Vous êtes sur la page 1sur 6

Tugas Mata Kuliah

KEPEMIMPINAN

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. dr. Oktia Woro Kasmini Handayani, M.Kes
Consensus on the leadership of hospital CEOs and its impact on the
participation of physicians in improvement projects
(Konsensus tentang kepemimpinan CEO rumah sakit dan dampaknya pada
partisipasi dokter dalam proyek perbaikan)

Disusun oleh :
PUTRI RATNA SARI
0613515040

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

A. PENDAHULUAN
Top manajemen

sering

disebut

sebagai

penentu

kesuksesan

dalam

pengimplementasian QualityImprovement (QI). Karena top manajemen dianggap mampu


membangun kualitas suatu organisasi sebagai prioritas utama, menciptakan kualitas
sebagai budaya yang ditanamkan dalam organisasi, dan memobilisasi sumber daya
keuangan dan manusia yang diperlukan untuk mendukung perkembangan organisasi.
Begitu pula top manajemen pada rumah sakit. Sebagai suatu organisasi, pentingnya peran
dari top manajemen pada rumah sakit di dunia budaya klinis dalam Continuous Quality
Improvement/ Total Quality Management (CQI/TQM).
Namun fakta yang terjadi, manajer kesehatan kurang mampu melakukan kontrol
secara langsung atas insentif dan kondisi kerja yang pada akhirnya mempengaruhi
perilaku dokter dan akan berdampak pada biaya dan kualitas penanganan klinis. Hal ini
dapat terjadi karena ketika mereka dipekerjakan oleh suatu organisasi kesehatan, dokter
diberikan status dengan hak otonomi dalam pengambilan keputusan dalam melakukan
tindakan klinis. Mengingat status khusus dari dokter di organisasi kesehatan, manajer
kesehatan tidak dapat bergantung pada struktur manajemen yang konvensional.
Peningkatan mutu rumah sakit harus selalu dilakukan secara berkesinambungan
agar bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dulu, tugas untuk meningkatkan
mutu rumah sakit hanya merupakan tugas dari manajemen rumah sakit, tetapi dengan
CQI/ TQM, semua pihak dilibatkan dalam peningkatan mutu rumah sakit mulai dari
manajemen puncak, staf sampai dengan petugas pelayanan. CQI/ TQM mengendalikan
mutu berdasar pada fakta yang objektif. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui
gambaran situasi dan persolan yang ada sehingga untuk pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan dalam meningkatkan manajemen mutu juga berdasar atas fakta
bukan opini pribadi ataupun golongan.
Pada CQI/ TQM, keterlibatan petugas medis sangat dibutuhkan. Keterlibatan
tenaga medis pada CQI/ TQM dapat dilihat dari partisipasi dokter dalam pelatihan QI
formal, partisipasi dokter dalam tim QI, klinisi yang terlibat dalam proyek QA/ QI dan
departemen klinis di rumah sakit yang memliki proyek QA/QI resmi yang terogranisir.
Di Belanda CEO rumah sakit bertanggung jawab untuk merumuskan, menyusun
dan melaksanakan kebijakan rumah sakit. Dalam program perubahan nasional, eksekutif
berpartisipasi rumah sakit memiliki tugas eksplisit untuk merangsang internal yang
proses perbaikan dan partisipasi aktif dari rumah sakit staf, dan dokter khususnya.

Eksekutif memiliki peran kunci untuk memenuhi dalam menetapkan program strategis
mereka organisasi untuk mencocokkan sasaran program keberlanjutan. Disini dokter
dituntut untuk berkomunikasi dengan pasien untuk mewujudkan visi yang diberikan
rumah sakit tersebut untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit tersebut. Keberhasilan
Program membutuhkan motivasi antara dokter dan staf perawat untuk menerapkan teknik
menjanjikan untuk meningkatkan kualitas, keamanan dan efisiensi peduli pengiriman.
Fokus dari artikel ini adalah pada relasi antara jumlah proyek bergabung dengan dokter di
delapan rumah sakit BFp3 dan aspek tertentu dari kepemimpinan CEO: sejauh mana
dokter merasa bahwa mereka CEO merangsang perbaikan. Kedua - karena kemungkinan
bahwa dokter yang bekerja di rumah sakit yang berbeda memahami dan mengalami
pimpinan eksekutif berbeda kami akan memeriksa apakah derajat konsensus di antara
dokter mempengaruhi hubungan ini. Dalam literatur ini tingkat konsensus tentang
kepemimpinan di antara staf .
B. TEORI
a. CEO leadership in a dissemination program
Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam
kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala social. Pemimpin tidak dapat
dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan
potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, peneliti memandang bahwa dengan
kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen
primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok,
ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok. Berdasarkan penelaahan atas kondisi
untuk manajemen kinerja yang sukses Leggatt dan Dwyer didefinisikan beberapa
fungsi kepemimpinan. pemimpin organisasi perlu:
1. menciptakan iklim di mana eksperimen dan pembelajaran didorong
2. mengartikulasikan dan mengkomunikasikan visi yang jelas dan konsisten
3. meningkatkan organisasi dan karyawan kemampuan beradaptasi untuk berubah
4. memberikan model yang sesuai, dukungan individual dan menciptakan harapan
kinerja tinggi
Di semua rumah sakit BFp3 manajemen telah dikomunikasikan kepada staf
bahwa rumah sakit berpartisipasi dalam program peningkatan nasional untuk
menyebarluaskan inovasi melalui collaboratives peningkatan kualitas. Dokter didekati

secara pribadi, dalam pertemuan kelompok di rumah sakit, atau dengan surat berita
internal untuk memberitahu mereka bahwa Partisipasi adalah norma yang seharusnya
dimiliki setiap dokter yang berada di rumah sakit tersebut.
Salah satu cara untuk mengatasi efektivitas eksekutif rumah sakit adalah
dengan membujuk setiap dokter yang praktek di rumah sakit tersebut menjalani
program perbaikan yang direncanakan dan ditetapkann oleh pimpinan rumah sakit.
Salah satu negara di Eropa yang menduduki posisi pertama sebagai pemegang
pelayanan kesehatan terbaik menurut Euro Health Consumer Index (EHCI). Indeks
ini membandingkan 32 negara Eropa dalam 34 indikator, yang dikelompokkan
menjadi 6 kategori, yaitu hak dan informasi untuk pasien, e-health, waktu tunggu
untuk diterapi, outcome terapi, luasnya layanan yang diberikan, dan obat-obatan.
Negara manakah itu? Yap, benar, Belanda. Bahkan dibandingkan Inggris, Kanada,
Jerman, Australia, Amerika, dan Selandia Baru, Belanda tetap memegang peringkat
tertinggi, dinilai dari 5 indikator pelayanan kesehatan, yaitu kualitas, efisiensi, akses
pelayanan, persamaan, serta kemampuan untuk terus menjalani hidup yang sehat dan
produktif.
Kenapa Belanda bisa mengalahkan negara-negara besar dengan anggaran
kesehatan berlimpah itu? Pertama, reformasi pembiayaan kesehatan yang dilakukan
Belanda tahun 2006. Semua warga negara harus ikut asuransi kesehatan ini.
Pelayanan kesehatan dibiayai oleh 2 sistem: untuk terapi jangka panjang seperti rawat
inap semi-permanen dan biaya disabilitas seperti kursi roda, dibiayai oleh asuransi
yang dikontrol negara; untuk terapi jangka pendek, dibiayai oleh berbagai asuransi
kesehatan swasta yang diharuskan memberikan paket asuransi yang diregulasi jenis
dan kualitasnya oleh negara. Menariknya, premi tidak tergantung pada status
kesehatan dan usia (ekualisasi risiko). Dengan demikian, paket asuransi ini bisa
diperoleh semua warga negara dengan biaya yang terjangkau tanpa perlu dinilai dulu
risiko kesehatannya oleh perusahaan asuransi swasta. Pembiayaan kesehatan untuk
semua tanpa kecuali, tanpa diskriminasi. Kedua, Belanda termasuk salah satu negara
(selain Denmark) terdepan dalam implementasi e-health di Eropa. Penggunaan sistem
informasi rumah sakit berbasis teknologi, digitalisasi data dokter dan catatan medis
pasien yang bisa diakses secara nasional (unique ID), electronic medication service,
e-prescribing, integrated disease management, e-consult, web-based referral service,

dan lain-lain, dapat menurunkan error dalam pelayanan kesehatan, termasuk


medication error. Mungkin memerlukan biaya mahal saat pemasangan infrastruktur
dan merubah mindset pengguna, namun menghemat biaya dalam jangka panjang,
baik biaya pemberi pelayanan kesehatan, biaya yang dikeluarkan asuransi dan negara.
Pelayanan kesehatan yang diberikan juga bisa lebih cepat dan memuaskan.
Ketiga, sumber daya manusia tenaga kesehatannya dihasilkan oleh sekolah
untuk tenaga profesional kesehatan (dokter, perawat, laboran) yang unggul di
bidangnya. Fakultas Kedokteran di University of Groningenmenempati posisi
tertinggi di Belanda, dan masuk peringkat 103 bidang Life SCiences & Medicine
menurut QS World University Rankings 2010. Reformasi pendidikan kedokteran
menjadi berbasis problem-based learning dan mengutamakan komunikasi antara
dokter/perawat-pasien salah satunya bersumber di School of Health Professions
Education diMaastricht University, dan sampai sekarang para profesornya selalu
menjadi rujukan di Indonesia untuk berbagai filosofi dan pengalaman terkait PBL ini.
b. Modification by leadership climate
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa iklim sangat mempengaruhi kinerja dari staf
dan dokter yang berada di rumah sakit tersebut, hubungan persepsi antara karyawan
satu dengan yang lainnya sangat dipengaruhi. Selain kesamaan persepsi di rumah
sakit daerah Belanda kinerja dari pekerja nya uga sangat dipengaruhi oleh iklim,
untuk itu organisasi kepemimpinan di rumah sakit tersebut dibuat senyaman mungkin
dan selalu memprioritaskan kebutuan pasien, karena lingkingan sangat berpengaruh
penting dalam kesembuhan pasien.
C. METODE
Penelitian ini populasi dan sampel yang digunakan adalah ada 8 rumah sakit yang
ikut dalam organisasi BFp3 pada tahun 2004 - 2006, tujuh diantara nya adalah rumah
sakit milik pemerintah dan satu nya adalah rumah sakit milik Universitas. Dalam
penelitian ini antara rumah sakit yang satu dengan yang lain dibandingkan dalam hal
peralatan medis dan pelayanan terhadap pasien, juga kinerja para karyawan dan dokter
dari masing-masing rumah sakit, karena dengan kepemimpinan yang berbeda-beda pasti
kebijakan dari berbagai rumah sakit juga berbeda-beda.

Untuk metode penelitian nya menggunakan multilevel analisis danuntung


penghitungan pengambilan data menggunakan Chi Square, karena dalam penelitian ini
membandingkan pelayanan dari masing-masing rumah sakit.
D. KESIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh modernisasi
kepemimpinan dengan tingkat kepuasaan pasien yang berobat ke rumah sakit tersebut,
karena dengan modernisasi semua yang diperlukan pasien di dpatkan di rumah sakit
tersebut, dan pasien tidak perlu pergi jauh-jauh untuk mendapatkan kepuasan pelayanan
yang diingkan, selain itu pengaruh iklim juga bisa menjadi salah satu pemicu kurang nya
pelayanan di rumah sakit, karena missal cuaca dingin jika kepemimpinan di rumah sakit
tersebut kurang baik pasti karyawan dan dokter jarang ada yang siap di rumah sakit
tersebut, tetapi karena modernisasi dan kecanggihan teknologi pasien bias mengakses
konsultasi dimana saja, dan kerja dokter juga bias optimal.

Vous aimerez peut-être aussi