Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Tes Bisik
Ada 3 syarat utama bila kita melakukan tes bisik, yaitu :
1. Syarat tempat.
a. Ruangannya sunyi.
b. Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding tidak rata, terbuat dari soft board, atau
tertutup kain korden.
c. Jarak minimal 6 meter.
2. Syarat penderita.
a. Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir pemeriksa.
b. Telinga pasien yang diperiksa, kita hadapkan ke arah pemeriksa.
c. Telinga pasien yang tidak diperiksa, kita tutup (masking). Caranya tragus telinga
tersebut kita tekan ke arah meatus akustikus eksterna atau kita menyumbatnya dengan
kapas yang telah kita basahi dengan gliserin.
d. Penderita mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata yang kita ucapkan.
3. Syarat pemeriksa.
a. Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase
ekspirasi.
b. Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal penderita. Biasanya
kita menyebutkan nama benda-benda yang ada disekitar kita.
Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu :
Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang boleh berpindah
tempat. Pertama-tama pemeriksa membisikkan kata pada jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa
lalu mundur pada jarak 2 meter dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata
yang kita bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80% dari semua
kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita bisikkan biasanya 5 atau 10. Jadi tajam
pendengaran penderita kita ukur dari jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana penderita
masih mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata).
Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara mengulangi
pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter. Kita maju pada jarak 3 meter dari
pasien lalu membisikkan 5 kata dan penderita mampu mendengar semuanya. Kita kemudian
mundur pada jarak 4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita masih mampu
mendengar 4 kata (80%).
- Diamati apakah terdapat maserasi, krusta atau warna kemerahan pada pinggir lubang
hidung
- Lihat posisi septum nasi (apakah terdapat deviasi), diperiksa dengan cara ibu jari
pemeriksa mendorong ujung hidung pasien ke arah atas
2. Dengan Spekulum:
- Diamati daerah lateral, medial, inferior. Diperhatikan apakah terdapat sekret, krusta atau
bisul
D. Pemeriksaan Cavum Nasi Bawah
1. Mengarahkan cahaya lampu kepala ke arah cavum nasi. Diamati warna mukosa cavum nasi
( hiperemia, biru, pucat), besar cavum nasi, dasar cavum nasi, septum nasi (deviasi, krista,
lubang)
2. Memeriksa konka inferior
E. Pemeriksaan Cavum Nasi Bagian Atas
1. Cahaya lampu kepala diarahkan ke cavum nasi bagian atas
2. Diperhatikan kaput konka media, meatus media, septum nasi
memegang kaca yang telah dipanasi dan dikontrol dengan punggung tangan, Penderita diminta
menjulurkan lidah, yang kemudian dipegang dengan jari tengah yang dialasi kain kasa. Jari
telunjuk dipergunakan untuk menahan bibir atas, Dengan sangat hati- hati kaca dimasukan
hingga berada pada posisi dekat dinding belakang orofaring. Ingat, jangan sampai menyentuh
bagian belakang lidah, atau tonsil atau dinding laring, karena akan menyebabkan muntah,
Dengan seksama amati bayangan pada laring. Laringoskopi tidak langsung dilakukan tanpa
anastesi. Namun pada penderita yang sensitif bisa diberikan anastesi lokal dengan tablet hisap
atau semprot.
Laringoskopi langsung
Laringoskopi langsung
adalah
visual
langsung dengan
menggunakan laringoskopi atau alat lain sebagai laringoskop. Kesan visual yang didapatkan
pada laringoskopi langsung lebih natural bila dibandingkan dengan laringoskopi tidak
langsung. Alat yang digunakan adalah laringoskop kaku satu tabung dari logam dengan lampu
penerangan yang terletak diujung depan atau belakang.
Rigid laringoskopi
Persiapan untuk intubasi termasuk memeriksa perlengkapan dan posisi pasien. TT harus
diperiksa. Sistem inflasi cuff pipa dapat ditest dengan menggembungkan balon dengan
menggunakan spuit 10 ml. Pemeliharaan tekanan balon menjamin balon tidak mengalami
kebocoran dan katup berfungsi. Beberapa dokter anestesi memotong TT untuk mengurangi
panjangnya dengan tujuan untuk mengurangi resiko dari intubasi bronchial atau sumbatan akibat
dari
pipa
kinking.
Konektor
harus ditekan
sedalam mungkin
untuk
menurunkan
kemungkinan terlepas, jika mandren digunakan ini harus dimasukan ke dalam TT dan ini ditekuk
menyerupai stik hoki. Bentuk ini untuk intubasi dengan posisi laring ke anterior. Blade harus
terkunci di atas handle laringoskop dan bola lampu dicoba berfungsi atau tidak. Intensitas
cahanya harus tetap walaupun bola lampu bergoyang. Sinyal cahaya yang berkedap kedip karena
lemahnya hubungan listrik, perlu diingat untuk mengganti batre. Extra blade, handle, TT ( 1
ukuran lebih kecil atau lebih besar) dan mandren harus disediakan.Suction diperlukan untuk
membersihkan jalan nafas pada kasus dimana sekresi jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau
muntah.
Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar atau
lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang yang
tidak perlu selama laringoskopi. Rigid laringoskop memindahkan jaringan lunak faring untuk
membentuk garis langsung untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka. Elevasi kepala
sedang
(sekitar
5-10 cm
diatas
ekstensi
dariatlantoocipito join
menempatkan pasien pada posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher
adalah fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal.
Fleksibel laringoskopi
Kedua lubang hidung dipersiapkan dengan pemberian tetes vasokonstriktor. Identifikasi
lubang hidung dimana pasien bernafas lebih mudah. O2 dapat diinsuflasi ke melalui ujung
suction dan saluran untuk aspirasi dari FOB untuk memperbaiki oksigenasi dan membuang
sekret dari ujung tip. Pilihan lain, jalan nafas nasal yang lebar dapat dipasang dalam
lubang
hidung kolateral. Breathing sirkuit dapat langsung dihubungkan pada ujung dari nasal
airway untuk memberikan O2 100% selama laringoskopi. Jika pasien tidak sadar dan tidak
bernafas spontan, mulut dapat diplester dan ventilasi dilakukan melalui nasal airway tunggal.
Bila teknik ini digunakan adekuat ventilasi dan oksigenasi harus di konfirmasi dengan
capnograph dan pulse oximetry. TT yang telah diberi pelumas dan dimasukkan ke dalam lubang
hidung lainnya sepanjang nasal airway. Tangkai dari FOB yang telah diberi pelicin dimasukan ke
dalam lubang TT. Selama endoskopi, jangan dimajukan jika hanya dinding dari TT atau
membran mukosa yang terlihat. Ini juga penting untuk mempertahankan tangkai bronkoskop
relative lurus, jadi jika kepala dari bronkhoskop diputar secara langsung, ujung distal akan
bergerak dengan derajat yang sama. Ketika ujung dari FOB masuk ujung distal dari TT, epiglotis
dan glotis harus tampak. Ujung dari bronchoskop dimanipulasi untuk melewati pita suara yang
telah abduksi.
Ini tidak perlu dilakukan dengan cepat karena pasien sadar dapat bernafas adekuat dan pada
pasien dianestesi, jika ventilasi dan oksigenasi tidak adekuat, FOB ditarik danlakukan ventilasi
dengan face mask. Minta asisten untuk jaw thrust atau lakukan tekanan pada krikoid dapat
membantu penglihatan pada kasus sulit. Jika pasien bernafas spontan, tarik lidah dengan klem
dapat memfasilitasi intubasi. Sekali dalam trakhea, FOB didorong masuk ke dekat carina.
Adanya cincin trachea dan carina adalah membuktikan posisi yang tepat. TT di dorong dari FOB.
Sudut sekitar cartilago arytenoid dan epiglotis dapat mencegah mudahnya memasukan pipa.
Penggunaan pipa yang berkawat baja biasanya menurunkan masalah ini disebabkan
lebih
besarnya fleksibilitas dan sudut pada bagian distal lebih tumpul. Posisi TT yang tepat
dikonfirmasi dengan melihat ujung dari pipa diatas karina sebelum FOB ditarik.