Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Kemudian Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 memberikan dasar bagi Iahirnya
kewenangan negara yang diatur Pasal 2 Ayat (2) UU PA yang disebut dengan hak
menguasai negara. Hak negara dimaksud berisi kewenangan:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Ketiga kewenangan sebagaimana dimaksud di atas, untuk mewujudkan cita-cita
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (3) UUPA menyatakan bahwa,
"Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat
2 pasal ini, digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam
anti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara
hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur". Dalam mencapai
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, UUPA dalam Pasal 7
mengamanatkan bahwa untuk tidak merugikan kepentingan umum maka
Universitas Sumatera Utara
atau petani miskin yang tidak mempunyai tanah. Dalam rangka mewujudkan
tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat tersebut sebagaimana diamanatkan
Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, maka politik dan kebijakan pertanahan didasarkan
pada 4 Prinsip:
1. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat;
2. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan tatanan
kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan
pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah;
Undangundang
Nomor 56 Prp Tahun 1960 yang dikenal sebagai Undang-undang
Landreform Indonesia, mengatur 3 (tiga) soal yang diaturnya yaitu:
1.Penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian;
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian pada Tahun 1979 sampai dengan Tahun 1980 yang
Ayat (4), dan Pasal 28H Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing)
untuk mengajukan permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 56 Prp Tahun
1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian khususnya Pasal 10 Ayat (3) dan
Ayat (4) terhadap Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (4), dan Pasal 28H Ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini
disebakan karena Pemohon tidak memenui syarat-syarat yang telah ditentukan
undang-undang Mahkamah Konstitus. Setiap orang yang ingin mengajukan
penujian undang-undang, harus lah terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat yang
telah ditetapkan, dan ini merupakan hal yang sangat penting didalam mengajukan
pengujian undang-undang;
2. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau menyatakan
permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard) atau memutuskan berdasarkan keadilan dan UUD 1945;
3. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan;
4. Menyatakan Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) beserta Penjelasannya Undang-undang
Nomor 56 Prp Tahun1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian tidak
bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (4), Pasal 28I Ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. Menyatakan Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan
Luas Tanah Pertanian tetap mempunyai kekuatan hukum dan tetap berlaku
diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari pendapat yang berbeda dan alasan-alasan yang berbeda tampak dengan
jelas bahwa hal tersebut terjadi karena adanya hambatan-hambatan dari pelaksanaan
undang-undang tersebut. Pelaksanaan reformasi agraria menjadi tidak efektif karena
ada hambatan politik tahun 1965. Reformasi agraria mencapai puncaknya pada tahun
1964, dan kemudian ada persoalan, sehingga baru efektif lagi ahun 1970 an. Tetapi
undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 ini masih tetap dibutuhkan karena
menjadi tonggak pelaksanaan reformasi agraria dan penting dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan dari bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan kekuasaan negara dengan cara
melakukan pengujian undang-undang serta kewenangan lainnya, tidak terlepas
dari pola hubungan hak-hak dasar manusia sebagai individu, masyarakat dan
negara, dalam upaya mencapai kesejahteraan yang berkeadilan sosial dan
menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil sesuai dengan
kehendak rakyat dan cita hukum negara yang demokrasi. Pencapaian
kesejahteraan yang berkeadilan menurut cita hukum dikenal sebagai tujuan
negara. Adapun wewenang dari pada Mahkamah Konstitusi adalah pengujian
undang-undang, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu, memutus dugaan
pelanggaran presiden dan atau wakil presiden.Pengujian Undang-undang Nomor
56 Prp Tahun 1960 Yang diajukan oleh Pemohon ditolak oleh Mahkamah
Konstitusi, yang menjadi alasan Mahkamah Konstitusi menolak Permohonan
Pemohon adalah Tidak terdapat hubungan hukum antara Pemohon dengan tanah a
quo, karena status tanahnya adalah tanah Negara, dan Sanksi di dalam Pasal 10
Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 dikenakan
Universitas Sumatera Utara
terhadap Bapak Dukrim bin Suta alias Pak Kebon secara pribadi bukan kepada
Pemohon. Jadi, tidak ada hak konstitusional Pemohon yang dilanggar dan atau
Pemohon tidak dirugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dengan
keberlakuan Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960, kecuali apabila status
tanah tersebut telah beralih kepada Pemohon sebelum status tanahnya menjadi
tanah negara. Dengan kata lain Pemohon tidak mempunyai kualitas untuk
mengajukan permohonan pengujian undang-undang, mengingat Pemohon bukan
sebagai pemilik tanah pertanian yang melebihi batas luas maksimum tersebut.
2. Undang-undang pokok Agraria adalah merupakan induk dari land reform
Indonesia, hal mana terbukti dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
konsiderans hingga Pasal 19 UUPA. Hal ini berarti bahwa berbagai undangundang
atau peraturan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan land reform tidak
boleh keluar dari sistematik yang telah dikembangkan oleh UUPA. Secara umum
tujuan dari pada land reform adalah memperbaiki situasi dimana banyak sekali
petani dibawah suatu ikatan tertentu terhadap pemilik tanah hal ini disebabkan
karena distribusi tanah yang tidak merata. Dalam kenyataannya pada masa tahun
1960 terdapat petani yang memiliki dan mengusahakan tanah dengan luas yang
sangat jauh melebihi rata-rata pemilikan dan penguasaan tanah para petani pada
umumnya, Penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah yang luas oleh
segelintir petani membuka peluang terjadinya pemerasan oleh petani bertanah
luas terhadap petani bertanah sempit bahkan sempit atau bahkan tidak memiliki
tanah. Pemerasan dapat dikemas dalam bentuk gadai dan bagi hasil pertanian,
Universitas Sumatera Utara