Vous êtes sur la page 1sur 17

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS APERTUM

Oleh :
Isthafa Alanisa
NIM. 150070300011041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

1. Definisi Vulnus
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Vulnus appertum adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan biasanya karena
tarikan atau goresan benda tumpul.
Vulnus appertum adalah luka robek merupakan luka terbuka yang terjadi kekerasan
tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
2. Etiologi
a. Mekanik
Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau
runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
Benda tumpul
Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
Trauma fisika
Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat

exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.


Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel,
Luka akibat trauma listrik
Luka akibat petir
Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
3. Klasifikasi
Berdasarkan derajat kontaminasi
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka
sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada
kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses

penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat
ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur
terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan
yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma
lama.
Berdasarkan Mekanisme terjadinya Luka
a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis
akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini
banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh
maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa
garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas seharihari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk
luka teratur .
c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau
compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini
dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan
otot.
d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya
menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan
kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga
disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka, dibagi menjadi
Stadium I
Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
Stadium II

Luka Partial Thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan
bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III
Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan
fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV
Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya destruksi/kerusakan yang luas (David, 2007).

4. Patofisiologi
Etiologi vulnus

anik : benda tajam, benda tumpul, tembakan/ledakan, gigitan binatang


Non mekanik:
bahan kimia, suhu tinggi, radiasi

Kerusakan integritas jaringan


Kerusakan intergritas kulit

Traumatic jaringan
Kerusakan pembuluh darah

Terputusnya kontinuitas jaringan


Rusaknya barrier pertahanan primer
Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer
Terpapar lingkungan

Keluarnya cairan tubuh


Stimulasi neurotransmitter (histamine, prostaglandin, bradikinin, prostagladin)
Hipotensi, hipovolemi, hipoksia, hiposemi

Resiko tinggi infeksi

Resiko syok :hipovolomik


Nyeri akut

Pergerakan terbaras

Gangguan mobilitas fisik

ansietas

Gangguan pola tidur

5. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan
kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptik seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas

dan

dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam


b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik
borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran
dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
4) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri
dan jamur.
b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan
genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

2) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan


aridin

dan

berupa

serbuk

berwarna

kuning

dam

konsentrasi

0,1%.

Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka


terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan
cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka.
Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka
lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau
disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis,
non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi
natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na +
154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
c. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan
mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang
dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau
tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh.
Berikut ini adalah berbagai jenis jahitan kulit yang lain:
1. Jahitan Terputus Sederhana (Simple Interrupted Suture)
Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul
sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk
daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu
dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus dibuat

dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan


jahitan

ini

adalah

tempat

yang

bila

terbuka,

benang
dan

putus,

bila

hanya

satu

terjadi infeksi

luka,

cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan


tetapi,

dibutuhkan

waktu

lebih

lama

untuk

mengerjakannya.
2. Jahitan Matras
a. Jahitan Matras Horisontal
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan

dengan

penusukan

sejajar

sejauh

cm

dari

tusukan

pertama.. Memberikan hasil jahitan yang kuat.


b. Jahitan Matras Vertikal
Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian
dilanjutkan dengan

menjahit

penyembuhan

yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh

luka

tepi-tepi

luka.

Biasanya

menghasilkan

jahitan ini.
c. Jahitan Matras Modifikasi
Modifikasi

dari

matras

horizontal

tetapi

menjahit

daerah

luka

seberangnya pada daerah subkutannya.


3 Jahitan Kontinyu
Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah
satu

simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang

dipakai untuk menjahit kulit.


a. Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan
kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil
kosmetik

yang

baik,

tidak

disarankan

penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.

b. Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)


Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada
jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan
peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

c. Jahitan Intradermal
Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus
(hanya berupa satu garis saja). Dilakukan jahitan
jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah dermis.

e. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
f.

Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian
kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,
sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah
yang menyebabkan hematom.

g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,
2000)..

No
1
2
3
4
5
6

Lokasi
Kelopak mata
Pipi
Hidung, dahi, leher
Telinga,kulit kepala
Lengan, tungkai, tangan,kaki
Dada, punggung, abdomen

Waktu
3 hari
3-5 hari
5 hari
5-7 hari
7-10+ hari
7-10+ hari

6. Komplikasi
a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
b. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi,
penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan
intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,
kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di
daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

7. Asuhan Keperawatan
a. Masalah Keperawatan
Data
DS:
Kien mengatakan

Etiologi
Benda tajam, tumpul, suhu
tinggi, bahan kimia

Masalah
Nyeri akut

nyeri
DO:
Terdapat
pada

luka

bagian

tubuh
Grimace
Peningkatan
RR & HR

DS:
Klie n melaporkan
nyeri pada daerah
perlukaan
DO:
Kerusakan lapisan
dermis
DS:
Klien mengatakan
terdapat luka dan
terasa nyeri
DO:
Luka terbuka
dengan
perdarahan
DS:DO:
Tampak adanya
luka pada kulit
Luka tampak kotor
dan terdapat
benda asing

Perlukaan pada kulit

Proses inflamasi

Pelepasan substansi kimia


(histamine, bradikinin)

Stimulasi ujung saraf

nyeri
Benda tajam, tumpul, suhu
tinggi, bahan kimia

Traumatic jaringan

Kerusakan integritas jaringan

Benda tajam, tumpul, suhu


tinggi, bahan kimia

Traumatic jaringan

Kerusakan pembuluh darah

Perdarahan berlebih

Keluarnya cairan tubuh

Resiko syok : hipovolemik


Perlukaan pada jaringan kulit

Kerusakan epidermis, dermis

Fungsi kulit sebagain

Kerusakan

integritas

jaringan

Resiko syok

Resiko infeksi

pertahanan primer hilang

Terpapar lingkungan

Resiko infeksi

b. Rencana Intervensi
Diagnosa 1 nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam nyeri terkontrol
KH: Melaporkan nyeri terkontrol/ berkurang, ekspresi wajah rileks, mampu menggunakan
tehnik relaksasi
Intervensi
Kaji tanda-tanda vital (TD,suhu,
Nadi,RR)

Rasional
Nyeri cenderung membuat TD,

suhu,nadi, dan RR meningkat


Kaji keluhan nyeri termasuk lokasi,

Pengkajian berkelanjutan membatu

karateristik,

meyakinkan bahwa penanganan dalam

durasi,

frekuensi,

dan

identifikasi faktor yang memperberat

memenuhi kebutuhan pasien dalam

dan menurunkan nyeri

mengurangi nyeri

Berikan tindakan kenyamanan dasar

Menurunkan ketegangan otot

(mis pijatan pada erea yang tidak sakit)


Ajarkan tehnik relaksasi (mis nafas

Memfokuskan kembali perhatian,

dalam)

meningkatkan relaksasi, dan


meningkatkan rasa control yang dapat
menurunkan ketergantungan

Berikan obat analgesik sesuai indikasi.

farmakologis
Membantu menurunkan intensitas

Pantau

nyeri. Untuk menentukan keefektifan

adanya

reaksi

yang

tidk

diinginkan terhadap obat

obat

Diagnos 2 : kerusakan integritas jaringan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kerusakan integritas
jaringan pasien teratasi
KH:

Perfusi jaringan normal

Tidak ada tanda-tanda infeksi

Ketebalan dan tekstur jaringan normal

Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah


terjadinya cidera berulang

Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

Intervensi
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

Rasional

setiap dua jam sekali


Monitor kulit akan adanya kemerahan

Memeriksa adanya kemungkinan infeksi

Monitor aktivitas dan mobilitas klien

berlanjut
Mobilitas yang terlalu berlebihan akan

Observasi

menghambat penyembuhan luka


Menunjukkan perkembangan luka dan

kedalaman

luka
luka,

lokasi,

dimensi,

karakteristik,warna

keefektifan terapi serta kemungkinan infeksi

cairan, granulasi, jaringan nekrotik,


tanda-tanda

infeksi

lokal,

berlanjut

formasi

traktus
Periksa

luka

secara

teratur, catat

Pengenalan akan adanya proses kegagalan

karateristiknya
Berikan penguatan pada balutan awal/

penyembhan luka/ perkembangannya


Melindungi luka dari perlukaan mekanis dan

penggantian sesuai indikasi


Pastikan daerah luka kering dan bersih

kontaminasi
Merangsang

dan berikan rangsangan peningkatan

secara alami

sirkulsi ke daerah sekitar luka


Tingkatkan hidrasi adekuat

Untuk mencegah kehilangan cariran via

Monitor status nutrisi pasien

transepidermal
Nutrisi juga menentukan

kolaborasi : diet TKTP dan pemberian

penyembuhan luka
Mempercepat tingkat penyembuhan luka

proses

penyembuhan

tingkat

luka

masa

vitamin
Ajarkan pada keluarga tentang luka

Memandirikan

dan perawatan luka

intervensi keperawatan pasien jika nanti

Berikan

sudah pulang
Menghindari komplikasi lebih lanjut

posisi

yang

mengurangi

keluarga

pasien

dalam

tekanan pada luka


Diagnos 3 : resiko syok
Tujuan: dalam 2x60 menit resiko syok tidak terjadi
KH: suhu normal 36,5-37,5c, tidak terjadi hipotensi akut (TD normal), perdarahan berhasil
di atasi, pasien mulai tenang
Intervensi
Monitor keadaan umum pasien.

Rasional
Untuk memantau kondisi pasien selama
masa perawatan teruta-ma saat terjadi
perdarahan.
Dengan memonitor keadaan umum pasien,
perawat dapat segera me-ngetahui jika
terjadi tanda-tanda pre syok/syok sehingga
dapat se-gera di tangani.

Observasi tanda-tanda vital tiap


jam.

2-3

Tanda vital dalam batas normal


menandakan keadaan umum pasien baik,
perawat perlu terus mengob-servasi tanda-

tanda vital selama pasien mengalami


perdarahan un-tuk memastikan tidak terjadi
pre syok/syok.
Monitor tanda-tanda perdarahan

Perdarahan yang cepat diketahui dapat


segera diatasi, sehingga pasi-en tidak
sampai ke tahap syok hi-povolemik akibat
perdarahan he-bat.

Jelaskan pada pasien/keluarga tentang

Dengan memberi penjelasan & me-libatkan

tanda-tanda perdarahan yang mungkin

keluarga diharapkan tan-da-tanda

dialami pasien

perdarahan dapat diketa-hui lebih cepat &


pasien/ keluarga menjadi kooperatif se-lama
pasien di rawat.

Anjurkan pasien/keluarga untuk se-gera

Keterlibatan keluarga untuk segera

melapor jika ada tanda-tanda

melaporkan jika terjadi perdarahan terhadap

perdarahan.

pasien sangat membantu tim perawatan


untuk segera mela-kukan tindakan yang
tepat.

Pasang infus, beri terapi cairan in-

Pemberian cairan intravena sangat

travena jika terjadi perdarahan

diperlukan untuk mengatasi kehi-langan

(kolaborasi dengan dokter).

cairan tubuh yang hebat yai-tu untuk


mengatasi syok hipovo-lemik. Pemberian
infus dilakukan dengan kolaborasi dokter.

Cek Hb, Ht, trombosit (sito).

Untuk mengetahui tingkat kebo-coran


pembuluh darah yang di alami pasien &
untuk acuan me-lakukan tindakan lebih
lanjut terhadap perdarahan tersebut.

Perhatikan keluhan pasien seperti mata

Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh

berkunang-kunang, pusing, lemah,

perdarahan tersebut pada pasien sehingga

ekstremitas dingin, sesak nafas.

tim kesehatan le-bih waspada.

Berikan tranfusi sesuai dengan program

Untuk menggantikan volume darah serta

dokter.

komponen darah yang hilang.

Monitor masukan & keluaran, catat &

Pengukuran & pencatatan sangat penting

ukur perdarahan yang terjadi, produksi

untuk mengetahui jumlah perdarahan yang

urin.

dialami pasien. Untuk mengetahui


keseimbangan cairan tubuh. Produksi urin

yang lebih pekat & lebih sedikit dari normal


(sangat sedikit) menunjukkan pasien
kekurangan cairan & mengalami syok. Hatihati terha-dap perdarahan di dalam.
Berikan obat-obatan untuk me-ngatasi

memandirikan

keluarga

pasien

dalam

perdarahan sesuai dengan program

intervensi keperawatan pasien jika nanti

dokter.

sudah pulang

Berikan terapi oksigen sesuai dengan

Pemberian O2 akan membantu ok-sigenasi

kebutuhan.

jaringan, karena dengan terjadinya


perdarahan hebat maka suplai oksigen ke
jaringan terganggu.

Segera lapor dokter jika tam-pak tanda-

Untuk

mendapatkan

penanganan

tanda syok hipovolemik & observasi ketat

lanjut sesegera mungkin.

lebih

pasien serta perce-pat tetesan infus


sambil menunggu program dokter
selanjutnya
4. resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Suhu dalam rentang 36,5-37,5 C
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Keadaan luka bersih

Intervensi

Rasional

1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1


sistemik dan lokal
2. Kaji suhu
neutropenia

badan

Untuk menentukan intervensi yang


akan dilakukan

pada pasien 2

setiap 4

jam

dan

mencegah keadaan penyakit yang

laporkan jika di atas 38,50C


3. Pertahankan teknik aseptif
4. Batasi pengunjung bila perlu

Mengetahui kenaikan suhu dan


lebih serius

Memperkecil resiko komplikasi lebih


lanjut

5. Cuci tangan setiap sebelum dan 4


sesudah

tindakan

keperawatan,

Pengunjung yang keluar masuk


mempertinggi transmisi bakteri

ajarkan dan anjurkan pasien untuk

Mencegah pemasukan bakteri dan

melakukan hal yang sama.

infeksi/sepsis lebih lanjut

6. Gunakan

baju,

sarung

tangan 5

sebagai alat pelindung

Menghilangkan kontak dengan kuman

7. Ganti letak IV perifer dan dressing

penyakit, dan memandirikan klien

sesuai dengan petunjuk umum

dalam perawatan diri

8. Gunakan kateter intermiten dan 6


teknik

steril

Mempertahankan prinsip steril

pemasangannya

selama perawatan di RS

Untuk upaya meproteksi diri tenaga


kesehatan

Untuk mengurangi resiko infeksi lebih

9. Kolaborasi terapi antibiotik

lanjut

10. Pantau dan laporkan tanda dan 8

untuk menurunkan infeksi kandung

gejala ISK (Infeksi Saluran Kemih),

kencing, Mencegah pemasukan

lakukan tindakan untuk mencegah

bakteri dan infeksi/sepsis lebih lanjut

ISK.
11. Inspeksi
mukosa

9
kulit

dan

terhadap

untuk mengurangi infeksi yang terjadi

membran 10 ISK adalah salah satu komplikasi BPH


kemerahan,

yang perlu ditangani lebih lanjut

panas, drainase

11 Kemerahan, panas, kondisi drainase

12. Monitor adanya luka

adalah indicator perkembangan

13. Dorong istirahat

kondisi infeksi

14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda 12 Bagi pasien BPH, luka baik dari
dan gejala infeksi

pemasangan kateter, tirah baring,


pemasanagan IV perlu diperhatikan
untuk mengantisipasi komplikasi
infeksi lebih lanjut
13 Istirahat yang cukup akan
mempercepat penyembuhan
14 Memandirikan klien dan keluarga
dalam perawatan diri klien

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010. Nursing
Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting Client Care.
Philadelphia : F.A Davis Company
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan
Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah
Mandiri, Jakarta
Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius
NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and Classification. West
Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell

Vous aimerez peut-être aussi