Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul Hubungan Faktor Umur dengan Kejadian Asthma Bronchiale pada Pasien
Pengunjung di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Penyusunan skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep).
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi teknik penulisan maupun isi
materinya. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih pada :
1. Bapak dr. Hamzah, MM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tri Mandiri
Sakti Bengkulu.
2. Bapak dr. Soelaksono Talkuto, DTM&H selaku Ketua Jurusan Keperawatan
sekaligus Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada
penulis.
3. Bapak Drs. Buyung Keraman, M. Kes selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.
4. Bapak/Ibu dosen Jurusan Keperawatan dan Staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Tri Mandiri Sakti Bengkulu yang telah banyak memberikan kesempatan dan
pengetahuan kepada penulis.
Bengkulu,
April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asthma Bronchiale......................................................................
22
24
35
40
41
43
43
2.9. Hipotesis......................................................................................
44
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional seperti yang ditetapkan dalam
Institute of Health National Hearth Long and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama
dengan World Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk para
dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asthma bronchiale.
Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat diajukan dipakai di seluruh dunia
disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan di negara masing-masing. Dihadapkan
dengan mengikuti petunjuk ini dokter dapat menatalaksana asthma bronchiale dengan
tepat dan benar baik yang bekerja dilayanan kesehatan dengan facility minimal di
daerah perifer maupun di rumah sakit dengan facility lengkap di pusat-pusat kota.
Penatalaksanaan asthma bronchiale ini bertujuan mendapatkan asthma
bronchiale yang terkontrol, yaitu keadaan optimal menyerupai orang sehat sehingga
penderita dapat melakukan aktivitas seperti orang normal dan ingin meningkatkan
quality hidup penderita. Asthma bronchiale adalah penyakit yang menyebabkan
perubahan, berupa obstruksi saluran nafas yang terjadi pada bronkus ukuran sedang
dan bronkiolus dengan diameter 1 mm, penyempitan jalan nafas disebabkan oleh
bronkosspasme, edema mukosa, dan hipersekresi mucus yang kental (Sylvia, 1995).
Dari hasil survey awal, penulis dapatkan data kejadian Asthma bronchiale
yang berobat di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2004 sebanyak 253 kasus dan
tahun 2005 sebanyak 554 kasus, dan ditemukan juga bahwa jumlah kasus asthma
bronchiale dewasa lebih banyak. Jadi terjadi peningkatan jumlah kasus asthma
bronchiale dua kali lipat dari tahun 2005 dibandingkan tahun 2004 dan dengan kasus
lebih banyak pada usia dewasa. Asthma bronchiale masa kanak-kanak adalah suatu
masalah kesehatan masyarakat yang berbahaya lebih dari setengah semua kasus
asthma bronchiale terdapat sebelum usia 10 tahun. Kini lebih dari 30% anak-anak
mengalami penyakit mengi selama tahun pertama kehidupan dan 10%-20% akan
menderita asthma yang didiagnosis pada akhir masa kanak-kanak. (John Ress, John
Price 1997). Dari data WHO Report 2001 menunjukkan 5 penyakit paru utama adalah
merupakan penyebab dari 17,4% kematian di dunia salah satunya adalah asthma
bronchiale 0,3 %.
Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian secara lebih mendalam tentang hubungan faktor umur dengan kejadian
asthma bronchiale pada pasien pengunjung RSUD dr. M. Yunus Bengkulu selama
tahun 2004 dan tahun 2005.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan
masalahnya yaitu apakah ada hubungan faktor umur dengan kejadian asthma
bronchiale pada pasien pengunjung RSUD dr. M. Yunus Bengkulu selama tahun
2004 dan tahun 2005.
1.3.
1.3.1.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kejadian asthma bronchiale pasien pengunjung
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu menurut umur pada tahun 2004 dan tahun 2005.
1.3.2.
1.
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran kejadian asthma bronchiale pasien pengunjung
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu menurut umur pada tahun 2004 dan tahun 2005.
2.
1.4.
Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang berlebihan terhadap banyak stimulasi yang menyebabkan limitasi (kesulitan) paroksimal
aliran napas dan mengi Asthma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD),
adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas riversibel yang ditandai dengan
bronchospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan
(Suriadi, 2001).
Asthma bronchiale adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan gejala adanya penyempitan jalan nafas secara
menyeluruh yang beratnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan. (Soeparman, 1994).
Asthma bronchiale adalah keadaan klinik yang ditandai oleh massa penyempitan
bronkus reversibel, dipisahkan oleh massa dimana ventilasi mendekati normal. (Sylvia A,
1995).
Asthma bronchiale adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversibel yang terjadi
oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen (Tabrani, 1996).
2.1.2.
mm, akan tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asthma pada prinsipnya
adalah suatu kelainan pada bagian jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan
terjadinya gangguan pada bagian fungsional paru. Gangguan ini disebabkan oleh karena :
1. Peningkatan resistensi udara respirasi dimana akan mengganggu rasio ventilasi perfusi
2. Terdapatnya air tapering (perangkap udara) menyebabkan seolah-olah volume inspirasi
lebih besar dari ekspirasi
3. Terdapatnya mucus dengan viskositas yang tinggi di dalam lumen bronkus dimana dapat
menimbulkan gangguan ventilasi, dapat menyebabkan terjadinya obstruksi total
4. Selain bronkospasme dapat pula terjadi edema pada saluran pernafasan yang mana dapat
mengganggu pertukaran gas di dalam sistem pernafasan
5. Pada setiap serangan yang pertama produksi mucus selalu bertambah
6. Infeksi yang menghasilkan eksudat dapat mengganggu bagian jalan pernafasan maupun
fungsional dari jaringan
7. Pada tingkat permulaan dari suatu asthma yang berat PaCO2 dan pH darah selalu konstan
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi Asthma Bronchiale adalah :
1.
2.
3.
Respon asthma terjadi dalam tiga tahap ; pertama tahap immediate yang
ditandai dengan bronkokontriksi (1-2 jam), tahap delayed dimana bronkokontriksi dapat
berulang 4-6 jam dan terus menerus 2-5 jam lebih lama; tahap late yang ditandai dengan
peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan
4.
5.
6.
2.1.3.
Gejala Klinis
Gejala klinis asthma pada umumnya dikenali berdasarkan gejala-gejalanya, dengan
Batuk-batuk kerap kali menjadi tanda awal asthma kadang kala batuk
menimbulkan lendir yang mungkin berwarna putih atau, bila ada infeksi warnan kuning
atau hijau.
2.
3.
4.
Nafas pendek, sensasi yang tidak tuntas setiap kali bernafas, tidak
lega sebelum nafas berikutnya. merasakan gejala seperti ini tidak berarti menderita
asthma, sebenarnya nafas pendek ini lazim terjadi bila orang terasa tertekan atau penderita
akan terasa seperti tercekik mati (Roy, 1997).
2.1.4.
Etiologi
Penyebab asthma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah
reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperaktivitas bronkus). Hiperaktivitas bronkus itu
belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan sebagian system
adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase dan meningginya tonus parasimpatik. Keadaan
demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada rangsangan
sehingga terjadi spasme bronkus. Banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas
atau iritabilitas tersebut.
1. Faktor Pencetus Utama Asthma
a.
b.
c.
Parasit debu
Penyebab utama dari reaksi alergi, makhluk mikroskopik ini berasal dari tempat-tempat
berharga seperti karpet/ sprei dirumah yang panasnya terputus. Makhluk ini hidup
dengan memakan kulit mati yang jatuh dan terkelupas dari tubuh kita.
d.
e.
f.
Polusi udara
Pembuangan asap mobil, kabut campur asap dari industri, asap dari pembakaran
batubara dan asap rokok. Asap tembakau, khususnya dianggap sebagai problem utama
pengidap asthma dan orang tua dari anak yang mengidap asthma harus menjauhkan
anaknya dari tempat-tempat orang merokok.
g.
h.
Berat tubuh
Reaksi seorang pengidap asthma pada gerak tubuh yang berat bisa terjadi secara tibatiba/selambat-lambatnya lima/sepuluh menit setelahnya.
i.
Alergi makanan
Produk-produk makanan kadangkala sebagai pemicu asthma, misalnya penggunaan
bahan pengawet (MSG), bumbu yang berlebihan.
j.
Hormon-hormon
Sebagai wanita terpengaruh oleh perubahan-perubahan pada hormon.
k.
l.
Obat-obatan
Misalnya tablet-tablet anti peradangan non-steroid
m.
Jamur
Faktor Penjamu
1)
Predisposisi genetik
2)
Hiperaktivitas bronkus
3)
Alergi / atopik
4)
Ras / etnik
b.
Faktor Lingkungan
1)
Alergi binatang
b)
Alergi insekta
c)
2)
b)
3)
Perokok aktif
b)
Perokok pasif
4)
Polusi udara
a)
b)
5)
Infeksi pernafasan
a)
Infeksi parasit
b)
c)
Status keluarga
d)
e)
Obesitas
Faktor ekstrinsik dan instrinsik yang menjadi penyebab asthma bronchiale yaitu :
2.1.5.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari asthma bronchiale adanya gejala :
1.
2.
3.
2.1.6.
Komplikasi
1.
2.
3.
Bronchiolitis
4.
Pneumonia
5.
Emphysema
2.1.7.
Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Terapeutik
a.
Menyembuhkan
dan
mengendalikan
gejala asthma
1)
Asthma Persisten
Obat Pelega :
a)
bila perlu
b)
2)
Obat Pengontrol :
Inhalasi kortikosteroid 200-500 g/kromolin /nedokramil
a)
atau teofilin lepas tambal
b)
bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asthma malam. Dapat diberikan
antagonis
durasi efek lama inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat
Obat Pengontrol :
a)
b)
lepas lambat
Obat Pengontrol :
a)
b)
c)
b.
Mencegah kekambuhan
c.
d.
e.
f.
2.
a.
Penatalaksanaan Perawatan
Pengkajian
1)
Biodata
nama,
umur,
jenis
kelamin,
Riwayat kesehatan
Diagnosa Keperawatan
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
c.
Rencana Keperawatan
1)
a) Data Subyektif
- Penderita mengeluh sesak nafas, badan lemas, dada terasa tertekan.
b) Data Obyektif
- Penderita tampak sesak, dengan respirasi 30 kali permenit, saat bernafas menggunakan otot
bantu, suara napas wheezing.
- Penderita tampak lemas
- Kesadaran menurun
c) Tujuan
Pertukaran gas efektif
d) Kriteria
- Penderita tidak sesak
- Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Tanda-tanda vital normal
- Kesadaran kompos mentis
- Respirasi 12-20 x/menit
- Saturasi oksigen 95-100%.
e) Intervensi
(1) Penderita tidak menunjukkan gangguan keseimbangan yang ditandai dengan saturasi
oksigen lebih kurang 95%.
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya prises
penyakit.
(2) Dorong mengeluarkan sputum : penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : kental tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan nafas.
(3) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
Rasional : bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus / tertahannya sekret.
(4) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional : gelisah atau ansietas adalah manifestasi umum hipoksia.
(5) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman Atasi
aktivitas anak atau dorong untuk tidur/istirahat selama fase akut.
Rasional : selama distress pernafasan/berat/akut/refraktori penderita secara total tak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas
perawatan masih penting dari program pengobatan.
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan
menurunnya intake cairan.
(a) Data Subyektif
Anak mengatakan ia tidak mau makan. Kurang tertarik pada makanan, lemas.
(b) Data Obyektif
Terjadi penurunan berat badan, kehilangan masa otot, kelemahan, mual muntah, produksi
sputum, dispnea.
(c) Tujuan
Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi.
(d) Kriteria
Peningkatan berat badan, masa otot normal, kelemahan berkurang, mual muntah berkurang.
(e) Intervensi
1.
2.
3.
4.
5.
2.1.8.
1.
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh allergen yang
diketahui. Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit atopik termasuk ekzema, dermatitis dan asthma sendiri. Asthma alergik
disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen biasanya protein, dalam bentuk serbuk
sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut, atau yang lebih jarang terhadap
makanan seperti susu dan coklat.
2.
3.
Asthma Campuran
Bentuk asthma yang paling banyak menyerang pasien adalah asthma campuran, yang
mana terdiri dari komponen-komponen asthma ekstrinsik dan instrinsik.
2.1.9.
Pemeriksaan Diagostik
1.
2.
Foto Rontgent
3.
4.
5.
Pulse oximetry
6.
menunjukkan diagnosa asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator >20% tidak
berarti asthma.
2. Test provokasi bronkial untuk menunjukan adanya hiperreaktivitas bronkus
Ada beberapa cara untuk melakukan tes provokasi bronkial seperti test provokasi
histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin bahkan
inhalasi denga aqua destilata.
3. Pemeriksaan test kulit
Tujuan test kulit untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
Test ini hanya menyokong anamnese, karena alergen yang menunjukkan test kulit positif
tidak selalu merupakan penyebab asthma; sebaliknya test kulit yang negatif tidak selalu
berarti tidak ada faktor kerentanan kulit.
4. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam serum
Kegunaan pemeriksaan IgE total tidak banyak dan hanya untuk menyokong adanya
penyakit atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih berarti dan dilakukan terutama bila test kulit
tidak dapat dikerjakan atau jika hasilnya kurang dapat dipercaya.
5. Pemeriksaan radiologi
Pada umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah normal. Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau komplikasi
asthma.
6. Analisis gas darah
Pemeriksaan analisis gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan
asthma berat. Pada keadaan tersebut dapat terjadi hipoksia, hiperkapnea dan asidosis
respiratorik.
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
Pada penderita asthma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Selain
dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis yang diperlukan
penderita asthma. Jumlah eosinofil total dalam darah dapat membantu untuk membedakan
asthma dari bronkitis kronik.
8. Pemeriksaan sputum
Disamping untuk melihat adanya eosinofil, pemeriksaan sputum penting untuk menilai
adanya miselium Aspergilus Fumigatus.
mengakibatkan tidak saja perawatan menjadi lebih lama, terkadang penderita tidak tertolong
lagi. Akhir-akhir ini banyak ahli yang tidak memakai adrenalin pada pengobatan asthma akut,
dan bahkan ada yang menganggap mempunyai banyak efek samping dan bila tersedia obatobat yang lebih spesifik serta kerjanya lebih baik, maka pilihan jatuh pada yang terakhir
(Soeparman, 1993).
Status asthmatikus adalah keadaan asthma yang refrakter (tidak mempan) dengan
pengobatan obat-obatan antagonis dan teofilin. Penderita ini disebut juga dengan
epinephrine fastness yang disebabkan oleh karena reseptor beta 2 yang berperan pada
bronkodilatasi sudah refrakter. Untuk mengembalikan fungsinya diperlukan kortikosteroid.
Tindakan selanjutnya selain memberikan oksigen ialah pemasangan infus. Urutannya sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pengertian umur
Umur adalah lama waktu hidup (sejak dilahirkan sampai meninggal dunia).
(Poerwadarminta, 1984).
Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita), dan orang tua lebih
mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia tua lebih rentan, kurang kebal
terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua
kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
Menurut Lewer (1996) faktor-faktor perlindungan terhadap infeksi tiap tahap
perkembangan yang berbeda yaitu :
1. Bayi 0-1 Tahun
Bayi memiliki sistem kekebalan yang primitif dengan beberapa kekebalan pasif
yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan. Pada saat bayi kontak dengan antigen
yang berbeda ia akan memperoleh antibodinya sendiri. Imunisasi diberikan untuk
memberi kekebalan terhadap penyakit-penyakit yang dapat membahayakan bayi bila
berhubungan secara alamiah ( misal : difteri dan batuk rejan).
Orang tua dianjurkan agar bayi mereka tidak kontak dengan banyak kerumunan
orang, atau mereka yang menderita penyakit- penyakit infeksi. Dalam keluarga kontak
dengan saudara-saudara mungkin tidak dapat dihindarkan.
2. Usia bermain (todler) 1-3 tahun
Anak usia bermain telah menghasilkan antibodinya sendiri untuk melindunginya dari
beberapa infeksi. Program imunisasi harus memberikan perlindungan terhadap penyakitpenyakit parah.
3. Anak pra-sekolah dan sekolah usia 3-11 tahun
Meningkatnya kemampuan sosial pada tahun - tahun pra-sekolah dan sekolah pada
kelompok usia ini berada dalam resiko besar terkena infeksi yang di dapat. Program
imunisasi dapat dilengkapi sampai remaja pada saat imunisasi lebih lanjut. Anak-anak yang
cenderung batuk dan flu tapi biasanya teratasi tanpa pengobatan /penanganan.
4. Remaja 11-18 tahun
Imunisasi pada remaja termasuk BCG, terhadap tuberculosis (bila Mantoux negatif)
dan vaksin rubella buat anak-anak putri bila tidak diimunisasi lebih awal. Perubahan
keseimbangan hormonal merupakan faktor predisposisi jerawat dan infeksi minor pada
remaja. Juga perubahan-perubahan dalam makanan dan perubahan status imun.
Pada saat mulai hubungan seksual, remaja dapat muda terkena PHS (Penyakit
Hubungan Seksual). Topik ini adalah satu hal yang harus didiskusikan hati-hati di sekolah
dan di rumah.
2.3.2.
Aspek Imunologi
Pengaruh yang tidak menguntungkan dari proses imun menjadi dasar dari banyak
penyakit pada manusia dan dapat mengganggu setiap sistem organ yang penting. Selain itu
perubahan karakteristik pada reaktan imun yang memberikan kunci diagnostik yang penting
menyertai banyak keadaan sebagai akibat atau peristiwa yang parallel. Respon anti bodi
normal dan respon yang diperantarai sel menyangkut serangkaian langkah yang masingmasing dimodulasi oleh kelompok-kelompok sel tertentu. (Sylvia A Price, 1995)
Imunitas pelindung dan penyakit alergi bersama-sama memiliki respon jaringan
terhadap zat-zat yang dikenal sebagai asing. Mekanisme imun memberikan pertahanan yang
esensial melawan invasi organisme yang menimbulkan cedera dan timbulnya tumor ganas,
fungsi yang sudah menjamin mereka bertahan selama evolusi vertebra. Namun proses-proses
yang selama ini dapat ditimbulkan oleh agen-agen ekstrinsik yang relatif tidak
membahayakan dan kadang-kadang dapat memusatkan reaksi pada komponen-komponen
jaringan hospes. (Sylvia A Price, 1995)
Menurut Elizabeth (2001) orang dewasa dapat menderita asthma tanpa riwayat asthma
pada masa kanak-kanak. Tercetusnya asthma pada orang dewasa mungkin berkaitan dengan
semakin parahnya alergi yang sudah ada. Infeksi saluran napas yang berulang-ulang juga
dapat mencetuskan asthma pada orang dewasa. Demikian juga pajanan debu dan iritan di
lingkungan kerja.
Asthma tampaknya melibatkan suatu hipersensitivitas reaksi peradangan. Pada respon
alergi di saluran napas, antibody Ig E akibat degradasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya
berlebihan, maka dapat timbul spasme asthmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang intestinum paru.
Individu yang mengalami asthma mungkin memiliki Imuno Globulin E yang sensitive
berlebihan terhadap suatu
Sistem imun
Sistem kekebalan ialah cara pengenalan badan asing (non-self ) yang biasanya
merupakan mikroba yang masuk kedalam tubuh dan badan sendiri (self), sehingga tubuh
berusaha mengadakan proteksi terhadap badan asing tersebut, serta adanya respon skunder
yang lebih berpengalaman dalam membedakan badan asing (antigen) tersebut secara spesifik
dengan adanya rangsangan ulang dari antigen yang sama ( Sujudi, 1993).
Menurut Soeparman (1990) keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem pertahanan
yang terdiri atas imun non-spesifik (= natural = innate ) dan spesifik ( = adaptif = aquired ).
a. Sistem imun non-spesifik
Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan badan terdepan dalam menghadapi
serangan berbagai mikroorganisme, karena sistem imun spesifik memerlukan waktu sebelum
dapat memberikan responnya. Sistem tersebut disebut non-spesifik terdiri atas : pertahanan
fisis dan mekanis, pertahanan biokimia, pertahanan humoral dan pertahanan selular.
1)
kuman patogen masuk kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan
selaput lendir yang rusak oleh karena asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.
2)
Pertahanan Biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit, kelenjar kulit,
telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh.
Asam hidroklorik dalam cairan lambung, lisosim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu
dapat melindungi badan terhadap kuman.
3)
Pertahanan Humoral
a)
Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi bakteri dan parasit
dengan jalan opsonisasi, kejadian tersebut adalah fungsi sistem imun non-spesifik, tetapi
dapat pula terjadi atas pengaruh respon imun spesifik.
b)
Interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel manusia yang
mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon
mumpunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi
4)
Pertahanan Selular
Fagosit atau makrofag dan sel NK berperan dalam sistem imun non-spesifik selular.
a)
Fagosit
Sel utama yang berperan pada pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear
(monosit dan makrofag) serta sel polimorfonnuklear seperti neutrofil. Kedua golongan sel
tersebut berasal dari hemopoletik. Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman, akan
dapat mencegah timbulnya penyakit.
b)
ditemukan dalam sirkulasi. Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel
neoplasma. Dalam hal ini interferon mempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan
dan meningkatkan sitolitik sel NK.
b. Sistem Imun Spesifik
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap
asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama timbul dalam badan yang segera dikenal sistem
imun spesifik, akan mensensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel sistem tersebut akan
dikenal lebih cepat dan dihancurkannya. Sistem imun spesifik, dapat bekerja sendiri untuk
menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerja
sama yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit, respon imun yang terjadi sering disertai
dengan reaksi inflamasi. Sistem imun spesifik dibagi menjadi 2 :
1) Sistem Imun Spesifik Humoral
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B
tersebut berasal dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang benda asing, sel tersebut akan
berploriferasi dan berdeferensisai menjadi sel plasma yang dapat membentuk zat antibodi.
Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibodi adalah
mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan melakukan netralisasi toksin.
2.
Imunitas
Rusepno (1998) membedakan imunitas atau kekebalan berdasarkan awalnya imunitas
Menurut soeparman (1990) antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein
yang dibentuk sel plasma (ploriferasi sel B) akibat kontak dengan antigen. Antigen mengikat
antigen yang menimbulkan secara spesifik :
1) IgG
IgG merupakan komponen utama immunoglobulin serum, IgG ditemukan juga dalam
berbagai cairan lain antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan juga urin. IgG dapat menembus
plasenta dan masuk ke fetus dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan.
2) IgA
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam cairan, sekresi
saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu lebih tinggi
sebagai sekretor IgA (s IgA). Baik IgA dalam serum maupun dalam sekret dapat menetralisir
toksin atau virus dan atau mencegah kontak antara toksin atau virus dengan alat sasaran.
3) IgM
IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan
merupakan aglutinatur kuat terhadap butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat
mengikat komplemen dengan baik.
4) IgD
IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktifitas antibodi terhadap antigen
berbagai makanan. IgD ditemukan bersama IgM pada permukaan sel B sebagai resptor
antigen.
5) IgE
IgE dibentuk oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran nafas dan saluran cerna.
Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing, dan diduga berperan pada
imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagen.
b. Imunitas Selular
Dicapai melalui pembentukan limfosit yang sangat khusus dalam jumlah besar yang
secara peka terhadap agen asing. Limfosit yang disensitisasi ini mempunyai kemampuan
khusus menyerang agen asing dan menghancurkannya (Guyton, 1990).
b. Imunitas Aktif
Menurut Rusepno (1998) imunitas aktif dibagi menjadi dua bagian:
1) Didapat secara alami (naturally aaquired). Contohnya ialah difteria di negeri yang sedang
berkembang tanpa imunisasi yang teratur dan menyeluruh. Anak anak secara alami
sampai umur belasan tahun mendapat infeksi berbentuk
menyebabkan sebagian anak menderita sakit ringan, kemudian sembuh dengan sendirinya
dan imun.
2) Sengaja dibuat (artificially induced). Cara pemberian imunitas terdiri dari tiger macam
antigen, yaitu: a) live attemuated bacteria or virus, b) killed bacteria or virus; kedua
bahan yang disebut diatas biasanya dinamakan vaksin karena masih mengandung tubuh
kuman, c) toksoid.
jaringan tubuh sehingga pengeluaran dari depot berlangsung sedikit demi sedikit dalam
jangka waktu lama, oleh karena itu lebih efektif dan dapat menghasilkan kuantitas zat anti
yang lebih besar.
asthma, epitel masih dapat mengalami radang dan reaktivitas saluran napas dapat tetap tinggi
dan tidak normal. Ini menunjukkan bahwa kecenderungan mendasar untuk mengalami
asthma masih tetap ada dan sepertiga dari anak-anak mengalami kesembuhan dan dalam satu
tahun akan mengalami gejala-gejala lagi bertahun-tahun kemudian (Jhon Ress, dkk, 1997).
Asthma kurang mungkin mengalami kekambuhan pada pasien dengan riwayat
keluarga yang kuat untuk atopi atau riwayat pribadi adanya keadaan atopik lain, fungsi
pernafasan yang rendah, permulaan serangan setelah umur 29 tahun, dan serangan yang
sering terjadi.
Asthma pada orang dewasa tidak banyak menunjukkan variasi spontan dari pada
anak-anak. Mengi lebih sering berlanjut dan tidak jelas adanya kita dengan faktor-faktor
pencetus yang nyata selain infeksi. Kemungkinan terjadinya kekambuhan juga lebih kecil
dibanding anak-anak. Kemungkinan seseorang menderita asthma pada umur 50 tahun,
meningkat 10 kali kalau terdapat sanak keluarga tingkat 1 yang menderita.
Foto dada PA biasanya menunjukkan gambaran fibrotik, infiltrate dan kavitas pada
puncak paru-paru. Trakea mungkin tertarik ke daerah lesi dan hilus mungkin tertarik ke
atas. mungkin juga ada penebalan pleura. Beberapa penyakit lain dapat memberikan
gambaran yang menyerupai tuberkulosis pada gambaran foto dada, antara lain jamur dan
tumor paru. Sebab itu selalu harus dibuat diagnosis banding dan kalau tidak ditemukan
basil tahan asam pada sputum, dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan lain. Foto
dada lateral dapat membantu membedakan dengan tumor karena tumor sering terletak
pada segmen anterior puncak paru-paru. Kira-kira sepertiga penderita manula dengan
tuberkulosis paru memberikan gambaran radiologist yang tidak seperti biasanya dan
menunjukkan gambaran nodul pada paru-paru, pneumonia pada lobus bawah.
Tuberkulosis sebaiknya selalu masuk dalam diagnosis banding pada setiap kelainan
paru. Sputum yang dibatukkan kuat selama 3 kali pagi-pagi berturut-turut diambil untuk
pemeriksaan basil tahan asam. Hasil yang positif tergantung pada cara pengambilan
sputum dan jumlah bakteri. Pada kelainan yang luas dan jumlah bakteri. Pada kelainan
yang luas dan kavitas, biasanya jumlah bakteri banyak, hasil sangat mungkin positif. Pada
sputum yang mengandung positif. Pada sputum yang mengandung sedikit bakteri,
hapusan langsung mungkin memberikan hasil yang negatif, tapi biakan mungkin positif.
biakan perlu untuk menegakkan diagnosis dan untuk tes resistensi. Selama menunggu
hasil biakan, penderita dapat diobati. Kalau penderita tidak dapat mengeluarkan sputum,
dapat dirangsang dengan pemberian NaCl melalui nebulizer atau melalui IPPB. Kalau ada
kecurigaan terhadap keganasan, dilakukan pemeriksaan terhadap sitologi sputum 3 kali
berturut-turut. Mungkin kedua penyakit tersebut didapatkan bersamaan pada satu
penderita. Kalau ada indikasi dapat dilakukan bronkoskopi dengan brushing atau biopsi.
Mungkin perlu dilakukan biakan terhadap jamur.
4. Udara buruk
5. Emosional
a. Tersinggung
b. Marah
c. Takut
d. Tertawa
e. Menangis
Bronkitis Kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberculosis,
bronchitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum
biasanya didapatkan pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan
batuk pagi hari, lama-lama disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani.
Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.
2.6.2. Emfisema Paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema paru, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya. Penderita biasanya kurus, berbeda dengan asthma, pada emfisema tidak pernah
ada masa remisi, penderita selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan dada kembung, peranjakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun dan
suara sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.
2.6.3. Gagal Jantung Kiri Akut
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asthma kardial, dan bila timbul
pada malam hari disebut paroxymal nocturnal dyspnoe. Penderita tiba-tiba terbangun pada
malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila penderita duduk. Pada
anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung.
Disamping ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema paru.
2.6.4. Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung,
tromboflebitis. Disamping gejala sesak nafas, penderita batuk-batuk, yang dapat disertai
darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
adanya ortopnea, takikardia, gagal jantung kanan, pleural friction, galop, sianosis, dan
hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perunahan aksis jantung ke kanan.
2.6.5. Lain-lain penyakit yang jarang, seperti stenosis trakea, karsinoma bronkus,
poliarteritis nodosa.
VARIABEL DEPENDEN
Umur
KejadianAsthma Bronchiale
Variabel
umur
Defenisi
Operasional
Umur
dalam
penelitian
ini
adalah batasan
usia
penderita
asthma
bronchiale
Cara Ukur
Observasi
pendokumentasian
Alat
Ukur
Chec
k list
Hasil Ukur
Pasien yang mengalami
asthma bronchiale :yaitu :
1. bayi : 0-1 tahun
2. Anak-anak :
> 1-10 tahun
3. Remaja :
>10-20 tahun
4. Dewasa :
>20-40 tahun
5. Dewasa akhir : <40-64
6. Lansia :
65 tahun keatas
Skala
Ukur
Ordinal
Variabel Dependent
N
o
1
Variabel
Kejadian
Asthma
Bronchiale
Defenisi Operasional
Asthma
bronchiale
adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan
nafas yang ditandai
dengan bronkospasme
dan peningkatan reaksi
jalan nafas
Cara
Ukur
Observasi
pendokumentasian
Alat
Ukur
Check
list
Hasil Ukur
0 : Berat
(dirawat)
1 : Ringan (rawat
jalan)
Skala
Ukur
Nomi
-nal
2.9. Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian asthma bronchiale
pengunjung RSUD. dr. M. Yunus Bengkulu selama tahun 2004 dan tahun 2005
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian asthma bronchiale
pengunjung RSUD. dr. M. Yunus Bengkulu selama tahun 2004 dan tahun 2005