Vous êtes sur la page 1sur 9

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

DENGAN NANDA, NOC, NIC


I. PENGERTIAN
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar
periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.
(Anonim FK UI 1995).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior
dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior +
2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh
diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan
miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari
spingter uretra eksterna.
II. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat,
resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
III. ETIOLOGI
Penyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon
androgen (Anonim,FK UI,1995). Pada umur diatas 50 tahun, pada orang laki-laki akan timbul
mikronodule dari kelenjar prostatnya.
1V. GAMBARAN KLINIS
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS),yang dibedakan menjadi:

1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi
(nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat
miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau
miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow.
(Anonim,FK UI,1995).

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum,
kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur
dapat diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas
atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine
setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan engan mengukur urine yang masih dapat keluar
dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung
kemih setelah miksi.
2. Pemeriksaan laboratorium
a.

Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin.

b. Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
3. Pemeriksaan radiologi :
a.

Foto polos abdomen

b. BNO-IVP
c.

Systocopy

d. Cystografi
4. USG.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
a.

Penghambat andrenergik a, misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin atau a 1a (tamsulosin).

b. Penghambat enzim 5-a-reduktase, misalnya finasteride (Poscar)


c.

Fitoterapi, misalnya eviprostat

2. Terapi bedah : Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :
a.

Retensio urin berulang

b. Hematuria
c.

Tanda penurunan fungsi ginjal

d. Infeksi saluran kencing berulang


e.

Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel,hidroureter, dan hidronefrosis.

f.

Ada batu saluran kemih.


Macam-macam tindakan pada klien BPH :
1. PROSTATEKTOMI
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi
yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini
dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti
kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol
perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan
tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika
area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan
kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis
dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yang lain

memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi
kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok
lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien
sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi
dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat
mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan
spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisi
abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak
tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah
labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya
adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi
akibat pleksus venosa
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih
singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.
Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan
prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar
prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara
ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di
banding cara lainnya.
3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan

dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan
tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran
antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus
dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan
granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon
30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding
kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian
kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi
dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang
sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani
operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio
oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra,
ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati
penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
VII. KOMPLIKASI
Perdarahan.
Pembentukan bekuan
Obstruksi kateter
Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat
dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah sembuh.
5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi
retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan
diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah
penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah
prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang
tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan untuk
membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.
6. Infeksi
1.
2.
3.
4.

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri fisik, pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat, prosedur invasif.

3.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya berhubungan dengan


kurang familier terhadap informasi, kognitif.

4.

Defisit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya

5. PK : Perdarahan

RENPRA BPH
No
Diagnosa
1 Nyeri Akut
berhubungan dengan
Agen injuri fisik
(pembedahan)

Tujuan
Setelah dilakukan
askep . jam
tingkat

kenyamanan klien
meningkat, nyeri
terkontrol dengan
KH:
klien melaporkan
nyeri berkurang,
skala nyeri 2-3
Ekspresi wajah
tenang & dapat
istirahat, tidur.

v/s dbn (TD


120/80 mmHg, N:

60-100 x/mnt, RR:

16-20x/mnt).

Intervensi
Manajemen nyeri :

Kaji nyeri secara komprehensif termasuk


lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi.
Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
nyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri
klien
sebelumnya.
Berikan lingkungan yang tenang
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik; jenis,

Resiko infeksi b/d


pertahanan
tubuh
primer yang tidak
adekuat,
prosedur
invasif,
luka
pembedahan.

Setelah dilakukan
askep . jam

infeksi terkontrol
dan terdeteksi dg
KH:

bebas dari tanda


dan gejala infeksi,

angka lekosit
normal (4-11.000)
V/S dbn

dosis, dan frekuensi.


Cek riwayat alergi.
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
Monitor V/S
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
Konrol infeksi :
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
lain.
Batasi pengunjung bila perlu.
Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum
dan setelah kontak dengan klien.
Gunakan sabun anti microba untuk mencuci
tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC
setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang
adekuat
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal.
Monitor hitung granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya
Ambil kultur jika perlu
Dorong klien untuk intake nutrisi dan cairan
yang adekuat.

Anjurkan istirahat yang cukup.


Monitor perubahan tingkat energi.
Ajari dan anjurkan klien untuk meningkatkan
mobilitas dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum antibiotik
sesuai program.
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi.
3

Kurang pengetahuan
ttng penyakit,
perawata,pengobatan
Nya d/g kurang
familier terhadap
informasi,

terbatasnya kognitif.

Setelah dilakukan
askep .... jam,
pengetahuan

klien meningkat.
Dg KH:

Klien/klg mampu
menjelaskan

kembali apa yang


dijelaskan
Klien /klg

kooperative saat
dilakukan tindakan

Sindrom defisit self


care b/d kelemahan
dan nyeri,
penyakitnya

Teaching : Dissease Process


Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
tentang proses penyakit
Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda
dan gejala serta penyebabnya
Sediakan informasi tentang kondisi klien
Berikan informasi tentang perkembangan
klien
Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau
kontrol proses penyakit
Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan
atau terapi
Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan
atau memperoleh alternatif pilihan
Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah efek samping
dari penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan
gejala yang muncul pada petugas kesehatan
kolaborasi dg tim yang lain.
Bantuan perawatan diri makan,
kebersihan, berpakaian, toileting dan
ambulasi)

Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan .
jam klien mampu
Perawatan diri
Monitor kemampuan pasien terhadap
Dg KH:
perawatan diri

Pasien
dapat Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
melakukan

aktivitas
seharihari
(makan,
berpakaian,
kebersihan,

toileting, ambulasi)
Kebersihan diri
pasien terpenuhi

berpakaian, toileting dan makan dan ambulasi


Beri bantuan sampai klien mempunyai
kemapuan untuk merawat diri
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan diri secara
rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement positip atas usaha yang
dilakukan dalam melakukan perawatan sehari
hari.
Pantau tanda dan gejala perdarahan post
operasi (drainage, urine)
Monitor V/S
Pantau laborat Hb, HMT. AT
kolaborasi untuk tranfusi bila
terjadi
perdarahan (hb < 10 gr%)
Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya
Pantau daerah yang dilakukan operasi

Setelah dilakukan
askep . jam
perawat
akan
menangani
atau
mengurangi

komplikasi
dari
pada perdarahan
dan
klien

mengalami
peningkatan Hb/>
10 gr %
Diposkan oleh Rizki Kurniadi Hari Rabu, Maret 14, 2012
5

PK: Perdarahan

Vous aimerez peut-être aussi