Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan
dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita
ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya
setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus
ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus
yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga
merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik.
Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya
agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
Kongres Kedokteran Perinatologi Eropa Ke-2, 1970, mendefinisikan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan
lahir 2500 gr dan mengalami masa gestasi yang diperpendek maupun
pertumbuhan intra uterus kurang dari yang diharapkan.
Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko tinggi
untuk kesakitan dan kematian karena BBLR mempunyai masalah terjadi
gangguan pertumbuhan dan pematangan
menimbulkan kematian.
Angka kejadian (insidens) BBLR di negara berkembang seperti di Inggris
dikatakan sekitar 7 % dari seluruh kelahiran. Terdapat variasi yang bermakna
dalam insidens diseluruh negeri dan pada distrik yang berbeda, angka lebih tinggi
di kota industri besar (Rosa M. Sacharin, 1996). Sedangkan di Indonesia masih
22 % - 26,4 %.
membutuhkan
cairan-cairan
dan
pengobatan
/serta
pemeriksaan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Berat badan bayi baru lahir tergantung dari faktor nutrisi, genetik dan
faktor intrauterine selama kehamilan. Pengelompokan berat badan bayi baru lahir
membantu dalam mengidentifikasi resiko terhadap neonatus karena berat badan
yang kecil kemungkinan memiliki masa gestasi yang kecil. Bayi matur memiliki
berat badan kira kira 3,4 kg pada perempuan dan 3,5 kg pada laki laki. Batas
berat badan terendah bagi bayi matur adalah 2,5 kg.
2.1.1. Bagian Tengkorak (Neuro Cranium)
Tengkorak merupakan bagian terpenting dalam persalianan, yang
terdiri dari:
1. Tulang dahi (os. Frontale) 2 buah
2. Tulang ubun-ubun (os. Parietale) 2 buah
3. Tulang pelipis (os. Temporal) 2 buah
4. Tulang belakang kepala (os. Occipital)
2.1.2. Bagian Muka (Splachno Cranium
Susunan tulang muka dan dasar kepala sangat rapat sehingga tidak
dapat
melakukan atau terjadi moulage. Kedudukan tulang muka ditentukan
dengan
meraba hidung, dagu, mulut, dan rongga mata
1. Tulang hidung (os. Nassal)
2. Tulang pipi (os. Zigomatikum)
3. Tulang rahang atas (os. Maxillare)
4. Tulang rahang bawah (os. Mandibulare)
2.1.3. Hubungan Antara Tulang Tengkorak
Hubungan tulang tengkorak janin belum rapat sehingga kemungkinan
mendekat
Saat persalinan tanpa membahayakan jaringan otak, disebut moulage.
Celah-celah diantara tulang tengkorak yang ditutup dengan jaringan ikat
disebut sutura.
1. Sutura sagitalis (selah panah) antara tulang parietal.
2. Sutura koronaria (sela mahkota) antara tulang frontalis dan
tulangparietalis.
3. Sutura lamboidea antara tulang occipitalis dan tulang parietalis.
4. Sutura frontalis : antara ke-2 frontalis.
Disamping itu terdapat pertemuan antara sutura-sutura yang
membentuk ubun-ubun (fontanella).
a. Ubun-ubun besar (fontanella mayor)
Bentuk
segi
empat
laying
merupakan
pertemuan
6. Ukuran Melintang
Diameter biparietalis, antara kedua parietalis dengan ukuran
9,5 cm.
Diameter bitemporalis, antara kedua tulang temporalis dengan
ukuran 8,5 cm
Dalam struktur anatomi tubuh, tulang memegang peranan
untuk menegakkan bentuk tubuh serta untuk melindungi bagianbagian tubuh yang rawan. Berikut adalah fakta-fakta seputar tulang.
Bayi ketika lahir memiliki tulang sekitar 300 buah sementara
orang dewasa sebanyak 206 tulang. Ketika bayi tumbuh menjadi
dewasa beberapa tulang akan menyambung menjadi satu. Dan
beberapa tulang yang lunak dan fleksible secara perlahan akan
digantikan oleh tulang yang kuat ketika bayi tumbuh besar.
Tulang biasanya akan berhenti tumbuh saat manusia
memasuki usia 20 tahun. Dan seiring pertumbuhan usia tulang
paru
dipersiapkan
untuk
pertukaran
oksigen
dan
oksigen yang di ekspirasi oleh bayi dan anak anak lebih besar
daripada yang di ekspirasikan oleh orang dewasa.pada usia 12 tahun
anak mempunyai 9x jumlah alveoli dibandingkan ketika lahir
2.1.6. System kardiovaskuler
Pada tahap awal perkembangannya, jantung merupakan tuba
lurus. Antara minggu ke 2 dan ke 10 kehamilan jantung mengalami
serangkaian perubahan menjadi organ yang mempunyai 4 ruangan.
Jantung mulai berdenyut pada minggu ke 3 kehamilan. Selama
kehidupan janin, jantung mendistribusikan oksigen dan nutrient yang
disuplai melalui plasenta. Paru paru janin di pintas oleh pirau yang ada
selama kehidupan janin. Pada saat lahir pirau ini mulai menutup karena
tahanan pembuluh darah pulmonal turun. Tahanan pembuluh darah kira
kira sama dengan orang dewasa pada umur 6 minggu. Tahanan
pembuluh darah pulmonal relatif lebih tinggi pada bulan pertama
kehidupan bayi, dan kelainan jantung seperti defek sputum ventrikel
( VSD ) mungkin tidak dapat di deteksi.
Jantung adalah besar dalam hubungan nya dengan ukuran tubuh
pada bayi. Jantung terletak agak horizontal dan menempati sebagian
besar cavum thoraks. Perkembangan paru paru menyebabkan jantung
terdesak ke posisi yang lebih rendah dan pada umur 7 tahun jantung
dianggap seperti posisi jantung orang dewasa yang lebih oblik dan lebih
rendah. Ukuran jantung meningkat pada remaja karena pertumbuhan
yang cepat. Pada saat lahir dinding ventrikel mempunyai ketebalan yang
sama, tetapi dengan kebutuhan sirkulasi ventrikel kiri akan lebih tebal.
Dinding ventrikel yang tipis menghasilkan tekanan sistolik yang rendah
pada bayi baru lahir. Tekanan sistolik meningkat setelah lahir hingga
sampai mendekati tekanan sistolik orang dewasa pada saat pubertas.
Pembuluh darah memanjang dan menebal dalam berespons terhadap
tekanan yang meningkat.
2.1.7. System integumen
terhadap
penyimpangan
organ
lain
dalam
tubuh.
Sistem Penglihatan
2.2.2. Etiologi
Menurut Bobak (2005), beberapa faktornya adalah sebagai berikut :
A. Faktor Maternal
Toksenia, hipertensi, malnutrisi atau penyakit kronik, misalnya
diabetes mellitus kelahiran prematur ini berkaitan dengan adanya
kondisi dimana uterus tidak mampu untuk menahan fetus, misalnya
pada pemisahan prematur, pelepasan plasenta dan infark dari plasenta.
B. Faktor Fetal
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi antosomal), fetus
multi ganda, cidera radiasi.
Faktor yang berhubungan dengan kelahiran prematur :
1. Kehamilan
a) Malformasi Uterus
b) Kehamilan ganda
c) TI. Servik Inkompeten
d) KPD
e) Pre eklamsia
f) Riwayat kelahiran prematur
g) Kelainan Rh
2. Penyakit
a) Diabetes Maternal
b) Hipertensi Kronik
c) UTI
d) Penyakit akut lain
3. Sosial Ekonomi
a) Tidak melakukan perawatan prenatal
2.2.3.
Patofisiologi
Neonatus dengan imaturitas pertumbuhan dan perkembangan tidak
metabolisme
asidosis
dan
hipoglikemia.
Peningkatan
2.2.4.
4.
2.2.7.
1.
2.
3.
4.
pernafasan
diafragmatik
hipotermia
berhubungan
dengan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Ras.
Infertilitas.
Riwayat kehamilan tak baik.
Rahim abnormal.
Jarak kelahiran terlalu dekat.
BBLR pada anak sebelumnya.
Malnutrisi sebelum hamil (pertambahan berat badan kurang selama
hamil).
10. Penyakit akut dankronik.
11. Kebiasaan tidak baik (pengobatan selama hamil, merokok,
alkohol, radiasi).
12. Keadaan penyebab insufisiensi plasenta (penyakit jantung, ginjal,
paru, hipertensi, DM, preeklamsi).
13. Keadaan sosial ekonomi (status gizi dan pengawasan ANC yang
kurang baik).
B. Faktor Placenta
1. Penyakit vaskuler.
2. Kehamilan ganda.
3. Malformasi.
4. Tumor.
C. Faktor Janin
1. Kelainan kromosom.
2. Malformasi.
3. Infeksi bawaan yang didapat dalam kandungan (misal : TORCH).
4. Kehamilan ganda.
2.4.4. Patofisiologi
Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih
menjadi masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya
kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan
bayi BBLR. Kurang gizi yang kronis pada masa anak anak dengan atau
tanpa sakit yang berulang akan menyebabkan bentuk tubuh yang
Stunting atau Kuntet pada masa dewasa, kondisi ini sering melahirkan
bayi BBLR.
Faktor factor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat,
komplikasi kehamilan, kurang gizi, keadaan stress pada hamil dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa
ibunya, atau mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan transpor zat zat
gizi ke janin sehingga menyebabkan bayi BBLR.
yang rapuh.
2.4.5.
Pathway
abduksi
Sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan flexi atau
Pemeriksaan Penunjang
2.4.9.
aspirasi mekonium.
Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinis diatas dan berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan
pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan,
pemberian makanan bayi, dan menghindari infeksi.
1. Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila
berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan
berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan
lemak coklat (brown fat).
Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang
cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat komsumsi
oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila
bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat
badan kurang dari 2000 gr adalah 35C dan untuk bayi dengan BB
2000 gr 2500 gr adalah 34C, agar ia dapat mempertahankan suhu
tubuh sekitar 37C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50 60
persen. Kelembapan yang lebih tinggi di perlukan pada bayi dengan
sindroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1C
per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan secara
berangsur angsur ia dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi
dengan suhu lingkungan 27C 29C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol botol hangat di sekitarnya
atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi
atau dengan menggunakan metode kangguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekiter 36C
37C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang
diselimuti pada bayi di dalam inkubator. Alat ini berguna untuk
2. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam
tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat
infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial.
Kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulin
serum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas baktersidal neotrofil,
efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum
berpengalaman.
Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi
diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap
perubahan (kelainan) tingkah laku bayi sering merupakan tanda infeksi
umum. Perubahan tersebut antara lain : malas menetek, gelisah, letargi,
suhu tubuh meningkat, frekwensi pernafasan meningkat, muntah,
diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap
bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh
kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan
masker dan abjun khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali
pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan antiseptik
alat alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio
perawat pasien yang idea, mengatur kunjungan, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan
pemberian antibiotik yang tepat.
3. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu, cara
pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi
BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi
mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi
jika bayi tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak
mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula
yang komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula khusus bayi
BBLR.
Diagnose Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas.
Hipertemia.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Intervensi
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah
Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
NOC:
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status
Airway patency
Vital sign Status
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama ..pasien
menunjukkan keefektifan
pola nafas, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dg
mudah, tidakada pursed
lips)
Menunjukkan
jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan
dalam
rentang normal, tidak
ada
suara
nafas
abnormal)
Tanda
Tanda
vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
NIC:
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Berikan bronkodilator :
-..
.
Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Observasi
adanya
tanda
tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga
tentang
tehnik
relaksasi
untuk
memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah
Kolaborasi
Hipertermia
Berhubungan
dengan :
- penyakit/
trauma
- peningkatan
metabolisme
- aktivitas
yang
berlebih
- dehidrasi
DO/DS:
kenaikan suhu
tubuh diatas
rentang normal
serangan atau
konvulsi
(kejang)
kulit
kemerahan
pertambahan
RR
takikardi
Kulit teraba
panas/ hangat
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah
Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC:
Thermoregulasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama..pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas
normal dengan kreiteria
hasil:
Suhu 36 37C
Nadi dan RR dalam
rentang normal
Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing, merasa
nyaman
Intervensi
NIC :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola
Antibiotik:
..
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Berhubungan
dengan :
Ketidakmampuan
untuk memasukkan
atau mencerna
nutrisi oleh karena
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
DS:
-Nyeri abdomen
-Muntah
-Kejang perut
-Rasa penuh tibatiba setelah
makan
DO:
-Diare
-Rontok rambut
yang berlebih
-Kurang nafsu
makan
-Bising usus
berlebih
-Konjungtiva pucat
-Denyut nadi lemah
NOC:
aNutritional status:
Adequacy of nutrient
b Nutritional Status :
food and Fluid Intake
cWeight Control
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama.nutrisi kurang
teratasi dengan indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding
capacity
Jumlah limfosit
2.5.4.
Implementasi
Implementasi adalah proses mewujudkan dan menerapkan strategi
dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera
setelah bayi lahir dan akan bertambah berat. Bayi yang sangat prematur
mungkin tidak mampu untuk memulai proses pernafasan karena tanpa
surfaktan paru paru menjadi sangat kaku. Bayi yang lebih besar bisa
memulai proses pernafasan, tetapi karena paru paru cenderung
mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma gawat pernafasan. Kelainan
ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur (50 70%).
2.6.3. Klasifikasi
1. Gangguan nafas berat
Dikatakan gangguan nafas berat adalah frekuensi nafas lebih
dari 60x permenit dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada
atau merintih saat ekspirasi.
2. Gangguan nafas sedang
Dikatakan gangguan nafas sedang apabila frekuensi nafas 60x
90x permenit dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi
tetapi tanpa sianosis sentral.
3. Gangguan nafas ringan
Dikatakan gangguan nafas ringan adalah frekuensi nafas 60x
90x permenit tanpa tarikan dinding dada tanpa merintih saat ekspirasi
2.6.4.
defisiensi pembentukan zat surfaktan pada paru bayi yang belum matang.
Surfaktan adalah zat yang berperan dalam pengembangan paru dan
merupakan suatu kompleks yang terdiri dari dipalmitil fosfatidilkolin
(lesitin), fosfatidil gliserol, apoprotein, kolesterol. Senyawa utama zat
tersebut adalah lesitin yang mulai dibentuk pada umur kehamilan 22 24
minggu dan berjumlah cukup untuk berfungsi normal setelah minggu ke
35. Agen aktif ini dilepaskan ke dalam alveolus untuk mengurangi
tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus
dengan jalan mencegah kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi.
Namun karena adanya imaturitas, jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan
mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pasca lahir. Alveolus akan
kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi
CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun
dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi
surfaktan.yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat
sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal,
dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti
hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan dalam bentuk
lingkaran setan, sebagai berikut :
Atelektasis hipoksemia asidosis transudasi penurunan aliran
darah paru hambatan pembentukan zat surfaktan atelekstasis. Hal
ini berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
Selain imaturitas pada paru, bayi prematur juga mengalami imatur
pada sistem pencernaannya, dimana sistem pencernaan bayi prematur
belum berfungsi secara optimal sepenuhnya. Hal tersebut mengakibatkan
motalitas usus menurun sehingga terjadi pe kemampuan pencernaan dan
absorbsi makanan berkurang.
2.6.5.
Pathway
2.6.6.
Manifestasi Klinis
Bayi penderita penyakit membran hialin biasanya bayi kurang
bulan yang lahir dengan berat badan antara 1200 2000 gram dengan
masa gestasi antara 30 36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan
berat badan lebih 2500 gram dan masa gestasi lebih 38 minggu.
Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama
setelah lahir terutama pada umur 6 8 jam. Gejala karakteristik mulai
timbul pada usia 24 72 jam dan setelah itu keadaan bayi mungkin
memburuk atau mengalami perbaikan. Bila keadaan membaik, gejala
akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh
atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan
memperlihatkan gambaran klinis seperti :
1. Dispnea.
2. Merintih saat ekspirasi (grunting).
3. Takipnea (frekwensi pernafasan > 60 / menit).
4. Pernafasan cuping hidung.
5. Retraksi dinding thoraks (suprasternal, epigastrium atau interkostal)
pada saat inspirasi.
6. Sianosis.
Gejala gejala ini timbul dalam 24 jam pertama sesudah bayi
lahir dengan gradasi yang berbeda beda. Namun yang ada ialah dispnea,
sehingga dapat kita katakan bahwa kita menghadapi sindrom gawat nafas
bila kita menemukan adanya dispnea. Dispnea adalah kesulitan ventilasi
paru. Pada ventilasi paru yang normal tidak dibutuhkan frekuensi
ventilasi ekstra atau bantuan otot pernafasan tambahan. Sehingga kalau
telah ada dispnea maka akan terjadi takipnea., pernafasan cuping hidung,
retraksi dinding thoraks dan sianosis. Jadi praktisnya bila kita melihat
adanya dispnea pada neonatus pada dasarnya kita berhadapan dengan
sindrom gangguan nafas pada neonatus.
Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gajala lain misalnya
brakikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di dorsal
tangan atau kaki, hipotermia, tonus otot menurun dan terdapatnya gejala
sentral. Semua gejala tambahan ini sering ditemukan pada penyakit
membran hialin yang berat atau yang sudah mengalami komplikasi.
Gejala gejala dan tanda tanda penyakit ini dapat mencapai
puncaknya dalam waktu 3 hari, kemudian akan mulai terjadi perbaikan
yang berangsur angsur. Kematian jarang terjadi setelah 3 hari, kecuali
pada bayi yang perjalanan penyakitnya fatal.
2.6.7. Komplikasi
A. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1. kebocoran alveoli : apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
(pneumothorak,
pneumomediastinum,
pneumopericardium,
periventrikular :
dari
cairan
amnion
dengan
melakukan
amniosentesis
Keluarkan alat alat dalm rongga mulut, leher dan rongga dada
dalam satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakhea boleh diikat.
Apungkan seluruh alat alat tersebut pada bak yang berisi air. Bila
terapung, lepaskan organ paru paru, baik yang kiri maupun yang
kanan. Apungkan kedua organ paru paru tadi, bila terapung lanjutkan
dengan pemisahan masing masing lobus, kanan terdapat 5 lobus, kiri
2 lobus. Apungkan semua lobus tersebut, catat mana yang tenggelam,
mana yang terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu
tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang
terpisah dan perifer. Apungkan ke 25 potongan kecil kecil tersebut.
Bila terapung, letakan potongan tersebut pada 2 karton, dan lakukan
penginjakan dengan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke
dalam air. Bila terapung berarti tes apung positif, paru paru
mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup. Bila hanya
sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi
2.6.9.
dektrosa 5%.
2. Jika bayi mengalami apneu.
a)
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
b)
Lakukan penilaian lanjut.
100x).
Nafas grunting.
Nasal flaring.
Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal.
Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkum oral) berhubungan
7. Sentakan dagu.
8. Awalnya suara napas normal kemudian pernapasan dalam.
2.7.2. Diagnosa Keperawatan
A. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan defisiensi surfaktan.
B. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke
jaringan menurun.
C. Gangguan pemenuhan
2.7.3.
NO
1.
nutrisi
kurang
adri
kebutuhan
tubuh
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
INTERVENSI
KRITERIA HASIL
Tujuan :
1. 1. Posisikan
untuk
1.
Pola napas tidak
Setelah
dilakukan
pertukaran
udara
yang
efektif berhubung
asuhan keperawatan
optimal:
an dengan
diharapkan bayi mampu: -Tempatkan
pada
defisiensi
1. menunjukan pola napas posisitelungkup
bila
surfaktan
yang adekuat.
mungkin
2. Menunjukan frekuensi - Tempatkan pada posisi
dan pola napas dalm
terlentang pada posisi
2.
batas yang sesuai usia
mengendus dengan leher
dan BB dengan kriteria
sedikit
ekstensi
dan
hasil:
hidung
menghadap
3.
- BBL frek napas 30keatas.
60x/menit
2. 2. Hindari heperektensi
4.
-Frek napas saat tidur
leher
35x/menit
3. 3.
Observasi adanya
penyimpangan dari fungsi
pernapasan
misal
mengorok,
sianosis,
pernapasan
cuping
5.
hidung,apnea.
4. 4.Lakukan penghisapan 6.
5.
Penghisapan
endotracheal
sebelum
7.
pemberian surfaktan
8.
9.
5.Petahankan suhu
lingkungan yang netral
RASIONAL
1.Karena posisi ini
menghasilkan
perbaikan oksigenasi,
mengatur pola tidur
atau istirahat dan
mencegah adanya
penyempitan jalan
napas.
2.Karena akan
mengurangi diameter
trachea
3.Untuk mengenali
tanda-tanda disetress
4. Untuk
menghilangkan mukus
yang terakumulasi dari
nasofaraing trachea
dan selang
endotracheal
5.Untuk memastikan
jalan napas bersih
6.Untuk menghemat
penggunaan O2
KOLABORASI
1.Untuk menurunkan
tegangan permukaan
alveolar
10.
2. Untuk
K KOLABORASI
1.Beri surfaktan sesuai meningkatkan absorbsi
kedalam alveolar
petunjuk pabrik.
2.Hindari penghisapan
11.
sedikitnya 1 jam setelah
pemberian surfaktan
12.
3.Lakukan regimen yang
diresepkan untuk terapi
suplemental
4.Pantau pertukaran gas
2.
Gangguan perfusi
jaringan b/d
suplai oksigen ke
jaringan menurun
3.Untuk
mempertahankan
konsentrasi O2
4.Untuk memantau
respon bayi terhadap
terapi
Setelah dilakukan
1.1.Auskultasi frek dan
1. 1.Takikardia sebagai
asuhan keperawatan
irama dan irama jantung , akibat hipoksemia
diharapkan bayi dapat
catat terjadinya irama dan kompensasi upaya
menunujukan:
jantung ekstra.
peningkatan aliran
Tingkat perfusi yang
2.Observasi perubahan darah dan perfusi
sesuai misal status
status mental.
jaringan.Gangguan
mental normal, irama
3.Observasi warna dan irama berhubungan
jantung dan frekkuensi
suhu kulit atau membran dengan hipoksemia.
nadi normal, tidak
mukosa.
2.2.Gelisah dan
terjadi sianosis, kulit
4.Ukur haluaran urin dan perubahan sensori atau
hangat dan kering,
catat BJ urin
motorik dapat
mukosa normal,
menunjukan gangguan
haluaran urin normal. K KOLABORASI
aliran darah, dan
1.1.Berikan cairan IV atau
hipoksia.
oral sesuai indikasi
3.3.Kulit pucat atau
2. Pantau pemerikasaan
sianosis, kuku
diagnostik misal EKG,
membran bibir atau
elektrolit, dan GDA.
lidah menunjukan
vasokontriksi atau
syok.
4.4.Penurunan curah
jantung menimbulkan
penurunan perfusi
ginjal yang
dimanifestasikan oleh
penurunan haluaran
urin dengan BJ
normal/ meningkat.
KOLABORASI
1. 1.Untuk menurunkan
hiperviskositas darah
atau perfusi jaringan.
2. 2. Mengevaluasi
perubahan fungsi
organ dan mengawasi
efek terapi.
3.
Gangguan
pemenuhan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
berhubungan
dengan imaturitas
sistem
pencernaan
2.7.4.
Setelah dilakukan
1. 1.Pemberian
minuman1.1.Menghindari
asuhan keperawatan
dimulai pd waktu abyi terjadinya hipoglikemi
diharapkan bayi
berumur 3 jam dengan dan hiperbilirubinme.
mendapat nutrisi
jumlah cairan pertama 2. Untuk mengetahui
yang adekuat dan
kali 1-5 ml/jam dan ada tidaknya atresia
menunujukan
jumlahnya
dapat esophagus dan
pertambahan BB yang
ditambah
sedikit-demi mencegah muntah.
tepat dengan kriteria
sedikit setiap 12 jam.
3. Untuk menghindari
hasil:
2.Sebelum pemberian bayi tersedak.
Bayi menunjukan
minuman pertama harus 4.Untuk menjaga
penambahah BB yang
dilakukan
penghisapan
nutrisi yang ade kuat.
mantap (20-30 gram)
cairan lambung.
5.Agar bayi tidak
per hari
3.Pemberian minuman
mengalami diare dan
Otot kuat
sebaiknya sedikit demi
susu bisa lebih
Lingkar lengan > 9,5
sedikit tapi frekuensinya
dicerna.
cm
lebih sering .
6.Untuk menjaga
Lingkar dada > 33 cm
4.Banyaknya cairan yang
nutrisi dan cairan bayi
diberikan
60
yang ade kuat.
ml/kg/BB/hari
sampai
7. Agar susu lebih
akhir minggu kedua.
mudah dicerna.
5.Bila bayi belum dapat
ASI, ASI dipompa dan
dimasukan kedalam botol
steril.
6.Bila ASI tidak ada maka
diganti
dengan
susu
buatan yang mengandung
lemak dan mudah dicerna
yang mengandung 0
kalori / 30ml air atau 110
kkal/kg/BB/hari.
7.Gunakan makanan
nasogastrik bila bayi
mudah lelah, mengalami
penyakit hisapan, reflek
muntah dan menelan yang
lemah.
Implementasi
b) Pada
Rigid
serviks
atau
kekauan
serviks
juga
dapat
masuk
kejanin
melalu
plasenta
sehingga
dapat
pada
uterus
akan
solusio plasenta.
Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya
aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher,
kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa hal yaitu :
a) Penggunaan obat anestesi yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b) Trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra
cranial.
c) Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,
atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru (FKUI,
2.8.4.
2001).
Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
2.8.5.
Pathway
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
darah
mesentrium
dan
ginjal
yang
menyebabkan
diagnostik
yang
dilakukan
untuk
janin.
Darah
ini
diperiksa
pHnya.
Adanya
asidosis
tubuh bayi.
B. Lakukan tindakan ABCD (Airway atau membersihkan jalan nafas,
Breathing atau mengusahakan timbulnya pernafasan atau ventilasi,
Circulation atau memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug atau memberikan
obat)
1. Memastikan saluran nafas terbuka.
a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
b) Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
c) Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan.
dan
ketidaksesuaian
golongan
darah
dan
anak
pada
yang
disebabkan
oleh
beberapa
Menurut Ika (2008) sel sel darah merah yang telah tua dan
rusak akan dipecah atau dihidrolisis menjadi bilirubin (pigmen warna
kuning), yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang melalui feses.
Di dalam usus juga terdapat banyak bakteri yang mampu mengubah
bilirubin sehingga mudah dikeluarkan bersama feses. Hal ini terjadi
secara normal pada orang dewasa. Pada bayi baru lahir, jumlah bakteri
pemetabolisme bilirubin ini masih belum mencukupi sehingga
ditemukan bilirubin yang masih beredar dalam tubuh tidak dibuang
bersama feses. Begitu pula dalam usus bayi terdapat enzim glukoronil
transferase yang mampu mengubah bilirubin dan menyerap kembali
bilirubin ke dalam darah sehingga makin memperparah akumulasi
bilirubin dalam badannya. Akibatnya pigmen tersebut akan disimpan di
bawah kulit, sehingga jadilah kulit bayi kuning. Biasanya dimulai dari
wajah, dada, tungkai dan kaki menjadi kuning.
2.10.3.Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,
asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan
saluran empedu (Sartika, 2008).
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin
indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam
lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan
pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia (Sartika,
2008).
Sel darah merah yang tua, rusak dan abnormal dibuang dari
peredaran darah, terutama di dalam limpa. Selama proses pembuangan
berlangsung, hemoglobin (protein pengangkut oksigen di dalam sel
darah merah) dipecah menjadi pigmen kuning yang disebut bilirubin.
Bilirubin dibawa ke hati, dimana secara kimiawi diubah dan kemudian
dibuang ke usus sebagai bagian dari empedu. Pada sebagian besar bayi
baru lahir, kadar bilirubin darah secara normal meningkat sementara
dalam beberapa hari pertama setelah lahir, menyebabkan kulit berwarna
kuning (jaundice) (Sartika, 2008).
Pada orang dewasa, bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di dalam usus akan memecahkan bilirubin. Pada bayi baru
lahir, bakteri ini sangat sedikit sehingga banyak bilirubin yang dibuang
melalui tinja yang menyebabkan tinjanya berwarna kuning terang.
Tetapi bayi baru lahir juga memiliki suatu enzim di dalam ususnya yang
dapat merubah sebagian bilirubin dan menyerapnya kembali ke dalam
darah, sehingga terjadi jaundice (sakit kuning). Karena kadar bilirubin
darah semakin meningkat, maka jaundice menjadi sdmakin jelas. Mulamula wajah bayi tampak kuning, lalu dada, tungkai dan kakinya juga
menjadi kuning. Biasanya hiperbilirubinemia dan sakit kuning akan
menghilang setelah minggu pertama (Sartika, 2008).
Kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa disebabkan oleh
pembentukan yang berlebihan atau gangguan pembuangan bilirubin.
Kadang pada bayi cukup umur yang diberi susu ASI, kadar bilirubin
2.10.4.Pathway
2.10.5.Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi
(2003)
dalam Anonim
(2008)
gejala
Rasa mengantuk.
Tidak kuat menghisap.
Muntah.
Opistotonus (posisi tubuh melengkung, leher mendekati punggung).
Mata berputar putar ke atas.
Kejang
Bisa diikuti dengan kematian. Efek jangka panjang dari kern
ikterus
adalah
keterbelakangan
mental,
kelumpuhan
serebral
(pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy), tuli dan mata tidak
dapat digerakkan ke atas.
2.10.6.Penatalaksanaan Medis dan Perawatan
A. Perawatan (Sutrisno, 2009).
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang meningkatkan ikterus pada masa kematian
dan kelahiran, misal : sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 2 hari sebelum partus.
5. Pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
B. Pencegahan infeksi.
1. Melakukan dekompensasi dengan foto terapi.
2. Tranfusi tukar darah.
3. Breast feeding. Pemberian breast feeding secara dini segera
setelah dijumpai ikterik pada mukosa, kulit dan konjungtiva pada
neonatus, hal ini dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik
pada neonatus. Hal ini mungkin sekali disebabkan karena dengan
pemberian ASI yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus,
dan meconium lebih cepat dikeluarkan, sehingga peredaran
Enterohepatikbilirubin berkurang.
Menurut Hidayat (2008) perawatan untuk anak yang
mendapatkan tranfusi tukar antara lain :
transfuse
pengganti
untuk
menurunkan
bilirubin.
2. Transfusi Pengganti.
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya
factor faktor :
a) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b) Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c) Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d) Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama.
e) Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam
pertama.
f) Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl.
g) Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunkan untuk :
a) Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal.
b) Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi
(kepekaan).
c) Menghilangkan serum ilirubin.
d) Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dangan bilirubin.
e) Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan
O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah
yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap
4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.
3. Therapi Obat.
a) Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan
enzim
yang
meningkatkan
konjugasi
bilirubin
dan
dapat
mdngurangi
bilirubin
dengan
dilakukan
pada
anak
dengan
2.11.2.Diagnosa Keperawatan
Menurut Hidayat (2005) dan Wong (2004) diagnosa keperawatan
yang dapat dirumuskan pada anak yang menderita hiperbilirubin antara
lain :
1. Hiperbilirubin.
a) Resiko terjadi injury berhubungan dengan kern ikterus sekunder
terhadap immaturity hati.
b) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
peningkatan kadar bilirubin indirek dalam kulit, mukosa dan
konjungtiva yang meningkat.
c) Risiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua yang
berhubungan dengan adanya kehadiran anak dengan terjadi
BAB 3
LAPORAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN BAYI BARU LAHIR (BBL)
Tanggal Masuk
Jam Masuk
Ruang / Kelas
No. Register
: 000-13234-82
Tanggal Pengkajian
: 14 11 -2013
Jam Pengkajian
Diagnosa Medis
Neonatus Hiperbilirubin +
sepsis + NEC
3.1. PENGKAJIAN
DATA SUBJEKTIF
1. IDENTITAS
Nama Bayi
: By. Ny. I
Umur
: 5 hari
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Anak Ke
: 1 (pertama)
Alamat
Cintamang RT 08 RW 06
Dayeuh Kolot Cangkuang
Kulon
Nama Ibu
: Ny.I
Nama Suami :
Umur
Umur
Suku/bangsa
Suku/bangsa
Agama
: Islam
Agama
Pendidikan
Pendidikan
Pekerjaan
Pekerjaan
Alamat
: Cintamang RT 08 RW 06
Dayeuh Kolot Cangkuang
Kulon
Alamat
Status Perkawinan
: Kawin
I.
2. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama
badan By. Ny. I berwarna kuning seluruh tubuh
II.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat pengkajian klein berada didalam inkubator, klien terpasang OGT, berat badan
saat ini 2150 gr, badan kuning, sklera ikterik, HR 150 x/m , RR 58 x/m, Suhu 37 C , SpO2
98%, konjungtiva tidak anemis, UUB belum menutup, PCH (-), retraksi intercosta (-),
Bentuk dada simetris, abdomen datar lembut, BU (-), akral hangat, CRT < 3 dtk, BAB
lembek, BAK normal pekat, menangis lemah, kulit tipis, reflek rooting lemah, sucking
lemah, kurang aktif, golongan darah A.
III.
IV.
Ibu klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit saama seperti klien.
V.
Riwayat Antenatal
Ibu mengatakan hamil anak ke 1 (pertama)
Usia kehamilan
: 34 minggu
ANC sejak umur kehamilan
: di
ANC : TM I : Frekuensi
: .................kali
Keluhan
: ...................................
Terapi
: ...................................
TM II : Frekuensi
: .................kali
Keluhan
: ...................................
Terapi
: ...................................
TM III : Frekuensi
: .................kali
Keluhan
: ...................................
Terapi
: ...................................
Imunisasi:
TT1 : Sudah Belum
TT2 : Sudah Belum
Kenaikan BB selama hamil
: ..............Kg
Komplikasi selama hamil
: ..................
Kebiasaan waktu hamil (makan, obat obatan/jamu, merokok)
.................................................................................................................
................................
.................................................................................................................
VI.
................................
Riwayat Intranatal
Lahir tanggal / jam
Jenis persalinan
: 9-11-2013
: spontan
..................................................................(atas
indikasi)
Penolong
: bidan
Lama persalinan : Kala I
: ...............................................................................................
Kala II
: ...............................................................................................
Komplikasi persalinan
: ...............................................................................................
VII.
: 2400 gram
: 43 cm
: 1 menit / 5 menit / 10 menit : ...... / ......
/ .......
No
1
2
3
4
5
Kriteria
Denyut Jantung
Usaha Nafas
Tonus Otot
Reflek
Warna Kulit
TOTAL
1 menit
5 menit
10 menit
VIII. Genogram
IX.
B.
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
: lemah
Nadi
: 150 x/menit
: composmentis
Suhu
: 37 C
: mmHg
Pemeriksaan Antropometri
PB
: 43 cm
BB
: 2150 gram
Lingkar lengan
: cm
LIKA
o FO
: cm
o MO
: cm
o SOB
: cm
Lingkar dada
: cm
RR
: 58 x/menit
2. Pemeriksaan Khusus
Inspeksi
Kepala
: .
Rambut
: .
Wajah
: .
Mata
: .
Hidung
: .
Mulut
: .
Leher
: .
Dada
Abdomen
Ekstremitas
: .
Atas
: .
Bawah
: .
Anogenital
UUK
: .
UUB
: Belum menutup
Turgor
Moro
: (
Rooting
: ( ya ) ada
) tidak
Sucking
: ( ya ) ada
) tidak
Swallowing
: (
) ada
) tidak
Walking
: (
) ada
) tidak
Palpasi
Reflek
) ada
) tidak
Graphs
: (
) ada
) tidak
Babinski
: (
) ada
) tidak
Tonicneck
: (
) ada
) tidak
Eliminasi
3.
Miksi
: Normal pekat
Defekasi
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
...
b. USG
...
c. Rontgen
...
d. Terapi yang didapat :
.....
4. Data Tambahan
..
..
..
..
..
..,
...
Mahasiswa
(..)
: 0001323482
Kelompok Data
Kemungkinan
Masalah
Penyebab
14-112013
Ds : Do :- suhu 370C
Peningkatan kadar
bilirubin
Hipertermi
Bayi
berada
dalam inkubator.
Indikasi fototerapi
Diagnosa
Ttd
Keperawata
n
Mhs
Peningkatan
suhu
tubuh
(hipertermi)
berhubungan
dengan
fototerapi di
tandai dengan
suhu
tubuh
0
37 C.
Sinar dengan
intensitas tinggi
Peningkatan suhu
tubuh (hipertermi)
Ds : Do : -kulit klien
tipis
Peningkatan kadar
bilirubin dalam
darah
Gangguan
integritas kulit
Gangguan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
ikterus pada
badan
dan
leher dan foto
Gangguan
integritas kulit
terapi ditandai
dengan kulit
klien
tipis,
CRT < 3 detik
: 0001323482
Diagnosa
Keperawat
an
1411201
3
Peningkatan
suhu tubuh
(hipertermi)
berhubunga
n
dengan
fototerapi di
tandai
dengan suhu
tubuh 370C.
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
tindakan
keperawtan
selama x 24
jam
2)
diharapkan suhu
dalam rentang
normal.
Rencana Tindakan
Rasional
1.
1. Perubahan
Kontrol / obsevasi
suhu dapat
suhu badan setiap
terjadi
jam selama foto
dengan
terapi berlangsung
cepat akibat
2. Ubah posisi bayi
pemaparan
sinar yang
setiap 2 jam
juga sebagi
sumber
3) Hentikan/istirahat
panas.
kan foto terapi
Termoregulati
2.
Pemajanan
bilashu diatas 38 C.
yang
on
merata dan
4) Kompres
basah
Kriteria hasil :
bergantian
bila
suhu
menguran
Suhu tubuh
meningkat
gi resiko
dalam rentang
tidak
5) Kolaborasi dokter
normal
efektifnya
bila panas tidak /
Nadi dan
pusat suhu
sulit turun/ terlalu
respirasi dalam
badan
tinngi.
3. Semakin
batas normal
lama
Tidak ada
pemajanan
perubahan
semakin
warna kulit
tinggi
Indicator Skala :
kemungkin
an
1. Tidak pernah
perubahan
menunjukkan.
suhu badan
2. Jarang
4. Pemberian
menunjukkan
kompres
Ttd
Mh
s
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
menguran
gi
/
sebagai
media
konduksi
pembuang
an panas
5. untuk
mendapatka
n
antipiretik
1. Deteksi
dini
kerusakan
integritas
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24 jam
diharapkan
integritas kulit
kembali baik /
normal.
Tissue Integrity :
Skin and Mucous
Membranes
bersifat
asam dapat
mengiritasi
kulit
3. Suhu yang
tinggi
menyebabk
an
kering
Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
Tidak ada luka
/ lesi pada
kulit
1. Monitor
Perfusi
kerusakan
jaringan baik
dan
urine yang
Kriteria Hasil :
Gangguan
kulit
2. Feses
kulit
sehingga
kulit
mudah
pecah.
adanya 4. Perubahan
posisi
1411201
3
integritas
kulit
berhubunga
n
dengan
ikterus pada
badan dan
leher
dan
foto terapi
ditandai
dengan kulit
klien tipis,
CRT < 3
detik
integritas kulit
Menunjukkan
2.
Bersihkan
kulit
pemahaman
dalam proses
bayi dari kotoran
perbaikan
setelah BAB, BAK
kulit dan
3. Pertahankan suhu
mencegah
lingkungan netral
terjadinya
dan suhu axial
cedera
berulang
36.5
derajat
Mampu
Celsius
melindungi
4. Lakukan
kulit dan
perubahan posisi
mempertahank
setiap 2 jam.
an
kelembaban
kulit dan
perawatan
alami
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
Selalu
menunjukkan
mempertah
ankan
sirkulasi
yang
adekuat
dan
mencegah
penekanan
yang
berlebihan
pada
sisi
satu
Jam
:
Tindakan Keperawatan
Ttd
Mhs
2.2. EVALUASI
Nama Pasien :
No. Reg
Tg
l
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
Ttd
Mh
s
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Bayi prematur atau bayi pre-term adalah bayi yang berumur kehamilan 37
minggu tanpa memperhatikan berat bedan. Sebagian besar bayi lahir dengan
berat badan kuang dari 2500 gram adalah bayi prematur (Asrining Surasmi, dkk.
2003).
Menurut Ribek dkk (2011), berat badan lahir rendah yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi
(dihitung satu jam setelah melahirkan).
RDS adalah gangguan pernafasan yang terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnue (>60x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan xray
thorak yang spesifik.
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).