,2014).
Berbicara tentang kesejahteraan masyarakat, UNDP
menggunakan Human Development Index sebagai tolok ukur untuk
melihat kesejahteraan masyarakat. Tiga dimensi yang digunakan
untuk melihat kesejahteraan adalah kesehatan, pendidikan, serta
sosial ekonomi. Sementara ini, Indonesia masih berada di peringkat
111 dunia.(https://id.wikipedia.org/wiki) Hal tersebut menjadi poin
penting untuk diperhatikan oleh pemerintah dan semua lapisan
masyarakat di Indonesia.
Memperhatikan
kondisi
kesejahteraan
masyarakat
sebagaimana tergambar pada peringkat HDI, Pemerintah Indonesia
sudah berusaha untuk mengadakan perbaikan pada semua bidang.
Dibidang kesehatan, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
kesehatan. Pencanangan indonesia sehat 2010, sampai pada
komitmen mensukseskan Millenium Development Goals. Namun
demikian, beberapa indokator penting masih belum bisa dikatakan
baik. Angka kematian ibu dan bayi masih saja menjadi permasalahan,
Tuberkulosis paru (TB), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Kusta,
serta berbagai macam penyakit menular maupun penyakit tidak
menular masih perlu mendapatkan penanganan serius. Survei
Demografi Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan bahwa Angka

Kematian Ibu (AKI) 359/100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi


(AKB) 32/1.000 kelahiran hidup. SDKI mencatat lebih dari tiga
perempat kematian balita terjadi dalam tahunpertama kehidupannya
dan mayoritas kematian bayi terjadi pada periode neonatus.1
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan bahwa 95,4% kelahiran mendapat pemeriksaan
kehamilan. Namun data tersebut melihat adanya kesenjangan antara
indikator K1 dan K4. Ada selisih sebesar 12% yang merupakan jumlah
ibu hamil yang tidak melanjutkan pemeriksaan minimal 4 kali selama
kehamilannya. Prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita didapati
angka yang fluktuatif dan meningkat pada tahun 2013 yang
sebelumnya sempat turun pada tahun 2010. Data mengenai diare
mengalami penurunan angka period prevalence dari 9,0% di tahun
2007 menjadi 3,5% ditahun 2013. Namun untuk pneumonia
mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke 2013 yaitu 2,1% naik
menjadi 2,7%. TB paru masih di angka yang sama yaitu 0,4%. Hepatitis
mengalami kenaikan dari 0,9% ditahun 2007 menjadi 1,2% ditahun
2013. Data Riskesdas juga memperlihatkan bagaimana kejadian
hipertensi mengalami peningkatan dari 7,6% pada tahun menjadi 9,5%
di tahun 2013. Penyakit stroke juga mengalami peningkatan dari
8,3/1000 pada tahun 2007 menjadi 12,1/1000 pada tahun 2013.
Demikian juga untuk penyakit Diabetes melitus yang berdasarkan
wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1% tahun 2007 menjadi
2,4% di tahun 2013.2
Gambaran permasalahan kesehatan diatas, sudah sepatutnya
untuk bisa dilihat dari sudut yang berbeda. Bukan hanya melihat
bagaimana kejadian penyakit itu terjadi, tetapi lebih jauh lagi. Akar
dari sebuah permasalahan timbulnya penyakit, serta bagaimana suatu
penyakit bisa tetap eksis di suatu wilayah tertentu perlu untuk
1

Badan Pusat Statistik.Survey Demografi Kesehatan Indonesia.2012. Jakarta:Badan


Pusat Statistik, macro International, Bappenas.2012
2
Kemenkes RI,Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2013 Jakarta:Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : 2014

diungkap. Dimensi yang perlu mendapat perhatian serius dan perlu


digali lebih dalam adalah budaya. Budaya menjadi salah satu penentu
terhadap kejadian kesakitan di suatu daerah, lebih khusus lagi di suatu
suku atau etnis tertentu. Melihat begitu banyaknya jumlah suku
bangsa dengan berbagai pola kehidupan yang beragam menjadi
penting untuk di perhatikan. Kegagalan intervensi masalah kesehatan
antara lain karena kita tidak bisa memahami sepenuhnya keberadaan
manusia secara humanis, termasuk sisi budaya yang dianut.
Penelitian ini akan menjadi sesuatu yang sangat menentukan
dan penting. Mengapa? Hal tersebut tidak lain karena kesehatan
bukan semata-mata masalah penyakit, tetapi lebih terkait dengan
masalah perilaku dan budaya. Jika telah tiba masa, dimana kondisi
kesehatan masyarakat, kejadian penyakit dan permasalahan
kesehatan tidak bisa lagi digeneralisir, ini mengindikasikan untuk bisa
dimahami secara lebih dalam. Bagaimana budaya dengan tradisi dan
kepercayaannya mampu mempengaruhi kondisi kesehatan
masyarakat. Dari sanalah penanganan permasalahan menjadi spesifik
di wilayah tertentu.
Melalui riset etnografi kesehatan ini, dasar dari sebuah
kejadian penyakit bisa diketahui secara holistik. Kondisi terkini pun,
peran budaya sebenarnya sudah harus diperhatikan. Misalnya,
beberapa masyarakat masih mempercayai adanya gangguan roh halus
terhadap kesehatan dan keselamatan janin, penggunaan ramuan
tradisional yang dianggap mampu memberikan kesembuhan pada ibu
pasca melahirkan, bahkan pada salah satu etnis di papua menganggap
bahwa melahirkan adalah hal yang kotor, sehingga proses persalinan
harus dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Selain itu, Pola
pemberian makanan tambahan bahkan pada bayi yang masih berusia
beberapa hari masih acap kali dijumpai. Hal ini sangat membahayakan
bagi kesehatan serta keselamatan bayi tersebut. Hasil riset etnografi
tahun 2012 pada etnik nias bahkan mengharuskan seorang ibu hamil
untuk tetap bekerja sampai menjelang masa persalinan. Hal ini jelas

akan membahayakan kesehatan baik sang ibu maupun janin yang


dikandungnya.
Maka, dari realita yang ada di bangsa ini dengan segala
kompleksitasnya.
Pemerintah
tidak
lagi
akan
hanya
menggelontorkan program kesehatan secara seragam di semua
wilayah Kabupaten / Kota. Tetapi diharapkan mampu mengangkat
potensi lokal yang ada dan mengemas sedemikian rupa sehingga
proses yang terjadi di masyarakat adalah berangkat dari kesadaran
mengenai pentingnya kesehatan di masyarakat.
1.2.Lokasi dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari Riset Etnografi Kesehatan
(REK) Badan Litbang Kesehatan. Pada tahun 2015, REK ini dilakukan di
30 etnis yang tersebar di seluruh indonesia. Pemilihan lokasi
penelitian sebenarnya di dasarkan pada hasil Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) dengan nilai yang rendah. Kondisi
tersebut perlu di lihat lebih jauh lagi, faktor utama apa yang
menyebabkan permasalahan kesehatan yang terjadi di suatu
kabupaten tertentu.
Seperti yang dijelaskan di awal bahwa penelitian ini didasarkan
pada nilai IPKM yang rendah, atau ada penurunan nilai IPKM tahun
2013 ke tahun 2007. Salah satu daerah yang terpilih sebagai lokasi
penelitian adalah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Berdasarkan IPKM tahun 2013,kabupaten yang lebih dikenal dengan
nama Bolsel menduduki peringkat 433 secara nasional. Ditingkat
Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Bolsel menduduki peringkat
terbawah yaitu 15 dari 15 Kabupaten/ Kota di Sulawesi Utara dengan
nilai 0,5910.
Maka, untuk mengetahui permasalahan kesehatan tersebut,
diperlukan penelitian yang mendalamditinjaui dari aspek
budayanya.Khususnya budaya dari etnis mongondow yang merupakan
komunitas yang banyak menghuni Kabupaten Bolsel. Untuk
permasalahan kesehatan, pada penelitian ini akan dilihat

permasalahan kesehatan seperti Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Penyakit Menular (PM) serta
Penyakit Tidak Menular (PTM)
Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu mengangkat satu
tema utama yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan hasil diskusi
dengan Dinas Kesehatan setempat, di Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan, pelaksanaan studi dilakukan di Desa Nunuk
Kecamatan Pinolosian. Menjadi perhatian peneliti adalah
permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Data awal yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan adalah masih dilakukannya perkawinan usia dini.
Kasus-kasus pernikahan dini pada usia sekolah banyak dijumpai,
bahkan diawali dengan kehamilan.
Ini menjadi penting untuk diperhatikan. Mengapa? Karena
dalam konsep continuum of care, kita tidak bisa melakukan intervensi
secara sepotong sepotong. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi satu
kesatuan yang utuh mulai dari Pasangan Usia Subur (PUS) sampai
kepada Masa remaja. Kita akan mendapatkan generasi yang sehat
ketika remaja kita juga sehat, seorang balita akan mendapatkan
pengasuhan yang baik bila ibunya memiliki kesiapan mental. Itulah
beberapa hal yang melatar belakangi pentingnya untuk
memperhatikan permasalahan remaja.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan budaya masyarakat etnis mongondow di
Kabupaten Bolaang Mangondow Selatan
2. Menggambarkan kondisi dan masalah kesehatan di Kabupaten
Bolaang Mangondow Selatan secara umum dan di Kecamatan
Pinolosian secara khusus sebagai daerah studi.
3. Menganalisa kebudayaan dalam rangka memahami masalah
kesehatan reproduksi remaja pada etnik Mongondow Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan
4. Menyusun rekomendasi berdasarkan kearifan lokal untuk
penyelesaian masalah kesehatan reproduksi remaja.

1.3. Metode pengumpulan data


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana peneliti
terjun langsung ke masyarakat untuk mendapatkan gambaran secara
komperhensif mengenai permasalahan kesehatan ditinjau dari aspek
budaya. Dalam upaya mendapatkan data-data yang sahih di dalam
masyarakat, peneliti berupaya semaksimal mungkin membaur dan
menyatu dengan masyarakat. sehingga hasil wawancara, foto, video,
serta pengamatan peneliti terjadi secara alamiah dan se-natural
mungkin untuk menjaga vaiditas data. Menjadi cacatan penting
bahwa dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti itu sendiri.
Sebagai instrumen penelitian, peneliti merasakan tidak mudah
dalam mendapatkan data di lokasi yang baru. Merupakan kewajaran
bila masyarakat masih tertutup dengan kehadiran peneliti di
wilayahnya. Namun melalui pendekatan kepada aparat kampung serta
tetua adat yang ada di lokasi penelitian, peneliti mampu meyakinkan
masyarakat bahwa kepentingan penelitian ini jauh lebih besar untuk
bisa di lakukan.
Dalam penelitian ini, peneliti di bantu oleh 2 asisten peneliti
yang merupakan salah satu cara untuk menjembatani peneliti dengan
masyarakat, apabila ada kendala dalam bahasa yang tidak peneliti
pahami. Data yang peneliti dapatkan adalah utamanya melalui proses
wawancara secara mendalam kepada informan penelitian. Istilah
informan dalam penelitian kualitatif menjadi umum digunakan.
Informan adalah orang yang memberitahu atau menjawab pertanyaan
atau memberikan informasi tentang kebudayaannya (Nunik K, dkk.
2015).
Dalam menguatkan fakta yang ada, peneliti melengkapi
dengan hasil observasi lapangan, penelusuran dokumen dan data
sekunder. Data tersebut peneliti dapatkan dari Desa, Puskesmas,
maupun Dinas Kesehatan. Selain itu, studi literatur juga peneliti

anggap penting, Dalam rangka untuk memperkuat analisa tentang


permasalahan kesehatan yang terjadi. selain itu, dalam upaya
menjaga validitas informasi yang diterima, trianggulasi data menjadi
perlu untuk dilakukan.
Dalam melakukan analisa data, bukanlah menjadi bagian yang
sederhana untuk dilakukan. Peneliti perlu memilah data melalui
matriks, mengkomparasikan data-data dilapangan dengan data
sekunder yang ada, serta bagaimana memahami konsep etik yang ada
dimasyarakat kemudian dianalisa secara emik berdasarkan
pemahaman dari sisi kesehatan menjadi sebuah tahapan yang tidak
mudah. Namun demikian, bukan menjadi hambatan peneliti, namun
lebih kepada tantangan yang harus diselesaikan guna mendapatkan
gabaran yang jelas dan padat mengenai permasalahan yang terjadi.
1.4. Kelemahan penelitian
Disadari atau tidak, memang penelitian ini bukanlah menjadi
penelitian yang sempurna. waktu penelitian yang singkat menjadi poin
utama terhadap permasalahan riset etnografi ini. mengapa? Idealnya
memang untuk melihat secara utuh kebudayaan yang ada
dimasyarakat atau etnis tertentu dibutuhkan waktu 1 tahun
penelitian. Sehingga peneliti bisa mengetahui secara utuh kebudayaan
yang terjadi di masyarakat baik dilihat dari sisi musim, ritual tertentu
pada waktu tertentu atau hal lain yang terjadi.
Selain itu bahwa penentuan lokasi pada etnik tertentu yang
hanya dilakukan pada satu desa jelas tidak mencakup seluruh wilayah
yang didiami oleh etnik mongondow. Sehingga menjadi poin penting
bahwa hasil dalam penelitian ini adalah lokal spesifik dan tidak bisa
digeneralisir.
1.5 Gambaran singkat sistematika buku
Dalam memberikan sebuah ulasan penelitian ini, peneliti
mencoba menjabarkan hasil temuan selama periode penelitian
tersebut menjadi lima bab.

Pada bagian pertama peneliti menggambarkan tentang apa


sebenarnya yang mendasari penelitian ini dilakukan. Pada bab ini juga
dijelaskan mengenai tujuan penelitian, kelemahan penelitian, maupun
bagaimana peneliti mendapatkan data secara lengkap.
Pada bagian kedua, dijelaskan mengenai beberapa unsur
budaya yang ada pada etnik mongondow mulai dari perkawinan,
kematian, bahasa, serta mitologi yang berpengaruh pada kondisi
kesehatan di masyarakat.
Bagian ketiga, dijelaskan mengenai gambaran pelayanan
kesehatan di bolaang mongondow selatan. Selain itu beberapa
penyakit yang banyak dijumpai juga dijelaskan. Bab ini juga
menjelaskan tentan kondisi Kesehatan Ibu Dan Anak serta bagaimana
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada etnik Mongondow.
Bagian keempat menjelaskan mengenai tematik yang
merupakan fokus studi ini yaitu mengenai kesehatan reproduksi
remaja yang dalam hal ini adalah melalui pintu masuk Budaya Pesta
Muda Mudi yang mulai menjamur d masyarakat.
Pada bagian terakhir ini, peneliti berupaya menyimpulkan
permasalahan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi. Selain itu,
yang tidak kalah pentingnya adalah rekomendasi apa yang bisa di
lakukan oleh semua pihak yang merasa dirinya peduli terhadap
kesehatan pada etnik Mongondow khususnya kesehatan reproduksi.
Poin ini menjadi penting dalam upaya perbaikan kesehatan di
Masyarakat. peneliti akan mencoba menawarkan beberapa
rekomendasi teknis yang bisa diterapkan. Namun, rekmendasi
tersebut akan terfokus pada permasalahan utama pada buku ini yaitu
permasalahan remaja.

BAB 2
BUDAYA ETNIK MONGONDOW
2.1. SEJARAH
2.1.1. Asal Usul Desa
Perkembangan Desa Nunuk ini diawali dengan kedatangan
orang-orang dari daerah Kotobangon, yang sekarang dikenal sebagai
Kotamobago, daerah Loloyan, dan Dumoga. Kedatangan mereka ini
terjadi pada tahun 1917. Orang yang pertama kali datang dari
Kotobango, yang sekarang dikenal sebagai Kotamobago adalah
keluarga Paputungan dan Gonibala. Sedangkan yang datang dari
Lolayan adalah keluarga Paputungan juga. Awalnya Desa Nunuk
disebut dengan nama Idugi, yang artinya duri karena banyak
ditemukan batu berduri.
Mereka datang pertama kali ke Idugi yang terletak di daerah
pesisir selatan dengan maksud untuk membuat garam dari air laut
modapug.Selain itu mereka juga mencari lahanuntuk pertanian.
Dalam pencariannya mereka menemukan lahan, yang dianggap bagus
untuk pertanian dan perkebunan. Temuan tersebut merupakan
kabarkan kepada sanak keluarga.
Beberapa bulan kemudian anak-anak mereka datang dengan
membawa lengkap alat pertanian bersama dua bersaudara pandai
besi Makalentang dari Kininolotagan Dumoga.Hampir bersamaan
dengan mereka datang juga dari Desa Doloduo Dumuga yaitu Bapak
A.D. Kobandaha dengan tujuan membuat garam.
Periode tahun 1917-1923 jumlah penduduk yang datang di
Idugi semakin berkembang hingga mencapai 47 Kepala Keluarga dan
terdaftar sebagai penduduk sementara di Desa Tolotoyon, yang
kemudian menjadi Desa Pinolosian. Semakin lama penduduk yang
bermukim di perkebunan Idugi bertambah, tahun 1932 tokoh-tokoh
agama dan tokoh-tokoh adat mengadakan pertemuan untuk
membahas dan sepakat membentuk pedukuhan untuk diajukan ke

Pemerintahan Desa Tolotoyon, yang diberi nama Pedukuhan Idugi.


Pada tahun 1932 juga dibangun lapangan dan sekolah dasar di Idugi
(Profil Desa Nunuk).
Idugi disahkan sebagai Pedukuhan di tahun 1932 oleh Sangadi
Tolotoyon. Sejak itu, jumlah penduduk semakin bertambah, baik
karena pendatang dan atau kelahiran. Sejak tahun 1945 penduduk
Pedukuhan Idugi menuntut untuk memisahkan diri dari Desa
Tolotoyon dan membentuk Desa sendiri, karena merasa jumlah
penduduknya sudah bertambah banyak dan cukup untuk menjadi satu
desa sendiri. Tahun 1951 tuntutan pembentukan Desa sendiri lepas
dari Desa Tolotoyon semakin menguat. Tahun 1952 penduduk
Pedukuhan Idugi mulai melakukan pemogokan terhadap perintah
Sangadi Desa Tolotoyon.Puncak pemogokan penduduk Idugi adalah
tidak melaksanakan perintah yang diturunkan Sangadi Desa Tolotoyon
untuk menghias pagar rumah dalam rangka peringatan Kemerdekaan
RI. Kejadianini membuat Aparat Desa Tolotoyon marah dan
melakukan perusakan pagar-pagar rumah penduduk.
Akhirnya penduduk Pedukuhan Idugi berkumpul untuk
membahas pemisahan dari Desa Tolotoyon. Penduduk Pedukuhan
Idugi sepakat mengutus lima tokoh masyarakat untuk menghadap
Kadato, suatu lembaga yang memimpin beberapa Desa di Dumoga.
Mereka diterima langsung oleh Mayor Kadota yang dijabat oleh Bapak
D. Dilapanga. Kelima tokoh tersebut adalah;T.B. Paputungann, H.B.
Sugeha, H. Gonibala, H.M. Paputungan, dan A. Bonde. Berdasarkan
petunjuk Mayor Kadota Bapak D. Dilapanga maka H.M. Paputungan
dan A. Bonde diperintahkan kembali ke Pedukuhan Idugi untuk
menenangkan penduduk. Sedangkan ketiga tokoh masyarakat yang
lain bersama-sama dengan Mayor Kadato menyampaikan aspirasi
penduduk Pedukuhan Idugi kepada Bupati Kabupaten Bolaang
Mongondow di Kotamobago. Pengajuan aspirasi penduduk ini
disetujui langsung oleh Bupati, dengan memerintahkan kepada Mayor

10

Kadota dan tiga tokoh masyarakat Idugi untuk melengkapi


persyaratan yang dibutuhkan.
Tanggal 10 Oktober 1953 di Pasanggrahan Desa Tolotoyon
dilaksanakan peresmian Pedukuhan Idugi menjadi Desa Idugi. Sebagai
pemimpin selanjutnya dilantik dan diambil sumpah Sangadi Desa Idugi
yang pertama, yaitu Bapak T.B. Paputungan.
Tahun 1957 nama Desa Idugi diganti dengan nama Desa
Nunuk. Arti nama Nunuk adalah pohon beringin. Desa Idugi
merupakan pemukiman yang dekat dengan aliran sungai Pinolosian,
pada masa tersebut sungai merupakan sarana transportasi dan
kegiatan ekonomi. Di pinggir sungai ada pohon beringin besar tempat
perdagangan antara masyarakat Idugi dengan masyarakat dari
Gorontalo. Hasil perkebunan masyarakat Idugi dibeli oleh para
pedagang dari Gorontalo dengan menggunakan fasilitas sungai
sebagai alat transportasinya. Sebagai tempat yang dianggap penting
untuk perkembangan Desa Idugi maka masyarakat sepakat mengganti
nama Idugi yang berarti duri (karena banyak tanaman berduri saat itu)
menjadi Desa Nunuk.Tanggal 10 Oktober 1953 Desa Idugi resmi berdiri
sendiri lepas dari Desa Tolotoyon dan tahun 1957 berganti dengan nama
Desa Nunuk (Profil Desa Nunuk).

2.1.2. Perkembangan Desa


Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan sebagai bagian dari
pemekaran kabupaten maka pembangunan infrastruktur fasilitas
pemerintah dan akses transportasi menjadi prioritas percepatan. Desa
Nunuk pun menjadi bagian dari percepatan karena wilayahnya adalah
bagian dari Trans Selatan Sulawesi. Kondisi jalan utama 10 tahun lalu
masih dalam bentuk berbatu macadam saat ini sudah aspal dan lebar.
Jalan desa yang ada pemukiman padat penduduk sudah diaspal juga,
beberapa masih batu makadam sudah mulai direncanakan untuk
diaspal. Jalan-jalan menuju perkebunan masih berupa jalan tanah.

11

Gambar 2.1. Bus Penghubung Bolsel


Sumber : Dokumentasi Peneliti

Transportasi dari dan ke desa Nunuk menghubungkan dengan


daera-daerah di sekitar Kabupaten Bolaang Mongondow
mengandalkan kendaraan pribadi atau bentor (becak motor).
Transportasi ke Kota Kotamobago dapat diakses dengan angkutan
umum Bus Damri atau Oto. Kendaraan ini hanya ada satu kali jalan
sekitar jam 8 pagi dari Desa Nunuk dan jam 2 siang dari Kotamobago.
Bus Damri sendiri setelah lewat Kotamobago langsung ke Manado.
Dari Manado pun Bus Damri hanya sekali keberangkatan ke Bolsel
terakhir di Desa Kombot Kecamatan Pinolosian, berankat jam 8 pagi
juga. Begitu juga transportasi Bolsel Gorontalo dan Gorontalo Bolsel
hanya sekali pemberangkatan pada jam 8 pagi. Untuk anak-anak
sekolah disediakan bis gratis oleh Pemerintah Kabupaten Bolsel.
Dengan kondisi jalan utama relatif bagus dan alat transportasi
umum ke Kota Kotamobago dan Kota Manado tersedia maka
mobilitas penduduk keluar masuk Desa Nunuk lebih mudah diakses
meski terbatas. Kondisi ini memudahkan bagi anak-anak yang
melanjutkan sekolah ke Kotamobago atau Manado.

12

Gambar 2.2. Pengangkut Hasil Bumi


Sumber : Dokumentasi Peneliti

Perkembangan desa dari sisi pertanian dan perkebunan tidak


ada perubahan besar. Perkebunan diolah apa adanya, tidak ada
perawatan khusus, semua tumbuh dengan mengandalkan potensi
alam. Hasil pertanian atau perkebunan kebanyakan untuk memenuhi
kebutuhan kota dan daerah disekitarnya. Mobil sejenis pick up, truk,
dan roda-roda suatu angkutan tradisional gerobak yang ditarik oleh
sapi, merupakan alat transporasi untuk mengangkut hasil bumi Desa
Nunuk ke daerah tujuan.
Sehubungan dengan perkembangan di dunia komunikasi,
sebagian besar penduduk sudah menggunakan ponsel untuk alat
komunikasi. Telkomsel dan Indosat, merupakan provider jaringan
komunikasi yang dapat diakses. Masyarakat di Desa Nunuk, khususnya
mereka yang berada di daerah pemukiman dapat mengakses jaringan
komunikasi. Selain dari lokasi pemukiman, apalagi masuk perkebunan,
jaringan komunikasi sulit didapat. Tidak ada yang menggunakan
telpon rumah karena di Desa Nunuk tidak ada jaringan. Bahkan
dipusat pemerintahan Bolaang Uki pun jaringan Telkom tidak bisa
terlalu diandalkan karena seringkali ada gangguan jaringan.

13

2.2. GEOGRAFI DAN KEPENDUDUKAN


2.2.1. Geografi
Desa Nunuk merupakan salah satu Desa dari 10 Desa di
Kecamatan Pinolosian, yang terletak 1 Km arah Barat dari Ibukota
Kecamatan Pinolosian. Luas wilayahnya sekitar 32.000 Ha. Sebagai
daerah yang berbatasan langsung dangan laut, desa ini terletak pada
ketinggian 2 meter dari permukaan air laut. Secara administratif Desa
Nunuk memiliki batas dengan wilayah Kecamatan Dumoga di sebelah
Utara, Laut Maluku di sebelah Selatan, Desa Pinolosian dan Desa
Ilomata di sebelah Timur dan di bagian barat berbatasan dengan Desa
Linawan.

Gambar2.3. Desa Nunuk dilihat dari satelit


Sumber : Google Map

14

Pemukiman penduduk di Kabupaten Bolaang Mongondow


Selatan berdasarkan pengamatan secara langsung terletak kurang
lebih 1 Km dari Jalan Trans Sulawesi Utara, begitu juga pemukiman di
Desa Nunuk. Pusat-pusat pemerintahan pun relatif berada di dekat
Jalan Trans Sulawesi Utara. Jarak Desa Nunuk dengan Kecamatan
Pinolosian sekitar 1 Km, dengan Kabupaten sekitar 280 Km, dan
dengan Provinsi sekitar 280 Km.
Berdasarkan data Profil Desa pola penggunaan tanah di Desa
Nunuk terbesar adalah tanah pertanian 207 Ha, kemudian hutan
produksi 107 Ha, tanah perkebunan 95 Ha, tanah persawahan 60 Ha,
dan tanah pekarangan 8 Ha. Tanaman produksi pertanian terbanyak di
Desa Nunuk antara lain kelapa, durian, duku, coklat, cengkih, dan pala.
Selain itu juga ada pohon aren untuk diolah menjadi gula dan sayursayuran untuk konsumsi sendiri.
Pengamatan peneliti menunjukkan bahwa hasil produksi
pertanian di Desa Nunuk tidak dikembangkan dengan optimal. Peneliti
tidak melihat adanya diversifikasi usaha yang memberikan nilai
tambah ekonomi. Kelapa hanya sekedar diambil buahnya saja menjadi
kopra dan dijual ke luar daerah. Pohonnya bila sudah tua dipotong
dan dijadikan papan untuk bahan bangunan rumah. Buah durian dan
duku hanya ada saat musim panen saja, selain dijual ke luar daerah
juga dijual di pinggir-pinggir jalan. Sumber daya alam Desa Nunuk
selain hutan dan tanah lahan juga ada sungai dan pantai Laut Malaka.
Sungai memberikan nilai ekonomi pada pengambilan batu dan pasir
untuk material infrastruktur pengembangan Kabupaten Bolsel sebagai
daerah pemekaran.
Desa Nunuk seperti desa-desa lain di Pinolosian adalah desa
dengan ketinggian antara 1 2 meter di atas permukaan air laut. Di
sisi lain di atas Desa Nunuk terbentang pegunungan daerah Dumoga
yang masih cukup deras mengalirkan air melalui sungai-sungai
besarnya.Salah satunya adalah Sungai Pinolosian yang menjadi
pembatas antara Desa Nunuk dan Desa Pinolosian.Sebagai

15

pemukiman yang terletak 2 meter diatas ketinggian laut, ketika terjadi


air laut pasang bersamaan dengan hujan lebat, maka seringkali terjadi
banjir. Kondisi alam ini menjadikan Desa Nunuk sebagai desa di
Kabupaten Bolaang Mongondow yang rawan bencana banjir.

Gambar 2.4. Desa Nunuk dan Sungai Pinolosian


Sumber : Goggle Map

Sebagaimana tampak pada gambar, aliran sungai di sebelah


Timur terlihat lebih lebar dari pemukiman penduduknya. Dalam
berbagai pemberitaan media online dapat diketahui bahwa sejak
tahun 2008 tercatat 4 kali terjadi banjir bandang di Desa Nunuk.
Tahun 2008 pada bulan Juli dan Agustus, tahun 2011 pada bulan Juli,

16

dan tahun 2014 pada bulan Agustus. Ketinggian banjir yang


merendam pemukiman penduduk antara 1-2 meter. Untuk mengatasi
bahaya banjir, saat ini sedang dilanjutkan pembangunan tanggul
pembatas sungai.

Gambar 2.5. Sungai Pinolosian


Sumber : Dokumentasi Peneliti

Sungai Pinolosian merupakan sumber air yang sangat


diandalkan oleh penduduk Desa Nunuk untuk pengairan sawah. Debit
air yang cukup tinggi dan kondisi air yang jernih, merupakan sumber
pemenuhan kebutuhan air masyarakat. Saluran irigasi yang melewati
daerah pemukiman dimanfaatkan untuk sarana mandi cuci kakus
(MCK). Untuk memenuhi kebutuhan air minum, ada yang masih
memanfaatkan air sungai dan ada yang sudah mengandalkan air
sumur yang dimiliki oleh sedikit penduduk.

17

Gambar 2.6. Sungai sebagai sumber air minum


Sumber : Dokumentasi Peneliti

Saat ini kondisi Sungai Pinolosian terancam kelestariannya,


material batu dan pasir diambil dan dikeruk besar-besaran untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan. Suatu proses yang harus
dilakukan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan sebagai tindak
lanjut dari kabupaten pemekaran yang dimanatkan oleh UU No 30
tahun 2008. Sebuah dilema bagi penduduk, di satu sisi membawa
dampak kerusakan alam, tetapi di sisi lain membuka lapangan kerja
dan memberikan penghasilan bagi mereka.
Kontraktor pengembangan infrastruktur di Bolsel salah satunya
ada yang menyewa tempat di Desa Nunuk untuk pengolahan material
pembangunan mulai dari pasir, batu koral, hingga aspal. Pasir dan
batu koral diambil dari Sungai Pinolosian. Penggalian pasir dan batu ini
juga melibatkan masyarakat desa, pemuda-pemuda yang putus
sekolah pun menjadi pengumpul batu dan kuli di perusahaan
tersebut. Selain masyarakat di Desa Nunuk dan sekitarnya,
perusahaan tersebut juga merekrut dari luar Bolsel, banyak dari
Menado dan Makasar. Seperti yang disampaikan oleh Mamak Rijan
yang bekerja sebagai tukang masak.
...yang bekerja di pabrik lebih torang lihat seratus, banyak dorang
sini, banyak juga dorang dari Menado dan Makasar

18

Gambar 2.7. Penambangan batu dan pasir di sungai Pinolosian


Sumber : Dokumentasi Peneliti

Pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bolsel ini memang


menjadi prioritas sebuah kabupaten pemekaran, tetapi eksploitasi
sumber bahan material di sungai akan mengancam ekosistem sungai.
Sumber-sumber mata air di sekitar bebatuan sungai yang dapat
dikonsumsi langsung oleh masyarakat mulai banyak yang hilang. Ikanikan yang banyak terdapat di sungai juga akan berkurang bila
habitatnya sudah rusak.
Di sisi lain melihat geografis keberadaan Desa Nunuk
berdasarkan data BPS terletak di ketinggian 2 meter dari permukaan
air laut dan di atasnya berjajar gunung-gunung yang cukup deras
mencurahkan air ke Sungai Pinolosian. Berdasarkan berbagai rujukan
media online hampir tiap tahun terjadi banjir bandang, yang
membawa material gunung berupa batu dan pasir. Dampak dari banjir
bandang ini secara alami membentuk kembali sungai-sungai dengan
batu dan pasir.

19

2.2.2. Kependudukan
Data penduduk Desa Nunuk berdasarkan jenis kelamin terdiri
727 Jiwa laki-laki dan 628 jiwa perempuan, total adalah 1.355 orang.
Tercakup dalam 377 Kepala Keluarga dengan perincian 368 Kepala
Keluarga laki-laki dan 9 Kepala Keluarga perempuan. Dari 377 KK
tersebut ada 67 Keluarga prasejahtera.Seluruh penduduk Desa Nunuk
berjumlah 1.355 orang tersebut beragama Islam (Profil Desa Nunuk
2013).
Berdasarkan diskusi dengan beberapa tokoh masyarakat,
dikemukakan bahwa kebanyakan penduduk di Desa Nunuk bermarga
Paputungan.Bisa jadi demikian sebab kekerabatan ini bersumber dari
keluarga besar Paputungan di Kotamobago. Dari perjalanan sejarah,
orang yang pertama kali datang ke Desa Nunuk adalah keluarga
Paputungan dari Kotobango sekarang Kota Kotamobago. Selain etnis
Mongondow, penduduk Desa Nunuk ada yang berasal dari etnis
Gorontalo, Makasar, Bali, dan Jawa.
Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai
berikut; 156 orang saat ini sedang duduk di bangku SD, tamat SD ada
412 orang, tamat SMP ada 50 orang, tamat SMA ada 80 orang, sedang
menuntut ilmu di perguruan tinggi ada 10 orang, tamat S1 ada 16
orang, dan tamat S2 ada 1 orang. Di Desa Nunuk hanya ada 1 TK dan 1
SD, sedangkan untuk SMP dan SMA harus ke Kecamatan Pinolosian.
Untuk masuk perguruan tinggi kebanyakan memilih di Kotamobago,
Menado, Gorontalo, dan Makasar. Kabupaten Bolsel belum memiliki
fasilitas perguruan tinggi.
Data penduduk berdasarkan mata pencaharian atau pekerjaan
masyarakat Desa Nunuk terbesar adalah sebagai petani ada 303
orang. Pekerjaan lainnya adalah PNS ada 30 orang, karyawan swasta
ada 10 orang, pedagang ada 8 orang, tukang ada 7 orang, buruh tani
ada 7 orang, perawat/bidan ada 3 orang, tukang jahit ada 2 orang, dan
tukang listrik ada 1 orang.

20

2.2.3. Pola Tempat Tinggal


Pola tempat tinggal berada di radius 1,5 km dari jalan utama
Bolsel, sepanjang pantai Teluk Tomini. Perkampungan utama Desa
Nunuk berada dekat jalan utama Trans Selatan Sulawesi. Kantor Desa,
Lapangan Desa, dan Masjid Desa sebagai pusat pemerintahan dan
kegiatan Desa tepat berada di depan jalan Trans Selatan Sulawesi.
Pemukiman penduduk Desa Nunuk terpusat di sekitar Lapangan Desa
dan pinggir jalan Trans Selatan Sulawesi.
Perkembangan jumlah penduduk yang memerlukan rumahrumah baru bagi anak keturunannya, mulai dibangun rumah-rumah di
daerah perkebunan, yang awalnya untuk menjaga perkebunan dan
ternak. Mulailah muncul pemukiman baru dalam bentuk kelompok
rumah, yang seringkali masih ada ikatan kekerabatan.
Bangunan rumah yang terdapat di sepanjang jalan trans
selatan Sulawesi mulai banyak bangunan permanen dengan dinding
tembok, atap genting dan lantai keramik atau semen/plester.
Sebagian lagi adalah bangunan rumah yang terbuat dari dinding papan
kayu dengan atap seng dan lantai plester atau papan kayu.

Gambar 2.8. Pemukiman Desa Nunuk


Sumber : Dokumentasi Peneliti

21

Berbeda dengan bangunan rumah yang terletak di pemukiman


atas.Mayoritas rumah terbuat dari papan. Rata-rata bentuk bangunan
rumah sangat sederhana, terdiri dari ruang tamu, 1 atau 2 kamar
tidur, dan dapur. Jarang sekali ditemukan kamar mandi sebagai bagian
dari rumah. Demikian juga dengan sumur, hanya dimiliki beberapa
orang saja. Hal itu terjadi karena masih banyak orang yang
menggunakan sungai dan saluran irigasi sebagai sarana MCK.
Di saluran irigasi atau biasa disebut koala, mereka melakukan
aktifitas MCK, termasuk mencuci bahan makanan. Tidak jarang terlihat
kotoran manusia terbawa aliran air melintasi ibu yang sedang mencuci
baju dan piring. Di tempat seperti ini pula menjadi tempat bagi kaum
ibu bertemu dan membicarakan banyak hal, mulai dari apa yang
terjadi di desa sampai pada masalah politik, ekonomi dan sosial yang
terjadi di level nasional.

Gambar 2.9. Pemanfaatan air sungai


Sumber : Dokumentasi Peneliti

22

Fasilitas umum di lingkungan Desa Nunuk antara lain ada dua


bangunan Masjid, satu di samping Kantor Desa masuk Dusun 1 dan
satu lagi di dekat Pantai Modisi masuk Dusun 4. Selain masjid di tiaptiap Dusun ada satu Posko ramadhan. Posko ini difungsikan saat
masuk bulan Ramadhan dengan kegiatan tadarus atau membaca
alquran. Dusun 4 ini cukup jauh terpisah dari Dusun 1, 2, dan 3, sekitar
5-10 Km dari Kantor Desa. Fasilitas yang sudah ada sejak desa ini
dikembangkan tahun 1932 adalah satu lapangan besar dan satu buah
SD/MI dulunya SR. Untuk pelayanan pemerintahan ada satu Kantor
Desa, satu Puskesmas Pembantu, dan satu lagi sedang dibangun
adalah Balai Desa.
2.3. SISTEM RELIGI
2.3.1. Kosmologi
Masyarakat etnis Mongondow di Desa Nunuk sangat
mempercayai keberadaan arwah leluhur yang mereka sebut dengan
BOGANI. Bogani sendiri dalam sejarahnya adalah pemimpin negeri/
kampung pada masa awal terbentuknya etnis Mongondow. Bogani ini
adalah seseorang yang dianggap memiliki kekuatan luar biasa untuk
memimpin dan melindungi masyarakatnya. Bogani sebagai pemimpin
juga menjadi panglima perang pada jaman pembentukan dan
pengembangan Kerajaan Bolaang Mongondow.
Kerajaan Bolaang Mongondow terakhir dipimpin oleh Henny
Joesoef Cornelis Manoppo, yang berkuasa hingga tahun 1947-1950.
Setelah melewati proses-proses politik yang berkembang saat itu
maka Kerajaan Bolaang Mongondow secara resmi menjadi Kabupaten
pada tanggal 23 Maret 1954 masuk menjadi bagian dari Provinsi
Sulawesi Selatan (Damopolii, A.P. Buku Perkembangan sejarah
Kabupaten Bolaang Mongondow, 1984) dengan luas wilayah 50,3%
dari luas wilayah Sulawesi Utara (http://budaya-indonesia.org/asalmula-bolaang-mongondow/). Dari situ kita bisa melihat betapa

23

besarnya Kerajaan Bolaang Mongondow dan betapa kuatnya para


panglima perangnya melebarkan kekuasaan kerajaan.

Gambar 2.10. Patung Bogani di Kota Kotamobago


Sumber : Dokumentasi Peneliti

Etnis Mongondow sendiri di jaman dahulu sangat


mempercayai arwah-arwah leluhur. Dalam perbincangan dengan
penduduk Desa Nunuk, arwah leluhur yang mereka kenal adalah
Bogani, yang dianggap masih hidup hingga saat ini. Bogani ini masih
dianggap melindungi masyarakat dan kampung Desa Nunuk. Bogani
pada masa kini adalah sesuatu yang diyakini melindungi perkebunan
dan peternakan mereka. Bogani juga dianggap sebagai perlindungan
untuk kesehatan, mengobati segala penyakit yang menimpa
masyarakat. Bogani yang terkenal di Desa Nunuk ini adalah Bogani
RONDONG. Nama Rondong ini diabadikan oleh masyarakat Desa
Nunuk untuknama kesebelasan sepak bola Desa Nunuk dengan
Rondong FC.

24

Penduduk Desa Nunuk seluruhnya beragama Islam. Agama


Islam dan kuatnya kepercayaan terhadap keberadaan Bogani,
membuat masyarakat berada diantara meyakini dan takut dianggap
menyekutukan Tuhan bila mereka percaya bahwa Bogani mampu
memberikan kesembuhan kepada manusia, tanaman, dan hewan.
Namun demikian, musibah dan penyakit yang terjadi pada penduduk
atau Desa seringkali dianggap sebagai teguran dari Bogani. Untuk
mengatasi musibah dan menyembuhkan penyakit yang dianggap
berasal dari Bogani, maka akan dilakukan upacara-upacara khusus.
Upacara untuk mengatasi kondisi sakit yang bersifat
perorangan
atau keluarga dan untuk mengatasi hama yang
menyerang perkebunan maka mereka menyelenggarakan upacara
momolapag. Ketika sakit dan sudah berobat ke fasilitas kesehatan
modern, namun belum sembuh, maka mereka percaya bahwa kondisi
itu disebabkan ada gangguan makhluk gaib yang ada di rumah atau di
kebun. Begitu juga bila ada hama penyakit yang menyerang tanaman
di perkebunan mereka atau ternak mereka, mereka menganggap
sebagai peringatan dari makhluak ghaib dalam hal ini Bogani. Upacara
momolapag ini dimaksudkan untuk meminta perlindungan kepada
leluhur, untuk dapat menyembuhkan penyakit yang diderita, juga
untuk memberantas hama-hama penyakit tanaman dan ternak.
Terkait keberadaan hal-hal ghaib, selain keghaiban sosok
leluhur Bogani, masyarakat Desa Nunuk pun meyakini keberadaan
arwah orang meninggal. Bila ada kematian yang dianggap tidak wajar,
seperti bunuh diri, dibunuh, atau kecelakaan maka ada upacara
khusus pengambilan arwah di tempat kejadian, yang disebut mogama
kondimukud. Tujuannya, agar tersebut tidak memberikan pengaruh
buruk kepada keluarga dan masyarakat sekitar.
Setelah dikubur pun kuburannya saat malam dijaga sampai 10
atau 14 malam. Hal ini dikarenakan jenasah orang yang meninggal
tidak wajar ini dianggap memiliki kekuatan ghaib dan bisa
dimanfaatkan untuk hal yang tidak baik. Perlu ada orang yang

25

menjaga kuburan tersebut. Kuburan dipagari bamboo, dikasih nyala


api unggun, dan dijaga saat malam oleh keluarga yang meninggal.
Meskipun begitu menurut salah satu tokoh masyarakat bahwa
sesungguhnya tidak perlu dilakukan.
...menjaga kuburan sampai 10 malam atau 14 malam dilakukan
agar tidak ada orang bertapa mencari kekuatan pada arwah orang
mati..itu tidak boleh dilakukan karena itu adalah syirik dalam agama
islam..

Dalam perspektif logika seperti yang disampaikan tokoh


masyarakat tersebut bahwa pemberian pagar mengelilingi makam dan
api unggun saat malam adalah agar kuburan tidak digali anjing atau
babi yang memang masih banyak ada di perkebunan dan atau hutan
di sekitar pemukiman penduduk Desa Nunuk.
Budaya etnis Mongondow adalah patuh dan sangat setia
terhadap semua titah dan perintah raja, mereka sangat mempercayai
bila siapa-siapa yang melawan perintah raja akan mendapatkan
kutukan, yang disebut butungon (Damopolii, A.P.). Kepatuhan ini bisa
dilihat bagaimana mereka kemudian memeluk agama Islam saat Raja
mereka memeluk agama Islam. Menjalankan perintah tanpa bertanya
menjadi kecenderungan budaya etnis Mongondow hingga saat ini.
Banyak kegiatan-kegiatan ritual yang diselenggarakan tanpa mereka
pahami maksud dan tujuannya, hanya sekedar melaksanakan saja.
Sulit bagi peneliti untuk menggali lebih dalam nilai-nilai yang menjadi
keyakinan mereka terhadap keberadaan leluhur dengan segala
ritualnya, termasuk mengapa kuburan harus dijaga sampai malam
kegenapan 10 atau 14.
2.3.2. Tradisi dan Praktek Keagaamaan
Masyarakat Desa Nunuk berdasarkan data
2014 berjumlah 1.355 orang dan keseluruhan
Berdasarkan dialog dengan masyarakat 90% dari
adalah etnis Mongondow. Pada masa Kejayaan

26

profil Desa tahun


beragama Islam.
jumlah penduduk
Kerajaan Bolaang

Mongondow Raja Yacobus Manuel Manoppo (1833-1858) menikah


dengan putri dari seorang Hakim Agama Islam dari Gorontalo dengan
syarat memeluk agama Islam. Raja Yacobus Manuel Manoppo
meminta ijin Karisiden Menado untuk menyiarkan agama Islam
kepada rakyatnya, sejak saat itu rakyat mulai memeluk agama Islam
(Damopolii, A.P. 1986).
Sejarah agama di etnis Mongondow ini awalnya adalah
keyakinan animisme dinamisme. dimana kisah asal usul etnis
Mongondow ini pun penuh dengan misteri alam gaib, seperti hikayat
lahirnya Raja yang pertama kali diangkat oleh para Bogani adalah lahir
dari telur besar yang ditemukan pasangan suami istri Bogani, yang
ditandai dengan gemuruh angin dan suara petir. Mereka memiliki
kepercayaan pada roh-roh, dewa-dewa, dan ompu duata (Yang Maha
Kuasa).
Raja Bolaang Mongondow yang pertama memeluk agama
Islam adalah Loloda Mokoagow pada tahun 1653 karena memiliki
hubungan baik dengan Sultan Ternate. Pada masa Loloda ini Islam
belum berkembang karena Raja masih juga dengan keyakinan
animism dan dinamisme (Damopolii, A.P., 1986). Belanda dengan
salah satu misi zendingsempat bekerjasama dengan Raja Bolaang
Mongondow. Namun agama Katolik ini tidak terlalu berkembang di
masyarakat entnis Mongondow (Dunnebier, W., 1983).
Kedatangan ulama Gorontalo dan kemudian menikah dengan
putri Raja Eugenius Manoppo (1767-1770) merupakan awal
penyebaran agama Islam di Kerajaan Bolaang Mongondow. Meskipun
Raja Eugenius Manoppo tidak masuk Islam tetapi mengijinkan ulama
tersebut mensyiarkan Islam di lingkungan istana dan masyarakat.
Perkembangan agama Islam di Bolaang Mongondow mulai marak
ketika Raja Yacobus Manuela Manoppo masuk Islam (1689-1730)
Perpindahan agama sang Raja dan keluarga akhirnya diikuti oleh
seluruh rakyatnya.

27

Untuk etnis Mongondow yang telah tersebar di Minahasa dan


menikah dengan masyarakat Minahasa yang beragama Kristen Katolik
maka ada perbedaan penulisan marga, seperti Manoppo dan Manopo.
Manoppo dengan huruf P dua adalah etnis Mongondow yang
beragama Islam. Sedangkan Manopo dengan P satu adalah etnis
Mongondow yang beragama Kristen. Gonibala Islam dan Onibala
Kristen, Mamonto Islam dan Mamoto Kristen, Damopolii Islam dan
Polii Kristen, dan hampir seluruh marga etnis Mongondow ada dua.
Sejak masa Kerajaan sudah ada pembagian urusan antara
pegawai Adat dan pegawai Syariah/Agama. Di Bolaang Mongondow
Raya hingga saat ini masih diberlakukan keberadaan pegawai Syariah
dan Lembaga Adat. Pegawai Syariah inilah yang mengatur dan
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penduduk yang terkait kegiatan
agama.Sedangkan Lembaga Adat atau Pemangku Adat adalahpegawai
yang mengatur dan menyelenggarakan kegiatan adat ini disebut.
Pegawai Syariah dan Pemangku Adat dipilih secara musyawarah oleh
masyarakat desa melalui rapat desa yang dihadiri Aparat Desa, Tokoh
Masyarakat, dan Tokoh Agama. Semua kegiatan agama dan adat
penanggungjawabnya adalah Sangadi Desa.
Terkait dengan kegiatan keagamaan yang secara kelembagaan
menjadi tanggung jawab pegawai syariah, berikut ini beberapa
kegiatan yang dilakukan asyarakat.
a. Majlis Taklim, kegiatan pengajianibu-ibu dan pemudi yang
dilakukansecara bergiliran di rumah warga.Pengajian rutin
mingguan ini hanya khusus untuk kaum perempuan, tidak untuk
kaum laki-laki. Kegiatan majlis ini adalah membaca Al-Quran
secara bergilir. Semua yang hadir diberi kesempatan untuk
membaca. Setelah selesai, tuan rumah biasanya menyiapkan
makanan untuk dinikmati bersama.

28

Gambar 2.11. Pengajian kaum ibu


Sumber : Dokumentasi Peneliti

b. Sholat Jumat, di Desa Nunuk dan desa lain di Bolaang


Mongondow Selatan, kegiatan ibadah yang diwajibkan untuk
kaum laki-laki,ternyata juga diikuti oleh jamaah perempuan. Saat
ini Sangadi mewajibkan penduduk laki-laki yang sudah baligh
untuk sholat Jumat berjamaah di Masjid. Bila tidak aktif sholat
Jumat maka saat meninggalnya pegawai Syariah dan pemangku
adat dilarang untuk merawat jenasah. Sejak saat itu saat sholat
Jumat masjid penuh. Seperti yang disampaikan Sangadi berulangulang di setiap kesempatan hingga warga cukup jelas
mengingatnya.
...kalau ada yang tidak sholat Jumat maka kalau meninggal
akan saya larang pegawai syari dan adat untuk mengurus
jenasahnya, biar saja dibuang ke sungai atau ke laut.
c.

Peringatan Hari Besar Agama Islam, kegiatan ini selalu dilakukan


dengan membaca doa bersama di Masjid Desa, seperti peringatan
Isro Miroj. Biasanya kegiatan ini dipimpin Imam atau
pegawaisyariah. Kaum perempuan menyiapkan makanan yang
masing-masing dibawa dari rumah dan dimakan bersama.

29

d. Nifsu Syaban, melakukan doa secara bersama di Masjid pada


tanggal 15 Syaban. Sebagian besar keluarga juga melakukan
kegiatan ini dengan didampingi imam dan atau pegawai syariah.
e.

30

Mandi bersama di Sungai Pinolosian sehari menjelang Bulan


Ramadhan. Tujuan awalnya adalah untuk mensosialisasikan
membaca niat bersuci masuk bulan Ramadhan.Saat itu
masyarakat dikumpulkan dan secara bersama-sama mandi
mensucikan diri. Tradisi ini dipimpin Imam dan pegawai syariat
lainnya. Setelah sholat ashar mereka semua tua muda anak-anak
baik laki-laki maupun perempuan turun bersama-sama ke sungai.
Imam membaca niat untuk berpuasa selanjutnya secara simbolis
mengguyur beberapa warga, dilanjutkan warga mengguyur
badannya sendiri dan mandi di sungai. Setelah itu dilanjutkan
sholat maghrib berjamaah di masjid..
Tradisi ini dulunya diikuti oleh seluruh warga, menjadi acara yang
sangat dinanti-nantikan. Saat ini tradisi mandi di sungai menjelang
bulan Ramadhan ini hanya diikuti remaja dan anak-anak, orang
tua hanya mendampingi saja. Acara ini tetap dipimpin oleh Imam
dan anggota pegawai syariah. Sayang sekali kegiatan penelitian
justru selesai dua minggu sebelum masuk bulan Ramadhan
sehingga peneliti tidak bisa mendokumentasikan kegiatan
tersebut.
Mengapa orang-orang dewasa sudah tidak mengikuti kegiatan
tersebut di atas. Salah satu informan menyampaikan bahwa
sebagian besar orang-orang yang sudah dewasa sudah hafal
bacaan niat berpuasa, selain juga sudah malu mandi di sungai.
Pengamatan peneliti memang yang masih mandi di sungai
adalah mereka yang tinggal di daerah atas dan tidak memiliki
sumur, sedangkan yang tinggal di bawah sudah banyak yang
memiliki sumur dan kamar mandi di rumah.

f.

Posko Ramadhan, mengadakan kegiatan ramadhan seperti bazaar


jajanan buka puasa, taraweh, tadarus, dan membangunkan sahur.
Setiap Dusun memiliki satu posko seperti langgar, sehingga
masyarakat menyelenggarakan kegiatan ramadahan berpusat di
posko masing-masing. Menjelang buka puasa banyak masyarakat
membuka stand menjual makanan minuman persiapan untuk
buka, sehingga posko menjadi seperti pasar atau bazar.
Selanjutnya dilakukan taraweh dan tadarus. Untuk tadarus sehari
wajib selesai satu juz, dibaca dengan menggunakan pengeras
suara sehingga semua masyarakat dusun pun bisa mendengar.

Selain melakukan kegiatan keagamaan sebagaimana tersebut


diatas, masyarakat masih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya
tradisi. Beberapa tradisi yang dilakukan biasanya berkaitan dengan
siklus kehidupan.
a.

Kelahiran,
Pada saat kelahiran dilakukan adzan dan iqomat yang
dilakukan oleh Imam atau pegawai syariah lainnya. Sebagai
rentetan kegiatan, setelah itu dilakukan pula aqiqah dan gunting
rambut.
Dalam upacara gunting rambut, pemangku adat
mengambil bunga pinang yang diletakkan diatas dalam ruangan
rumah. Kemudian diambil kelapa muda, dengan cara dilubangi,
diambil airnya dan diusap di rambut yang mau digunting. Setelah
rambut digunting kepala bayi diusap lagi dengan air kelapa.
Guntingan rambut dimasukan ke dalam buah kelapa yang
dilubangi sebelumnya, selanjutnya kelapa digantung ditirisan
depan rumah sampai jatuh sendiri. Upacara ini bertujuan agar
bayi tidak diganggu makhluk halus. Seperti yang disampaikan oleh
Bapak Syam Madi sebagai salah satu pemangku adat, adat
gunting rambut ini supaya bayi tidak ada diganggu arwah-arwah.

31

Gambar2.12. Imam membacakan adzan


Sumber : Dokumentasi peneliti

Bagi keluarga yang mampu secara ekonomi, umumnya upacara ini


dibarengkan dengan aqiqah.Sedangkan bagi yang tidak mampu
bisa dilakukan kapanpun tidak ada waktu khusus.
b. Khitanan
Khitanan adalah kegiatan yang hanya diperuntukan anak lakilaki.Saat
dilakukan
upacara
khitanan, anak
laki-laki
akandimandikan agar suci dan dibaiat. Upacara ini dilakukan oleh
pegawai syariah. Upacara agama untuk aqiqah dan khitan adalah
pengajian mengundang masyarakat sekitar yang dipimpin oleh
pegawai syariah. Bila tidak mampu mengadakan pengajian maka
cukup doa keluarga dipimpin pegawai syariah.Kegiatan ini
mengawali khitan yang dilakukan tenaga medis.
c.

32

Pernikahan,
Di Desa Nunuk ini pesta pernikahan tidak ditentukan oleh
tanggal dan atau hari baik berdasarkan kepercayaan tertentu.
Waktu pernikahan biasanya dilakukan pada hari sabtu atau
minggu. Masyarakat tidak bisa seenaknya menentukan waktu
pernikahan. Ada peraturan desa yang mengatur jumlah

perkawinan, adat dan waktunya. Satu bulan hanya boleh


diselenggarakan resepsi 2 pasang perkawinan.
Dalam prosesi pernikahan, pegawai syariah biasanya
bertindak sebagai memimpin. Pegawai syariah dalam pernikahan
sebagai Pembantu Pencatat Nikah (PPN) mewakili KUA/Negara.
Pegawai tersebut biasanya juga menjadi wali nikah dari pengantin
perempuan. Sedangkan yang menjadi saksi pada umumnya
adalah pejabat desa seperti Sangadi, Ketua BPD, dan Kepala
Dusun. Untuk pernikahan di bawah umur yang harus melalui ijin
Pengadilan Agama bila keluarga tidak mengurusnya maka wali
akad nikah adalah keluarga sendiri, pegawai syariah dilarang
menghadiri.

Gambar 2.13. Pernikahan di Desa Nunuk


Sumber : Dokumentasi Peneliti.

Sebelum akad nikah Pegawai Syariah didampingi


Pemangku Adat memastikan terlebih dahulu kepada pengantin
perempuan apakah bersedia untuk dinikahi. Pada saat akad nikah
hanya pengantin laki-laki sedangkan pengantin perempuan tetap
di dalam kamar. Setelah akad nikah selesai maka dipertemukan
antara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, selanjutnya
akan dilanjutkan prosesi adat. Beberapa tahap adat perkawinan
etnis Mongondow antara lain:

33

1) Moponaba atau empat mata melamar. Keluarga pihak laki-laki


diwakili dan atau didampingi pemangku adat datang melamar
ke keluarga pihak perempuan.
2) Pogumanan atau peminangan, Pada tahap peminangan ini
dilakukan perundingan terkait dengan syarat-syarat adat. Pihak
keluarga perempuan menentukan sumbangan untuk pesta
perkawinan;tali hartaoyayang harus disediakan pihak laki-laki
sebanyak 40 pohon kelapa, yang kemudian dikonversikan
menjadi uang adat sebesar Rp. 1.000.000,-;ukud-ukud dihitung
dari konversi terhadap 5 pohon kelapa senilai total
Rp.125.000,-.Untuk Tali dan Ukud-ukud dulunya dalam bentuk
pohon kelapa beserta tanahya, perkembangan jaman
dikonversikan dalam bentuk uang. Penentuan besarnya nilai
konversi ini ditetapkan dalam peraturan desa (Perdes).
3) Undangan, Pemangku adat dan keluarga mengabarkan
kepada masyarakat bahwa akan diselenggarakan pesta
perkawinan. Untuk acara resepsi pernikahan biasanya
melibatkan juga pejabat pemerintahan tingkat Kabupaten,
seperti Kepala Dinas, anggota DPRD, Camat, dan termasuk di
dalamnya Bapak Bupati diminta sebagai pihak yang turut
mengundang.

Gambar 2.14. Undangan Pernikahan


Sumber : Dokumentasi Peneliti

34

4) Pogogutat, gotong-royong membantu persiapan untuk pesta


perkawinan dengan membawa atau menyumbang kebutuhan
untuk pesta seperti sembako.
Sumbangan ini disebut
mogutat, dicatat oleh pihak keluarga dan dikembalikan saat
diundang balik.Untuk kaum laki-laki pada saat pesta
perkawinan menyumbang dalam bentuk uang yang disebut
dengan tradisi roriyo. Uang yang disumbangkan dicatat dan
dikembalikan saat ada undangan balik. Untuk roriyo ini ada
potongan 10% dari keseluruhan hasil pogogutat ini, 5% untuk
Kas Desa dan 5% untuk Kas Lembaga Adat/ Pemangku Adat,
sesuai dengan peraturan desa yang dibuat.
5) Akad Nikah dan Pesta Perkawinan, Prosesi akad nikah ini
melalui beberapa tahap, pertama dibatali yaitu serah terima
pengantin pria dibawa pemangku adat desa diserahkan kepada
pemangku
adat
desa
mewakili
keluarga
pihak
perempuan.Kedua mongontog yaitu menanyakan kepada
calon mempelai perempuan apakah ikhlas menerima untuk
menikah. Ketiga adalah akad nikah yang dilakukan dan
dipimpin oleh Imam atau pegawai syariah, mulai dari khotbah
nikah, akad nikah, dan doa. Mahar nikah penduduk Desa
Nunuk dan juga Desa-desa di sekitarnya adalah seperangkat
alat
sholat
yaitu
mukenah
dan
sajadah
serta
perhiasan.Keempat salamat adalah seni sastra sajak bersajak
atau baku balas pantun yang berisi doa, harapan, dan juga
humor. Kelima gama adalah penyerahan tanda kasih pihak
keluarga pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan.
Bentuknya adalah kado-kado atau bingkisan yang berisi
kebutuhan pengantin perempuan mulai dari baju hingga
sepatu, juga perlengkapan kamar tidur.
6) Tuliyoko, mengantar pengantin kepada keluarga pengantin
laki-laki dengan membawa makanan yang ada dimasak di
rumah keluarga pengantin perempuan. Bila belum dilakukan

35

upacara gama maka upacara tuliyoko ini tidak bisa


dilaksanakan.
7) Pesta Muda Mudi, Sebuah tradisi pesta sebagai ucapan
terima kasih keluarga pengantin kepada pemuda pemudi Desa
yang telah membantu atau baku tolong pesta perkawinan.
Kegiatan ini dilakukan setelah acara resepsi atau pesta
perkawinan selesai, dimulai jam 9 malam hingga jam 12 malam
bahkan hingga jam 4 menjelang subuh. Dulu kegiatan pesta
muda mudi hanyalah karaoke, tetapi sepuluh tahun terakhir
berganti menjadi pesta disko lengkap dengan DJ (disc jokey)
dan sound system yang keras.
d. Kematian,
Masyarakat Etnis Mongondow di Desa Nunuk sebagai
muslim, selain ada adat khusus kematian juga harus dilakukan
prosesi secara ajaran Islam. Perpaduan tradisi secara adat dan
agama dengan nilai-nilai keyakinan yang berbeda menjadi
sinkritisme budaya tersendiri. Kegiatan keagamaan saat kematian
yang utama adalah merawat jenasah secara Islam, memandikan,
mengafani, mensholati, dan menguburkan. Kegiatan-kegiatan ini
dilakukan oleh pegawai syariah, bila yang meninggal adalah
perempuan maka untuk memandikan melibatkan majlis taklim.
Kepala Dusun biasanya bertindak sebagai Ketua Panitia secara
langsung bila ada kematian.
Berikut ini adalah Adat Kematian pada etnis Mongondow,
ada yang bersifat khusus dan ada yang bersifat umum.
1) Mogama kondimukud, upacara mengambil arwah yang
meninggal tidak wajar, seperti kecelakaan atau dibunuh.
Upacara mengambil arwah ini dilakukan bertujuan agar arwah
yang meninggal tenang tidak gentayangan dan mengganggu
yang masih hidup.

36

2) Mogogaatan minatoi, Upacara simbolis cerai mati bagi


perkawinan yang pertama. Pasangan yang meninggal duduk
depan pintu rumah yang akan dilewati jenasah dari kamar,
duduknya menghadap ke dalam rumah. Setelah jenasah
melewatinya maka pemangku adat melakukan pecah piring.
Upacara ini tidak berlaku bagi pernikahan kedua dan
seterusnya.
3) Kinotaloan, Upacara dilakukan bila yang meninggal adalah
anak pertama. Bapak dan ibu tidur berbalik kepala dengan
jenasah anaknya. Setelah jenasah diangkat keluar untuk
dimakamkan maka pemangku adat melakukan pecah piring.
4) Tonggoluan, Upacara menghias kamar orang yang meninggal
setelah dimakamkan sampai selesai polapatan atau pesta
duka. Pesta duka biasanya diadakan pada 10 malam atau 14
malam, maksudnya adalah hari ke-10 atau hari ke-14.
5) Mintahang, Doa arwah ini dilakukan dengan memadukan
nilai-nilai Islam yaitu membaca doa tahlil. Doa arwah atau doa
tahlil memiliki ketentuan hari yang berbeda dengan hitungan
hari di Jawa. Doa arwah ini dilakukan pada pada hitungan
malam
1-3-5-7-10-14-20-30-40-50-60-70-80-90-100-104.
Mereka menyebutnya 1 malam, 3 malam, setelah menginjak
pada malam ke-10 disebutnya malam kegenapan 10, malam
kegenapan 14, dan seterusnya 100 malam dan 104 malam.
6) Polapatan, Pesta duka adalah pesta yang dilakukan dalam
tradisi kematian di hari ke-10 disebut pesta duka 10 malam,
atau di hari ke-14 disebut pesta duka 14 malam. Pada acara
pesta duka ini juga ada tradisi pogogutat yaitu membawa
bahan makanan, sembako atau uang.
7) Porumbunan kontonggoluan, pembongkaran tempat tidur
yang sudah dihias dan tempat tidur dikeluarkan. Seluruh baju
yang meninggal dicuci dan diberikan kepada keluarga. Upacara

37

ini secara simbolis menandakan bahwa arwah yang meninggal


sudah diantar keluar ke tempat pemakamannya.
Tradisi kepercayaan etnis Mongondow di Desa Nunuk di luar
siklus kehidupan adalah terkait dengan pengobatan baik untuk
pengobatan kesehatan maupun pengobatan pertanian. Tradisi ini
bagian dari keyakinan atau kepercayaan masyarakat etnis
Mongondow terhadap hal-hal yang ghaib, khususnya terhadap
keberadaan leluhur etnis Mongondow yaitu Bogani, yaitu upacara
momolapag dan monibi.
2.4. ORGANISASI SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
2.4.1. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan di Desa Nunuk adalah sistem patrileneal
yaitu dari garis Bapak, merujuk pada adat Mongondow. 90%
penduduknya adalah etnis Mongondow dengan kurang lebih 70%
memiliki fam/marga Paputungan. Mengingat cikal bakal penduduk
Desa Nunuk adalah keluarga besar Paputungan dari Kotamobago dulu
namanya Kotobangon, bila ditelusuri lebih lanjut maka antar
penduduk di Desa Nunuk ini masih ada ikatan kekerabatan.
Akses dari dan ke Desa Nunuk sebelumnya relatif sulit, maka
mobilisasi penduduk juga kurang, sehingga pernikahan di antara
penduduk Desa Nunuk cukup kuat. Selain pernikahan antar etnis
Mongondow, beberapa penduduk juga menikah dengan etnis
Gorontalo dan Makasar, sejarahnya dulu dan hingga kini banyak orang
Gorontalo dan Makasar datang ke Desa Nunuk untuk berdagang.
Nama penduduk Desa Nunuk etnis Mongondow selalu
menggunakan nama marga dari garis Bapaknya. Meskipun sistem
kekerabatan bersifat patrilineal tetapi seorang perempuan etnis
Mongondow tidak kehilangan nama marganya saat menikah dengan
marga lain, nama marganya disebut setelah marga suami, Misal Dewi
Paputungan menikah dengan marga Makalalo maka namanya menjadi
Dewi Makalalo Paputungan.

38

Berikut ini adalahSkema Kekerabatan Etnis Mongondow di Desa


Nunuk :
Toto

Tete Neme

Utat/Ginalo -------- Bapak Mamak ------- Om Tante


(Nunuton Guya)

Anak Bersaudara ------- Lolaki Bobai ------- Anak Bersaudara

Ompu Bersaudara --------- Ompu/Cucu -------- Ompu Bersaudara

Panggilan untuk Orang Tua Kakek/Nenek yang biasa kita sebut


buyut di etnis Mongondow adalah Toto. Panggilan untuk Kakek dan
Nenek adalah Tete dan Nemea tau Baai. Ayah dan Ibu mereka panggil
dengan Bapak dan Mamak, untuk Bapak Mertua dan Ibu Mertua
mereka panggil dengan Nunuton dan Guya. Sebutan untuk Paman dan
Bibi adalah Om dan Tante. Khusus kepan anak pertama dari Kakek
yang biasa disebut Pakde dipanggilnya adalah Utat atau Ginalom.
Sebutan untuk anak laki-laki adalah Lolaki, sedang anak
perempuan dipanggilnya Bobai, dan sebutan untuk cucu adalah ompu.
Keponakan disebut Pokoadiun, sedangkan kalau sepupu disebutnya
Anak Bersaudara, dan antara cucu disebutnya Cucu atau Ompu
Bersaudara. Panggilan untuk Kakak baik laki-laki maupun perempuan
adalah Guyah Guyang, sedang panggilan untuk adik Ayi-ayi, dan untuk
saudara ipar dipanggil Mogai.

39

Saat usia remaja dalam bahasa Mongondow adalah Tayomobiag, saat


dewasa dan atau menikah disebutnya Guranga. Sebutan untuk suami
istri adalah Buloi, sedangkan pada mantan suami atau mantan istri
disebutnya Gaat.
2.4.2. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal
Di Desa Nunuk,penanggungjawab urusan pemerintahan dan
adatadalah Sangadi yang dipilih secara langsung oleh penduduk.
Dalam mengurus administrasi desa, Sangadi dibantu oleh Sekretaris
Desa yang berstatus PNS dan beberapa tenaga honorer sebagai Probis
Pemerintahan, Pembangunan dan Umum.Sebagai mitra Sangaji di
bidang pemerintahan terdapat lembaga Badan Perwakilan Desa (BPD).
BPD bertugas menyusun peraturan desa (Perdes) dan menyampaikan
usulan-usulan pembangunan.
Desa Nunuk terdiri dari empat dusun yang dipimpin oleh
Kepala Dusun. Kepala dusun ini adalah pembantu pelaksana kebijakan
Sangadi di masing-masing dusunnya. Kepala dusun bertugas
menyelesaikan sengketa di tingkat Dusun. Bila upaya tersebut
gagal,urusan diserahkan ke pemangku adat dan bila belum dapat
terselesaikan maka langsung ditangani Sangadi. Kepala Dusun ini
otomatis menjadi Ketua Panitia di dalam kegiatan hajatan di masingmasing dusunnya, seperti pesta adat perkawinan dan atau kematian.
Di dalam pelaksanaanya Kepala Dusun dibantu oleh 2 RT di masingmasing dusun.
Untuk urusan adat, Sangaji dibantu oleh Lembaga Adat atau
Pemangku Adat. Pemangku adat bertugas untuk menyelesaikan
sengketa desa secara adat dan bertanggungjawab kepada kegiatankegiatan adat Desa dalam hal ini adat Mongondow.Pemangku adat
dipilih berdasarkan musyawarah tokoh-tokoh masyarakat. Sedangkan
untuk urusan keagamaan, ada Pegawai Syariah yang membantu
Sangaji. Pegawai syariah terdiri dari seorang Imam dan lima anggota
yang bertanggung jawab dalam seluruh kegiatan keagamaan di Desa.

40

Imam ini juga perwakilan Kementrian Agama dalam hal ini Kantor
Urusan Agama (KUA) sebagai Pembantu Pencatat Nikah di Desa.
2.5. PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN
2.5.1. Konsep Tentang Sehat dan Sakit
Konsep sehat bagi penduduk Desa Nunuk adalah dapat
melakukan aktifitas sehari-hari dengan kondisi badan yang nyaman
atau enak. Gejala-gejala sakit seperti demam, pusing, dan batuk bagi
mereka sudah dianggap sakit karena di badan terasa tidak enak meski
masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari.
Membeli atau mengkonsumsi obat-obat di warung terdekat
menjadi pilihan pertama pengobatan. Beberapa penduduk ada yang
menggunakan ramuan dari tanaman yang tumbuh di sekitar
pekarangan atau kebun mereka. Tetapi sepanjang pengamatan
mereka lebih memilih cara cepat membeli obat di warung. Bila merasa
belum sembuh maka mereka akan datang ke Pustu Desa untuk
berobat. Bila dalam jangka waktu empat-lima hari belum sembuh
juga, sebagian mereka mencari pengobatan alternatif. Salah satunya
adalah dengan upacara momolapag dan pengobatan alternative
cengkeh.
2.5.2. Pengetahuan Penyembuhan Tradisional dan Biomedikal
Konsep sakit bagi penduduk Desa Nunuk adalah sakit akibat
penyakit dan sakit akibat gangguan makhluk halus.Ketika mereka
mengalami gejala sakit, pilihan pertama mereka adalah penyembuhan
biomedical. Namun demikian, kuatnya keyakinan mereka terhadap
hal-hal ghaib terkait kesehatan membuat masyarakat menggunakan
teknik penyembuhan secara adat/tradisional yang mereka,
diantaranya adalah.
a. Momolapag, adalah upacara adat memuja dan meminta pada
arwah leluhur dengan menyediakan sesajen agar memberikan

41

pengobatan dan kesembuhan dari sakit dan atau pengobatan


terhadap bencana pada pertanian/perkebunan. Upacara ini
dilakukan pada perseorangan dan atau keluarga.Sesajen yang
diberikan adalah berbagai makanan bahan pokok seperti beras,
ketan, dan sagu. Masing-masing dimasak dan dibungkus berbagai
macam jenis daun. Selain makanan pokok tersebut juga ada satu
ayam dibelah menjadi dua dan dibuang kotorannya lalu dimasak.
Setelah upacara selesai keluarga disilahkan untuk makan
makanan sesajen tersebut.
Pada saat menyaksikan upacara momolapag tidak terasa suasana
khusus yang sakral. Upacara dilakukan di ruang makan dengan
sesaji yang sudah disiapkan di meja makan, tidak ada waktu
khusus. Baik pasien maupun Biang yang mengobati memakai baju
rumahan biasa bukan baju khusus ritual-ritual tertentu. Pasien
duduk menghadap sesajen dan kemenyan dibakar, lalu Biang
yang berdiri disamping pasien membaca lafal-lafal khusus sambil
mengusap-usap kepala pasien. Setelah upacara pengobatan ini
selesai keluarga disilahkan untuk makan makanan yang menjadi
sesajen tersebut.

Gambar 2.15. Perlengkapan upacara momolapag


Sumber : Dokumentasi peneliti

Boleh percaya boleh tidak, semua sesaji yang diolah dengan


bumbu lengkap, setelah upacara selesai dan sesaji boleh
dimakan,ternyata makanan tersebut terasa hambar.Demikian

42

yang disampaikan oleh Arman Mokoginta Penyuluh Kebudayaan


Bolaang Mongondow yang tinggal di Kotamobago.
b. Monibi, upacara pengobatan kampung yang dilakukan setahun
sekali secara massal. Seluruh penduduk terlibat di dalamnya.
Upacara ini bertujuan untuk menolak berbagai penyakit yang
mewabah, menghindarkan dan menolak bala atau bencana yang
menimpa penduduk.
Boleh percaya atau tidak, itulah kalimat yang
senantiasaterdengar ketika kami ingin mengetahui apa yang
masyarakat yakini tentang upacara monibi dan atau momolapag.
Berikut ini beberapa komentar bapak yang mantan Sangaji.
...sampai detik ini masih tanda tanya besar, dorang suruh percaya
100% tidak bisa bingung, mau tidak percaya saya juga mengalami,
saya juga kerasukan
...kata orang saya kerasukan setelah dipukul dirasa tiga kali kata
mereka saya makan monabang bunga kamboja dan air kelapa dalam
wadah besar setelah kerasukan saya keliling kampung mendatangi
semua orang tua muda

Bapak Rachman sebagai Sangadi pada masanya sempat


melarang upacara momolapag yang dianggap syirik. Suatu hari beliau
tiba-tiba sakit tidak bisa berjalan. Dia sudah berobat tetapi tidak
sembuh. Kemudian ada yang menyampaikan bahwa itu teguran dari
leluhur karena selaku Sangadi tidak mempercayai adanya leluhur.
Pada masa itu diceritakan banyak penduduk yang terkena penyakit,
pertanian terkena hama dan panen gagal, hewan ternak juga banyak
yang mati. Masyarakat meminta kepada Sangadi untuk dilakukan
monibi agar musibah yang terjadi di desa dapat disembuhkan.
Akhirnya dengan perasaan antara percaya dan tidak, antara bingung
syirik dan kondisinya yang sakit dan belum terobati, Beliau
menyelenggarakan upacara monibi.
Upacara monibi menggunakan media Sangaji sebagai orang
yang kerasukan. Ketika kerasukan,Sangadi yang semula tidak bisa

43

berjalan langsung bisa berjalan. Dia kemudian memakan bunga


kamboja dan minum air kelapa yang diambil ratusan buah kelapa.
Setelah itu Sangadi keliling kampung membawa semacam pecutan
dari dahan daun yang dicelupkan dalam air kelapa tersebut, dipercikpercikan kepada orang-orang yang sakit. Antara percaya dan tidak
sejak usai upacara monibi tersebut Sangadi Rachman Paputungan
sembuh dari kelumpuhan kaki dan sehat seperti sedia kala hingga
wawancara dilakukan. Sebagai tokoh masyarakat, dia tidak bisa
berkomentar banyak tentang upacara tersebut karena realitanya
memang bisa mengobati sakitnya. Upacara Momolapag hingga saat ini
masih terselenggara.
2.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang biasa digunakan oleh penduduk
Desa Nunuk adalah puskesmas pembantu yang dikelola oleh Bidan.
Meskipun dikelola oleh bidan tetapi puskesmas pembantu ini juga
dibekali dengan pengobatan dasar umum. Setiap bulan secara rutin
ada posyandu balita dan lansia di Kantor Desa Nunuk, yang
pelaksanaannya dibantu oleh kader posyandu. Bila sakit berlanjut
akan dirujuk ke Puskesmas Pinolosian. Puskesmas Pinolosian yang
terletak di samping Kantor Kecamatan Pinolosian kurang lebih 1 km
dari desa adalah puskesmas rawat inap. Ambulance siaga 24 jam siap
bila dipanggil ke desa untuk menjemput pasien.
Selain keberadaan dan peran Puskesmas dan bidan, di desa
Nunuk terdapat kader-kader posyandu maka cukup membantu
mensosialisasikan terkait fasilitas dan pelayanan kesehatan
pemerintah kepada penduduk desa.Penyelenggaraan posyandu balita
dan lansia tiap bulan di Kantor Desa Nunuk yang dibantu oleh kader
posyandu cukup ramai dikunjungi penduduk yang memiliki anak balita
dan para orang tua, menunjukan penerimaan penduduk terhadap
pelayanan kesehatan yang cukup baik.

44

2.6. BAHASA
Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Melayu, Menado,
Mongondow, dan Bahasa Indonesia. Bahasa menjadi kendala kami di
dalam penelitian yang cukup singkat, meskipun mereka bisa
berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia tetapi gaya bahasanya lepas
dengan pedoman baku bahasa Indonesia. Pemilihan kata pun cukup
membingungkan, seperti bentar malam dan bentar sore, torang
dan dorang, dan DP (dia punya). Menulis kembali ucapan-ucapan
mereka bukan pekerjaan muda.
Di dalam pengucapan etnis Mongondow selama penelitian ada
dua huruf yang pengucapannya beda, yaitu huruf L dibaca R dengan
lidah di langit-langit mulut, dan N dibaca NG. Momolapag dibacanya
Momorapag, Bolaang Mongondow dibacanya Boraang Mongondow,
dan Ikan dibacanya Ikang.
Selama penelitian kami mengamati bahwa Bahasa Indonesia
lebih banyak dipakai oleh orang-orang pemerintahan, seperti Ketua
BPD, Sangadi, Sekretaris Desa, dan Dinas Kesehatan. Sedangkan
masyarakat sehari-hari lebih menggunakan bahasa Melayu dan
Menado, untuk bahasa Mongondow sendiri lebih banyak di kalangan
orang tua.
2.7. KESENIAN
Waktu riset yang hanya satu bulan tidak cukup untuk menggali
tentang kesenian yang ada, beberapa yang dapat kami rekam adalah :
a. Salamat
Seni sastra sajak bersajak berisi doa, harapan, dan humor, yang
dapat ditemukan pada saat upacara adat perkawinan. Salamat
ini seperti di etnis Padang atau pun Betawi berbalas pantun.
Salamat pada saat upacara perkawinan
b. Bolad
Kerajinan membuat tikar dari daun pandan yang diberi warna
merah, hijau, biru, dan ungu. Beberepa orang tua masih bisa

45

membuatnya, dan masih ada dijual di pasar. Tikar buatan tangan


ini tampak halus, rapi dan kalau dirawat dengan baik, bisa
digunakan sampai jangka waktu yang cukup lama.
Tikar ini sempat mengalihkan perhatian peneliti terhadap situasi
duka, rasa ingin tahu untuk bisa memiliki tikar tersebut maka
peneliti menanyakan kepada asisten peneliti kebetulan adalah
salah satu anggota keluarga yang meninggal. Asisten peneliti
menjelaskan bahwa tikar ini dibuat sendiri oleh orang tua yang
meninggal, kira-kira umurnya lebih 20 tahun, cukup awet untuk
sebuah lembar tikar yang masih terlihat apik.
c. Lagu-lagu etnis Mongondow
Lagu-lagu yang senandungkan dengan bahwa Mongondow
masih dapat kita dengarkan setiap saat. Tema lagu cukup
beragam, mulai dari lagu tentang keindahan alam, lagu anakanak, cinta dan nasehat. Penduduk Desa mulai dari yang tua
hingga anak-anak masih bisa menyanyikan lagu-lagu dengan
bahasa Mongondow.
2.8. MATA PENCAHARIAN
Sulawesi Utara terkenal sebagai daerah nyiur melambai.
Sebutan tersebut tidak salah sebab disepanjang jalandapat ditemui
pohon kelapa. Begitu juga di Desa Nunuk, sepanjang mata
memandang terbentang berjajar pohon kelapa.Kelapa adalah produk
utama pertanian masyarakat setempat. Pola produksi hasil kelapa di
Desa Nunuk belum banyak dilakukan diversifikasi. Pohon kelapa
kebanyakan bernilai ekonomis dalam bentuk kopra untuk kemudian
dijual ke luar daerah. Beberapa memproduksi kelapa sebagai gula dan
ada yang menjual untuk memenuhi kebutuhan kelapa muda. Kalau
pohon sudah tua dan tidak produktif lagi maka dipotong menjadi
papan bahan bangunan rumah.
Banyaknya keberadaan lahan kelapa, menjadikan kelapa
memiliki nilai budaya selain nilai ekonomi. Secara kultural, kelapa

46

masih dijadikan masyarakat sebagai tali dan lakar-lakar pada tradisi


pernikahan menyertai mahar/mas kawin.
Selain pohon kelapa Desa Nunuk juga sangat terkenal sebagai
daerah penghasil durian, pala, coklat dan cengkeh. Bila musim buah
tiba, durian hanya dijual dalam bentuk buah tidak dalam bentuk atau
produk yang lain. Pala diambil bijinya saja. Coklat juga hanya sekedar
mengeringkan biji coklat. Cengkih pun hanya memiliki nilai ekonomis
di bunga cengkihnya. Tidak banyak upaya yang dilakukan masyarakat
untuk mengolah lebih lanjut hasil pertanian yang ada menjadi produk
yang memberikan nilai tambah secara ekonomi.Kekayaan sumberdaya
alam tersebut menjadikan penduduk Desa Nunuk mempunyai mata
pencaharian utama sebagai petani.

Gambar 2.16. Menjemur biji coklat


Sumber : Dokumentasi Peneliti

47

BAB 3
DINAMIKA PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

Kabupaten Bolaang mongondow Selatan merupakan


Kabupaten yang memiliki perhatian yang besar terhadap
permasalahan kesehatan. Dibuktikan dengan motto yang dimiliki oleh
Dinas Kesehatan yaitu Bolsel cinta sehat. Dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang baik dan maksimal bagi warganya,
pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan melalui Dinas
Kesehatan Bolaang Mongondow Selatan memiliki beberapa program
unggulan. Beberapa program tersebut diantaranya adalah :
1. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
2. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak
menular melalui promotif dan prevenif
3. Pembangunan infrastruktur kesehatan serta peningkatan
Sumber Daya Manusia (SDM) di Bidang Kesehatan
4. Gerakan Momangun nolipu Sehat
5. Gerakan Cinta Ibu dan anak
Sebagaimana disebutkan dalam profil Dinas Kesehatan tahun
2013 bahwa telah banyak capaian yang didapatkan sampai tahun
2013, namun masih ada beberapa kendala yang dihadapi, diantarnya
adalah peran serta masyarakat terhadap upaya untuk mendukung
program kesehatan masih lemah. Selain itu, dukungan dari lintas
sektor maupun swasta dirasa belum mamiliki daya ungkit yang lebih
untuk upaya promotif dan preventif yang menjadi program unggulan
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Dari segi pembiayaan kesehatan, pemerintah Kabupaten bolsel
memiliki anggaran pemerintah yang cukup besar yang bersumber dari
APBN, PHLN (Pinjaman/Hibah Luar Negeri), dan APBD. Untuk Tahun
2010, total anggaran kesehatan bersumber APBD berjumlah Rp.

48

14.024.238.965 yang terdiri dari Belanja Langsung dan Tidak


Langsung.Tahun 2011 total anggaran kesehatan berjumlah Rp.
25.280.339.473,- dan berjumlah Rp. 20.751.538.438,- pada Tahun
2012.
Tahun 2013 total anggaran kesehatan bersumber APBD
berjumlah Rp. 19.646.818.893 yang terdiri dari Belanja Langsung Rp.
9.321.188.190 (termasuk Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Rp.
3.700.530.000) dan Belanja Tidak Langsung Rp. 10.325.630.703,-.
Selain dari APBD dan DAK, alokasi dana kesehatan juga bersumber
dari ASKESKIN/ JAMKESMAS sebesar Rp. 457.992.000 dan Biaya
Operasional Kesehatan Rp. 608.200.000,-. Dengan demikian alokasi
Anggaran Kesehatan Pemerintah bersumber APBD sebesar 5,53 %.
Alokasi anggaran per-Kapita per-Tahun adalah sebesar Rp. 432.993,96
perkapita (Profil Dinas Kesehatan Bolsel, 2013).
3.1 Tenaga kesehatan
Pembangunan kesehatan akan berhasil apabila tenaga
kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sarana prasarana kesehatan
terpenuhi sesuai kebutuhan, sehingga berguna dan berhasil guna
dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Profil Dinas
Kesehatan Bolsel, 2013 ).
Pemenuhan Sumber daya Manusia (SDM) dalam bidang
kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini tidak lepas dari upaya
untuk memberikan pelayanan kesehatan masyarakat kepada semua
lapisan masyarakat,mengingat daerah bolsel masih ada daerah yang
sulit untuk dijangkau. Persebaran tenaga kesehatan di Bolaang
Mongondow Selatan mulai dari tingkat Dinas Kesehatan sampai pada
Polindes. Pada tahun 2013, jumlah tenaga kesehatan adalah
berjumlah 193 tenaga kesehatan. 156 tenaga kesehatan tersebar di
Puskesmas, Pustu dan Rumah Sakit, sedangkan 37 tenaga kesehatan
merupakan pegawai Dinas Kesehatan. Tenaga kesehatan tersebut

49

terbagi menjadi 7 kelompok, yaitu medis, perawat-bidan, farmasi, gizi,


teknis medis, sanitasi, dan kesehatan masyarakat.
Grafik dibawah ini menunjukkan persebaran tenaga kesehatan
di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tahun 2013. Dari data
dibawah ini terlihat bahwa tenaga kesehatan terbanyak adalah
perawat dan bidan yaitu sebanyak 162 tenaga kesehatan.
200

162

100
0

18

13

Medis
Gizi
Kesmas

Perawat/Bidan
Teknisi Medis

22

Farmasi
Sanitasi

Gambar 3.1. Tenaga kesehatan berdasarkan keahlian


Sumber. Profil Dinas Kesehatan 2013

Jumlah tenaga dokter di Kabupaten Bolaang Mongondow


Selatan pada tahun 2013 masih sangat minim. Secara keseluruhan
jumlah dokter umum adalah sebanyak 13 orang termasuk dokter PTT.
Ratio dokter umum pada tahun 2013 adalah 22/100.000 penduduk,
masih belum memenuhi standar nasional ratio dokter umum adalah
43/100.000 Penduduk.Besaran rasio menunjukkan bahwa Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan masih kekurangan 12 tenaga dokter
umum. Sementara untuk tenaga dokter gigi dan dokter spesialis masih
belum ada. Kebutuhan akan dokter spesialis seharusnya sebanyak 13
orang, sementara dokter gigi sebanyak 4 orang untuk memberikan
pelayanan yang optimal bagi masyarakat.
Untuk tenaga apoteker, Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan telah memiliki 2 tenaga apoteker.Dibandingkan standar
nasional ratio Apoteker 8/100.000 penduduk, kebutuhan tenaga
apoteker seharusnya adalah 5 orang. Tenaga Gizi terdapat sebanyak

50

17 orang, keberadaannya sudah memenuhi standar ratio 28/100.000


penduduk.
Tenaga Perawat di tahun 2013 tercatat sebanyak 189 orang.
Dengan
memperhatikan
ratio
perawat
231/100.000
penduduk,kebutuhan tenaga perawat sudah terpenuhi,walau masih
ada kendala persebaran tenaga yang tidak merata. Berbeda dengan
keberadaan bidan, 38 bidan masih belum memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Tabel 3.1 . Persebaran Tenaga Bidan di Desa Tahun 2013
No

Puskesmas

Jumlah Bidan
Di Puskesmas

Bidan Di
Desa

Molibagu

Duminanga

3
4

Momalia
Milangodaa

1
1

2
3

5
6
7

Pinolosian
Adow
Dumagin

1
2
3
10

4
3
4
21

Jumlah
Sumber. Profil Dinas Kesehatan 2013

Dari tabel di atas, terlihat masih kurangnya bidan yang


bertugas di desa. Secara umum, dengan jumlah penduduk sebanyak
58.762
jiwa, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan masih
kekurangan tenaga bidan sebanyak 16 orang untuk memenuhi ratio
bidan 75/100.000 penduduk.
Tenaga Kesehatan masyarakat di Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan tahun 2013 sebanyak 22 orang dengan ratio
(42/100.000 penduduk), artinya jumlah target untuk tenaga
Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
sudah sesuai standar nasional.
Tenaga Sanitasi di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
tahun 2012 sebanyak 9 orang dengan ratio (14/100.000 penduduk),

51

artinya masih jumlah tenaga Sanitasi masih kekurangan sebanyak 10


orang untuk mencapai ratio 25/100.000 penduduk.
Jumlah SDM kesehatan yang sangat minim ini menyebabkan
pelayanan kesehatan tidak maksimal. Ratio SDM kesehatan terhadap
penduduk masih jauh dari yang diharapkan sesuai Indikator Indonesia
Sehat 2013. Upaya untuk pemenuhan tenaga kesehatan pada tahun
2015 diupayakan melalui penerimaan tenaga baru untuk memenuhi
jumlah tenaga yang masih kurang.
3.2. Sarana Kesehatan
a. Pos Kesehatan Desa
Dalam memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal,
pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan menyediakan 25
Poskesdes dari 81 Desa yang ada (Profil Dinas Kesehatan tahun 2013).
Untuk tingkat Puskesmas yaitu Puskesmas Pinolosian, terdapat 4 buah
Poskesdes dan Salah satu diantaranya terletak di Desa Nunuk.
Keberadaan Poskesdes ini dirasakan memiliki manfaat yang besar bagi
masyarakat sekitar. Hampir semua masyarakat memanfaatkan fasilitas
tersebut untuk pengobatan. Khusus di Desa Nunuk, pelayanan
persalinan sebenarnya sudah disediakan, namun masyarakat masih
enggan untuk melakukan persalinan di Poskesdes. Mereka lebih
memilih melahirkan di rumah dengan memanggil bidan dan dukun
bayi. Poskesdes hanya digunakan untuk upaya kuratif bagi masyarakat
yang sedang menderita sakit tertentu. ...disni masih belum ada yang
melahirkan mas, mulai dari di bangun (tersenyum)... ses wayan.
b.

Puskesmas pembantu

Pustu yang ada tercatat ada 22 buah. Khusus di wilayah


Pinolosian, terdapat 3 buah pustu. Seperti halnya Poskesdes, Pustu
biasanya hanya digunakan untuk pelayanan pengobatan. Bagi
masyarakat yang terletak jauh dari Puskesmas, maka Pustulah yang

52

menjadi harapan pada saat sakit. Sehingga, keberadaan pustu menjadi


sangat penting bagi upaya pertolongan pertama bagi masyarakat.
c.

Puskesmas

Di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan terdapat sebanyak


7 Puskesmas. 3 diantaranya adalah Puskesmas rawat inap yaitu
Puskesmas Molibagu, Pinolosian, dan Momalia. Khusus puskesmas
Pinolosian, berdasarkan data dari Bolaang Mongondow Selatan dalam
angka, jumlah dokter umum adalah sebanyak 3 orang, dokter gigi
sebanyak 1 orang, dan apoteker sebanyak 1 orang.
Puskesmas Pinolosian merupakan salah satu Puskesmas rawat
inap dari 3 Puskesmas rawat inap yang ada. Namun memang untuk
kondisi bangunan Puskesmas masih perlu upaya perbaikan, apalagi
Puskesmas Pinolosian akan dikembangkan menjadi Puskesmas Poned.
Bangunan yang masih rangka beton masih belum diteruskan karena
masih menunggu anggaran daerah. Diharapkan oleh bidan Puskesmas,
setelah menjadi Puskesmas Poned, cakupan persalinan di fasilitas
kesehatan bisa ditingkatkan.
d. Rumah sakit daerah
Rumah sakit umum daerah yang terletak di bolaang uki masih
belum banyak menjawab permasalahan kesehatan di Bolaang
Mongondow Selatan. Keterbatasan fasilitas dan tenaga menjadi faktor
utamanya. Beberapa kasus kegawatdaruratan terpaksa harus dirujuk
sampai ke Kotamobagu atau bahkan sampai ke Manado dengan jarak
tempuh yang cukup jauh. Menyikapi hal ini, sedianya pemerintah
Kabupaten Bolaang Mongondow selatan segera memenuhi
kekurangan sarana dan prasarana yang ada sehingga apabila terjadi
kondisi yang perlu mendapatkan tindakan cepat, bisa segera
tertangani.

53

Gambar 3.2.Poskesdes desa nunuk (kiri) Puskesmas Pinolosian (kanan)


Sumber : Dokumentasi peneliti

3.3 Upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM)


Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat adalah kegiatan
yang dilakukan dari masyarakat, oleh masyarakat dan dimanfaatkan
sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Kegiatan UKBM menjadi
penting untuk dilakukan selain upaya kesehatan dasar dan upaya
kesehatan rujukan yang dilakukan pemerintah. Pentingnya adalah
bahwa masyarakat bisa memiliki peran terhadap upaya kesehatan
masyarakat. Peran serta masyarakat tercermin dari bagaimana
pelaksanaan kegiatan terkait kesehatan. Khusus di wilayah Desa
Nunuk Kecamatan Pinolosian, beberapa kegiatan yang termasuk
kedalam Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat adalah Posyandu
Balita, Posyandu Lansia, dan Posbindu.
a. Posyandu Balita
Secara harfiah, berdasarkan pengertian kementerian
kesehatan dalam buku panduan kader Posyandu tahun 2013
posyandu adalah salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, dan untuk dan bersama masyarakat dalam

54

penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan


masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar/ sosial dasar untuk
mempercepat penurunan angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB).
Posyandu sebenarnya bukan milik Puskesmas, tetapi dibawahi
oleh Desa setempat dan dilaksanakan oleh masyarakat. melihat
bagaimana pelaksanaan Posyandu di Desa Nunuk sebenarnya sudah
bisa dibilang baik. jumlah kader di Desa nunuk tercatat ada 3 kader.
Pembagian peran sudah dilakukan. 1 kader untuk penimbangan, 1
kader untuk pencatatan, dan 2 kader pada proses pendaftaran.
Namun ada beberapa hal yang memang perlu dikritis dari pelaksanaan
Posyandu di Desa Nunuk, diantaranya adalah bahwa proses
pencatatan yang dilakukan masih belum menggunakan buku standar
Posyandu atau Sistim Informasi Posyandu. Penggunaan buku tersebut
sangatlah penting karena dari buku tersebut dapat diketahui
beberapa hal terkait kesehatan balita serta berapa jumlah balita yang
tidak ditimbang serta informasi lainnya. Selain itu, lokasi posyandu
yang sangat sempit terasa kurang nyaman. Sehingga pelaksanaan
posyandu dinilai belum bisa maksimal.
Ada hal menarik yang teramati selama proses pelaksanaan
posyandu, yaitu pada saat penimbagan balita, setiap balita yang
ditimbang diharuskan membayar uang senilai Rp 1.000 rupiah sebagai
dana swadaya masyarakat yang diperuntukkan bagi kader posyandu.
Hal ini dikarenakan tidak ada alokasi anggaran baik dari pemerintah
desa maupun Kabupaten kepada kader Posyandu setiap bulannya.
Sehingga melalui dana tersebut, kader posyandu mendapatkan dana
yang akan dibagikan setiap tahun.
b. Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
Pos pembinaan terpadu adalah kegiatan monitoring dan
deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular terintegrasi (penyakit

55

jantung dan pembuluh darah, diabetes, penyakit paru obstruktif akut


dan kanker) serta gangguan akibat kecelakaan dan tindakan kekerasan
dalam rumah tangga yang di kelola oeh masyarakat melalui
pembinaan terpadu (Balitbangkes, 2015).

Gambar 3.3. Kegiatan di posbindu


Sumber. Dokumentasi peneliti

Posbindu yang dilakukan di Desa nunuk merupakan upaya


pemantauan kesehatan bagi remaja dan orang tua dibawah lansia.
Pemeriksaan dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Umumnya yang di amati atau di pantau kondisi kesehatannya adalah
penyakit hipertensi. Mengingat kasus hipertensi sangat tinggi terjadi
di masyarakat.
c. Posyandu Lansia
Pelaksanaan posyandu lansia dilakukan bersamaan dengan
posyandu dan posbindu. Dalam satu waktu, 3 pelayanan kesehatan
yang bersifat UKBM ini dilaksanakan. Jumlah kader posyandu lansia
adalah sebanyak 1 orang. Pelayanan posyandu lansia dilakukan oleh
bidan dan dokter Puskesmas. Keluhan yang diderita oleh lansia
kebanyakan adalah hipertensi. Hamis paputungan misalnya, ia

56

mengeluhkan bahwa badannya sering merasa pusing. Pada saat


dilakukan tensi, didapati bahwa tensinya 180/90 mmHg.
Upaya memberikan pelayanan pada kesehatan lansia dinilai
baik. upaya dokter dalam memberikan informasi kesehatanpun sudah
baik. namun, pola makan menjadi permasalahan tersendiri. Makanan
asin dan berlemak sangat digemari oleh masyarakat. selain itu,
kebiasaan merokok mash menjadi bagian dalam kehidupan seharihari.

Gambar 3.3. Pelayanan posyandu lansia


Sumber. Dokumentasi peneliti

3.4. Kejadian sakit di masyarakat Desa Nunuk


3.4.1 Penyakit darah tinggi
Hipertensi, adalah penyakit yang akrab dengan masyarakat
Desa nunuk dan bahkan di seluruh Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan. Hipertensi dari sisi medis adalah keadaan ketika tekanan
darah di pembuluh arteri lebih tinggi dari normal secara kronis.
Batasan untuk dikatakan hipertensi adalah bila tekanan darah sistole
lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastole 90 mmHg. Bila kondisi ini
terjadi maka kerja jantung akan semakin berat dalam rangka
memompa darah untuk memenuhi asupan oksigen dan nutrisi tubuh.

57

Hal ini bila berkelanjutan akan dapat mengganggu organ vital manusia
seperti jantung, ginjal serta otak.
Hipertensi sendiri di masyarakat etnis Mongondow tidak
memiliki nama khusus. Namun gejala yang dirasakan masyarakat yang
disebabkan oleh tekanan darah tinggi dikenal dengan Nopo nikin
dugu. Peneliti mencoba untuk melihat bagaimana pemahaman
masyarakat mengenai penyakit yang satu ini. Focus group discussion
(FGD) peneliti lakukan untuk mengetahui sejauh mana hipertensi
terjadi dan dipahami di masyarakat. Dari 10 ibu berusia 30 40 tahun,
hanya 2 orang yang mengaku memiliki kondisi tekanan darah kisaran
130/90 mmHg. Sisanya, 8 orang mengalami tekanan darah bervariasi,
ada yang 180/90 mmHg sampai 200/ 90 mmHg. Ada pernyataan
menarik ketika peneliti lontarkan berapa tekanan darah ibu-ibu saat
ini. 4 orang menyampaikan bahwa ia memiliki tekanan darah 140/100
mmHg dan Normal. Kata normal disini yang dimaksud adalah yang
dipahami masyarakat bahwa tekanan darah sekitar 140/90 mmHg
bagi orang yang berusia 40 tahun ke atas adalah normal. Mereka
memahami bahwa, untuk usia yang semakin tua, maka tekanan darah
dianggap wajar bila memiliki tekanan lebih tinggi. Dokter di
Puskesmas Pinolosian menyatakan bahwa pemahaman masyarakat
kurang tepat mengenai hal itu.
...itulah yang terjadi di masyarakat yang perlu dirubah.
Sebenarnya untuk hipertensi, semua umur harusnya ya 120/90.
Jadi kalau dia bilang 140/90 itu normal bagi orang yang sudah
tua ya keliru itu...

Ditanya tentang penyebab hipertensi kepada peserta diskusi,


peserta menyampaikan bahwa penyebab hipertensi disebabkan
karena pola konsumsi makanan yang menjadi penyebab utama.
Semua peserta diskusi memiliki kebiasaan yang serupa, yaitu kurang
konsumsi buah, penggunaan garam yang berlebihan, dan konsumsi
makanan yang mengandung lemak.

58

Hipertensi adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan


namun bisa dikendalikan dengan obat dan pola makan yang
baik.Namun anggapan bagi ibu-ibu peserta diskusi berbeda, semua
memiliki pandangan bahwa hipertensi akan sembuh bila sudah
mengkonsumsi obat dan akan menghentikan konsumsi obat serta
mengkonsumsi makanan seperti biasa tanpa harus menjaga
makannya. Hal inilah yang menyebabkan hipertensi selalu ada di
masyarakat.

POLA PENYAKIT RAWAT JALAN


TAHUN 2013
283

273

325 214

129
CC
ISPA

325

2268

403

HYPERTENSI
DERMATITIS

750

DIARE
1360

1560

ASMA
REMATIK

Gambar 3.4. Pola penyakit rawat jalan


Sumber. Profil Puskesmas 2013

Data diatas menunjukkan bahwa hipertensi menjadi salah satu


penyakit yang banyak ditemui di wilayah Puskesmas Pinolosian. Data
tahun 2013 menunjukkan ada 1360 penderita hipertensi yang berobat
di Puseksmas Pinolosian.

59

Tabel 3.2. 10 Penyakit pada pelayanan kesehatan


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama
Penyakit
cc
Ispa
Hipertensi
Gastritis
DKA
Myalgia
Diare
Asma
Pupitis akut
Reumatik

Januari
119
105
117
56
78
51
28
27
-

Jumlah kasus 2015


Februari
Maret
137
117
111
109
100
93
70
51
71
58
32
51
34
35
56
20
48
42
-

april
198
141
113
44
43
40
21
20
20
18

Sumber. Data bulanan 2015

Data diatas juga memperlihatkan bagaimana kasus hipertensi


masih tinggi terjadi di masyarakat. kasus hipertensi yang melakukan
pengobatan di Puskesmas pinolosian berturut-turut mulai januari
2105 sampai april 2015 adalah 117, 100, 93, 113. Meskipun
menunjukkan tren menurun, tetapi kejadian penyakitnya masih tetap
tinggi.
3.4.2 Kusta
Kusta memiliki cerita tersendiri bagi masyarakat Desa Nunuk.
Desa Nunuk pernah dianggap sebagai Desa dengan penderita Kusta
tertinggi di wilayah Bolaang Mongondow Selatan. Stigma yang
melekat sampai saat ini menyebabkan masyarakat Desa Nunuk
merasa terasingkan. Beberapa informan menyebutkan bahwa dulu
semua masyarakat di luar Desa Nunuk enggan membeli gula merah
yang diproduksi dari Desa Nunuk. Namun hal itu berangsur-angsur

60

memudar. Untuk penderita kusta, Sampai saat ini masih ada sekitar 3
orang yang masih dalam tahap pengobatan.
Untuk menggali lebih jauh mengenai penyakit kusta kepada
penderita langsung memang sangat sulit. Sampai penelitian ini
berakhir, peneliti tidak sempat menemui penderita kusta secara
langsung. Mereka merasa malu dengan stigma yang ada. Ada sebagian
yang beranggapan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit
kutukan. Kutukan tersebut terjadi karena ia durhaka dengan orang
tua.
Semua penderita kusta yang ada di desa Nunuk pernah
diasingkan di Kebun. Mereka biasanya ditempatkan di rumah gubuk
yang terbuat dari kayu. Pemahaman tentang pengobatan yang rutin
dan terus menerus selama 6 bulan masih belum bisa dipahami. Dalam
upaya memerangi stigma bagi masyarakat yang sudah sembuh, pihak
desa biasanya akan mengumumkan penderita yang sudah sembuh
dengan mengundang seluruh masyarakat untuk hadir dan
menyaksikan pengumuman bahwa si fulan sudah sembuh dari kusta.
3.5. Upaya mencari Pengobatan
Menarik untuk di amati bagaimana masyarakat etnik
mongondow dalam mencari pengobatan apabila ia merasakan sakit.
Namun sebelumnya perlu di ketahui bagaimana konsep sehat dan
konsep sakit menurut masyarakat etnik Mongondow. Berdasarkan
wawancara dengan beberapa informan, peneliti berusaha
menyimpulkan konsep sehat dari sisi etik masyarakat mongondow.
Sehat adalah keadaan dimana masyarakat masih bisa bekerja dan
beraktifitas seperti biasanya. Sakit adalah kondisi dimana badan
merasa tidak seperti biasanya. apabila mereka merasakan pusing serta
kurang enak badan, maka hal tersebut sudah dikategorikan sakit.
Meskipun kadar kesakitannya tidak tinggi dan mereka masih bisa
beraktifitas. Namun mereka tetap menganggap sakit. Untuk konsep

61

sakit, yang menjadi ukuran bukanlah aktifitas namun lebih kepada apa
yang dirasakan.
Berdasarkan sumbernya, rasa sakit yang dialami seseorang
diyakini berasal dari dua penyebab. Pertama adalah Sakit yang
disebabkan oleh bakteri,virus, atau kuman lainnya. Kedua adalah sakit
yang disebabkan oleh gangguan makhluk halus. Jenis kedua ini bisa
diperoleh ketika seseorang berada di rumah, halaman, dan kebun.
Dalam mencari pengobatan, hal pertama yang ia lakukan
adalah melakukan self treatment atau upaya pengobatan sendiri
menggunakan obat di warung. Bila yang dirasakan hanya sekedar
pusing, panas, sakit gigi, atau berdasarkan pengalaman terdahulu
bahwa sakitnya akan sembuh menggunakan obat warung. Kondisi ini
sebenarnya menjadi beresiko karena obat yang dikonsumsi tanpa
aturan serta dosis yang tepat. Hal ini akan menyebabkan resistensi
penyakit terhadap obat. Terlebih bila obat yang dikonsumsi adalah
antibiotik.Apabila tidak kunjung sembuh, maka langkah kedua adalah
mengunjungi tenaga kesehatan. Untuk masyarakat Desa Nunuk
biasanya akan berkunjung ke bidan wilayah di Poskesdes atau kepada
dokter praktik.Langkah terakhir apabila dalam mencari pengobatan,
penyakit yang dirasakan tidak kunjung sembuh, masyarakat akan
meminta pertolongan kepada dukun pengobatan atau mogogonow.
Berikut ini gambaran pencarian pengobatan oleh ibu Nola, 36
tahun. Selama 1 minggu, badannya panas, tidak enak makan, pusing
serta tidak bersemangat dalam beraktifitas. Ia sempat mengunjungi
bidan ses wayan yang ada di Poskesdes dan dokter praktik. Namun,
penyakitnya tidak kunjung sembuh. Obat yang dikonsumsi tidak
mengurangi apa yang ia rasakan. Pada akhirnya, ibu nola melakukan
ritual momolapag yang dipimpin oleh bapak Arif yang seorang
mogogonow. Berdasarkan penuturnya, setelah dilaksanakan ritual
tersebut, pada malam harinya bisa tidur nyenyak, makan enak dan
badan tidak sakit. Ia menyimpulkan bahwa sembuh.

62

Bagi masyarakat etnik Mongondow di Desa Nunuk, ritual


pengobatan tersebut menjadi penting dan menjadi bagian dalam
upaya pencarian pengobatan meskipun bukan menjadi pilihan
pertama.Kepercayaan terhadap bogani sebagai roh leluhur masih
sangat dipercaya. Bogani, seperti yang disampaikan oleh mohamad
bahrudin, 2010 adalah pemimpin dalam sebuah pemerintahan masa
lalu. Namun saat ini telah menjadi keyakinan yang baru.
3.6. Kesehatan ibu dan anak dalam balutan budaya
Pada bahasan di bawah ini, akan di sampaikan bagaimana
proses mulai dari remaja sampai pada anak balita pada etnik
Mongondow di Desa Nunuk Kecamatan Pinolosian. Yang akan di bahas
adalah dimulai dari masa sebelum kehamilan atau pada fase remaja,
pada masa kehamilan, masa persalinan dan nifas, sampai pada
bagaimana upaya kesehatan bayi dan balita dalam upaya peningkatan
status kesehatan anak pada masa keemasannya.
3.6.1 Masa sebelum kehamilan
Masa sebelum kehamilan dimulai saat menjadi remaja.
Seorang remaja penting untuk memiliki pengetahuan kesehatan,
khususnya kesehatan reproduksi, karena akan berpengaruh langsung
pada perilaku selama kehamilan. Remaja putra yang ditanya tentang
mimpi basah tahu bahwa mimpi basah adalah mimpi berhubungan
badan. Pada saat itu, sang anak laki-laki telah beralih menjadi akhil
balik dengan segala tanggungjawabnya. Lebih jauh lagi dikemukakan
bahwa anak yang telah mimpi basah, berarti ia sudah bisa menghamili
seorang wanita.
Pemahaman mengenai apa itu mimpi basah terkait makna,
memang sama sekali tidak pernah mereka dapatkan dari orang tua.
Peran orang tua untuk memberikan pengetahuan tentang mimpi
basah masih belum nampak. Pengetahuan tentang mimpi basah
mereka dapatkan dari sekolah. Pelajaran mengenai kesehatan
reproduksi pernah di ajarkan di sekolah. Namun, pada kegiatan

63

keagamaan seperti kegiatan mengaji, tidak pernah didapatkan


pemahaman tentang mimpi basah. Hanya mereka dapatkan dari
pendidikan formal. Dalam upaya menyampaikan kejadian yang
dialaminya, apabila remaja pria telah mengalami mimpi basah,
mereka akan menceritakan kepada teman-temannya. Ia tidak mau
menceritakan kepada orang tuanya karena malu.
Berbeda dengan remaja putri, mereka lebih terbuka dengan
orang tuanya. Orang tua remaja putri khususnya ibu, biasanya
memberikan pemahaman tentang apa itu menstruasi. Selain itu,
mereka juga diajarkan tentang bagaimana bergaul dan berinteraksi
dengan lawan jenis. Yustika Robandaha, 16 tahun menuturkan
...menstruasi itu adalah keluar darah kotor, yang ditandai
dengan rasa sakit di punggung, payudara, nyeri perut, dan
biasanya sensitif....

Ia menyampaikan bahwa ibunya telah memberikan


pemahaman tersebut, bahkan sebelum dirinya mendapatkan
menstruasi. Pemahaman yang diberikan bahwa akan keluar darah dari
alat kelamin perempuan yang dinamakan menstruasi. Meskipun
demikian, ia tetap merasakan perasaan takut dan terkejut pada saat
pertama kali menstruasi. Hal serupa juga dialami Fista Mokdompit, 18
tahun yang menuturkan pengalamannya pada saat menstruasi
pertama kali. Perasaan kaget dan shock masih dirasakan walau sang
ibu telah memberikan informasi dan pemahaman mengenai
menstruasi. Cukup beragam perasaan yang dialami perempuan saat
menstruasi pertama. Yang dialami citra, 18 tahun berbeda dengan
Fista. Informasi mengenai menstruasi dari ibunya membuat
dirinyalebih tenang menghadapi keadaan tersebut.
Saat berakhirnya masa menstruasi pada saat pertama kali haid,
remaja putri akan dimandikan oleh imam masjid untuk di sucikan.
Setelah mandi dan disucikan, mereka akan menggunakan mukenah
lalu memegang kain putih. Imam akan menuntunnya mengucapkan
surat-surat pendek dari kitab suci. Tujuannya adalah bahwa awal

64

kedewasaan yang merupakan datangnya masa akhil balik sehingga


diharuskan untuk di islamkan kembali. Pada saat itu, kewajiban
sebagai seorang perempuan dewasa telah melekat padanya.
Keyakinan akan menjadi gila apabila tidak dimandikan menjadikan
remaja putri selalu melakukan hal tersebut. Pemahaman menjadi gila
sebenarnya lebih kepada menakut-nakuti remaja putri agar ia mau
untuk melakukan hal tersebut dan mau bercerita apabila ia telah
mengalami menstruasi, tidak ditutup-tutupi.
Bagi remaja yang pertama kali menstruasi, ada pantangan yang
diyakini. Pantangan tersebut adalah bahwa selama menstruasi pada
saat pertama menstruasi, tidak diperkenankan untuk bercermin dan
menyisir rambut. Diperbolehkan menyisir rambut apabila dilakukan
oleh ibunya. Ibu dewi menuturkan :
...Dulu waktu anak saya sebelum haid saya bilangin begini, ini
kan umur kamu 13 tahun. Ntar kalau ada darah dicelana itu ada
haid. Jangan disembunyiin, Ntr kalo disembunyiiin jadi gila. Pada
waktu dia haid bilang, Mak ada darah dicelana begitu, lalu saya
bilang, ntr kamu saya antar ke rumah nenek kamu. Di sana
dikasih mandi, dikasih doa mandi besar. setiap mandi selama 7
hari, doanya berbeda. Sesudah itu dibersihkan kuku lalu disisir.
Mandi pertama ada baki, ada tanah di parang, cermin, sisir,
terus udah mandi itu di injak di parang yang ada tanahnya. Terus
dikasih injak baru dikasih doa-doa. Orang tua yang mendoakan.
Doanya begini Dia moko buling-buling, dia moko bungkait, dia
moko darag-darag, ta padoman mo sehat iko, moko uli
padoman kon rezeki, igumon mako kon doa, mononoy pa
doman bobiyagmu. Mo yayukon segala panyakit. artinya Ndak
bikin gila, ndak bikin kuning, mudah mudahan mau jadi anak
yang sehat, nanti banyak rezekinya, minta doa dengan Allah, jadi
umur panjang, dijauhi dari segala penyakit...

Penggunaan pembalut yang diperjual belikan di toko dengan


berbagai merk menjadi pilihan yang umum untuk dipergunakan. Bagi
remaja putri Mongondow, moderenisasi sudah menjadi bagian dalam
kehidupannya. Memang dibeberapa daerah di Indonesia pada suku
tertentu, penggunaan kain bekas sebagai pembalut masih dilakukan.

65

Seperti pada etnik Muyu perempuan etnik Dayak Siang Murung


penggunaan kain yang sudah dibersihkan dan dimanfaatkan menjadi
pembalut masih dimanfaatkan oleh sebagian besar remaja putri.
Menggali informasi mengenai anemia pada remaja putri,
beberapa diantara mereka tahu bahwa anemia adalah kekurangan
darah. Namun ketika ditanya tentang penyebab anemia, mereka tidak
tahu. Mereka juga tidak mengenal sumber makanan yang
mengandung zat besi.
Kemudian, digali mengenai informasi tentang kondisi saat
menstruasi, mereka menjawab pernah merasakan pusing-pusing. Hal
ini mencerminkan bahwa perhatian terhadap masalah kesehatan yang
terjadi di remaja putri masih belum dipahami seutuhnya di kalangan
remaja putri di Desa nunuk. Pentingnya pencegahan terhadap
kejadian anemia pada remaja masih belum mendapat perhatian
serius.
Menyangkut masalah penyakit menular seksual, sandy, 21
tahun menuturkan bahwa penyakit menular seksual adalah penyakit
yang diakibatkan oleh hubungan seks yang tidak sehat. Penyakit
menular seksual tersebut diantaranya adalah sifilis, gonorhoe, herpes
dan HIV AIDS. Untuk pemahaman mengenai penyakit menular seksual
mereka dapatkan melalui kegiatan yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan. Promosi kesehatan melalui penyuluhan kesehatan di
sekolah-sekolah menjadi agenda rutin untuk memberikan
pemahaman tentang kesehatan reproduksi, mengingat kasus hamil di
luar nikah di desa Nunuk banyak terjadi. ...di desa nunuk banyak yang
hamil diluar nikah, kalau hamil diluar nikah biasa kena denda dari
sangadi ndak tau berapa besarnya... Meisin Datundugon, 18 Tahun.
3.6.2 Masa kehamilan
Masalah kehamilan memang menjadi sesuatu hal yang menarik
untuk diulas khususnya pada masyarakat etnik mongondow di Desa
Nunuk. Berbagai kegiatan atau kebiasaan yang dilakukan pada ibu

66

hamil menjadi pro dan kontra di masyarakat. beberapa warga melihat


kegiatan adat tertentu yang dilakukan untuk ibu hamil tidak perlu
untuk dilakukan. Sudut pandang yang digunakan memang melihat
dari sisi agama. Namun ada yang masih memandang itu sebagai
sebuah tradisi yang perlu untuk dilestarikan dari sisi budaya.
Kebiasaan orang tua atau nenek moyang yang sudah mendarah daging
tidak mudah untuk dilunturkan. Kedua pandangan ini memang tidak
akan mungkin bisa untuk disatukan. Namun apapun itu, yang terlihat
bahwa masyarakat Mongondow Desa Nunuk sepakat bahwa
kehamilan merupakan sebuah proses melanjutkan keturunan. Lebih
jauh lagi bahwa proses kehamilan menjadi langkah awal bagi orang
tua untuk merubah kehidupannya melalui keturunannya. Terbukti
dari bagaimana penuturan seorang informan Dewi,
...saya punya anak 2, laki satu, perempuan satu, tapi diluar
semua. Saya berdua saja di sini. Anak saya yang laki-laki di
jakarta, yang perempuan di kotamobagu. Kuliah di kotamobagu
biar bisa sukses...

Melihat bagaimana pandangan terhadap kehamilan memang


merupakan sebuah anugrah tersendiri bagi wanita yang sedang hamil.
Namun masih belum menjadi nikmat dan kebahagiaan bagi mereka
yang belum mendapatkan keturunan. Marni misalnya, saat penelitian
berlangsung sudah berusia 24 tahun. Pengalamannya menikah di usia
yang masih bisa dikatakan muda yaitu 18 tahun dengan suaminya yang
terpaut dua tahun lebih tua bernama Sarjan, masih belum dikaruniai
keturunan. Wawancara mendalam yang dilakukan pada ibu marni,
menjelaskan upayanya untuk mendapatkan keturunan telah ia lakukan
selama 6 tahun. Selama penantiannya itu, ia sudah beberapa kali
berupaya mengunjungi biang berharap mendapatkan anak. 3 biang
sudah ia kunjungi dan sampai saat ini masih belum ada tanda-tanda
terjadi kehamilan. Ia menuturkan
...ke biang ya di urut saja, perutnya. Padahal menstruasi lancar,
awalnya ndak lancar setelah ke dokter lancar. Soalnya suami
ndak ikut jadi ndak periksa semua katanya ada benjolan. Ndak

67

pasti soalnya diperiksa luarnya saja. Suami ndak ikut jadi dokter
ndak mau periksa, harus persetujuan suami. Soalnya suami ada
kerja di kebun. Suami umur 26 tahun. Kalau ada ya kepengen.
Tidak terpikir, lupa karena ke kebun, sebenarnya kepengen
(tersenyum)...

Upaya lain ia lakukan dengan meminum beberapa ramuan.


Misalnya sarang semut di tambah dengan temu lawak, keduanya
direbus. Selain itu, daun sirih digunakan untuk upaya mendapatkan
keturunan yaitu dengan cara direbus dan diminum airnya.
Lain halnya dengan Anti, 28 tahun. Penantian untuk
medapatkan anak baru ia dapatkan setelah menunggu selama 8 tahun.
Tidak berbeda dengan cara yang diupayakan oleh marni, keinginannya
membuahkan hasil setelah ia meminum 6 bungkus jamu yang
dibelinya di toko. Setiap kali minum, ia harus menelan 10 butir jamu
yang berbentuk butiran kecil sebesar biji kacang hijau. 20 butirpun ia
habiskan setiap hari. 10 butir pada pagi hari dan 10 butir pada malam
hari. Anti seolah menjadi acuan bagi marni bagaimana lamanya ia
mendapatkan keturunan. Cara yang dilakukan anti untuk
mendapatkan keturunan juga ditiru oleh marni. Marni masih memiliki
keyakinan bahwa ia masih 6 tahun menunggu, sedangkan anti baru
mendapatkan anak setelah 8 tahun penantian. Bagi marni, harapan itu
masih ada. Kondisi ini dipahami marni sebagai sesuatu yang memang
belum waktunya. Ia percaya bahwa segala sesuatu tidaklah lepas dari
campur tangan yang kuasa. Sehingga apapun yang terjadi, ia terima
dengan lapang dada.
Pasangan lain yang telah 5 tahun belum dikaruniai keturunan
adalah esterlita , 21 tahun dan aldi . ia mengisahkan bahwa tidak ada
satupun dari keluarga yang tidak memiliki anak. Sang kakak dan adik
pun telah dikaruniai keturunan. Cara-cara tradisional menjadi pilihan
awal bagi pasangan ini, seperti datang ke biang dan mengkonsumsi
jamu-jamuan. Namun belum ada tanda-tanda akan memiliki anak.
Sempat juga ada penjual jamu dari jawa yang menawarkan beberapa

68

ramuan agar esterlita bisa hamil. Tapi hasilnya nihil. Ada niat untuk
memeriksakan kesehatan reproduksinya pada dokter ahli di
Kotamobagu untuk melihat bagaimana kualitas kesehatan alat
reproduksinya. ...ini masih tunggu gaji dulu baru kita mau ke dokter di
kotamobagu... kata esterlita.
Yang menjadi perhatian di sini adalah bagaimana keturunan
menjadi sangat diidamkan untuk dimiliki. Pandangan masyarakat
terhadap orang yang belum memiliki keturunan biasa saja. Bukan
malah menganggap atau menjustifikasi bahwa ia menderita sakit
tertentu. Namun lebih kepada bagaimana masyarakat juga ikut
memberikan saran tentang apa yang perlu dilakukan untuk segera
mendapatkan anak.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas kepada
ibu hamil di Desa nunuk adalah melalui posyandu. Selain itu,
pelayanan di Poskesdes juga siaga selama 24 jam. Untuk pelaksanaan
posyandu, di jadwalkan setiap awal bulan. Desa nunuk memang tidak
terlalu luas serta jumlah penduduk tidak terlalu banyak. Posyandu
yang ada di Desa Nunuk hanya ada 1 dan terletak di kantor Desa. Pada
saat penelitian ini berlangsung, pelaksanaan posyandu dijadwalkan
pada tanggal 7 mei 2015. Jadwal bisa berubah tergantung
kesepakatan petugas dan kader posyandu. Pemeriksaan ibu hamil
dilakukan sebanyak minimal 4 kali. 1 kali pada trimester pertama, 1
kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ke 3. Penuturan
informan Intan menyebutkan bahwa ia memeriksakan anak ketiganya
itu mulai usia kandungan satu bulan di posyandu. Upaya untuk
menjaga kehamilannya dilakukan pemeriksaan setiap bulan secara
rutin. Senada dengan yang disampaikan oleh ibu Intan, Andri, 31
Tahun, merupakan Suami dari Ibu Yulianti yang pada saat penelitian
sedang hamil 4 bulan menuturkan, istrinya semenjak hamil 1 bulan
sudah diperiksakan ke bidan.
Pemeriksaan ibu hamil bagi masyarakat Desa Nunuk Tidak
hanya dilakukan pada bidan saja, tetapi juga kepada Biang. ...jadi

69

sama-sama mas, kalau periksa hamil ya ke ses ya ke biang. Harus itu


dilakukan... Andri, 31 Tahun. Yang dilakukan Masni Lobu, 21 tahun,
sedikit berbeda. Ia lebih memilih datang ke Biang terlebih dahulu
setelah mengetahui bahwa ia sedang hamil. Pendapatnya
menyebutkan bahwa datang ke biang adalah untuk pemeriksaan awal
kahamilan. Menghidari gangguan gaib menjadi langkah awal dan
maksud mengunjungi Biang.

Gambar 3.5.Pemeriksaan Kehamilan


Sumber. Dokumentasi peneliti, mei 2015

Pelayanan pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil di Desa


Nunuk meliputi pengukuran Berat badan, pengukuran tinggi badan
bagi wanita hamil yang kontak pertama dengan tenaga kesehatan,
pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA), pemberian tablet tambah
darah, pemeriksaan darah, pengukuran tekanan darah, imunisasi
Tetanus Toksoid serta konseling untuk memberikan pemahaman
seputar kesehatan kehamilan. Bagaimana pola pemeriksaan ibu hamil
yang sudah menjadi kebiasaan baik di Desa Nunuk, memang menjadi

70

kekuatan tersendiri untuk bisa memantau kesehatan ibu dan anak.


Kegiatan tersebut tidak lain adalah untuk menghindari dari hal-hal
yang tidak diinginkan.
Tabel 3.3. Data Ibu Hamil dan ibu hamil risti di Kecamatan
Pinolosian
No

Desa

1
Linawan
2
Linawan 1
3
Nunuk
4
Ilomata
5
Pinolosian
6
Pinolosian Selatan
7
Kombot
8
Kombot timur
9
Lungkap
10 Tolotoyon
Kecamatan

Jumlah
Bumil
21
19
27
22
24
11
31
6
18
27
206

Bumil risti
4
4
5
4
5
2
6
1
4
5
41

Komplikasi
ditangani
2
0
5
2
3
4
4
2
7
4
39

Sumber. Profil Kecamatan Puskesmas Pinolosian

Peneliti sempat menyaksikan bagaimana bidan wilayah


melakukan proses pemeriksaan kepada ibu hamil. Semua proses
pemeriksaan yang meliputi 10 T dilaksanakan. namun yang menjadi
poin penting adalah bagaimana sang bidan dengan baik bisa
memberikan informasi yang jelas kepada ibu hamil tentang apa yang
perlu dilakukan, apa yang sebaiknya di hindari, bagaimana porsi
makannya serta bagimana cara menjaga agar kehamilannya tetap
sehat.
Melihat adat istiadat selama kehamilan, memang terdapat
beberapa kekhasan yang ada. Ibu hamil yang akan keluar pada
malam hari diharuskan untuk melumurkan jeruk suwanggiyang sudah
diberi doa pada sekujur tubuhnya. Mulai dari bagian kaki, tangan,
serta badannya. Tidak hanya dilumurkan, jeruk suwanggi berupa

71

potongan kecil dan diambil bagian kulitnya di lekatkan pada pakaian


bagian dalam menggunakan peniti. Tradisi ini di lakukan mulai pada
awal kehamilan sampai melahirkan. Dimaksudkan agar ibu hamil
tersebut bisa terhindar dari pengaruh buruk dari hal-hal gaib. Namun
bagi beberapa masyarakat, upaya untuk memberikan keselamatan
kepada jabang bayi dan ibunya lebih pada pendekatan keagamaan.
Melalui memperbanyak berzikir dan mendekatkan diri kepada sang
pencipta.
Tabel 3.4. Jumlah ibu yang mendapatkan tablet Fe 1 dan Fe 3
No Desa
1
Linawan
2
Linawan 1
3
Nunuk
4
Ilomata
5
Pinolosian
6
Pinolosian Selatan
7
Kombot
8
Kombot timur
9
Lungkap
10 Tolotoyon
Kecamatan

Jumlah Bumil
21
19
27
22
24
11
31
6
18
27
206

Tablet Fe 1
23
15
25
22
16
13
25
6
18
24
187

Tablet Fe3
21
13
20
14
14
10
20
5
15
22
154

Sumber. Profil Kecamatan Puskesmas Pinolosian

Jika ada tanda-tanda mual atau merasa tidak enak badan maka
bisa juga menghirup aroma jeruk tersebut yang memiliki bau segar.
Secara logika sebenarnya penggunaan jeruk suwanggi ini memang
masuk akal. Bahwa aroma jeruk yang segar tersebut bisa menjadi
pereda saat ibu hamil mengalami mual-mual.

72

Gambar 3.6.Lemon Suwanggi


Sumber. Dokumentasi peneliti

Bagi ibu hamil yang usia kandungannya sudah memasuki 7


bulan, maka kegiatan yang dilakukan adalah doa selamat atau istilah
umum adalah selamatan dengan mengundang warga sekitar untuk
ikut mendoakan kehamilannya. Serupa dengan upacara mitoni3 pada
etnik jawa yang juga melakukan hal serupa pada usia kandungan 7
bulan.
Untuk pantangan selama hamil, Ibu hamil di etnik Mongondow
Desa Nunuk, tidak mengenal pantangan terhadap makanan tertentu.
Untuk asupan makanan selama kehahamilan, apapun makanan yang
dinilai memiliki gizi yang baik untuk kesehatan bayinya maka akan
dinikmati untuk konsumsi kesehariannya. Informan Intan, menuturkan
...saya selama hamil tidak ada pantangan makan mas, ya biasa
saja, makanan sehari-hari dimakan, tapi memang waktu
pertama itu tidak mau makan, susah makannya, kalau buah
buahan ya biasa saja kadang kalau pas punya uang kita beli
semangka atau apa...

Bila tidak ada pantangan terhadap makanan, masyarakat


mengenal pantangan berupa perilaku membunuh binatang seperti
anjing, kucing dan ular.Suami yang memiliki istri sedang hamil dilarang
untuk menyembelih ayam. Dikisahkan oleh ibu Dewi, 47 tahun.
Saudaranya bernama Sukanto, 55 tahun, pada saat Sukanto memiliki
anak berusia 3 hari bernama aril, Sukanto memukul anjing yang masuk
3

Mitoni adalah upacara 7 bulanan yang dilakukan pada etnik jawa

73

ke dalam rumahnya hingga mati. Seminggu kemudian tubuh aril


memerah dan dipenuhi luka seperti terbakar. Luka tersebut diyakini
sebagai luka yang diakibatkan oleh perbuatan sang ayah karena telah
membunuh binatang. Cara medis ditempuh untuk melihat apa
sebenarnya penyebab luka yang dialami aril, anaknya. Namun upaya
tersebut tidak kunjung membuahkan hasil. Cara lainpun dilakukan,
Sukanto mencoba mengunjungi seorang Mogogonow4. Ia adalah
bapak Arif. Mogogonow melakukan Modeyangow.5Upacara khas
mongondow pun dilakukan. Dengan memberikan mopokaan6 kepada
sang roh serta roh halus tersebut mobuju (dirayu) supaya tidak
mengganggu. Maka, berdasarkan penuturan ibu dewi, tidak lama
berselang penyakitpun berangsur-angsur sembuh. Pantangan
membunuh binatang tidak hanya dilarang pada saat sang istri sudah
melahirkan tetapi juga sebelum melahirkan atau sedang hamil, suami
dilarang keras membunuh binatang karena dapat berpengaruh buruk
kepada bayi yang dikandung oleh istrinya.
Bagi ibu hamil sendiri ada beberapa hal yang harus dihindari
karena diyakini dapat berpengaruh tidak baik pada kandungan
maupun pada saat proses persalinan kelak. Ibu hamil dilarang
melingkarkan apapun di badannya selama hamil karena dipercaya
bayinya akan terlilit oleh plasenta. Ungkapan tersebut di yakini oleh
ibu Marsita Pongayo, 18 tahun yang sedang hamil 1
bulan.Dikhawatirkan nanti bayi yang ada di dalam kandungannya akan
terlilit oleh plasentanya.
Mas, jangan...
Sore itu, suasana memang mendung. Namun keinginan
4

Mogogonowadalah dukun yang dianggap bisa menyembuhkan penyakit yang


berasal dari gangguan gaib.
5
Modeyangow adalah cara untuk mengetahui penyebab penyakit.
6
Mopokaan adalah sesajen yang di siapkan untuk acara pengobatan etnik
mongondow melalui ritual khusus yang bertujuan untuk menghilangkan gangguan
rohroh halus.

74

saya untuk berkunjung ke salah satu rumah di ujung Desa Nunuk


tidak bisa terhalangi. Setibanya di sebuah rumah sederhana,
tidak lama berselang setelah kami membicarakan hal-hal yang
ringan, hujan turun dengan sangat deras. Terpaksa kami
menggeser beberapa kursi di ruang tamu karena angin memaksa
air hujan untuk masuk ke dalam rumah yang diketahui milik
bapak bambang (bukan nama sebenarnya). Keluarga yang
terkesan ramah menyuguhkan beberapa kue ringan dan teh
panas untuk kami yang biasa mereka bilang air panas. Memang
pada saat itu akan ada hal yang menggembirakan yang sedang
dipersiapkan. Pernikahan salah satu anaknya akan dilangsungkan
pada tanggal 7 bulan mei tahun 2015.
Silahkan di makan mas begitulah ia mempersilahkan
saya untuk mencicipi hidangan kue kering yang sebenarnya
memang dipersiapkan untuk acara pernikahan.
Mengamati bagaimana persiapan keluarga menjelang
pesta pernikahan, saya berkesempatan melihat sampai di dapur
pemilik rumah. Kesibukan dan canda tawa diantara mereka
seolah menghilangkan penat yang sudah mulai pagi
mempersiapkan hidangan pesta pernikahan. Sayapun memilih
posisi duduk di depan pintu sambil mendokumentasikan
beberapa kegiatan mereka yang asik dengan oven serta adonan
kue.
Tiba - tiba salah seorang diantara mereka berkata :
mas, duduk di kursi sini saja (sambil menunjuk kursi di sebelah
pintu). Jangan duduk di depan pintu, ada yang hamil di rumah
ini. sayapun bergegas untuk pindah ke kursi yang dimaksud.
diketahui ternyata sang calon pengantin wanita telah
mengandung anak usia 1 bulan kurang.

Masyarakat etnik Mongondow meyakini, apabila ada anggota


keluarga yang sedang hamil, semua orang di larang untuk duduk di
depan pintu rumahnya. Kekhawatiran tentang proses persalinan yang
akan terhambat dan terhalangi, menjadi alasan mengapa seseorang

75

tidak boleh duduk di pintu rumah yang ada perempuan hamilnya. Bagi
ibu hamil yang akan keluar rumah, jangan sekali-kali berdiam sejenak
di tengah-tengah pintu, niat untuk keluar harus diteruskan keluar. Bila
ibu hamil masih tidak langsung keluar rumah, tetapi masih berdiam
diri di antara pintu rumah, maka diyakini pada saat melahirkan bayi
akan sulit keluar. Kepercayaan lain yang diyakini oleh ibu hamil adalah
ibu hamil hendaknya mencuci piring bekas makannya dengan bersih.
Keyakinan ini dipercaya akan berpengaruh pada kebersihan bayi yang
nantinya akan dilahirkan. Selain itu, bagi ibu hamil yang keluar malam
diharuskan untuk menggunakan penutup kepala. Namun saat ini
sudah mulai banyak berkurang. Kecuali yang berkerudung. ibu hamil
yang keluar malam mulai tidak menghiraukan hal tersebut. Ada
benarnya juga tentang pemahaman tersebut. upaya menghindari
kepala dari dinginnya malam serta embun malam adalah bermanfaat
bagi ibu hamil. Pantangan lain juga disebutkan bu hasmiah melalui
pernyataannya sebagai berikut :
...Tidak boleh makan di dalam kamar. suami makan apa aja
harus bilang kepada istrinya supaya nanti anaknya ndak keluar
liur dan ibunya tidak keluar kotoran saat melahirkan...

Kepercayaan tentang hal-hal gaib bagi ibu hamil memang


diyakini ada oleh masyarakat mongondow. Mereka meyakini bahwa
dimanapun tempatnya, entah itu di dalam rumah, dihalaman atau
Kintal7,di kebun atau dimanapun itu, selalu ada roh halus atau hal gaib
yang mendiami. Maka, berbagai upaya untuk mencegah agar tidak
diganggu oleh hal-hal gaib tersebut pun dilakukan. Salah satunya
dengan jeruk suwangi yang telah dijelaskan di atas. Andri, 31 Tahun,
menuturkan ...kalau wanita hamil itu harum mas di dunia mistik. Jadi
cenderung makhluk halus itu mendekat, jadi ya harus di lindungi atau

Kintal adalah Halaman rumah

76

dilakukan itu biar selamat....Sependapat dengan yang diutarakan


Andri, Suparman Paputungan, menyampaikan
...dirumah, dikebun, dihalaman atau kintal itu kan ada yang
menunggu atau penjaga,,bukan penjaga, kok rasanya kurang
pantas disebut penjaga, karena penjaga kan yang menjaga, roh
halus lah. Nah itu biar tidak mengganggu ibu hamil...

Keyakinan akan makhluk lain yang mampu mengganggu ibu


hamil celaka dan kegiatan tertentu yang mengakibatkan petaka bagi
sang bayi inilah yang diupayakan oleh masyarakat Etnik Mongondow
untuk bisa di cegah melalui cara-cara tertentu ataupun melalui
perilaku khusus yang diyakininya.
Berdasarkan obrolan ringan dengan bidan desa, ses wayan.
Memang tidak ditemukan masalah yang berarti yang terjadi pada ibu
hamil di Desa Nunuk. Kehawatiran akan terjadinya resiko tinggi yang
dialami, seperti hipertensi. Tidak banyak dialami. Tercatat hanya 1
orang yang menderita hipertensi mencapai 200/110 mm/hg dan
itupun sudah di tangani oleh rumah sakit melalui operasi caesar.
3.6.3 Melahirkan dan nifas
Proses persalinan adalah proses yang sangat penting
mengingat di indonesia, kasus kematian ibu dan bayi sangat tinggi
pada saat bersalin. Menjadi bermasalah ketika persalinan tidak
ditangani oleh tenaga kesehatan serta tidak di fasilitas kesehatan.
Tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan adalah dua hal utama agar
terselenggaranya persalinan yang aman. Pada bahasan ini, akan
dijelaskan bagaimana proses persalinan pada etnik mongondow,
tempat bersalin, serta tradisi apa yang masih melekat mulai dari
persalinan sampai pada masa nifas serta analisanya.
3.6.3.1 Proses persalinan
Seperti yang di jelaskan pada sub bab di atas bagaimana
perempuan hamil pada etnik mongondow di desa nunuk

77

mempersiapkan kehamilan, mereka mempersiapkan kehamilan


dengan cara pemeriksaan secara rutin. Sang suami umumnya
memperhatikan bagaimana kondisi sang istri. Kehamilan memang
menjadi sesuatu yang diharapkan sehingga benar-benar dijaga dan
dipersiapkan sesiap mungkin.
Ada satu hal menarik yang teramati selama penelitian ini
dilangsungkan. Bahwa perempuan hamil umumnya akan memilih
tempat persalinan di rumah, tidak di fasilitas kesehatan. Terkecuali
pada kondisi tertentu, yang mengharuskan ibu hamil tersebut dirujuk,
maka akan dibawa ke fasilitas kesehatan. Beberapa kasus ditemukan
terjadi kematian pada ibu maupun bayi pada saat melahirkan di
rumah.
Fahrudin paputungan, 39 tahun. Mengisahkan bahwa sang
anak pernah meninggal lantaran sang istri melahirkan di rumah. Kala
itu, fahrudin tidak menyangka bila istrinya akan melahirkan secepat
itu. Sang istri sudah mulai merasakan sakit perut hebat meskipun
masih belum genap 9 bulan. Berdasarkan pengakuannya, sang istri
melahirkan pada usia kandungan 8 bulan lebih. Fahrudin pun
memanggil biang dan bidan untuk membantu persalinan. Proses
persalinan pun dilakukan. Tidak lama kemudian bayipun lahir. Namun
naas, bayi prematur yang terlahir tidak mendapatkan cukup
kehangatan sehingga sang bayi meninggal. Dengan amat menyesal,
fahrudin bercerita bahwa ia sangat trauma bila istrinya melahirkan
dirumah. Karena ia berpendapat bahwa seandainya istrinya
melahirkan di fasilitas kesehatan, bayinya akan tertolong melalui alat
inkubator yang mampu memberikan kehangatan pada bayinya.
Fahrudin juga membenarkan bahwa ada beberapa ibu hamil yang
harus meregang nyawa pada saat melahirkan di rumah.
Lain lagi kisah Marlina Loha, 30 tahun. Malam itu, sekitar pukul
21.00 WITA ia merasa sangat sakit pada bagian perutnya. Ia sempat
diantar oleh sang suami untuk pergi periksa ke bidan. Lokasi yang
tidak terlalu jauh namun dengan kondisi jalan yang sedikit rusak

78

karena dalam proses perbaikan akan beresiko pada kandungan


marlina saat menuju ke bidan. Saat tiba dirumah bidan kadek, iapun
masuk ke rumah bidan kadek dengan niatan untuk diperiksa. Wanita
berparas manis tersebut menyambut marlina dangan ramah. Saat
berada disana, marlina enggan untuk diperiksa karena merasa malu
dilihat bagian kewanitaannya. Meskipun kala itu bidan kadek
memaksa, namun marlina tidak kunjung mengiyakan bahwa ia
bersedia diperiksa. Bidan kadek akhirnya hanya melihat tekanan
darahnya saja. Entah alasan apa yang menyebabkan marlina enggan
untuk diperiksa padahal sang suami sudah membujuknya untuk
diperiksa. Tidak lama berselang, keduanyapun kembali ke rumahnya.
Ada perasaan was-was pada diri bidan kadek karena tanda-tanda
persalinan telah nampak. Bidan kadek sempatkan untuk berkoordinasi
dengan bidan natalia yang merupakan bidan wilayah.
Kedua bidan tersebut memang sudah memperkirakan bahwa
marlina akan melahirkan pada tengah malam atau pagi hari. Benar
saja, tepat pukul 03.00 WITA sang suami datang ke rumah bidan
natalia. Bidan natalia segera menghubungi bidan kadek. Kedua bidan
itupun bergegas untuk datang kerumahnya. Saat mereka berdua
datang, disana telah ada biang kampung namun tidak melakukan apaapa. Berdasarkan tanda-tanda sakitnya. Kedua Bidan memperkirakan
bahwa plasenta menutupi jalan lahir. Bidan tidak bisa memastikan
karena malam itu, marlina enggan untuk diperiksa. Marlina tetap
memaksa ingin melahirkan dirumah. Jeritan kesakitan mulai sering di
teriakkan marlina. Merasa tidak tega, sang suami memutuskan untuk
membawa ke rumah sakit. Sempat terjadi tarik ulur karena marlina
tidak bersedia dibawa ke rumah sakit. Namun karena sang suami tidak
ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri marlina, istrinya.
Maka ia memutuskan sendiri bahwa sang istri harus melahirkan di
rumah sakit. Mobil ambulanpun segera di kontak untuk segera datang.
Marlina pun akan dibawa ke rumah sakit, namun sebelumnya pergi ke
Puskesmas untuk pemasangan infus dan membawa perlengkapan

79

yang dibutuhkan. Perjalanan panjang menuju kotamobagu pun di


mulai. namun beruntung, melalui kesigapan ke dua bidan tersebut,
Tepat pukul 04,30 WITA berada di pinggir pantai molibagu, marlina
melahirkan seorang bayi laki-laki di dalam mobil ambulan.
Keinginan melahirkan dirumah bagi ibu hamil di desa nunuk
dan sekitarnya sangat besar. Anggapan bahwa melahirkan dirumah
adalah tempat yang nyaman, tenang masih menjadi alasan utama. Ibu
deti misalnya, ia lebih nyaman melahirkan di rumah karena ia merasa
tenang. Umum terjadi, selama kondisi kehamilan dianggap tidak
bermasalah, maka mereka akan memilih di rumah. Memang, ketika
peneliti gali lebih jauh, permasalahan biaya menjadi salah satu faktor
penguat. Beberapa orang yang diwawancarai membandingkan kondisi
ibu hamil dengan ibu hamil lainnya yang melakukan persalinan di
rumah sakit. ...kalau nanti saya melahirkan di rumah sakit, kemudian
di operasi, biayanya dari mana mas.... kata salah seorang informan
yang diwawancarai. Masyarakat yang mayoritas bekerja di kebun
memang harus pandai-pandai mengatur keuangannya. Bisa jadi, ia
mendapatkan uang hari ini, lalu akan habis untuk dibelanjakan hari itu
juga. Maka wajar bila mereka beranggapan demikian.
Saat proses persalinan berlangsung, menjadi keharusan bahwa
yang menolong persalinan adalah biang kampung dan bidan.
Keduanya diharuskan ada pada saat persalinan karena sudah menjadi
kesepakatan. Biang kampung memiliki peranan penting bagi ibu hamil
yang akan melahirkan. Biasanya biang kampung membaca doa
tertentu, memijat perut, agar bayi cepat lahir. Tete opin yang
memiliki nama asli Hamis Paputungan , 93 tahun, yang seorang Biang8
misalnya, ia memanfaatkan cengkeh sebagai media untuk
memperlancar proses persalinan. Doa doa dibacakan selama proses
persalinan. Untuk tata cara bersalin sudah seperti pada umumnya.
Tidak seperti etnik lain seperti etnik kaili daa di kabupaten mamuju
8

Biang adalah nama lain untuk dukun bayi

80

Utara. Temuan Sri handayani, dkk pada etnik ini adalah bahwa ibu
yang akan melahirkan akan duduk di atas bangku kecil yang terbuat
dari kayu. Dalam posisi duduk tersebut, kedua kakinya dibuka lebarlebar dan ditekuk sambil tangannya berpegangan pada kain yang
digantung pada tiang rumahnya.
Dari kasus fahrudin diatas, bagaimana seorang istri sangat
mendominasi dalam pengambilan keputusan tempat persalinan. Hal
ini membuktikan bahwa sang istri memiliki peran lebih besar dalam
menentukan dimana ia akan bersalin. Fahrudinpun menyatakan
kekesalannya, bahwa sang istri tidak mau melahirkan di pelayanan
kesehatan kala itu. Bila istri menginginkan melahirkan di rumah, maka
ia akan melahirkan dirumah. Ibu deti juga menuturkan hal yang
serupa, ia adalah salah satu ibu yang melahirkan dirumah. Ia lebih
nyaman ketika bisa melahirkan di rumah ditemani biang dan
keluarganya.
3.6.3.2 Peran keluarga
Pada kasus ibu marlina, bagaimana sang suami sangat
berperan dalam membantu istrinya yang akan melahirkan. Upaya
untuk memanggil biang dan bidan pun dilakukan. Suami menjadi
tokoh utama selain sang istri. Keluarga yang lain biasanya ada
memberikan support bagi kedunya. Setelah proses melahirkan.
Beberapa keluarga membantu menyiapkan pakaian bayi, membantu
mengurus ibu yang melahirkan, serta membantu memasak makanan,
mengantisipasi bila ada kerabat yang datang menjenguk. Sebagian
masyarakat memiliki pola yang sama dalam memilih perannya masingmasing selama ada orang yang akan melahirkan.
Peran keluarga dalam mensukseskan persalinan menurut
pandangan kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Keluarga hendaknya selalu mengingatkan ibu hamil untuk
memeriksakan diri ke tenaga kesehatan dan melakukan
persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Beberapa

81

informan menyatakan bahwa suami berperan dalam hal ini.


beberapa diantaranya, saat melakukan pemeriksaan ibu hamil
diantar oleh suami. Perhatian terhadap kesehatan kehamilan
istrinya cukup besar.
2. Bila ada salah satu tanda persalinan, segera hubungi bidan atau
dokter. Namun yang lebih utama adalah memebawa ibu bersalin
ke fasilitas kesehatan terdekat. Hal ini akan memberikan
kemudahan dalam proses persalinan yang terjadi. selain itu, tanda
bahaya akan segera terdeteksi oleh tenaga kesehatan.
3. Keluarga inti, khususnya suami menyiapkan biaya persalinan bagi
istri yang akan melahirkan. Menjadi penting karena pada kasus
tertentu akan membutuhkan biaya lebih.
4. Keluarga mengingatkan untuk memeriksakan kesehatannya dan
bayi ke tenaga kesehatan minimal 3 kali selama masa nifas yaitu
40 hari setelah bersalin. Untuk hal ini memang peran keluarga
belum nampak pada masyarakat. biasanya bidan yang akan
memantau perkembangan kesehatan ibu dan bayinya. Keluarga
belum berperan aktif dalam mengingatkan ibu melahirkan untuk
memeriksakan diri selama masa nifas.
Untuk proses persalinan oleh bidan, masyarakat menyadari
bahwa bidanlah yang seharusnya menolong persalinan. Tetapi
keberadaan biang tidak bisa di hilangkan begitu saja. Biang menjadi
salah satu sosok yang mampu memberikan ketenangan pada ibu
hamil. Kepercayaan terhadap bagaimana doa biang yang mampu
mempercepat proses persalinan itulah yang menjadikan masyarakat
memilih memanfaatkan 2 tenaga, medis dan non medis, Terlepas dari
aturan kemitraan bidan dan dukun.
Berdasarkan observasi peneliti, alat-alat yang digunakan bidan
selama persalinan sudah standar, pemakaian sarung tangan, cuci
tangan, menjadi SOP bagi bidan. Namun, penggunaan masker masih
belum menjadi kebiasaan. Setelah melahirkan, bidan biasanya
membawa timbangan bayi untuk mengukur berapa berat badan bayi

82

saat dilahirkan. Untuk perawatan bayi biasanya diserahkan pada bidan


mulai dari perawatan tali pusat sampai proses memandikan bayi. Ibu
yang melahirkan, menjadi tanggun jawab biang.
Mulai dari
memandikan, memijat, serta memberikan jamu jamuan untuk
proses penyembuhan selama masa nifas. Selain itu, biang juga
berperan dalam membersihkan darah pada pakaian ibu hamil,
mencuci induwa (plasenta) karena untuk mencuci plasenta ada doadoa khusus yang dibaca oleh biang.
Untuk pengobatan pasca persalinan, tete opin biasa
menggunakan kayu tomaki yang diambil kulitnya kemudian direbus,
air rebusan tersebut diminumkan pada ibu yang baru melahirkan
karena dipercaya dapat segera mengeringkan darah sehabis
melahirkan. Lain lagi dengan nenek limbo paputungan, ia
menggunakan daun buyu buyug, onggunoy, dan daun yontan untuk
proses penyembuhan pada ibu pasca melahirkan. Ramuan itu juga
bisa sebagai pembersih dikala ada ibu yang baru saja keguguran.
Selama masa nifas, ibu bersalin akan selalu dikunjungi bidan untuk
memantau status kesehatannya. Kunjungan dilakukan selama 3 hari
berturut-turut. Setelahnya, akan dilakukan pemeriksaan pada saat
posyandu sebulan kemudian.
3.6.3.3 Perawatan induwa
Induwa atau plasenta dalam bahasa indonesia, menjadi salah
satu bagian tubuh yang perlu mendapatkan perawatan. Biang
berperan disana. Biang-lah yang menjadi pemeran utama. Induwa
dibawa oleh biang ke sungai untuk dibersihkan bersama dengan
pakaian sang ibu. Mencuci Induwa dilakukan sampai bersih
menggunakan sabun. Sabun yang biasa digunakan oleh biang adalah
sabun cap tangan yang dapat membersihkan darah yang melekat pada
pakaian dan plasenta. Setelah induwa dicuci bersih, kemudian biang
membersihkan tempurung kelapa. Tempurung kelapa dibersihkan
menggunakan pisau dengan cara di gosok sampai halus. Tempurung

83

kelapa sebelumnya dibelah menjadi 2 bagian sebagai tempat bagi


induwa. Perlakuan pada induwa sama halnya dengan perlakuan pada
orang yang meninggal. Kapas diletakkan di bawah tempurung kelapa,
kemudian induwa di tempatkan diatasnya dan ditutup menggunakan
kapas sehingga semua bagian induwa ditutupi oleh kapas. Setelah
semua tertutupi, maka ditutup menggunakan tempurung kelapa
sebelahnya.
Kain putih digunakan untuk membungkus induwa yang sudah
berada di dalam tempurung kelapa, dan mengikat bagian atasnya juga
dengan kain putih. Setelah terikat, biang menyiapkan bara api,
memegang kemenyan dan membaca doa-doa tertentu. Doa selesai,
dan kemenyanpun di taburkan pada bara api tersebut sampai
mengeluarkan asap yang banyak. Bungkusan induwa di asapi dengan
asap yang keluar dari kemenyan yang dibakar. Dan prosesi perawatan
induwapun selesai. Kemudian induwa, akan dikuburkan di dekat
rumah, biasanya ditempatkan di depan rumah dan dilakukan pada
malam hari sekitar pukul setengah tujuh malam oleh ayahnya dan
diberi penerangan menggunakan lampu.

Gambar 3.7. Biang sedang merawat Induwa


Sumber. Dokumentasi peneliti

3.6.3.4 Persalinan antara etik dan emik

84

Seperti di jelaskan di awal bagaimana persalinan menjadi


umum dilakukan di rumah. Berdasarkan informas yang di ungkap dari
beberapa informan mengenai pendapat tentang mengapa lebih
memilih di rumah menjadi pilihan. Pengalaman masa lalu menjadi
alasan utama mengapa rumah menjadi pilihan pertama untuk
melakukan persalinan. Selanjutnya adalah perasaan tenang saat
bersalin di rumah, terakhir adalah biaya persalinan. Pengalaman masa
lalu artinya adalah bahwa mereka membandingkan perempuan hamil
yang melahirkan di rumah tidak terjadi apa-apa. Memang ada
beberapa yang tidak tertolong karena faktor keterlambatan, namun
tidak menjadikan kejadian tersebut untuk memalingkan pilihannya
melakukan persalinan dirumah. Ada beberapa persalinan yang
dilakukan di fasilitas kesehatan, hanya saja apabila terdeteksi ada
tanda-tanda bahaya pada dirinya. Berikut penuturan marlina loha,
...rencana melahirkan ya dirumah, kalau dirumah lebih nyaman
mas. Banyak keeluarga disini. Ada biang juga yang membantu.
Orang-orang disini semua melahirkan dirumah mas. Selama
tidak ada masalah ya dirumah saja....

Namun pernyataan suparman sedikit berbeda,


...kalau istri saya kemarin itu melahirkan dirumah mas. Kita
lebih nyaman dirumah. Kalau pengalaman dulu kan istri
tinggalnya dikotamobagu, jadi anak pertama lahir di rumah
sakit. Ya karena waktu itu ada sedikit masalah dengan
kehamilannya. Tapi kalau sekarang ya lebih nyaman saja mas
dirumah. Ada biang juga ada ses. Selain itu juga karena faktor
ekonomi juga. Dulu ada saudara yang melahirkan di Puskesmas,
tiba-tiba bidan suruh harus dirujuk ke rumah sakit. Biayanya
juga mahal mas. Kalau saya dari mana, kita kan bekerja dikebun.
Kadang ada uang sekarang habis juga untuk hari ini. begitu...

Bagaimana sebenarnya melihat persalinan dari sisi kesehatan ?


terlebih dahulu perlu diketahui sebenarnya apa itu persalinan yang

85

aman. Persalinan yang aman adalah bahwa setiap persalinan


diharuskan untuk ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan. Pengertian tersebut menegaskan bahwa tidak cukup hanya
ditolong oleh tenaga kesehatan saja, tetapi harus dilakukan di fasilitas
kesehatan, minimal di Puskesmas. Mengapa harus di fasilitas
kesehatan? Berdasarkan informasi dari kementerian kesehatan
melalui buku saku Rumah tangga ber-perilaku hidup bersih dan sehat,
alasan memilih pelayanan kesehatan sebagai tempat bersalin adalah
sebagai berikut :
1. Persalinan yang dilakukan di Fasilitas kesehatan akan ditangani
oleh tenaga terlatih dalam membantu persalinan, sehingga
keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin.
2. Apabila terjadi kelainan, maka segera dapat diketahui dan
segera ditolong dengan dirujuk ke rumah sakit.
3. Menggunakan peralatan yang bersih, steril dan aman sehingga
mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.
Kebiasaan melahirkan di rumah sudah sepatutnya bisa
dihindari. Sebisa mungkin persalinan dilakukan di Puskesmas. Karena
akan segera ditangani apabila ada kondisi kegawatdaruratan yang
mengharuskan untuk segera dirujuk. Permasalahan kebiasaan serta
perasaan nyaman serta faktor ekonomi menjadi poin penting. Pihak
Puskesmas bisa melakukan kerja sama dengan Biang secara lebih
intensif, termasuk apabila ada persalinan di Puskesmas, biangpun
diberi kesempatan untuk bisa berperan di Puskesmas layaknya di
rumah. Selain itu, untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
perlu mendapatkan perhatian serius. Program JKN menjadi salah satu
solusi terhadap permasalahan ekonomi pada kasus persalinan.
Memang tidak mudah merubah kebiasaan tersebut. Namun bukan
berarti tidak bisa diupayakan. Upya tersebut adalah untuk memotong
salah satu permasalahan dalam kasus kematian ibu, yaitu Terlambat
dalam merujuk ibu bersalin.

86

3.6.4 Pemberian ASI Eksklusif


Dalam pola pemberian Air Susu Ibu (ASI) di etnik Mongondow
Desa Nunuk, memang umumnya masyarakat memberikan ASI kepada
bayi baru lahir sampai usia 2 tahun. Beberapa informan
mengungkapkan bahwa ASI akan di berikan bila ASI sudah keluar.
Termasuk untuk Kolostrum, masyarakat mongondow berbendapat
bahwa untuk kolostrum harus diberikan kepada sang bayi.
Pemahaman tentang sesuatu yang kotor, menjijikkan dan sebaiknya
dibuang tidak ditemui di masyarakat mongondow desa Nunuk.
...kalau air susu yang pertama keluar itu diminum mas, tidak dibuang.
Bagus kata bidan untuk bayi... Informan Dewi, 47 tahun.
Pemahaman ini tentunya tidak lepas dari bagaimana peranan
petugas Puskesmas dalam memberikan informasi kesehatan pada ibu
hamil untuk segera memberikan ASI serta memberikan ASI pertama
yang keluar. Memang dibeberapa tempat di indonesia khususnya
etnik tertentu, ada yang beranggapan bahwa kolostrum masih
menjadi sesuatu yang dianggap kotor dan harus dibuang. Temuan Sri
Handayani, dkk mengenai pemahaman kolostrum pada etnik kaili Daa
di Kabupaten Mamuju Utara menyebutkan bahwa masih ada
beberapa masyarakat yang menganggap bahwa kolostrum itu adalah
sesuatu yang tidak baik dan harus dibuang karena akan menyebabkan
sakit.9 Meskipun tidak semua masyarakat Etnik Kaili Daa mengamini
hal tersebut. Senada dengan masyarakat Etnik Kaili Daa yang
menganggap bahwa kolostrum merupakan sesuatu yang membuat
penyakit bagi sang bayi. penelitian yang dilakukan oleh Mufida
Afreni,dkk pada etnik Aceh Kabupaten Aceh Barat yang
mengungkapkan bahwa kolostrum harus di buang untuk anak kedua
9

Sri Handayani, dkk.2014. BukuSeri Etnografi Kesehatan 2014. Hembusan Topo


tawui Dalam Persalinan, Etnik Kaili Daa-Kabupaten Mamuju Utara. Surabaya:Pusat
Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 104105

87

karena beranggapan bahwa untuk kolostrum merupakan hak bagi


anak pertama. 10
Kembali pada bagaimana masyarakat etnik Mongondow
memberikan ASInya untuk sang bayi. umumnya masyarakat
memberikan susu botol sebagai susu bantu. Alasan memang
bermacam-macam. Untuk pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan
Pinolsian yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Pinolosian terlihat
dari data profil kesehatan Puskesmas sebagai berikut :
Tabel 3.5. Pemberian ASI Eksklusif di Pusk. Pinolosian Th. 2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Linawan
Linawan 1
Nunuk
Ilomata
Pinolosian
Pinolosian selatan
Kombot
Kombot timur
Lungkap
Tolotoyon
Kecamatan

Laki
13
3
4
10
4
3
8
2
3
9
59

Bayi
Perempun
3
3
2
9
4
1
6
1
9
8
46

Bayi ASI Eksklusif


Laki
Perempuan
8
6
8
5
5
10
7
7
7
6
3
3
17
8
12
5
3
2
10
7
80
59

Sumber. Profil Puskesmas Pinolosian Tahun 2014

Pemberian ASI masih dianggap sebagai pemberian makanan


terbaik bagi bayi dibandingkan dengan susu Formula. Pendapat ini di
sampaikan oleh mama mandariyati paputungan, 53 tahun, bahwa ASI
masih lebih baik dari pada susu yang lain. Namun untuk pengertian
eksklusif masih belum bisa di terapkan. Pengamatan peneliti
menyebutkan bahwa mandariyati sudah memberikan bubur yang
10

Mufida Aferni, dkk.2014. BukuSeri Etnografi Kesehatan 2014. Mamoh ranub


Kesembuhan Mulia, Etnik Aceh-Kabupaten Aceh Barat. Surabaya:Pusat Humaniora,
Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 136

88

dibeli di toko untuk diberikan kepada cucunya yang masih berumur 1


bulan. Tidak hanya itu, Beberapa informan yang ditemui juga
memberikan susu formula sebagai makanan tambahan bagi bayinya.
Informan Intan Misalnya, bayi yang ia lahirkan yang masih berusia 7
hari sudah merasakan berbedanya susu ASI dengan susu Formula.
Awalnya memang sehari setelah bayinya lahir, air susunya tidak
seberapa keluar.

Gambar 3.8. Ayah menyiapkan susu formula


Sumber. Dokumentasi peneliti

Susu formula menjadi pilihan bagi ibu intan untuk memberikan


makanan tambahan bagi bayinya selama air susunya tidak keluar
dengan sempurna. Namun pemberian susu formula tersebut tidak
berhenti setelah ibu intan mengeluarkan ASInya dengan sempurna. ia
juga akan memberikan susu formula pada waktu-waktu tertentu
apabila dianggap sang bayi masih belum merasa kenyang, atau saat
diraba air susunya belum terasa banyak di payu daranya. Seperti yang
dituturkan suaminya, Suparman ...biasa kalau anak masih menangis
atau kurang kenyang itu dikasih susu SGM... .
Berbeda lagi dengan kejadian ibu Epik 31 tahun yang
menyebutkan bahwa anaknya yang masih berusia 2 minggu juga
merasakan berbedanya ASI dengan susu formula. Awalnya memang
karena ASI tidak keluar selama 1-2 hari setelah melahirkan. Namun ibu

89

Epik mengalami permasalahan di payudaranya. Terjadi pembengkakan


pada payudaranya yang memaksa sang ibu menghentikan pemberian
ASInya kepada sang anak. Upaya penyembuhan untuk mengurangi
bengkak dan panas pada payudara ibu Epik dilakukan secara
tradisional meskipun obat yang dari bidan juga di konsumsi. Cocor
bebek menjadi pilihan bagi ibu epik. Beberapa helai daun cocor beber
di tumbuk sampai mengeluarkan air, segera setelah daun yang lebur
dan masih mengandung banyak air di bubuhkan merata pada
payudara ibu epik yang terasa sakit dan bengkak. Harapannya adalah
untuk meredakan kesakitan yang dirasakannya. Fungsi dari cocor
bebek tidak hanya untuk pengobatan pada payudara yang bengkak
atau panas. Bisa juga diberikan pada seseorang apabila menderita
demam tinggi dengan cara yang sama namun dibubuhkan pada dahi
untuk dikompreskan.
Bagi Sunia Simbayan,31 tahun. Pemberian ASI Eksklusif kepada
anaknya hanya menjadi mimpi. Anak pertamanya yang pada saat
penelitian ini dilakukan masih berusia 13 minggu tidak pernah
merasakan begitu bermanfaatnya ASI di dalam tubuhnya. Proses
persalinan melalui operasi Caesar dianggap sebagai penyebab air
susunya tidak keluar. Berikut penuturannya
...dulu saya waktu mau melahirkan saya hipertensi to, jadi
operasi, makanya ini susu tidak keluar, mungkin karena operasi
itu ya, su kasih pompa sudah, Cuma masih tidak keluar...

90

Gambar 3.9. Nenek menyuapi cucunya yang berusia 1 bulan


Sumber. Dokumentasi peneliti

Pendapat berbeda ditemui pada keluarga Sahida, 48 Tahun.


Ibu sahida memiliki 7 orang anak dengan jarak yang tidak terlampaun
jauh. Ibu sahida menikah sudah 2 kali. Dari suami pertama ia memiliki
4 orang anak, dan dari suami kedua ia memiliki 3 orang anak. Anak
pertama ibu sahida berusia 21 tahun bernama Masni Lobu yang pada
saat itu memiliki anak berumur 5 bulan bernama fadil. Namun anak ke
tujuh ibu sahida masih berusia 4 bulan bernama Dirga. Fadil dan Dirga
ini merupakan hubungan keponakan dan paman yang memiliki selisih
umur 1 bulan lebih tua keponakannya. Kedua bayi ini disusui oleh
ibunya masing-masing seperti yang diungkapkan Masni Lobu, anak
dari Sahida berikut ...ini anak pakai susu ASI, ndak pakai susu lain
mas, tidak punya duit....tindakan yang tepat namun dengan
pemahaman yang keliru yang masih menganggap bahwa susu selain
ASI memiliki manfaat yang lebih besar masih dipahami oleh keluarga
ini. sayangnya, bayi-bayi ini sejak usia 1 bulan sudah mengkonsumsi
bubur yang dibeli di toko. Terkadang juga menggunakan tepung beras
seperti yang disampaikan ibu Dewi berikut ...Beras dibuat tepung,
dijemur, kalau udah kering ambil 2 sendok makan, di kasih air,
dimasak dikasih gula aren dikit. Baru dikasih sama bayi. pisang masak
juga, direbus...

91

Bagi masyarakat Mongondow, persiapan untuk menyusui


dipersiapkan mulai dari masa kehamilan. upaya untuk memperlancar
ASI dilakukan dengan berbagai cara. Mama rijan, 48 Tahun,
menyebutkan bahwa masyarakat untuk memperlancar ASI banyak
mengkonsumsi sayuran serta makanan bergizi seperti tahu, tempe,
ikan. Namun ada makanan yang diyakini bisa memperlancar ASI
adalah kacang goreng dan teh. Tete11 opin berpendapat lain, ia
menyampaikan bahwa obat makatanak12 juga bisa digunakan untuk
memperlancar ASI. Kayu Tomaki diambil kulit kayunya dengan kadar
secukupnya kemudian dibersihkan sampai bersih menggunakan air.
Kayu tersebut lalu direbus dengan air secukupnya sampai berwarna
merah pekat, lebih pekat dari teh. Air rebusan itulah yang di minum
untuk minuman sehari-hari dimulai setelah melahirkan.
Masyarakat etnik mongondow juga mengenal pantangan
makanan saat menyusui. Beberapa pantangan makanan juga dikenal
oleh masyarakat Mongondow di Desa Nunuk. Saat menyusui bayinya,
menghindari makanan yang pedas dan dingin seolah menjadi sebuah
keharusan. Makanan pedas dipercaya dapat menyebabkan sang bayi
mengalami diare, sedangkan makanan dingin akan menyebabkan sang
anak mengalami panas dan demam.
Memperhatikan bagaimana masyarakat Etnik Mongondow di
Desa nunuk memberikan ASInya, memang masih banyak yang tidak
memberikan Asinya secara Ekslusif. Namun terlepas dari itu semua.
Bagaimana keputusan pemberian ASI kepada sang anak merupakan
kehendak dari orang tua sang bayi. tidak ada tekanan dan paksaan
dari pihak keluarga untuk mengharuskan memberikan susu formula.
Karena ASI masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat Mongondow
di Desa nunuk untuk diberikan kepada bayinya.
11

Tete adalah kakek dalam bahasa manado


Obat Makatanak adalah obat yang diramu sendiri. Contohnya adalah obat untuk
mengeringkan darah saat nifas menggunakan kulit kayu kelapa merah ditambah
daun togop ditambah benalu hutan kemudian di rebus dan diminum airnya.
12

92

3.6.5. Potret balita Mongondow di Desa Nunuk


Prosesi ritual anak balita sedemikian menariknya sehingga
patut untuk di amati. Pada bayi baru lahir, pemotongan tali pusat
dilakukan oleh biang menggunakan gunting yang sudah disiapkan
bidan. Menggunting tali pusat tidak hanya dipotong saja. Namun
biang membaca doa khusus dalam upaya untuk menjaga kesehatan
ibu dan bayi. Kebiasaan memotong tali pusat masing-masing biang
berbeda. Tete opin misalnya. Ia adalah biang yang sangat menekankan
bahwa untuk memotong tali pusat, dodomi atau ari-ari harus
dikeluarkan terlebih dahulu. Ia berpendapat akan membahayakan
bagi ibunya. Biang lain berpendapat lain, tidak mempermasalahkan
ari-ari masih di dalam rahim ibu atau sudah keluar.
Perawatan bayi sudah dipasrahkan sepenuhnya kepada ses
atau bidan. Keluarga biasanya masih takut-takut untuk memandikan
bayi. setiap pagi, bidan selalu datang ke rumah ibu bersalin untuk
merawat bayi, memandikan bayi. untuk perawatan tali pusat,
sepenuhnya dilakukan oleh bidan desa. Tidak ada perlakuan yang
diberikan oleh biang untuk tali pusat bayi. di beberapa daerah di
indonesia masih ada yang memberikan bermacam-macam ramuan
tertentu yang dianggap akan mempercepat terlepasnya tali pusat.
Diantaranya ada yang memberikan abu bekas pembakaran kayu di
tungku perapian, dll. Tindakan tersebut sejatinya dapat
membahayakan kesehatan bayi Karena dapat menyebabkan infeksi.
Dahulu memang, penggunaan kemenyan mash banyak ditemui. Tali
pusat yang sudah dipotong, ujungnya di beri kemenyan yang sudah
dihaluskan. Apabila tali pusat sudah terlepas, pada pusar sang bayi
juga di beri kemenyan yang dihaluskan. Namun sekarang sudah
beralih pada penggunaan alkohol. Karena perawatan tali pusat sudah
dilakukan oleh bidan.
Bagi bayi baru lahir, sang ayah tidak diperkenankan bekerja
dan memegang parang selama 3 hari karena menyebabkan sang bayi
selalu menangis. Setelah 3 hari, sang ayah diperkenankan bekerja
kembali namun ada tradisi yang masih ada di masyarakat yang

93

dilakukan sebelum sang ayah pergi bekerja. Biang akan mendekatkan


sang ayah dengan parang, cermin, alquran, sapu lidi pada bayi.
Selanjutnya biang berbicara kepada sang bayi, bahwa sang ayah mau
bekerja, kamu tidak boleh nangis, tidak boleh rewel, karena ayahmu
akan mencari uang untuk kamu. Hal ini diterapkan pada anak
pertama, namun kalau sudah anak ke dua atau anak selanjutnya maka
sang ayah boleh bekerja setelah 1 hari.
Agar bayi tidak sering menangis, orang Mongondow punya
kebiasaan untuk mengenakan lingkit pada bayinya. Lingkit terbuat
dari kayu tertentu yang diikatkan pada benang kemudian dipakaikan
pada bayi sampai beberapa tahun. Lingkit ini juga dipercaya sebagai
alat untuk menjaga bayi dari gangguan roh halus.

Gambar 3.10.Jimat atau lingkit untuk bayi


Sumber. Dokumentasi peneliti, mei 2015

Guna menenangkan bayi dan tidak terlalu banyak


menggendong, masyarakat mongondow mengenal gogundanan atau
bue-buesebagai alat dan cara masyarakat mongondow menimang
sang bayi. Untuk menempatkan bayi pada gogundanan tersebut
pertama kali dilakukan oleh biang atau orang tua semisal nenek,
setelah bayi berusia minimal 3 hari. Biasanya bayi yang sudah di ayun
menggunaan bue-bue menjadi tenang dan tidak menangis bahkan
sampai tertidur di ayunan.

94

Gambar 3.11.Bayi di dalam ayunan atau gogundanan


Sumber. Dokumentasi peneliti, mei 2015

3.6.6 Toiton atau sirkumsisi


Bagi masyarakat yang beragama muslim, semua laki-laki
diwajibkan untuk melakukan sirkumsisi atau khitan. Manfaat khitan
sedemikian besarnya sehingga dari sisi agama islam mewajibkan untuk
melakukan hal tersebut. Dari sisi medispun terbukti betapa
bermanfaatnya sirkumsisi. Namun pada etnis mongondow. Tidak
hanya dilakukan pada laki-laki, khitan juga umum dilakukan pada
perempuan.Karena menurut pemahaman masyarakat yang mayoritas
muslim, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban yang sama di
khitan.
Bagi seorang anak laki-laki yang akan berkhitan, ia akan di
sucikan oleh imam masjid dengan dimandikan. Setelah proses
disucikan selesai, sang anak akan dituntun untuk mengucapkan dua
kalimah syahadat. Tujuannya adalah untuk membaiat sang anak dan
mengislamkan kembali. Setelah prosesi tersebut barulah khitan
dilakukan. Bisa dilakukan oleh imam, bisa juga dilakukan oleh dokter.
Bila dilakukan oleh imam, yang dilakukan adalah setelah dilakukan
khitan, penis di bungkus dengan kain putih dan dioleskan kuning telur.
Anak laki-laki yang di khitan biasanya sudah berumur 10 tahun atau
saat ia duduk di kelas 5,6 SD.

95

Namun bagi bayi perempuan etnik mongondow, khitan


perempuan biasa dilakukan pada bayi yang masih berusia 1 bulan.
Prosesi adat pada masyarakat mongondow di Desa nunuk dan
sekitarnya memang sama. Sebelumnya ada acara memandikan bayi
menggunakan ramuan jeruk purut atau yang biasa dikenal dengan
mandi lemon. Mandi lemon berdasarkan bahasa mongondow adalah
mopo umaan limu, yaitu mandi dengan menggunakan air yang
dicampur dengan perasan jeruk lemon atau jeruk purut serta bunga
tertentu. Lemon suwanggi dipotong 2 ditaruh diair baru mandi. Orang
tua perempuan sama bayi sama nenek yang cubit. serupa dengan
prosesi pada adat gorontalo, bahwa anak balita yang akan di khitan
harus menjalani mandi lemon. Masyarakat gorontalo menyebutnya
sebagai Mo Polihu Lo Limu. Yang artinya mandi ramuan air jeruk purut
atau lemon. Prosesi ini menjadi tanda keislaman bagi seorang anak
balita perempuan.
Anak perempuan yang akan di khitan, akan disucikan terlebih
dahulu dengan membasuhkan air wudlu. Acara khitan dilakukan di
dalam kamar dan dipangku oleh orang tuanya dan ditutup dengan
kain putih sebagai simbol kesucian. Proses khitan sedikit berbeda
pemahaman pada etnis mongondow di Desa Nunuk dan Desa sebelah
yaitu Kombot. Pada etnik mongondow di Desa kombot, khitan
perempuan dilakukan sampai mengeluarkan darah sedikit. Namun
bagi masyarakat etnis mongondow di Desa Nunuk, khitan perempuan
lebih kepada simbol saja. Hanya menyentuhkan jarum pada klitoris.
Hanya sampai sang bayi merasa kaget. Tidak sampai luka atau
berdarah karena khawatir akan terjadi infeksi.
3.7 Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah semua perilaku
kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga
atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam kegiatan kesehatan di masyarakat (kemenkes
RI). Mengapa hal ini penting dilakukan oleh semua anggota keluarga?

96

Beberapa manfaat yang bisa dirasakan antara lain bahwa setiap


anggota keluarga akan merasa sehat dan tidak mudah sakit, anak akan
menjadi sehat dan cerdas, anggota keluarga menjadi giat dalam
bekerja, serta biaya pengeluaran keluarga ditujukan untuk memenuhi
gizi keluarga, pendidikan, dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan keluarga. Atas dasar ituah maka PHBS menjadi penting
untuk diulas.
3.7.1 Penimbangan bayi dan balita
Upaya pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita dapat
dilakukan melalui kegiatan penimbangan. Untuk mengetahui apakah
pertumbuhan bayi dan balita sudah sesuai dengan yang seharusnya
atau tidak. Cara mudahnya adalah dengan melihat pertumbuhan berat
badan bayi dan balita melalui Kartu Menuju Sehat (KMS) atau pada
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) yang dimiliki oleh setiap ibu
hamil dan melahirkan.

Gambar 3.12. Kader menimbang balita


Sumber. Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

97

Bagi masyarakat yang berada di Desa Nunuk Kecamatan


Pinolosian, Mereka yang memiliki anak bayi dan balita, akan
mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan rutin melalui
posyandu. Pelaksanaan posyandu dilaksanakan setiap awal bulan.
Pelayanan yang diterima berupa penimbangan berat badan dan
imunisasi. Kegiatan imunisasi diperuntukkan bagi bayi yang belum
mendapatkan imunisasi lengkap.
Posyandu di desa nunuk hanya ada 1 yaitu berada di kantor
desa. Jumlah bayi dan balita yang hadir pada saat pelaksanaan
posyandu tidak tentu tiap bulannya. Biasanya sekitar 40 bayi dan
balita, Bahkan bisa lebih. Bayi yang datang akan di timbang terlebih
dahulu untuk melihat bagaimana pertumbuhan berat badannya.
Selanjutnya akan dicatat ke dalam buku KIA oleh kader yang lain.
Ada kebiasaan menarik yang terlihat di Desa nunuk terkait
kunjungan ke posyandu. Bagi bayi yang sudah mendapatkan imunisasi
lengkap, biasanya sudah enggan untuk datang ke posyandu untuk
memantau pertumbuhan berat badan anaknya. Merasa sudah sehat
serta imunisasi sudah sesuai, pemberian Makanan tambahan untuk
balita masih belum mampu menarik minat untuk datang ke posyandu.
Idealnya adalah pelaksanaan pemantauan berat badan bayi dilakukan
setiap bulan sampai usia 5 tahun.
Melihat bagaimana pelaksanaan kegiatan penimbangan di
posyandu, penggunaan timbangan dacin sudah dilakukan dengan
memanfaatkan kondisi yang ada. Timbangan digantungkan pada pintu
melalui angin-angin yang ada diatasnya. Namun memang Lokasi yang
minim memaksa pelaksanaan posyandu di kantor Desa Nunuk sedikit
berdesakan. Penimbangan bayi dan balita tidak hanya dilakukan di
Posyandu, bisa dilakukan di Poskesdes maupun di Puskesmas. Namun
memang masyarakat Desa Nunuk lebih memilih melakukan
penimbangan rutin di Posyandu. Untuk alat timbang yang digunakan,
berdasarkan pengamatan peneliti terlihat cukup bersih. Selain itu
kondisi alat timbang masih bisa dikatakan layak pakai. Penimbangan

98

bayi dan balita, salah satu tujuannya adalah untuk melihat bagaimana
status kesehatan bayi dan balita dilihat dari berat badan per umur.
Bila berat badan sesuai umur tidak mencapai standar maka dikatakan
bayi BGM (Bawah Garis Merah) atau gizi kurang bahkan gizi buruk.
Berdasarkan informasi dari salah satu kader posyandu di Desa nunuk,
untuk kasus gizi kurang di Desa Nunuk tercatat ada 4 balita. Namun, 2
diantaranya telah mendapatkan penanganan oleh puskesmas. 1 balita
jarang dibawa ke posyandu, anak balita berusia 2 tahun dengan berat
badan 6 Kg. 1 balita masih dalam penanganan.
Berbicara masalah posyandu, tentunya kegiatan ini bisa
dikatakan sebagai miniatur dari bagaimana pelaksanaan peran serta
masyarakat yang ada di Desa nunuk. Kader sebagai ujung tombak
pelaksanaan posyandu memiliki peranan cukup besar dalam
pelaksanaan posyandu. Dukungan dari masyarakat terhadap
pelaksanaan posyandu bisa dikatakan cukup baik. Tidak hanya
kelompok ibu-ibu yang terlihat pada saat pelaksanaan posyandu,
tetapi bapak-bapak terlihat mengantar sang anak untuk ditimbang.
Hal ini menunjukkan bahwa perhatian posyandu tidak hanya datang
dari kalangan ibu-ibu. Namun bapak-bapak juga memiliki perhatian
lebih. Kehadiran mereka tidak lepas dari peran masjid untuk
menyampaikan pengumuman posyandu.
Seperti persepsi kebanyakan bahwa, posyandu masih dianggap
sebagai milik Puskesmas. Sejatinya, posyandu sepenuhnya merupakan
tanggung jawab Desa dan dilaksanakan oleh masyarakat Desa Nunuk.
Sehingga yang terjadi adalah pelaksanaan posyandu seolah masih
menjadi kepentingan Puskesmas.
3.7.2 Cuci tangan pakai sabun
Salah satu hal kecil dan sederhana, namun memberikan
dampak yang luar biasa terhadap pencegahan penyakit adalah cuci
tangan menggunakan sabun. Tidak mudah diterapkan kecuali melalui
kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil. Sayangnya, kebiasaan mencuci

99

tangan sebelum makan, setelah beraktifitas atau bahkan setelah


buang air besar menggunakan sabun masih belum menjadi kebiasaan
yang melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Mongondow
Desa Nunuk. Kecuali pada kondisi tertentu yang memaksa harus
menggunakan sabun untuk kegiatan mencuci tangan misalnya, saat
tangan dipenuhi dengan tanah karena aktifitas di kebun. Namun
peneliti sempat melihat perilaku salah seorang anak berusia 4 tahun,
ia mencuci tangannya dengan air di dalam timba. Sebelumnya Ia
sentuhkan tangannya ke sabun cuci piring lalu mencelupkan
tangannya ke dalam timba.
Pola menggunakan sabun pada saat mencuci sudah terbentuk
namun masih belum sempurna. Beberapa informan yang memberikan
informasi menyebutkan bahwa, pemahaman yang diberikan kepada
sang anak hanya menekankan untuk mencuci tangan saja.
Penggunaan sabun masih belum ditekankan.
3.7.3 Aktivitas fisik
Pagi itu, kami mencoba mengamati keadaan sekitar Desa
Nunuk. Mendekati seorang yang tengah siap dengan sebilah golok di
pinggangnya, serta caping dari anyaman bambu. Kamipun berbincang
ringan sembari menanyakan kegiatan sehari-hari, obrolan ringan kami
ditemani oleh satu bungkus rokok dan dodol durian atau dompo.

100

Gambar 3.13. Memanjat pohon kelapa


Sumber. Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Kegiatan masyarakat Desa Nunuk pada malam hari banyak


dihabiskan dengan duduk-duduk di depan rumahnya. Hampir setiap
malam, masyarakat umumnya melakukan aktifitas yang ringan setelah
mereka seharian melakukan aktifitas rutin. Melepas kepenatan
dengan cara bercengkrama bersama tetangga maupun keluarga
menjadi salah satu cara ampuh yang dilakukan. Aktifitas menonton
tayangan televisi juga hampir setiap malam di lakukan. Beberapa
acara favorit menjadi wajib untuk di tonton. Kegiatan ini tidak hanya
dilakukan oleh orang tua, remaja dan anak-anakpun biasa melakukan
aktivitas keseharian ini.
Bagi ibu-ibu di Desa Nunuk, kegiatan membersihkan halaman
rumah menjadi kegiatan sehari-hari. Kegiatan rutin yang memang
dilakukan untuk menjaga kebersihan rumah dilakukan biasanya pada
sore hari. Penggunaan sapu lidi untuk menyapu halaman menjadi

101

lumrah dilakukan di beberapa daerah. Namun sedikit berbeda dengan


yang terlihat di Desa nunuk yang Juga memanfaatkan sapu lidi sebagai
alat untuk menyapu di dalam rumah.
Kalangan remaja di desa Nunuk punya aktifitas berolah raga
secara rutin. Tenis meja menjadi pilihan yang hampir tiap sore
dilakukan oleh beberapa remaja di Desa nunuk. Selanjutnya adalah
sepak bola. Untuk olah raga yang satu ini memang populer. Bila
diperhatikan, hampir tiap Desa di Kecamatan Pinolosian memiliki
lapangan sepak bola. Ini menandakan bahwa olahraga ini masih
sangat digemari dan menjadi aktifitas rutin meskipun tidak setiap hari.
Aktifitas harian masyarakat etnik Mongondow di Desa Nunuk
adalah berkebun. Mayoritas masyarakat Desa Nunuk yang merupakan
petani dan pekebun memaksa masyarakat memiliki aktifitas yang
tergolong berat. Aktifitas ke kebun biasanya dilakukan pada pagi hari
dimulai pukul 08.00 WITA sampai dengan Sore hari. Pada saat
tertentu, menginap di kebun menjadi pilihan bila ada hal yang masih
perlu dikerjakan di kebun. Keesokan harinya baru bisa kembali ke
rumah. wajar apabila mayoritas masyarakat Desa nunuk baru didapati
di rumah pada sore hari, seperti yang diceritakan oleh Fendi, 36 tahun
berikut ini.
...saya mau ke kobong (kebun.pen), pulangnya nanti sore.kalau
ke kebun biasanya tanam rica. Ini mau bersihkan rica. Biasa kita
bersihkan itu rica soalnya di rusak sama babi. Ada juga yang
tanam cengkeh tapi saya tidak. Belum buka lahan. Nanti kalau
ada suruh buka lahan saya buka lahan...

Mereka yang bekerja di kebun, menurunkan buah kelapa


menjadi aktifitas fisik mereka. Suparman misalnya, ia mampu
menurunkan buah kelapa sampai 30 pohon sehari. Namun bagi andri,
31 tahun. Pekerjaan menurunkan buah kelapa tidak dilakukannya
secara rutin atau sering. Jarang-jarang saja ia lakukan. Aktifitas
kesehariannya adalah menjadi tukang kayu di pabrik kayu yang

102

terletak di Daerah pabrik Aspal di Desa Nunuk bernama pabrik kayu


lembar seri somil.
Bagi Perempuan Mongondow di Desa nunuk, yang memiliki
kebun cabai, maka kesehariannya biasa dilakukan adalah memetik
cabai, yang dilakukannya pada pagi sampai siang hari. selain itu,
kegiatan membersihkan kebun juga menjadi aktifitas sehari-hari bagi
perempuan Mongondow di Desa Nunuk.
Prinsipnya bahwa, aktifitas fisik yang dilakukan masyarakat
Desa Nunuk tercermin dari jenis pekerjaan mereka. Tidak terlalu
berlebihan bila dikatakan bahwa aktifitas keseharian sebagian besar
mereka tergolong ke dalam kategori berat.
3.7.4 Konsumsi buah dan sayur
Pola makan menjadi kunci dari terjaganya kesehatan
seseorang selain olahraga, kecukupan istirahat, dan kondisi psikologis
seseorang. Pola makan tersebut terkait dengan kebiasaan waktu
makan, makanan apa yang dikonsumsi, bagaimana cara mengolah
makanan, serta apa bahan makanan lain yang di gunakan untuk
memberikan rasa tertentu sehingga lebih enak untuk dinikmati.
Termasuk bagaimana buah dan sayur menjadi bagian dari konsumsi
sehari-hari masyarakat. Peneliti ingin mengulas bagaimana konsumsi
buah yang ternyata masih belum menjadi bagian untuk bisa
dikonsumsi secara rutin di kalangan masyarakat desa.
Beberapa informan yang peneliti mintai informasinya
mengungkapkan bahwa untuk konsumsi buah yang dikonsumsi hanya
jenis tertentu dan pada musim tertentu saja. Misalnya, suatu hari
sedang musim langsep, maka masyarakat umumnya akan
mengkonsumsi buah langsep. Ketika musim buah mangga maka
masyarakat pada saat itu minimal akan mengkonsumsi mangga
meskipun tidak setiap hari. ...makan buah ya pisang, tapi ya tidak
setiap hari... tutur pak Isal. Demikian halnya dengan Dewi, beliau
mengatakan bahwa konsumsi buah di masyarakat bergantung musim.

103

...ya kalau musim mangga makan mangga, musim langsap makan


langsap, tergantung musim, tapi tidak tiap hari... . senada yang
disampaikan oleh kedua informan tersebut menyebutkan bahwa
bagaimana buah masih belum menjadi makanan pelengkap untuk
kebutuhan serat sehari-hari. penjual buah hanya ada pada hari
tertentu saja, misalnya hari sabtu yang merupakan hari ekonomi bagi
masyarakat Mongondow. Terdapat beberapa penjual buah di pasar.
Mengenai konsumsi sayuran, masyarakat mongondow di Desa
Nunuk sangat sering mengkonsumsi sayur. Pemahaman sayur disini
adalah makanan yang berkuah. Tidak ada pengolahan makanan di
masyarakat Mongondow Desa Nunuk yang mengolah sayuran dengan
direbus saja atau lalapan. Konsumsisayuran yang biasa dimakan oleh
masyarakat adalah kangkung, terong, kacang panjang, bayam, pakis
daun singkong. Cara pengolahan sayuran umumnya menggunakan
kuah. Ibu H menuturkan ...kalau sayur biasanya ya di tumis atau
dimasak pakai kuah, tidak ada disini yang seperti di rebus itu. Selalu
dikasih bumbu, ditumis atau dikasih santan.... tapi untuk terong,
biasanya dimasak dengan ditumis dan diberi sambal. Ya, masakan
pedas dan asin memang menjadi ciri khas. Ditambah lagi dengan
pengolahan menggunakan santan menjadi lengkap sebagai faktor
terjadinya berbagai penyakit yang disebabkan oleh konsumsi garam
dan lemak.

104

Gambar 3.14. Daun Gedi atau Yondog


Sumber. Dokumentasi peneliti

Sayur khas yang menjadi konsumsi masyarakat di Desa Nunuk,


meskipun tidak dikonsumsi sehari-hari yaitu Gedi. Sayur tersebut
menggunakan daun Gediatau Yondogdalam bahasa mongondow.Daun
ini dimasak menggunakan santan kelapa dan biasa dimakan
menggunakan nasi putih atau nasi jagung menggunakan sambal dabudabu.
3.7.5 Kebiasaan merokok
Pemahaman untuk tidak merokok minimal di dalam rumah
masih belum menjadi pola bagi masyarakat Desa Nunuk. Rokok seolah
menjadi bagian dalam kehidupan kesehariannya. Bukan menjadi
sebuah tradisi namun menjadi sebuah kebiasaan pada umumnya.
Masyarakat mongondow di Desa Nunuk khususnya yang laki-laki
hampir semua, memiliki perilaku merokok. Rokok yang di konsumsi
biasanya adalah rokok yang berasal dari warung dengan berbagai
merek. Sudah tidak didapati masyarakat menggunakan rokok buatan
sendiri atau rokok linting
menurut orang jawa.Namun bagi
masyarakat yang memiliki pertimbangan lain semisal ekonomi, maka

105

kegiatan merokok akan menjadi kegiatan yang merugikan seperti


penuturan informan Suparman berikut :
...kalau saya tidak merokok jujur karena pertama faktor
ekonomi mas. Dulu waktu sendiri saya merokok. 1 bungkus
rokok itu tidak cukup satu hari (habis dalam waktu tidak sampai
1 hari. tapi setelah saya menikah, paman kasih tau saya,
menasehati saya kalau saya sekarang sudah menikah, harus bisa
atur pengeluaran, karena kan kita kadang untuk uang dapat
sekarang habis sekarang. Awalnya memang sulit, sempat balek
rokok lagi tapi bertahap saya bisa. Bukannya tidak merokok
sama sekali tapi ya hampir tidak pernah...

Lain halnya Bagi pendi, 36 tahun, rokok akan selalu ada dalam
kesehariannya. Setelah makan, mengobrol, ataupun saat kapanpun
yang dirasa ingin merokok, maka sebatang rokok tidak lama akan
berada di mulutnya. Asap putih pekat dengan aroma tembakau segera
meluncur keluar dari mulutnya. Kegiatan mengobrol dengan
tetanggapun tidak lepas dari menghisap rokok. Merokok menjadi
bagian yang harus ada di setiap kegiatan.
Andri, 30 tahun, pernah ingin berhenti merokok. Dia memang
sempat mengurangi batang rokok yang dihisapnya. Namun pengaruh
lingkungan tidak mampu ia tahan. Akhirnya ia kembali merokok lagi.
...saya dulu merokok mulai kecil, sempat dulu mau berhenti.
Sempat berhenti tapi tidak bisa. ya balik lagi. Kalau tidak
merokok itu malas. Kadang kalau kerja tidak ada rokok tidak
semangat. Rasanya ingin pulang saja. Tapi setelah merokok, lalu
diam sebentar, rokok tinggal separuh itu di taruh lagi, baru kita
bisa lanjut kerja...

Bagi masyarakat yang memiliki anak maupun ibu hamil,


kegiatan merokok memang seharusnya sebisa mungkin dilakukan di
luar rumah. Hal ini untuk menghindari asap rokok terhirup oleh bayi,
balita maupun ibu hamil. Namun, Beberapa informan yang di temui

106

belum memahami bahwa asap rokok dapat mengganggu kesehatan


bayi. bidan kampung yang juga gencar untuk mempromosikan
bagaimana merokok akan mengganggu sistem pernapasan bila
asapnya terhirup oleh bayi, masih belum sepenuhnya dipahami oleh
masyarakat. seperti halnya toyo Pongayo, 30 tahun. Kala itu, hujan
terjadi sangat deras di Desa nunuk, ibu sahida yang merupakan istri
dari Toyo pongayo sedang menggondong buah hatinya. Namun
karena sedang hujan, ibu sahida harus membereskan beberapa
barang agar tidak basah. Sang anakpun di berikan kepada toyo
pongayo untuk di gendong yang kala itu sedang mengisap sebatang
rokok di mulutnya tanpa perlu mematikannya telebih dahulu.

Gambar 3.15. Merokok sambil menggendong anaknya


Sumber. Dokumentasi peneliti

Lain lagi dengan kisah fahrudin paputungan, 39 tahun. Ia


dianugrahi anak pertamanya pada tanggal 10 mei 2015 tepat pukul
04.30 WITA. Ketika sang bayi baru beberapa jam saja merasakan
betapa panasnya dunia ini, ia sempatkan menghirup asap rokok yang
dikeluarkan dari mulut sang ayah saat berada di dalam kamar. Miris
memang, namun begitulah realitanya. Pemahaman mengenai asap

107

rokok yang mampu menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsi,


terlebih bagi anak bayi dan balita sebagai perokok pasif belum
mendapat perhatian di kalangan keluarga.
Dari sisi ilmu kesehatan, rokok terbukti dapat menjadi salah
satu faktor penyebab timbulnya berbagai masalah kesehatan. Dampak
yang ditimbulkan akibat rokok diantaranya adalah penyakit jantung,
gangguan pembuluh darah, stroke, kanker mulut, dan kanker paru.
Pada anak bayi dan balita, asap rokok sangat berbahaya bagi
kesehatannya. Ada dampak yang serius yang akan ditimbulkan
diantaranya adalah mempengaruhi imunitas bayi, pertumbuhan paru
yang terhambat, serta lebih mudah terkena beberapa penyakit seperti
bronkitis, infeksi saluran pernafasan dan telinga serta asma
(kemenkes, 2009). Melihat begitu besarnya dampak asap rokok
terhadap kesehatan, sudah sepatutnya untuk bisa diperhatikan oleh
setiap orang terutama bila ia memiliki anak bayi atau balita.
Bagi masyarakat Mongondow di Desa nunuk. Dulunya memang
rokok memiliki arti tersendiri. Diceritakan oleh Bapak Hamid Gonibala.
Yang merupakan seorang ketua BPD menyampaikan bahwa rokok
menjadi sesuatu yang wajib untuk disuguhkan pada acara-acara
tertentu. Acara-acara yang mengundang masyarakat, semisal acara
pernikahan, rokok menjadi hidangan pembuka dan penutup yang
harus ada. Sampai pada akhirnya dikeluarkan Peraturan Desa
(Perdes).
...Dulu, dulu sebelum kitorang buat perdes itu bahkan menjadi
kewajiban. Orang hadir pada saat pernikahan itu wajib disuguhi
rokok, bahkan susu. Ini sangat memberatkan. Makanya kitorang
melalui BPD, karena saat itu kepala desa belum berinisiatif. Kita
buat itu perdes... Hamid Gonibala.

Pada acara tersebut, dikisahkan memang tidak hanya rokok


yang menjadi faktor mengapa perdes itu ada. Bagaimana kebiasaan
dulu bagi tamu yang datang di acara perkawinan selalu disuguhkan

108

kopi, bahkan susu. Bisa dibayangkan, begitu banyaknya tuan rumah


harus menyediakan minuman tersebut. Merasa begitu memberatkan
bagi masyarakat mengenai kebiasaan yang ada, maka desa melalui
inisiasi dari BPD menerbitkan peraturan desa yang isinya menghimbau
untuk tidak membiasakan memberikan rokok dan kopi serta susu
pada acara pernikahan karena dinilai memberatkan pihak
penyelenggara. Selain itu, rokok memang sudah menjadi bagian pada
etnis ini sudah sejak lama, rokok menjadi bagian tidak terpisahkan
terutama pada kegiatana monibi atau momolapag. Rokok yang
digunakan adalah rokok linting menggunakan daun jagung yang diisi
tembakau. Sehingga, berbicara rokok, memiliki arti tersendiri bagi
masyarakat etnik mongondow.
3.7.6 Penggunaan air bersih dan jamban sehat
Kesadaran masyarakat Mongondow di Desa Nunuk untuk
menggunakan air bersih cukup besar. Penggunaan air bersih untuk
aktifitas sehari-hari seperti memasak, mencuci pakaian, mencuci
piring, untuk mandi sebagian sudah menggunakan air sumur.
Beberapa sudah menggunkan sumur gali yang terpasang mesin pompa
air untuk memudahkan pemilik agar tidak banyak menimba.
Meskipun, masih disediakan alat timba air yang terbuat dari kayu
panjang dan dibawahnya diberi timba kecil. Bisa terbuat dari kaleng
cat ataupun timba yang biasa dijual di toko.
Sumber Air dari PDAM juga sampai di Desa Nunuk sehingga
Masyarakat juga memanfaatkan air PDAM tersebut untuk keperluan
sehari-hari. ...itu air dari PDAM mas, sudah lama juga... tutur bapak
isal. Bagi masyarakat yang tidak memiliki lokasi yang lebih untuk
membuat sumur, maka pilihan untuk menggunakan mesin pompa air
yang hanya menancapkan pipa ke dalam tanah saja sampai pada
sumber air bawah tanah, dan sudah dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan air bersih, mereka mengenal dengan sumur suntik.
Untuk sumur model ini, menjadi umum di kalangan masyarakat.

109

bahkan bisa dikatakan sebagian besar masyarakat menggunakan


sumur suntik ini. bukan tanpa kendala, model ini mengandalkan listrik
untuk menghidupkan mesin pompa air. Sayangnya, di kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan pada umumnya, listrik sering kali mati.
...kalau listrik mati tidak bisa ambil air, kalau pagi-pagi itu yang
susah. Misalnya pelajar atau orang yang bekerja di kantor, kalau
listri tidak menyala, bisa dipastikan tidak mandi dia itu (tertawa),
penampungan air ada yang pakai, namun ya begitu, kalau sudah
rusak tidak diperbaiki. Jadi ya hampir semua tidak pakai
penampungan air...

Gambar 3.16. Sumur suntik


Sumber. Dokumentasi peneliti

Selain sumur dan PDAM yang dimanfaatkan masyarakat,


sungai irigasi dan air dari mata air di sekitar sungai masih di gunakan
untuk kegiatan mandi dan mencuci. observasi peneliti tentang
bagaimana kondisi sungai irigasi yang di gunakan masyarakat untuk

110

Buang Air Besar, mencuci piring, mencuci baju, mandi, dan Gosok gigi
memang secara fisik terlihat bersih namun tidak terlalu jernih. Namun
bila dinilai dari standar kebersihan atau sanitasi pada sumber air
bersih masih belum memenuhi standar. Namun masih ada yang
memanfaatkan aliran irigasi tersebut.
Untuk pemanfaatan mata air yang ada di dekat aliran sungai
yang dikenal dengan nama tonop, kegiatan mencuci baju juga
dilakukan di sana. Contohnya ibu hasmia, dirumahnya memiliki sumur
suntik sebagai sumber air bersih. Bahkan untuk mencuci, ia memiliki
mesin cuci baju. Namun sepertinya ia merasa lebih nyaman bila
mencuci di mata air tersebut. Kendala listrik menjadi alasan utamanya
mengapa ia jarang sekali mencuci menggunakan mesin cuci. Seringnya
pemadaman listrik memaksa ibu hasmia hanya menggunakan mesin
cucinya sebagai alat pengering pakaian saja. Tidak hanya bu hasmia,
beberapa warga juga acap kali memanfaatkan tonop tersebut. Mata
air yang sudah di buatkan alas papan untuk mencuci dan mandi
memang dirasa lebih nyaman. ...itu kemarin waktu selesai pesta
duka, semua dicuci disana. Belanga semua digosok disana. Dicuci
bersih. Kan dibuatkan papan, jadi bagus...mama rijan.
Mata air tersebut tidak hanya digunakan untuk kegiatan mandi
dan mencuci baju. Masyarakat juga meyakini bahwa air yang berasal
dari mata air tersebut bisa diminum tanpa dimasak terlebih dahulu.
Biasanya beberapa warga membawa timba untuk kebutuhan minum
mereka. Beberapa informan yang ditemui mengaku bahwa rasa air
yang berasal dari sumber mata air tersebut sangat segar. Berbeda
dengan air dari sumur. Tidak berbau dan tidan berasa. Berdasarkan
pengamatan, peneliti melihat air dari mata air tersebut sesuai dengan
3 indokator fisik sebagai patokan yaitu tidak berbau, tidak berwarna
dan tidak berasa. Namun standar untuk menjaga kesehatan, air yang
akan dikonsumsi harus di masak sampai mendidih terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi.

111

Dikaitkan dengan pemanfaatan jamban sehat, sebetulnya di


Desa nunuk, air bukanlah menjadi kendala karena sepanjang tahun
belum pernah terjadi kekeringan. Harusnya ini menjadi potensi bagi
masyarakat untuk memanfaatkan jamban sehat yaitu jamban leher
angsa. Namun, lagi-lagi karena kebiasaan, masyarakat masih banyak
yang melakukan BAB di sungai.
Tabel 3.6. Data kepemilikan jamban
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa

Linawan
Linawan 1
Nunuk
Ilomata
Pinolosian
Pinolosian
selatan
Kombot
Kombot timur
Lungkap
Tolotoyon
Kecamatan

Keluarga yang
diperiksa
211
162
225
217
228
112

Jamban
Keluarga
memiliki
42
35
70
45
77
23

316
64
167
238
1940

76
12
24
75
479

Sehat
42
35
70
45
77
23
76
12
24
75
479

Sumber. Profil Puskesmas tahun 2014

Data menunjukkan bahwa, kurang dari 50% keluarga yang


memiliki jamban sehat. Masyarakat masih nyaman menggunakan
sungai atau saluran irigasi sebagai tempat BAB. Jamban dikatakan
sehat apabila kotoran tersebut tertampung dalam sebuah septic tank.
Sehingga kotoran terlindungi dan tidak ada lalat yang hinggap dan
membawa penyakit pada manusia. Ada fakta menarik yang meneliti
temukan di lokasi penelitian, beberapa rumah yang dekat dengan
saluran irigasi, pembuangan kotoran melalui jamban leher angsa
masih dibuang ke saluran irigasi. Hal ini menunjukkan bahwa

112

pemahaman seputar sanitasi lingkungan masih belum dipahami


sepenuhnya oleh masyarakat.

Gambar 3.17.WC umum di Desa Linawan


Sumber. Dokumentasi peneliti

Di desa tetangga, desa Linawan, sudah ada jamban umum yang


dibangun oleh pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow selatan.
Jamban yang di sediakan adalah jamban leher angsa dengan kualitas
bangunan yang baik. Ironisnya, masyarakat masih belum
memanfaatkan jamban umum tersebut. Pembangunan 6 jamban
belum mampu menggerakkan masyarakat untuk terbiasa buang air
besar di jamban.
3.7.7. Memberantas jentik nyamuk
Pemberantasan jentik nyamuk adalah upaya untuk
menghindari dari penyakit malaria atau demam berdarah. Namun
upaya tersebut masih belum terlihat rutin dilakukan. Berdasarkan
informasi dari bidan wilayah menyebutkan bahwa upaya
pemberantasan jentik nyamuk yang seharusnya dilakukan oleh
masyarakat sangat jarang dilakukan. Upaya pemantauan jentik

113

nyamuk hanya dilakukan oleh pihak Puskesmas melalui kader


posyandu.
Tabel 3.7. Jumlah bangunan atau rumah bebas jentik nyamuk
No
1
2
3
4
5
6

Desa

Linawan
Linawan 1
Nunuk
Ilomata
Pinolosian
Pinolosian
Selatan
7
Kombot
8
Kombot timur
9
Lungkap
10 Tolotoyon
Kecamatan

Jumlah
Bangunan
211
162
225
217
228
112

Bangunan bebas jentik

316
64
167
238
206

305
57
159
235
187

205
159
223
205
219
80

Sumber. Profil Puskesmas tahun 2014

Dalam hal pemberantasan jentik nyamuk ini, yang menjadi


utama sebenarnya adalah upaya pemberantasan jentik tingkat rumah
tangga. Pemantauan pada bak mandi, serta tempat penampungan air
lainnya sedianya terus diperhatikan secara berkala. Kegiatan 3 M yaitu
Mengubur, Menguras, dan Menutup menjadi hal yang dinilai efektif
untuk mengurangi jentik nyamuk.

114

Bab 4
PESTA MUDA MUDI, BAGAI PISAU BERMATA DUA

Tema pada bahasan ini sebenarnya merupakan pintu masuk


dari sebuah permasalahan yang lebih besar terkait masalah remaja.
Mengapa kemudian ini menjadi menarik bagi peneliti sehingga budaya
Pesta Muda Mudi diangkat menjadi bahasan tersendiri?
Khusus pada bahasan ini, beberapa informan yang ditampilkan
akan disamarkan untuk menjaga kerahasiaan identitas informan.
Sesuai dengan inform concern yang disampaikan oleh sebagian
informan bahwa, ia bersedia untuk diwawancarai tetapi nama harus
disamarkan.
4.1. Pesta muda mudi, upah baku tolong
Pada suatu pagi di bulan mei 2015, ada seseorang yang
mencari E putra Pemilik penginapan yang kami tempati. Beberapa kali
orang tersebut menggedor pintu rumah berharap ia menemukan E.
Namun E memang tidak berada dirumah. Akhirnya ia meninggalkan
rumah tersebut dan pindah ke rumah yang lain. Diketahui bahwa
orang yang sedang mencari E adalah salah seorang anggota keluarga
yang memiliki hajatan perkawinan. Tujuan pencarian itu adalah
meminta bantuan E dan pemuda lain untuk membantu
mempersiapkan resepsi, yang mereka sebut dengan nama baku
tolong.
Baku tolong sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi
masyarakat etnis Mongondow secara umum. Beberapa kegiatan akan
selalu melibatkan masyarakat. misalnya pada acara pernikahan
maupun acara kematian. Baku tolong ini dilakukan oleh semua
kalangan masyarakat. Ibu-ibu biasanya lebih banyak di dapur dan
bapak-bapak lebih banyak
berperan di bagian depan untuk
membantu mempersiapkan perlengkapan acara. Remaja putra

115

biasanya akan lebih banyak berperan mulai awal kegiatan bersama


golongan bapak-bapak sampai pada kegiatan inti yaitu resepsi. Pada
saat pelaksanaan resepsi, sebagian pemuda akan membantu tuan
rumah untuk menyuguhkan makanan dan minuman kepada tamu.
Diakui oleh sebagian pemuda, kegiatan tersebut memang
terasa melelahkan. Kegiatan baku tolong pada acara pernikahan
biasanya akan dilakukan selama 2 sampai 3 hari. Namun atas dasar
gotong royong dan saling membantu, baku tolong merupakan
kegiatan yang penting dan wajib dilakukan. Seperti yang disampaikan
oleh mama rijan ...kita itu kan hidup bermasyarakat..jadi anak mudamuda itu kalau ada orang yang menikah harus ikut baku tolong....
Memang tidak semua pemuda kampung yang dilibatkan pada
satu acara perkawinan. Keluarga akan memilih siapa yang nantinya
akan terlibat dan membantu untuk keperluan pesta. Pada acara di
rumah bapak Toyo pongayo misalnya, hanya beberapa remaja putra
saja yang terlibat baku tolong. Tetapi Yang lebih Utama adalah
anggota keluarganya yang akan dimintai bantuan.
Pada masa yang lalu, kegiatan baku tolong ini sangat mengikat
untuk kalangan keluarga. Apabila salah seorang anggota keluarga
memiliki hajatan perkawinan, keluarga yang lain diharuskan hadir
pada 10 hari sebelum acara. Tidak terkecuali keluarga di luar daerah.
Keluarga yang di gorontalo, atau daerah lain diwajibkan hadir. Mereka
akan turut membantu untuk proses pembuatan tenda, pembuatan
kuade, bahkan kegiatan memotong bambupun dilakukan. Akan
menjadi perbincangan bila ada anggota keluarga datang pada saat
acara atau hari H. Arman mokoginta menyampaikan :
...Kalau dulu keluarga dari jauh 10 hari lagi acara, ia harus
datang. ia akan malu bila sebagai keluarga itu tidak sempat
ambil bambu buat tenda. Dahulu kalau datang pada hari H maka
akan jadi perbincangan. Memang dulu lebih lama. Persiapan
acara bisa sampai 10 hari. tetapi nilai sosialnya tinggi. Walaupun
dari sisi waktu dan pembiayaan lebih berat. Selain itu, Kalau ada

116

anggota keluarga yang tidak dipanggil maka juga akan jadi


persoalan...

Persoalan baku tolong pada masa dahulu memang tidak bisa


dianggap sesuatu yang sepele. Ada nilai sosial yang kuat dan tertanam
dalam masyarakat mongondow untuk bisa membantu sesama. Nilainilai kebersamaan sangat melekat sehingga meskipun ada anggota
keluarga yang berada di tempat yang jauh sekalipun, ia akan hadir
untuk membantu.
Namun sepertinya pada masa kekinian, ada pergeseran nilai
yang terjadi pada masyarakat mongondow. Disaat semua hal sudah
dikomersilkan, maka nilai nilai kebersamaan lambat laun mulai
menipis. Contohnya ketika ada acara pernikahan, beberapa tempat
sudah ada yang menyewakan tenda dan lain sebagainya. memang
tidak bisa dianggap sebagai kemunduran, tetapi esensinya adalah
nilai-nilai sosial yang ada menjadi semakin berkurang.
Kegiatan baku tolong memang tidaklah gratis. Bentuk dari
ucapan terima kasihpun beragam,bisa berupa barang, uang atau
bahan makanan. Arman mokoginta mengungkapkan bahwa, dahulu
kegiatan baku tolong memang sudah ada. Mereka akan saling
membantu dalam acara pernikahan, kematian atau acara lain yang
membutuhkan bantuan orang lain. Ia juga menuturkan bahwa setelah
acara selesai, tuan rumah akan mendatangi beberapa warga yang
membantu untuk mengucapkan terima kasih. Tidak hanya itu, pemilik
hajat juga membawa bingkisan yang didalamnya terdapat sabun cap
tangan. Pemberian sabun ini memiliki makna bahwa sabun yang
merupakan bahan untuk mencuci pakaian, diharapkan dapat
digunakan untuk membersihkan pakaian yang digunakan selama
membantu dalam kegiatan baku tolong. Pemberian sabun tersebut
sangat besar nilainya pada saat itu.
Berbeda dengan kondisi saat ini. Maka saat ini, upah bagi
khususnya pemuda pemudi yang telah membantu dalam acara
pernikahan adalah Pesta Muda mudi. Pesta muda mudi dianggap

117

sebagai ucapan terima kasih bagi pemuda-pemudi yang telah


bersusah payah membantu dalam mensukseskan acara pernikahan.
Mengapa peneliti menganggap pesta muda mudi bagai pisau
bermata dua? Pesta muda-mudi, berdasarkan hasil pengamatan
peneliti, adalah kegiatan yang dilakukan untuk bersenang-senang
setelah melakukan baku tolong selama beberapa hari dalam acara
pernikahan. Pesta ini juga mengalami pergeseran acara. Dahulu acara
pesta hanya menyanyi dan berjoget sekedarnya menggunakan
orgen.Saat ini,pesta muda-mudi layaknya acara disco di klub malam
dengan musik yang keras. Irama yang di suguhkan adalah musik-musik
party atau musik dugem (dunia gemerlam) dengan bantuan disc
Jockey (DJ), yang memungkinkan pengunjung untuk berjoget.
Acara pesta ini akan dimulai pada pukul 22.00 WITA dan secara
normatif harus berakhir pada pukul 00.00 WITA. Namun pada
kenyataannya, tidak jarang acara tersebut berakhir pada pukul 4 pagi.
Kegiatan pesta muda-mudi ini juga menggunakan buku tamu dan
disediakan tempat untuk uang bagi pengunjung yang mau masuk.
Biasanya yang digunakan adalah toples dari kaca. Bagi pengunjung
yang akan masuk, mereka diharuskan untuk menaruh uang untuk
kegiatan pesta. Besaran uang yang dikeluarkan oleh remaja bervariasi.
Antara lima ribu rupiah sampai dua puluh ribu rupiah, Tergantung
kemampuan. Uang yang terkumpul nantinya akan dibagi. Pembagian
uang tersebut tergantung kesepakatan. Akan dibagi untuk kegiatan
pemuda, kas pemuda, dan sisanya diperuntukkan bagi pasangan
pengantin.

118

Gambar. 4.1. pesta muda mudi


Sumber. Dokumentasi Peneliti

Tidak ada batasan usia untuk bisa masuk dalam acara tersebut.
Semua kalangan diperbolehkan termasuk anak kecil. Peneliti sempat
menyaksikan bagaimana anak yang masih kecil juga menikmati musik
tersebut. Berjoget berhadapan dengan lawan jenis. Beberapa
diantaranya menyaksikan orang lain yang sedang menggelenggelengkan kepalanya. bahkan beberapa diantaranya ada yang sedang
berduaan.
Tidak hanya sekedar berjoget, beberapa remaja akan minumminuman keras sebelum berjoget di panggung. Remaja pria biasanya
akan berkumpul di tempat yang gelap untuk minum minuman keras.
Kondisi mabuk inilah yang dikhawatirkan ketika ikut berjoget. Kejadian
kerusuhan beberapa kali terjadi. feldy mengatakan bahwa di Desa
Pinolosian pernah terjadi keributan. Keributan yang terjadi karena
beberapa remaja berjoget dalam keadaan mabuk. Saat emosi tidak
terkontrol, tersenggol orang lain pun bisa menjadi pemicu keributan.
Kegiatan ini memang tidak bisa dipisahkan, seolah menjadi
satu paket dengan acara pernikahan. Pesta ini juga menggunakan
undangan bagi pemuda atau teman yang berada di luar kampung.

119

Kegiatan yang di sinyalir sudah ada sejak beberapa puluh tahun yang
lalu ini sudah menjadi budaya baru dikalangan remaja. Kepala dusun 1
di Desa nunuk menuturkan bahwa pesta tersebut tidak bisa
dihilangkan dari acara pernikahan. Apabila sampai ditiadakan, maka
konsekuensinya adalah remaja tidak akan mau untuk ikut kegiatan
baku tolong.
Di satu sisi, pesta muda mudi ini merupakan upah bagi jerih
payah pemuda pemudi yang terlibat dalam kesibukan pesta
perkawinan, serta hiburan bagi remaja. Namun disisi lain, pelaksanaan
pesta muda mudi menjadi kegiatan yang kurang baik bagi anak dan
remaja. Ada korelasi yang bisa di tarik dari kegiatan pesta muda mudi
tersebut dengan perilaku remaja. Memang bukan menjadi akar
penyebab terjadinya permasalahan remaja. Namun pesta muda mudi
menjadi salah satu pemicu serta faktor pendorong terhadap cara
pergaulan remaja.
Melihat dari sisi pemahaman lokal, sebenarnya pesta mudamudi ini adalah kegiatan hiburan yang diperlukan bagi kalangan
remaja. Seperti yang dijelaskan diawal bahwa Kabupaten Bolsel ini
merupakan daerah pemekaran yang baru yang terpencil. Mengapa
kemudian budaya pesta ini muncul adalah karena mereka sangat
membutuhkan hiburan. Berbeda halnya dengan di Kotamobagu.
Arman mokoginta menuturkan bahwa acara semacam ini sudah tidak
lagi ditemukan. Acara pesta sudah lebih modern. Tempat-tempat
hiburan di Kotamobagu sudah banyak ditemui. Tidak susah bagi
remaja di Kotamobagu untuk mencari kesenangan.
Intinya adalah peneliti bukan bermaksud bersepakat dengan
adanya pesta muda-mudi, namun poin pentingnya adalah diperlukan
sebuah kondisi yang menyenangkan bagi remaja atau hiburan
tertentu yang mengarah pada hal-hal positif. Jangan sampai pesta
muda mudi merupakan pintu masuk bagi permasalahan remaja di
Desa Nunuk khususnya dan di Bolsel pada umunya.

120

4.2. Potret remaja


Suasana mendung menyelimuti langit Bolaang Mongondow
Selatan hari itu. Mulai siang hari, cuaca terasa kurang bersahabat.
Tiupan Angin terasa sangat kencang disertai rintik-rintik hujan. Niat
kami untuk menggali data melalui Diskusi Kelompok Terarah kepada
beberapa remaja di Desa Nunuk sempat terpikir untuk di tunda.
Khawatir hujan yang disertai angin ini tidak berhenti sampai malam.
Rencana kami, pelaksanaan Diskusi yang direncanakan dilakukan di
kantor Desa akan dimulai pada pukul 19.00 WITA. Tetapi
keberuntungan memihak kami, tepat pukul 18.00 WITA hujan mulai
berkurang, rintik hujan yang mulai mereda membangkitkan niat kami
untuk mendapatkan beberapa informasi yang kami anggap penting .
Lokasi Kantor desa tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami
selama berada di Desa nunuk. Melaju menggunakan motor yang
difasilitasi oleh Dinas Kesehatan hanya ditempuh dalam waktu
beberapa menit saja. Saat kami datang ke kantor desa Nunuk, masih
belum ada remaja yang hadir. Sambil menunggu semua remaja hadir,
kami mempersiapkan semua perlengkapan untuk proses diskusi.
Handycam serta perekam suara kami siapkan untuk mendokumentasi
semua kegiatan selama proses diskusi. Satu persatu remaja pun hadir,
diawali dengan seorang remaja putri berusia belasan tahun yang
masih duduk di kelas 2 SMA. Terlihat malu-malu dan seolah asing
dengan kegiatan kami. Kemudian disusul oleh beberapa teman putri
dan teman putra sehingga tepat pukul 19.30 WITA, peserta
berkumpul. Remaja yang di jadwalkan hadir ada 10 remaja. 5 remaja
putra dan 5 remaja putri.
Kegiatan diskusi ini peneliti lakukan adalah untuk menggali
sejauh mana pemahaman remaja mengenai pengetahuan reproduksi.
Terutama terkait masalah seks dan interaksi remaja. Pemahaman ini
penting sebagai dasar untuk berperilaku. Awal kata yang di lontarkan
kepada remaja untuk mendapatkan konsep kesehatan reproduksi
adalah kata seks. Peneliti ingin mengetahui apa yang terlintas dalam

121

benak remaja ketika mendengar kata seks tersebut. Semua


berpendapat. Kata yang muncul ketika mendengar kata seks adalah
pornografi, berhubungan intim, homo seks, berciuman, blue film.
Suyatni Manoppo, 18 Tahun. Ia berpendapat bahwa...seks adalah
pornografi, sedangkan pornografi adalah berhubungan intim lalu
disebarluaskan atau dipertontonkan.... pemahaman sederhana
seputar seks masih dimiliki oleh umumnya remaja khususnya di Desa
Nunuk. Tidak menutup kemungkinan bahwa pemahaman serupa akan
ditemui oleh remaja di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow
selatan pada umumnya. Kata seks masih dianggap sebagai kegiatan
seksual antara laki-laki dan perempuan.
Ditanya mengenai usia berapa saat pertama kali melihat video
porno, remaja laki-laki menjawab saat usia Sekolah Dasar. Video ia
dapatkan dari teman sekolahnya yang memiliki handphone.
Keingintahuan yang besar menjadikan anak-anak tersebut mulai
tertarik pada tontonan tersebut.
Untuk kebiasaan merokok, remaja putra sudah mengenal
rokok sejak kecil. Informan S misalnya, ia merokok sejak duduk di
bangku kelas 6 SD. 5 remaja putra mengakui bahwa mereka adalah
perokok. Rokok yang dikonsumsi biasanya mereka beli di toko dengan
berbagai merk. Kebiasaan merokok ini berawal karena orang di
sekitarnya merokok, misalnya ayah. Mereka akan mencoba rokok dari
sisa rokok yang dihisap sang ayah. Ketika ditanya tentang perilaku
rokok pada remaja putri, mereka semua menjawab tidak pernah.
Mereka masih menganggap perilaku yang kurang baik ketika ada
remaja putri yang merokok. namun berdasarkan pengamatan peneliti
selama di Bolsel, peneliti beberapa kali melihat remaja putri yang
sedang menghisap rokok. Memang bukan di Desa Nunuk, tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan menular ketika
perilaku merokok pada remaja putri sudah dianggap biasa.
Penyalahgunaan obat menjadi perhatian lebih bagi peneliti,
pertanyaan mengenai obat apa yang biasa dikonsumsi oleh informan.

122

5 informan remaja pria menjawab obat batuk komix. Dari kelima


informan tersebut, semua pernah mengkonsumsi obat tersebut dalam
dosis yang tinggi. Untuk mendapatkan kondisi yang nyaman, mereka
akan mengkonsumsi 10 bungkus komix dalam satu kali minum. Selain
komix, penggunaan lem perekat untuk dihirup baunya sudah menjadi
tren dikalangan remaja. bahkan ada salah satu informan, R, pada saat
FGD dilakukan, seringkali jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan
pertanyaan. Hal tersebut disebabkan karena efek penggunaan lem
perekat dan komix yang dikonsumsi. S menuturkan ...dia itu lulus
SMA lo mas, dulu ndak gitu, ya biasa saja. Ya itu karena dia sering ngelem makanya seperti itu....

Gambar. 4.2. Salah satu acara remaja di bolsel


Sumber. Dokumentasi Peneliti, mei 2015

Untuk konsumsi alkohol, 5 informan putra menjawab sering


mengkonsumsi. Kebiasaan minum minuman beralkohol sudah
menjadi kebiasaan. Kegiatan mabuk-mabukan masih seringkali
ditemui di sudut-sudut desa. Seperti halnya informan S,ia menuturkan
acap kali masih melakukan kegiatan minum-minuman keras dengan
beberapa rekannya. Ia berpendapat bahwa selama tidak mengganggu
tidak apa-apa. Mungkin hanya di tegur saja. ...kalau tidak berteriak
tidak apa-apa, tapi kalau berteriak dan buat gaduh ya di denda ....

123

kegiatan minum minuman beralkohol dilakukan hampir setiap malam.


Terlebih bila malam minggu. Sudah bisa dipastikan mereka akan
berkumpul untuk minum. Informan G menuturkan bahwa untuk
konsumsi minuman beralkohol, biasanya mereka akan membeli bir
hitam atau minuman tradisional yang mereka sebut cap tikus.
Beberapa minuman oplosan juga pernah mereka konsumsi.
Diantaranya campuran minuman bersoda dengan alkohol murni.
Minuman jenis ini jelas sangat berbahaya bagi keselamatan orang
yang mengkonsumsi. Dosis alkohol jelas tidak terukur sehingga sangat
memungkinkan untuk bisa berpengaruh terhadap kesehatan.
Pertanyaan lain peneliti tanyakan seputar penggunaan media
internet sebagai bagian dari interaksi dengan sejawatnya. 10 informan
sudah familiar dengan penggunaan Facebook dan internet. Facebook
dan media sosial lainnya sudah menjadi bagian bagi remaja untuk
berkomunikasi. Informan N, 17 tahun, ia sudah akrab dengan
penggunaan aplikasi Blackbarry masangger.
Beberapa remaja putri yang ditanya mengenai pemahaman
tentang anemia, sebagian besar mengetahui tentang pengertian
anemia. Tetapi ketika terjadi kondisi tersebut, mereka akan
membiarkannya tanpa ada upaya untuk mengkonsumsi tablet tambah
darah.
4.3. Mengapa remaja perlu diperhatikan ?
Masa remaja adalah sebuah masa transisi dari usia anak-anak
menuju pada usia kematangan atau dewasa. Hurlock, 1992 dalam
Haryanto 2010 menyebutkan bahwa remaja atau dengan bahasa latin
adolensence memiliki arti tubuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Pengertian tersebut memiliki arti yang cukup luas mencakup
kematangan mental, fisik dan emosional sosial. Sedangkan WHO
mengartikan remaja sebagai mereka yang berusia 10-19 tahun.
sementara PBB mengartikan anak muda adalah mereka yang berusia

124

15-24 tahun. ini kemudian disatukan terminologi kamu muda (young


people) yaitu berusia 10-24 tahun.
Berdasarkan UNFPA, 2007 dalam laporan publikasi
path.org menyebutkan bahwa sekitar 1 milyar manusia, hampir 1
diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. dan 85%
diantaranya hidup di negara berkembang. Dari publikasi tersebut
juga disebutkan bahwa banyak diantara mereka yang sudah aktif
secara seksual dan diantara mereka juga banyak yang sudah
menikah.Dari laoran tersebut terungkp bahwa setiap tahun sekitar
15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan. 4 juta melakukan
aborsi, dan hampir 100 juta remaja terinfeksi penyakit menular
seksual yang bisa diobati.
Melihat dari sisi konsep Continuum of care, sebenarnya
remaja mendapat porsi yang sama yang perlu mendapatkan
perhatian. Hal ini juga memiliki pengaruh terhadap kesehatan ibu
dan anak. Artinya bahwa untuk mendapatkan kondisi kesehatan
ibu dan anak yang baik, perlu mepersiapkan remaja yang
berkualitas. diawal juga disampaikan mengenai bagaimana remaja
masih kurang dalam memperhatikan status kesehatannya.

Gambar. 4.3. Continuum of care


Sumber. www.

125

Dari hasil diskusi dengan remaja tersebut, nampak bahwa


banyak permasalahan remaja yang harus diperhatikan. Kehamilan Pra
nikah sudah banyak dijumpai, terbukti dengan beberapa perkawinan
yang terjadi di Desa Nunuk, sang mempelai wanita sudah dalam
keadaan hamil. Selain itu, Data yang tercatat di kantor urusan agama
menyebutkan bahwa kasus pernikahan dini di Kecamatan Pinolosian
cukup tinggi. Pengakuan Informan C menyebutkan bahwa teman satu
kelasnya sudah ada 4 orang anak yang sudah dalam keadaan hamil.
Bahkan penuturan salah satu informan menyampaikan bahwa remaja
usia sekolah di SMA sudah banyak yang pernah melakukan hubungan
seks. Hal ini menguatkan bahwa pergaulan yang bebas diantara
remaja sudah sedemikian seriusnya.
Aturan remaja di Desa nunuk secara normatif memang seperti
pada umumnya. Para orang tua melarang anaknya untuk pacaran.
Remaja putri diharuskan untuk berada dirumah tepat pukul 9 malam.
Lebih jauh lagi bahwa para remaja di larang untuk melakukan
hubungan suami istri karena sangat bertentangan dengan ajaran
agama. Desa Nunuk yang mayoritas pemeluk agama Islam masih
memegang teguh aturan dan norma agama dalam kehidupan seharihari. namun bagaimana dengan kondisi sebenarnya di Desa nunuk ?
kasus hamil diluar nikah masih ternyata masih kerap ditemui dengan
usia yang masih belia. Ada sesuatu hal yang menjadi perhatian peneliti
ketika ada pernikahan dalam keadaan hamil. Resepsi pernikahan
dilakukan seperti pada umumnya. Pernikahan pada pasangan hamil
diluar nikah tidak ada beda dengan pernikahan yang memang belum
hamil. Perasaan malu karena sudah hamil tidak nampak. Pada saat
penelitian ini dilangsungkan, peneliti menemukan pernikahan yang
dilangsungkan seperti pada umumnya namun sang mempelai wanita
telah hamil 2 bulan.
Kejadian ini sebenarnya menunjukkan bahwa pergaulan antar
remaja sudah mengarah pada pergeseran norma kesusilaan. Artinya
bahwa pergaulan remaja perlu mendapatkan perhatian serius. Karena

126

interaksi antar remaja putra dan putri kian bebas. selain itu, hal ini
juga menunjukkan betapa lemahnya pengawasan orang tua terhadap
pergaulan sang anak. Aturan dan denda seolah bisa mencegah
perilaku remaja tetapi kenyataannya masih belum menjadi suatu
aturan yang di patuhi. Berdasarkan observasi peneliti terlihat
bagaimana remaja putri masih berada diluar rumah padahal sudah
lewat dari jam 9 malam. Pacaran yang seharusnya di larang, masih
mendapatkan toleransi bersyarat. Harus tau diri, harus sewajarnya,
harus tahu batasan. Namun belum tentu kewajaran dan batasan
antara orang tua dan anak sama. Informasi yang dilihat melalui
televisi, internet dan media lain akan menggeser nilai-nilai dan norma
yang ada pada diri remaja. Batasan orang tua tidak boleh berciuman,
berpegangan tangan, dan berpelukan apakah sama dengan batasan
anak remaja saat ini. hal ini menjadi pertanyaan besar. bisa jadi hal
tersebut menjadi hal yang biasa dikalangan remaja. Salah seorang ibu
yang memiliki anak perempuan ditanya mengenai batas kewajaran
menurut versi remaja, berikut komentarnya
...Kalau menurut orang tua itu ndak wajar. Yang wajar ya
ngobrol saja. Ndak boleh sering-sering ketemu. Seminggu sekali
kalau ketemu. Kalau boncengan ndak apa-apa jangan ke tempat
yang sepi. Kalau malam saya ndak kasih. Kecuali sama saudara
laki-laki...

Hasil diskusi dengan kelompok remaja didapati dari 5 remaja


putri, 3 orang diantaranya memiliki pacar. rata-rata usia remaja putri
tersebut masih usia sekolah. Usia yang seharusnya digunakan untuk
hal-hal positif. Salah seorang pendatang dari lamongan memiliki
pendapat tentang bagaimana pergaulan remaja di desa nunuk.
...kalau disini anak saya tidak boleh keluar, untung anaknya
ndak suka keluar rumah mas jadi ya saya ndak kuatir. Pulang
sekolah ya langsung tidur. Kalau sore ya begini membantu orang

127

tua di warung. Kemarin itu ada temannya datang ngajak pesta


muda mudi tapi anak saya ndak mau. Kalau disini ya banyak
yang hamil duluan. Saya liat jam 10 jam 11 anak-anak remaja
putri masih keleleran di jalan. Di dekat sungai itu beberapa hari
yang lalu ada anak-anak mabuk...

Pernyataan tersebut menunjukkan kekhawatiran dari seorang


ayah terhadap kerasnya pergaulan remaja yang semakin jauh dari
nilai-nilai kesopanan dan agama. Tidak berlebihan bila seorang ayah
sangat mengkhawatirkan pergaulan anaknya. Bagaimana bebasnya
interaksi antar remaja tercermin dari banyaknya kasus kehamilan
diluar nikah. Pernyataan ibu dewi juga memiliki pemahaman yang
sama terhadap proteksi kepada sang anak. Ia menuturkan :
...Jam sembilan malam harus dirumah, SMP dan SMA ndak
boleh pacaran. Saya bilang begini, mamak sama bapak ndak
melarang kamu bergaul, jangan berlebihan karena kalau
berlebihan nanti sekolahnya ndak selesai...

Pernikahan dini pada usia sekolah memiliki dampak yang


serius. Seperti lingkaran setan, pernikahan dini akan berpengaruh
pada permasalahan sosial, ekonomi, dan kesehatan. Masalah yang
mudah terlihat adalah pendidikan anak yang terputus. Dalam
beberapa kasus diatas menjelaskan bagaimana kehamilan pada saat ia
dibangku sekolah akan memupuskan harapan untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi. Akibatnya adalah sang anak tidak bisa
mengejar apa yang dicita-citakan. Sisi lain yang bisa dilihat adalah
bagaimana anak yang menikah di usia dini umumnya tidak memiliki
penghasilan yang cukup. Tidak jarang mereka masih mengandalkan
orang tuanya dalam memenuhi kehidupannya. Hal ini juga akan
menjadi permasalahan bagi keluarga tersebut. Bisa jadi hal tersebut
akan menjadi pemicu pertengkaran yang dapat menimbulkan
kekerasan dalam rumah tangga.

128

Tabel 4.1. Data Pernikahan di Bawah Usia 20 tahundi KUA Pinolosian


Bolaang Mongondow Selatan.
Usia 20
Tahun

Usia >20

Jumlah
L

2015*

24

20,83

11

44,83

19

79,16

13

54,17

2014

84

10

11,90

33

38,38

74

88,09

51

69,71

total

108

15

13,89

44

40,74

93

86,11

64

59,26

*Januari-9 Mei 2015

Tahun 2014 di KUA Kecamatan Pinolosian tercatat perempuan


yang menikah dibawah usia 20 tahun mencapai angka 38,38%, dan
pada tahun 2015 sepertinya terjadi kenaikan prosentasenya yaitu
mencapai 44,83%.
Pada saat diskusi dengan kelompok ibu-ibu, mereka
menjelaskan bahwa saat mereka menikah dulu juga pilihan sendiri
bukan dijodohkan. Demikian juga dengan kondisi saat ini, pernikahan
dilakukan atas dasar pilihan sendiri, orang tua hanya mengikuti saja.
Ketika ditanya pandangan terhadap maraknya pernikahan usia
muda yang kadang masih sekolah dan hamil duluan, tidak terlihat
diraut wajah mereka bahwa hal tersebut menjadi masalah besar.
Dengan tenang mereka menjawab kalau ada yang hamil maka orang
tua tidak bisa menolak. Meskipun sudah diatur dalam Perdes terkait
denda bagi yang hamil di luar nikah, tetap saja orang tua yang
membayar denda tersebut dan resepsi pernikahan tetap
terselenggara. Pernikahan karena hamil di luar nikah bukan hal yang
memalukan. Pesta pernikahan dengan kondisi pengantin
perempuannya hamil tetap diselenggarakan dengan meriah
melibatkan perangkat desa dan masyarakat. Ketua panitia resepsi
pernikahan adalah Kepala Dusun dengan penanggungjawab Sangadi.

129

Imfatul tria, 2011 menjelaskan bagaimana hubungan antara


pernikahan usia dini dengan kesehatan ibu dan anak. Pernikahan usia
muda memiliki korelasi dengan kejadian kematian ibu. Anak
perempuan usia 15 sampai 19 tahun memiliki resiko dua kali lebih
besar dibandingan kelompok usia 20-24 tahun. Hal ini disebabkan
karena pada usia tersebut, panggul serta organ reproduksi masih
belum siap untuk melahirkan. Sedangkan berdasarkan outlook volume
16 januari 1999 edisi khusus keselamatan ibu menyebutkan bahwa
persalinan membawa resiko morbiditas dan mortalitas yang lebih
besar pada remaja dibandingkan dengan wanita yang berusia 20
tahun.
Penelitian tentang studi kohort tumbuh kembang anak tahun
2012, terlihat bahwa ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian
stunting atau pendek. Berdasarkan penelitian tersebut, semakin muda
usia seorang wanita untuk menikah maka akan mempengaruhi status
kesehatan sang anak. Hal ini akan berakibat pada kejadian stunting.
Bila demikian, pernikahan usia muda akan memiliki potensi untuk
melahirkan anak yang pendek. apabila tidak segera mendapatkan
perhatian serius dikhawatirkan akan timbul generasi dengan tinggi
badan yang kurang ideal.
Hasil diskusi dengan remaja terungkap bahwa pemahaman
anak remaja putri terhadap permasalahan konsumsi makanan pada
remaja masih kurang. Mereka kurang memperhatikan konsumsi
makanan yang ia makan. Hal tersebut berpengaruh kepada status gisi
remaja tersebut. Sehingga potensi remaja yang mengalami
Kekurangan Energi Kronis (KEK) menjadi lebih besar. data riskesdas
tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi Wanita Usia Subur (WUS)
dengan KEKyaitu WUS dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5
cmterjadi peningkatan. Proporsiibu hamil usia 15-19 tahun dengan
KEK dari 31,3% pada tahun 2010 menjadi 38,5% pada tahun 2013.
Tren peningkatan serupa juga terjadi pada WUS usia 15-19 tahun yang

130

tidak hamil, yang proporsinya meningkat dari 30,9% pada tahun 2010
menjadi 46,6% pada tahun 2013.
Tidak hanya itu, dalam kasus konsumsi miras dan
penyalahgunaan obat, kejadian yang mengakibatkan kematian pernah
terjadi. penyebabnya adalah konsumsi miras yang berlebihan
mengakibatkan kondisi yang tidak stabil dalam berkendara
menggunakan sepeda motor, sehingga menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa, penyalahgunaan
obat sudah memberikan efek sangat buruk bagi perkembangan
mental remaja. salah satu informan mengalami keadaan yang sangat
memprihatinkan. Ia tidak bisa fokus dengan apa yang dipikirkannya.
Seringkali dalam pembicaraan dengan kawannya, ia tidak bisa
berkomunikasi dengan baik karena yang ia bicarakan terkadang tidak
nyambung dengan temannya. Kejadian tersebut sudah selayaknya
menjadiperhatian serius. Tidak bisa dibiarkan begitu saja karena hal ini
akan menjadi bom waktu bagi kabupaten yang terbilang masih
sangat baru.
4.4.Cerita tentang perkawinan dini
Dalam penelitian selama satu bulan bersama dengan
masyarakat, peneliti melihat beberapa kasus pernikahan dini yang
terjadi. Peneliti melakukan wawancara dengan seorang informan
untuk mengetahui lebih jauh tentang pernikahan dini. untuk
kerahasiaan, informan yang diwawancarai akan disamarkan
identitasnya. Sebutlah namanya x
Saat diwawancara, informan x sedang berusia 21 tahun. ia
menceritakan bahwa kala itu ia sedang duduk di kelas 2 SMA di
Kotamobagu. Jarak kotamobagu ke Pinolosian cukup jauh. Sehingga ia
harus kost. Pergaulan remaja di Kotambagu bisa dibilang cukup
memprihatinkan. Pergaulan bebas juga sudah mulai dilakukan di
kalangan anak2 usia sekolah. Tidak terkecuali informan x. Awalnya ia
berkenalan dengan seorang teman sekolahnya. Dari proses

131

perkenalan tersebut ada ketertarikan antara kedua belah pihak dan


memutuskan untuk melanjutkan hubungan layaknya remaja pada
umumnya yaitu pacaran. Namun kegiatan pacaran keduanya sudah
terbilang bebas sehingga selang beberapa bulan ia pacaran, sang
perempuan ternyata sudah dalam keadaan hamil.
Kondisi hamil tersebut memaksa mereka harus menikah dalam
usia yang mash muda. Si x memutuskan untuk berhenti sekolah,
namun si perempuan masih ingin melanjutkan sekolahnya. Sang anak
lahir dengan kondisi orang tua masih belum siap dengan apa yang
terjadi. sehingga sang anak lebih banyak dirawat oleh kakek dan
neneknya. Selang beberapa waktu hubungan x dan istrinya kandas.
Perpisahan dilakukan tanpa melalui proses perceraian di Pengadilan
Agama karena harus dilakukan di Kotamobago, sehingga dalam
catatan pemerintah statusnya masih menikah karena tidak dilaporkan.
Banyak kasus ditemui di desa Nunuk dan sekitarnya bahwa perceraian
dilakukan hanya sebatas berpisah saja. Mereka enggan untuk
melaporkan kejadian perceraiannya. Mereka akan melakukan datang
ke Pengadilan Agama setelah mereka akan menikah lagi.
Kembali pada kasus diatas, si x tidak lagi bersama mantan
istrinya. Ia juga jarang menengok anaknya. Ia menghabiskan waktu
mudanya hanya sebagai remaja pengangguran dan biasanya ia akan
mendapatkan pekerjaan dari saudara atau warga yang membutuhkan
bantuan baik untuk mengecat rumah atau bekerja dikebun.
Melihat kondisi di atas betapa riskannya masa remaja bila
tidak mendapatkan perhatian serius. Akan banyak anak-anak terlahir
dengan kondisi orang tua yang kurang siap untuk mendidik anak. Baik
secara emosional maupun secara finansial. Kondisi tersebut bukan
tidak mungkin akan berdampak pada status gizi anak serta
perkembangan emosional anak. Orang tua yang seharusnya
memberikan perhatian dan pengajaran yang baik di dalam keluarga
tidak mereka dapatkan.

132

4.5. Pesta muda mudi sebuah dilema


Pesta Muda Mudi adalah bagian dari tradisi kearifan lokal
budaya Bolaang Mongondow Selatan tentang gotong royong. Pesta
Muda Mudi adalah upah untuk para pemuda yang terlibat di dalam
kegiatan baku tolong dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan.
Dilema dari pesta muda mudi ini terkait dengan konsep acara disko
yang memungkinkan menjadi media secara tidak langsung maraknya
minuman keras dan seks bebas. Minum minuman beralkohol sebelum
datang ke pesta sudah umum terjadi seperti yang sebelumnya
dijelaskan oleh informan. Di tempat pesta tidak disediakan minuman
beralkohol.
Untuk kecenderungan sex bebas dapat dilihat dengan cara
berbusana para perempuan muda yang datang, bersaing dengan
model terbuka dan atau ketat. Pesta muda mudi menjadi ajang
perkenalan antar desa, sebagai awal hubungan. Hubungan seks
selayaknya suami istri mereka lakukan di rumah saat keluarga sedang
bekerja di kebun.
Berdasarkan data KPA Sulawesi Utara yang dimuat di
manadopostonline.com tersebut bahwa di Bolaang Mongondow
Selatan terdeteksi 1 orang positif AIDS dan sudah meninggal.
Informasi dari KPA Bolsel juga di dapat 1 orang yang suspect HIV,
tetapi sebelum dilakukan VCT sudah terlebih dahulu meninggal. Kedua
orang tersebut memiliki riwayat merantau. Kondisi ini
mengindikasikan adanya potensi masalah HIV-AIDS yang mempunyai
fenomena gunung es.
Perilaku seks beresiko di kalangan anak muda Bolsel didukung
oleh perkembangan infrastruktur antar desa dan antar kota, serta
sikap permisif di kalangan orang tua dan masyarakat. Dengan
memperhatikan kondisi di kabupaten terdekat seperti Bolaang
Mongondow yang mendeteksi 25 orang HIV dan AIDS, Boltim
mendeteksi 9 orang HIV dan AIDS, dan Kotamobago yang

133

mendapatkan 28 orang HIV dan AIDSakanmemungkinkan adanya


masalah serius meledaknya penularan HIV di Bolsel.
Sejak diketahui ada kasus AIDS di Bolsel, Pemerintah Provinsi
segera membentuk Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Bolsel.
Pengalaman di Kota-kota besar di Jawa ketika penanggulangan AIDS
tidak dilakukan secara holistik dengan melibatkan berbagai elemen
pemerintahan dan masyarakat maka KPA hanya akan menjadi
pencatat kematian yang didaftarkan sebagai kasus AIDS, seperti KUA
yang mencatat orang mendaftar menikah.
Pesta muda mudi bagaikan pisau bermata dua, menjadi bagian
dari kearifan lokal budaya gotong royong di satu sisi, dan menjadi
racun yang menghancurkan masa depan generasi muda dengan
tertular HIV dan atau penyakit menular seksual lainnya. Pesta mudamudi sebagai tradisi tidak mudah dihilangkan karena akan
menghilangkan pula keterlibatan anak muda untuk baku tolong,
seperti yang disampaikan oleh salah satu Kepala Dusun di Desa
Nunuk.
susah kalau kita larang mereka bikin acara pesta muda-mudi,
nanti tidak ada yang mau bantu-bantu lagi kalau ada acaraacara.
Kondisi
pergaulan
muda-mudi
Bolsel
yang
cukup
memprihatinkan juga disampaikan oleh Bupati Bolsel Bapak Drs. H.
Herson Mayulu saat ada acara Pelantikan Pengurus Kerukunan Pelajar
dan Mahasiswa Bersatu Pinolosian Bersatu di Desa Kombot pada Mei
2015.
...Bolsel ini 93,84% muslim itu harus diakui tetapi justru yang selalu
mebikin masalahsiapa..? kitorang yang muslim mabuk, main judi,
komiks, ehabon saya sering kali menyampaikan dimana-manasaya
khawatir suatu saat kita berada pada kondisi lost generationada
suatumasa dimana generasi itu hilang kenapa karena generasi muda
Bolsel saat ini sudah dirusak oleh 3 hal ini, komiks miraas ehabon.

134

Dimulai dari sebatang rokok, lama lama kirim untuk doi bulanan uang
dibelikan rokok dan lain-lain, sebaginya.
kepercayaan orang tua itu harus kalian balas dengan keberhasilan ya
mulai miris menghadiri pesta nikah, ada yang baru semester 2 semester
6 orang suruh pergi sekolah ini untuk mencari sarjana bukan untuk
mencari sarjono...saya kurang bisa berpesan kepada mereka
meskipun menikah tetap harus bisa melanjutkan sekolah, tetapi apa
bisa konsentrasi pada pelajaran so ada anak

Keprihatinan juga disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten Bolsel saat ditemui peneliti untuk mengkonfirmasi temuan
data terkait permasalahan kesehatan reproduksi remaja Desa Nunuk,
yang banyak ditemukan hamil di luar nikah di usia remaja, berikut
pernyataan beliau,
...untuk masalah kespro memang yang menjadi permasalahan
itu yang pertama masih kurangnya pemahaman terutama
pemahaman usia remaja mengenai alat reproduksi itu oleh
karena kurangnya pemahaman itu sehingga mengakibatkan
pergaulan sehar-hari mengakibatkan masalah-masalah remaja
yang belum pantas menikah sudah menikah hamil duluan juga
orang tua dengan sangat terpaksa menikahkan mereka

Keprihatinan pucuk pimpinan Bolaang Mongondow Selatan Bapak


Bupati dan dibenarkan pula oleh Kepala Dinas Kesehatan maka kondisi
pergaulan bebas muda-mudi Bolsel harus menjadi perhatian semua
pihak. Pesta Muda Mudi bagaikan pisau bermata dua antara kebaikan
tradisi baku tolong dan keburukan maraknya pergaulan bebas.

135

BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
permasalahan dari maraknya kehamilan pada usia dini dan
penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja adalah pergaulan bebas
yang secara tidak sadar semakin marak dengan adanya tradisi Pesta
Muda Mudi yang seiring adanya tradisi Baku Tolong di dalam adat
perkawinan etnis Mongondow. Pesta Muda Mudi menjadi ajang
perkenalan dan atau pertemuan remaja-remaja dari dalam dan luar
desa.
Adapun akar permasalahannya dapat ditinjau dari aspek sosial
budaya, aspek kesehatan, dan aspek regulasi kebijakan. Dalam aspek
sosial budaya dapat disimpulkan; (1) Tradisi pesta muda mudi sudah
mengarah ke pada budaya hedonis, seks bebas, dan penyalahgunaan
narkoba, (2) Budaya permisif perangkat desa dan masyarakat atas
pergeseran tradisi pesta muda mudi, (3) Dilema antara kebutuhan
akan tradisi baku tolong dengan dampak pergeseran tradisi pesta
muda mudi, (4) masyarakat sudah tidak menganggap aib terhadap
kasus hamil di luar nikah, dan (5) banyak muda mudi pengangguran
karena putus sekolah.
Akar permasalahan dari aspek kesehatan adalah minimnya
program promotif tentang kesehatan reproduksi remaja,
penanggulangan HIV dan AIDS, dan penanggulangan narkoba.
Sedangkan akar permasalahan dari aspek regulasi kebijakan, yaitu; (1)
Kasus HIV di Bolsel baru muncul tahun 2014 sehingga belum ada
program terpadu antar dinas terkait untuk penanggulangan penularan
IMS dan AIDS, (2) Belum ada regulasi minuman beralkohol dan
minimnya aparat keamanan untuk pengawasan, (3) Skala priorotas
Kabupaten pemekaran masih pada pembangunan infrastruktur.

136

Dilema ini tidak hanya menjadi permasalahan di Desa Nunuk


tetapi juga menjadi potensi masalah di Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan, selain masing-masing desa juga memiliki tradisi
yang sama, didukung akses transportasi dan telekomunikasi yang lebih
maju memungkinkan terjadi interaksi antar desa. Potensial akses
meningkat tidak diimbangi dengan pencegahan ekses pergaulan gaya
pesta muda-mudi ini maka Bolsel hanya akan menunggu Bom Waktu
meledaknya permasalahan narkoba dan AIDS, beserta efek domino
prostitusi, kriminal, dan generasi dengan kualitas kesehatan buruk.
5.2. Rekomendasi
Rekomendasi yang peneliti usulkan adalah perlu dilakukannya
perubahan sikap dan perilaku kesehatan berbasis nilai budaya secara
holistik, dalam jangka panjang dengan melibatkan berbagai institusi
pemerintah dan berbagai elemen masyarakat terkait. Program
rekomendasi ini secara garis besar terbagi atas tiga program, yaitu; 1)
Advokasi Perda Penanggulangan AIDS dan Narkoba, 2) Advokasi
penyusunan program Kesehatan Reproduksi Remaja dan
penanggulangan AIDS dan Narkoba secara holistik, terintegrasi, dan
berkelanjutan, serta 3) Kajian intervensi pendampingan masyarakat
dengan proyek percontohan 3 (tiga) desa.
1). Advokasi Perda Penanggulangan AIDS dan Narkoba
Advokasi Perda Penanggulangan AIDS dan Narkoba selain
berkaitan dengan masalah penganggaran program-program kegiatan
berkesinambungan juga terkait dengan regulasi peraturan yang dapat
menjadi hukum dan pijakan masyarakat bersikap dan berperilaku.
Advokasi ini butuh proses panjang, mulai dari audiensi dengan Bupati
dan Anggota DPRD kabupaten, pendampingan kajian akademisi perda,
dan pendampingan penyusunan perda. Program Advokasi ini juga
harus melibatkan peran aktif berbagai elemen masyarakat untuk
mensosialisasikan dan membangun kesepahaman bersama terhadap
kebutuhan atas perda tersebut, sehingga saat perda itu disahkan

137

dapat diimplementasikan dengan mudah dan efektif. Membentuk


dan menguatkan lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan
program dan membentuk forum kamunikasi kader kesehatan antar
desa terkait program.
Advokasi Perda penanggulangan AIDS dan Narkoba ada
tahapan-tahapan yang harus dilakukan Kementrian Kesehatan. Tahap
pertama, memfasilitasi adanya Konsultan yang bertugas untuk
mendampingi Dinas Kesehatan Kabupaten dalam perencanaan dan
penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) hingga disahkan
menjadi perda. Konsultan ini harus memiliki kemampuan
berkomunikasi dan berjejaring secara politik karena terkait dengan
kewenangan secara politik anggota legislatif pada pembahasan dan
pengesahan raperda menjadi perda. Konsultan harus mampu menjadi
mediasi antara SKPD terkait dengan anggota dewan.
Konsultan juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman
di permasalahan terkait perda. Dalam dunia advokasi ada dua
pendekatan, yaitu pendekatan secara proses hukum/litigasi dan
proses non hukum/non litigasi. Pada proses hukum pembuatan perda
sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sedangkan proses non hukum
adalah melakukan penggalangan dan penguatan opini publik atas
pentingnya perda tersebut.
Tahap kedua, memfasilitasi lokakarya Dinas Kesehatan
Kabupaten dengan pemangku kebijakan terkait dan masyarakat peduli
penanggulangan permasalahan tersbut. Target capaian dari lokakarya
ini adalah (1) kesepahaman dan kesepakatan pentingnya perda
tersebut, (2) terbentuk tim advokasi perda yang terdiri dari perwakilan
pemangku kebijakan dan masyarakat, dan (3) rencana kongkrit aksi
advokasi perda.
Kesepahaman dan kesepakatan pentingnya perda tersebut
sebagai bentuk komitmen kongkrit kepedulian pemangku kebijakan
dan masyarakat atas permasalahan kesehatan yang berbasis pada
nilai-nilai budaya masyarakat. Maka komitmen bersama ini dapat

138

dimaknai sebagai kesadaran bersama atas dampak negatif dari tradisi


lokal yang sudah terkontaminasi dengan pengaruh global. Kesadaran
bersama ini menjadi titik awal program penanggulangan kesehatan
reproduksi remaja, AIDS, dan Narkoba.
Pelibatan pemangku kebijakan dan masyarakat bersinergi
dalam tim advokasi perda ini agar dapat lebih dalam mengeksplorasi
permasalahan-permasalahan kesehatan terkait dengan perubahan
sosial budaya masyarakat. Pelibatan masyarakat di dalam
perencanaan
penyusunan
perda
juga
bertujuan
untuk
mengakomodasi saran-saran yang berbasis riil kebutuhan masyarakat.
Target capaian utama dari lokakarya ini adalah tersusun
kerangka rencana kerja secara sistematis dan terstruktur. Rencana
kerja tim advokasi perda ini secara garis besar ada dua bidang garap.
Pertama, proses penyusunan raperda sesuai aturan dan ketentuan
perundang-undangan, mulai dari penyusunan proposal, kajian
akademisi, penyusunan raperda, hingga pengesahan raperda menjadi
perda. Kedua, sosialisasi pentingnya perda kepada masyarakat secara
luas sebagai strategi pembentukan dan penggalangan opini publik
untuk mendukung pembuatan dan pengesahan perda. Inisiasi
pembentukan dan penguatan lembaga swadaya masyarakat baik
berupa forum dan atau organisasi sosial kemasyarakatan, seperti
Masyarakat Peduli AIDS, Forum Pemuda Bolsel, Gerakan Anti Narkoba,
dan atau Forum Kader Posyandu. Pembentukan dan penguatan LSM
ini tidak tunggal, semakin banyak lembaga swadaya masyarakat yang
tumbuh semakin efektif proses percepatan perda karena didukung
keterlibatan masyarakat. Penguatan lembaga ini dilakukan dengan
memfasilitasi transformasi pengetahuan dan ketrampilan, seperti
pengetahuan tentang kesehatan AIDS dan Narkoba, pembekalan
ketrampilan pengorganisasian dan komunikasi.
2) Advokasi Program Penanggulangan Kesehatan Reproduksi Remaja,
Narkoba, dan AIDS

139

Rekomendasi kedua adalah Advokasi penyusunan program


penanggulangan kesehatan reproduksi, narkoba, dan AIDS secara
holistik, terintegrasi, dan berkelanjutan berbasis nilai budaya dan
potensi sumber daya lokal. Permasalahan kehamilan usia dini di luar
perkawinan dan penyalahgunaan narkoba bukan hanya masalah di
Desa Nunuk melainkan hampir di seluruh Desa-desa di Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan, bahkan juga menjadi bahasan antar
pemda Bolmong Raya. Pesta Muda Mudi sebagai potensi maraknya
seks bebas dan narkoba adalah bagian dari tradisi etnis Mongondow
yang masih diselenggarakan.
Advokasi program ini sebagai upaya promotif dan preventif
dengan target tersusun program Konsultasi, Informasi, Edukasi, dan
Rehabilitasi/Kuratif tentang Kesehatan Reproduksi Remaja, AIDS, dan
Narkoba. Menciptakan lapangan usaha produktif untuk anak-anak
putus sekolah dan meyelenggarakan kegiatan-kegiatan positif untuk
remaja.
3) Kajian Intervensi Pedampingan Masyarakat Desa
Kajian intervensi pendampingan masyarakat Desa. Intervensi
pendampingan ini meliputi; (1) pendampingan penyusunan
perubahan peraturan desa untuk mengakomodasi peraturanperaturan terkait penatalaksanaan kegiatan remaja dan pesta muda
mudi, (2) Penyelenggaraan KIE Kespro dan Narkoba berbasis
masyarakat secara holistik, (3) Penguatan Kader Posyandu untuk
kegiatan KIE dengan sasaran keluarga, (4) Pembentukan dan
penguatan Kader Kespro Remaja dengan mengoptimalkan potensi
sumber daya desa, dan (5) Diversifikasi usaha produksi berbasis
potensi alam yang ada untuk penanggulangan pengangguran pemuda
putus sekolah

140

Daftar Pustaka
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Balitbangkes Kemenkes RI
Badan Pusat Statistik.Survey Demografi Kesehatan Indonesia.2012.
Jakarta : Badan Pusat Statistik, macro International, Bappenas.2012
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Pedoman Pengisian
KuesionerRiset Pembiayaan Kesehatan Di Era Jaminan Kesehatan
Nasional 2015. Surabaya: Pusat Humaniora, kebijakan kesehatan, dan
pemberdayaan masyarakat.
Damopili, A.P. Hukum Adat Perkawinan Bolaang Mongondow, 1985
Damopolii, A.P. Sejarah Bolaang Mongondow, 1984.
Damopolii, A.P. Sejarah Masuknya Agama Islam di Kabupaten Bolang
Mongondow, 1986.
Dinas Kesehatan Bolaang Mongondow Selatan, 2013. Profil Dinas
Kesehatan Bolsel Tahun 2013. Molibagu : Dinas Kesehatan.
Dunnebier, W. Verloven en Trouwen In Bolaang Mongondow,
Pertunangan dan Perkawinan di Bolaang Mongondow, terjemahan B.
Ginupit, 2002.
Dunnebier, W. Over de Vorsten Van Bolaang Mongondow,
Mengenal Raja-Raja Bolaang Mongondow, terjemahan R. Mokoginta,
1983
Handayani, sri. dkk. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2014,
Hembusan topo tawui dalam persalinan, etnik kaili daa kabupaten
mamuju utara. surabaya; Pusat Humaniora, kebijakan Kabupaten
Bolaang Mongondow, Empat Aspek Aset Daerah Bolaang
Mongondow, Hasil Seminar Adat Daerah Bolaang Mongondow, 1996.

141

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Kemenkes RI, 2009. Rokok membunuh lima juta orang setiap
tahun,Kemenkes RI : http://www.depkes.go.id/article/print/ 447/
rokok-membunuh-lima-juta-orang-setiap-tahun.html
Kemenkes RI,Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2013
Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : 2014
KUA Pinolosian, Arsip Data Perkawinan tercatat di KUA Pinolosian,
Kabupaten Bolang Mongondow Selatan, 2014-2015.
Kusumawardani, Nunik. Dkk. 2015. Penelitian Kualitatif di Bidang
Kesehatan. Yogyakarta : Kanisius
Laksono, Agung Dwi. dkk, 2014. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan
Anak 2014, Perempuan Muyu dalam pengasingan. Etnik muyu,
Kabupaten Bovendigoel. surabaya; Pusat Humaniora, kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Mufida Aferni, dkk.2014. BukuSeri Etnografi Kesehatan 2014. Mamoh
ranub Kesembuhan Mulia, Etnik Aceh-Kabupaten Aceh Barat.
Surabaya:Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 136
Notosoesanto, R.P. Beschrijving Van het Adatrecht In Bolaang
Mongondow, Hukum Adat di Bolaang Mongondow, terjemahan B.
Ginupit, 1973.
Peraturan Desa Nunuk, Badan Perwakilan Desa, 2013
Podomi, Mohamad bahrudin. 2010. Sistem politik kerajaan bolaang
mongondow di sulawesi utara. Yogyakarta : UIN Sunan kalijaga

142

Profil Budaya Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, 2011


Profil Desa Nunuk, 2013
Puskesmas Pinolosian, 2013. Profil Puskesmas Pinolosian tahun 2013.
Pinolosian : Puskesmas Pinolosian
Puskesmas Pinolosian, 2014. Profil Puskesmas Pinolosian tahun 2014.
Pinolosian : Puskesmas Pinolosian

Sumber Internet :
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/01/dampak-danpenyebab-stunted.html
http://manajemenpelayanankesehatan.net/papua/images/presentasi/A2-1.pdf
http://www.path.org/publications/files/Indonesian_16-3.pdf
http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/kesehatanreproduksi-remaja-dalam-aspek-sosial.html
http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/
http://promkes.depkes.go.id/menkes-ajak-remaja-cegah-penyebaranhivaids/
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/678
https://books.google.co.id/books?id=LKpz4vwQyT8C&pg=PT276&lpg=
PT276&dq=remaja+anemia+dan+kehamilan&source=bl&ots=gj03KR8
dpm&sig=9N_2FEeThxn57uLsXe14DcAW5mU&hl=id&sa=X&ei=mEaVV
Yu3IcemuQTfmo74CA&ved=0CDwQ6AEwBQ#v=onepage&q=remaja%
20anemia%20dan%20kehamilan&f=false
http://www.pusat3.litbang.depkes.go.id/berita-118-penelitian-kohortumbuh-kembang-anak.html

143

http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488
http://budaya-indonesia.org/asal-mula-bolaang-mongondow/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bolaang_Mongondow_Selatan
http://www.gosulut.com/2297/satu-warga-bolsel-positif-hiv/
http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/71/name/sulawesi-utara/detail/7101/bolaangmongondow
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bolaang_Mongondow_Selatan
http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/71/name/sulawesi-utara/detail/7111/bolaangmongondow-selatan
http://www.bolsel.com
http://paguyubanpulukadang.forumotion.net/t1364-sejarah-permesta

http://geocities.ws/potabalink/index.htm

144

GLOSARIUM
Biang
Bogani
Dabu-dabu

Dompo
Gedi
Gogundanan
Imam
Induwa
Kobong
Kintal
Lingkit
Makatanak
Mamak
Mo bangun kon lipu
Mobuju
Modeyangow
Mogogonow
Momolapag
Monibi
Mopo umaan limu
Mopokaan
Nopo nikin dugu

: dukun bayi
: orang yang kuat / leluhur orang
mongondow
: sambal dari irisan cabai, bawang merah,
dan jeruk nipis ditambahkan minyak
dan air panas
: dodol yang terbuat dari durian
: sayuran khas mongondow dimasak
menggunakan santan
: ayunan untuk bayi (bue-bue)
: tokoh agama dan pembantu kua
: plasenta
: kebun
: halaman rumah
: jimat untuk bayi agar tidak rewel
: obat tradisional
: ibu
: membangun wilayah
: dibujuk / dirayu
: cara menentukan penyebab sakit/
mendiagnosa
: orang yang bisa mengobati penyakit
secara tradisional
: pengobatan karena gangguan gaib
: pengobatan masal secara tradisional
: mandi lemon
: sesajen
: gejala yang dirasakan saat hipertensi

145

Pesta duka
Pesta muda mudi
Rica
Sangadi
Tete
Toiton
Tonop

146

: selamatan memperingati kematian pada


10 atau 14 hari setelah kematian
: acara hiburan setelah acara resepsi
pernikahan
: cabai
: kepala desa
: kakek
: sirkumsisi / khitan
: sumber air

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa, atas segala rahmat
yang dicurahkan sehingga pelaksanaan Riset Etnografi Budaya tahun 2015 di
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara bisa
terselesaikan dengan baik. Selesainya kegiatan ini juga tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Tanpa bantuan teman-teman di lingkungan Badan
Litbangkes dan di daerah penelitian, kecil kemungkinan bagi kami sebagai
tim peneliti dapat menyelesaikan kegiatan ini.

Karena itu, pada kesempatan ini, perkenankan kami


mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan segenap


jajarannya.
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat dan segenap jajarannya.
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara .
Pemerintan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
beserta segenap jajarannya.
Keluarga yang telah berkenan memberikan izin dan dukungan selama
penelitian berlangsung.

Para informan dan teman-teman yang telah membantu


terselenggaranya dan terselesaikannya penelitian ini

Akhirnya kami berharap agar kegiatan yang telah kita


bersama, akan memberikan manfaat buat kita semua. Amin.

lakukan

Tim Peneliti

147

Vous aimerez peut-être aussi