Vous êtes sur la page 1sur 2

APAKAH KITA MENJADI BAGIAN DARI PROSES KEMENANGAN?

Allah telah memberikan jaminan bahwa kemenangan dakwah


adalah sebuah keniscayaan, namun Ia swt. merahasiakan kepastian
waktunya, untuk menguji kesungguhan dan keikhlasan para aktivis
dakwah yang ingin menjemputnya. Sebab keikhlasan dan
kesungguhan itulah yang menjadi penentu seberapa besar pahala
yang diberikan Allah swt. kepada mereka.
Menjelang Perang Badr, Rasulullah saw. meminta pendapat para
shahabat, terutama kaum Anshar, untuk mengecek sejauh mana
kesiapan mereka. Setelah Abu Bakar ra., Umar ra., dan Miqdad Ibnul
Aswad ra. berbicara, maka Sad bin Muadz ra. yang mewakili kaum
Anshar berkata, Kayaknya Engkau menghendaki kami (Anshar),
wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Benar.
Sad ra. berkata, Sungguh kami telah beriman padamu,
membenarkanmu, bersaksi bahwa yang engkau bawa adalah
kebenaran, dan kami telah memberikan janji setia untuk mendengar
dan taat. Maka berjalanlah menuju apa yang engkau kehendaki,
wahai Rasulullah. Demi Dzat yang mengutusmu dengan hak,
andai engkau menyeberangi laut ini, maka kami akan
menyeberang bersamamu, tidak ada satu pun dari kami
yang tertinggal. Kami tidak takut bertemu musuh esok hari,
kami adalah kaum yang sabar saat berperang, tulus saat
bertarung, dan semoga Allah memperlihatkan apa yang
membahagiakanmu dari diri kami. Maka bawalah kami
berperang dengan barakah dari Allah.
Dalam riwayat lain, Sad bin Muadz ra. berkata, Pergilah
sesukamu, sambunglah hubungan dengan siapa pun yang engkau
kehendaki dan putuskan hubungan dengan siapa yang engkau
kehendaki, ambillah harta kami sesukamu dan sisakan untuk kami
sesukamu. Yang engkau ambil dari kami lebih kami sukai
daripada yang engkau sisakan untuk kami .
Rasulullah saw. bergembira mendengar ungkapan Sad ra. kemudian
bersabda, Bergeraklah dan bergembiralah, sesungguhnya Allah
telah menjanjikan padaku salah satu dari dua kelompok. Demi Allah,
seolah-olah aku sekarang melihat musuh-musuh bergelimpangan.
Proses pemenangan dakwah yang kita lakukan saat ini bukan
perang fisik dengan menggunakan senjata, tetapi pemenangan
merebut hati masyarakat agar mendukung dan memilih partai
dakwah, agar dakwah mempunyai kekuasaan untuk memberi
manfaat lebih banyak kepada masyarakat yang memilihnya atau
yang belum memilihnya. Namun pada hakikatnya ia adalah proses
menegakkan kepemimpinan Islam yang akan menjaga dan
melindungi Islam.
Imam Al-Ghazali menyatakan, Agama dan kekuasaan ibarat
saudara kembar. Agama adalah landasan dan kekuasaan adalah

penjaganya. Sesuatu yang tanda landasan akan runtuh, dan sesuatu


yang tanpa penjaga akan ditelantarkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan dalam siyasah
syariyahnya, Dua jalan yang rusak. Jalan pertama, adalah jalan
orang
yang
berafiliasi
kepada
agama,
namun
tidak
menyempurnakannya dengan kekuasaan, jihad dan harta yang
dibutuhkannya. Kedua, adalah jalan orang yang menginginkan
kekuasaan, kekayaan dan perang, namun tidak dimaksudkan untuk
menegakkan agama. Kedua jalan di atas dimurkai dan sesat. Yang
pertama adalah kesesatan kaum Nashrani dan yang kedua adalah
dimurkainya kaum Yahudi. Sedangkan jalan yang lurus adalah
jalannya orang-orang yang diberi nikmat, dari kalangan para nabi,
shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih.
Ikhwah fillah, mari sejenak bertafakkur, Bukankah kita sudah
berjanji setia untuk berjihad bersama dakwah ini? Sudah berapa
lama kita bergabung dengan jamaah ini? Bukankah kita
bergabung dalam jamaah ini untuk berjihad dan berkorban? Apa
yang sudah kita persembahkan?
Ikhwah fillah, kemenangan dakwah adalah kepastian. Tapi apakah
kita menjadi orang yang dikehendaki oleh Allah swt. terlibat dalam
proses kemenangan tersebut? Atau bahkan Allah swt. tidak
menyukai kita berada di barisan orang-orang yang berjuang,
karena kemauan yang lemah dan kesiapan yang tidak
optimal?
Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan
persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai
keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan
mereka, dan dikatakan kepada mereka, Tinggallah kamu bersama
orang-orang yang tinggal itu. (At-Taubah: 46)

Vous aimerez peut-être aussi