Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Alfarabi
Elia Nur. A
Rachmalina Soerachman
Penerbit
Alfarabi, dkk
Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015
Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 8288598; 8280009 ext. 109
Fax. 031 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id
unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176
Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xiv ,210 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN: 978-979-028-955-0
iv
SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina
iii
Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.
Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung
Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah
Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong
Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba
Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.
Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.
Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.
Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar
11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,
Kab. Muna
iv
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM ...........................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................
DAFTAR ISI
...........................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................. .
DAFTAR GAMBAR............................................................. ............
ii
v
vii
x
xi
1
1
8
9
11
12
13
14
15
17
vii
70
71
73
73
74
75
79
96
97
viii
80
80
82
85
86
89
97
102
106
107
110
118
125
125
128
131
131
132
136
138
139
139
140
143
143
144
148
149
150
151
152
152
153
155
157
163
165
167
172
174
177
181
186
186
189
192
197
201
204
206
182
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 2.7.
Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.
Gambar 3.4.
Gambar 3.5.
Gambar 3.6.
Gambar3.7.
Gambar3.8.
Gambar 3.9.
Gambar 3.10.
Gambar 3.11.
Gambar 3.12.
Gambar 3.13.
Gambar 3.14.
Gambar 3.15.
xiii
Gambar 3.16.
Gambar 3.17.
Gambar 3.18.
Gambar 3.19.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap suku bangsa memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan setiap masalah yang mereka alami. Asumsi ini muncul
karena manusia sebagai mahkluk berpikir selalu berusaha untuk
menghadapi apa yang ada dalam kehidupan mereka. Setiap suku
bangsa dalam menghadapi masalah selalu menggantungkan diri pada
bagaimana leluhur mereka menghadapi hal yang sama. Kondisi ini
membuat cara menghadapi masalah merupakan hasil pengetahuan
turun-temurun bahkan terkadang dianggap sakral. Pola masyarakat
secara turun-temurun dalam menghadapi masalah inilah yang disebut
sebagai kebudayaan. Hal ini sesuai dengan konsep kebudayaan yang
disampaikan oleh Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990:180).
Proses penurunan pengetahuan dari leluhur kepada generasi
berikutnya merupakan bagian dari proses belajar. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa apapun yang diturunkan oleh leluhur suatu
suku bangsa dapat dikatakan sebagai kebudayaan. Hal tersebut berarti
bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena
hanya amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar
(Koentjaraningrat, 1990:180). Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa
pola penyelesaian masalah pada suatu suku bangsa adalah sebuah
kebudayaan dari suku bangsa tersebut.
Referensi dari leluhur merupakan panduan bagi suatu suku
bangsa dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Bahkan
bisa dikatakan referensi dari leluhur sebagai ruh dari kebudayaan suku
bangsa tersebut. Menurut Rudito dan Famiola (2013:4) rangkaian
xv
xvi
xvii
xviii
xix
xx
xxi
khususnya
budaya
1.2. Tujuan
Sasaran akhir dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana
interaksi antarsuku di lokasi penelitian dan bagaimana dampak yang
ditimbulkan dari pertukaran informasi dn komunikasi yang mereka
lakukan, khususnya di bidang budaya kesehatan dalam menghadapi
malaria. Pertukaran budaya kesehatan antarsuku dikaji berdasarkan
kearifan lokal yang dimiliki masing-masing suku. Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian yang akan
dicapai adalah:
a. Mendeskripsikan atau menggambarkan sistem nilai, ide, gagasan,
adat istiadat dan norma setempat yang terangkum dalam kearifan
lokal komunitas riset dalam menghadapi masalah kesehatan
khususnya malaria pada tataran world view.
b. Mendeskripsikan atau menggambarkan sistem nilai, ide, gagasan,
adat istiadat dan norma setempat yang terangkum dalam kearifan
lokal komunitas riset dalam menghadapi masalah kesehatan
khususnya malaria pada tataran world view.
c. Mendeskripsikan bentuk-bentuk perilaku dalam menghadapi
masalah penyakit malaria dalam komunitas riset.
d. Menganalisis sistem gagasan, adat istiadat, dan norma tradisional
yang tercakup dalam kearifan lokal dalam praksis kehidupan seharihari.
e. Merumuskan kerangka konsep (conceptual framework) komunitas
riset dalam menghadapi penyakit malaria.
xxii
Timor adalah cara penyebutan suku Kanume dan Marind yang diikuti oleh yang lain
untuk menunjuk mereka yang berasal dari daerah Maluku, termasuk di dalamnya
Ambon, Kei, dan Tepa.
xxiii
xxiv
kurun waktu singkat bila hanya meliputi satu peristiwa yaitu peristiwa
malaria di suatu kampung. Sebaliknya, akan berlangsung dalam waktu
lama bila hendak meneliti a single society, masyarakat yang kompleks.
1.3.1.Penentuan lokasi penelitian
Subyek dalam penelitian ini masyarakat yang berada dalam
suatu desa yang disebut dengan komunitas penelitian. Kalau society
berarti masyarakat umum, community menunjukan arti masyarakat
yang terbatas (Shadily, 1983: 60).Pemilihan lokasi didasarkan pada
masalah penelitian yang akan dikaji. Pokok perhatian dari suatu
deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan corak
khas. Istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas
adalah suku bangsa (Koentjaraningrat, 1990:263). Dengan demikian
lokasi penelitian ini akan difokuskan pada suku bangsa yang berada di
suatu desa.
Berdasarkan hasil pengamatan awal maka pemilihan lokasi
didasarkan pada interaksi antara suku asli dengan suku pendatang dan
bagaimana dampaknya pada budaya kesehatan di daerah tersebut.
Asumsi awal yang muncul adalah proses interaksi pada prinsipnya
adalah pertukaran informasi dan budaya.
Sementara dari sudut pandang kesehatan, pemilihan
Kabupaten Merauke didasarkan masalah kesehatan yaitu kejadian
malaria. Kabupaten Merauke merupakan salah satu dari kabupaten
Provinsi Papua yang mana Provinsi Papua merupakan provinsi yang
memiliki API terbesar (42,65). Selanjutnya pemilihan distrik dan
kampung berdasarkan dari keterdapatan interaksi antara suku asli dan
dengan suku pendatang. Dengan demikian terpilihlah Distrik
Naukenjerai. Lebih lanjut lokasi penelitian difokuskan pada Kampung
Tomer yang memenuhi berbagai pertimbangan sebelumnya, yaitu
keterdapatan interaksi antarsuku dan wilayah yang termasuk
endemis malaria.
xxv
xxvi
xxvii
xxviii
xxix
xxx
dalam
xxxi
xxxii
BAB II
KONTEKS WILAYAH PENELITIAN
2.1. Gambaran Umum Suku Besar Marind Anim
2.1.1. Kontak dengan Dunia Luar
Papua mulai mengalami kontak dengan dunia luar diperkirakan
berlangsung pada akhir abad 19. Berdasarkan wawancara dengan
bapak TJ (73 tahun) di lapangan, kontak dengan dunia luar ini salah
satunya disebabkan oleh pencarian burung Kuning yang memiliki nilai
jual yang tinggi. Burung Kuning sendiri saat ini dikenal dengan nama
burung Cenderawasih. Perburuan burung ini banyak dilakukan oleh
orang-orang dari Timor Maluku karena bulunya dapat diekspor ke luar
negeri3.
Namun kontak yang paling mempengaruhi orang Papua adalah
masuknya misionaris dan pemerintah Belanda dalam kehidupan
mereka. Orang Papua yang dikenal suka berperang menyulitkan
pemerintah Belanda untuk melakukan penertiban. Oleh karena itu
pada tahap-tahap awal justru peran gereja lebih besar dalam
mempengaruhi kehidupan orang Papua. Para misionaris dapat masuk
sampai jauh ke pedalaman untuk menyebarluaskan agama Kristen.
Suku Marind Anim diperkirakan melakukan kontak dengan Gereja dan
Pemerintah Belanda juga dalam waktu yang tidak jauh berbeda.
Dalam catatan Boelaars (1986;160-161) Papua khususnya Pantai Utara
dan Barat laut sudah lama dipengaruhi oleh pulau-pulau di bagian
Timur Indonesia seperti Ternate, Tidore, Seram, Ambon dan Kei.
3
xxxiii
Kesukaan suku Marind Anim untuk melakukan pengayauan bahkan terkenal sampai
jauh. Bahkan mereka pernah mengayau sampai ke wilayah Australia dan Papua New
Guinea. Mengayau dilakukan untuk mencari nama bagi anak laki-laki atau binatang
piaraan. Hasil mengayau (kepala manusia) dibawa pulang dan dikumpulkan sebagai
bentuk pristise bagi anak laki-laki. berdasarkan tuturan orang Marind, mengayau
merupakan upaya memperluas wilayah kekuasaan juga untuk mendapatkan nama
kepala (paigih) untuk anak-anak laki atau binatang peliharaan seperti babi dan
anjing (Muntaza, 2013;187).
5
Pastor Vertenten dalam catatan sebagai sesuatu barbar sekaligus menghipnotis: *+
suatu tradisi yang buruk, repulsif, dan barbar. Sekalipun demikian, kata kui,
perjalanan perburuan kepala, dinyanyikan dengan puitis oleh orang-orang liar ini.
Mendapatkan korban, mencari tahu nama korban, memutus kepalanya, dan
membawa pulang kepala itu, adalah tujuan utama; tapi perjalanan itu sendiri
kesenangan terbesar bagi mereka (Muntaza, 2013;187).
xxxiv
xxxv
xxxvi
xxxvii
xxxviii
xxxix
2.1.3. Makna Tanah dan Kepemilikan Tanah pada Suku Marind Anim
Suku Marind Anim termasuk ke dalam kaum peramu8 dan
ketergantungan mereka terhadap hasil alam sangatlah besar,
termasuk tanah. Sakralitas atas tanah Marind Anim dapat ditandai
dari mulai dari praktik hingga simbol yang dikembangkan. Simbol yang
paling kuat dan merata di seluruh ragam subetnik Marind-Anim atas
tanah adalah pengasosiasian dengan mama, ibu, atau rahim mama.
Simbol ini merupakan representasi atas kesuburan dan kehidupan
(Muntaza, 2013;185).
Sebagai kaum berburu dan meramu maka suku Marind Anim
sangat tergantung dengan kawasan hutan di sekitar mereka. Tanah
menjadi sangat penting dalam kehidupan suku Marind Anim. Tanah
ibarat Ibu yang memberikan mereka banyak manfaat. Mengayau juga
salah satunya untuk melakukan perluasan kekuasaan (perluasan
wilayah). Saking pentingnya tanah dalam kehidupan Suku Marind
Anim maka jika mereka tidak sanggup menjaga tanah maka hal itu
sangat memalukan bagi mereka.
Tanah digunakan salahsatunya untuk perladangan yang
menjamin makanan bagi Suku Marind Anim. Tanah pada suku Marind
Anim akan sangat dekat dengan sub suku. Keberadaan tanah akan
menunjukan wilayah kekuasaan dari sub suku tersebut. Dengan
demikian walaupun diperbolehkan untuk menggarap tanah pada
suatu daerah yang dikuasai oleh suatu Suku Marind Anim namun hal
itu bukanlah jaminan terhadap kepemilikan.
Status tanah akan dilacak berdasarkan sejarah lisan yang
diceritakan secara turun-temurun. Walaupun bentuknya sejarah lisan
namun pengetahuan tentang sejarah tanah tersebut tidak hanya
diketahui oleh pemilik dan keturunannya, tetapi juga diketahui oleh
xl
Mengenai fenomena ini dijelaskan oleh Isaacs (1983:154) bahwa fungsi utama masa
lalu adalah mengesahkan masa sekarang, dan dalam pandangan seorang sejarawan
Inggris J.H Plumb hal ini sudah merupakan masalah utama dalam mendukung
kekuatan dan kekuasaan.
xli
10
Etnik berasal dari kata Yunani ethnos... etnis yang berarti bangsa atau masyarakat
mengacu pada pengertian (identik) pada dasar geografis suatu wilayah dengan
sistem tertentu. Kesamaan-kesamaan seperti kesamaan asal, sejarah, budaya,
agama, dan bahasa sering dijadikan untuk menyebut suatu kelompok etnis. Predikat
menjadi salah satu etnik tertentu merupakan sesuatu yang taken for granted sedari
awal kelahiran. Kelompok etnis sebagai satu kelompok manusia yang membangun
komunitas dan perasaan kolektifnya berdasarkan kesamaan kepercayaan dan
kesamaan asali (Kinasih, 2007:12).
xlii
Budaya membantu kita memahami wilayah planet atau ruang yang kita tempati.
Suatu tempat hanya asing bagi orang-orang asing, tidak bagi orang-orang yang
menempatinya. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan solusi-solusi
yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah ... (Haris dan Moran
dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005:57).
xliii
Suku Marind di sini dalam konteks suku tersendiri yang dihubungkan dengan
wilayah adat, bukan dalam konteks suku besar Marind Anim yang merupakan induk
dari subsuku lainnya di Merauke.
xliv
13
xlv
Proses pemberian pemahaman dari suku asli kepada suku pendatang disebut
sosialiasi. Penanaman nilai-nilai suku asli kepada suku pendatang disebut
enkulturasi. Menurut Kim (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005:138). Enkulturasi
merupakan proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan dalam
sistem saraf dan menjadi bagian kepribadian dan perilaku kita. Proses belajar yang
terinternalisasikan ini memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan anggotaanggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa.
Selanjutnya Kim juga mengungkapkan bahwa Proses enkulturasi kedua yang terjadi
pada imigran ini biasanya disebut akulturasi (acculturation). Akulturasi merupakan
suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan dan
memperoleh budaya pribumi ... (Kim dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005:139).
xlvi
Maka dalam beberapa tahun suku pendatang sudah jauh lebih maju
dari suku asli. Melihat kemajuan suku pendatang, orang Papua
tersadar tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyusul kemajuan
tersebut. Sedikit demi sedikit orang Papua mulai menganggap suku
pendatang sebagai ancaman bagi mereka.
Cara pandang dan etika yang berbeda dari suku-suku yang
berinteraksi dapat membuat perbedaan pandangan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian proses pertemuan antarsuku yang hidup
bersama pada suatu daerah akan menghasilkan berbagai penyesuaian
dari keduabelah pihak khususnya pada suku pendatang.
Suku asli sebagai pemilik wilayah memberikan pemahaman
kepada suku pendatang melalui proses sosialisasi. Adanya sosialisasi
dari suku asli memungkinkan suku pendatang untuk menyesuaikan
diri di dalam kehidupan sehari-hari. Adanya penyesuaian diri dari suku
pendatang ini dikarenakan posisi mereka yang berada di wilayah suku
asli15.
Walaupun sudah ada usaha penyesuaian dalam hubungan
antarsuku antara pendatang dengan suku asli, namun di dalam praktik
kehidupan tetap saja terdapat perbedaan pandangan16. Hadirnya
perbedaan pandangan ini memunculkan kesalahpahaman di antara
suku yang berinteraksi. Hadirnya kesalahpahaman melahirkan cara
pandang memandang antarsuku menjadi negatif. Menurut Tahara
(2014;27) perbedaan cara pandang akan disertai dengan
15
xlvii
xlviii
xlix
li
menguasai angin, tanaman, binatang dan hal-hal lain di bumi. Demadema ini juga menurunkan keturunannya di bumi. Selanjutnya demademayang sudah memiliki banyak keturunan menjadi khawatir
terhadap keberlangsungan anak cucu mereka. Untuk menjamin
berkelanjutan keturunan mereka para dema pada akhirnya berubah
menjadi bahan makanan seperti sagu, kelapa, jagung dan berbagai
bahan baku makanan lain. Sejarah ini yang menjadi penjelasan
mengapa pada beberapa subsuku Marind Anim mengaku sebagai
keturunan sagu, kelapa dan jagung.
Karena dema sudah berubah menjadi bahan baku makanan
suku Marind, maka hubungan suku Marind dengan alam berlangsung
dekat dan religius. Mereka menganggap bahan baku makanan adalah
poyang yang menyediakan diri bagi mereka. Maka masing-masing
fam/marga memiliki tanaman atau binatang yang sakral bagi
mereka24.
Menurut ibu AM (42 Tahun) sakralitas pada masing-masing
fam/marga suku Marind Anim berbeda satu sama lain. Marga Mahose
mensakralkan anjing dan cenderawasih, marga Gepze mensakralkan
pohon kelapa, marga Kaize mensakralkan burung Kei (Kaswari), marga
Basik mensakralkan Babi, marga Sangkakai mensakralkan saham
(kangguru), marga Balagaize mensakralkan burung elang bangan, dan
marga Ndigken mensakralkan burung dig (burung sendok). Sakralitas
tersebut tetap berlangsung sampai saat ini.
Sedangkan versi kedua tentang sejarah Kanume adalah mereka
yang memiliki pandangan bahwa Suku Kanume bukanlah bagian dari
24
Obyek keramat sebenarnya tidak lain daripada suatu lambang masyarakat. ... oleh
para sarjana obyek keramat itu disebut totem. Totem itu (jenis binatang atau lain
obyek) mengonkretkan prinsip totem yang ada di belakangnya, dan prinsip totem itu
adalah suatu kelompok tertentu di dalam masyarakat, berupa clan atau lain
(Koentjaraningrat, 1985:251).
lii
25
Dalam suatu masyarakat yang lebih besar, kelompok, atau bangsa yang
mempunyai budaya dominan yang sama, mungkin terdapat subkelompoksubkelompok yang memiliki ciri-ciri yang memisahkan dan membedakan mereka
dari subkelompok-subkelompok lainnya (Haris dan Moran dalam Mulyana dan
Rakhmat, 2005:67).
liii
26
Pada banyak religi di dunia jenis-jenis binatang yang dipakai sebagai lambang
upacara, seperti binatang totem misalnya, juga dianggap keramat, dan dengan
demikian menjadi binatang pantangan. Jenis binatang serupa itu tidak boleh
dibunuh atau dimakan oleh warga kelompok yang bersangkutan dengan totem tadi
(Koentjaraningrat, 1985:251).
liv
lv
Poyang dipahami sebagai leluhur yang melahirkan keturunan sampai saat ini.
Terdapat 14 informan yang menceritakan tentang serangan wabah cholera yang
terjadi antara tahun 1918-1920. Wabah tersebut mengakibatkan kematian dalam
jumlah besar pada suku Kanume, beberapa menyebutkan suku Kanume hampir
musnah. Karena peneliti mengganggap hal tersebut kejadian luarbiasa maka peneliti
berasumsi ada catatan tentang peristiwa tersebut. Setelah dilakukan penelitian
pustaka, maka tidak satupun catatan penelitian yang menyebutkan wabah cholera
yang menyerang suku Kanume pada tahun tersebut. Namun demikian pada tahun
yang sama terdapat catatan peneliti terdahulu tentang serangan penyakit
Granuloma Veneris dan Spaanse-griep yang memakan korban jiwa yang sangat
besar pada suku Marind Anim.
28
lvi
Sampai saat ini sisa-sisa peninggalan kampung Sarkani masih bisa dilihat dipinggir
Kampung Tomer, sisa-sisa tanaman kelapa dan sagunya masih bisa dilihat sampai
saat ini.
lvii
Bentakan itu dipercaya menjadi asal usul nama Kampung Tomer yang dipakai saat
ini.
31
Ketika menceritakan perupaan Tegim, YM (48) tahun menggambarkannya sambil
berdiri, mengisyaratkan dengan gerakan tangan tentang dada Tegim yang bidang,
badannya yang tinggi, tangan dan kakinya yang berotot serta perutnya yang kecil.
lviii
lix
lx
lxi
Wilayah pesisir selatan dari kota Merauke sampai ke perbatasan PNG secara
berturut-turut adalah kampung Nasem, Ndalir, Onggaya, Tomer, Tomerau dan
Condo. Kampung Nasem, Ndalir dan Condo merupakan wilayah adat suku Marind,
sedangkan Kampung Onggaya, Tomer dan Tomerau merupakan wilayah adat suku
Kanume.
lxii
Salah satu dari 5 keluarga yang tersisa ini diakui oleh bapak HH (56 tahun) adalah
keluarga Domingus.
lxiii
lxiv
lxv
lxvi
Penyebutan kapal Jhonson sebenarnya adalah kapal dengan mesin merk Jhonson.
Wilayah antara kampung Tomer dan kampung Tomerau. Wilayah Kelapa 1
memiliki pantai berpasir, berbeda dengan kebanyakan pantai di Kampung Tomer
yang berlumpur.
40
Daerah pesisir yang terletak di kota Merauke.
39
lxvii
lxviii
Kampung Condo. Akses jalan tersebut terbagi dalam kondisi baik dan
kondisi yang rusak karena banyak yang membentuk kubangan. Di
musim hujan jalan-jalan menjadi lebih sulit karena hancur akibat truktruk yang mengangkut pasir. Namun demikian jalan raya yang
melewati Kampung Tomer masih dalam kondisi baik. Badan jalan
berada lebih tinggi dari tanah rumah-rumah penduduk. Di pinggir jalan
terdapat selokan-selokan yang tidak tersambung dengan baik. Di
musim hujan selokan tersebut akan menjadi genangan air. Halamanhalaman rumah juga akan menjadi genangan air apabila hujan turun.
Di halaman rumah terdapat banyak tanaman hasil program di
masa lalu. Mangga, kedondong dan jambu biji merupakan tanaman
buah yang hampir dimiliki oleh setiap rumah di Kampung Tomer.
Menurut bapak NE (53 tahun) tanaman tersebut merupakan program
pemerintah di masa lalu.
Di belakang rumah-rumah terdapat persawahan penduduk. Di
beberapa tempat khususnya di ujung Kampung Tomer, sawah berada
di muka rumah. Menurut bapak MA (54 tahun) yang pernah menjadi
penyuluh pertanian, sawah-sawah di Kampung Tomer dan sekitarnya
merupakan sawah tadah hujan yang hanya panen 1 tahun sekali. Di
musim hujan sawah-sawah bersama rumah masyarakat akan
terendam air. Saat ini sedang akan dikembangkan pencetakan sawah
baru oleh pemerintah dalam wilayah adat Kampung Tomer. Mata
pencaharian dan kegiatan masyarakat jika di musim kemarau akan
banyak beralih ke pantai, rawa dan hutan. Jarak pantai dari Kampung
Tomer sekitar 1 km. Di pantai dan rawa masyarakat dapat menangkap
ikan, udang dan kepiting.Pada musim kemarau masyarakat akan
mendirikan Bivak43 dan bermalam di pantai.
Di belakang Kampung Tomer adalah Taman Nasional Wasur
yang menurut bapak YW (52 tahun) diakui sebagai tanah adat
43
Tempat tinggal sementara yang dibuat semi permanen, biasanya atap terbuat dari
terpal dan daun lontar. Fungsinya adalah tempat tinggal sementara sambil
menunggu hasil tangkapan.
lxix
Menurut cerita bapak bapak HH (56 tahun) dahulu saat pemerintah menetapkan
wilayah Taman Nasional Wasur tidak bermusyawarah dengan suku Kanume,
sehingga tanah adat Kanume kini berada dalam kawasan Taman Nasional tersebut.
lxx
Kendaraan zonder adalah sejenis alat berat yang memiliki tenaga besar untuk
melewati medan berlumpur dan kubangan air.
lxxi
lxxii
lxxiii
46
Menurut mama DL (52 tahun) fungsi ruang kosong dekat pintu belakang biasanya
tergantung situasi. Jika keluarga yang anaknya banyak maka ruang tersebut bisa
digunakan sebagai tempat tidur. Terkadang digunakan juga untuk menaruh barangbarang sementara.
47
Tempat duduk kayu yang cukup lebar (seperti meja pendek) untuk tempat duduk.
lxxiv
Gambar 2.4. Tempat Memasak Yang Merupakan Bagian Dari Gubuk Pada
Suku Kanume Di Kampung Tomer
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, April 2015)
lxxv
lxxvi
lxxvii
lxxviii
lxxix
2.8. Religi
Menurut bapak AL (66 tahun) dalam kepercayaan awal51Suku
Kanume mereka percaya bahwa ada zat utama yaitu Allahwi. Kata ini
sudah ada sebelum agama-agama baru masuk ke Suku Kanume.
Sehingga ketika agama Kristen masuk ke Merauke, suku Marind Anim
ikut saja dan tidak menolak karena mereka sudah percaya sebelumnya
tentang zat Allahwi.
...sebelum Kristen datang, suku Marind (termasuk Kanume)
sudah mengenal kata Allahwi sebagai penguasa alam, jadi
ketika Kristen masuk, mereka terima saja karena sama...
(bapak Al, 66 tahun)
Zat Allahwi mereka percaya sebagai penguasa alam dan jauh
lebih tinggi dari deme/dema. Sehingga dalam kepercayaan mereka
ketika mati maka mereka menghadap Allahwi, sedangkan jika di dunia
mereka meminta kepada deme/dema. Kenapa deme/demamenempati
posisi meminta, ini dikarenakan deme/demamereka percaya sebagai
nenek moyang mereka. ...ada kepercayaan pada Marind (termasuk
Kanume) bahwa Dema akan membantu keturunannya... (bapak AL,
66 tahun).
Saat ini menurut bapak HH (56 tahun) Suku Kanume banyak
memeluk agama Kristen Prostestan dan Katolik dengan tidak
meninggalkan kepercayaan mereka terhadap Deme dan Allahwi.
Agama Kristen menjadi mudah diterima dikarenakan peran misionaris
yang intens hadir di tengah-tengah masyarakat sejak jaman kolonial
51
Bagian yang menyertai setiap orang dari masa lalu, ialah apa yang dinamakan
kepercayaan. Agama itu datang dengan berbagai nama dan bentuk, namun agama
sebenarnya berhubungan dengan kepercayaan kepada dewa atau dewa-dewa di
dalam suatu bentuk kekuatan gaib, yang menguasai bumi dan mengatur nasib
semua yang hidup di dalamnya (Isaacs, 1983:190).
lxxx
52
Penyiaran agama Kristen mulai di daerah itu sejak tahun 1911; mulai tahun 1913
sudah ada di antara penduduk yang dikristenkan, sedangkan dalam tahun 1920
Belanda mulai menempatkan pemerintah jajahannya (Koentjaraningrat, 1985:2627).
53
Menurut NE (53) gereja dapat memberikan sashi, semacam larangan terhadap
benda-benda tertentu. Larangan gereja ini diikuti oleh masyarakat Kanume di
kampung Tomer.
lxxxi
lxxxii
lxxxiii
permulaan acara selalu diawali dan diakhiri oleh doa. Uniknya adalah
jika permulaan kegiatan diawali oleh doa dari agama Islam maka
penutupan diakhiri oleh doa dari agama Protestan, begitupun
sebaliknya.
kalau di sini toleransinya tinggi, mau Islam mau Kristen tetap
saling bantu. Kalau ada yang kena musibah semua turun (turut
membantu). Terus walaupun muslim sini pendatang tapi kalau
acara resmi, doanya gantian, kalau yang buka (doa
pembukaan) Islam maka yang nutupnya (doa penutup)
Kristen. Kalau yang bukanya (doa pembuka) Kristen terus yang
nutupnya (doa penutup) Islam. (MA, 54 tahun)
Hal itu adalah bentuk kesepakatan yang telah diambil oleh
masyarakat Tomer untuk menjaga keharmonisan antarpemeluk
agama.
2.9. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
Suku Kanume diikat dengan marga dalam hubungan
kekerabatan. Namun demikian secara umum Suku Kanume bergabung
dalam Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang merupakan upaya yang
mereka lakukan dalam memperjuangkan hak-hak Suku Kanume.
Khususnya dalam lahan yang sering berkonflik. LMA berfungsi sebagai
lembaga yang memediasi persoalan yang berhubungan dengan adat.
LMA selain ada di kabupaten juga terdapat disetiap Kampung dalam
bentuk kepala adat54.
Di Kampung Tomer sendiri terdapat beberapa organisasi baik
yang berlatar belakang agama, budaya maupun kesehatan. Untuk
yang berlatar agama khususnya Protestan terdapat Perwalansia
54
Orang-orang yang dianggap menguasai aturan adat dan diangkat sebagai kepala
suku pada komuniti lokal, biasanya dipakai oleh pihak pemerintah guna menjalankan
misi pemerintah untuk mendapatkan akses yang selama ini dipegang oleh komuniti
(Rudito dan Famiola, 2013:29).
lxxxiv
lxxxv
2.10. Pengetahuan
Penuturan ibu DL (52 tahun),pengetahuan di masyarakat
Tomer didapatkan secara turun temurun, khususnya dalam hal
kepemilikan tanah dan kesehatan. Kepemilikan tanah didasarkan pada
cerita turun-temurun yang diperkuat oleh kesaksian keluarga lain yang
mengetahui hal tersebut. Sementara pengetahuan kesehatan mereka
dapatkan melalui praktik langsung pada saat menghadapi penyakit
tertentu. Masalah kesehatan salahsatunya diatasi dengan tanamantanaman yang ada di sekitar lingkungan mereka. Namun jika sudah
dianggap berat maka mereka akan merujuk kepada dukun-dukun
Kampung yang ada di wilayah mereka. Dukun kampung inilah yang
menjadi referensi pengetahuan kesehatan sebelum adanya dokter,
mantri dan bidan.
Dalam hal pendidikan anak keluarga Suku Kanume
melibatkannya dalam aktifitas keseharian seperti memancing,
berburu, dan melaut. Situasi tersebut membuat pendidikan formal
seperti sekolah menjadi terhambat dalam mendidik anak-anak Suku
Kanume. Bapak OK (30 tahun) salah satu direktur lembaga yang
bergerak di bidang pendidikan bercerita bahwa Suku Kanume yang
mengenyam pendidikan masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan
konsep pendidikan formal belum begitu menjadi pola kebiasaan Suku
Kanume. Anak-anak Suku Kanume yang bersekolah juga masih banyak
yang tidak menamatkan sekolah karena faktor orang tua yang tidak
mendorong anaknya menyelesaikan sekolah. Tak jarang justru anakanak dibawa oleh orang tua ke hutan untuk berburu ketika jam
sekolah. Pengetahuan Suku Kanume tentang permasalahan hidup
diperoleh berdasarkan pengalaman bersama dan praktik langsung di
lapangan. Kemampuan mereka lebih ditujukan pada bagaimana
mempertahankan diri dalam kehidupan dalam bentuk pencarian
bahan makanan.
Terdapat dua lembaga pendidikan di Kampung Tomer yang
dikelola lembaga pendidikan Kristen Protestan. Yang pertama adalah
lxxxvi
lxxxvii
lxxxviii
lxxxix
xc
57
Lelucon juga merupakan cara umum untuk menyampaikan kritik yang mungkin
tidak bisa diterima apabila disampaikan secara langsung (Ibrahim, 1994:49).
xci
xcii
60
Seni tradisional bisa termasuk sebagai alat komunikasi karena didalamnya juga ada
pesan-pesan yang disampaikan pada orang lain (Nurudin, 2005:118).
61
Bentuk-bentuk pertunjukan rakyat di daerah papua banyak berupa tari-tarian. Taritarian ini boleh dibilang kurang komunikatif ditinjau dari segi informasi drama dan
wayang orang (Nurudin, 2005:131).
xciii
Penyuluh menurut Everet M. Rogers adalah seorang yang atas nama pemerintah
atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi
(penemuan) (Rejeki dan Herawati dalam Nurudin, 2005:131).
63
Fenomena penyuluhan pembangunan adalah ciri khas yang ada di pedesaan. Para
petugas penyuluh biasanya ingin menyebarkan suatu inovasi (penemuan),
sedangkan di desa belum tersentuh inovasi itu. Oleh karena itu, inovasi perlu
disosialisasikan ke tengah masyarakat pedesaan (Nurudin, 2005:132).
xciv
64
xcv
xcvi
xcvii
65
Sebutan suku Kanume terhadap mereka yang berasal dari Sulawesi Selatan baik
suku Bugis maupun suku Makasar.
xcviii
ikan. Hal itu mereka percayai membuat ikan-ikan tidak sempat lagi ke
pantai. Akibatnya hasil melaut mereka menjadi turun.
Selain air laut, Kampung Tomer juga memiliki kolam-kolam
(rawa) dan sungai kecil yang juga banyak terdapat ikan. Kolam dan
sungai-sungai kecil ini banyak terdapat di dalam dan di pinggir
Kampung Tomer. Ikan-ikan yang di tangkap adalah mujaer, gastor66,
lele, ikan tulang sembilan, kakap putih rawa. Menurut bapak BB (35
tahun) ikan kakap sebelum ke laut bertelur dan berkembangbiak di
rawa, setelah besar baru ia mencari jalan ke laut.
Nelayan air tawar menggunakan teknologi penangkapan ikan
dengan menggunakan pancing, jaring dan jala. Menurut bapak BB (35
tahun) hasil tangkap ikan air tawar lebih banyak digunakan untuk
makan sehari-hari. Namun jika hasil melimpah maka tidak menutup
kemungkinan akan dijual juga. Beberapa nelayan air tawar khususnya
yang berasal dari RT 3 mencari ikan sampai jauh meninggalkan
Kampung Tomer. Mereka mencari sungai-sungai yang lebih besar.
Hasilnya biasanya lebih banyak dan diletakkan di peti es untuk dijual
kepada pengumpul. Pekerjaan mencari ikan di sungai atau rawa biasa
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan67.
2.14.3. Mengais Rejeki ke Papua New Guenia (PNG)
PNG bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat Kampung
Tomer. Mendengar PNG maka yang sering dihubungkan adalah Rusa
dan Kina. Perburuan rusa oleh masyarakat Kampung Tomer menurut
bapak DM (35 tahun) dilakukan sampai ke perbatasan PNG bahkan
sampai memasuki wilayah PNG. Jumlah rusa yang terus berkurang,
membuat perburuan rusa mulai merangsek sampai ke perbatasan.
Jarak Kampung Tomer ke perbatasan adalah 12 jam pada kondisi
66
Gabus Toraja, ikan yang dipercaya orang Merauke dibawa oleh orang Toraja.
Menurut Koentjaraningrat yang pernah meneliti masyarakat yang tinggal di daerah
pantai utara Irian Jaya (sekarang Papua), mencari ikan adalah pekerjaan laki-laki
maupun perempuan (Koentjaraningrat, 1985:29).
67
xcix
basah. Namun dapat jauh lebih dekat pada saat musim kering. Pada
musim kering, jalanan menjadi tidak ada hambatan. Jarak dari Tomer
ke Tomerau hanya menjadi jam. Sedangkan jarak Tomerau ke
Condo hanya berkisar 1 jam. Sedangkan Condo ke perbatasan PNG
bisa ditempuh satu jam menggunakan motor. Dekatnya jarak dan
banyaknya Rusa di PNG membuat perburuan ke negara tetangga
tersebut marak dilakukan, khususnya di musim kering. ...kalau musim
kering datang nanti ramai orang-orang berburu rusa, sampai jauh,
sampai PNG... (Bapak DM, 35 tahun).
Perburuan ke PNG bukan tanpa resiko. Dari cerita bapak DM
(35 tahun) sudah banyak kendaraan roda dua yang dibakar penjaga
PNG karena memasuki wilayah mereka. Namun hal itu tidak membuat
pemburu menjadi jera dan terus melakukan perburuan. Salah satu
motivasinya adalah rusa masih banyak tersedia dan harga daging rusa
relatif mahal.
Selain perburuan, PNG juga dikenal dengan perburuan Kina
oleh masyarakat. Kina adalah mata uang PNG. Selisihnya dengan
rupiah mencapai 4.000. Selisih inilah yang dikejar oleh masyarakat
Kampung Tomer. Cara yang ditempuh adalah dengan berjualan
barang sampai ke PNG. Bapak OT (46) menceritakan bahwa cara
mendapatkan Kina adalah dengan membawa barang-barang
kelontong dan menjualnya dengan harga Kina. Keuntungan yang
didapat bisa berkali-kali lipat. Berjualan biasanya dengan
menggunakan motor. Namun sama seperti berburu rusa, berburu Kina
juga rentan mengalami penangkapan yang dilakukan oleh petugas
PNG. Kalau tertangkap maka kendaraan tidak diambil kembali.
Barang-barang PNG juga memasuki wilayah Kampung Tomer
dan Kampung lainnya diperbatasan, salah satu yang terkenal adalah
parang PNG yang dikenal memiliki kualitas besi baja yang kuat. Selain
itu terdapat juga tripang dari PNG yang memasuki wilayah Indonesia.
Masih menurut bapak OT (46 tahun) sebenarnya untuk
berbisnis legal ke PNG sudah disediakan pemerintah. Di Kampung
Condo terdapat pos imigrasi bagi mereka yang ingin melintas batas.
Namun fasilitas tersebut jarang digunakan masyarakat Kampung
Tomer yang lebih terbiasa melintasi batas secara ilegal.
2.15. Binatang Piaraan di Tomer
Di Tomer terdapat beberapa binatang piaran penduduk.
Keberadaan binatang ini menjadi bagian dari kehidupan baik untuk
diambil hasilnya ataupun diambil jasanya. Beberapa binatang tersebut
adalah:
1. Anjing
Anjing merupakan binatang yang banyak dipelihara oleh
penduduk Tomer, khususnya yang beragama Kristen Protestan dan
Katolik. Ada dua jenis anjing yang dipelihara, yang pertama adalah
anjing berburu. Anjing ini bentuknya lebih terawat dan sering diajak
oleh pemiliknya jika masuk hutan ataupun keseharian. Jenis kedua
adalah anjing Kampung yang dapat ditemui di setiap rumah.
Keberadaan anjing kampung ini biasanya di sekitar rumah. Anjing
kampung biasanya juga masuk ke dalam rumah bagian belakang,
duduk dan tertidur. Selain itu anjing Kampung juga berada disekitar
gubuk duduk di bawah kursi atau naik ke parapara. Bekas-bekas
makanan di piring akan menjadi santapan anjing Kampung tersebut.
Beberapa anjing Kampung memiliki ciri-ciri badan kurus, bulu
tipis dengan ekor yang melengkung ke bawah. Anjing-anjing ini
terkadang berkeliaran di jalan dan rumah-rumah penduduk. Dari hasil
pengamatan dan wawancara terdapat kasus penduduk Tomer yang
digigit anjing. Selain itu anjing kampung juga terlihat tidak begitu
diurus di mana mereka dibiarkan berkeliaran, dan mencari makan
sendiri, hal ini membuat tubuh anjing Kampung terlihat kurus. Di
samping itu kotoran anjing juga banyak berserakan. Di musim hujan
kotoran anjing akan tergenang di halaman yang dijadikan tempat
berjalan penduduk Kampung Tomer.
ci
2. Kuda
Kuda pernah menempati posisi penting dalam transportasi
Kampung Tomer. Dahulunya menurut DM (35 tahun) kuda dijadikan
tunggangan untuk mencapai wilayah-wilayah yang luas. Untuk
mencapai antarkampung, kuda adalah kendaraan yang paling bisa
diandalkan. Hal ini dikarenakan pada masa lalu jalan yang ada masih
jalan setapak dan menembus hutan dan rawa-rawa.
Pada saat ini kuda tidak lagi menjadi alat transportasi utama.
Kehadiran jalan raya antara Meraukesampai ke Condo membuat
kendaraan roda dua dan roda empat mengambil peran dalam alat
transportasi. Namun demikian peran kuda dalam transportasi tidak
dapat dihapuskan sepenuhnya. Pada saat musim hujan di mana
kondisi jalan buruk, maka Kuda dapat diandalkan dalam menempuh
perjalanan tersebut. Peran kuda saat ini lebih digunakan untuk
mengembala sapi. Karena jumlah sapi yang digembala bisa sampai 2030 ekor, maka peran kuda sangat penting untuk menggiring mereka.
Kuda di Tomer tidak memiliki kandang tersendiri, mereka dibiarkan
tidur di rumput dan semak-semak disekitar pemukiman.
3. Sapi
Ada dua macam sapi di Tomer. Yang pertama adalah sapi
pekerja. Sapi ini memiliki tubuh besar berotot. Bentuk dan jenisnya
seperti sapi bali atau sapi australia. Sapi pekerja digunakan untuk
menarik beban. Beberapa penduduk yang mencari kayu di hutan
menggunakan sapi untuk membawa hasil kayu yang sudah disinso.
Sapi pekerja biasanya tidak memiliki kandang. Mereka ditambatkan
begitu saja di depan rumah. Kotoran mereka terkadang bertumpuk di
depan rumah.
Sapi yang kedua adalah sapi pedaging. Sapi yang disengaja
untuk dibesarkan agar dapat diambil dagingnya. Sapi tipe ini biasanya
dipiara dalam bentuk kelompok besar. Dari cerita DM (35 tahun) Satu
kawanan terdiri dari 20 sampai 30 ekor. Cara pemeliharaan adalah
cii
ciii
civ
cv
71
cvi
cvii
73
cviii
namun saat ini umat Kristen di kampung Tomer telah juga beribadah
dari rumah ke rumah secara bergantian.
Pemberian ruang bagi suku pendatang untuk mengembangkan
adat istiadatnya juga dilakukan di kampung Tomer, khususnya oleh
aparat kampung dan kepala adat Kanume. Implementasi dari
pemberian ruang tersebut adalah dibentuknya kepala adat masingmasing suku. Saat ini sudah terbentuk ketua adat suku Jawa, ketua
adat suku Makassar dan ketua adat suku Timor. Masing-masing
kepala adat akan bertanggungjawab terhadap permasalahan yang ada
di suku masing-masing.
Proses interaksi antarsuku di kampung Tomer berlangsung
dengan baik. Namun jika digali lebih dalam terdapat beberapa
ungkapan yang mencerminkan cara pandang masing-masing suku
terhadap suku lainnya. Interaksi berlangsung dalam hal-hal umum dan
sosial. Saling sapa dan bantu merupakan sesuatu yang harus dilakukan
namun tidak untuk berkerjasama dalam bidang pekerjaan atau ruangruang pribadi.
Karakter masing-masing suku menjadi latarbelakang dasar
sudut pandang terhadap suku lainnya, khususnya terhadap suku asli
Kanume dan Marind. Dalam kacamata pendatang kedua suku asli
tersebut dikenal agak pemalas, kuat makan dan ngopi, berpendidikan
rendah, agak bodoh, dan sering mabuk. Label yang disematkan
tersebut membuat kerjasama dalam bidang pekerjaan jarang
dilakukan. Selain itu anggapan bahwa suku asli tidak berpendidikan
membuat tingkat kepercayaan terhadap pengelolaan pemerintahan
kampung (khususnya dalam mengolah bantuan) menjadi rendah.
Namun
untuk
mengungkapkan
ketidaksetujuan
terhadap
pemerintahan kampung yang dominan dipegang suku asli, masih ada
kecanggungan karena psikologi sebagai pendatang. Dampak dari hal
tersebut pendatang lebih fokus mengembangkan perekonomiannya
dengan cara fokus mengolah lahan, mencari ikan atau membuka kios.
cix
cx
BAB III
KONTEKS SITUASI KESEHATAN KAMPUNG TOMER
Pendahuluan
Sistem kesehatan berkenaan dengan cara suatu budaya
menghindari dan mengobati penyakit, atau merawat para korban
bencana alam atau kecelakaan. Konsep kesehatan dan masalahmasalah medis berlainan antara budaya satu dengan budaya lainnya
(Haris dan Moran dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005:65). Sebagai
sebuah Kampung yang dihuni oleh 4 suku besar, maka pengetahuan
dan pemahaman terhadap kesehatan merupakan gabungan dari hasil
interaksi penduduk Kampung Tomer selama ini. Tidak dapat dipungkiri
bahwa setiap suku memiliki budaya kesehatannya masing-masing dan
berusaha mempertahankan budaya kesehatannya tersebut. Namun
demikian tetap terjadi transfer budaya kesehatan antarsuku
khususnya dalam hal mengatasi penyakit yang tidak diketahui dalam
budaya asal mereka.
Budaya kesehatan akan sangat tergantung kepada geografi
lingkungan, ketersediaan tanaman obat, akses pada layanan
kesehatan, dan local genius kesehatan yang tersedia di wilayah
tersebut. Sebagai penduduk lokal, Suku Kanume lebih menguasai alam
di Kampung Tomer. Adat mereka yang sebelumnya tidak mengakses
layanan kesehatan medis, sangat mengandalkan pengetahuan turun
temurun dalam keterampilan dan penggunaan tanaman obat.
Walaupun saat ini Suku Kanume sudah mulai mengakses kesehatan
medis, namun pengetahuan dan keterampilan lokal tersebut tidak
serta merta hilang, namun tetap digunakan dalam situasi yang
terbatas.
Kehadiran suku pendatang di Kampung Tomer ikut mewarnai
budaya kesehatan. Suku Jawa, Makassar dan Timor membawa budaya
kesehatannya masing-masing dalam bentuk pengetahuan dan
keterampilan. Terkadang pengetahuan kesehatan tersebut saling
cxi
cxii
ini anak-anak kecil Suku Kanume juga sudah mulai mengikuti tradisi
mengunyah pinang. Karena memang tidak ada larangan tegas bagi
anak-anak untuk ikut mengunyah pinang seperti orang tua mereka.
74
cxiii
(sumber: dokumentasi
peneliti)
cxiv
cxv
cxvi
pukul (kena) ombak, dong (mereka) bilang itu poter. Tapi harihari bisa juga pake odol.(Mama KM, 30)
3.1.2. Tradisi Minum Wati75 dan Kebiasaan Minum Sagero dan Sofi
Wati adalah tanaman sejenis pohon sirih. Bentuk daunnya
hampir mirip dengan daun dari pohon sirih, hanya saja daun wati
berukuran lebih besar dan tebal dari pada pohon sirih. Daun wati
merupakan bahan baku utama minuman adat Suku Kanume.
Minuman wati wajib ada di setiap acara-acara adat Suku Kanume.
Bagian tanaman wati yang dijadikan minuman adat adalah bagian
batangnya. Dahulu setiap rumah Suku Kanume pasti memiliki
tanaman wati ditanam di pekarangan rumah, namun sekarang sudah
tidak banyak lagi yang membudidayakannya. Dalam acara adat
minuman wati dikonsumsi sebelum bermain shi76, minuman wati
dipercaya akan memberikan semangat dan tenaga pada orang yang
meminumnya untuk bermain shi.
75
cxvii
cxviii
iya yang ada gigi to kalau yang su (sudah) tua-tua kan de (dia)
bisa punya sendiri de (dia) bisa makan sendiri de (dia) telan
airnya begitu. yang tidak bisa kunyah ah itu nanti anaknya ka..
cucunya ka.. makan kunyah, dia baru. (BapakTJ, 73 tahun)
Cara konsumsi minum wati yang demikian secara medis
memiliki potensi besar akan menularkan penyakit. Penyakit tersebut
yaitu penyakit yang cara penularannnya tercadi secara oral seperti flu,
hepatitis, hingga TBC. Tradisi minuman wati yang harus melalui proses
pengunyahan di dalam mulut menurut TJ (73 tahun) sering kali
memberikan efek tidak mengenakkan bagi si pengunyahnya yaitu
perasaan lidah yang tebal atau kebal atau mati rasa pada lidah dan
mulutnya. Biasanya akan terasa beberapa jam setelah selesai
mengunyah dan tidak ada perlakukan khusus yang dilakukan untuk
menghilangkan perasaan tersebut kecuali mendiamkannya.
Masyarakat Suku Kanume selain mengenal minum wati juga
mengenal minuman sofi. Sofi adalah sebuah minuman yang
memabukkan yang terbuat dari air yang dikeluarkan dari tandan muda
buah kelapa yang diiris atau nira. Nira merupakan bahan yang sama
digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula merah, masyarakat
Kanume biasa menyebutnya dengan sagero. Sagero (tuak) tersebut
setelah diambil dari mayang kelapa (tandan kelapa) ditadah
menggunakan bambu atau jerigen kemudian disuling dengan cara
memasukan kedalam panci besar yang tertutup rapat . Panci tersebut
telah dilubangi dan diberi saluran berupa bambu sebagai jalur
keluarnya uap sagero yang direbus.Sagero tersebut direbus hingga
sageronya habis dan menyisahkan endapan berwarna kecoklatan.
Tujuan dari perebusan ini dimaksudkan untuk menghasilkan uap dari
perebusan sagero. Hasil uapnya akan dikeluarkan melalui bambu yang
tersedia di panci dan akan disalurkan ke botol-botol. Hasil uap
tersebut yang disebut dengan sofi dan yang dikonsumsi.
Sofi sebenarnya bukan minuman asli Suku Kanume. Minuman
sofi ini dikenalkan oleh orang-orang dari Timor.
cxix
jadi orang tutor timur itu dong (dia) datang, dong (dia) ajar
dorang (mereka) iris mayang sagero itu, sadap dengan bambu
terus masak bikin sofi ya begitu baru dijual begitu. (BapakHH,
56 tahun).
Orang-orang dari Timor ini dapat datang ke tanah Suku
Kanume dengan tujuan memburu burung kuning atau burung
cendrawasih pada tahun 1918an77. Efek dari minum sofi ini agaknya
sering menimbulkan kekacauan jika orang yang meminumnya tidak
dapat mengontrol diri dan emosinya.
ah itu, itu dong (dia) punya minuman ini to adat itu, dong
(dia)pu(punya) barang apa, kalau sagero dan sopi ini dari sana
bukan adat kanume punya, itu adat itu dari luar, macam sofi,
sagero itu datangnya dari Tepa78 sana (BapakTJ, 73 tahun)
Secara peraturan negara, agama, maupun adat kegiatan
meminum minuman yang memabukkan tidak diperbolehkan. Hal
tersebut dianggap dapat memunculkan keributan. Saat ini Kampung
Tomer telah memiliki kesepakatan bersama antara aparat Kampung
dengan pos TNI79 untuk memberikan pengawasan dan penindak
lanjutan kepada peminum yang membuat keributan.
Bapakkemarin su rapat dengan danki sama aparat kampung,
siapa mabuk di kampung akan direndam di kolam dan kerja
sosial (BapakED, 32 tahun).
Penindak lanjutan ini berupa hukuman dari TNI yaitu
merendam diri selama semalam, mengerjakan pekerjaan sosial yaitu
membersihkan tempat-tempat umum dan tempat ibadah.
77
cxx
3.1.3. Tato
Masyarakat Tomer tidak aneh dengan tato. Pada saat mereka
berinteraksi sehari-hari tato akan mudah dilihat pada tubuh mereka
yang terbuka. Biasanya bagian tubuh yang ditato tersebut adalah
tangan, lengan, paha, punggung, dada dan muka. Warna tato tersebut
rata-rata biru kehitam-hitaman. Tato tidak menjadi sesuatu yang
menyeramkan karena tato yang digunakan biasanya berbentuk tulisan
nama dan perasaan hati. Tato tidak hanya digunakan oleh laki-laki
tetapi digunakan juga oleh perempuan. Bahkan pada perempuan
posisi tato sampai ke muka.
Secara fungsi, tato yang dibuat Suku Kanume lebih banyak
menunjukan identitas diri. Nama-nama pribadi lebih banyak tertera di
bagian tubuhpengguna tato. Selain itu tato juga lebih berfungsi secara
ekspresi. Ungkapan hati seseorang yang diabadikan dalam bentuk
tulisan. Selain tulisan, tato pada Suku Kanume juga berbentuk titik di
dahi, panah yang menembus hati, dan garis lurus di wajah. Secara
umum pengguna tato lebih ditunjukan untuk identitas. Walaupun ada
juga pengguna tato yang hanya ikut-ikutan menggambar tubuh.
Mama ST (40 tahun) salah satu pembuat tato mengatakan
bahwa tato yang dibuat di Suku Kanume berasal dari bahan arang
hasil pembakaran dicampur dengan air susu ibu. Prosesnya dimulai
dengan menggambar tubuh lalu ditusuk-tusuk jarum berulang ulang
kali mengikuti gambar sampai mengeluarkan darah. Lubang tusukan
jarum selain jalan mengeluarkan darah juga sekaligus memasukan
campuran asi dan arang karbon ke dalam tubuh. Cairan yang masuk ke
dalam tubuh tersebut yang kemudian memberikan warna biru
kehitaman di kulit. Terperangkapnya karbon dan asi di dalam tubuh
tersebut yang disebut tato.
Salah satu yang menjadi catatan adalah penggunaan jarum
pembuat tato. Dalam beberapa kali wawancara Mama ST terkadang
mengatakan tidak menggunakan jarum yang sama untuk orang yang
berbeda, namun di waktu lain mengatakan menggunakan kembali
cxxi
cxxii
cxxiii
cxxiv
cxxv
Pantangan makanan adalah juga amat lazim dalam kebudayaan daripada banyak
suku bangsa di dunia. Belum tentu hal itu bersangkutan dengan religi, sehingga
belum tentu pantangan makanan itu disebabkan karena makanan tadi dianggap
keramat. Banyak pantangan malahan berdasarkan kepercayaan bahwa makanan itu
bisa merugikan kesehatan atau menghalang-halangi suatu tujuan (Koentjaraningrat,
1985:252).
cxxvi
panas tinggi, terus panas tinggi panas tinggi, akhirnya kejangkejang, badan itu terasa lemas, itu mulut tekancing (tidak bisa
dibuka), tidak bisa minum, tidak bisa makan. (Mama YU, 60
Tahun)
c. Binatang
Binatang juga dipahami dapat menyebarkan penyakit pada
masyarakat. Salah satu yang paling dipahami adalah nyamuk. Hasil
wawancara dengan Mama ST (40 tahun) dan Mama AC (35 tahun)
memberitahukan bahwa pemahaman masyarakat bahwa nyamuk
dapat menularkan penyakit malaria dan demam berdarah.
Pemahaman tersebut yang melatar belakangi masyarakat berperilaku
selalu menghidupkan api-api di sore hari dan tidur dengan kelambu.
Selain nyamuk, terdapat juga pendapat mengenai kotoran dari
binatang baik anjing, sapi ataupun kuda yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit. Pemeliharaan binatang yang tidak diletakan di
kandang, mengakibatkan kotoran para hewan berserakan dimana
saja. Sehingga ketika memasuki musim hujan kotoran tersebut akan
bercampur dengan air hujan sehingga dipercaya dapat menyebabkan
penyakit diare atau disentri. kalau ada luka-luka begitu, terus kena
abu-abu kotoran kuda, hewan gitu, begitu juga sama bisa kasih
tetanus. (Mama YU, 60).
Kotoran anjing dan kuda juga dipahami masyarakat sebagai
penyebab penyakit tetanus. Diceritakan lebih lanjut proses
penularannya terjadi melalui angin yang telah bercampur dengan
debu dan kotoran binatang yang kemudian menempel pada luka yang
tidak dirawat atau dibersihkan.
Khusus untuk binatang anjing masyarakat juga menyatakan
terdapat beberapa kejadian kesakitan yang diakibatkan gigitan yang
dilakukan anjing pada manusia, mereka biasa menyebut binatang
anjing yang sering menggigit manusia dengan sebutan anjing jahat.
cxxvii
d. Aktifitas Keseharian
Aktifitas keseharian dianggap BapakLS (56 tahun) berpotensi
memberikan penyakit pada masyarakat. Aktifitas penduduk yang
banyak menggunakan benda tajam seperti parang, dapat
menyebabkan kejadian luka akibat parang. Diceritakan lebih lanjut,
kejadian tersebut sering terjadi pada anak-anak kecil di Tomer, anakanak terbiasa dengan memegang parang karena mengikuti orang
tuanya.
Aktifitas keseharian lainnya yang dianggap berisiko adalah
kegiatan mencari ikan. Aktifitas mencari ikan di laut yang dilakukan
tanpa menggunakan alas kaki membuat pencari ikan rentan terkena
kayu tajam atau benda tajam lainnya sehingga bisa menimbulkan luka.
cxxviii
menurut BapakYL (43 tahun) adalah rica-rica (cabe rawit) dan alkohol.
Rica-rica tidak sesuai untuk anak-anak, jika berlebihan maka anakanak akan mengalami muka pucat dan terkena sakit. Oleh karena itu
BapakYolman tidak memperbolehkan anak-anak memakan rica-rica
selain yang sudah disediakan oleh orangtuanya dalam makanan.
.....karna mereka pulang dari sekolah nasi kosong, nasi putih
satu piring itu mereka bisa pake makan rica garam saja itu,
makanya anak-anak kecil begini sering itu lihat kondisi muka
pucat, badan saja turun, main oke, bibir pica-pica (pecahpecah), batuk, karna anak-anak ini tidak bisa ada protein
sedikit itu ikan atau lauk apasaja... (BapakYL, 43 tahun)
f. Gangguan Deme
Menurut BapakAL (66 tahun) deme dalam bahasa Kanume
atau dema dalam bahasa Marind dipercaya sebagai sesuatu yang
melahirkan leluhur mereka. Selain itu deme juga dipercaya sebagai
pemilik alam. Masing-masing tumbuhan dan hewan dipercaya
memiliki deme-nya masing-masing. Keberadaan deme sampai saat ini
masih dipercaya keberadaannya ditengah-tengah kehidupan
masyarakat81.
Kesalahan manusia dalam memperlakukan alam dapat
berimplikasi pada munculnya sakit pada tubuh. Sakit ini menurut
BapakYL (43 tahun) dipercaya sebagai gangguan deme. Salah satu
contohnya adalah ketika seseorang memotong pohon tanpa maksud
dan tujuan yang jelas, jika deme pohon tersebut marah atas
perbuatan tersebut maka orang yang bersangkutan akan
81
Hal ini juga diungkapkan oleh Koentjaraningrat dalam buku Beberapa Pokok
Antropologi Sosial (1985) yang menyatakan bahwa ruh-ruh leluhur, ruh-ruh lainnya,
hantu dan sebagainya dianggap juga oleh banyak suku bangsa di dunia sebagai
penduduk dunia gaib. Ruh-ruh tersebut dianggap menempati alam sekitar tempat
tinggal manusia (Koentjaraningrat, 1985:234-235).
cxxix
Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Koentjaraningrat (1985) berdasarkan hasil
penelitiannya yang dilakukan di pantai utara papua bahwa terdapat terdapat
pengkategorian mahluk dan kekuatan yang menduduki dunia gaib, salah satunya
adalah kekuatan sakti yang bisa berguna maupun yang bisa menyebabkan bencana.
83
Sebagian besar masyarakat lainnya masih mempercayai gangguan deme. Mereka
mempercayai bahwa deme ini masuk ke dalam tubuh sambil membawa pernyakit.
Seringkali mahluk-mahluk halus tadi dapat masuk dalam tubuh binatang, dan sering
juga katanya mahluk hidup tadi dapat masuk dalam tubuh orang yang hidup
(Koentjaraningrat, 1985:235).
cxxx
Gejala klinis dari malaria tropika yang memiliki kemiripan dengan ciri-ciri sakit yang
diakibatkan gangguan Deme ini yang memungkinkan masyarakat mengkaitkan
ganguan Deme sebagai penyebab penyakit malaria tropika.
cxxxi
namun tak ada nama khususnya. Menurut Ibu SM (35 tahun) makhluk
halus dalam definisi suku daeng adalah arwah dari seseorang yang
telah dibunuh oleh manusia lainnya yang meninggali suatu tempat
tertentu.
Suku daeng percaya bahwa terdapat satu jenis penyakit yang
disebabkan makhluk halus yaitu poro-poro. Gejala dari poro-poro ini
adalah panas, demam, kemudian muncul bintik-bintik merah yang
gatal. Orang daeng biasanya tidak melakukan pencarian pengobatan
untuk penyakit tersebut. Mereka yakin penyakit tersebutakan hilang
dengan sendirinya tanpa diobati. Namun bahayanya poro-poro ini
dapat mengakibatkan kematian apabila bintik-bintik merah ini masuk
dalam tubuh. Hal yang dapat menyebabkan bintik merah tersebut
masuk ke dalam tubuh adalah terkena air dan udara. Sehingga ada
pantangan dari penyakit poro-poro ini yaitu terkena air termasuk juga
mandi dan keluar rumah agar tidak terkena angin.
g. Suanggi85
Di kampung Tomer ini masih terdapat sekelompok masyarakat
yang percaya akan individu-individu yang memiliki kekuatan untuk
mencelakai. Khususnya pada kelompok masyarakat RT 3 masih sangat
kental kepercayaan pada ilmu yang dapat menyebabkan seseorang
sakit bahkan mati. Ilmu tersebut mereka anggap sebagai black power
(ilmu hitam). Ilmu tidak baik yang digunakan seseorang untuk
mencelakai orang lain, masyarakat biasa menyebutnya suanggi86.
85
cxxxii
87
Katanya seorang suanggi pada malam buta suka datang dengan diam-diam masuk
ke rumah dan berubah menjadi mahluk halus masuk ke dalam tubuh mangsanya dan
makan habis tubuh itu dari dalam (Koentjaraningrat, 1985:285).
cxxxiii
cxxxiv
cxxxv
Kondisi pencarian pengobatan menggunakan dewan Stasi dan pendeta ini dapat
dijelaskan melalui konsep dari Koentjaraningrat yang menjelaskan Kalau manusia
dalam hidupnya tak dapat mencapai keinginannya, atau maksud dan tujuannya,
karena ia sampai kepada batas kemampuan sistem pengetahuannya atau ilmu
pengetahuannya itu tadi, maka ia sering akan mencari usaha lain untuk mencapai
kehendaknya; ia sering akan lari ke religi atau agama, dan mendoa kepada ruh-ruh,
dewa-dewa, atau Tuhan, untuk mendapat apa yang diingininya itu; tetapi lebih
sering ia akan lari ke ilmu gaib (Koentjaraningrat, 1985:277).
cxxxvi
cxxxvii
cxxxviii
cxxxix
90
cxl
cxli
cxlii
cxliii
cxliv
cxlv
Gambar3.8. Ibu hamil yang sedang memeriksa hasil bakaran kapur di pantai
cxlvi
cxlvii
cxlviii
cxlix
cl
cli
a. Kulit kayu yang belum dijemur, b. Kulit kayu yang telah dijemur dan
siap digunakan (sumber: dokumentasi peneliti)
Keragaman suku yang ada di Tomer juga memberi dampak
terhadap penggunaan kulit kayu kanta. Tidak hanya suku asli saja yang
meyakini dan mengkonsumsi kayu kanta, sebagian masyarakat
pendatang mulai mempergunakan kulit kayu kanta, disamping juga
tetap menggunakan obat dari bidan. Keberadaan minuman tradisi
tersebut juga mendapat dukungan dari bidan setempat.
saya biarkan aja selama itu tidak meracuni mereka to, selama
itu nggak ada efek sampingnya, memang menurut saya herbal
itu lebih bagus kalau memang dari dulunya seperti itu. (bidan
PA, 36 tahun)
clii
cliii
(sumber: dokumentasi
peneliti)
cliv
clv
a.
b.
c.
Gambar 3.11.Kegiatan melinting rokok lampion, b. (nampak depan)
dan c. (nampak belakang) merk rokoklampion
(Sumber: dokumentasi peneliti)
Perilaku merokok sudah ada yang memulainya dari kecil. Hal
ini dikarenakan anak-anak yang merokok tidak mengalami larangan
dari orangtuanya. Namun demikian sebagian anak-anak yang lain
masih belum mengenal rokok sebagai aktifitas keseharian mereka. Ini
berbeda pada remaja. Pada mereka yang remaja, rokok sudah menjadi
keseharian. Tidak adanya larangan keras pada mereka membuat
merokok bukanlah sesuatu yang harus dihindari. Orang dewasa adalah
penghisap rokok paling besar. Hampir di setiap tempat akan ditemui
laki-laki dewasa merokok. Merokok sering dilakukan bersamaan
dengan menginang.
Tempat merokok juga bisa dimana saja, tidak ada wilayah
khusus. Rokok bisa dihisap di dalam rumah, di gubuk, di pantai.
Namun yang belum diperhatikan adalah merokok dimana ada anak
kecil didekatnya. Merokok dekat anak kecil ternyata tidak
memberikan kekhawatiran bagi mereka. Tak jarang terlihat mereka
yang memiliki bayi masih merokok di dalam rumah dan di dekat bayi
dan anak kecil.
Perokok juga tidak didominasi laki-laki. Perempuan merokok
bukanlah suatu pemandangan yang aneh, baik tua maupun muda.
clvi
clvii
Perilaku merokok ini juga tidak mengenal usia, tak sedikit juga
ditemui para usia remaja yang sudah merokok hingga para Lansia.
Merokok juga sudah tidak mengenal tempat merokok, dimana saja
mereka dapat merokok tanpa memperdulikan anak-anak yang ada di
sekelilingnya, bahkan kegiatan seperti olahraga voli tidak mampu
menghentikan sementara perilaku merokok. Gambar bahaya rokok
yang terdapat pada bungkus rokok sebenarnya membuat takut
masyarakat terhadap rokok, namun tetap tidak dapat menjadikan
masyarakat meninggalkan perilaku tersebut.
3.7.3. Penggunaan air bersih
Sumber air bersih masyarakat Kampung Tomer berasal dari air
sumur dan sumur tadah hujan. Air tersebut biasa digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari mandi hingga memasak. Sementara itu, air
minum, masih terdapat masyarakat yang mengkonsumsi air minum
secara langsung dari sumur, walaupun sudah banyak masyarakat yang
memiliki kebiasaan mengkonsumsi air dengan cara direbus terlebih
dahulu. Lebih lanjut Mama KS (30 tahun) menjelaskan alasan
memasak air terlebih dahulu adalah guna menghilangkan kadar kapur
dalam air. Sedangkan Mama KT (54 tahun) menjelaskan bahwa,
masyarakat biasa mengkonsumsi air mentah yang berasal dari
tadahan air hujan, dikarenakan rasanya yang manis.
Kalau bagian kampung besar ini su masak. Tapi kalau di
belakang tetap masih air mentah, mentah dari sumur terus
minum, katanya manis kalau tidak dimasak, kalau dimasak
kurang enak, kalau timba dari sumur langsung minum itu enak
(Mama KS, 30 tahun)
3.7.4. Pemberantasan Jentik Nyamuk
Tidak ada perilaku pemberantasan jentik nyamuk di
masyarakat. Masyarakat biasa membiarkan sumur-sumur terbuka,
dengan alasan untuk menampung air hujan. Masyarakat juga banyak
lalai membiarkan barang bekas seperti botol dan kaleng
clviii
clix
clx
clxi
clxii
a.
b.
Gambar 3.15. a. Wanita bertugas memilah kerang sebagai bahan baku kapur,
b. Pria bertugas dalam pembakaran kerang menjadi kapur.
clxiii
20
16
15
10
5
11
4
Nasi kosong adalah ungkapan untuk makan nasi putih tanpa sayur dan lauk-pauk.
clxiv
Tomer adalah malaria klinis, kemudian diikuti ISPA dan penyakit kulit
(alergi).
3.8.1 Penyakit Malaria
Salah satu penyakit menular yang sudah dipahami hampir
seluruh penduduk Kampung Tomer adalah Malaria. Menurut BB (30
tahun) penyakit malaria dari dulu telah menjadi keseharian
masyarakat. Akibatnya penyakit ini bagi sebagian orang yang
mengidap dianggap biasa. Ketika Demam malaria datang mereka
hanya berselimut tebal dan sekian lama kemudian ketika demamnya
hilang maka mereka kembali beraktifitas.
Salah satu jenis malaria yang ditakuti oleh masyarakat adalah
tropicana. Mereka akan sangat mudah menjelaskan apa akibat yang
terjadi jika terkena malaria tropicana. Selebihnya penyakit malaria
tidak menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan.
Pemahaman masyarakat terhadap penyebab malaria juga
sudah sangat baik. Menurut Mama ST (40 tahun) rata-rata masyarakat
dapat menjelaskan nyamuk apa yang menyebarkan malaria dan
bagaimana ciri-ciri nyamuk tersebut ketika menggigit. Adanya
pemahaman terhadap sumber penyebaran malaria mendorong
kebijakan yang berhubungan nyamuk dapat diterima dengan baik.
Salah satu kebijakan yang langsung diterima masyarakat adalah
penggunaan kelambu.
Jika terkena malaria, atau ada gejala malaria masyarakat akan
mendatangi bidan desa atau pos TNI. Di Kampung Tomer pos TNI juga
melayani kesehatan masyarakat. Namun tidak semua masyarakat
langsung mendatangi layanan kesehatan ketika demam malarianya
kambuh. Mereka biasanya menunggu terlebih dahulu apakah
demamnya akan hilang setelah diselimuti kain tebal. Jika hilang maka
mereka tidak ke layanan kesehatan, namun jika demem terus
menerus berlangsung baru mereka mendatangi layanan kesehatan.
clxv
clxvi
clxvii
rasa pu badan, ..., habis melahirkan, Ukup itu tetap pakai, itu
tidak boleh lepas, karna itu dia cuci ketong pu pori-pori yang
tadi kotoran masuk di dalam itu,..., dari kudis-kudis ini, itu ada
kutu, bisa pake ukup (Mama AD, 60 tahun)
clxviii
clxix
3.9.3. Tumbuh-tumbuhan
a. Halia
Halia dalam bahasa Indonesia disebut dengan tanaman jahe
baik jahe merah atau putih. Namun jahe merah lebih dipercaya
memiliki banyak manfaat dalam mengobati suatu penyakit. Penyakit
yang dapat diobati oleh halia ialah dari mulai penyakit yang hanya
demem biasa hingga mengobati kecelakaan kerja seperti patah tulang
atau kulit terbelah. Cara penggunaannya juga sangat beragam, mulai
dengan cara diminum hingga ditumbuk halus dan ditempelkan pada
luka.
..pake halia, yang ketong bilang apa ini dalam bahasa, jane,
mau putih kah merah kah, tumbuk dia, baru gosok kembali di
tempat itu, nanati dia pu uap itu masuk ke dalam toh, jadi
bagus juga.. (Mama AD, 60 tahun)
b. Sambiloto
Sambiloto merupakan tanaman tradisional yang paling sering
digunakan masyarakat Tomer khususnya Suku Kanumedalam
mengobati malaria. Daunnya direbus kemudian diminum selama
muncul rasa sakit malaria. Masyarakat biasa langsung menggunakan
sambiloto ini untuk mengatasi kambuhnya gejala malaria yang berupa
Demam, dingin dan mengigil, apabila tidak kunjung sembuh barulah
masyarakat pergi menuju pelayanan kesehatan terdekat. Daun
sambiloto yang memiliki rasa yang pahit yang dipercaya dapat
menyembuhkan penderita dari malaria.
clxx
c. Mangiran
Mangiran adalah obat tradisional yang sering disebut untuk
pengobaan malaria. Bagian yang digunakan sebagai obat adalah
bagian daun. Daun mangiran ini direbus kemudian diminum rutin.
Mangiran juga dapat dikombinasikan dengan sereh untuk mengobati
sakit kepala.
clxxi
Ukup itu tetap pakai, itu tidak boleh lepas, karna itu dia cuci
ketong pu pori-pori yang tadi kotoran masuk di dalam itu, jadi
mandi pake ini, terus pake air bersih lagi untuk cuci badan,
dong bilang itu spul badan. (Mama AD 60 tahun)
e. Pohon turi
Pohon turi dipercaya dapat mengobati batuk berlendir dari
bayi umur satu bulan, anak hingga orang dewasa. Cara membuatnya
yaitu dengan mengambil kulit pohon turi ditambah kelapa, bawang
merah, kemudian dibakar secara bersama, kemudian ditumbuk hingga
halus dan disaring airnya untuk diminum.
f. Santan
Santan adalah air kelapa yang telah diperah. Suku
Kanumebiasa menggunakan santan untuk pengobatan penderita yang
terkilir karena jatuh. Mula-mula air santan direbus hingga kemudian
digunakan mandi oleh penderita.
g. Kayu besi
Kayu besi atau Suku Kanume menyebutnya dengan sebutan
kanta sedangkan di bagian Utara Papua menyebutnya dengan sebutan
barapen. Kulit dari pohon kayu besi ini digunakan untuk
membersihkan kandungan pada ibu setelah bersalin. Tidak semua
pohon kayu besi yang tumbuh memiliki khasiat demikian, namun
hanya kayu besi betina, sedangkan pohon kayu besi yang jantan
banyak digunakan sebagai bahan baku pembangunan rumah. Pohon
kayu besi ini banyak terdapat di pantai.
Pada masyarakat Kanume biasanya sang suami akan mulai
mengambil kulit kayu besi betina tersebut pada saat istrinya sudah
mengandung cukup besar. Kemudian akan mulai menjemurnya hingga
kering dan kemudian dapat disimpan hingga hari persalinan dan siap
digunakan. Caranya kulit kayu yang sudah kering dijemur kemudian
clxxii
diseduh oleh air hangat dan dikonsumsi setiap hari oleh ibu setelah
bersalin.
3.10. Transfer Pengetahuan dan Akulturasi Kesehatan di Kampung
Tomer
Keberagaman suku yang hidup pada suatu daerah
memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan untuk menghadapi
masalah secara bersama-sama. Salah satu masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari adalah persoalan kesehatan. Untuk
menghadapi masalah kesehatan maka tukar menukar informasi sangat
dibutuhkan apalagi pada penyakit yang dianggap suatu momok
bersama.
Keberadaan suku pendatang (Jawa, Timor, Makassar) di
kampung Tomer memberikan warna pada kehidupan suku asli
(Kanume dan Marind). Secara sosial budaya interaksi antarsuku ini
berjalan dengan baik, maka kemungkinan transfer budaya kesehatan
juga berlangsung dengan lancar. Masing-masing suku memiliki
pengetahuan kesehatan yang mereka bawa secara turun-temurun
maupun dari inovasi yang mereka dapatkan dari lingkungan.
Keberadaan pengetahuan kesehatan tersebut sangat tergantung
dengan penyakit yang sering menyerang pada lingkungan dimana
mereka berada. Pengetahuan kesehatan juga akan sangat tergantung
dengan ketersediaan bahan obat yang disediakan oleh alam di
lingkungan tempat tinggal. Dengan demikian ketika pengetahuan ada
namun ketersediaan bahan baku terbatas maka kemungkinan yang
muncul adalah tidak menggunakan lagi pengetahuan tersebut, atau
melakukan modifikasi dengan menyesuaikan diri dengan bahan yang
tersedia di daerah tersebut.
Di samping itu budaya kesehatan memiliki agen-agen
tersendiri untuk menyebarluaskan inovasi-inovasi kesehatan terbaru.
Keberadaan agen-agen ini didukung fasilitas yang memaksimalkan
perubahan budaya kesehatan di tengah-tengah masyarakat. Di era
clxxiii
clxxiv
clxxv
clxxvi
clxxvii
BAB IV
PENYAKIT MALARIA
Pendahuluan
Malaria bukanlah penyakit baru bagi masyarakat Tomer. Bisa
dikatakan malaria adalah bagian dari kehidupan mereka. Masingmasing suku memiliki persepsinya masing-masing terhadap penyakit
ini, karena sudah lama hidup pada daerah endemis malaria, malaria
tidak lagi dianggap sesuatu yang membahayakan. Bahkan pada
beberapa suku seperti Kanume dan Marind, malaria sudah menemani
mereka dari lahir. Hubungan antara masyarakat dan penyakit malaria
menjadi sudut pandang menarik untuk mengungkap bagaimana
masyarakat Tomer bertahan dengan malaria.
Bagaimana melihat malaria tergantung dengan siapa
menanyakan hal tersebut. Jika ditanyakan malaria pada suku
Makassar yang ada di Kampung Tomer, apakah anda tahu tentang
malaria? maka rata-rata jawaban mereka adalah tahu. Lalu jika
ditanyakan apa yang anda lakukan jika terkena malaria? Maka
jawabannya rata-rata adalah istirahat saja. Pemahaman dan
penanggulangan penyakit malaria pada suku Makassar sangat minim,
hal ini juga berlaku pada penyakit yang lain. Kondisi ini dikarenakan
konsep sehat dan sakit suku Makassar lebih ditekankan pada fungsi
tubuh dalam aktifitas keseharian. Walaupun sakit, namun jika masih
bisa dibawa kerja, maka mereka masih menganggap dirinya sehat.
Malaria dalam pandangan suku Makassar tidak jauh berbeda dengan
penyakit-penyakit yang lain. Ia hanya jadi berbahaya jika sudah
membuat badan tidak bisa dibawa beraktifitas mencari nafkah.
Situasi yang berbeda akan muncul jika malaria dilihat dari
sudut pandang suku Jawa di Kampung Tomer. Budaya kesehatan
medis yang sudah jauh lebih baik dikenal masyarakat Jawa membuat
penanggulangan malaria selalu dikaitkan dengan medis. Peran bidan
dan dokter menjadi penting saat suku Jawa mengalami malaria karena
clxxviii
clxxix
clxxx
clxxxi
H
E
Gambar 4.1. segitiga epidemiologi
clxxxii
clxxxiii
nyamuk
Panjang
Putih
Kecil
clxxxiv
Kejadian penyakit malaria selain dipengaruhi oleh bionomik nyamuk dan kondisi
habitat spesies nyamuk, juga dipengaruhi oleh kebiasaan dan perilaku penduduk
(Achmadi, 2009 : 148).
97
Hal ini seperti yang telah di ungkap pada penelitian di Kabupaten Sekadau
menunjukkan adanya hubungan kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan
kejadian malaria (Santy, et al, 2014 : 270)
clxxxv
clxxxvi
A
E
Gambar 4.4. Segitiga epidemiologi Malaria di Kampung Tomer
4.3. Penyebab Malaria dalam perspektif masyarakat
Seluruh masyarakat Suku Kanume dan suku pendatang di
Kampung Tomer mengetahui dengan baik bahwa penyebab malaria
adalah nyamuk. Nyamuk merupakan penyebab awal seseorang
terkena malaria. Mama ST (40 tahun) menjelaskan proses penularan
malaria, bahwa seseorang akan tertular malaria ketika orang tersebut
digigit oleh nyamuk malaria yang mana nyamuk tersebut sebelumnya
clxxxvii
clxxxviii
98
Api-api adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kayu yang dibakar dan
memanfaatkan asapnya untuk mengusir nyamuk.
clxxxix
cxc
rumah ini semua pake kelambu jatah, dari pos yang langsung bagi, itu
pake kelambu itu anti malaria itu... (bapak YL, 43 tahun).
Mekanisme pembagian kelambu berdasarkan pernyataan
salah satu kader kesehatan (mama BD, 54 tahun) kelambu di bagikan
berdasarkan jumlah tempat tidur yang ada. Namun terdapat keluarga
yang menyatakan hanya mendapatkan satu kelambu untuk seluruh
penghuni rumah, sedangkan keluarga tersebut terdiri dari beberapa
keluarga, sehingga ibu SL (35 tahun) menyatakan bahwa tidak semua
anggota keluarganya menggunakan kelambu.
...kelambu tidak punya, kita tidak di kasih kelambu, saya
hanya dapat satu, tapi saya punya orang banyak sekali yang
tinggal disini, saya pakai, tapi hanya satu saja... (ibu SL, 35
tahun).
Masyarakat menyatakan bahwa kelambu tidak hanya digunakan di
dalam rumah, namun juga digunakan saat melakukan aktifitas di luar
rumah. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan peneliti di
masyarakat, bahwa masyarakat menggunakan kelambunya juga ketika
sedang beraktifitas di luar rumah, seperti sedang menginap di bivak di
pantai dan saat sedang pergi menjaring dan berburu ke hutan.
...jadi sempat juga jalan itu kelambu, jatah itu yang ada kita
pake untuk amankan kita punya diri dalam kelambu, paling kita
masak cepat-cepat, makan, sendok makanan, selesai, langsung
duduk dalam kelambu, baru makan, jadi kelambu itu paling
kita bawa dua, untuk makan dalam kelambu dan untuk tidur...
(bapa YL, 43 tahun)
3. Menggunakan Obat Nyamuk dan Replan
Masyarakat juga sudah mengenal obat nyamuk oles atau
replen dan obat nyamuk bakar. Obat nyamuk bakar juga digunakan
masyarakat ketika di luar rumah, tidak hanya di dalam rumah.
Sedangkan Obat nyamuk oles atau replan biasa masyarakat gunakan
cxci
cxcii
merupakan
pengetahuan
tradisional.
Pengobatan
dengan
memanfaatkan tumbuhan obat. Untuk saat ini pengobatan yang
paling sering digunakan masyarakat Kampung Tomer untuk
pengobatan malaria adalah pengobatan dengan pelayanan medis.
Namun untuk pengobatan pada saat relaps atau kambuh dengan rasa
kesakitan ringan masyarakat banyak menggunakan pengobatan
tradisional.
Pengobatan tradisional ini terdiri dari tanaman obat dan
metode penyembuhan. Penggunaan tanaman obat sebagai
penyembuh malaria tidak hanya dimilki oleh masyarakat suku asli. Hal
yang sama juga berlaku pada metode penyembuhan. Suku pendatang
juga memiliki pengetahuan terhadap pengobatan pada malaria.
Berikut ini adalah pengobatan tradisional yang dipercaya memberi
kesembuhan terhadap malaria.
a. Rumput Maniram
Bahan baku yang dibutuhkan adalah 5 pohon mangiran (hingga
akar-akarnya) dicampur akar pepaya jantan 7 potong. Direbus, airnya
3 gelas dijadikan 1 gelas diminum hangat-hangat sekali habis.
b. Pohon Sambiroto
Daun sambiroto (andrographis paniculata nees100) adalah salah
satu tanaman obat yang terdapat hampir diseluruh daerah di
Indonesia dengan berbagai nama daerah. Cara penggunaannya yaitu
dengan cara beberapa pohon samiroto101 direbus dengan 3 gelas air
hingga menguap menjadi 1 gelas. hasil penelitian membuktikan
bahwa isolat sambiloto mampu menghambat pertumbuhan
100
cxciii
102
Hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak etanol daun
pepaya dosis 300 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB memberikan aktifitas penurunan rasa
nyeri yang berbeda nyata dibandingkan paracetamol dosis 65 mg/kgBB
cxciv
cxcv
cxcvi
cxcvii
tahun, ibu NY (50 tahun). Beliau dan keluarga membuat api-api ketika
sedang melakukan kegiatan bersantai di luar rumah pada malam hari.
Ibu NY menyatakan bahwa mempelajari hal tersebut dari penduduk
asli dan turut meyakini hal tersebut dapat mengusir nyamuk.
Perilaku pencegahan penyakit malaria dengan mencegah
gigitan nyamuk menggunakan pembuatan api-api oleh pendatang
merupakan hasil dari transfer pengetahuan budaya yang terjadi
antara masyarakat asli kepada pendatang. Transfer pengetahuan yang
terjadi adalah pendatang yang ikut mengadaptasi perilaku yang
dianggap dapat mencegah gigitan nyamuk.
Transfer pengetahuan dalam hal pencegahan malaria, tidak
hanya terjadi di antara suku asli dan suku pendatang, melainkan juga
terjadi antara masyarakat, khususnya suku asli dengan tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan dinilai menjadi bagaian dari transfer
pengetahuan terkait perilaku pencegahan malaria di masyarakat. Hal
ini dikarenakan tenaga kesehatan merupakan pihak luar yang
membawa sesuatu hal yang baru untuk diadaptasi oleh masyarakat,
yakni program-program kesehatan.
Program kesehatan yang dibawa oleh tenaga kesehatan untuk
upaya pencegahan malaria adalah penggunaan kelambu. Pada
awalnya masyarakat tidak mengenal penggunaan kelambu.
Diceritakan bahwa dahulu masyarakat tidak menggunakan kelambu,
sehingga hanya menggunakan api-api untuk mengusir nyamuk....kan
orang tutor dulu tu (itu) tarada(tidak ada) punya kelambu begitu, jadi
biasa tu (itu) para-para begini bikin kasih tinggi to, jadi tiap malam itu
bikin api asap-asap... (bapa TJ, 73 tahun)
Hingga pada saat ini masyarakat sudah menggunakan kelambu
untuk mencegah diri dari gigitan nyamuk. Hasil transfer pengetahuan
yang dihasilkan antara masyarakat dengan tenaga kesehatan dalam
upaya pencegahan malaria ialah penggunaan kelambu.Namun
demikian masyarakat tidak meninggalkan metode pembuatan api-api
untuk mengusir nyamuk.
cxcviii
2. Pengobatan
Pengobatan malaria pada masyarakat Kampung Tomer seperti
yang telah dibahas sebelumnya menunjukkan keragaman perilaku
pengobatan. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
penggabungan antara pengetahuan lokal yang dimiliki dengan
pengetahuan baru serta ditambah inovasi yang disebarluaskan oleh
agen kesehatan. Salah satu pengetahuan kesehatan yang digunakan
untuk mengobati penyakit malaria adalah penggunaan pohon
sambiroto.
Rasa sambiroto yang pahit dipercaya oleh Suku Kanume,
Marind, Jawa, Timor dan Makassar dapat mengobati malaria. Bahwa
siapa yang pertama kali membawa pengetahuan ini dan
mentransfernya kepada suku-suku yang lain sulit untuk dilacak. Suku
asli, Kanume dan Marind mengakui bahwa sambiroto adalah
pengetahuan lokal yang mereka miliki dalam mengobati penyakit
malaria. Suku Jawa dan Suku Timor juga mengakui bahwa sambiroto
adalah pengetahuan yang sudah mereka ketahui dari turun-temurun.
Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa sambiroto adalah
pengetahuan umum untuk mengobati malaria, namun penggunaan
tanaman tersebut sangat berhubungan dengan penyakit malaria.
Suku bangsa yang tidak banyak mengalami sakit malaria akan
jarang menggunakan tanaman sambiroto. Dengan demikian
keberadaan sambiroto akan memiliki makna yang berbeda pada
daerah yang sering terkena malaria. Namun karena cara pengolahan
sambiroto sangat mudah untuk mengobati malaria maka cara
pengobatannya tidak membutuhkan keterampilan yang khusus.
Kemudahan tersebut membuat transfer kepada anggota suku yang
lain dan generasi selanjutnya berlangsung secara cepat. Kemudahan
ini membuat suku-suku di kampung Tomer merasa pengetahuan
tersebut adalah milik suku mereka masing-masing.
Kondisi berbeda ditemui pada suku Makassar yang baru 8
tahun tinggal di kampung Tomer. Saat dilakukan penggalian asal
cxcix
muasal
mereka mengetahui pengetahuan pengobatan malaria
dengan menggunakan samiroto, mereka jawab berasal dari suku asli
Kanume. Saat pertama kali terkena malaria mereka bertanya kepada
Suku Kanume apa obat yang bisa mengobati malaria. Pengetahuan
terhadap siapa yang pertama kali memberikan informasi kesehatan
tentang sambiroto kepada suku Makassar masih dapat dilacak karena
masa tinggal mereka di kampung Tomer baru berlangsung 8 tahun.
Hal ini berbeda dengan Suku Kanume, Marind, Jawa, Timor yang telah
hidup di kampung Tomer minimal 30 tahun.
Adanya perbedaan penggunaan sambiroto dalam hal takaran
tanaman, jumlah air, dan waktu penggunaan merupakan modifikasi
yang dimiliki oleh karakter masing-masing suku, baik asli (Kanume dan
Marind) maupun suku pendatang (Jawa, Makassar, Timor). Dengan
demikian walaupun inti bahan tanaman obat sama namun
pengetahuan lokal masing-masing suku telah memberikan perbedaan
dalam penggunaan sambiroto untuk mengobati malaria.
Ini
merupakan sebuah akulturasi kesehatan yang muncul di Kampung
Tomer.
cc
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Suku Kanume merupakan suku asli Merauke bersama-sama
Marind yang mengalami apa yang dinamakan Boelaars sebagai moral
depresion. Saat ini konsep Boelaars tersebut terwakilkan oleh kata
lokal matohale yang berarti malas tahu. Istilah ini jauh lebih kompleks
karena sekaligus menggambarkan sifat Suku Kanume yang tidak
berdaya, apatis, gugup dengan perubahan yang terjadi di sekitar
mereka. Kondisi ini terlihat dari begitu besarnya ketergantungan Suku
Kanume terhadap bantuan pemerintah baik dalam bentuk
pembangunan rumah, jamban, jalan, pertanian, perikanan, dan
peternakan.
Kehadiran suku pendatang (Jawa, Makassar, Timor) di
kampung Tomer telah memungkinkan terjadinya transfer
pengetahuan. Baik dari Suku Kanume maupun suku pendatang. Suku
Kanume mentransfer pengetahuan berburu, mencari ikan, dan
pengobatan melawan malaria. Sementara itu suku pendatang
memperkenalkan pertanian, pendidikan, dan pengetahuan kesehatan.
Di samping itu terdapat juga agen-agen perubahan pemerintah yang
juga memberikan perubahan sosial pada Suku Kanume dan suku
Pendatang di kampung Tomer. Agen-agen perubahan itu masuk
melalui pintu penyuluhan seperti pertanian, perikanan, dan
kesehatan. Kehadiran para penyuluh ini telah membuat terjadi
perubahan perilaku pada Suku Kanume, salahsatunya adalah dalam
penggunaan kelambu ketika akan tidur. Transfer pengetahuan di
antara Suku Kanume dengan suku pendatang berlangsung dengan
kecepatan yang tidak sama. Suku pendatang cepat menyerap
pengetahuan baru yang mereka terima dari Suku Kanume dan
memodifikasinya menjadi lebih baik. Maka dalam waktu yang tidak
terlalu lama pengetahuan suku pendatang sudah menyamai
cci
ccii
cciii
cciv
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2009. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 3, No. 4. Pages :
147-153.
Adam, Syamsunir. 1992. Dasar-dasar Mikrobiologi dan Parasitologi
untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Adnan Hamdan dan Hafied Cangara, 1996. Prinsip-prinsip Hubungan
Masyarakat. Surabaya: Usaha Nasional.
Afrianti, Ria., Yenti, Revi., & Meustika, Dewi. 2014. Uji Aktifitas
Analgetik Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) pada
Mencit Putih Jantan yang di Induksi Asam Asetat 1%.Jurnal
Sains Farmasi & Klinis. Vol. 1(1), page : 54-60.
Agoes, R. Dan Natadiasastra, D. 2009. Parasitologi Kedokteran :
Ditinjau dari Organ yang Diserang. Jakarta: EGC.
Boelaars,Jan, 1986. Manusia Irian: Dahulu Sekarang Masa
depan. Jakarta: PT. Gramedia.
Bungin,
ccv
Etnografi
ccvi
ccvii
ccviii
ccix
INDEKS
B
beramba 157
Bia 112
Bivak. 71
budaya kesehatan 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 18, 20, 23, 25,
110, 177, 178, 179, 181, 182,
184, 209, 216
folklor 43
ccx
enkulturasi 11, 41
etnografi 8, 17, 18, 20, 22, 23,
25, 224, 228
F
gatsi 91
Gelambu 39, 49, 56, 76
granolome 31
M
Maiwa 49
makna sehat 24, 122, 123,
124
malaria tropika 132, 187, 194
Mangiran vi, 175
Marind Anim i, 27, 28, 30, 31,
32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39,
40, 44, 45, 46, 47, 48, 52, 56,
77, 90, 103, 217
matohale 192, 193, 208, 211,
212
Mbanggu 49, 50
menginang v, 111, 112, 113,
114, 115, 158, 159, 160, 166,
167
misionaris 27, 31, 63, 77, 78
moral depresion 208
moral despression 33
Motu 64
N
namun menggunakan 39, 226
O
Ongaya 49
L
lagoon 191
211
R
Rawa Biru 48, 49
relaps 199
Rumput Maniram 199
rusa 66, 86, 98, 99, 167, 171,
172
212
T
Taman Nasional Wasur 64, 66,
85, 86
tato 120, 121
teknologi kesehatan 10, 15
tersiana 187
Tomer i, ii, iii, v, vi, vii, 16, 19,
20, 24, 25, 39, 43, 48, 49, 51,
52, 54, 57, 58, 59, 60, 61, 62,
63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70,
72, 73, 74, 75, 78, 79, 80, 81,
82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89,
92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99,
100, 101, 102, 103, 104, 106,
107, 108, 110, 111, 114, 120,
122, 123, 124, 125, 128, 131,
133, 134, 135, 136, 137, 139,
U
Ukup iii, vi, 111, 171, 172,
176, 201, 202, 218
V
Vigin 64, 74, 87
W
Wati ii, v, 116, 117
world view 8, 9, 15
Y
Yangandur 48, 49, 58
213
GLOSARIUM
Akulturasi
Akulturasi Kesehatan
Bionomic
Cerai
Menginang
Daeng
Deme/dema
Demam Goyang
Dokter Adat
Dong
214
Dia
Dorang
Dia orang
Gubuk
Kahose
Menginang.
Kao
Kau.
Matohale
Moral Depression
Marind Anim
Penyebutan secara umum bagi gabungan sukusuku asli yang ada di Merauke.
Pu
Punya
Pica-pica
Pecah-pecah
Poro-poro
Pukul Babi
Sa
Saya
Sagero
Su
Sudah
Suanggi
untuk
215
Sofi
Timor
Totem
Ukup
216
UCAPAN TERIMAKASIH
Riset etnografi kesehatan pada Suku Kanume di kampung Tomer
ini telah banyak memberikan kesadaran pada peneliti bahwa yang
dimaksud bermacam-macam suku bangsa itu tidak dilihat dari
kuantitas melainkan dimaknai sebagai kekayaan bangsa Indonesia.
Makna keberagaman begitu menyentuh hati peneliti, bahwa kesatuan
itu bukan satu, tapi berbeda-beda dalam satu. Perbedaan ini tidak
untuk dibeda-bedakan tapi harus diakui perbedaannya. Justru
kekayaan bangsa Indonesia terletak pada perbedaaan-perbedaan
tersebut. Mencoba untuk membuatnya menjadi sama akan
menghilangkan jati diri suku bangsa tersebut yang berarti juga
menghilangkan jati diri bangsa Indonesia.
Riset ini membawa peneliti untuk belajar banyak pada Suku
Kanume tentang pentingnya identitas, tentang penerimaan, tentang
hidup bersama, tentang kegelisahan, tentang toleransi, tentang
makna pembangunan, dan masih banyak lagi tentang suara-suara
yang ingin didengar. Suara-suara tersebut mengiringi langkah peneliti
sampai kembali ke rumah masing-masing. Memberi ruang untuk
mereka berkata dalam buku ini adalah salah satu cara suara-suara itu
didengar oleh para pengambil kebijakan.
Pada akhirnya kami tidaklah berhenti menjadi peneliti, kami
menjadi pembelajar. Belajar kembali mendengar, melihat, merasakan
dan berempati pada komunitas sasaran riset. Kami menjadi manusia
baru.
Pada proses penyusunan buku ini banyak pihak-pihak yang telah
membantu dari mulai persiapan, survey awal, workshop pengumpulan
data, turun ke lapangan, dan workshop penulisan hingga akhirnya
buku ini selesai. Pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak tersebut yang diantaranya adalah:
1) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI.,
217
218
TENTANG PENULIS
Alfarabi
Alfarabi merupakan salah satu staf
Pengajar Komunikasi di Fakultas Fisip
Universitas Negeri Bengkulu (UNIB).
Pria kelahiran Lubuk Linggau ini
memiliki
riwayat
pendidikan
di
beberapa kota. Berawal dari pendidikan
Sekolah Dasar di Panancangan 2 Serang
Banten
tahun
1987-1992,
lalu
dilanjutkanpada SMP N 5 Serang Banten
tahun 1992-1995. Jenjang berikutnya ia tempuh di Kabupaten
Bogor tepatnya di SMUN 1 Ciawi Bogor tahun 1995-1998,
kemudian untuk pendidikan sarjana ia memilih kota Bengkulu
sebagai tempat menuntut ilmu komunikasi hingga tahun 2005.
Dan tak berselang lama dari kelulusan sarjananya, tahun 2008 ia
terdaftar sebagai mahasiswa pasca sarjana di kota gudeg
tepatnya di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan konsentrasi
Kajian Budaya media.
Sebagai dosen muda, selain kesibukannya dalam mengajar,
ia juga aktif melakukan penelitian-penelitian.Cukup banyak
penelitian yang telah dilakukkannya, tidak hanya pada bidang
sosial, tetapi juga pada bidang kesehatan. Berikut adalah judul
penelitian yang pernah dikerjakannya antara lain,
1
2
3
219
220
221
222
223