Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Tindakan anamnesis adalah sebuah bentuk komunikasi atau wawancara dimana dokter
berusaha memperoleh informasi menyangkut keluhan dan penyakit pasien. 1 Tujuan utama
anamnesis adalah untuk mendapatkan data-data yang diperlukan oleh seorang dokter terhadap
pasiennya. Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan; (1) menanyakan identitas pasien,
(2) keluhan utama dan lamanya sakit, (3) riwayat penyakit sekarang dengan menanyakan
karakter keluhan utama,perkembangan keluhan utama seperti obat-obat yang telah diminum dan
hasilnya, (4) riwayat penyakit dahulu, (5) riwayat pribadi seperti kebiasaan makan, kebiasaan
merokok, alkohol, dan penggunaan narkoba, serta riwayat imunisasi, (6) riwayat sosial ekonomi
seperti lingkungan tempat tinggal dan hygiene, (7) riwayat kesehatan keluarga, dan (8) riwayat
penyakit menahun keluarga seperti alergi, asma, hipertensi, kencing manis, dll. Setalah itu yang
harus dilakukan adalahmelakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk kepentingan dalam
menentukan diagnostik.
Leptospira adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira
interogens yang bersifat pathogen dan Leptospira biflexa yang tidak pathogen. Indonesia
merupakan Negara dengan insiden ke 3 tertinggi di dunia. 2 Bakteri Leptospira menular ke
manusia dapat secara langsung melalui kulit yang terluka, mukosa hidung, mulut maupun mata
atau secara tidak langsung melalui air, tanah, lumpur, tanaman, makanan terkontaminasi
Leptospira sp.2 Sejak masuknya bakteri sampai menjadi sakit membutuhkan waktu antara 2 hari
sampai 4 minggu. Bakteri ini hidup di ginjal dan dikeluarkan melalui urine. Gejala klinis
leptospirosis yaitu menggigil, sakit kepala, lesu, muntah, mata merah, rasa nyeri pada otot betis
dan punggung.
Anamnesis
Tindakan anamnesis adalah sebuah bentuk komunikasi atau wawancara dimana dokter
berusaha memperoleh informasi menyangkut keluhan dan penyakit pasien. 2 Anamnesis
merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan utama anamnesis adalah dokter
dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan gejala penyakit yang dirasakan oleh pasien,
Hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit dan hal-hal lain yang akan mempengaruhi
perjalanan penyakit dan proses pengobatan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat dan
1
menilai adanya kelainan dan gangguan pada tubuh pasien, baik terlihat keluhannya ataupun
tidak.
Ada 2 cara dalam melakukan anamnesis yaitu dengan cara autoanamnesis dan allo
anamnesis. Autoanamnesis adalah cara kita sebagai dokter untuk memperoleh informasi
langsung dari pasien, sementara alloanamnesis kita perlu menanyakan informasi kepada keluarga
ataupun orang terdekat pasien. Anamnesis yang akan kita lakukan pada pasien ini adalah secara
alloanamnesis, karena pasien yang datang adalah pasien anak-anak. Yang biasa ditanyakan pada
saat kita melakukan anamnesis adalah:
Identitas Pasien
Nama lengkap pasien, jenis kelamin, umur pasien, tempat dan tanggal lahir pasien, status
perkawinan, agama, suku bangsa, alamat, pendidikan, pekerjaan dan riwayat keluarga
yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek sebelah ibu, ayah, ibu,
saudara kandung dan anak-anak
Dari kasus yang kita dapatkan adalah seorang laki-laki berusia 45 tahun
Keluhan utama
keluhan utamanya apa ya? (pada kasus keluhan utamanaya adalah demam tinggi dan
nyeri betis )
sudah berapa lama? (sejak 4 hari yang lalu)
Kita juga perlu menanyakan bagaimana demamnya,apakah demamnya terus menerus atau
hilang timbul, biasanya demamnya paling tingginya kapan,setelah demam apakah merasa
menggigil dan berkeringat? (dari kasus pasien demam tinggi terus menerus
Riwayat penyakit sekarang
apakah ada keluhan lain seperti mual, muntah, sakit kepala? (pada kasus tidak
dijelaskan )
Riwayat Penyakit Dahulu dan obat
Apakah bapak pernah sakit seperti ini atau tidak?
sebelumnya sudah pernah ke dokter atau minum obat? Kalau sudah, minum obat apa
aja? Bagaimana perkembangannya?
2
Riwayat pribadi
Tanyakan pada pasien riwayat makannya apakah sebelumnya makan sembarangan atau
tidak (untuk menyingkirkan hepatitis a), tanyakan apakah pasien habis berpergian ke
daerah endemic atau tidak.
Riwayat sosial
Penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh penyakit yang mereka derita
terhadap hidup dan keluarga mereka. Pekerjaan tertentu berisiko menimbulkan penyakit tertentu
jadi penting untuk mendapatkan riwayat pekerjaan yang lengkap.Tanyakan kep ada pasien
apakah di lingkungan rumahnya dan pekerjaannya banyak terdapat binatang pengerat atau tidak,
dekat dengan
sebelumnya daerah rumahnya terkena banjir atau tidak. Dalam kasus ternyata diketahui bahwa
pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dengan sanitasi kurang dan seminggu daerah
tersebut terkena banjir.
Riwayat Keluarga
Penting untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien karena terdapat
konstribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit, untuk itu perlu ditanyakan apakah
keluarganya ada yang menderita penyakit ini atau tidak.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat dan menilai adanya kelainan dan gangguan
pada tubuh pasien, baik terlihat keluhannya ataupun tidak. Perlu diingat pada saat melakukan
pemeriksaan baik fisik maupun penunjang kita harus melakukan inform consent terlebih dahulu
terhadap pasien dan jangan lupa juga untuk mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan.
Pada pemeriksaan fisik yang perlu kita ketahui adalah keadaan umum pasien dan memeriksa
tanda-tanda vital pada pasien. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan
sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara
kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium. Pada kasus yang
3
dapat kita dapatkan adalah keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadarannya adalah
compos mentis, Tekanan darah 120/80, nadi 90x/menit, suhu 39 o C, dan pernafasannya
18x/menit.
Biasanya pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematik dari kepala hingga kaki yang
sering disebut dengan pemeriksaan head to toe. Dalam pemeriksaan fisik daerah abdomen
pemeriksaan dilakukan dengan sistematis inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Dari
skenario yang ada setelah melakukan pemeriksaan head to toe yang didapatkan adalah pada mata
sclera ikterik, dan terdapat injeksi subkonjungtiva.Pada abdomen nyeri tekan kanan atas, hepar
teraba 2 jari di bawah arcus costae dan konsistensinya lunak. Pada betis teraba nyeri tekan di
kedua betis.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah lengkap
a. Kasus Ringan
Hasil pemeriksaan darah tepi penderita leptospirosis ringan, ditemukan
laju endap darah meningkat, jumlah lekosit tidak jelas, kadang-kadang di bawah
nilai normal, normal, atau sedikit meningkat. 3 Hasil tes fungsi hati ditemukan
sedikit peningkatan aminotransferase, bilirubin, dan alkalinphospatase, sedangkan
secara klinis ikterus tidak tampak dengan jelas. Hasil pemeriksaan urine
ditemukan proteinuria, pyuria, dan sering ditemukan hamaturia mikroskopik. Juga
ditemukan adanya hialin dan granular cast pada minggu pertama sakit.
b. Kasus berat
Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus yang Sangat Berat
Pemeriksaan darah tepi tampak leukositosis dengan pergeseran ke arah kiri, dan
trombositopeni berat. Dari tes fungsi ginjal ditemukan gangguan fungsi ginjal
ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin plasma. Tingkat azotemia terjadi
bervariasi tergantung beratnya penyakit.3 Tes fungsi hati pada leptospirosis berat
umumnya memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin darah cukup bermakna
dengan sedikit peningkatan kadar alkalin phospatase. Peningkatan bilirubin
umumnya tidak sesuai dengan nilai tes fungsi hati yang lain. Hasil pemeriksaan
pungsi lumbal terutama ditemukan sel limfosit, kadar protein normal atau sedikit
meningkat, sementara kadar glukose normal. Pada penderita dengan ikterus berat,
4
leptospirosis dikenal sebagai Weils Disease. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood
fever atau demam banjir, karena sering membuat wabah pada saat banjir. Di beberapa
negara, leptospirosis dikenal dengan nama mudfever, slime fever, swamp fever, autumnal
fever, field fever, canicola fever, dan icterohemorrhagic fever.5 Menurut International
Leptospirosis Society, Indonesia merupakan negara dengan insiden leptospirosis tinggi,
serta menempati peringkat ke tiga di dunia untuk mortalitas .
Bakteri Leptospira menular ke manusia dapat secara langsung melalui kulit yang
terluka, mukosa hidung, mulut maupun mata atau secara tidak langsung melalui air, tanah,
lumpur, tanaman, makanan terkontaminasi Leptospira sp.2 Sejak masuknya bakteri sampai
menjadi sakit membutuhkan waktu antara 2 hari sampai 4 minggu. Bakteri ini hidup di
ginjal dan dikeluarkan melalui urine. Gejala klinis leptospirosis yaitu menggigil, sakit
kepala, lesu, muntah, mata merah, rasa nyeri pada otot betis dan punggung. Dimana gejala
tersebut akan muncul selama 4 - 9 hari. Beberapa konfirmasi laboratoris yang dapat
digunakan untuk diagnosa leptospirosis diantaranya menggunakan tes yakni pemeriksaan
darah lengkap, kultur dan pemeriksaan serologi. Leptospirosis umumnya menyerang para
petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang, pembersih selokan, pekerja Rumah Potong
Hewan dan militer serta dokter hewan. Ancaman ini berlaku pula bagi mereka yang
mempunyai kebiasaan melakukan aktivitas di danau atau di sungai seperti berenang dan
memancing ikan.
7
2. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit yang ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Ada 4 serotipe dari plasmodium ini, yaitu plasmodium falciparum, vival, ovale dan tertian
dan yang paling sering menyebabkan malaria di Indonesia adalah plasmodium vivax dan
falciparum. Infeksi parasite malaria pada manusia ditandai dengan nyamuk anopheles
betina yang menggiit manusia dan nymuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh
darah dan berkembang dalam tubuh manusia. Infeksi malaria memberikan gejala berupa
demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.2 Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam berupa keluhan kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa
dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak enak,
diare ringan, dan kadang-kadang dingin.4 Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias
Malaria secara berurutan. Periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering
membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar
dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur. Selanjutnya periode
panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam,
diikuti dengan berkeringat. Dilanjutkan dengan periode berkeringat: penderita berkeringat
banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat.4
3. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan salah satu penyakit yang dapat menyerang organ hati dan
disebabkan oleh infeksi virus. Jumlah pengidap penyakit ini di dunia diperkirakan
mencapai 1,4 juta jiwa pada tiap tahunnya. Salah satu tipe hepatitis virus akut pada anak
dan orang dewasa disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV) yang merupakan penyebab
hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius). Masa inkubasi dari hepatitis A adalah 2-6
minggu. Gejala awal yang dapat muncul meliputi demam, mual, muntah, nyeri pada sendi
dan otot, serta diare. Ketika organ hati sudah mulai terserang, ada beberapa gejala lain yang
akan muncul, yaitu urine berwarna gelap, tinja berwarna pucat, sakit kuning dan gatalgatal. Selain itu, daerah perut bagian kanan atas juga akan terasa sakit terutama jika
ditekan. Penyebab penyakit ini adalah virus hepatitis A yang dapat menyebar dengan sangat
mudah. Cara penyebaran utamanya adalah melalui makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi oleh tinja pengidap hepatitis A.
8
Etiologi
Leptospirosis disebabkan kuman dari genus Leptospira dari famili Leptospiraceae.
Kuman ini berbentuk spiral, tipis, halus dan fleksibel dengan ukuran panjang 5-15 m, lebar 0,10,2 m. Salah satu ujung leptospira berbentuk bengkok seperti kait. Leptospira tidak berflagel,
namun dapat melakukan gerakan rotasi aktif.5 Kuman ini tidak mudah diwarnai, namun dapat
diwarnai dengan impregnasi perak. Leptospira tumbuh baik pada kondisi aerobik di suhu 2830C. Pada media yang mengandung serum kelinci (Fletchers medium), juga pada media yang
mengandung
serum
sapi
(Ellinghausen
McCullough-Johnson-Harris/EMJH
medium),
pertumbuhannya terlihat dalam beberapa hari sampai 4 minggu. 5 Genus Leptospira sendiri terdiri
dari dua spesies yaitu L.interrogans (yang patogen) dan L.biflexa (yang bersifat saprofit/
nonpatogen). Spesies L.interrogans dibagi dalam beberapa serogrup yang terbagi lagi menjadi
lebih 250 serovar berdasarkan komposisi antigennya. Beberapa serovar L.interrogans yang
patogen pada manusia adalah L.icterohaemorrhagiae, L.canicola, L.pomona, L.grippothyphosa,
L.javanica, L.celledoni, L.ballum, L.pyrogenes, L.bataviae, L. hardjo, dan lain-lain.
Epidemiologi
Leptospira tersebar diseluruh dunia, semua benua kecuali benua antartika, namun banyak
didaerah tropis. Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia.6 Tikus, adalah reservoir yang paling penting,
walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan peliharaan dan domestic dapat juga
membawa mikroorganisme ini. Leptospira meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya
dan dapat menetap pada tubulus renal selama beberapa tahun. Transmisi leptospira terjadi
melalui kontak langsung dengan urin, darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau
paparan pada lingkungan; transmisi antar manusia jarang terjadi. 7 Karena leptospira diekresikan
melalui urin dan dapat bertahan dalam air selama beberapa bulan, air adalah sarana penting
dalam transmisinya. Epidemik leptospirosis dapat terjadi melalui paparan air tergenang yang
terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi. Leptospirosis paling sering terjadi di daerah
tropis karena iklimnya sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan pathogen untuk bertahan hidup.
Pada beberapa negara berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah.
9
Manusia tidak sering terinfeksi leptospirosis. Ada beberapa kelompok pekerjaan tertentu
yang memiliki resiko tinggi yaitu pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan,
pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan atau orang-orang yang mengadakan
perkemahan di hutan, dokter hewan. Setiap individu dapat terkena leptospirosis melalui paparan
langsung atau kontak dengan air dan tanah yang terinfeksi. Leptospirosis juga dapat dikenali
dimana populasi tikus meningkat.
Aktivitas air seperti berselancar, berenang, dan ski air, membuat seseorang beresiko
leptospirosis.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang, masa puncak insiden dijumpai pada
musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup leptospira, sedangkan didaerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim
hujan.
Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis berupa kesulitan dalam melakukan
diagnostik awal. Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai mikroskop biasa dapat
dideteksi adanya gerakan leptospira dalam urin. Diagnostik pasti ditegakkan setelah ditemukan
leptospira pada urin atau uji serologi positif. Untuk dapat berkembang biak, leptospira
memerlukan lingkungan optimal serta bergantung pada suhu yang lembab, hangat, PH air/tanah
yang netral, dimana kondisi ini ditemukan sepanjang tahun di daerah tropis.
Patofisiologi
Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah
dan berkembang lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh melalui darah. Kemudian terjadi
respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih dapat bertahan
pada beberapa daerah yang terisolasi secara imunologi seperti didalam ginjal, hingga bakteri bisa
hidup disana dan keluar melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam urin sekirat 8 hari sampai
seminggu setelah infeks idan sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun kemudian.
Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosit dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan
cepat akan lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia, 4-7 hari,
mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria
berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat dalam patogenesis leptospira adalah:
invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.8
10
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksik yang bertanggung
jawab atas terjadinya keadaan patalogis pada beberapa organ. Lesi yang muncul akibat kerusakan
pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan
fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologik yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur. Lesi inflamasi menunjukkan
adanya edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel plasma. Selain diginjal, leptospira bisa
bertahan di otak dan mata. Bakteri ini bisa masuk ke cairan serebrospinal dan terjadi meningitis
yang sering menjadi komplikasi.7
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosis mempunyai
dua fase penyakit yang khas, yaitu:
1. Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira didalam darah dan cairan serebrospinal. Hal ini
akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologis terbanyak yang terjadi
sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenal leptospira adalah ginjal, hati,
otot dan pembuluh darah.7
dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat
ditangani pasien akan membaik, suhu kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat
dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. 7 Pada keadaan sakit lebih berat, demam
turun setelah 7hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali.
Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
2. Fase Imun (fase leptospirurik)
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu
400C disertai menggigil dan kelemahan umum. 7 Terdapat reasa sakit yang menyeluruh pada
leher, perut, otot-otot kaki, terutama betis. Terdapat pendarahan berupa epistaksis, gejala
kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik.pendarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik,
purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan yang paling
sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda
patognomosis untuk leptospirosis. Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini.
Walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CCS dijumpai pada 5090% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap beberapa minggu tetapi biasanya hilang
setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat ditemukan pada urin.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis beragam, mulai dari gejala ringan seperti demam yang tak terlalu
tinggi sampai berat seperti sindrom Weil. Masa tunas berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13
hari dengan rata-rata 10 hari). Pada leptospirosis akan ditemukan perjalanan klinis bifasik, yaitu
leptospiremia di mana leptospira ditemukan dalam darah, fase imun, dan fase penyembuhan.
Pada fase leptospiremia timbul gejala demam yang mendadak, disertai gejala sakit kepala
terutama di bagian frontal, oksipital dan bitemporal. Pada otot akan timbul keluhan mialgia dan
nyeri tekan terutama pada otot gastroknemius, paha dan pinggang yang diikuti dengan
hiperestesia kulit. Pada fase yang berlangsung selama 4-9 hari ini juga dapat ditemui gejala
menggigil dan demam tinggi, mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis, penurunan
kesadaran, dan injeksi konjungtiva.9 Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk
makular/makulopapular/urtikaria yang tersebar pada badan, splenomegali, dan hepatomegali.
Fase berikutnya adalah fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM sementara
12
konsentrasi C3 tetap normal. Manifestasi klinis fase ini lebih bervariasi dibandingkan pada fase
leptospiremia. Setelah gejala asimtomatik selama 13 hari, gejala klinis pada fase leptospiremia
yang sudah menghilang akan muncul kembali, dan kadang disertai meningismus. Pada fase ini,
demam jarang melebihi 390 C dan berlangsung selama 13 hari. Gejala lain yang muncul pada
fase imun ini adalah iridosiklitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis serta neuropati perifer. Pada
fase 3, yaitu fase penyembuhan yang biasanya terjadi pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 dan
dapat ditemukan demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-angsur hilang.
Pada leptospirosis terdapat gambaran klinis yang khas, seperti sindrom Weil, meningitis
aseptikm
pretibial
fever,
dan
miokarditis.
Pada
sindrom
Weil
yang
disebabkan
L.icterohaemorrhagiae maupun serogrup lain yang terdapat pada 1-6% kasus leptospirosis,
ditemukan ikterus yang terkadang disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran,
dan demam bisa terjadi pada hari ke-7 tapi pada kekambuhan terdapat demam sampai beberapa
minggu. Hati membesar dan nyeri tekan dengan serum glutamik oksaloasetat transaminase
(SGOT) meninggi, namun tidak melebihi 5 kali normal dan bilirubin meninggi sampai 40 mg%
karena hambatan pada ekskresi bilirubin.9
Manifestasi gangguan ginjal ditandai dengan adanya proteinuria dan azotemia dan bila
berat dapat terjadi nekrosis tubular akut dan oligouria. Peninggian blood urea nitrogen (BUN)
yang hebat dapat terjadi pada hari ke-5 sampai ke-7. Pada sindrom Weil bisa juga terjadi
perdarahan karena proses vaskulitis difus di kapiler disertau hipoprotrombinemia dan
trombositopenia, misalnya epistaksis, hemoptisis, hematemesis, melena, perdarahan adrenal,
serta penumonitis hemoragik di paru. Meningitis aseptik terjadi pada 5-13% pasien leptosirosis.
Pada fase imun dari penyakit yang tersering disebabkan karena
pleiositosis yang hebat dan cepat dengan jumlah leukosit dalam cairan serebrospinal 10100/mm3. Kadang sampai 1000 dengan sel terbanyak adalah sel leukosit neutrofil dan sel
mononuklear. Glukosa dalam cairan serebrospinal bisa normal atau menurun.
Peninggian protein yang bisa tercapai 100mg% dapat dipakai untuk membedakan
meningitis aseptik yang disebabkan leptospira dengan virus L. automnalis, karena tersering
menyebabkan
pretibial fever yang onsetnya tiba-tiba dengan gambaran khas adanya ruam
berdiameter 3-5 cm yang menonjol dan eritematosa dengan distribusi yang simetris di daerah
pretibial. Pada 95% pasien ditemukan splenomegali. L.pomona yang biasanya menyebabkan
ruam pada badan kadang menyebabkan pretibial fever. Miokarditis disertai aritmia jantung
13
berupa fibrilasi atrial, flutter atrial, takikardi ventrikel dan ventricular premature beat dapat
disebabkan infeksi L. pomona dan L. grippotyphosa.
Penatalaksanaan
a. Medika Mentosa
Obat antibiotik yang biasa diberikan adalah penisilin, streptomisin, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin dan siprofloksasin.10 Obat pilihan pertama adalah penisilin G 1,5 juta
unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemberian penisilin G terlihat reaksi
Jarisch Hexheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas antileptospira. Obat-obat ini efektif
pada pemberian hari 1-3 namun kurang bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak
efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis.11 Tindakan suportif diberikan sesuai
keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.
b. Non Medika Mentosa
Pada penderita leptospora sebaiknya diberikan nutrisi yang baik dan menjaga lingkungan
yang bersih yang terbebas dari cara penularan leptospira contohnya ketika banjir menguras air
yang masuk kedalam rumah sampai bersih sehingga tidak ada air atau kotoran hewan yang
masuk kedalam rumah.
Komplikasi
Komplikasi Leptospirosis antara lain;
1. Meningitis: gangguan neurologi terbanyak sebagai komlikasi.
2. Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
3. Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
4. Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat
mengakibatkan kematian mendadak.
5. Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
6. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran
pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
7. Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
Prognosis
14
Secara umum, apabila kasus ditangani dengan baik dan dengan pemberian perawatan
sesuai yang dianjurkan memiliki prognosis baik. Tergantung keadaan umum pasien, umur,
virulensi leptospira, dan ada tidaknya kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi
akibat sekunder dari faktor pemberat seperti gagal ginjal, atau perdarahan dan terlambatnya
pasien mendapat pengobatan. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur
dibawah 30 tahun dan meningkat pada usia lanjut (30-40%).
Pencegahan
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes
perantara dan jenis serotipe sulit untuk dihapuskan. Pencegahan pada manusia juga sulit karena
tidak memungkinkan menghilangkan reservoir infeksi yang besar pada hewan.5
Pencegahan leptospirosis dapat dilakukan dengan cara:
local.
Mengisolasi hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumah-rumah
Kesimpulan
Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah
dikotori oleh air seni hewan-hewan penderita Leptospirosis. Bakteri leptospira masuk kedalam tubuh melaui
selaput lender (mukosa) mata, hidung atau kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari
15
makanan yang terkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi leptospira. Bila ditangani dengan cepat dan
tepat, prognosis baik.
Daftar Pustaka
1. Mochtar I. Dokter juga manusia. Jakarta: Gramedia pustaka utama; 2009.h.61.
2. Ikwati B, Nurjazuli. Analisis karakteristik lingkungan pada kejadian leptospirosis di
kabupaten demak jawa tengah tahun 2009. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol 9
No 1, April 2010.h.33-40.
3. Setiawan IM. Pemeriksaan laboraratorium untuk mendiagnosis penyakit leptospirosis.
Media Litbang Kesehatan volume XVIII no 1 tahun 2008.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke5.Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2807-12.
5. Tanzil K. Ekologi dan patogenitas kuman leptospira. Bagian mikrobiologi Universitas
Katolik Indonesia Atmajaya.tahun 29 nomer 324 september-oktober 2012.
6. Price AS, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta:EGC;2007.h.886-8.
16