Vous êtes sur la page 1sur 5

Antara Madu Indo dan Madu Arab

admin
September 15, 2012
No Comments

Cukup lama terpendam dalam benak kami sebuah pertanyaan, mengapa istri kedua atau istri
lain dinamakan madu? Apakah karena manisnya? Karena jawabannya bukanlah sesuatu
yang penting maka kami biarkan saja pertanyaan itu tak pernah terungkapkan dengan katakata, tidak pula berusaha mencari jawabnya.
Sampai suatu ketika, di majelis guru kami, Al-Ustadz Adnan hafizhahullah di Manado, pada
akhir-akhir Ramadhan 1433 H, di sela-sela pembahasan kitab Haadyl Arwah ilaa Bilaadil
Afraah, karya Al-Imam Al-Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah, beliau menjelaskan sebuah
faidah, ternyata madu itu berasal dari kata memadukan, dinamakan demikian sebab
seorang suami telah memadukan antara dua istri atau lebih. Inilah makna madu dalam
Bahasa Indonesia.
Lain halnya dalam Bahasa Arab, kata yang digunakan untuk istri kedua atau istri lain adalah
horrah
] yang artinya secara bahasa adalah wanita yang membahayakan, dinamakan
demikian karena adanya persaingan diantara para istri yang dapat membahayakan. [Selesai
faidah dari beliau hafizhahullah]
ari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa kata madu dalam Bahasa Indonesia
akar makna bahasanya lebih baik dan lebih tepat dari kata madu dalam Bahasa Arab.
Karena memang demikianlah menurut syariat yang mulia ini, hakikat istri-istri yang dimiliki
seseorang adalah akhawat mukminat, para wanita beriman yang bersaudara, sehingga
haruslah terjadi perpaduan yang baik antara mereka. Sebagaimana seorang suami haruslah
berusaha memadukan antara mereka.
Allah taala berfirman,

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Al-Hujurat: 10]
Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda,

Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam kecintaan, kasih sayang dan kelembutan di
antara mereka bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh
tubuh akan ikut merasa sakit hingga tidak bisa tidur dan merasa demam. HR. Al-Imam AlBukhari dan Al-Imam Muslim dari sahabat yang mulia An-Numan bin Basyir
radhiyallahuanhu]
Demikianlah seharusnya para istri yang beriman, hendaklah mereka berusaha mengamalkan
sifat-sifat kaum mukminin antara satu dengan yang lainnya dan bekerja sama dalam kebaikan

dan takwa. Terlebih para istri Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya lagi istri-istri para duat
yang harus menjadi panutan di tengah-tengah masyarakat, dalam kondisi musuh-musuh Islam
dan orang-orang awam yang termakan dengan syubhat-syubhat mereka terus berusaha untuk
menjelek-jelekan sunnah poligami dan menghantam Ahlus Sunnah karena hal tersebut.
Kecemburuan Antara Para Istri dalam Kondisi Kurang Akal dan Agama
Cemburu adalah hal yang wajar dalam diri seorang wanita, akan tetapi hal itu tidaklah
membenarkan perbuatan dosa dan kezaliman terhadap saudarinya, apalagi terhadap
suaminya. Nabi shallallahualaihi wa sallam telah mengingatkan,

Janganlah kalian saling dengki, janganlah saling melakukan najasy (menawar suatu barang
dengan harga yang tinggi padahal dia tidak niat membelinya tetapi hanya untuk memancing
orang lain agar menawar dengan harga yang lebih tinggi), janganlah saling membenci,
janganlah saling membelakangi, janganlah sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli
orang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, maka janganlah dia menzaliminya,
janganlah menghinanya, (dalam riwayat At-Tirmidzi: janganlah mengkhianatinya dan
janganlah berdusta kepadanya) dan janganlah merendahkannya.
Ketakwaan itu di sini, seraya beliau menunjuk ke dadanya tiga kali. Cukuplah seorang
muslim dikatakan jelek apabila dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim
diharamkan mengganggu darah, harta, dan kehormatan muslim lainnya. HR. Al-Imam
Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu]
Oleh karena itu, Nabi shallallahualaihi wa sallam tidak membiarkan ghibah yang dilakukan
oleh istri tercintanya, Aisyah radhiyallahuanha terhadap istri lainnya, Shafiyah
radhiyallahuanha. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahuanha menuturkan,

Aku berkata kepada Nabi shallallahualaihi wa sallam, cukuplah bagimu Shofiyyah itu
begini dan begitu. Berkata rawi, ucapan yang tidak baik, yaitu Shafiyah itu pendek. Maka
Rasulullah shallallahualaihi wa sallam bersabda, Sungguh engkau telah mengucapkan suatu
kalimat, andaikan kalimat itu dicampur ke air laut, niscaya laut itu akan tercemar. HR. Abu
Daud dan At-Tirmidzi, Shahihut Targhib, no. 2834]
Sebagaimana beliau tidak membiarkan istri tercintanya, Hafshah radhiyallahuanha mencela
istrinya yang lain, Shafiyyah radhiyallahuanha. Sahabat yang mulia Anas bin Malik
radhiyallahuanhu menuturkan,

Sampai kepada Shofiyyah bahwa Hafshah mengatakan, Shofiyyah adalah anak seorang
Yahudi, maka ia pun menangis. Lalu Nabi shallallahualaihi wa sallam menemuinya dalam
keadaan ia sedang menangis, maka Nabi shallallahualaihi wa sallam berkata kepadanya,
Apa yang membuat engkau menangis? Ia menjawab, Hafshah berkata kepadaku,
sesungguhnya aku anak seorang Yahudi. Maka Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya engkau adalah anak seorang Nabi dan sungguh pamanmu juga seorang Nabi
(yakni dari keturunan Nabi Musa dan Harun alaihimassalam) dan suamimu juga seorang
Nabi, maka apa yang membuatnya berbangga atasmu. Kemudian beliau bersabda,
Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah. HR. At-Tirmidzi, Shahih At-Tirmidzi, no.
3055]
Di sisi lain, seorang suami juga harus memahami bahwa cemburu antara para istri adalah sifat
dasar mereka, dan itu masih ditambah dengan kekurangan akal dan agama mereka, tak
terkecuali para istri Nabi shallallahualaihi wa sallam. Sehingga seorang suami dituntut untuk
bersikap sabar dan meneladani Nabi shallallahualaihi wa sallam dalam menghadapi
pergolakan di antara para istri. i sinilah pentingnya ilmu dalam rumah tangga, inilah
kesempatan emas untuk mempraktekan salah satu prinsip emas Ahlus Sunnah wal Jamaah,
Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah sampai menyebutkan dalam Shahih beliau sebuah bab
yang berjudul, Bab entang Kecemburuan
] dan lebih khusus lagi Bab
Kecemburuan Wanita dan Kemarahan Mereka (Karena Cemburu)

Beliau rahimahullah meriwayatkan,

].

ari Anas bin Malik radhiyallahuanhu, beliau berkata, Nabi shallallahualaihi wa sallam
pernah besama salah satu istri beliau, lalu salah seorang ummahatul mukminin, istri beliau
yang lain mengirimkan sepiring makanan kepada beliau, maka istri yang lagi bersama beliau
di rumahnya itu memukul tangan pembantu (yang membawa makanan itu), maka piringnya
pun jatuh hingga pecah, maka Nabi shallallahualaihi wa sallam mengumpulkan pecahanpecahan piring itu dan juga mengumpulkan makanan yang jatuh, dan beliau bersabda, Ibu
kamu sedang cemburu. Kemudian beliau menahan pembantu tersebut sampai beliau
mengganti piring yang pecah itu dengan piring yang berasal dari rumah istri yang
memecahkannya. Maka beliau membayar dengan piring yang bagus untuk mengganti piring
yang pecah, dan beliau menahan piring yang pecah di rumah istri yang memecahkannya.
[HR. Al-Imam Al-Bukhari]
Faidah Hadits Terkait Pembahasan:
1. Kesabaran Nabi shallallahualaihi wa sallam dalam menghadapi kecemburuan dan
kemarahan istri-istri beliau.

2. Nabi shallallahualaihi wa sallam memaklumi kecemburuan istrinya dan kemarahannya


yang timbul karena kecemburuan itu.
3. Nabi shallallahualaihi wa sallam tidak memarahi atau membentak istrinya. Al-Imam Ibnu
Batthal rahimahullah berkata,

alam hadits tentang piring pecah ini terdapat pelajaran sabar dalam menghadapi para istri
atas akhlak mereka dan kebengkokan mereka, karena Nabi shallallahualaihi wa sallam tidak
menjelek-jelekan istri beliau disebabkan perbuatannya itu, tidak pula mencelanya dan tidak
pula menambah ucapannya selain, Ibu kamu sedang cemburu. Syarhu Shahih Al-Bukhari,
7/351]
4. Nabi shallallahualaihi wa sallam memafkan dan tidak memberikan hukuman terhadap
istrinya tersebut. Sampai seluruh ulama yang menjelaskan hadits ini berkata,

alam hadits ini terdapat isyarat akan tidak bolehnya menghukum wanita-wanita yang
sedang cemburu ketika ia melakukan suatu kesalahan, sebab dalam keadaan itu akalnya
sedang tertutup karena besarnya kemarahan yang dibakar oleh kecemburuan. Fathul Bari,
9/325]
5. Nabi shallallahualaihi wa sallam mendidik istrinya yang bersalah dengan mengganti
piring yang dipecahkannya dari miliknya.
6. Nabi shallallahualaihi wa sallam tidak membiarkan kemungkaran yang dilakukan oleh
istrinya.
7. Nabi shallallahualaihi wa sallam menunaikan hak istri yang dizalimi dengan mengganti
piringnya yang rusak dari milik istri yang merusaknya.
8. Seorang suami haruslah bersikap dewasa dan matang dalam menghadapi istri-istrinya,
sebab yang ia hadapi adalah makhluk halus yang mudah pecah seperti kaca yang
bengkok lagi tidak sempurna akal dan agamanya. Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda,

Aku tidak melihat wanita-wanita yang kurang akal dan agama namun sanggup
menghilangkan akal sehat seorang laki-laki cerdas melebihi seorang dari kalian (para
wanita). HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim dari sahabat yang mulia Abdullah
bin Umar radhiyallahuanhuma]
9. Seorang suami haruslah menasihati istri-istrinya secara terus menerus dengan penuh
kelembutan. Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda,

Berilah nasihat kepada para wanita, karena sesungguhnya wanita itu tercipta dari tulang
rusuk (yang bengkok), dan tulang rusuk yang paling bengkok itu adalah bagian paling
atasnya, jika engkau memaksa untuk meluruskannya engkau akan mematahkannya, namun
jika engkau biarkan ia akan tetap bengkok, maka nasihatilah para wanita. HR. Al-Imam
Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim dari sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahuanhu]
10. Pentingnya ilmu dalam rumah tangga. Inilah sesungguhnya diantara sisi yang paling
penting dalam meneladani rumah tangga Rasulullah shallallahualaihi wa sallam, bukan
sekedar semangat belaka. Masalah apapun dalam rumah tangga, insya Allah taala akan
terpecahkan dengan baik jika masing-masing dari suami dan istri mau kembali kepada ilmu
yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah, sesuai pemahaman Salaful Ummah.
Nasihat ringkas ini semoga bermanfaat bagi para suami dalam membimbing istri-istrinya dan
menjadikan mereka madu-madu yang baik lagi manis. Wallahul Mustaan.
www.nasihatonline.wordpress.com

Vous aimerez peut-être aussi