Vous êtes sur la page 1sur 15

JENIS JENIS KONTRAK

Kontrak adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan atau tulisan,
baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja,
hak dan kewajiban. Kontrak dalam pekerjaan konstruksi merupakan suatu hal yang sangat
penting dikarenakan kontrak dapat dijadikan pegangan dalam melakukan suatu pekerjaan serta
hukum yang mengikat. Dalam pekerjaan proyek, kontrak tentunya dapat dibagi berdasarkan:
A. Pembagian Kontrak Berdasarkan Pembagian Tugas
1. Kontrak BOT (Build, Operate, dan Transfer)
Salah satu jenis perjanjian yang mulai marak saat ini adalah "Build, Operate and
Transfer" yang sering sekali oleh banyak pihak disebut transaksi Build, Operate and
Transfer / bangun, guna dan serah, yaitu membangun, mengelola dan menyerahkan ialah
suatu bentuk hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam rangka
pembangunan suatu proyek infrastruktur.
Build, Operate, and Transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang
dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya
pembiayaannya dari pihak swasta, pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang
akan digunakan oleh swasta guna membangun proyek. Pihak pemerintah akan
membeirkan ijin untuk membangun, mengoperasikan fasilitas dalam jangka waktu
tertentu dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangunan proyek (swasta). Setelah
melewati jangka waktu tertentu proyek atau fasilitas tersebut akan menjadi milik perintah
selaku pemilik proyek.
Surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri dalam negeri tentang kerjasama antar
daerah, menyebutkan pengertian BOT ialah bangun, kelola dan alih milik yang dicirikan
dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah, kualitas tinggi,
menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.
Bagi Pemerintah Daerah pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan
mengandalkan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) juga dirasakan
semakin terbatas jumlahnya, untuk itu dibutuhkan pola-pola baru sebagai alternatif
pendanaan yang tidak jarang mellibatkan pihak swasta (nasional-asing) dalam proyek
pemerintah.
Kerja sama tersebut dimanifestasikan dalam bentuk perjanjian. Adapun bentuk
kerja sama yang ditawarkan antara lain Joint Venture berupa production sharing,

manajemen contract, technical assistance, franchise, joint enterprise, portofolio


investmen, build operate and transfer (BOT) atau bangun guna serah dan bentuk kerja
sama

lainnya.
Sebagai salah satu alternatif yang dapat dipilih yaitu perjanjian kerja sama sistem

bangun guna serah atau build operate and transfer (BOT) yang tergolong masih baru.
Sistem perjanjian ini juga banyak digunakan dalam hal perjanjian antara Pemerintah
dengan swasta dalam membangun sarana umum lainnya seperti sarana telekomunikasi,
jalan tol, tenaga listrik, pertambangan, pariwisata dan lain-lain. Bangun guna serah atau
build operate and transfer adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara
pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas
tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa
perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut
kepada

pemegang

hak

atas

tanah

setelah

masa

guna

serah

berakhir.

Sumber lain mengatakan bahwa, dalam kerja sama dengan sistem build operate
and transfer (BOT) ini, pemilik hak eksklusif (biasanya dimiliki Pemerintah) atau pemilik
lahan (masyarakat/swasta) menyerahkan pembangunan proyeknya kepada pihak investor
untuk membiayai pembangunan dalam jangka waktu tertentu pihak investor ini diberi hak
konsesi untuk mengelola bangunan yang bersangkutan guna diambil manfaat ekonominya
(atau dengan presentasi pembagian keuntungan). Setelah lewat jangka waktu dari yang
diperjanjikan, pengelolaan bangunan yang bersangkutan diserahkan kembali kepada
pemilik lahan secara penuh. Hak eksklusif maksudnya adalah dalam hal hak terhadap
tanah

yang

hanya

dimiliki

oleh

subjek

hukum

tertentu

saja.

Kerja sama ini menjadi alternatif solusi kerja sama yang saling menguntungkan,
build operate and transfer (BOT) dilakukan dalam jangka waktu yang lama bahkan nyaris
dalam jangka waktu satu generasi sehingga perlu dikaji lebih mendalam keuntungan dan
kerugian yang akan muncul dikemudian hari. Juga berkaca dari permasalahanpermasalahan yang timbul di daerah lain yang menggunakan sistem kerja sama ini.
Penelusuran tentang kerja sama ini dapat dilihat dari proses awal dilakukannya
kerja sama hingga pada tahap pelaksanaan. Dengan melihat perjanjian terutama yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban perlu dikaji apakah terlaksana dengan semestinya
yaitu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bagaimanakah sistem pengelolaan

berlangsung dan pembagian keuntungan yang diperoleh selama perjanjian berlangsung,


bisa berbentuk bagi hasil atau bentuk lainnya. Hal terpenting dari kerja sama yang
dilakukan adalah harus mengacu kepada peningkatan bagi kesejahteraan masyarakat dan
bagi percepatan pertumbuhan perekonomian pemerintah dan masyarakat sekitar.
Dalam praktik hukum konstruksi dikenal beberapa model kerja sama selain BOT
agreement seperti BOOT (build, own, operate and transfer) dan atau BLT (build, lease
and transfer). Sistem bangun guna serah atau yang lazimnya disebut BOT agreement
adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, di mana pihak yang satu menyerahkan
penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh
pihak kedua (investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola
bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa fee)
kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan
komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan kepada pemilik
tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.
Unsur-unsur yang terdapat pada Build, Operate, and Transfer (BOT) antara lain:
Investor (penyandang dana)
Tanah
Bangunan komersial
Jangka waktu operasional
Penyerahan (transfer0
Menurut United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO) 1996,
tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT (Viena Publication),
ada 3 pihak utama yang berperan dalam proyek BOT, yakni:
Host Goverment, Pemerintah setempat yang mempunyai kepentingan dalam
pengadaan proyek tersebut (legislative, regulatory, administratif) yang mendukung
project company dari awal hingga akhir pengadaan project tersebut. Umumnya

didampingi oleh penasehat hukum, technical, dan financial.


Project Company, Konsorsium dari beberapa perusahaan swasta yang membentuk
proyek baru. Perannya adalah membangun dan mengoperasikan proyek tersebut dalam
konsesi kemudian mentransfer proyek tersebut kepada Host Government. Sebelumnya
Project company mengajukan proposal, menyiapkan studi kelayakan dan menyerahkan

penawaran proyek.
Sponsor, Yaitu yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek
tersebut.

Jeffrey Delmon membagi pihak-pihak dalam BOT:


Lenders
Merupakan sebuah badan yang meberikan pinjaman pembiayaan dalam sebuah
proyek. Seperti perjanjian antara bank dengan pihak swasta. Dalam hal ini tidak ada

kaitannya dengan konstruksi


Grantor dan Host Goverment
BOT disini adalah kontrak yang diadakan pada ketetapan sebuah konsesi oleh
Pemerintah Daerah atau perwakilan yang ditunjuk Pemerintah atau pihak yang
membuat peraturan. Grantor adalah pihak yang bertanggung jawab kepada hubungan
antara proyek dan Pemerintah setempat. Seperti perlindungan dari nasionalisasi,

perubahan hukum dan perubahan nilai mata uang.


Project Company
Bertugas merancang sarana khusus untuk menggunakan kontrak dari grantor untuk
mendesain, mengkonstuksi, mengoperasikan dan mentransfer.
Share Holders
Perusahaan yang khusus menangani tugas yang dibutuhkan dalam perjanjian konsesi.
Construction Contractor
Kontrak konstruksi akan mengadakan perjanjian dengan project company yaitu untuk
menjalankan proyek.
Offtake Purchaser
Dalam rangka pengalihan resiko dari project company dan lenders dapat dibuat sebuah
perjanjian dengan pembli (purchaser) untuk menggunakan proyek dan segala yang

dapt menghasilkan
Input Supplier
Bagian dari project company untuk suplai kebutuhan proyek seperti bahan bangunan

Sedangkan jenis perjanjian yang dapat terkait dengan BOT, antara lain:
Kontrak konsesi sebagai dasar
Kontrak kontraktor
Share holder agreement
Supply agreement
Operational agreement
Offtake agreement yaitu kontrak antara user dan promotor
Dalam proyek BOT, juga dijelaskan sistem obyek yang terkait dengan sistem
bangun guna serah, antara lain:

Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi
tertentu ) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai

bangunan komersial
Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama,
untuk tujuan:
Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem
telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya
Pembanguann properti seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan sebagainya
Pembangunan prasarana produksi, seperti pembanguann pabrik untuk menghasilkan
produk tertentu.
Objek BOT dapat dijadikan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit dengan

syarat memenuhi prosedur pemberian kredit yang ditetapkan oleh pihak bank, yang
dimulai dengan tahap penyusunan perencanaan perkreditan, dilanjutkan dengan proses
pemberian putusan kredit yaitu prakarsa kredit dan permohonan kredit, analisis dan
permohonan kredit, analisis dan evaluasi kredit, negosiasi kredit, rekomendasi pemberian
putusan kredit, serta dokumentasi dan administrasi kredit, dan pengawasan kredit
terhadap objuk jaminan tersebut. Penyelesaian bangunan apabila pembangunan dengan
sistim BOT yang belum selesai, dijaminkan ke Bank oleh investor, kemudian terjadi
kredit macet, maka dapat dilakukan pengalihan dengan cessiatau fidusia atas hak sewa,
keuntungan yang diharapkan dari hasil pegalihan hak atas pengelolaan yang dimilikinya
selama jangka waktu yang telah diperjanjikan.
Perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) terjadi dalam
hal:

Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu
bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada investor

yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.


Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak
mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan ada
pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya zuntuk tempat berdirinya

bangunan komersial tersebut.


Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain, dan
setelah pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya untuk jangka

waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik tanah berhak atas fee

tertentu.
Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah
kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya.
Kerja sama build operate and transfer (BOT) merupakan kerja sama yang

dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas


yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian. Namun di dalam sebuah Naskah
Akademis dinyatakan bahwa asas terpenting dalam kerja sama ini adalah asas kerja
sama saling menguntungkan, dijelaskan bahwa semula pemilik lahan hanya memiliki
lahan saja, setelah kerja sama dengan perjanjian BOT pada suatu saat dia juga bisa
memilki bangunan. Begitu juga bagi investor yang tidak memiliki lahan, dia bisa
mendapatkan keuntungan dari pengelolaannya. Di samping itu kerja sama ini menganut
asas kepastian hukum, hal ini dapat dilihat pada saat berakhirnya perjanjian dan investor
berkewajiban untuk mengembalikan lahan kepada pemilik semula beserta fasilitas yang
telah diperjanjikan dengan kepastian hukum yang telah tertera dalam kontrak.

Ketentuan lain menyebutkan, bangun guna serah dilaksanakan berdasarkan surat


perjanjian yang sekurang - kurangnya memuat :
Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
Objek bangun guna serah dalam bangun serah guna
Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna
Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian
Persyaratan lain yang dianggap perlu kerja sama ini menganut juga asas
musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan antara para pihak yang melakukan
perjanjian.
Keuntungan dalam BOT ini bagi pihak-pihak terkait, adalah sebagai berikut:

Bagi

pemerintah

daerah,

pembangunan

infrastruktur

dengan

metode

BOT

menguntungkan, karena dapat membangun infrastruktur dengan biaya perolehan dana


dan tingkat bunga yang relatif rendah, dapat mengurangi pengunaan dana anggaran
publik dan juga mengurangi jumlah pinjaman publik, serta setelah masa konsensi

bangunan dan fasilitas yang ada akan diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah

Daerah juga tidak menanggung resiko kemungkinan terjadinya perubahan kurs


Bagi investor, pembangunan infrastruktur dengan pola BOT merupakan pola yang
menarik, karena memiliki hak penguasaan yang tinggi terhadap infrastruktur yang
dibangunnya, adanya kesempatan untuk memasuki bidang usaha dengan hak ekslusif
yang hanya dimiliki oleh pemeringah atau BUMN atau juga BUMD yang
bersangkutan serta mendapatkan keuntungan saat pengoperasian. Namun dengan kerja

sama ini dapat menguntungkan para pihak yang berjanji


Kerugian sistem perjanjian BOT
Bagi pemerintah melepaskan hak ekslusif beserta hak untuk mengelola untuk jangka

waktu tertentu
Bagi investor usaha yang dilakukan mengandung resiko yang tinggi karena
memerlukan perhitungan dan pertimbangna yang matang selain itu juga menggunakna
dana yang sangat besar dan pembangunan proyek tersebut juga memiliki resiko
kegagalan bangunan yang dapat saja disebabkan karena salah perhitungan, salah
perhitungan, salah pengerjaan, dan lain-lain.

2. EPC (Engineering, Procurement, Construction)


EPC adalah salah satu bentuk konsep manajemen proyek yang melimpahkan
tanggung jawab atas kegiatan perancangan / desain (Engineering), pengadaan material /
peralatan (Procurement) dan pelaksanaan konstruksi (Construction) kepada konstruksi
EPC
Proyek EPC seringkali ditemukan pada proyek skala besar atau biasa dikenal
dengan istilah special proyek, seperti pembangunan industri atau pabrik seperti kilang
minyak, pabrik pupuk, yang membutuhkan dana besar dan mencapai ribaun item
kegiatan. Proyek tersebut membutuhkan teknologi amat tinggi dalam pengerjaannya
sedemikian sehingga untuk tahap pengadaannya (procurement) pun membutuhkan dana
dan teknologi tinggi yang sangat berpengaruh pada tahap berikutnya yaitu pelaksanaan
konstruksi (Construction)
Seperti halnya pada proyek konstruksi tradisional, manajemen proyek dengan
konsep EPC bertujuan sama yaitu tercapainya persyaratan biaya, mutu dan waktu. Hal

tersebut juga menjadi latar belakang timbulnya proyek EPC dan dapat dilihat pada
penjelasan berikut:
Waktu Penyelesaian
Dengan menggabungkan kegiatan desain, pengadaan dan konstruksi maka akan
dihasilkan waktu penyelesaian proyek yang lebih singkat dengan tujuan agar proyek
tersebut dapat lebih cepat beroperasi. Hal ini berkaitan denagnm adanya investasi pada
proyek konstruksi. Karena dengan semakin cepatnya proyek beroperasi maka uang

yang diinvestasikan akan lebih cepat kembali


Pertimbangan anggaran biaya
Pemilik proyek menginginkan untuk mengeluarkan biaya keseluruhan yang serendah
mungkin sesuai dengan pengembalian investasi yang semaksimal mungkin dan dengan
keuntungan sebesar-besarnya. hal ini dapat dicapai dengan cara memperpendek waktu
penyelenggaraan konstruksi, mengurangi resiko yang mungkin terjadi, melakukan
perencanaan yang cukup lama agar mendapatkan hasil yang matang dan sebagainya.
dengan berkurangnya waktu penyelenggaraan konstruksi maka biaya overhead proyek

dapat lebih berkurang.


Standar Mutu
Pemilik proyek EPC yang hendak mempekerjakan kontraktor EPC akan membutuhkan
standar mutu dan pelaksanaan pada masing-masing pekerjaan pada proyeknya. Pada
proyek EPC, kontrak harus meliputi pokok-pokok tentang spesifikasi disamping waktu
dan biaya. Hal ini terutama karena proyek EPC merupakan proyek yang mempunyai
tingkat kesulitan lebih tinggi dan jumlah kegiatan lebih banyak (dapat mencapai ribuan
item kegiatan) dibanding proyek konstruksi tradisional
Proyek EPC tidak pernah diterapkan pada proyek bangunan gedung, tetapi

seringkali ditemukanpada pembangunan pabrik yang membutuhkan dana besar dan


mencapai ribuan item kegiatan. Proyek semacam ini biasanya pembangunan ditujukan
untuk menghasilkan suatu produk dengan spesifikasi tertentu misalnya gas dengan
tekanan tertentu, listrik dengan daya tertentu dan minyak dengan jumlah tertentu, berbeda
dengan bangunan gedung yang dibangun untuk digunakan misalnya untuk dihuni,
dijadikan perkantoran, atau pusat pembelanjaan dan sebagainya.
Ditinjau darihasil akhir kegiatan proyek konstruksi, jenis proyek EPC merupakan
jenis bangunan industri. Beberapa bidang yang telah ada pada proyek macam ini
misalnya proses pengolahan suatu zat liquid (refinery) seperti proyek kilang minyak,
pembangkit tenaga (power generation) dan produksi manufaktur. Karena biasanya

bangunan proyek semacam ini berbentuk pabrik yang melakukan proses dan
memproduksi zat tertentu. Proyek semacam ini disebut juga pabrik proses (process plant)
atau pabrik industri (industrial plant)
Ketika proyek semacam ini dibangun, baisanya terdapt pekerjaan instalansi yang
lebih banyak dibandingkan pada proyek bangunan gedung, misalnya pekerjaan instalasi
pipa, turbin, boiler dan kompresor. Pembangunan konstruksi biasanya ditujukan sebagai
struktur penunjang instalasi tersebut misalnya pembangunan pondasi mesin sebagai
tempat dudukan meisn-mesin pabrik tersebut. Selain itu, beberapa pekerjaan konstruksi
lainnya berperan dalam pekerjaan persiapan proyek seperti pemberishan lahan )land
clearing), Pembangunan jalan (acces road), fasilitas penyimpanan barang (warehouse),
kantor direksi (direction kit) dan fasilitas lainnya.
3. Rancang Bangun
Pada metode kontrak rancang bangun, pemilik proyek perlu membuat kontrak
tunggal untuk pekerjaan perancangan dan pelaksanaan proyek dengan satu perusahaan
yang memiliki kemampuan perancangan dan pelaksanaan pembangunan. Pada dasarnya
metode ini sama dengan metode kontrak umum, hanya saja profesi konsultan dan
kontraktor dirangkap oleh satu perusahaan yang memang mempunyai kemampuan untuk
itu.
4. Swakelola
Swakelola adalah jenis kontrak yang direncanakan, dikerjakan, serta diawasi
sendiri. Hal ini tertuang dalam Keppres No. 80 Th. 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Berdasarkan dari pelaksana pekerjaan, model swakelola ini dibedakan menjadi:
Swakelola oleh pengguna barang/jasa, adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan
dan diawasi sendiri oleh pengguna barang/jasa dengan menggunakan tenanga sendiri,

dan/atau tenanga dari luar baik tenaga ahli maupun tenaga upah borongan
Swakelola oleh instansi pemerintah lain non-swadana (Universitas Negeri, Lembaga
penelitian/ilmiah pemerintah, lembaga pelatihan), adalah pekerjaan yang perencanaan
dan pengawasannya dilakukan oleh pengguna barang/jasa, sedangkan pelaksanaan

pekerjaan dilakukan oleh instansi pemerintah yang bukan penanggung jawab anggaran
Swakelola oleh penerima hibah, adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite
sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non-badan

usaha dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan
oleh instansi pemberi hibah.
Berdasarkan pasal 26 ayat 1 Perpres No 54 Tahun 2010 dan perubahannya,
pelaksana swakelola ada 3, yaitu K/L/D/I penanggung jawab anggaran, Instansi
Pemerintah lain, dan Kelompok Masyarakat.
Apabila pelaksana swakelola adlaah K/L/D/I penanggung jawab anggaran, maka
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dilakukan sendiri oleh K/L/D/I tersebut.
Contohnya, pengangkutan sampah dilakukan oleh Dinas Kebersihan, atau lokakarya yang
dilakukan oleh Kementrian Pendidikan, dan kegiatan-kegiatan lainnya
Pelaksanan kedua adalah instansi pemerintah lain. Yang perlu digaris bawahi
adalah, pelaksana wajib berupa instansi pemerintah, bukan swasta dan bukan juga
instansi yang "mengaku-ngaku pemerintah." Contoh instansi pemerintah adalah
Perguruan Tinggi Negeri, Lembaga Negara, atau Institusi Pemerintah seperti BPPT,
Bakusurtanal, dan lain-lain.
5. Konvesional
Pengguna jasa menugaskan penyedia jasa untuk melaksanakan salah satu aspek
pembangunan saja. Setiap aspek satu penyedia jasa dimana perencanaan, pengawasan,
pelaksanaan dilakukan penyedia jasa yang berbeda. Oleh karena itu pengawas pekerjaan
secara khusus diperlukan untuk mengawasi pekerjaan
6. Spesialis
Pengguna jasa menandatangani kontrak dengan berbagai perusahaan spesialis untuk
masing-masing keahlian. Keuntungan dari kontrak ini antara lain mutu pekerjaan yang
terjamin, penghematan waktu, serta keleluasaan dan kemudahan dalam mengganti
penyedia jasa.
B. Pembagian Kontrak Berdasarkan Perhitungan Biaya
1. Kontrak Harga Satuan (Unit Price Contract)
Unit Price adalah kontrak pengadaan barang / jasa atas penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu berdasarkan harga satuan yg pasti & tetap untuk
setiap satuan pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya
masih bersifat perkiraan sementara. Pembayaran kepada penyedia jasa / kontraktor
pelaksanaan berdasarkan hasil pengukuran bersama terhadap volume pekerjaan yang
benar-benar telah dilaksanakan.
Sistem Kontrak Unit Price lebih tepat digunakan untuk:
Jenis pekerjaan yang untuk mendapatkan keakuratan perhitungan volume pekerjaan
yang pasti diperlukan adanya survei dan penelitian yang sangat dalam, detail, dan

sampel yang sangat banyak, dan waktu yang lama sehingga biaya sangat besar.
Sementara di lain pihak, pengukuran volume lebih mudah dilakukan dalam masa

pelaksanaan dan pekerjaan sangat mendesak dan harus segera dilaksanakan


Jenis pekerjaan yang mana volume pekerjaan yang pasti sama sekali tidak dapat
diperoleh sebelum pekerjaan selesai dilaksanakan, sehingga tidak memungkinkan
untuk digunakan sistem kontrak lumpsum
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaaan sistem kontrak Unit Price

adalah:
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang terdiri dari banyak sekali item pekerjaan namun
volume pekerjaan sudah dapat dihitung dari gambar rencana, seperti halnya bangunan
gedung. Kondisi ini menyebabkan kurang tepat apabila digunakan sistem Kontrak
Unit Price. Hal ini dikarenakan untuk setiap proses pembayaran harus dilakukan
pengukuran bersama di lapangan yang dapat dipastikan memerlukan waktu yang
cukup lama dan biaya total pekerjaan belum dapat diprediksi dari awal sehingga untuk
pekerjaan dengan Budget tertentu sangat riskan bagi Pemberi Tugas terhadap
terjadinya resiko pembengkakan biaya proyek.

Agar dihindari terjadi adanya harga satuan timpang karena harga satuan
bersifat mengikat untuk perhitungan realisasi biaya kontrak. Dalam hal
penawaran kontraktor terdapat harga satuan timpang untuk item pekerjaan
tertentu harus dilakukan klarifikasi dan dibuat Berita Acara Kesepakatan
mengenai harga satuan yg akan digunakan untuk perhitungan biaya
perubahan. Dalam penggunaan sistem kontrak ini, jarang dijumpai adanya
implikasi seperti halnya pada kontrak Lumpsum di atas karena kontraktor
tidak terbebani oleh adanya resiko-resiko pekerjaan yang belum terprediksi
pada saat pelelangan.

2. Kontrak Lumpsum
Lumpsum Adalah kontrak pengadaan barang / jasa untuk penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga kontrak yang pasti dan tetap,
serta semua resiko yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan sepenuhnya
ditanggung oleh penyedia barang/jasa atau kontraktor pelaksana.
Sistem kontrak lumpsum ini lebih tepat digunakan untuk:

Jenis pekerjaan borongan yang perhitungan volumenya untuk masing-masing


unsur/jenis item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti berdasarkan gambar

rencana & spek teknisnya.


Jenis pekerjaan dengan Budget tertentu yang terdiri dari Jenis pekerjaan dengan
Budget tertentu yg terdiri dari banyak sekali Jenis / item pekerjaan atau Multi Paket
Pekerjaan yang sangat beresiko bagi Pemberi tugas atas terjadinya unpredictable
cost seperti misalnya adanya claim kontraktor akibat adanya ketidak-sempurnaan dari
Batasan Lingkup Pekerjaan, Gambar lelang, Spesifikasi teknis, atau Bill of Quantity
yang ada. Dengan system kontrak ini diharapkan dapat meminimalize tejadinya
unpredictable cost tersebut karena harga yg mengikat adalah Total Penawaran Harga
(Volume yang tercantum dalam daftar kuantitas / Bill of Quantity bersifat tidak
mengikat).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sistem kontrak lumpsum

adalah:
Batasan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan harus jelas dinyatakan dalam

Spesifikasi Teknis / Gambar Lelang.


Apabila ada perbedaan lingkup pekerjaan antara yg tercantum dalam Spesifikasi
Teknis / Gambar dengan Pekerjaan yang akan dilelangkan, harus dijelaskan dalam
Rapat Penjelasan Lelang (Aanwijzing) dan dibuat Adendum Dokumen Lelang yang

menjelaskan perubahan lingkup pekerjaan tersebut.


Penggunaan Daftar Kuantitas/Bill of Quantity dalam pelelangan hanya digunakan
sebagai acuan bagi kontraktor dalam mengajukan penawaran harga yang bersifat tidak
mengikat & Peserta Lelang harus melakukan perhitungan sendiri sebelum mengajukan

penawaran.
Untuk mempermudah dalam hal evaluasi penawaran harga, saat rapat penjelasan
lelang (Aanwijzing) harus ditegaskan bahwa apabila terdapat perbedaan antara volume
pada Bill of Quantity (BQ) dengan hasil perhitungan peserta lelang maka peserta
lelang tidak boleh merubah volume Bill of Quantity yg diberikan dan agar

menyesuaikannya dalam harga satuan yg diajukan


Dalam perhitungan volume pekerjaan yg akan dicantumkan & Bill of Quantity harus
dihindari sampai sekecil mungkin kesalahan yang mungkin terjadi, karena setelah

terjadi kontrak nantinya volume lebih/kurang tidak dapat dikurangkan/ditambahkan.


Pekerjaan tambah/kurang terhadap nilai kontrak yg ada hanya boleh dilakukan apabila:

Permintaan dari Pemberi Tugas untuk menambah / mengurangi pekerjaan yang

instruksinya dilakukan secara tertulis.


Adanya perubahan gambar / spesifikasi teknis dari Perencana yang sudah

disetujui oleh Pemberi Tugas


Adanya instruksi tertulis dari pengawas lapangan untuk menyempurnakan suatu
jenis pekerjaan tertentu yg dipastikan bahwa sangat beresiko secara struktural atau
system tidak berfungsi tanpa adanya penyempurnaan tersebut dimana hal tersebut

sebelumnya belum dinyatakan dalam spesifikasi teknik.


Dalam perhitungan biaya tambah/kurang harga satuan yang digunakan harga
satuan pekerjaan yang tercantum dalam Bill of Quantity kontrak yang bersifat
mengikat.
Implikasi/penyimpangan yang sering dilakukan oleh kontraktor di lapangan:

Kontraktor tidak mau melaksanakan pekerjaan tertentu karena item pekerjaan tidak

tercantum dalam Bill of Quantitiy


Kontraktor mengajukan perhitungan perubahan pekerjaan mengacu kepada volume

Bill of Quantity yang ada


Kontraktor melaksanakan pekerjaan di lapangan sesuai volume yang tercantum dalam
BQ

3.

Kontrak Gabungan / Lumpsum dan Unit Price


Kontrak gabungan merupakan Adalah kontrak yang merupakan gabungan
lumpsum & harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan. Sistem kontrak
gabungan ini pada umumnya digunakan pada: Unit Price, yaitu:
Jenis pekerjaan borongan yang terdiri dari gabungan antara:
Komponen pekerjaan yang perhitungan volumenya untuk masing-masing unsur /
jenis / item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti berdasarkan gambar
rencana dan spesifikasi teknisnya, dan
Komponen pekerjaan yang perhitungan volumenya belum dapat diketahui dengan

pasti sebelum pelaksanaan pekerjaan dilakukan


Jenis pekerjaan borongan yang sebagian perhitungan volumenya untuk masing-masing
unsur/jenis/item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti berdasarkan gambar
rencana, namun terdapat bagian-bagian tertentu pekerjaan yang masih memerlukan
adanya tambahan gambar / detail / sampel sedangkan pekerjaan sudah sangat

mendesak dan harus segera dilaksanakan


4. Kontrak Cost & Fee

Kontrak Cost & Fee Adalah kontrak pelaksanaan pengadaan barang / jasa
pemborongan dimana kontraktor yang bersangkutan menerima imbalan jasa yg nilainya
tetap disepakati oleh kedua belah pihak.
C. Pembagian Kontrak Berdasarkan Perhitungan Jasa
1. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)
Pada jenis kontrak ini kontraktor dibayar berdasarkan atas semua biaya
pengeluarannya. Kontrak jenis ini biasanya untuk proyek-proyek pembangunan tempat

ibadah, yayasan sosial dan lain-lain.


Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)
Pada kontrak jenis ini, kontraktor

akan

menerima

pembayaran

atas

pengeluarannya, ditambah dengan biaya untuk overhead dan keuntungan. Besarnya biaya
overhead dan keuntungan, umumnya didasarkan atas persentase biaya yang dikeluarkan
kontraktor.
Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya aktual dari proyek belum bisa
diestimasi secara akurat, karena perencanaan belum selesai,

proyek tidak dapat

digambarkan secara akurat, proyek harus diselesaikan dalam waktu singkat, sementara
rencana dan spesifikasi belum dapat diselesaikan. Kekurangan dari kontrak jenis ini, yaitu

pemilik tidak dapat mengetahui biaya aktual proyek yang akan dilaksanakan
Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)
Pada jenis kontrak ini imbalan/jasa bervariasi tergantung besarnya biaya, jumlah
fee sudah ditetapkan. Beresiko bagi pengguna jasa karena tidak ada batasan biaya yang
dikeluarkan

D. Pembagian Kontrak Berdasarkan Aspek Cara Pembayaran


Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)
Yaitu prestasi pekerjaan kontraktor dihitung setiap bulan dan dibayar setiap bulan.
Kelemahan cara pembayaran ini adalah berapapun kecilnya prestasi penyedia jasa pada
suatu bulan tertentu, tetap harus dibayar. Untuk menutupi kelemahan cara pembayaran ini
sering dimodifikasi dengan mempersyaratkan jumlah pembayaran minimum yang harus
dicapai untuk setiap bulan diselaraskan dengan prestasi yang harus dicapai sesuai jadwal.

Seringkali penyedia jasa mengkompensasi kurangnya prestasi kerja dengan


prestasi bahan dengan cara menimbun bahan di lapangan. Untuk mengatasinya bisa
dipersyaratkan bahwa bahan yang ada di lapangan tidak dihitung sebagai prestasi,
kecuali pekerjaan yang betul-betul selesai/terpasang atau bisa juga barang-barang

setengah jadi
Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)
Pembayaran dilakukan atas dasar prestasi/ kemajuan prestasi. Besarnya prestasi
dinyatakan dalam persentase. Cara Pembayaran Termin atau Prestasi (Stage Payment).
Seringkali prestasi yang diakui penyedia jasa bukan saja prestasi fisik (pekerjaan selesai)
tetapi termasuk pula prestasi bahan mentah dan setengah jadi walaupun barang-barang

tersebut sudah berada di lapangan (front end loading)


Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor Full Pre Financed)
Penyedia jasa mendanai terlebih dahulu sampai pekerjaan selesai 100 % diterima baik
oleh pengguna jasa baru dibayar oleh penyedia jasa. Pengguna jasa memberi jaminan
kepada penyedia jasa berupa jaminan Bank Kontrak bentuk ini biasanya nilainya lebih
tinggi.

Vous aimerez peut-être aussi