Vous êtes sur la page 1sur 13

ASKEP KEGAWATDARURATAN PADA TRAUMA CERVIKAL

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Trauma cervikal adalah cedera yang mengenai tulang cervical akibat
trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga dan
sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih
pada

tulang

vertebra

sehingga

akan

mengakibatkan

deficit

neurologi

(Sjamsuhidat, 2003).
Trauma cervikal adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang
sevikal, trauma diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: fraktur akibat peristiwa
trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, fraktur patologik karena
kelemahan pada tulang, cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi
atau rotasi tulang belakang (Hughes, 2008).
Trauma cervikal adalah suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan
perawatan segera, spine trauma munkin terkait cedera saraf tulang belakang
yang dapat mengakibatkan kelumpuhan, dan dapat mengganggu system saraf
yang terdapat pada vertebra, hal ini dapat mengakibatkan gangguan-gangguan
neurologi (Jones & Bartlett, 2007).
Trauma cervikal adalah pemisahan atau patahnya tulang yang terjadi
pada tulang belakang bagian cervikal (Hudak and Gallo, 2003).
2.

a.

Etiologi
Penyebab trauma cervikal adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah
raga, terjatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja.
Trauma dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
Trauma akibat peristiwa
Sebagian trauma disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan.
b. Trauma akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Kejadian ini paling sering dikemukakan pada

tibia, fibula atau metatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara
yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Trauma patologik karena kelemahan pada tulang
Trauma dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh (Lewis, 2003).
3.

Manifestasi Klinik
Penyampaian manifestasi klinik menurut Lewis (2003), adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
Menurut Hudak & Gallo, (2003) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut :
a. Lesi C1-C4

Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak
ada gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal
tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah
oksipital,

telinga

dan

beberapa

daerah

wajah.

Kehilangan

sensori

diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.


Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian
penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari
seperti makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga
memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari
ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada orang lain
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat
makan sendiri dengan alat khsus.
b. Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma
rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan
dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas
mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot
supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat
levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah lesi
menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior
dari daerah lengan atas.
c. Lesi C6
pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal
dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan
lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat
dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.
d. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori
untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas
mengambil posis yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya
berlebihan ketika kerja refleks kembali.
4. Patofisiologi

Terjadinya trauma pada daerah tulang leher mengakibatkan fraktur.


Akibat kondisi seperti ini, pusat-pusat persarafan akan terjadi gangguan.
Gangguan ini diakibatkan karena terjepitnya saraf-saraf yang melalui daerah
vertebra. Karena vertebra merupakan pusat persarafan berbagai organ, maka
kerja orga-organ tersebut akan terganggu atau bahkan mengalami kelumpuhan,
akibat fraktur ini pula, akan mengakibatkan blok saraf parasimpasi dan pasien
akan mengalami iskemia dan hipoksemia, dan akhirnya akan mengalami
gangguan kebutuhan oksigen, cedera yang terjadi juga akan mengakibatkan
pelepasan mediator-mediator kimia yang akan menimbulkan nyeri hebat dan
akut selanjutnya terjadi syok spinal dan pasien akan merasa tidak nyaman,
gangguan system saraf spinal akan mengakibatkan kelumpuhan pada organorgan pernafasan, ekstremitas, pencernaan dan system perkemihan. Cedera
pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif. Pada C3-C5 dapat
terjadi kerusakan nevrus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya inervasi otot
pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan komplikasi
paru menurun. Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi
penjepitan medulla spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi
osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan
menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin
dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat
mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot-otot abdominal. Intak pada
diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor (Alimul, 2008).
5. Pathway
Trauma

Trauma tidak

Keadaan

langsung

langsung

patologis

Fraktur servikal
Gangguan saraf
servikal (C1-C7)
Iskemik

Blog saraf
parasimpasi

Resiko syok

`
`
Hipoksia
Pelepasan

Organ
ektremitas

mediator kimia
(prostaglandin,

Organ

Organ

pernapasan

perkemihan

pencernaan

(diafragma)
Ketidakefekt

Gangguan

ifan pola

eliminasi

Hambatan

napas
Tirah baring

urin

mobilitas

lama

paralisis

bradikinin)
Nyeri akut

Organ

Konstipasi

fisik

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
a. Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
b. CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
d. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang
subarakhnoid medulla spinalis.
e. Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis).
f. GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
7. Komplikasi
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan

tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga


menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah
maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak
seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas.
d. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.
8. Penatalaksanaan
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip,
jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
c. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
d. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7)
dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi),
e.
f.
g.
h.

member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.


Menyediakan oksigen tambahan.
Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh

i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.

dari hipotensi dan bradikardi.


Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
Berikan antiemboli
Tinggikan ekstremitas bawah
Gunakan baju antisyok.
Meningkatkan tekanan darah
Monitor volume infus.
Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi
gejala bradikardi.

q. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.


r. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
s. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal
cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam,
dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien.
Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan

aspirasi jika ada indikasi.


Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara
konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga

kesehatan.
Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Data Subyektif
Riwayat Penyakit Sekarang
- Mekanisme Cedera
- Kemampuan Neurologi
- Status Neurologi
- Kestabilan Bergerak
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
- Keadaan Jantung dan pernapasan
- Penyakit Kronis
b. Data Obyektif
Airway

Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal


sehingga mengganggu jalan napas.
Breathing
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan
dinding dada.
Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba
hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh,
yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan).
Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,
kehilangan sensasi, kelemahan otot.
Exposure
Adanya deformitas tulang belakang

Pengkajian Sekunder
a. Five Intervensi
Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi, CT
Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas, MRI untuk mengidentifikasi
kerusakan saraf spinal, foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru,
sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang

c.

(Fraktur/Dislokasi)
b. Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
Head to Toe
- Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
- Dada : Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan,
pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan
-

interkosta akibat cedera spinal


Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,

terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)


Ekstrimitas : terjadi
paralisis,
paraparesis,

quadriparesis/quadriplegia
Inspeksi Back / Posterior Surface
Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang
belakang.

paraplegia

atau

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan
pola
b.
c.
d.
e.
f.

napas

berhubungan

dengan

gangguan

muskuloskeletal.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori motorik.
Konstipasi berhubungan dengan gangguan neurologis.
Resiko syok berhubungan dengan hipoksemia.

3. Intervensi Keperawatan
No
.
1.

DIAGNOSA

NOC

NIC

Ketidakefektifan pola

Setelah dilakukan

napas berhubungan

tindakan keperawatan

untuk

dengan gangguan

selama ...x 24 jam, klien

memaksimalkan

muskuloskeletal.

mampu menunjukkan

ventilasi.
Auskultasi suara

tanda-tanda :
- Menunjukkan jalan

nafas, catat adanya

nafas yang paten


(klien tidak merasa

dalam rentang

selama, dan

suara nafas
-

setelah aktivitas
Identifikasi
penyebab dari

dalam rentang

perubahan vital

normal (TD,RR,N)
2.

yang patenital
Monitor TD nadi,
RR, sebelum,

normal, tidak ada


abnormal).
Tanda-tanda vital

suara tambahan.
Pertahankan jalan
nafas yang paten

tercekik, irama nafas,


frekuensi pernafasan

Posisikan pasien

sign

Nyeri akut

Setelah dilakukan

Lakuakan

berhubungan dengan

tindakan keperawatan

pengkajian nyeri

agen cedera fisik.

selama ...x 24 jam, klien

secara

mampu menunjukkan

komprehensif

tanda-tanda :

termasuk lokasi,

Mampu mengontrol

karakteristik,

nyeri (tahu penebab

durasi, frekuensi,

nyeri, mampu

kualitas dan faktor

menggunakan tehnik
non farmakologi

yang dapat

untuk mengurangi

mempengaruhi

nyeri, mencari
-

presipitasi
Kontrol lingkungan

nyeri seperti suhu

bantuan)
Melaporkan bahwa

ruangan,

nyeri berkurang

pencahayaan dan

dengan

kebisingan
Berikan analgetik

menggunakan

untuk mengurangi

manajemen nyeri
-

nyeri
Ajarkan tentang
tehnik non

farmakologi
Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan

3.

Hambatan mobilitas

Setelah dilakukan

fisik berhubungan

tindakan keperawatan

pasien dalam

dengan nyeri.

selama ...x 24 jam, klien

mobilisasi
Latih pasien dalam

mampu menunjukkan

dukungan
Kaji kemampuan

pemenuhan

tanda-tanda :
- Klien meningkat
-

kebutuhan ADLs

dalam aktivitas fisik


Memverbalisasikan
perasaan dalam

secara mandiri
-

sesuai kemampuan
Dampingi dan

meningkatkan

bantu pasien saat

kekuatan dan

mobilisasi dan

kemampuan

bantu penuhi

berpindah
-

kebutuhan ADLs
Monitoring vital sign
sebelum dan
sesudah latihan
dan lihat respon

pasien saat latihan


Konsultasikan
dengan terapi
tentang rencana
ambulasi sesuai

dengan kebutuhan
Berikan alat bantu
jika pasien

4.

Setelah dilakukan

urine berhubungan

tindakan keperawatan

kemih yang

dengan gangguan

selama ...x 24 jam, klien

komprehensif

sensori motorik.

mampu menunjukkan

berfokus pada

tanda-tanda :
- Tidak ada residu

inkontinensia

memerlukan
Lakuakan penilaian

Gangguan eliminasi

(misalnya, output

urine > 100-200 cc


Balance cairan

urin, pola berkemih,


fungsi kognitif dan

seimbang

masalah kencing
-

praeksisten)
Masukan kateter

kemih yang sesuai


Merangsang refleks
kandung kemih
dengan
menerapkan dingin
untuk perut,
membelai tinggi

batin, atau air


Sediakan waktu
yang cukup untuk
pengosongan
kandung kemih (10

5.

Konstipasi

Setelah dilakukan

berhubungan dengan

tindakan keperawatan

gangguan neurologis.

selama ...x 24 jam, klien

menit)
Memantau asupan

dan keluaran
Monitor tanda dan

gejala konstipasi
Identifikasi faktor
penyebab dan

mampu menunjukkan

kontribusi

tanda-tanda :
- Mengidentifikasi
indikator untuk
-

mencegah konstipasi
Bebas dari
ketidaknyamanan

dan konstipasi
6.

Resiko syok

Setelah dilakukan

berhubungan dengan

tindakan keperawatan

hipoksemia.

selama ...x 24 jam, klien


mampu menunjukkan

pemberian laksatif
Anjurkan pasien
diet serat
Monitor tanda
inadekuat

oksigenasi jaringan
Lihat dan jaga
kepatenan jalan

napas
Ajarkan keluarga
dan pasien tentang

yang diharapkan
Irama pernapasan

tanda dan gejala

dalam batas yang


diharapkan

cairan
Kolaborasikan

atau keluarga untuk

tanda-tanda :
- Frekuensi napas dan
nadi dalam batas

konstipasi
Dukung intake

datangnya syok
Ajarkan keluarga
dan pasien tentang
langkah untuk
mengatasi gejala

syok.

Vous aimerez peut-être aussi