Vous êtes sur la page 1sur 17

TEKNIK KULTUR ZOOPLANKTON Oithona sp.

DENGAN PEMBERIAN PAKAN


100% Chaetoceros sp. TANPA FERMENTASI
Technical Culture Of Zooplankton Oithona sp. with feed 100% Chaetoceros sp. without
Fermentation

Hanna Parawita, Marina Masyitoh, Nurul Aziz, Ana Munayyirotul M*

Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Soedarto Tembalang-Semarang, Jawa Tengah. 50275. Telp/Fax +6224 7474698

ABSTRAK

Ketersediaan pakan alami sangat diperlukan dalam kegiatan budidaya karena pakan
alami berupa zooplankton ataupun fitoplankton dimanfaatkan sebagai pakan larva baik udang
maupun ikan. Pakan alami memiliki kandungan nutrisi yang baik dan belum dapat digantikan
oleh pakan buatan. Selain itu pakan alami ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva udang
maupun ikan. Salah satu pakan alami yaitu Oithona sp. yang dapat dijadikan komplemen dari
Artemia, tetapi sampai saat ini keberadaannya belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal
kandungan protein copepod (Oithona sp.) ini tidak kalah dari artemia, bahkan memiliki
kandungan kalsium yang lebih tinggi dari artemia. Oithona sp. mengandung DHA/EPA yang
tinggi. Tingginya nilai DHA/EPA akan menghasilkan perbaikan pertumbuhan, kelangsungan
hidup dan mengurangi terjadinya abnormalitas pada larva. Copepod juga diketahui mengandung

zat immunostimulan, attractants serta beberapa enzim pencernaan penting. Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik kultur dari Oithona sp.Teknik kultur Oithona sp
perlu diketahui untuk memenuhi kebutuhan pakan alami. Kultur Oithona sp. skala laboraturium
dapat dilakukan di dalam botol kaca dengan salinitas 28 ppt sebanyak 10 individu/ml Oithona sp
dewasa. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setelah 5 hari Oithona sp diberi pakan 100%
Chaetoceros sp. tanpa tambahan fermentasi. Hasil yang diperoleh yaitu ditemukan total 27
inividu Oithona sp dalam 2 wadah botol kaca. Botol kaca 1 sebanyak 19 individu dan botol kaca
2 sebanyak 8 individu. Botol kaca 1 terdapat 12 naupli dan 7 Copepodit. Botol kaca 2 terdapat 6
naupli dan 2 copepodit.

Kata Kunci : Pakan Alami, Oithona sp., Chaetoceros sp.

ABSTRACT

Availability of natural feed is needed in aquaculture activities due to the natural feed
form of zooplankton or phytoplankton used as feed both shrimp and fish larvae. Natural feed
nutrient content is good and can not be replaced by artificial feed. Besides natural feed size
corresponds to the mouth opening of shrimp and fish larvae. One of the natural feed that is
Oithona sp. which can be used as a complement of Artemia, but until now its existence has not
been used optimally. However the protein content of copepod (Oithona sp) is more than Artemia,
even has a higher calcium content of Artemia. Oithona sp has a high DHA / EPA content. The
high value of DHA / EPA will result in improved growth, survival and reduce the occurrence of
abnormalities in the larvae. Copepod is also known to contain substances immunostimulan,

attractants as well as some important digestive enzymes. Oithona sp. culture techniques need to
know to fullfill the needs of natural feed. Culture of Oithona sp. in laboratory scale can be
performed in a glass bottle with a salinity of 28 ppt as many as 10 individuals / ml with adult
Oithona sp. Observations made after 5 days growth Oithona sp. fed by 100 % Chaetoceros sp
without fermentation addition. The results obtained are found a total of 27 inividuals in 2
containers of glass bottles. First glass bottle as much as 19 individuals and second glass bottles
as much as 8 individuals. First glass bottle contained 12 naupli and 7 Copepodit and second
glass bottles are 6 naupli and 2 copepodit.

Keywords : Natural Feed, Oithona sp, Chaetoceros sp.

PENDAHULUAN
Pakan alami dibudidayakan sebagai pakan larva baik ikan maupun udang, hal ini karena
bukaan mulut larva yang kecil sehingga tidak akan sesuai bila diberi pakan buatan. Ketersediaan
pakan alami sangat dibutuhkan, karena secara kualitatif pakan alami memiliki nilai nutrisi yang
tinggi dan tidak dapat digantikan dengan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang
berasal dari alam. Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan
alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga
dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang
tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki
pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsanya serta memiliki

kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya
pembudidayaan yang relatif murah.
Pada habitat aslinya ikan biasa memakan pakan alami berupa plankton, baik phytoplankton
maupun zooplankton. Pakan ini hidup bebas di berbagai perairan, baik perairan tawar, payau atau
laut dan mampu berkembang biak secara cepat dalam kondisi yang baik. Pakan alami dapat
diproduksi secara massal pada lingkungan yang terkendali. Jenis-jenis pakan ikan alami yang
telah berhasil dikultur secara massal antara lain Rotifera jenis Branchionus plicatilis,
Skeletonema sp, Chlorella sp., Tetraselmis sp., Diatom sp., Nitzchia sp. , Oithona sp dan
Artemia. Oleh karena itu dengan adanya praktikum Budidaya Pakan Alami ini diharapkan
mahasiswa mengetahui jenis-jenis pakan alami yang biasa dikonsumsi oleh kultivan serta
mengetahui cara membudidayakannya sehingga diharapkan mampu mengaplikasikannya di masa
mendatang. Salah satunya yaitu kultur Oithona sp.
Keunggulan gizi copepoda (untuk naupli larva ikan) untuk pakan hidup seperti rotifera
Brachionus plicatilis dan Artemia nauplli sudah diketahui sejak lama. Selain sebagai pakan alami
untuk larva ikan laut, copepoda adalah sumber yang kaya fosfolipid, dari lemak tak jenuh tinggi
penting Asam (HUFA) dan antioksidan normal (Bell et al., 2003). Copepoda nauplli telah
terbukti menjadi sumber makanan yang sangat menguntungkan bagi ikan larva dan maka
budidaya copepoda dilakukan dan memanen nauplli mereka. Ketika larva pertama mulai makan,
yang larva kecil dan konsumsi makanan yang cocok penting untuk perkembangan yang sehat.
Copepoda nauplli cukup kecil untuk makan pertama, dan mereka menawarkan kandungan nutrisi
yang lebih tinggi untuk larva ikan hias. Copepoda juga disesuaikan dengan fluktuasi musiman
variasi salinitas di bawah kondisi alam.

Memaksimalkan produktivitas copepoda adalah tujuan utama untuk tujuan budidaya dan
kondisi salinitas yang digunakan untuk budidaya cenderung mempengaruhi produktivitas. Hal ini
sering sulit untuk menentukan salinitas ambang batas, spesies yang berbeda mungkin beradaptasi
dengan berbagai salinitas di berbagai tahap sejarah hidup mereka karena variasi habitat mereka
dan kemungkinan menjadi spesies spesifik, atau kehidupan tahap tertentu. Fekunditas copepoda
dipengaruhi oleh kepadatan betina berkembang biak dan nauplli, makanan kualitas dan kuantitas,
suhu, salinitas, turbulensi, padat penebaran, kanibalisme dari nauplli oleh dewasa dan tahapan
copepodite lebih tinggi, ukuran tangki dan bentuk, kualitas air, rasio jenis kelamin dan umur
panjang perempuan. Copepoda O.rigida adalah spesies yang paling sering ditemukan spesies di
Parangi pettai pesisir air dan yang memiliki kapasitas untuk tumbuh cepat dan berkembang biak
terus menerus dengan kapasitas reproduksi yang tinggi. Metode budidaya ini berbeda dengan
pekerja lainnya, dalam sistem kami hanya copepoda dewasa digunakan untuk memulai budidaya.
Telur dan nauplli yang tidak digunakan karena masalah pemisahan. Dalam percobaan individu
kini jantan dewasa dan copepoda betina dari genus O.rigida yang stocking di tangki budaya dan
kawin terjadi pasangan. Dan setelah telur diproduksi dengan telur kantung dan nauplli
dibebaskan dengan 24 jam. Penelitian ini juga sama dengan karya Schipp Tapi bervariasi dari
pekerjaan sebelumnya Stottrup menyatakan bahwa budidaya copepoda adalah mulai dari telur
dipisahkan dari hewan budidaya.
Beberapa kajian menyatakan bahwa copepoda dapat digunakan sebagai pengganti Artemia
impor dalam pembenihan ikan laut. Copepoda memenuhi kualifikasi sebagai pakan alami yang
baik dan memiliki keunggulan dibanding Artemia impor dalam kandungan nutrisinya.
Kandungan EPA, DHA dan omega 3 copepoda memiliki angka lebih tinggi dibandingkan
Artemia (Olivotto et al., 2010). Kandungan nutrisi tersebut penting dalam mendukung

pertumbuhan larva ikan laut dan meningkatkan kualitas serta kuantitas benih termasuk menjaga
daya tahan stres, sehingga bisa memenuhi permintaan benih untuk pembesaran.
Karakterisasi biologi reproduksi Oithona sp yang terdapat di perairan Indonesia belum
banyak dilaporkan, padahal data ini sangat penting untuk keberhasilan melakukan kultur
massalnya. Karenanya dalam pengkajian ini dilakukan serangkaian pengamatan terhadap
karakteristik biologi Oithona sp beserta teknik kultur skala laboraturiumnya. Tujuan dari
praktikum budidaya pakan alami Oithona sp adalah untuk mengetahui cara mengkultur Oithona
sp. yang baik dan benar. Praktikum mengenai kultur Oithona sp. belum banyak dilakukan dan
pengetahuan sehingga sehubungan dengan permasalahan tersebut maka perlu dilakukannya
praktikum mengenai budidaya pakan alami. Khususnya yaitu kultur pakan alami berupa Oithona
sp.

MATERI METODE
Pakan alami yang diamati yaitu Oithona sp. sebanyak 20 individu yang dibagi kedalam 2
botol kaca. Copepod akan terlihat dengan menggunakan kaca pembesar yaitu berwarna putih
pekat dan berenang cepat. Copepoda diberi pakan berupa Chaetoceros sp.. Chaetoceros sp. yang
digunakan sebagai pakan sebelumnya dikultur dengan kultur massal. Persiapan materi praktikum
meliputi, mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari biakan murni
Laboratorium Pakan Alami BBPBAP Ditjen Perikanan Budidaya KKP Jepara. Praktikum
Budidaya Pakan Alami dilakukan di Laboraturium Basah Budidaya Perairan Universitas
Diponegoro, Semarang.

Tahap persiapan kultur yaitu mempersiapkan alat dan bahan. Peralatan yang digunakan yaitu
botol kaca, silica penutup, kaca pembesar, dan pipet. Semua alat terlebih dahulu di sterilisasi
sebelum digunakan untuk kultur. Sterilisasi bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi
akibat adanya mikroorganisme lain yang tumbuh dalam media kultur. Semua alat yang akan
digunakan dicuci dengan sabun dan dibilas dengan aquades kemudian dikeringkan dengan tissue.
Untuk peralatan glassware seperti Erlenmeyer, beaker glass, dan pipet di oven selama 2 jam
dengan suhu 100 C. Sebelum dimasukkan dalam oven semua peralatan dibungkus dengan
aluminium foil. Erlenmeyer sebelum di bungkus dengan aluminium foil ditutup dengan kapas
yang dilapisi kain kasa. Alat seperti karet penghisap pipet direbus dalam air mendidih selama15
menit.
Metode yang dilakukan dalam kultur Oithona sp. :
1.

Menyiapkan botol kaca 50 ml dan mengisinya degan air laut bersalinitas 25 ppt, sebanyak 10
ml.

2.

Memasukkan Oithona sp. dewasa dengan kepadatan 1 individu/ml.

3.

Memberikan pakan Oithona sp. berupa Chaetoceros sp. Dengan ketentuan: pada hari pertama
dan kedua sebanyak 5 x 104 sel/ml, pada hari ketiga sebanyak 6 x 104 sel/ml, pada hari keempat
sebanyak 7 x104 sel/ml, dan pada hari kelima sebanyak 8 x 10 4 sel/ml. Rumus pemberian pakan
Oithona sp adalah:

V1.N1 = V2.N2

Keterangan :
V1 : Volume Chaetoceros sp. sebagai pakan

N1 : Rata-rata kepadatan Chaetoceros sp. saat diamati dengan haemocytometer


V2 : Volume Oithona sp. yang di kultur
N2 : Kepadatan kultur Oithona sp.
4.

Melakukan pengamatan kepadatan Oithona sp. menggunakan kaca pembesar dan pipet.
Total yang terdiri dari kepadatan nauplii, copepodit, dewasa dan betina bertelur dilakukan
dengan menghitung dari semua volume air. Kepadatan nauplii terdiri dari nauplii 1 (N I)
nauplii 6 (N VI), kepadatan copepodit terdiri dari copepodit 1(C I) copepodit 5 (C V),
kepadatan dewasa terdiri copepodit 6 (C VI) dan kepadatan betina bertelur terdiri dari betina
yang membawa kantong telur baik satu maupun 2 kantung. Jumlah copepoda diamati denga hati
- hati menggunakan kaca pembesar dan pipet tetes dengan pencahayaan yang memadai.

HASIL
Oithona sp. diberi pakan fitoplankton yaitu Chaetoceros sp. selama 5 hari. Volume
Chaetoceros sp. yang diberikan untuk Oithona sp. dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Volume Chaetoceros sp. untuk pakan Oithona sp.


No

1.

Hari/ Tanggal Kepadatan

Sabtu, 25

Jumlah sel

Volume pakan

Chaetoceros

chaetoceros

(ml)

(sel/ml)
5,5875 x 106

7,5 x 106

1,34 ml

2.

Mei 2015
Minggu, 24

15,73 x 106

7,5 x 106

0,48 ml

3.

Mei 2015
Senin, 25

3,7 x 106

7,5 x 106

2,02 ml

4.

Mei 2015
Selasa, 26

3,025 x 106

7,5 x 106

2,48 ml

5.

Mei 2015
Rabu, 27 Mei

3,175 x 106

7,5 x 106

2,36 ml

2015

Hasil yang diperoleh setelah pengamatan pertumbuhan Oithona sp. setelah dilakukan
kultur dan diberi pakan Chaetoceros sp dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan Oithona sp.


No
1
2
Rata-rata SD

Jumlah Oithona sp
Naupli
Copepodit
12
7
6
2
9 4,24
4 3,53

Total
19
8
13 7,77

PEMBAHASAN
Oithona sp merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam : Phylum :
Arthropoda, Kelas : Crustacea, Sub Kelas : Copepoda, Ordo : Eucopepoda, Sub Ordo :
Cyclopoida, Famili : Cyclopoidae, Genus : Oithona (Aliah et al., 2010). Tubuh Oithona tersusun
atas dua bagian besar yaitu metasoma dan urosoma (Gambar1). Bagian metasoma merupakan
bagian anterior yang terdiri dari kepala, dada dan anggota badan. Pada bagian ini terletak bagian-

bagian penting tubuh seperti antenna, bagian mulut dan kaki renang. Bagian urosoma merupakan
bagian posterior tubuh yang terdiri dari segmen genital, segmen abdominal dan cabang ekor.

Gambar 1. Oithona sp.

Copepoda adalah krustasea kecil salah satu yang bentuknya paling banyak di kehidupan air
yang beragam dan banyak, dan dapat ditemukan baik dalam lingkungan air tawar dan garam
(Bjrnberg 1986, DAHMS 2000). Mereka yang paling penting dalam rantai makanan; ada di
dalam produser sekunder lingkungan Kelautan (Rajkumar, 2006). Copepoda laut yang paling
penting untuk kehidupan pakan untuk gizi dari ikan, udang, udang dan organisme air lainnya
(Santhanam, 2002). Produksi copepoda laut di hatchery adalah penting untuk memecahkan
masalah dalam pakan terkait membesarkan ikan dan budidaya krustasea. (Szlauer dan szlauer
1980). Copepoda merupakan bagian utama dari diet larva ikan dalam rantai makanan alami
pelagis
(Cheng et al., 1999 & 2001). Budidaya copepoda adalah prosedur dasar berguna untuk culturists
aqua, karena mereka menyediakan sumber penting dari nutrisi untuk ikan (Lee et al., 2005).
Copepods cyclopoid didominasi di zooplankton herbivora. Selain itu mereka menyediakan lebar
berbagai ukuran pakan untuk pembenihan (6 naupliar copepodids tahapan dan 6 tahap).
(DAHMS, 2007) Dalam distribusi geografis di seluruh dunia, kelimpahan, tingginya tingkat

reproduksi, ukuran kecil, tinggi nutrisi, toleransi salinitas, dan mudah beradaptasi dengan kondisi
laboratorium mereka dianggap yang paling cocok untuk budaya massal. Oithona sp sebagai
sebuah copepoda ideal untuk budidaya di seluruh dunia dari informasi yang tersedia. Oithona sp
Muncul untuk menjadi karena mereka adalah kandidat terbaik yang relatif dari segi nutrisi.
Beberapa kondisi budaya dari generasi ke generasi di laboratorium (Cheng dan Lie., 1993).
Bentuk spp Oithona sp suplemen yang ideal untuk pakan hidup tradisional yang kaya sumber
protein, lipid (terutama yang sangat jenuh asam lemak isi), karbohidrat, enzim (Amilase,
protease, exonuclease dan esterase) vitamin (C dan E) hadir dalam pakan copepoda. (Van der
Meeren, 2003). Parameter fisikokimia memainkan peran kunci dalam keadaan budidaya. Di
antara kendala yang salinitas adalah salah satu yang paling penting parameter lingkungan yang
mempengaruhi musiman dan spasial distribusi copepoda laut di alam liar dan dapat
mempengaruhi pemijahan, inkubasi, tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, respirasi dan
subrogasi dari spesies dominan di alam.

(Holste, 2006).

Sebagai pakan hidup, copepoda dapat merupakan pakan penyelang antara rotifer dan
Artemia atau sebagai substitusi atau komplemen dari Artemia, tetapi sampai saat ini
keberadaannya belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal kandungan protein copepod
(Oithona sp) ini tidak kalah dari artemia, bahkan memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi
dari artemia. Aliah et al. (2010) melaporkan walaupun kandungan EPA (Eicosapentaenoic Acid)
(asam lemak esensial) pada copepod dan rotifer hampir sama yaitu masing-masing 9,25 % area
dan 8,26 % area, tetapi kandungan DHA (Docosahexaenoic Acid) nya jauh lebih besar dari
rotifer, yaitu masing- masing 24,41 % area dan 0,17 % area, sehingga nilai DHA/EPA pada
kopepod lebih tinggi dari rotifer. Tingginya nilai DHA/EPA akan menghasilkan perbaikan
pertumbuhan, kelangsungan hidup dan mengurangi terjadinya abnormalitas pada larva. Copepod

juga diketahui mengandung zat immunostimulan, attractants serta beberapa enzim pencernaan
penting. Oithona sp merupakan copepoda yang mendiami hampir di seluruh perairan Indonesia,
karenanya Oithona sangat mudah diisolasi dan di koleksi. Saat ini Oithona termasuk jenis
copepoda yang digunakan sebagai pakan hidup penyelang, walaupun keberadaannya sering
digantikan oleh pakan buatan impor yang harganya cukup mahal karena kegiatan kultur
massalnya sering gagal yang dilakukan.
Kajian untuk kultur masal berbagai jenis copepoda seperti Acartia tonsa, Trigriopus sp., dan
Oithona sp sudah banyak dilakukan. Penelitian Oithona sp. sebagai pakan alami dibandingkan
dengan Artemia dan rotifer atau dengan copepoda jenis lain pada larva ikan laut juga sudah
dilakukan. Beberapa diantaranya menunjukkan peningkatan pada masing -masing kandungan
eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) kerapu bebek (Cromileptes
altivelis) (Aliah et al., 2010), kelulushidupan kuda laut (Hippocampus kuda) (Redjeki, 2007) dan
pertumbuhan dan kelulushidupan kakap (Lates calcalifer) (Santhanam dan Perumal, 2012).
Kajian kelayakan ekonomi produksi copepoda untuk penggunaan komersial oleh Abate et al.
(2014) menunjukkan bahwa produksi intensif copepoda telah terbukti layak secara ekonomis
dan kompetitif dengan pakan alami yang ada saat ini. Seiring kemajuan teknologi di bidang
perikanan, suatu saat nanti akan ditemukan kemudahan penggunaan copepoda seperti halnya
kemudahan dalam penggunaan kista Artemia.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan 2 jenis Oithona sp.
yaitu stadia Naupli dan stadia Copepodit. Hasil yang diperoleh yaitu ditemukan total 27 inividu
Oithona sp dalam 2 wadah botol kaca. Botol kaca 1 sebanyak 19 individu dan botol kaca 2
sebanyak 8 individu. Botol kaca 1 terdapat 12 naupli dan 7 Copepodit. Botol kaca 2 terdapat 6
naupli dan 2 copepodit. Stadia Naupli berukuran sangat kecil dan berenang dengan lambat,

sedangkan stadia copepodit berukuran lebih besar dan berenang dengan cepat. Menurut Aliah et
al. (2010) bahwa Larva yang baru menetas disebut nauplii yang berukuran sangat kecil dan
memiliki tiga anggota badan yaitu antenna pertama, antenna kedua dan mandibula. Individu
Oithona menjadi individu dewasa setelah melalui 6 tahapan nauplii dan 5 tahapan copepodit.
Pertumbuhan dan perkembangan Oithona sp dari telur sampai dewasa memerlukan waktu antara
7 sampai 14 hari. Stadia nauplii Oithona sp. berlangsung dari hari pertama sampai hari ke lima.
Pada hari ke lima dapat dijumpai pula Oithona sp. yang telah memasuki stadia copepodit.
Jenis kelamin Oithona sp.

belum dapat diidentifikasi karena pengamatan baru

berlangsung setelah 5 hari kultur dan pengamatan hanya mengandalkan kaca pembesar untuk
mengamati Oithona sp. sehingga morfologi dan kelamin Oithona tidak dapat diketahui. Menurut
Aliah et al. (2010) bahwa Jenis kelamin Oithona sudah dapat diidentifikasi pada hari ke tujuh
atau delapan, yaitu pada saat memasuki tahap kopepodit V. Pada saat itu individu jantan dan
betina sudah mengalami penyempurnaan segmen genitalnya. Pada individu jantan muncul
pseudocella yaitu duri pada ujung antenna dan dua persendian pada ruas-ruas antennanya,
sedangkan hal tersebut tidak terdapat pada individu betina. Individu jantan memiliki segmen
genital berbentuk ramping dan pada kedua sisi dari ujung segmen genitalnya berduri, sedangkan
individu betina memiliki segmen genital berbentuk oval/lonjong tanpa duri. Individu jantan
memiliki ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan dengan individu betinanya.
Oithona sp. berkembang biak secara seksual yaitu keturunan atau individu baru
dihasilkan melalui proses perkawinan antara individu jantan dan betina. Belum teramati adanya
perkembang biakan secara parthenogenesis. Oithona sp. dewasa siap untuk berkembang biak
pada saat mencapai stadia kopepodit dewasa yaitu mulai hari ke-6 atau ke-7. Kopulasi dilakukan
untuk menyalurkan spermatophora ke dalam lubang reseptakel betina. Setelah kopulasi berakhir,

sperma akan membuahi telur yang telah berada dalam saluran telur individu betinanya. Telur
yang telah dibuahi akan keluar secara berangsur-angsur dari saluran telur memenuhi seluruh
kantung telur. Individu betina Oithona sp. memiliki sepasang kantung telur masing-masing
disebelah kiri dan kanan tubuhnya setiap kantung telur berisi 6 15 butir telur dengan rata-rata
10,70 11,10 butir. Telur Oithona sp. berbentuk oval, diameter terpanjangnya berukuran 96,93
5,35 m dan diameter terpendeknya berukuran 88,22 6,42 m. Telur Oithona sp akan
menetas setelah 24 sampai 36 jam kemudian menjadi naupli. (Aliah et al., 2010)

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan kultur Oithona sp. adalah Kultur
Oithona sp skala laboraturium dapat dilakukan di dalam botol kaca dengan salinitas 28 ppt
sebanyak 10 individu/ml Oithona sp dewasa. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setelah 5 hari
Oithona sp diberi pakan 100% Chaetoceros sp. tanpa tambahan fermentasi. Hasil yang diperoleh
yaitu ditemukan total 27 individu dalam 2 wadah botol kaca. Botol kaca 1 sebanyak 19 individu
dan botol kaca 2 sebanyak 8 individu. Botol kaca 1 terdapat 12 naupli dan 7 Copepodit. Botol
kaca 2 terdapat 6 naupli dan 2 copepodit.

SARAN
Saran yang dapat diberikan pada Praktikum Budidaya Pakan Alami tentang Kultur Oithona
sp. adalah sebagai berikut
Sebaiknya kebersihan laboratorium yang digunakan terdapat tempat sampah yang mencukupi
agar praktikan tidak membuang sampah sembarangan.

Sebaiknya alat alat yang di gunakan untuk mengkultur sudah steril dan aman dari bakteri,
agar saat mengkultur tidak terkontaminasi.
Sebaiknya pengamatan Oithona sp dilakukan pada ruangan dengan pencahayaan yang terang
agar Oithona lebih jelas terlihat.
Sebaiknya pengamatan Oithona sp. dilakukan di bawah mikroskop, tidak dilakukan dengan
menggunakan kaca pembesar

DAFTAR PUSTAKA

Abate, T. G., R. Nielsen, M. Nielsen, G. Drillet, P.M. Jepsen, and B.W. Hansen. 2014. Economic
Feasibility of Copepod Production for Commercial use: Result from a Prototype Production
Facility. Aquaculture, doi: 10.1016/j.aquaculture.2014.10.012.
Aliah, R.S., Kusmiyati dan D. Yaniharto. 2010. Pemanfaatan Copepoda Oithona sp. sebagai Pakan Hidup
Larva Ikan Kerapu. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.,12(1): 45 - 52.
Bell,J G., McEvoy, LA., Estevez, A., Shields, R J., Sargent, J.R. 2003. Optimising Lipid Nutrition In FistFeeding Flatfish Larvae Aquaculture. 227:211-220.
Bjrnberg TKS. 1986. The rejected nauplius: a commentary, Proceedings of the 2nd International
Conference on Copepoda, Ottawa. G Schriever, HK Schminke, CT Shih, eds. Syllogeus 58: 232236.

Cheng SH, HC Chen, SL Chang, TI Chen, IC Liao. 2001. Study on the optimal density of mass culture in
copepod Apocyclops royi. 6th Asian Fisheries Forum, Kaohsiung, Taiwan: Asian Fisheries
Society, p. 58.
Cheng SH, HC Chen, MS Su, JS Ho. 1999. Effects of temperature and salinity on the maturation in
Apocyclops royi (Cyclopidae, Cyclopoida). The 7th International Conference on Copepoda,
Curitiba, Brazil, 25-31 July1999; Program and abstracts. Curitiba, Brazil: The World Association
of Copepodologists. p.80.
Dahms HU. 2000. Phylogenetic implications of the Crustacean nauplius. Advances in copepod taxonomy.
Hydrobiologia 417: 91-99.
Holste, L. and M.A. Peck, 2006. The effects of temperature and salinity on egg production and hatching
success of Baltic Acartia tonsa (Copepoda: Calanoida): a laboratory investigation. Marine
Biology, 148: 1061-1070.
Lee, C.S., P. OBryen and N.H. Marcus, 2005. Copepods in Aquaculture. Blackwell Publishing, pp: 352.
Olivotto, I., N.E. Tokle, V. Nozzi, L. Cossignani and O. Carnevali. 2010. Preserved Copepods as a New
Technology for The Marine Ornamental Fish Aquaculture: a Feeding Study. Aquaculture., 308:
124 131
Rajkumar, M., 2006. Studies on ecology, experimental biology and live feed suitability of Copepods,
Acartia erythraea Giesbrecht and Oitnona brevicornis Giesbrecht from Coleroon Estuary (India).
Ph.D. Thesis, Annamalai University, India. pp: 320. 6.
Redjeki, S. 2007. Pemberian Copepoda Tunggal dan Kombinasi Sebagai Mikroalga Kuda Laut
(Hippocampus). Universitas Diponegoro, Semarang., 12(1): 1 - 5.

Santhanam, P. And P. Perumal. 2012. Evaluation Of The Marine Copepod Oithona rigida Giesbrecht As
Live Feed For Larviculture Of Asian Seabass Lates calcarifer Bloch With Special Reference to
Nutritional Value. Indian J. Fish., 59(2) : 127 - 134.
Szlauer B, L Szlauer. 1980. The use of Lake Zooplankton as feed for carp (Cyprinus carpio L.) fry in
pond culture. ActaIchthyol. Piscat. 10 (1): 79-102.
Van der Meeren, T (2003) Analysis of biochemical componets in copepods for evaluation of feed quality
for juvenile production of marine fish prosjektrapport nr 5 2003 Havforskningsinstituttet.39
pages

Vous aimerez peut-être aussi