Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang Masalah


Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru akibat
tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh peristiwa emboli.
Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan
mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang
memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari.
Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut
memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi
untuk mencegah kematian paru-paru.
Insiden emboli paru di Amerika Serikat dilaporkan hampir 200.000 kasus pertahun
dengan angka kematian mencapai 15% yang menunjukkan bahwa penyakit ini masih
merupakan problema yang menakutkan dan salah satu penyebab emergensi
kardiovaskuler yang tersering. Laporan ini menyebutkan bahwa emboli paru secara
langsung menyebabkan 100.000 kematian dan menjadi faktor kontribusi kematian oleh
penyakit-penyakit lainnya.
Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang
disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat
diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur
sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa
menyebabkan kematian mendadak.
Penatalaksanaan khusus emboli paru dapat berupa pemberian antikoagulasi,
antitrombolitik/embolektomi baik dengan intervensi kateterisasi maupun dengan
pembedahan.

2.

Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Tujuan Umum
Untuk membahas emboli paru dari sudut patofisiologi dan faktor risiko sehingga dapat
dideteksi dan didiadnosis guna penatalaksanaan yang tepat dan efektif.

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi emboli paru.
2. Untuk mengetahui etiologi emboli paru.
3. Untuk mengatahui manifestasi klinis emboli paru.
4. Untuk mengetahui patofisiologi emboli paru.
5. Untuk mengetahui pathway dari emboli paru.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari emboli paru.
7. Untuk mengetahui komplikasi emboli paru.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan emboli paru.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Emboli paru merupakan suatu obstruksi sebagian atau total arteri pulmonalis atau
cabang-cabangnya akibat tersangkutnya trombo emboli atau material emboli yang lain
pada cabang-cabang pembuluh darah pulmonal. ( Pasiyen Rahmatullah, 894 )
Emoli paru merupakan salah satu komplikasi trombus vena dalam yang serius
mungkin fatal. Biasanya emboli berasal dari trombus vena dalam di betis. Bila emboli
kecil biasanya tidak disertai gejala yang nyata. ( R. Syamsuhidajat, 172 ).
Pulmonary Embolism (PE) adalah keadaan yang sudah umum, yang mempunyai potensi
komplikasi yang fatal dan serius akibat pembentukan trombus didalam sirkulasi vena.

Embolisme pulmonari adalah tersumbatnya jaring-jaring vascular (vascular-bed)


oleh suatu embolus, yang dapat berupa thrombus (bekuan darah), fragmen jaringan, lipid
(lemak), atau gelembung udara. Emboli yang paling umum adalah trombi yang terlepas
dari vena profunda betis (DVT). Trombi dapat juga berasal dari pelvis, terutama pada
wanita hamil.Trombus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin yang kadang-kadang
berisi protein plasma seperti plasminogen.
Menurut virchow (dalam Himawan S., 1986)terdapat tiga faktor penting yang memegang
peranan timbulnya trombus(trias virchow), yaitu ;
1. Perubahan permukaan endotel pembuluh darah
2. Perubahan pada aliran darah dan
3. Perubahan pada konstitusi darah.
Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akn dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat
inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah (trombus). Tromboplastin akan
mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin, kemudian bereaksi
dengan fibrinogen menjadi fibrin.
Trombo emboli adalah penyakit pulmonal akut yang paling umum terjadi pada
pasien-pasien di rumah sakit. Pembentukan emboli jarang terjadi tanpa adanya faktorfaktor risiko tertentu Emboli pulmonary terjadi akibat kerusakan pada dinding pembuluh

darah (akibat tindakan bedah), statis darah (varicose), atau hiperkoagulabilitalis (terapi
estrogen).
Bekuan darah menjadi satu emboli jika semua atau sebagian dari bekuan darah
tersebut terpecah dan terlepas dari tempat terbentuknya dan mulai mengembara dalam
aliran darah.

2. Etiologi
Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di
tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan
ketuban

atau

gumpalan

parasit

maupun

sel

tumor.

Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang
disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir
lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang
berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut
bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang
menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.
Ada 3 faktor utama yang menyebabkan emboli paru, yaitu :
1. Darah
Darah yaitu cairan yang terdiri atas plasma, sel-sel merah dan putih yang
mengalir dalam pembuluh darah manusia atau binatang.
Jika pada tubuh manusia mengalami pendarahan atau perdarahan maka akan
merangsang pengeluaran zat beku darah ( fibrinogen ).
2. Udara
Udara yaitu campuran dari berbagai gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
( seperti oksigen, nitrogen 0 yang memenuhi ruang di atas bumi ini seperti yang kita
hirup bila kita bernafas.
3. Lemak
Minyak yang melekat pada daging, terdapat pada kulit yang bertindak sebagai
pelindung kulit terhadap rangsangan kimia dan jasad renik, pada punggung timbunan
lemak sepanjang punggung yang merupakan salah satu kriteria kualitas karkas.

Dari ke tiga faktor di atas, maka dapat menimbulkan beberapa penyebab lain yang
mengakibatkan terjadinya emboli paru. Penyebabnya yaitu :
1. Luka Bakar
Luka bakar dapat menyebabkan emboli paru karena adanya perlukaan di
jaringan tubuh yang mengakibatkan rusaknya penbuluh darah dan pada darah terjadi
trombus. Kemudian trombus ikut masuk dalam aliran darah melalui pembuluh darah
yang rusak. Aliran pembuluh darah mengalirkan darah menuju jantung ( pembuluh
darah vena ) dari vena masuk ke jantung ( atrium kanan, ventrikel kanan ) dari
jantung mengalir ke paru melalui a. Pulmonalis dan terjadi sumbatan di arteri
pulmonalis yang menuju ke paru-paru.
2. Persalinan
Persalinan adalah salah satu penyebab terjadinya emboli paru. Dapat
dikarenakan apabila pada saat persalinan mengalami banyak perdarahan, dan
merangsang pembentukan fibrinogen. Akibat terlalu banyak pembentukan fibrinogen
dapat menyebabkan trombosis. Pada akhirnya trombus ikut mengalir bersama aliran
darah vena.
3. Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu proses, perbuatan, atau cara membedah. Proses
pembedahan kadang kala menyebabkan pendarahan, dan dapat membentuk trombus.
Kemudian trombus mengalir bersama aliran darah pada penbuluh darah vena yang
menuju jantung.
4. Patah tulang tungkai
Patah tulang tungkai dapat menyebabkan terputus atau rusaknya jaringan
tulang yang mengakibatkan sumsum tulang terurai. Pada peristiwa patah tulang
tungkai juga menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan uraian sumsum tulang
masuk dalam pembuluh darah. Masuknya sumsum tulang dalam pembuluh darah,
terbawa oleh aliran darah yang menuju jantung.
5. Struke
Struke dapat terjadi karena adanya trobus atau trombosis, perdarahan
mendadak yang mengenai pasokan darah serebral. Akibatnya dapat menyebabkan

suplay O2 ke otak berkurang sehingga terjadi hipoxia jaringan otak dan penurunan
keseimbangan.
6. Obesitas
Obesitas yaitu penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh atau sering
orang menyebut kegemukan. Dapat pula diartikan kelainan nutrisi yang sering
dijumpai dan ditandai oleh penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Definisinya
bervariasi kendati indeks massa tubuh yang melebihi 30 diterima sebagai kriteria
obesitas oleh banyak ahli. Oleh karena itu, berdasarkan definisi obesitas di atas
peningkatan lemak yang berlebih di dalam tubuh dapat menyebabkan ateroma, dan
ateroma bisasaja ikut terbawa oleh aliran darah vena yang mengalir menuju jantung.
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi
alveola membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah
sedikit atau tidak sama sekali. Selain itu sejumlah substasi yang dilepaskan dari bekuan
dan menyebabkan pembuluh darah dan bronkiolus berkontriksi.
Reaksi ini bersamaan dengan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi, menyebabkan
sebagian darah terpirau ( tidak ada pertukaran gas yang terjadi ) dan mengakibatkan
penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2.
Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahan vaskular paru akibat
penurunan ukuran jaring-jaring vaskular pulmonal, mengakibatkan peningkatan tekanan
arteri pulmonal dan, pada akhirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk
mempertahankan aliran darah pulmonal.
Bila kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi
gagal ventrikel kanan, yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan
terjadinya syok.

3. Anfis
Paru-paru terletak dikedua sisi jantung da dalam rongga dada dan dikelilingi serta
dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak diatas diafragma; bagian
apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula. Pada permukaan tengah dari
setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus, tempat bronkus primer dan masuknya

arteri serta vena pulmonary ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas
percabangan saluran yang membentuk pohon bronchial, jutaan alveoli dan jarring-jaring
kapilernya, dan jaringan ikat. Sebagai organ, fungsi paru adalah tempat terjadinya
pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam aliran darah.
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil. Pembagian pertama
disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya
terdiri atas dua lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Setiap lobus
dipasok oleh cabang utama percabangan bronchial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan
dikenal sebagai segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobules, yang masing-masing
mempunyai bronchiole, arteriole, venula, dan pembuluh limfatik.
Dua lapis membrane serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleurae.
Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum.
Lapisan dalamnya disebut pleura visceral yang mengelilingi paru dan dengan kuat
melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan
oleh sel-sel serosa didalam pleura. Cairan pleural melicinkan permukaan kedua
membrane pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru mengembang dan
berkontraksi selama bernapas. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membrane
pleura membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleurisi dan terasa sangat
nyeri karena membrane pleural saling bergesekan satu sama lain ketika bernapas.

4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari
arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala- gejala mungkin tidak spesifik.
Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak
dan bersifat pleuritik. Kadang dapat substernal dan dapat menyerupai angina pectoris atau
infark miokardium. Dispnea adalah gajala yang paling umum kedua diikuti dengan
takipnea (frekuensi pernapasan yang sangat cepat), takikardia, gugup, batuk, diaphoresis,
hemoptisis, dan sinkop.

Embolisme masif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan


dispnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop,
dan kematian mendadak.
Emboli kecil multipel dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal,
mengakibatkan infark kecil multipel pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai
bronkopeumoni atau gagal jantung. Pada contoh atipikal penyakit dapat menyebabkan
beberapa tanda dan gejala sementara pada contoh lainnya, penyakit dapat menyerupai
berbagai gangguan jantung paru.

5. Patofisiologi
Emboli mengembara dari tempat terbentuknya melewati jantung kanan dan
tersangkut dalam vaskulatur pulmonal. Aliran darah tersumbat sehingga manyebabkan
hipoksia jaringan setempat dan pada akhirnya penurunan dalam jaring-jaring vascular
pulmonal. Pembuluh pulmonary mengalami vasokonstriksi dalam berespons terhadap
hipoksia. Ketidakseimbangan rasio V/Q (ventilasi lebih besar dari perfusi) menyebabkan
hipoksemia arteri.
Jika embolus tidak menyebabkan infark, maka bekuan dilarutkan oleh system
fibrolitik dan fungsi pulmonal kembali normal. Jika terjadi infark, maka bidang paru yang
terkena menyusut dan membentuk jaringan parut.
Jika embolus menyumbat pembuluh darah besar, maka individu mengeluh nyeri
mendadak, tajam pada abdomen atas atau torakik dan mengalami dispnea, batuk sangat
hebat, dan hemoptisis; dapat terjadi syok sangat cepat.
Ukuran arteri pulmonalis dan jumlah emboli menentukan keparahan gejala.
Dampak atau efek dari embolus bergantung pada keluasan aliran darah pulmonal yang
tersumbat, ukuran pembuluh darah yang terkena, dan sifat dari embolus. Emboli
pulmonal dapat terjadi sebagai berikut:
1. Oklusi massif, embolus menyumbat bagian utama sirkulasi pulmonal (spt. Embolus arteri
pulmonary besar).
2. Embolus dengan infark, embolus yang cukup besar untuk menyebabkan infark
(kematian) dari suatu bagian jaringan paru.

3. Embolus tanpa infark, embolus yang tidak cukup berat untuk menyebabkan cedera paru
yang permanen.
4. Emboli pulmonal multipel, yang mungkin bersifat kronis atau kambuhan.

6. WOC

7. Pemeriksaan Penunjang

a.

Lung Scan (Ventilation/Perfusion Scan)


Dapat menunjukkan pola perfusi abnormal pada area ventilasi atau tidak adanya ventilasi
dan perfusi.

b. Pulmonary Angiography
Terdapatnya efek atau arteri cut off dengan tidak adanya darah pada distal aliran darah.
c.

Chest X-ray
Sering kali normal (terutama pada keadaan subakut), tetapi dapat menunjukkan bayangan
bekuan darah, kerusakan pembuluh darah, elevasi diafragma pada area yang terkena,
efusi pleura, dan infiltrasi/konsolidasi.

d. ABGs
Dapat menunjukkan penurunan PaO2, PaCO2 (hipoksemia/hipokapnia), dan elevasi pH
(respiratory alkalosis) terutama jika obstruksi paru-paru berat.
e.

Darah Lengkap
Dapat menunjukkan peningkatan Ht (hemokosentrasi), peningkatan RBCs (Red Blood
Cells-polisitemia).

f.

ECG (Electro Cardio Graph).


Mungkin normal atau menunjukkan perubahan yang mengindikasikan gangguan ventrikel
kanan, misal: perubahan pada gelombang T atau segmen ST, aksis deviasi/RBB,
takikardia, dan distritmia sering kali timbul.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Elektrokardiografi
Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor, namun
memperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif.
2. Ekokardiografi
Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila
dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan.

3. Radiografi Toraks

Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan
adanya obstruksi arteri mayor.
4. Pemindaian Paru
Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila
sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan
angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru.
5. MRI dan pemindaian CT
Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi
emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan pemeriksaan
pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit paru
sebelumnya .

9. Komplikasi
1. Hiperkoagulasi
2. Penyakit paru
3. Gagal jantung kanan akut
4. Gagal nafas
5. Hipoksia
6. Kardiomegali ( pembengkakan jantung )

10. Penatalaksanaan Medis


Komponen utama dari pengobatan medis emboli pulmonal adalah tarapi antikoagulan. Terapi antikoagulan mungkin merupakan terapi profilaktik bagi individu
berisiko tinggi atau kuratif bagi kejadian patologis actual.
Jika klien tidak responsive terhadap terapi heparin atau jika terapi antikoagen
merupakan kontraindiksi, maka diperlukan intervensi pembedahan.
Dua prosedur yang mungkin digunakan untuk menangani emboli pulmonal
adalah: pertama terapi trombolitik . Terapi ini dapat meningkatkan disolusi imediat dari
embolus dengan pemulian cepat fungsi paru. Dalam prosedur ini digunakan salah satu
agens trombolitik, urokinase, strepkinase, atau activator plasminogen tipe jaringan (rtPA) rekombinan. Terapi dapat diberikan baik secara sistemik atau secara langsung
kedalam arteri pulmonalis melalui katetarisasi selektif, meskipun terapi secara sistemik

menunjukka hasil lebih baik. Progam yang paling umum mencakup pemberian 100 mg rtPA sebagai infus perifer kontinu selama 2 jam. Sejauh ini , hasil yang dilaporkan
menunjukkan strategi ini efektif dalam mencapai disolusi bekuan pada lebih dari
80%pasien, dengan komplikasi perdarahan yang terjadi kurang dari 5%. Bentuk terapi ini
tidak sesuai bagi banyak klien pascabedah karena peningkatan risiko komplikasi
perdarahan pada tempat operasi.
Kedua adalah embolektomi pulmonal. Dalam prosedur ini dilakukan ekstraksi
emboli pulmonal dari vaskulator pulmonal. Prosedur ini biasanya dilakukan dengan
anesthesia umum, meskipun kemungkinan dapat dilakukan dengan kateter pengisap IV
tertentu dibawah anestesi local.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Data Subjektif
Data yang dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan emboli pulmonal termasuk:
1. Menentukan adanya faktor risiko.
2. Mengkaji tentang awitan terakhir dari gejala dispnea, nyeri dada substernal,
hemoptisis, palpitasi dada, nyeri pleuritik, batuk, gelisah, dan diaphoresis.
2. Data Objektif

Data yang dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan emboli paru termasuk:
1. Mengkaji penampilan umum: klien sering tampak gelisah.
2. Mengkaji tanda-tanda vital terhadap takipnea, takikardia, kenaikan suhu tubuh.
3. Melakukan pemeriksaan paru yang mencakup inspeksi, palpasi, dan perkusi
(hasil biasanya menunjukkan normal kecuali ada penyakit paru yang
mendasar). Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk mendengarkan friksi
pleural-iga dan penurunan bunyi napas setempat serta krakles.
4. Mengkaji hasil pameriksaan laboratorium yang mencakup hasil AGD
(hipoksemia,alkalosis respiratorik).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatanya, antara lain :


1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan
sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang Penyakit berhubungan dengan kurang informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif ( Doenges, 2000).

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
tertahannya sekresi.
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas

Kriteria hasil :

Rencana tindakan :

Mempertahankan jalan nafas paten

bunyi nafas, misal : mengi, krekels,

dengan bunyi nafas bersih / jelas.

Menunjukkan

perilaku

untuk

memperbaiki bersihan jalan nafas


Misal

mengeluarkan

Batuk

efektif

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya


ronki.
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat

dan

rasio inspirasi mengi (emfisema).


Kaji pasien untuk posisi yang nyaman

sekret.

misal: peninggian kepala tempat tidur,


duduk dan sandaran tempat tidur.

Pertahankan

polusi

lingkungan

minimum debu, asap dll.


Bantu latihan nafas abdomen / bibir.
Ajarkan teknik nafas dalam batuk efektif
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi Brokodilator
mis,

B-agonis, Epinefrin (adrenalin,

vaponefrim)

albuterol

(Proventil,

Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire),


isoetarin

2. Gangguan

pertukaran

gas

berhubungan

(Brokosol,

dengan

Bronkometer).

suplai

oksigen

Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.

Kriteria hasil :

Rencana tindakan :

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan

Kaji frekuensi kedalaman pernafasan,

oksigenasi jaringan adekuat yang bila

catat penggunaan otot aksesori, nafass

dalam rentang normal + bebas gejala

bibir,

distres pernafasan.

Berpartisipasi

dalam

program

pengobatan

dalam

tingkat

kemampuan

situasi.

ketidakmampuan

bicara

berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu
pasien untuk memilih posisi yang mudah

untuk bernafas.
Dorong mengeluarkan

sputum

Penghisapan bila diindikasikan.


Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna

membran mukosa.
Awasi tanda vital dan irama jantung

Kolaborasi
Awasi / gambaran seri GDA dan nadi,
oksimetri
Berikan oksigen tambahan yang sesuai
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer


dan sekunder, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.

Kriteria hasil :

Rencana tindakan :

Menyatakan pemahaman penyebab /


faktor resiko individ.

Mengidentifikasi

efektif, perubahan posisi sering, dan

intervensi

untuk

menurunkan

resiko

masukan cairan adekuat.


Tunjukkan dan bantu pasien tentang

Menunjukkan teknik, perubahan pola

pembuangan tisu dan sputum.


Dorong keseimbangan antara aktifitas

mencegah

infeksi.

Awasi suhu.
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk

hidup
lingkungan

untuk

meningkatkan
yang

aman.

dan

istirahat.

Kolaborasi
Dapatkan spesimen dengan batuk /
penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram kultur / sensitivitas.

Berikan anti mikrobia sesuai indikasi

4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum,
anoreksia, mual / muntah.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat Menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

Kriteria hasil :

Menunjukkan perilaku perubahan


pola hidup untuk meningkatkan dan /
mempertahankan berat yang tepat.

Rencana tindakan :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan
saat ini, catat derajat kesulitan makan,
evalusi BB dan ukuran tubuh.
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk
efektif, perubahan posisi sering, dan
masukan cairan adekuat.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang
pembuangan tisu dan sputum.
Dorong keseimbangan antara aktifitas
dan istirahat
Kolaborasi
Dapatkan spesimen dengan batuk /
penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram kultur / sensitivitas.
Berikan anti mikrobia sesuai indikasI

5. Diganosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan


antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.

Kriteria hasil :

Melaporkan
peningkatan

Rencana tindakan :
/

Menunjukkan

toleransi

Evaluasi

respons

pasien

terhadap

Catat

laporan

dispnea,

aktifitas.

terhadap

aktifitas yang dapat diukur dengan tak

peningkatan kelemahan / kelelahan dan

adanya

kelemahan

perubahan tanda vital selama dan setelah

berlebihan, dan tanda vital dalam

aktivitas.
Bantu aktivitas perawatan dini yang

dispnea,

rentang

normal.

diperlukan.

Berikan

peningkatan

aktivitas

penyembuhan.
Ajarkan klien
aktivitas

yang

untuk
dapat

kemajuan
selama

fase

mengurangi
menimbulkan

kelelahan.

6. Diagnosa Keperawatan : Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan


kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat /
keterbatasan

kognitif.

Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.

Kriteria hasil :

Rencana tindakan :

Menyatakan pemahaman kondisi /

Jelaskan / kuatkan penjelasan proses

proses penyakit dan tindakan.

penyakit individu.
Instruksikan / kuatkan rasional untuk

Mengidentifikasi hubungan tanda /


gejala yang ada dari proses penyakit
dan menghubungkan dengan faktor

latihan nafas, batuk efektif dan latihan


kondisi umum.

Diskusikan obat

penyebab.

pernafasan,

efek

samping + reaksi yang tak diinginkan.


Tekankan pentingnya perawatan oral /

kebersihan gigi.
Diskusikan faktor

individu

yang

meningkatkan kondisi mis: udara terlalu


kering, angin, lingkungan dengan suhu
ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei

aerosol, polusi udara.


Diskusikan pentingnya

mengikuti

perawatan medik, foto dada periodik dan


kultur

sputum.

D. EVALUASI
Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi
conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam
rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik
rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus
mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup
mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway

a. kaji dan pertahankan jalan napas


b. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
d. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak
dapat mempertahankan jalan napas
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan
saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask
ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi pleura
h. Lakukan pemeriksaan foto thorak mungkin normal, tapi lihat untuk mendapatkan:
a. Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct)
b. Atelektaksis linier
c. Effuse pleura
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Catat tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya S1 Q3 T3
c. right bundle branch block (RBBB)
d. right axis deviation (RAD)
e. P pulmonale
e. Lakukan IV akses

f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap


g. Jika ada kemungkina PE berikan heparin
h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan.
Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera
dirujuk ke speialis untuk dilakukan thromboembolectomy.

BAB IV
PENUTUP

1.Kesimpulan
1.

Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruktur sebagian atau total


sirkulasi

arteri pulmonal atau cabang cabang akibat tersangkutnya emboli

thrombus atau emboli yang lain.

2.

Dari hasil penelitian dari outopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini
menunjukan dengan jelas disebabkan oleh thrombus pada pembuluh dara,

terutama vena di tungkai bawah atau dari jantung kanan.


3. Embolus paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu thrombus yang berasal dari
pembuluh dara vena kaki.
4. Gambaran klinis emboli paru berpariasi tergantung pada beratnya obstruksi
pembuluh darah, jumlah embpli paru, ukurannya, lokasi, umur pasien,dan
penyakit kardiopulmonal yang ada.
2.Saran
Semoga mahasiswa keperawatan mampu memahami penyakit emboli paru - paru
dengan baik. Mampu menerapkan tindakan keperawatan emboli pari paru.

DAFTAR PUSTAKA

Contran Kuman Rabbins. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Edisi Ke 5. EGC: Jakarta
Djojodibroto Darmanto. 2009. Respirology. EGC: Jakarta
W. Sudoyo Ani. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta
A. Price Sylvia dan M. Wilson Clorraine. 2006. Patofisiologi. Edisi Ke 6. EGC: Jakarta
Tjokonegoro Arjantmo dan Henra Utama. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Ke 1.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Purnawan Junaidi, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke 2. Media


Aesculapios. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi