Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.
2.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Tujuan Umum
Untuk membahas emboli paru dari sudut patofisiologi dan faktor risiko sehingga dapat
dideteksi dan didiadnosis guna penatalaksanaan yang tepat dan efektif.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi emboli paru.
2. Untuk mengetahui etiologi emboli paru.
3. Untuk mengatahui manifestasi klinis emboli paru.
4. Untuk mengetahui patofisiologi emboli paru.
5. Untuk mengetahui pathway dari emboli paru.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari emboli paru.
7. Untuk mengetahui komplikasi emboli paru.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan emboli paru.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Emboli paru merupakan suatu obstruksi sebagian atau total arteri pulmonalis atau
cabang-cabangnya akibat tersangkutnya trombo emboli atau material emboli yang lain
pada cabang-cabang pembuluh darah pulmonal. ( Pasiyen Rahmatullah, 894 )
Emoli paru merupakan salah satu komplikasi trombus vena dalam yang serius
mungkin fatal. Biasanya emboli berasal dari trombus vena dalam di betis. Bila emboli
kecil biasanya tidak disertai gejala yang nyata. ( R. Syamsuhidajat, 172 ).
Pulmonary Embolism (PE) adalah keadaan yang sudah umum, yang mempunyai potensi
komplikasi yang fatal dan serius akibat pembentukan trombus didalam sirkulasi vena.
darah (akibat tindakan bedah), statis darah (varicose), atau hiperkoagulabilitalis (terapi
estrogen).
Bekuan darah menjadi satu emboli jika semua atau sebagian dari bekuan darah
tersebut terpecah dan terlepas dari tempat terbentuknya dan mulai mengembara dalam
aliran darah.
2. Etiologi
Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di
tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan
ketuban
atau
gumpalan
parasit
maupun
sel
tumor.
Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang
disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir
lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang
berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut
bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang
menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.
Ada 3 faktor utama yang menyebabkan emboli paru, yaitu :
1. Darah
Darah yaitu cairan yang terdiri atas plasma, sel-sel merah dan putih yang
mengalir dalam pembuluh darah manusia atau binatang.
Jika pada tubuh manusia mengalami pendarahan atau perdarahan maka akan
merangsang pengeluaran zat beku darah ( fibrinogen ).
2. Udara
Udara yaitu campuran dari berbagai gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
( seperti oksigen, nitrogen 0 yang memenuhi ruang di atas bumi ini seperti yang kita
hirup bila kita bernafas.
3. Lemak
Minyak yang melekat pada daging, terdapat pada kulit yang bertindak sebagai
pelindung kulit terhadap rangsangan kimia dan jasad renik, pada punggung timbunan
lemak sepanjang punggung yang merupakan salah satu kriteria kualitas karkas.
Dari ke tiga faktor di atas, maka dapat menimbulkan beberapa penyebab lain yang
mengakibatkan terjadinya emboli paru. Penyebabnya yaitu :
1. Luka Bakar
Luka bakar dapat menyebabkan emboli paru karena adanya perlukaan di
jaringan tubuh yang mengakibatkan rusaknya penbuluh darah dan pada darah terjadi
trombus. Kemudian trombus ikut masuk dalam aliran darah melalui pembuluh darah
yang rusak. Aliran pembuluh darah mengalirkan darah menuju jantung ( pembuluh
darah vena ) dari vena masuk ke jantung ( atrium kanan, ventrikel kanan ) dari
jantung mengalir ke paru melalui a. Pulmonalis dan terjadi sumbatan di arteri
pulmonalis yang menuju ke paru-paru.
2. Persalinan
Persalinan adalah salah satu penyebab terjadinya emboli paru. Dapat
dikarenakan apabila pada saat persalinan mengalami banyak perdarahan, dan
merangsang pembentukan fibrinogen. Akibat terlalu banyak pembentukan fibrinogen
dapat menyebabkan trombosis. Pada akhirnya trombus ikut mengalir bersama aliran
darah vena.
3. Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu proses, perbuatan, atau cara membedah. Proses
pembedahan kadang kala menyebabkan pendarahan, dan dapat membentuk trombus.
Kemudian trombus mengalir bersama aliran darah pada penbuluh darah vena yang
menuju jantung.
4. Patah tulang tungkai
Patah tulang tungkai dapat menyebabkan terputus atau rusaknya jaringan
tulang yang mengakibatkan sumsum tulang terurai. Pada peristiwa patah tulang
tungkai juga menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan uraian sumsum tulang
masuk dalam pembuluh darah. Masuknya sumsum tulang dalam pembuluh darah,
terbawa oleh aliran darah yang menuju jantung.
5. Struke
Struke dapat terjadi karena adanya trobus atau trombosis, perdarahan
mendadak yang mengenai pasokan darah serebral. Akibatnya dapat menyebabkan
suplay O2 ke otak berkurang sehingga terjadi hipoxia jaringan otak dan penurunan
keseimbangan.
6. Obesitas
Obesitas yaitu penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh atau sering
orang menyebut kegemukan. Dapat pula diartikan kelainan nutrisi yang sering
dijumpai dan ditandai oleh penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Definisinya
bervariasi kendati indeks massa tubuh yang melebihi 30 diterima sebagai kriteria
obesitas oleh banyak ahli. Oleh karena itu, berdasarkan definisi obesitas di atas
peningkatan lemak yang berlebih di dalam tubuh dapat menyebabkan ateroma, dan
ateroma bisasaja ikut terbawa oleh aliran darah vena yang mengalir menuju jantung.
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi
alveola membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah
sedikit atau tidak sama sekali. Selain itu sejumlah substasi yang dilepaskan dari bekuan
dan menyebabkan pembuluh darah dan bronkiolus berkontriksi.
Reaksi ini bersamaan dengan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi, menyebabkan
sebagian darah terpirau ( tidak ada pertukaran gas yang terjadi ) dan mengakibatkan
penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2.
Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahan vaskular paru akibat
penurunan ukuran jaring-jaring vaskular pulmonal, mengakibatkan peningkatan tekanan
arteri pulmonal dan, pada akhirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk
mempertahankan aliran darah pulmonal.
Bila kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi
gagal ventrikel kanan, yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan
terjadinya syok.
3. Anfis
Paru-paru terletak dikedua sisi jantung da dalam rongga dada dan dikelilingi serta
dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak diatas diafragma; bagian
apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula. Pada permukaan tengah dari
setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus, tempat bronkus primer dan masuknya
arteri serta vena pulmonary ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas
percabangan saluran yang membentuk pohon bronchial, jutaan alveoli dan jarring-jaring
kapilernya, dan jaringan ikat. Sebagai organ, fungsi paru adalah tempat terjadinya
pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam aliran darah.
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil. Pembagian pertama
disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya
terdiri atas dua lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Setiap lobus
dipasok oleh cabang utama percabangan bronchial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan
dikenal sebagai segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobules, yang masing-masing
mempunyai bronchiole, arteriole, venula, dan pembuluh limfatik.
Dua lapis membrane serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleurae.
Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum.
Lapisan dalamnya disebut pleura visceral yang mengelilingi paru dan dengan kuat
melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan
oleh sel-sel serosa didalam pleura. Cairan pleural melicinkan permukaan kedua
membrane pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru mengembang dan
berkontraksi selama bernapas. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membrane
pleura membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleurisi dan terasa sangat
nyeri karena membrane pleural saling bergesekan satu sama lain ketika bernapas.
4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari
arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala- gejala mungkin tidak spesifik.
Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak
dan bersifat pleuritik. Kadang dapat substernal dan dapat menyerupai angina pectoris atau
infark miokardium. Dispnea adalah gajala yang paling umum kedua diikuti dengan
takipnea (frekuensi pernapasan yang sangat cepat), takikardia, gugup, batuk, diaphoresis,
hemoptisis, dan sinkop.
5. Patofisiologi
Emboli mengembara dari tempat terbentuknya melewati jantung kanan dan
tersangkut dalam vaskulatur pulmonal. Aliran darah tersumbat sehingga manyebabkan
hipoksia jaringan setempat dan pada akhirnya penurunan dalam jaring-jaring vascular
pulmonal. Pembuluh pulmonary mengalami vasokonstriksi dalam berespons terhadap
hipoksia. Ketidakseimbangan rasio V/Q (ventilasi lebih besar dari perfusi) menyebabkan
hipoksemia arteri.
Jika embolus tidak menyebabkan infark, maka bekuan dilarutkan oleh system
fibrolitik dan fungsi pulmonal kembali normal. Jika terjadi infark, maka bidang paru yang
terkena menyusut dan membentuk jaringan parut.
Jika embolus menyumbat pembuluh darah besar, maka individu mengeluh nyeri
mendadak, tajam pada abdomen atas atau torakik dan mengalami dispnea, batuk sangat
hebat, dan hemoptisis; dapat terjadi syok sangat cepat.
Ukuran arteri pulmonalis dan jumlah emboli menentukan keparahan gejala.
Dampak atau efek dari embolus bergantung pada keluasan aliran darah pulmonal yang
tersumbat, ukuran pembuluh darah yang terkena, dan sifat dari embolus. Emboli
pulmonal dapat terjadi sebagai berikut:
1. Oklusi massif, embolus menyumbat bagian utama sirkulasi pulmonal (spt. Embolus arteri
pulmonary besar).
2. Embolus dengan infark, embolus yang cukup besar untuk menyebabkan infark
(kematian) dari suatu bagian jaringan paru.
3. Embolus tanpa infark, embolus yang tidak cukup berat untuk menyebabkan cedera paru
yang permanen.
4. Emboli pulmonal multipel, yang mungkin bersifat kronis atau kambuhan.
6. WOC
7. Pemeriksaan Penunjang
a.
b. Pulmonary Angiography
Terdapatnya efek atau arteri cut off dengan tidak adanya darah pada distal aliran darah.
c.
Chest X-ray
Sering kali normal (terutama pada keadaan subakut), tetapi dapat menunjukkan bayangan
bekuan darah, kerusakan pembuluh darah, elevasi diafragma pada area yang terkena,
efusi pleura, dan infiltrasi/konsolidasi.
d. ABGs
Dapat menunjukkan penurunan PaO2, PaCO2 (hipoksemia/hipokapnia), dan elevasi pH
(respiratory alkalosis) terutama jika obstruksi paru-paru berat.
e.
Darah Lengkap
Dapat menunjukkan peningkatan Ht (hemokosentrasi), peningkatan RBCs (Red Blood
Cells-polisitemia).
f.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Elektrokardiografi
Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor, namun
memperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif.
2. Ekokardiografi
Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila
dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan.
3. Radiografi Toraks
Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan
adanya obstruksi arteri mayor.
4. Pemindaian Paru
Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila
sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan
angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru.
5. MRI dan pemindaian CT
Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi
emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan pemeriksaan
pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit paru
sebelumnya .
9. Komplikasi
1. Hiperkoagulasi
2. Penyakit paru
3. Gagal jantung kanan akut
4. Gagal nafas
5. Hipoksia
6. Kardiomegali ( pembengkakan jantung )
menunjukka hasil lebih baik. Progam yang paling umum mencakup pemberian 100 mg rtPA sebagai infus perifer kontinu selama 2 jam. Sejauh ini , hasil yang dilaporkan
menunjukkan strategi ini efektif dalam mencapai disolusi bekuan pada lebih dari
80%pasien, dengan komplikasi perdarahan yang terjadi kurang dari 5%. Bentuk terapi ini
tidak sesuai bagi banyak klien pascabedah karena peningkatan risiko komplikasi
perdarahan pada tempat operasi.
Kedua adalah embolektomi pulmonal. Dalam prosedur ini dilakukan ekstraksi
emboli pulmonal dari vaskulator pulmonal. Prosedur ini biasanya dilakukan dengan
anesthesia umum, meskipun kemungkinan dapat dilakukan dengan kateter pengisap IV
tertentu dibawah anestesi local.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Data Subjektif
Data yang dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan emboli pulmonal termasuk:
1. Menentukan adanya faktor risiko.
2. Mengkaji tentang awitan terakhir dari gejala dispnea, nyeri dada substernal,
hemoptisis, palpitasi dada, nyeri pleuritik, batuk, gelisah, dan diaphoresis.
2. Data Objektif
Data yang dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan emboli paru termasuk:
1. Mengkaji penampilan umum: klien sering tampak gelisah.
2. Mengkaji tanda-tanda vital terhadap takipnea, takikardia, kenaikan suhu tubuh.
3. Melakukan pemeriksaan paru yang mencakup inspeksi, palpasi, dan perkusi
(hasil biasanya menunjukkan normal kecuali ada penyakit paru yang
mendasar). Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk mendengarkan friksi
pleural-iga dan penurunan bunyi napas setempat serta krakles.
4. Mengkaji hasil pameriksaan laboratorium yang mencakup hasil AGD
(hipoksemia,alkalosis respiratorik).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
tertahannya sekresi.
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
Menunjukkan
perilaku
untuk
mengeluarkan
Batuk
efektif
dan
sekret.
Pertahankan
polusi
lingkungan
vaponefrim)
albuterol
(Proventil,
2. Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
(Brokosol,
dengan
Bronkometer).
suplai
oksigen
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
bibir,
distres pernafasan.
Berpartisipasi
dalam
program
pengobatan
dalam
tingkat
kemampuan
situasi.
ketidakmampuan
bicara
berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu
pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas.
Dorong mengeluarkan
sputum
membran mukosa.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
Awasi / gambaran seri GDA dan nadi,
oksimetri
Berikan oksigen tambahan yang sesuai
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
Mengidentifikasi
intervensi
untuk
menurunkan
resiko
mencegah
infeksi.
Awasi suhu.
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk
hidup
lingkungan
untuk
meningkatkan
yang
aman.
dan
istirahat.
Kolaborasi
Dapatkan spesimen dengan batuk /
penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram kultur / sensitivitas.
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan
saat ini, catat derajat kesulitan makan,
evalusi BB dan ukuran tubuh.
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk
efektif, perubahan posisi sering, dan
masukan cairan adekuat.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang
pembuangan tisu dan sputum.
Dorong keseimbangan antara aktifitas
dan istirahat
Kolaborasi
Dapatkan spesimen dengan batuk /
penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram kultur / sensitivitas.
Berikan anti mikrobia sesuai indikasI
Kriteria hasil :
Melaporkan
peningkatan
Rencana tindakan :
/
Menunjukkan
toleransi
Evaluasi
respons
pasien
terhadap
Catat
laporan
dispnea,
aktifitas.
terhadap
adanya
kelemahan
aktivitas.
Bantu aktivitas perawatan dini yang
dispnea,
rentang
normal.
diperlukan.
Berikan
peningkatan
aktivitas
penyembuhan.
Ajarkan klien
aktivitas
yang
untuk
dapat
kemajuan
selama
fase
mengurangi
menimbulkan
kelelahan.
kognitif.
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
penyakit individu.
Instruksikan / kuatkan rasional untuk
Diskusikan obat
penyebab.
pernafasan,
efek
kebersihan gigi.
Diskusikan faktor
individu
yang
mengikuti
sputum.
D. EVALUASI
Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi
conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam
rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik
rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus
mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup
mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
BAB IV
PENUTUP
1.Kesimpulan
1.
2.
Dari hasil penelitian dari outopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini
menunjukan dengan jelas disebabkan oleh thrombus pada pembuluh dara,
DAFTAR PUSTAKA
Contran Kuman Rabbins. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Edisi Ke 5. EGC: Jakarta
Djojodibroto Darmanto. 2009. Respirology. EGC: Jakarta
W. Sudoyo Ani. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta
A. Price Sylvia dan M. Wilson Clorraine. 2006. Patofisiologi. Edisi Ke 6. EGC: Jakarta
Tjokonegoro Arjantmo dan Henra Utama. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Ke 1.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta