Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit
Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex (HSV1
HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya
Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa
menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu
yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat
fisik dan mental yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf
pusat dan perifeir yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem
kadiovaskuler serta metabolisma tubuh.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud torch?


Apa yang menyebabkan torch ?
Bagaimana patofisiologi torch ?
Apa saja klasifikasi torch?
Bagaimana penatalaksanaan torch?

1.3 TUJUAN
Adapun tujun penulisan dari makalah ini adalah :
1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang torch.
2. Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan keperawatan torch.
3. Menambah dan memperluas pengetahuan tentang torch.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN

TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus
(CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh
virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus,
Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing
(kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G
(IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa
menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu
yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat
fisik dan mental yang beraneka ragam.
2.2 PATOFISIOLOGI
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan Herpes)
adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus, merpati, kambing,
sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab terjangkitnya
penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan oleh karena
perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan virus kucing. Biasanya disebut
juga Toxo, tokso, toksoplasma, atau toksoplasmosis. Padahal sesungguhnya ini bukan virus
kucing, tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut virus kucing : selain sebutan ini sudah salah
kaprah, memang parasit ini tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal mana menurut penelitian di
dalam maupun di luar negeri, 70% penyebab penyakit ini adalah kotoran kucing. Kemudian
melalui hewan lain yang menempel dalam makanan, lalu masuklah ke dalam tubuh manusia dan
menyatu dalam darah.
2.3 TOXOPLASMA DONDII
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii
yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, ,mata, otak,
dan selaput otak. Toxoplasmosissendiri merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas di

seluruh dunia dengan prevalensi yang tinggi pada burung dan mamalia termasuk manusia.
Kucing merupakan sumber infeksi bagi manusia.
Parasit ini termasuk subfilum Sporozoa, kelas Toxoplasma dan merupakan salah satu genus
dari ordo Toxoplasmida. Toxoplasma gondii terdpat di dalam sel-sel dari system retikulo-endotel
dan juga di dalam sel-sel parenkim.
Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler
bulat atau lonnjong, sedang bentuk ekstraseluler seperti bulan sabit yang langsing, dengan ujung
yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran parasit micron x 4-6 mikron, dengan inti
terletak di ujung yang tumpul.
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentukya antibodi namun kista
Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap msih hidup. Kista jaringan ini akan reaktif jika terjadi
penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi pada orang dengan kekebalan rendah baik infeksi
primer maupun infeksi reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis, Chorioretinitis,
pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam makulopapuler dan atau
dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang otak sering terjadi pada penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada
bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau dapat menyebabkab Chorioretinis, kerusakan
otak disertai dengan klasifikasi intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam, ikterus, ruam,
hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat setelah lahir.
2.3.1 Manifestasi Klinis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sakit Kepala
Lemah
Sulit berpikir jernih
Demam
Mati rasa
Koma
Serangan jantung
perubahan pada penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih sensitif terhadap cahaya

terang, atau kehilangan penglihatan)


9. kejang otot, dan sakit kepala parah
2.3.2 Patofisiologi

Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. kucing tersebut terinfeksi karena
memakan hewan pengerat dan burung pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah
terinfeksi, kucing mengeluarkan oocyst yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran oocyst terus
menerus sampai sekitar 2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Feses kucing
sudah sangat infeksius. Oocyst dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan
dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran. Jika
oocyst terkandung dalam tanah sisa-sisa partikel berada di atasnya dan akan terbawa arus air
hujan. Sisa oocyst dapat bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun tetapi tidak aktif
2.3.3 Pengaruh terhadap kehamilan
Janin yang terinfeksi penyakit ini dapat menyebabkan keguguran atau bayi lahir mati. Bisa
pula menyebabkan kelainan pada bayi saat dewasa.
2.3.4 Penatalaksanaan
Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoid T. gondii dan tidak
membasmi bentuk kistanya.
1.
2.
3.
4.

Pirimetamin dan sulfonamide


Spiramisin adalah antibiotic makrolid
Klindamisin
azitromisin.

2.4 RUBELLA
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada infeksi awal,
virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe
sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin
dapat terinfeksi selama terjadinya viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi
plasenta terjadi pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat
tinggi pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu,

60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan
selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya
terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital selama bertahuntahun.

2.4.1 Manifestasi klinis


1.
2.
3.
4.

Demam ringan
Merasa mengantuk
Sakit tenggorok
Kemerahan sampai merah terang /pucat, menyebar secara cepat dari wajah keseluruh

tubuh, kemudian menghilang secara cepat.


5. Kelenjar leher membengkak
6. durasi 3 5 hari
2.4.2 Patofisiologi
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan peradangan pada
mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar keseluruh tubuh. dari saluran pernafasan
inilah virus akan menyebrang ke sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang diperoleh post natal
virus rubella akan dieksresikan dari faring selama. pada rubella yang kongenal saluran
pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan virus sampai usia 2 tahun. hal ini perlu
diperhatikan dalam perawatan bayi dirumah sakit dan dirumah untuk mencegah terjadinya
penularan. Sesudah sembuh tubuh akan membentuk kekebalan baik berupa antibody maupun
kekebalan seluler yang akan mencegah terjadinya infeksi ulangan.
2.4.3 Patoflow
1. Pengaruh Rubella Terhadap Kehamilan
Infeksi rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan,
maka resiko terjadinya kelaianan adalah 50%, sedanggkan jika infeksi terjadi trimester
pertama maka resikonya menjadi 25% Rubella dapat menimbulkan abortfus, anomaly
congenital dan infeksi pada neonates (Konjungtivitis, engefalibis, vesikulutis, kutis,
ikterus dan konvuisi)
2. Pengaruh rubella pada janin

Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan sering menyebabkan cacat
bawaan pada janin.
2.4.4 Penatalaksanaan
Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya dengan cara
pemberian vaksinasi.
Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin
rubella tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah
pemberian vaksin. hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan dapat
beresiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang .
2.5 CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital saat bayi
atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer pada
dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah
didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama
kehamilan. Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena
sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi
pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan pembesaran hepar
dan lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi
selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks. Penderita dengan
infeksi CMV aktif dapat mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva,
semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.
2.5.1 Klasifikasi
CMV dapat mengenai hamper semua organ dan menyebabkan hamper semua jenis infeksi.
Organ yang terkena adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

CMV nefritis( ginjal).


CMV hepatitis( hati).
CMV myocarditis( jantung).
CMV pneumonitis( paru-paru).
CMV retinitis( mata).
CMV gastritis( lambung).

7. CMV colitis( usus).


8. CMV encephalitis( otak )
2.5.2 Etiologi
1. Citomegalo virus

2.5.3 Manifestasi klinis


1. Petekia dan ekimosis.
2. Hepatosplenomegali.
3. Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.
4. Retardasi pertumbuhan intrauterine.
5. Prematuritas.
6. Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
7. Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang lebih besar:
8. Purpura.
9. Hilang pendengaran.
10. Korioretinitis; buta.
11. Demam.
12. Kerusakan otak.
2.5.4 Patofisiologi
Sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus congenital di amerika utara.
CMV agaknya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan cairan atau
jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan ASI. Masa inkubasi tidak
diketahui; berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi: setelah lahir-3 sampai 12 minggu; setelah
tranfusi-3 sampai 12 minggu; dan setelah transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering
mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus tersebut
dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini
belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.
2.5.5 Penatalaksanaan
Sampai saat ini hanya terdapat penatalaksanaan mengatasi gejala(misalnya: penatalaksanaan
demam, tranfusi untuk anemia, dukungan pernapasan).
2.6 HERPES SIMPLEKS (HSV)

HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan 2. HSV 1
biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan lesi
genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya.
Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada sel
epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel
akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus
akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti
penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan. Akan tetapi,
untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam
60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan HSV pada saat melahirkan.
Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer
pada akhir kehamilannya.

2.6.1 Klasifikasi
Terdapat 2 tipe serologis yang berbeda pada HSV, yaitu :
1. HSV 1
2. HSV 2
2.6.2 Manifestasi klinis
1. Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit region genitalis.
2. Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah2 3 hari bintik kemerahan
tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.
2.6.3 Patofisiologi
Pada saat virus masuk kedalam tubuh belum memiliki antibody maka infeksinya bisa
bersifat luas dengan gejala-gejala konstitusionil berat. Ini disebut infeksi primer. Virus kemudian
akan menjalar melalui serabut saraf sensoris ke ganglian saraf regional (ganglian sakralis) dan
berdiam disana secara laten. kalau pada saat virus masuk pertama kali tidak terjadi gejala-gejala
primer, maka tubuh akan membuat antibody sehingga pada serangan berikutnya gejala tidaklah

seberat infeksi primer. Bila sewaktu-waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami aktifasi
dan multiplikasi kembali sehingga terjadi infeksi reklien. karena pada saat ini tubuh sudah
mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat infeksi primer. Faktor-faktor pencetus, virus
akan mengalami aktivasi dan multiplikasi kembali sehiangga terajadi infeksi neklien. karena
pada saat ini tubuh sudah mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat infeksi primer.
Dampak pada kehamilan dan persalinan
1. Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
2. Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina ke janin apabila ketuban
pecah.
3. Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir.
2.6.4 Penatalaksanaan
Kalau wanita hamil menderita herpes genetalis primer dalam 6 minggu terakhir dari
kehamilannya dianjurkan Sc sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecah ketuban. sedang untuk
herpes genitalis sekunder SC tidak dikerjakan secara rutin, hanya yang masih menularkan saat
persalinan dianjurkan untuk SC
Bayi baru lahir Dilakukan untuk pemeriksaan adanya herpes konginetal dan kalau perlu
kultus virus. kalau ibu aktif menderita herpes genitalis maka bayinya diberi acyclovir 3 dd 10
mg/kg B selama 5 7 hari
2.7 CARA PENULARAN TORCH
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif (didapat)
dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan antara lain sebagai
berikut :
1. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi (mengandung
sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan lainnya.
Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah melalui jalur ini, yaitu
melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan lain yang dagingnya diamsak
tidak semnpurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
2. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang menderita
TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari tanah (lingkungan)
dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko

infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena oosista bisa bertahan di
tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
3. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid, sista),
kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam tubuh atau
tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan Levine 1987).
4. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya TORCH.
Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian melakukan
hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita sebelumnya belum
terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan terkena penyakit
TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
5. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika mengandung maka
ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH melalui
plasenta.
6. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini
bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu penyakit
TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang bayi yang
sedang disusuinya.
7. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit juga bisa
menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila seorang
yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju yang baru saja dipakai si penderita
penyakit TORCH.
8. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain
adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang dicuci kurang
bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan
minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan terkontaminasi oosista
lebih besar.
9. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara penularannya
juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena itu
dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena penyakit tersebut maka
yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa kasus dalam satu keluarga seluruh
anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak semuanya
terkena penyakit TORCH.

2.8 CARA MENGHINDARI TORCH


Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat membahayakan ini, ada
beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut :
Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi dan lainnya terlebih
dahulu dimasak dengan matang hingga suhu mencapai 66 derajat Celcius, agar oosista - oosista
yang mungkin terbawa di dalam daging tersebut bisa mati.
1. Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk mencegah infeksi
yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan, minum dan alas tidur harus selalu
dicuci / dibersihkan.
2. Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar (tikus, bajing,
musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti cecak, kadal, dan bengkarung yang
kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.
3. Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung tangan yang disposable
(dibuang setelah dipakai).
4. Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara serologis sudah negatif,
jangan memelihara atau menangani kucing kecuali dengan sarung tangan.
2.9 MENCEGAH TORCH
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang sedang merencanakan
kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat mempertimbangkan saran-saran berikut agar
bayi Anda dapat terlahir dengan baik dan sempurna.
1. Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik
untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat dan
kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk TORCH
sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.
2. Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Anda
dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran dokter untuk
mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
3. Melakukan vaksinasi

Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti


vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh hamil
dahulu sampai 2 bulan kemudian.
4. Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau parasit
penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila makanan
tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, selalu konsumsi
makanan matang dalam keseharian Anda.
5. Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan secara
rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila di
dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu
agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
6. Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah
penting.
2.10 PENGOBATAN TORCH
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2 petanda
yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM).
Normalnya keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh sudah
membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG negatif dan Ig M
positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk
hamil karena ada kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan
setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif
dan IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya
tinggi,maka tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti
di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan terjadi kehamilan,
teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi
kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi
kehamilan bersama dokter kandungan anda.

Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan obat-obatan seperti
isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir, azithromisin, klindamisin,
alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya membutuhkan biaya yang sangat mahal
dan waktu yang cukup lama. Selain itu, terdapat pula cara pengobatan alternatif yang mampu
menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai 90%.

2.11 DIAGNOSA TORCH


Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk menangani suatu penyakit. Tetapi
diagnosa berdasarkan pengamatan gejala klinis sering sukar dilaksanakan, maka dilakukan
diagnosa laboratorik dengan memeriksa serum darah, untuk mengukur titer-titer antibodi IgM
atau IgG-nya.
Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik, bahkan bisa jadi
sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang dirasakan adalah mudah pingsan,
pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur, pendengaran terganggu, radang tenggorokan, radang
sendi, nyeri lambung, lemah lesu, kesemutan, sulit tidur, epilepsi, dan keluhan lainnya.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap, cacat fisik
maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak, dan ketidaksempurnaan lainnya.
2.13 PEMERIKSAAN TORCH
1. Cara Pemeriksaannya
a. Toxoplasma
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang diletakkan pada penyangga
padat, mula-mula di inkubasi dengan serum penderita kemudian dengan antibodi
berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita sebanding dengan intertitas
warna yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur dengan substrat. Uji
aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi prediktif kapan seseorang atau
individu tersebut diperkirakan terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat digunakan untuk
menentukan status infeksi serta kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan
antigen.
Cara Kerja :
a) Lokasi Pengambilan Sampel

vena mediana cubiti ( dewasa )


vena jugularis superficial
b) Cara kerja pengambilan sampel :
Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol 70% dan biarkan
menjadi kering kembali
Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat .
Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar vena tidak

bergerak
Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai yang dibutuhkan
Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan
Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan kapas tadi
Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji dinding tabung
Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis specimen.

b. Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HAatau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik
rubella yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella
IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi.
Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis
infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
c. Cyto Megalo Virus
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau
infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.
d. Herpes Simpleks
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan
mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan utama: demam
3. Riwayat kesehatan: Suhu tubuh meningkat, malaise, sakit tenggorokan, mual dan muntah,
4.

5.
6.
7.
8.

nyeri otot.
Riwayat kesehatan dahulu:
a. Klien sering berkontak langsung dengan binatang
b. Klien sering mengkonsumsi daging setengah atang
c. Klien pernah mendapatkan transfusi darah
Data psikologis
Data psikospiritual
Data social dan ekonomi
Pemeriksaan fisik
a. Mata: nyeri, acites
b. Sistem pencernaan: diare, mual dan muntah
c. Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat, timbulnya rash pada
kulit

3.2 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1.
2.
3.
4.

Anti-Toxoplasma IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk mendeteksi infeksi Toxoplasma)


Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi Rubella)
Anti-CMV IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi Cytomegalovirus)
Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus Herpes)

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses infeksi
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan
3.4 INTERVENSI
Diagnose 1: Nyeri b/d adanya proses infeksi / inflamasi.

Tujuan : mengurangi nyeri


Kriterian hasil : Klien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol, Klien tampak rileks, Klien

mampu tidur/istirahat dengan tepat.


Intervensi :
a. Berikan lingkungan yang tenang sesuai kebutuhan.

R/ menurunkan reaksi stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan
b.
c.

meningkatkan istirahat/reaksi.
Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.
R/ menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgesic seperti
asetamenofen.
R/ Untuk menghilangkan rasa nyeri yang berat.

Diagnose 2: Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit ditandai dengan


suhu 39, 50C , tubuh menggigil

Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal


Kriteria hasil: Terjadi peningkatan suhu, Kulit kemerahan dan hangat waktu disentuh,
Peningkatan tingkat pernapasan
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital : suhu tubuh
R : Sebagai indikator untuk mengetahui status hipertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat sedikitnya 2000ml/
c.

hari untuk mencegah dehidrasi


Berikan kompres dengan air biasa pada lipatan ketiak dan femur
R : Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit
dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui

d.

penguapan.
Anjurka klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R : Kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur,
juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.

Diagnose 3: Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan
cairan ditandai dengan, diare

Tujuan: memenuhi kebutuhan cairan tubuh


Kriteria hasil : Mempertahankan volume sirkulasi adekuat, Tanda tanda vital dalam
batas normal, Nadi ferifer teraba, Haluaran urine adekuat, Membrane mukosa

lembab,Turgor kulit baik.


Intervensi :
a. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekwensi sering
dan tawarkan makan pagi paling besar.

R : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia. Anoreksia juga
paling buruk selama siang hari, membuat maskan makanan yang sulit pada sore
b.
c.
d.

hari.
Berikan perawatan mulut sebelum makan;
R : Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan napsu makan.
Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
R : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai
kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi.
R : Berguna dalam program diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi individu

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus
(CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh
virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus,
Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan keguguran, cacat
pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan kehamilan.
4.2 SARAN
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui media dan cara
penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan tertular. Hidup bersih dan makan
makanan yang dimasak dengan matang.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC


Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.


Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Imunologi. Jakarta: Salemba.


Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.

Edisi 4. Jakarta : EGC.


Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2. Bandung: PT. Alumni.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol II. Edisi
8. Jakarta : EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN
TORCH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Sistem Reproduksi 2
Dosen pembimbing : Sri Sat Titi Hamranani S.Kep., Ns., M.Kes.

Disusun oleh :
Eryas Purwanto

( 1301041 )

Ikhsan Ramadhani

( 1301048 )

Yanuar Caesario P P ( 1301063 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN


TAHUN AJARAN 2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim,,,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah semesta alam yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Tak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada
junjungan besar Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, kepada keluarganya, para
sahabat, tabiit dan tabiim serta dapat sampai kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman
nanti.
Makalah

ini berisikan mengenai pemaparan tentang ASUHAN KEPERAWATAN

TORCH sebagai bentuk pemarapan dari sudut pandang masalah sistem reproduksi yang
biasanya dialami oleh ibu hamil.
Ucapan terima kasih saya haturkan kepada Ibunda Sri Sat Titi Hamranani S.Kep., Ns.,
M.Kes. selaku dosen Mata Kuliah Sistem Reproduksi 2 karena atas arahan dan petunjuk dari
beliau-lah makalah ini dapat disusun dengan baik.
Pepatah lama mengatakan bahwa

tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan

makalah yang telah disusun ini tentunya masih menyimpan kesalahan dan kekurangan di sanasini dikarenakan kurang luasnya referensi atau bahkan kurang jelinya penulis untuk menangkap
isu-isu detil dari sebuah fenomena yang muncul. Karenanya, kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan bagi perbaikan penyusunan makalah-makalah selanjutnya.

Klaten, 12 November 2015

Penyusun

Vous aimerez peut-être aussi