Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
di bagian paru adalah 3,55% dari seluruh pasien yang dirawat inap di RSUP.H.Adam
Malik Medan. Sementara proporsi pasien yang dirawat inap dengan diagnosis PPOK
adalah 19,82% dari seluruh pasien yang dirawat inap di bagian paru. Distribusi
proporsi pasien antara lain usia > 60 tahun 60,2%, Laki-laki 50%, suku batak 61,4%
dengan riwayat merokok bekas perokok 35,2% (Tarigan, 2013).
3. Etiologi/Faktor Predisposisi
Menurut Corwin (2009) faktor predisposisi terjadinya penyakit paru obstruksi kronis
sebagai berikut :
a. Merokok
Perlu diperhatikan baik perokok aktif, pasif, maupun bekas perokok. Asap rokok
dapat merusak silia yang terdapat di sepanjang saluran udara dan menekan
pembentukan AAT (alpha antitrypsin-1) .
b. Faktor lingkungan
Pekerjaan, polusi udara dan alergen sangat berpengaruh terhadap terjadinya
PPOK. Paparan terhadap udara dingin, jamur, serbuk bunga, nitrogen atau gas
sulfur, asbes, bulu binatang, hairspray dan polutan yang terdapat di sekitar rumah
dapat menstimulasi bronkokonstriksi. Pada serangan akut, kontraksi spastik
menyebabkan penderita kesulitan bernafas karena produksi sel goblet meningkat,
saluran nafas mengalami hipertropi dan penebalan, serta adanya sekresi mukus
yang kental dan sangat banyak gejala khas asmatik bronkitis.
c. Faktor keturunan
Faktor keturunan dan kebiasaan di rumah tangga diwariskan dari generasi ke
generasi. Oleh sebab itu sangat penting untuk mengkaji riwayat keluarga pada
pasien PPOK. Walaupun penyebab utamanya adalah rokok tetapi bisa juga karena
defisiensi AAT (alpha antitrypsin-1) yang bersifat keturunan. AAT adalah enzim
proteolitik yang berfungsi menekan kerja protease. Protease diproduksi oleh
leukosit, makrofag dan bakteri sebagai respon terhadap proses inflamasi. Bila
tidak terkontrol, protease dapat mengakibatkan kerusakan struktur elastic pada
jaringan paru sehingga mengakibatkan saluran nafas berukuran kecil dan tidak
d.
elastic sama sekali. Hal ini akan mengakibatkan paru akan kolaps saat ekspirasi.
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang yang tidak ditangani
4. Patofisiologi
PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti
asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan
pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta
defisiensi 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang
melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator
inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim.
Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring
derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok (Price,
2005).
Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat
keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator
yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B4, chemotactic
factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene , TNF ,
IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas
antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses
inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi
seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi
yang sebelumnya telah ada okok (Price, 2005).
Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier
mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran
nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada
emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan
ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau
tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana
abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri
pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri
pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary
bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal
(Price, 2005).
5. Manifestasi Klinis
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan
bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti
sesak nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau
purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise,
kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan
menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak
nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk
yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental
pasien. Diagnosis PPOK dipertimbangkan apabila pasien mengalami gejala batuk,
sputum yang produktif, sesak nafas, dan mempunyai riwayat terpajan faktor risiko.
Menurut National Population Health Study (NPHS), 51% penderita PPOK
mengeluhkan bahwa sesak nafas yang mereka alami menyebabkan keterbatasan
aktivitas di rumah, kantor dan lingkungan social ( Smeltzer & Bare, 2002).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
a. Bentuk dada : barrel chest (dada seperti tong)
b. Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup/nafas
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronkhus saat inspirasi, kolaps bronkhial pada
tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mukus (bronkhitis).
1. Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia
sekunder
b. Jumlah darah merah meningkat
c. Eosinofil dan total IgE serum meningkat
d. Pulse oksimetri SaO2 oksigenasi menurun
e. Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman pathogen
yang biasa ditemukan adalah streptococcus pnemoniae, Hemophylus
influenza, dan Moraxella catarrhalis (Ganong, 2010).
7. Penatalaksanaan
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1. Antibiotik,
karena
eksaserbasi
akut
biasanya
disertai
infeksi
1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 40,250,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
3. Fisioterapi.
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
Mukolitik dan ekspektoran untuk mengencerkan dahak (Mansjoer, 2000).
8. Komplikasi
a. Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55 mmHg dengan nilai
saturasi O2 < 85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 (hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dan takipnea.
c. Infeksi Saluran Pernapasan disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsang otot polos bronkhial, dan edemamukosa. Terhambatnya
aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispnea
d. Gagal Jantung : Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru-paru) harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronkhitis kronis, namun beberapa pasien
emfisema berat juga mengalami masalah ini
e. Disritmia Jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain,dan efek
obat atau terjadinya asidosis respiratori.
f. Status Asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan asma
bronkhial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering
kali tidak memberikan responsterhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan
otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat (Ganong, 2010).
9.
Prognosis
Pada eksaserbasi akut, prognonis baik dengan terapi. Pada pasien bronkitis kronik dan
emfisema lanjut dan FEV1 < 1 liter survival rate selama 5-10 tahun mencapai 40%
(Mansjoer, 2000).
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
2. Primery Survey
Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
3. Gunakan bantuan jalan napas jika perlu
4. Pertimbangkan untuk segera merujuk ke ahli anaestesi
Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter
2. Lakukan pemeriksaan arterial gas darah untuk mengkaji ph, paco2 and pao2
3. Jika ph arteri <7.2, pasien lebih menguntungkan menggunakan non-invasive
4.
5.
6.
7.
ventilation (niv) dan rujukan harus dibuat sesuai dengan kebijakan setempat
Kontrol terapi oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%
Monitoring secara ketat paco2
Berikan nebuliser salbutamol 5 mg dan ipratropium 500 mcg melalui oksigen
Berikan prednisolone 30 mg per oral atau hydrocortisone 100 mg iv setiap 6
jam.
8. Catat temperature
9. Lakukan pemeriksaan untuk mencari tanda:
1. Sianosis
2. Clubbing
3. Pursed lip breathing
4. Kesimetrisan pergerakan
5. Retraksi interkosta
6. Deviasi trachea
10. Dengarkan adanya:
1. Wheezing
2. Crackles
3. Penurunan aliran udara
4. Silent chest
11. Lakukan pemeriksaan torak untuk melihat
1. Pneumothorak
2. Konsolidasi
3. Tanda gagal jantung
12. Jika ada bukti infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri pathogen diantaranya:
1. Streptococcus pneumoniae
2. Haemophilus influenzae
3. Moraxella catarrhalis
Circulation
1. Kaji heart rate dan ritme
2. Catat tekanan darah
3. Periksa ekg
4. Lakukan intake output, dan pemeriksaan darah lengkap
5. Lakukan pemasangan iv akses
6. Jika potassium rendah maka berika cairan potassium
7. Lakukan pembatasan cairan
8. Pertimbangkan pemberian heparin subkutan
Disability
1. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan avpu
2. Penurunan kesadaran menunjukan pasien membutuhkan pertolongan medis
dengan segera dan dikirim ke icu
Exposure
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas yang tidak efektif berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis ditandai dengan batuk yang tidak efektif, produksi sputum dan
suara napas tambahan.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dispnea, peningkatan laju pernapasan.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis ditandai dengan
hambatan meneruskan aktivitas sebelumnya, letih, keluhan nyeri.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis ditandai dengan berat badan 20% atau lebih dibawah berat
badan ideal.
6. Keletihan berhubungan dengan status penyakit ditandai dengan ditandai
dengan lelah, kurang energi atau tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik
sesuai tingkat biasanya, dan peningkatan kebutuhan istirahat.
3.
Rencana Keperawatan
Terlampir
4.
Evaluasi
Terlampir
Diagnosa
Keperawatan
diberikan
diharapkan
...x24
tidak
asuhan NIC
terjadi
paru
efektif, 1. RR
produksi
sputum
dan
suara
tambahan
napas
normal.
dalam
rentang
20-30x/menit
nafas
dalam
rentang normal
6. Mampu
mendemonstrasikan batuk
efektif
Label
Rasional
Airway NIC
jam Management
dengan
kronis
Intervensi
Label
Evaluasi
Airway S :
-
Management
potensi
meningkatkan
dan
ventilasi
2. Keluarkan secret dengan
memudahkan
udara
pasien
dahaknya
mengatakan
sudah
banyak keluar
pasien mengatakan
nafasnya sudah lebih
masuk ke pernafasan
mengetahui
intervensi
keluar
yang
diperlukan
5. Mengetahui
konsistensi kental
Pasien terlihat lebih
nyaman
Suara nafas tambahan
keberhasilan intervensi
sesudah
dengan
dan -
tidak terdengar
Irama napas reguler
sebelumnya
6. Mengetahui
kandungan gas darah.
7. Bronkodilator mampu
membuka jalan napas
yang
NIC Label : Oxygen
mengalamai
obstruksi
Therapy
1. Kaji kebutuhan oksigen
Therapy
1. Memastikan kebutuhan
oksigen tercukupi
rebreathing/non-
rebreathing
3. Atur aliran oksigen sesuai
kebutuhan
4. Monitor respon pasien
setelah dilakukan
pemasangan oksigen
pasien
2. Memastikan alat
pemasangan oksigen
yang disiapkan sesuai
dengan kebutuhan
pasien
3. Memastikan aliran
oksigen agar sesuai
kebutuhan
4. Memastikan aliran
oksigen sesuai dengan
A: Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
keperawatan
Setelah
dilakukan
monitoring
berhubungan
dengan
kedalaman,
hiperventilasi
pernapasan
2. Catat
dan
usaha
sesak berkurang
1. kecepatan,
pergerakan
dada,
dengan
irama
teratur
menandakan
pasien A
masalah
teratasi
masih
penggunaan
otot
bantu
napas
3. Monitor sesak menurun
atau bertambah parah
4. Auskultasi suara paru-paru
kesulitan sebagian
dalam
pengobservasian
fungsi
dari
pernapasan
Management
yang
3. Dapat
membantu
dalam
pertolongan
penanganan
terjadi
jika
penurunan
cepat.
4. Tolak
ukur
dalam
pemberian terapi.
NIC Label : Airway
Management
1. Berfungsi
dalam
memperlancar
ventilasi.
2. Memberikan
terapi
sehingga
lebih
mudah
Nyeri
Label:
berhubungan
dengan
jam,
ketunadayaan
kronis
dengan
nyeri
pasien
dapat
ditandai
hambatan
aktivitas
serangan nyeri
2. Pasien
melaporkan
keluhan nyeri.
yang
diresepkan
pelayan 3. Periksa riwayat
alergi
lokasi,
memberikan medikasi
mengenali 2. Periksa medical order dari
1. Pasien
letih,
1. Tentukan
administration
meneruskan
sebelumnya,
bernapas.
analgesic NIC label: analgesic S : pasien mengatakan
dari
dalam
1. Efektivitas pemberian
dan efek analgesik
2. Meyakinkan
kebenaran
dan
hanya
O:
kesehatan.
obat.
3. Pasien melaporkan bahwa 4. Tentukan jenis analgesic,
nyeri dapat terkontrol
mencapai
efek
optimal
5. Monitor tanda-tanda vital
sebelum
dan
sesudah
pemberian
diberikan.
- pasien dapat beristirahat
4. Efektivitas pemberian
A : Masalah teratasi
obat.
5. Mengantisipasi efek
P : Hentikan intervensi
samping yang tidak
keperawatan
diinginkan.
NIC
Label
Pain
Management
dapat diperpendek
Label
:
Pain
3. Pasien tidak mengeluh NIC
1. Untuk
menegetahui
Management
tidak dapat beristirahat
derajat
nyeri
yang
4. Wajah
pasien
tidak
1. Lakukan pengkajian nyeri
dirasakan oleh pasien,
tampak sedang menahan
2. Ajarkan pasien untuk
waktu, lokasi nyeri
nyeri
mengurangi nyeri dengan
pasien
terapi
nonfarmakologi 2. membantu mengurangi
(teknik distraksi)
3. Kolaborasi dengan tenaga
medis
lain
pasien
dalam 3. penanganan
pemberian analgesic
Risiko
Infeksi Setelah
berhubungan
dengan
dilakukan
keperawatan selama . x 24
Control
1. Pantau tanda dan gejala
berkurang :
infeksi.
2. Pantau
TTV
nyeri
asuhan
secara
baik
pasien apakah telah O :
- WBC berada dalam
kronis
NOC
Label:
Infection
Severity
berkala
3. Pantau jika ada tanda-
3.
0,50 C)
Infeksi yang
4.
pasien teratasi.
Pasien tidak mengalami
tanda-tanda
dialami
terjadi
penyebaran batas
infeksi
normal
(5000-
penyakit lain.
2. adanya
takikardi, normal (36,5 37,50 C )
- tidak terdapat tanda
takipnea, demam, nadi
infeksi atau inflamasi
cepat dan lemah dapat
yang berkepanjangan
menunjukkan terjadi
A : Masalah teratasi
sindroma
radang
sistemik.
P : Hentikan intervensi
3. sepsis menunjukkan
keperawatan
adanya
sindroma
6B
radang
inflamasi
sistemik
yang berkepanjangan
menggigil,
takipnea,
takikardia,
hipotensi,
Setelah
dilakukan
selama
asuhan NIC
..x24
Label
NutritionTherapy
inflamasi
lebih lanjut
: NIC
Label
NutritionTherapy
: S:
pasien
mengatakan
biologis pasien
ditandai
berat
badan
meningkat,
pengkajian
dengan
pasien.
2. Monitor intake makanan
Intake
nutrisi
pasien
harian.
meningkat.
3. Siapkan pasien makanan
Intake cairan memenuhi
tinggi protein, tinggi
kebutuhan
Rasio BB/TB pasien
kalori dan minuman yang
seimbang.(IMT=18-23)
siap dikonsumsi.
4. Bantu pasien memilih
makanan
1.
Adanya
peningkatan
2.
nafsu makan.
Pasien
menikmati
yang
lunak,
1. Untuk
mengetahui
status
melakukan sudah
berlebihan
nyaman.
5. Agar pasien nyaman
dapat terpenuhi
2. Asupan protein
NIC
pasien
Label
Nutrition
makan.
Monitoring
Catat
perubahan
pada
treatment
ideal
(IMT=18-
makanan.
NIC
Label
:Nutrition
Monitoring
1. Untuk
mengetahui
awal.
2. Ukur berat badan pasien
pada
interval
efek
dari
treatment
awal
yang
2. Untuk
spesifik.
melihat
berhubungan
dengan
status
penyakit ditandai
dengan ditandai
dengan
lelah,
kurang
energi
atau
tidak
mampu
mempertahankan
aktivitas
sesuai
fisik
tingkat
biasanya,
dan
Label:
jika ada
Energy NIC
Label:
Keletihan
ambulansi.
3. Pantau respon psikologis
peningkatan
terhadap
aktivitas,
kebutuhan
misalnya
perubahan
istirahat
bagi
klien
untuk
menyelesaikannya.
Melindungi klien dari
cedera
selama
Klien
mampu
melakukan aktivitas.
3. Toleransi
bervariasi
tergantung pada status
proses penyakit, status
nutrisi,
keseimbangan