Vous êtes sur la page 1sur 30

1.

Pendahuluan
Bakteri merupakan makhluk hidup yang terdapat dimana-mana
dalam udara yang kita hirup, di tanah yang kita pijak dan tentu saja dalam
tubuh kita. Bahkan sebenarnya, kita sepenuhnya hidup ditengah-tengah
dunia bakteri yang tidak tampak.Bakteri berasal dari kata Bakterion (yunani
: batang kecil). Di dalam klasifikasi, bakteri digolongkan dalam Divisio
Schizomycetes.
Pada masa sekarang ini banyak orang terinfeksi penyakit tetanus
yang disebabkan oleh baktei clostridium tetani. Tetanus terjadi diseluruh
dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi
insidensinya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus
neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi
setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi. Sedikitnya 19.37% dari penyakit
ini mengalami kematian. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali
lebih tinggi dibandingkan negara maju. dari sejumlah kasus, tetanus, pada
bayi baru lahir memiliki angka yang sangat signifikan (berarti) kebanyakan
kasus disebabkan karena penggunaan gunting yang kotor dan berkarat oleh
para bidan atau dukun bayi saat memotong tali pusar bayi
(http://www.mentorhealthcare.com/news). Hal ini disebabkan
karena ketidaktahuan masyarakat terhadap penyakit tersebut yang
diantaranya mempunyai faktor penyebab seperti kurangnya sosialisasi
terhadap penyakit tetanus, gaya hidup masyarakat yang kurang sehat serta
keengganan untuk bertanya dan mencari informasi pada tempat-tempet
pelayanan kesehatan. Penyakit tetanus berbahaya dan sukar untuk
disembuhkan karena umumnya penyakit tersebut merusak organ-organ
pada tubuh manusia. Penyakit tetanus menyerang pada bagian saraf yang
menyebabkan pembusukan organ, kejang otot dan kesulitan pada saat
menelan (Depkes RI, 2008).
Penyakit tetanus tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah
resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama
kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko
penyakit
ini
di
daerah
peternakan
sangat
tinggi.
Spora
kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di manamana.
Kuman Clostrodium tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah
garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka
yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril
1

(misalnya pada pecandu narkotik) merupakan beberapa faktor yang sering


dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang
semua golongan umur, mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda
(biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua. Dari Program
Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat diketahui rata-rata usia
pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun. Angka pembawa
penyakit pada manusia bervariasi dari 0-25%. Penyakit Tetanus merupakan
penyakit fatal pada manusia. Angka kematian dilaporkan bervariasi dari 4078%. Angka kematian untuk penyakit tetanus yang tidak diobati adalah 8590% untuk bayi dan 40-50% untuk orang dewasa. Dengan perawatan di
rumah sakit, angka kematian dapat ditekan. Penyebab kematian umumnya
adalah kegagalan pernapasan karena sesak nafas atau gagal jantung.
Perawatan terhadap pasien penyakit tetanus diperlukan kesabaran
dan ketelatenan dalam menangani penyakit tersebut. Sehubungan dengan
itu dan berdasarkan tingkat kejadian (epidemiologi), maka makalah ini
akan mencoba memperlihatkan tentang penyakit tetanus dan cara
memberikan asuhan keperawatan pada pasien tetanus yang dapat
dimanfaatkan oleh seorang perawat saat memberikan asuhan perawatan
terhadap pasien penyakit tetanus. Agar pembahasannya lebih sistematis,
maka pada seksi-seksi berikut ini secara berturut-turut akan dibahas : (a)
sejarah penyakit tetanus, (b) gambaran umum pada penyakit tetanus, (c)
pengertian tetanus, (d) jenis-jenis penyakit tetanus, (e) penyebab, faktor
persebaran dan gejala penyakit tetanus (f) tanda-tanda munculnya,
pencegahan, dan penanganan terhadap penyakit tetanus, dan (g)
pemeriksaan diagnostik, komplikasi, pengobatan, penatalaksanaan, dan
pembedahan (h) asuhan keperawatan terhadap penyakit tetanus.
1 Sejarah Penyakit Tetanus
Tetanus telah dikenal sejak berabad-abad lalu. Patogenesisnya
mulai dipahami pada tahun 1884 ketika Carle dan Rattone menimbulkan
tetanus pada kelinci dengan cara menyuntikkan suspensi bahan dari pustula
akne, tempat infeksi tetanus pada kasus fatal manusia. Pada tahun yang
sama Nicolaier menimbulkan tetanus dengan cara inokulasi sampel tanah
pada berbagai hewan laboratorium kecil. Ia mengenali keberadaan batang
yang panjang serta tipis dan mampu memelihara organisme itu pada biakan
campuran. Isolasi organisme itu pada biakan murni dilaksanakan pada
tahun 1889 oleh Kitasato, yang menghilangkan bakteri pencemaran yang
tidak berspora dengan cara pemanasan dan menimbulkan penyakit pada
2

hewan dengan menginokulasikan isolatnya. Pembuatan toksoid oleh


Behring dan Kitasato pada tahun 1890 dan produksi antitoksin pada
berbagai hewan dalam beberapa tahun berikutnya, membuka jalan untuk
kemajuan pesat dalam pemahaman patogenesis penyakit toksigenik
maupun dalam pengembangan tindakan pencegahan dan pengobatan.
Seperti pada semua infeksi luka yang disebabkan oleh Clostridium,
kejadian awal pada tetanus adalah kejadian trauma pada jaringan hospes,
yang diikuti dengan kontaminasi luka oleh Clostridium tetani. Kerusakan
jaringan menyebabkan menurunnya potential oksidasi-reduksi sehingga
menyediakan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan Clostridium
tetani. Setelah pertumbuhan awal, bakteri ini tidak invasif dan tetap
terbatas berada di jaringan nekrotik, yaitu tempat Clostridium tetani
menghasilkan toksin yang mematikan. Dan pertumbuhan tetanus biasanya
disebabkan oleh masuknya spora bersama benda asing dan bakteri lain ke
dalam jaringan yang rusak atau mati sehingga tersedia keadaan anaerob
yang menguntungkan bagi pertumbuhannya. Kadang-kadang, spora bakteri
yang masuk pada cedera terdahulu dapat bertahan di dalam jaringan selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan dapat diaktifkan untuk menjalani
pertumbuhan vegetatif ketika terjadi trauma kecil yang mengubah keadaan
setempat.
2 Gambaran Umum Pada Penyakit Tetanus
a. Trismus (lock-jaw, clench teeth)
Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua
baris gigi akibat kekakuan otot mengunyah (masseter)
sehingga penderita sukar membuka mulut. Untuk
menilai kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar
bukaan mulut diukur tiap hari. Trismus pada neonati
tidak sejelas pada anak, karena kekakuan pada leher
lebih kuat dan akan menarik mulut kebawah, sehingga
mulut agak menganga. Keadaan ini menyebabkan
mulut mecucu seperti mulut ikan tetapi terdapat
kekakuan mulut sehingga bayi tak dapat menetek.
b. Risus Sardonicus (Sardonic grin)
Terjadi akibat kekakuan otot-otot pada mimik dahi yang
mengkerutkan mata agak tertutup dan sudut mulut keluar dan kebawah
manggambarkan wajah penuh ejekan sambil menahan kesakitan atau
emosi yang dalam.
3

c. Opisthotonus
Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot
punggung, otot leher, trunk muscle dan sebagainya.
Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh
melengkung seperti busur dan bertumpu pada tumit
dan belakang kepala. Secara klinik dapat dikenali
dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada
lengkungan busur tersebut. Pada era sebelum
diazepam, sering terjadi komplikasi compression
fracture pada tulang vertebra.
Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut
seperti papan. Selain otot dinding perut, otot
penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita
merasakan keterbatasan untuk bernafas atau batuk.
Setelah hari kelima perlu diwaspadai timbulnya
perdarahan paru pada eflexe atau bronchopneumonia.
Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejangkejang umum, mula-mula hanya terjadi setelah
penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan
sebagainya, lambat laun masa istirahat kejang makin
pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.
d. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat
kejang yang terus-menerus atau oleh karena spasme otot larynx yang
bila berat menimbulkan anoxia dan kematian.
e. Pengaruh toksin pada saraf otonom akan menyebabkan gangguan
sirkulasi (akibat gangguan irama jantung misalnya block, bradycardi,
tachycardia, atau kelainan pembuluh darah/hipertensi), dapat pula
menyebabkan suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat
banyak hiperhidrosis).
f. Kekakuan otot sphincter dan otot polos lain seringkali menimbulkan
eflexealvi atau retention urinae. Patah tulang panjang (tulang paha)
dan fraktur kompresi tulang belakang.
3 Pengertian Tetanus
Tetanus adalah penyakit dengan yang memiliki tanda utama, yaitu
kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran yang
disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Gejala ini bukan disebabkan
4

kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin)


yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum
tulang belakang, sambungan neuromuscular (neuromuscular junction) dan
saraf otonom.
a. Etiologi
Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridium tetani,
kuman berbentuk batang dengan sifat :
1) basil gram-positif dengan spora pada ujungnya sehingga
berbentuk seperti pemukul gendering,
2) obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam
lingkungan anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan
flagella,
3) menghasilkan eksotoksin yang kuat, dan
4) mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan
dalam suhu tinggi, kekeringan dan desinfektan.
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran
manusia dan hewan peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini
peka terhadap panas dan tidak dapat bertahan dalam lingkungan yang
terdapat oksigen. Sebaliknya, dalam bentuk spora sangat resisten
terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu bertahan dalam keadaan
yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun dalam lingkungan
yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 249,8
F (121C) selama 10-15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap
fenol dan agen kimia lainnya. Spora dapat menyebar kemana-mana,
mencemari lingkungan secara fisik dan biologik.
Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka.
Adanya luka mungkin dapat tidak disadari, dan seringkali tidak
dilakukan pengobatan. Tetanus juga dapat terjadi akibat beberapa
komplikasi kronik seperti ulkus dekubitus, abses dan gangren. Dapat
juga terjadi akibat frost bite, infeksi telinga tengah, pembedahan,
persalinan, dan pemakaian obat-obatan intravena atau subkutan.
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya
benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal
dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedahan.
5

b. Epidemiologi
Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung
pada jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat
pencemaran biologik lingkungan peternakan/pertanian, dan adanya
luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar diseluruh
dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan cakupan imunisasi
DPT yang rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi,
akibat perbedaan aktivitas fisiknya. Tetanus tidak menular dari
manusia ke manusia.
Tabel 3.1. Data insidens tetanus menurut WHO

Sumber : Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


c. Patogenesis
Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat
pencemaran lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya
kausal menurunkan attack rate adalah dengan cara mengubah
lingkungan fisik atau biologik. Port dentree tak selalu dapat
diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :
1) luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang,
luka bakar yang luas,
2) luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan
baik,
6

3) otitis media, karies gigi, luka kronik, dan


4) pemotongan tali pusar yang tidak steril, pembubuhan puntung tali
pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan
daun-daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada
puntung tali pusar yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus
neonatorum.
4 Jenis-jenis Penyakit Tetanus
1) Tetanus lokal
Penyakit tetanus lokal biasanya dijumpai dengan
adanya suatu bentuk kontraksi pada otot yang terjadi
dengan persisten, dan pada daerah tempat dimana
luka yang terjadi misalnya agonis, antagonis, dan
fixator. Hal inilah adalah salah satu tanda dari penyakit
tetanus secara lokal. Kontraksi pada otot itulah yang
terjadi biasanya dengan kasus yang ringan. Dan selain
itu bisa bertahan selama beberapa bulan tanpa
adanya suatu progresif dan biasanya akan menghilang
dengan fase bertahap. Tetanus lokal ini biasanya akan
berubah menjadi kasus generalized tetanus. Namun
biasanya dengan bentuk yang lebih ringan dan
biasanya jarang menimbulkan terjadinya kematian.
Bisa juga lokal pada penyakit tetanus ini juga dijumpai
pada sebagian prodmoral dari klasik tetanus yang
dijumpai dengan cara terpisah. Hal ini paling utama
terjadi setelah pemberian dari profilaksis antitoksin.

Gambar 1. Tetanus Lokal


Sumber: penyakittetanus.com
2) Tetanus Cephalic
Tetanus cephalic merupakan salah satu penyakit
tetanus yang jarang. Masa inkubasi dari penyakit
tetanus jenis ini adalah sekitar 1-2 hari yang asalnaya
dari sakit telinga tengah atau otitis media kronik.
Selain itu, luka yang muncul pada daerah muka dan
juga pada daerah kepala, termasuk diantaranya
adalah benda asing yang masuk ke dalam rongga
hidung. Kasus tetanus cephalic ditandai dengan kejang mulut dan
kelemahan pada setidaknya satu otot wajah lainnya. Dalam
kebanyakan kasus, kejang otot dapat berlangsung dan melibatkan
otot-otot tubuh lain dan menyebabkan terjadinya tetanus secara
umum.

Gambar 2. Tetanus Cephalic


Sumber: bja.oxfordjournals.org
8

3) Tetanus generalized
Untuk kasus penyakit tetanus yang jenis ini
biasanya merupakan salah satu kasus yang banyak
terjadi. Dan kebanyakan menimbulkan berbagai
komplikasi yang terjadi baik yang dikenal pada tetanus
lokal oleh akibat gejala muncul seperti diam-diam.
Selain itu, trismus juga merupakan salah satu gejala
yang banyak dijumpai dengan angka kejadian sebesar
50%. Hal ini disebabkan karena terjadinya kekakuan
pada otot-otot masseter, dan bersamaan dengan
suatu bentuk kekakuan pada leher yang bisa
mengakibatkan dari terjadinya kaku kuduk dan
menjadi susah dalam menelan. Gejala lainnya yang
muncul adalah dalam bentuk Risus sardonicus yakni
adalah suatu spasme pada otot-otot muka, opistotonus
atau terjadinya kekakuan pada otot punggung, kejang
yang terjadi pada dinding perut. Selain itu spasme
yang terjadi pada laring dan bagian otot-otot
pernapasan bisa menimbulkan terjadinya sumbatan
pada saluran nafas, sianose asfiksia. Selain itu juga
bisa muncul disuria dan retensi pada ciaran, kompresi
pada fraktur dan pendarahan yang muncul di dalam
otot.

Gambar 3. Tetanus Generalized


Sumber: gejalatetanus.com
4) Tetanus Neonatorum
Penyakit ini biasanya disebabkan karena infeksi
dari serangan Clostrodium tetani yang masuk lewat
tali puat disaat sedang proses pertolongan pertama
pada persalinan. Selain itu spora yang masuk juga bisa
diakibatkan karena terjadinya proses pertolongan pada
persalinan yang terjadi dengan tidak sterol, baik
dengan penggunaan dari alat yang sudah mengalami
kontaminasi spora Clostrodium tetani, atau juga lewat
dari penggunaan jenis obat tetanus. Gejala penyakit
tetanus biasanya akan muncul dalam waktu 5 hingga 10 hari setelah
terinfeksi, di mana rahang penderita akan terasa kaku, kejang pada
otot perut dan punggung disertai denyut jantung yang kuat. Racun
yang telah masuk dan menyebar ke aliran darah, dapat mengganggu
kesadaran si penderita. Pada anak-anak penyakit tetanus ditandai
dengan susah membuka mulut, kontraksi pada otot wajah sehingga
tampak meringis, bahkan sulit untuk berjalan. Jika tidak ditangani
dengan serius, dapat menyebabkan kelumpuhan.
a. Etiologi
Penyebab
tetanus
adalah clostridium
tetani yang infeksi biasanya terjadi melalui luka
pada tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan
tali pusat tidak menggunakan alat-alat yang steril
hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu
atau pisau/ gunting yang tidak disteril dahulu. Dapat
juga
karena
perawatan
tali
pusat
yang
menggunakan obat tradiasional seperti abu dan
kapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.
Kebanyakan tetanus neonatorum terdapat pada
bayi yang lahir dengan dukun peraji yang belum
mengikuti penataran dari depkes. Dermatol yang
dahulu dipakai sebagai obat pusar sekarang tidak
dibenarkan lagi untuk di pakai karena ternyata pada
10

dermatol dapat dihinggapi spora clostridium tetani.


Massa inkubasi penyakit ini adalah 5-14 hari.
Pada umumnya tetanus neonatorum lebih cepat
dan penyakit ini berlangsung lebih berat dari
tetanus pada anak.
b. Patofisiologis
Spora yang masuk dan berada dalam
lingkungan anaerobik berubah menjadi bentuk flex
dan berkembangbiak sambil menghasilkan toxin.
Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunnya tekanan reflex jaringan akibat adanya
nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat
diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel
saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai
dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya.
Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel
saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel.
Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel
saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan
diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory
neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan
gangguan
pada
inhibitory
transmitter
dan
menimbulkan kekakuan.
Efek Toxin pada :
a) Ganglion pra sumsum tulang belakang :
Memblok sinaps jalur antagonist, mengubah
keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga
tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku.
Terjadi penekanan pada hiperpolarisasi eflexe dari
neurons yang merupakan mekanisme yang
umum terjadi bila jalur penghambat terangsang.
Depolarisasi yang berkaitan dengan jalur
rangsangan
tidak
terganggu.
Toksin
menyebabkan hambatan pengeluaran inhibitory
transmitter dan menekan pengaruh bahan ini
pada eflexe neuron motorik.
11

b) Otak
Toxin
yang
menempel
pada
cerebral
gangliosides
diduga
menyebabkan
gejala
kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.
Hambatan antidromik akibat rangsangan kortikal
menurun.
c) Saraf otonom
Terutama mengenai saraf simpatis dan
menimbulkan gejala keringat yang berlebihan,
eflexeea, hypotensi, hypertensi, arytmia cardiac
block atau takhikardia. Sekalipun otot yang
terkena adalah otot bergaris terutama otot
penampang dan penggerak tubuh yang besarbesar, pada tetanus berat otot polos juga ikut
terkena, sehingga timbul manifestasi klinik
seperti disebutkan diatas.

1.

Gambar 4. Tetanus Neonatorum


Sumber: gejalatetanus.com
Penyebab, faktor persebaran dan gejala penyakit tetanus

A. Penyebab Penyakit Tetanus


Sejarah Tetanus diawali karena penyebab tetanus
oleh neurotoksin yang kuat, yaitu tetanospasmin yang
12

dihasilkan sebagai protein protoplasmik oleh bentuk


vegetatif Clostrodium tetani pada tempat infeksi yang
terlokalisasi dan dilepaskan terutama ketika terjadi lisis
bakteri tersebut. Pembentukan toksin ini tampaknya
dikendalikan oleh plasmid. tetanospasmin dapat terikat
secara kuat pada gangliosida neural, dan tempat masuknya
yang terpenting ke dalam susunan saraf adalah myoneural
junction pada neuron motorik alfa. Setelah toksin menjalar
ke dalam neuron, toksin tersebut tidak lagi dapat
dinetralkan. tetanospasmin dibawa melalui transpor aksonal
retrograd ke neuroaksis dan di situ toksin tesebut
bermigrasi secara transinaptik ke neuron lainnya. Hal yang
terpenting di antara neurin ini adalah sel penghambat
presinaptik pada neuroaksis dan mencegah pelepasan
transmiter. Karena tidak ada hambatan tersebut, neuron
motorik yang lebih bawah akan meningkatkan tonus otot
sehingga timbul kekakuan otot. Hal ini memungkinkan
timbul spasme otot agonis ataupun otot antagonis secara
simultan, yang merupakan ciri khas tetanus. tetanospasmin
dapat pula memudahkan kontraksi otot spontan pada
tetanus yang berat tanpa potensial aksi pada saraf eferen.
Salah satu di antara faktor yang menentukan
perjalanan klinis penyakit tetanus pada orang yang tidak
diimunisasi adalah jumlah toksin yang dihasilkan dan
panjang jalur saraf yang harus dilalui oleh toksin untuk
mencapai neuroaksis. Bila jumlah tetanospasmin cukup
besar untuk menyebar melalui pembuluh limfe dan aliran
darah ke myoneural junction di seluruh tubuh, yang akan
terkena terlebih dahulu adalah otot dengan jalur saraf
terpendek. Dengan demikian, waktu transpor ke neuroaksis
adalah yang terpendek. Pada tetanus generalisata yang
terkena pertama-tama adalah otot pengunyah, otot muka
dan otot leher, kemudian secara desendens diserang pula
otot distal. Pada jenis tetanus generalisata ini yaitu bentuk
penyakit yang paling sering, pelepasan jumlah toksin yang
lebih besar dari luka ke dalam aliran darah, cenderung
menimbulkan permulaan penyakit serta perkembangan
gejala tetanus yang lebih cepat ataupun penyakit yang
13

lebih berat. Bila jumlah tetanospasmin sedikit dan dibawa


ke neuroaksis hanya melalui jalur saraf regional, permulaan
kekakuan otot akan tertunda sebanding dengan panjang
jalur saraf. Keterlibatan otot mungkin tetap terbatas pada
daerah sekitar luka atau mungkin terjadi tetanus asendens
bila terdapat toksin yang cukup banyak sehingga dapat
menyebar ke arah kranial di dalam medula spinalis.

Gambar 5. Penyebab Munculnya Penyakit tetanus


Sumber: penyakittetanus.com
B. Faktor persebaran penyakit tetanus:
1) anak-anak,
2) umur tua,
3) luka yang dalam dan kotor, dan
4) belum terimunisasi.
C. Gejala penyakit tetanus
Penyakit tetanus disebabkan oleh mycobacterium tetani yang
berbentuk spora masuk ke dalam luka terbuka, berkembang biak secara
anaerobik, dan membentuk toksin. tetanus yang khas terjadi pada usia anak
adalah tetanus neonatorium. Tetanus neonatorium dapat menimbulkan
14

kematian karena terjadi kejang, sianosis, dan henti napas. Resevoarnya


adalah kotoran hewan atau tanah yang terkontaminasi kotoran hewan dan
manusia. Gejala awal ditunjukan dengan mulut mencucu dan bayi tidak
mau menyusu.
Tempat masuknya bakteri ini adalah adanya luka dalam yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing
yang terkontaminasi tanah misalnya paku, lecet yang dangkal dan kecil
atau luka geser, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
Toksin tetanospasmin akan di produksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut
akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu, seperti pusat sistem saraf
termasuk otak sehingga menyebabkan kejang otot. Penyakit tetanus terjadi
karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca,
atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat
melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanus
spasmin yang merupakan toksin kuat dan neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf
pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat
dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi
terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan
oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah
sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan
bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf
motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf
pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam
sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin
bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan
dan rata-rata 10 hari.
Timbulnya gejala penyakit tetanus secara klinis biasanya
mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme
otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus)
dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik
sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot
muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar
dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas
15

pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam
ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik.
Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya
maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi
otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan
dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai
demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.
2. Tanda-Tanda Munculnya, pencegahan, dan
penanganan terhadap Penyakit Tetanus
A. Tanda-tanda munculnya penyakit tetanus:
1) sakit kepala,
2) demam,
3) otot perut mengeras,
4) kejang-kejang,
5) gelisah diikuti rasa kaku (trismus),
6) nyeri pada otot rahang yang mengakibatkan
sulitnya untuk membuka mulut,
7) sesak nafas atau sukar bernafas yang akan
berakhir pada kematian,
8) badan kaku dengan epistotonus,
9) tungkai dalam ekstensi,
10)
lengan kaku dan tangan mengepal,
11)
biasanya kesadaran tetap baik, dan
12)
tubuh yang mengenai paku berkarat akan
menjadi kaku dan kelihatan pucat.

16

Gambar 6. Tanda munculnya penyakit tetanus


Sumber: gejalatetanus.com
B. Pencegahan penyakit tetanus:
1) vaksinasi merupakan cara terbaik untuk mencegah
penyakit tetanus, vaksin tetanus diberikan setiap
10 tahun,
2) orang dewasa yang belum pernah mendapatkan
vaksin tetanus biasanya akan diberikan vaksinasi
dengan dosis utama dalam jangka waktu 7-12
bulan,
3) anak mendapatkan imunisasi dpt diusia 3-11
bulan,
4) ibu hamil mendapatkan suntikan tt minimal 2x,
5) pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara
adekuat,
6) pemberian anti tetanus serum, dan
7) hati-hati dengan luka, bila terluka dengan benda
yang terkontaminasi tanah, misalnya paku yang
sudah berkarat dan tertanam di tanah maka
pertolongan pertama adalah basuh dengan alkohol
70%.
C. Penanganan Penyakit tetanus
Untuk menangani penyakit tetanus maka penderita
harus diberikan Anti Tetanus Serum (ATS), antibiotik
diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih
lanjut. Obat-obatan lainnya bisa diberikan oleh dokter
untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang,
dan mengendurkan otot-otot. Untuk kasus menengah
sampai berat harus dilakukan perawatan dengan dipasang
alat bantu pernapasan, makanan melalui infus.
Penyakit ini bila sembuh tidak akan menimbulkan
cacat dan setelah sembuh harus diberikan vaksinasi
lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan
kekebalan terhadap infeksi berikutnya.
17

Penanganan yang dilakukan pada penyakit tetanus


adalah dengan memberikan obat Anti tetanus Serum atau
ATS, atau juga pemberian obat antibiotik yang juga
diberikan
dalam
membantu
mencegah
terjadinya
pembentukan dari racun dengan lebih lanjut. Selain iti,
pemberian dari obat tetanus yang lain yang juga bisa
diberikan oleh dokter dalam membantu membuat
penderitanya tenang, mengendalikan kekejangan yang
terjadi dan juga membantu mengendurkan otot-otot yang
terjadi. Untuk kasus penyakit tetanus yang menengah
hingga kasus yang berat maka harus dilakukan perawatan
serta penanganan dengan cara dipasang menggunakan
alat bantu pernapasan, makanan yang diberikan lewat
infus. Penyakit tetanus ini jika sudah sembuh maka
biasanya tidak akan menimbulkan suatu kecacatan dan
jika sudah sembuh maka harus diberikan dengan vaksinasi
lengkap akibat dari infeksi penyakit tetanus yang juga
memberikan suatu kekebalan pada infeksi yang
selanjutnya.
Sedangkan pencegahan yang dilakukan dengan
cara pemberian imunisasi DTP, Difteri, tetanus, Pertusis
diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 18 bulan serta 5 yahun.
Sedangkan disaat akan melangsungkan pernikahan maka
harus diberikan vaksin TT atau Toxoid tetanus dalam
membantu mencegah terjadinya penyakit tetanus
neonatorum.
3. Pemeriksaan diagnostik, komplikasi, pengobatan,
penatalaksanaan, dan pembedahan
A. Pemeriksaan diagnostik:
a. pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan
otot yang khas terutama pada rahang,
b. pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L,
c. diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan
disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang,
d. laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian
tekanan otak, deteksi kuman sulit, dan
18

e. pemeriksaan ecg dapat terlihat gambaran aritmia


ventrikuler.
B. Komplikasi:
a. bronkopneumoni
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis
pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Suzanne C Smeltzer, 2000).
Bronchopneumonia selalu didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh
bakteri
staphylococcus,
Haemophillus influenzae atau karena aspirasi
makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan
kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke
saluran
pernafasan
bagian
bawah
dan
menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat
tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah
dan menginfeksi saluran pernafasan.
b. asfiksia dan sianosis
Suatu
keadaan
dimana
sekatan
atau
halangan
pernafasan
berlaku
hingga
memyebabkan berlakunya kekurangan oksigen
pada sel-sel badan.
C. Pengobatan
a. anti toksin : ats 500 u im dilanjutkan dengan dosis
harian 500-1000 u,
b. anti kejang : diazepam 0,5-1,0 mg/kg bb/4 wad im
efek samping stupor, koma, dan
c. antibiotik : pemberian penisilin prokain 1,2 juta
u/hari.
D. Penatalaksanaan
a. Umum.
19

b. Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga


pengobatan
dan
perawatan
harus
segera
diberikan:
1) netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu
immunoglobulin tetanus disekitar luka tidak
boleh diberikan iv),
2) sedativa-terapi relaksan : thiopental sodium
(penthotal sodium) 0,4% iv drip; phenobarbital
(luminal) 3-5 mg/kg bb diberikan secara im, iv
atau po tiap 3-6 jam, paraldehyde panal) 0,15
mg/kg bb per-im tiap 4-6 jam,
3) agen anti cemas : diazepam (valium) 0,2
mg/kg bb im atau iv tiap 3-4 jam, dosis
ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai
9,5 mg/kg bb/24 jam untuk dewasa,
4) beta-adrenergik bolcker : propanolol (inderal)
0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg iv untuk
dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik,
digunakan
untuk
pengobatan
sindroma
overaktivitas sempatis jantung,
5) penanggulangan kejang : isolasi penderita
pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan
yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian
obat penenang,
6) pemberian penisilin g cair 10-20 juta iu (dosis
terbagi dapat diganti dengan tetraciklin atau
klinamisin
untuk
membunuh
klostirida
vegetatif,
7) pengaturan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit,
8) diit tktp melalui oral/ sounde/parenteral,
9) intermittent positive pressure breathing (IPPB)
sesuai dengan kondisi klien,
10)indwelling cateter untuk mengontrol retensi
urine, dan
11)terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan
untuk fasilitas kembali fungsi optot dan
ambulasi selama penyembuhan.
20

E. Pembedahan
Problema
pernafasan:
trakeostomi
(k/p)
dipertahankan beberapa minggu: intubasi trakeostomi
atau laringostomi untuk bantuan nafas.
Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang
tidak terdeteksi.
4. Asuhan Keperawatan terhadap Penyakit Tetanus
a. Pengkajian
1. Pengkajian Umum
1) Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan
luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
2. Pengkajian Khusus
1) System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis
akibat kontraksi otot pernafasan.
2) System cardiovascular : disritmia, takicardi,
hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 40Catau febris sampai ke terminal 43 - 44C.
3) System neurologis : irritability (awal), kelemahan,
konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa
saraf otak.
4) System perkemihan : retensi urine (distensi
kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria).
5) System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada
pergerakan usus.
6) System integument dan muskuloskletal : nyeri
kesemutan pada tempat luka, berkeringatan
(hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus,
spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi
alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan
menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi
status konvulsi dan kejang umum (E Marlyn
Doengoes, 1999).

21

b. Setelah dianalisis dari data yang ada maka timbul


beberapa
masalah
keperawatan
atau
masalah
kolaboratif.
1) Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spasme otot pernafasan.
2) Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan
nafas
terganggu
akibat
spasme
otot-otot
pernafasan.
3) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan
dengan efek toksin (bakterimia).
4) Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah.
5) Hubungan interpersonal terganggu berhubungan
dengan kesulitan bicara.
6) Gangguan
pemenuhan
kebutuhan
sehari-hari
berhubungan dengan kondisi lemah dan sering
kejang.
7) Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang
dan oliguria.
8) Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering
kejang.
9) Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakit
tetanus
dan
penanggulangannya
berhubungan dengan kurangnya informasi.
10)
Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan
dengan seringnya kejang.
c. Rencana Keperawatan
Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penumukan sputum pada trakea dan spame
otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis,
dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum
dan lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah
Abnormal (Asidosis Respiratorik).
Tujuan
22

Jalan nafas efektif.


Kriteria
1) Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada.
2) Pernafasan 16-18 kali/menit.
3) Tidak ada pernafasan cuping hidung.
4) Tidak ada tambahan otot pernafasan.
5) Hasil pemeriksaan laboratorium darah analisa gas
darah dalam batas normal (ph = 7,35-7,45 ; pco2 =
35-45 mmhg, po2 = 80-100 mmhg).
Intervensi dan Rasional
1) Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi
kepala ekstensi. Rasional: secara anatomi posisi
kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan
rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap
berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan
jalan nafas.
2) Pemeriksaan
fisik
dengan
cara
auskultasi
mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap 2 4
jam sekali. Rasional: ronchi menunjukan adanya
gangguan pernafasan akibat atas cairan atau secret
yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan
sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan
jalan nafas.
3) Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan
lendir dengan melakukan section. Rasional : section
merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan
secret, sehingga mempermudah proses respirasi.
4) Oksigenisasi sesuai intruksi dokter. Rasional:
pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai
dan memberikan cadangan oksigen, sehingga
mencegah terjadi hipoksia.
5) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam. Rasional:
dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang
menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time
yang memanjang/lama.
23

6) Observasi timbulnay gagal nafas/apnea. Rasional:


ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan
intervensi
yang
kritis
dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical
ventilation).
7) Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret
(mukolotik).
Rasional:
obat
mukolitik
dapat
mengencerkan secret yang kental sehingga mudah
mengeluarkan dan mencegah kekentalan.
Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan
nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan
yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi
otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang
menumpuk.
Tujuan
Pola nafas teratur dan normal.
Kriteria
1) Hipoksemia
teratasi,
mengalami
perbaikan
pemenuhan kebutuhan oksigen.
2) Tidak sesak, pernafasan normal 16 18 kali/menit.
3) Tidak sianosis.
Intervensi dan Rasional
1) Monitor irama pernafasan dan respirasi rate.
Rasional: indikasi adanya penyimpangan atau
kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi,
jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
2) Atur posisi luruskan jalan nafas. Rasional: jalan
nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses
respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3) Observasi tanda dan gejala sianosis. Rasional:
sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan
tubuh perifer.
4) Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter.
Rasional: pemberian oksigen secara adekuat dapat
24

mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,


sehingga mncegah terjadinya hipoksia.
5) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. Rasional:
dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang
menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time
yang memanjang/lama.
6) Observasi
timbulnya
gagal
nafas.
Rasional:
ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan
intervensi
yang
kritis
dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical
ventilato).
7) Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.
Rasional: kompensasi tubuh terhadap gangguan
proses
difusi
dan
perfusi
jaringan
dapat
mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.
Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan
dengan efek toksin (bakterimia) yang ditandai dengan
suhu tubuh meningkat menjadi 38 40 C, hiperhidrasi,
sel darah putih lebih dari 10.000/mm3.
Tujuan
Suhu tubuh normal.
Kriteria
1) Suhu kembali normal 36 37 c.
2) Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara
5.000 10.000/mm3.
Intervensi dan rasional
1) Atur suhu lingkungan yang nyaman. Rasional: iklim
lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu
tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi
melalui proses evaporasi dan konveksi.
2) Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Rasional: identifikasi
perkembangan
gejala-gejala
kearah
syok
exhaustion.
25

3) Berikan hidrasi atau minum yang adekuat. Rasional:


cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan
merupakan kompresi badan dari demam.
4) Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada
perawatan
luka.
Rasional:
perawatan
luka
mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih
berada disekitar luka.
5) Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal
rangsangan kejang. Rasional: kompres dingin
merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu
tubuh dengan cara proses konduksi.
6) Laksanakan program pengobatan antibiotic dan
antipiretik. Rasional: obat-obatan antibacterial
dapat mempunyai spectrum untuk mengobati
bakteri gram positif, atau bakteri gram negative,
antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi
untuk mengantisipasi panas.
7) Kolaborasi
dalam
pemeriksaan
laboratorium
leukosit. Rasional: hasil pemeriksaan leukosit yang
meningkat
lebih
dari
100.000/mm3
mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk
mengikuti
perkembangan
pengobatan
yang
diprogramkan.
Pemenuhan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang
ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman
yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui
hidung dan berat badan menurun disertai hasil
pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan
Kebutuhan nutrisi terpenuh.
Kriteria
1. Berat badan optimal.
2. Intake adekuat.
3. Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg%.
26

Intervensi dan Rasional


1) Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan
dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh.
Rasional: dampak dari tetanus adalah adanya
kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien
mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul
reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat
pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat
berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.
2) Kolaboratif.
3) Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet
TKTP cair, lunak, dan bubur kasar. Rasional: diet
yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari
tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
4) Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line.
Rasioanal: pemberian cairan perinfus diberikan pada
klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau
tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
5) Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu.
Rasional: NGT dapat berfungsi sebagai masuknya
makanan juga untuk memberikan obat.
5. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa hal
sebagai simpulan berikut ini.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan yang tidak bisa di
remehkan karena penyakit ini sangat berbahaya sekali, bahkan bisa
berdampak dengan kematian. Munculnya penyakit tetanus di tandai oleh
adanya kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.Gejala
ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Penyakit tetanus tidak menular
dari satu orang kepada orang lain, tetapi terdapat dalam tanah, usus, dan
kotoran hewan. Penyakit tetanus dapat di cegah dengan mudah oleh
vaksinasi.
27

Etiologi tetanus disebabkan oleh bakteri clostiridium tetani yang


didukung oleh adanya luka pada dalam perawatan yang salah. Tanda dan
gejala tetanus antara lain : masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari,
ketegangan otot rahang dan leher (mendadak), kesukaran membuka mulut
(trismus), kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang
belakang, dan saat kejang tonik tampak risus sardonikus. Gambaran umum
yang khas pada tetanus antara lain : badan kaku dengan epistotonus,
tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal, dan biasanya
keasadaran tetap baik. Pemeriksaan diagnostik pada tetanus antara lain :
pemeriksaan fisik yaitu adanya luka dan ketegangan otot yang khas
terutama pada rahang, Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L,
peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit, dan Pemeriksaan ECG dapat
terlihat gambaran aritmia ventrikuler. Pencegahan agar tidak terkena
tetanus antara lain : anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan,
ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X, Pencegahan terjadinya
luka & merawat luka secara adekuat, dan Pemberian anti tetanus serum.
Penyakit tetanus terdiri dari empat jenis, yaitu: penyakit tetanus
lokal, cephalic, generalized, dan neonarotum. Reservoir utama kuman pada
penyakit tetanus yaitu tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga
resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman
Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port dentree tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat
diduga melalui :
1) luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang,
luka bakar ,
2) luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan
baik.
3) otitis media, karies gigi, luka kronik, dan
4) pemotongan tali pusarv yang tidak steril, pembubuhan puntung tali
pusar dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan
daun-daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada
puntung tali pusar yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus
neonatorum.
Kejang dapat terjadi kembali pada saat pasien bila pasien mendapat
rangsangan motorik suara dan cahaya karena rangsangan ini merangsang
saraf untuk melakukan neurotransmisi untuk keotak dan pada akhirnya
keadaan ini semakin memperberat keadaan anak. Untuk itu pasien perlu
28

diisolasi dan diberi penerangan atau cahaya yang minimal diruangan


isolasi.
Penyakit tetanus dapat dihindari dengan mengawali hidup sehat,
seperti menggunakan alas kaki saat melakukan aktivitas dan menjauhkan
benda-benda yang telah berkarat dari lingkungan hidup anda dan keluarga .
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C.Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan
IAPK.
Depkes RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Depertemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1996. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Doenges E Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC:
Jakarta.
Hendanwanto. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
http://www.mentorhealthcare.com/new
Jonh. A Boswick. 1997. Perawatan Gawat Darurat. EGC: Jakarta.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of
medical-surgical nursing. 8th Edition. Alih Bahasa : Waluyo, A.
Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli terbit tahun 1999)
WHO Immunization surveillance, assessment and monitoring . Diunduh
pada 15 Agustus 2008 dari http://www.who.int/vaccines/
globalsummary/ immunization/timeseries/tsincidencente.htm

29

DAFTAR ISI

Halaman Sampul...........................................................................................i
Kata Pengantar............................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................iii
Pendahuluan.................................................................................................1
Sejarah Penyakit Tetanus.............................................................................2
Gambaran Umum Pada Penyakit Tetanus....................................................3
Pengertian Tetanus.......................................................................................4
Jenis-jenis Penyakit Tetanus........................................................................7
Penyebab, faktor persebaran dan gejala penyakit tetanus...........................12
Tanda-Tanda Munculnya, pencegahan, dan penanganan terhadap Penyakit
Tetanus.......................................................................................................15
Pemeriksaan diagnostik, komplikasi, pengobatan, penatalaksanaan, dan
pembedahan...............................................................................................17
Asuhan Keperawatan terhadap Penyakit Tetanus.......................................19
Simpulan....................................................................................................24
Daftar Pustaka............................................................................................26

30

Vous aimerez peut-être aussi