Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
dr. Benita Putri Permata
Pendamping :
dr. Dika Isnaini
Nama
Judul/Topik
Nama Pendamping
Nama Wahana
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya
Dokter Pendamping
DAFTAR ISI
BAB I....................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 3
1.2 Masalah Penelitian.............................................................................................. 4
1.3 Pembatasan Masalah........................................................................................... 4
1.4 Rumusan Masalah............................................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian............................................................................................... 5
1.6 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 5
BAB II...................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 6
2.1 Definisi Gizi Buruk.............................................................................................. 6
2.2 Pengukuran Gizi Buruk........................................................................................ 6
2.3 Klasifikasi Gizi Buruk.......................................................................................... 8
2.4. Faktor risiko...................................................................................................... 9
BAB III................................................................................................................... 25
METODOLOGI PENELITIAN................................................................................... 25
A.
Desain Penelitian............................................................................................. 25
B.
C.
D.
Sumber Data................................................................................................... 25
BAB IV................................................................................................................... 26
GAMBARAN UMUM................................................................................................ 26
BAB V.................................................................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................... 29
BAB VI................................................................................................................... 31
SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................... 31
6.1 Simpulan......................................................................................................... 31
6.2 Saran.............................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk
di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi4,9% di tahun 2010. 6Merujuk pada
data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita
gizi buruk yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi gizi buruk di Pulau
Jawa yang tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 %. 51Propinsi Jawa Timur merupakan
wilayah yang berpotensi dalam menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk di negeri
Indonesia. Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2014
ditemukan kasus gizi buruk sebesar 2,6% dari target kurang dari 5%. Angka kejadian gizi buruk
di Kecamatan Besuki tahun 2013 sebanyak 11 kasus dengan prevalensi 0,26% dan pada tahun
2014 sebesar 17 kasus dengan prevalensi 0,33%.
Gizi buruk merupakan masalah yang kompleks dan penyebab gizi buruk pada balita
mempunyai peranan yang bervariasi, sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis faktor yang
mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk di puskesmas Pekojan.
1.2 Masalah Penelitian
Masalah yang diangkat adalah angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang yaitu pada
bulan Januari sampai Desember tahun 2016 di wilayah kerja Pukesmas Kelurahan Pekojan 2.
1.3 Pembatasan Masalah
Tidak semua faktor penyebab masalah gizi buruk diteliti karena adanya keterbatasan
waktu pengamatan. Penelitian kejadian gizi buruk difokuskan pada faktor pemberian ASI.
1.4 Rumusan Masalah
Apakah peranan ASI Ekslusif mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk dan gizi kurang di
kelurahan pekojan 2 tahun 2016?
1.5Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Menyusun upaya menurunkan kejadian gizi buruk dan gizi kurang di wilayah kerja
Puskesmas Pekojan 2 berdasarkan analisis faktor ASI.
1.5.2 Tujuan Khusus
Menganalisis pengaruh ASI terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Pekojan 2.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Peneliti
1.Mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan kedokteran
2. Memperluas wacana tentang gizi buruk
1.6.2 Bagi Institusi Puskesmas Kelurahan Pekojan 2
Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk mengentaskan kejadian
kasus gizi burukdan gizi kurang terkait faktor ASI.
1.6.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran ASI sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk dan gizi kurang, sehingga dapat
dilakukan upaya pencegahan terjadinya gizi buruk dan gizi kurang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan
menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin
meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang
akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh
berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema.27
2.3.3 Marasmiks-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa
gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut
umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak
mencolok.28
2.4. Faktor risiko
Faktor risiko gizi buruk antara lain :
2.4.1 Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan
bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.2 Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita
adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein
menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam
makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan
50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori
menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu.26
Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan
umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal
ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5
tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga
asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk
balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien, menentukan jenis bahan
10
makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan
hidangan yang dikehendaki.26
Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam.
Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi
hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari
keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah
jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara
jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah. 29Menurut penelitian yang
dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi protein (OR 2,364) dan energi (OR
1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi balita.30
2.4.2 Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah
segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. 31
Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi
keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Rendahnya ekonomi keluarga, akan
berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan
gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut.12Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan
makanan yang kurang bergizi.29
Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang
bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari
penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar
rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan
pelayanan terhadap anaknya. Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan
anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan
sebagaimana mestinya.32
11
Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih
dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat. Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan
yang berstatus tinggi yaitu antara lain tenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik
dan ahli jenis, pemimpin, dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah
maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat
angkut.33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau
terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001.34.
2.4.3 Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan
persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi.
Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang
rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. 35 Rendahnya
pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.36
Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat
kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.
Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi
dan mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana
dan sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri,
masyarakat, bangsa, dan negara.36
Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling
melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar, pendidikan
menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang
melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan
12
menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah
pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.36 Tingkat pendidikan berhubungan
dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan
meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan
diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup
seseorang.35
2.4.4 Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap
penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya
status gizi anak.26Penyakit-penyakit tersebut adalah:
1. Diare persisten : sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang
dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering
dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare
persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue,
gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.26
2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada
malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru
maupun di luar paru.26
3. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiencyvirus. HIV
merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem
kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang
akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien
13
ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan
penyakit- penyakit.26
Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan
masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat
hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi
buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya
tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan
cenderung menderita gizi buruk.26 Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta
terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak
KEP(p=0,034) CI 95%.14
2.4.5 Pengetahuan ibu
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan
dalam keluaga khususnya pada anak balita.Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh
terhadap pola konsumsi makanan keluarga.Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi
menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak
membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu,
gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan
informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.35
2.4.6 Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.15Penyebab terbanyak terjadinya BBLR
adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat
menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat
dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,
fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang
14
baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ
karena prematur.37
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil
untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada
di dalam kandungan.Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang
baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan.
Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan
faktor utama yang disebabkan oleh BBLR.37 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR
jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang
nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang
dan dapat menyebabkan gizi buruk.15
2.4.7 Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga
bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk
menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting
untuk dicegah dengan imunisasi.13 Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan
imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri
sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar
antibodi dalam tubuh meningkat.16
Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. 34 Kelompok yang
paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang
15
paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik
dengan orang dewasa.13
Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit
sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan
berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak
langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi
dilakukan
secara
bertahap
dan
lengkap
terhadap
berbagai
penyakit
untuk
16
fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan
bayi.27
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau
zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita
yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status
gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat
terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini
pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air
besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.29\
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garamgaram organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi.
ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna
bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi, secara
alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu, sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna
dan menyerap gizi. Sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna
makanan, oleh karena itu memberikan ASI saja pada bayi sampai dengan umur 6 bulan, sangat
dianjurkan.54
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat
(Roesli, 2001). Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI,
sedangkan ASI terus diberikan sampai 2 tahun.55
World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: ASI adalah suatu cara yang tidak
tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan seorang bayi. Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan
pertumbuhan bayi yang optimal. Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah
menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB) menjadi 2/3 dalam kurun waktu 19902015 (AKB harus diturunkan dari 97 menjadi 32).Penyebab utama kematian bayi dan balita
18
adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi.
Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu
intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).56
Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya
status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari
37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31%
pada tahun 2001, saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) merebah, karena lemahnya sistem
kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan
masyarakat (Depkes RI, 2004).
Departemen Kesehatan telah mengadopsi pemberian ASI eksklusif seperti rekomendasi
dari WHO dan The United Nations Childrens Fund (UNICEF), sebagai salah satu program
perbaikan gizi bayi atau anak balita. Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari
30.000 balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus
menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi
dibawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%
dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7%
menjadi 27,9%57.
Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukan jumlah bayi dibawah umur 6 bulan yang
diberi ASI eksklusif hanya 15,3%. Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI,
mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar
kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (Depkes RI,2005),
karena adanya zat antibodi juga zat gizi lain seperti asam amino, dipeptid, heksose yang
menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare
dan volume tinja.58
19
NO
Faktor Bayi
Faktor Petugas
1
2
Bingung Putting
Kelainan Bawaan
Psikis Ibu
Motivasi dan dukungan
keluarga
Penyakit Penyerta
Motivasi dan
dukungan tenaga
4
kesehatan
Konseling IMD
ASI
Social, ekonomi dan budaya
setempat
dot,
menghisap
terbutus-putusdan
sebentar,
bayi
menolak
20
22
2. Faktor psikologis
- Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.
Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan.
Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengubah payudara, walaupun
menyusui atau tidak menyusui.
- Tekanan batin.
Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi
sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui
bayinya, bahkan mengurangi menyusui.
23
bahkan meningkat titik hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga
ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia.
6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.
24
Sebaiknya sesudah ibu sadar ditanyakan dahulu untuk menyusui bayinya pada
saat tersebut.
2. Persalinan dengan tindakan tanpa narkosa. Persalinan dengan tindakan tanpa
narkosa yang kemungkinan mempunyai pengaruh pada bayi. Dalam hal ini bayi
tidak dapat menyusui secara aktif, oleh karena itu ASI diberi secara aktif pasif
yaitu
dengan
pipet/sendok.
Walaupun
demikian
bila
keadaan
bayi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.
2. Sampel
Balita usia 0-5 tahun yang mengalami gizi buruk dan kurang di wilayah Puskesmas
Pekojan 2.
D. Sumber Data
1. Data Primer
Data Primer diperoleh langsung dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5
tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi buruk di wilayah Puskesmas Pekojan 2.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan medik balita 0-5 tahun gizi buruk yang
dimiliki oleh bagian Gizi Puskesmas pekojan 2.
NO
RW
JUMLAH
BUMIL
1
2
3
4
5
6
01
03
06
07
08
09
0
0
0
4
9
9
BAYI
0-5 bln
4
0
3
11
11
6
6-11 bln
7
18
5
34
30
28
KET
BALITA
12-23 bln
7
18
5
34
30
28
24-59 bln
27
10
11
74
52
45
26
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Puskesmas Kelurahan pekojan 2 merupakan salah satu dari puskesmas yang berada di
bawah Puskesmas kecamatan tambora yang terletak di wilayah Pekojan tepatnya di jalan pekojan
2.
Puskesmas ini berada di samping Kantor kelurahan pekojan dan termasuk Puskesmas
yang berada di antara pemukiman padat di pekojan.
Pada umumnya setiap hari Puskesmas kelurahan pekojan melayani pasien cukup banyak
dikarenakan puskesmas ini dapat dijangkau dengan mudah oleh warga sekitar.
Adapun dalam usaha pemberian pelayanan terhadap masyarakat di wilayah kerja sebagai
berikut :
Dokter
: 1 orang
Loket
: 1 orang
Perawat
: 1 orang
Bidan
: 2 orang
Dokter gigi
: 1 orang
Apoteker
: 1 orang
Dokter internship
: 4 orang
Luas wilayah kerja Puskesmas Pekojan 2 sendiri yaitu 120m yang terdiri dari sebagian
besar rumah penduduk, area rel kereta api dan jalan raya. Wilayah Puskesmas pekojan 2
memiliki iklim tropis, yaitu setiap tahunnya mengalami musim penghujan dan musim kemarau.
Pada musim penghujan dengan curah hujan yang besar sehingga air sungai cukup tinggi sampai
menggenangi sebagian jalan-jalan.
Puskesmas Pekojan memiliki sarana sebagai berikut :
Masjid An-Nawier
27
Masjid Jami'
Rs Budi Kemuliaan
Masjid Azzawiyah
28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk di
Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010. 6 Merujuk pada
data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita
gizi buruk yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survey Puskesmas Kelurahan Pekojan 2 pada
bulan Januari-Desember tahun 2016 ditemukan kasus gizi buruk pada bulan Januari sebesar 9
orang dengan anak yang lulus asi aksklusif selama 6 bulan sebanyak 8 orang. Pada bulan
Februari didapatkan 6 orang dengan anak yang lulus asi eksklusif selama 6 bulan sebanyak 6
orang. Pada bulan Maret didapatkan 6 orang dengan anak yang lulus asi eksklusif selama 6 bulan
sebanyak 6 orang. Pada bulan April didapatkan 6 orang dengan anak yang lulus asi eksklusif 6
bulan sebanyak 6 orang. Pada bulan Mei didapatkan 9 orang dengan anak yang lulus asi
eksklusif sebanyak 8 orang. Pada bulan Juni didapatkan 9 orang dengan anak yang lulus asi
eksklusif sebanyak 8 orang. Pada bulan Juli dididapatkan 4 orang dengan anak yang lulus asi
eksklusif sebanyak 4 orang. Pada bulan agustus didapatkan 4 orang dengan anak yang lulus asi
eksklusif sebanyak 4 orang. Pada bulan September didapatkan 7 orang dengan anak yang lulus
asi eksklusif sebanyak 6 orang. Pada bulan Oktober didapatkan 6 orang dengan anak yang lulus
asi eksklusif sebanyak 6 orang. Pada bulan November didapatkan 9 orang dengan anak yang
lulus asi eksklusif sebanyak 9 orang. Pada bulan Desember didapatkan 9 orang dengan anak
yang lulus asi eksklusif sebanyak 9 orang.
29
Dari skrining gizi buruk terhadap balita dengan BGM kelurahan pekojan 2 , didapati
bahwa hampir semua balita tersebut hampi semua mendapatkan ASI secara eksklusif tapi ibu
tidak memberikan makanan tambahan stelah usia 6 bulan. ASI berupa emulsi lemak dalam
larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu,
sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya
makanan tunggal paling sempurna bagi bayi.
ASI mempunyai peranan yang penting selama masa emas tumbuh kembang anak terutama
selama 6 bulan awal pertumbuhan. Mengingat kandungan nutrisi ASI yang lengkap dan cocok
untuk bayi. Disamping itu pemberian ASI lebih praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk
terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting
dalam perkembangan psikologi anak tersebut. ASI merupakan makanan alam atau natural, ideal,
fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi.
Selain itu ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita
terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap
penyakit sehingga berperan langsung terhadap status gizi balita karena ASI cepat terserap sesuai
dengan sistem pencernaan bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat.
Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI terus
diberikan sampai 2 tahun.
Pada umumnya, setelah usia 6 bulan, kebutuhan nutrisi bayi baik makronutrien maupun
mikronutrien tidak dapat terpenuhi hanya oleh ASI. Selain itu, keterampilan makan (oromotor
skills) terus berkembang dan bayi mulai memperlihatkan minat akan makanan lain selain susu
(ASI atau susu formula).
Oleh karena itu, memulai pemberian MPASI pada saat yang tepat akan sangat bermanfaat
bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi. Periode ini dikenal pula sebagai
30
masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses dimulainya pemberian makanan
khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi maupun tekstur dan konsistensinya
sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi oleh makanan. Masa peralihan ini yang
berlangsung antara 6 bulan sampai 23 bulan merupakan masa rawan pertumbuhan anak karena
bila tidak diberi makanan yang tepat, baik kualitas maupun kuantitasnya, dapat terjadi malnutrisi.
Ciri-ciri bayi siap mendapat MPASI
Kesiapan Fisik
Bayi akan menunjukkan tanda-tanda siap untuk menerima makanan selain ASI yaitu makannya.
1 Reflex ekstrusi (menjulurkan lidah) telah sangat berkurang atau sudah menghilang.
2 Mampu menahan kepala tetap tegak.
3 Duduk tanpa/hanya dengan sedikit bantuan dan mampu menjaga keseimbangan badan ketika
tangannya meraih benda di dekatnya.
Kesiapan Psikologis
Bayi akan memperlihatkan perilaku makan lanjutan.
1 Dari reflektif ke imitatif .
2 Lebih mandiri dan eksploratif.
3 Pada usia enam bulan, bayi mampu menunjukkan:
4 Keinginan makan dengan cara mambuka mulutnya;
5 Rasa lapar dengan memajukan tubuhnya ke depan/ke arah makanan;
6 Tidak beminat atau kenyang dengan menarik tubuh ke belakang/menjauh.
Bahan akanan yang sebaiknya digunakan untuk membuat MPASI
Mengingat nutrien yang paling tidak terpenuhi kebutuhannya setelah usia enam bulan adalah zat
besi (Fe), maka pilihan utama adalah memberikan makanan yang kaya akan zat besi. Selain itu,
makanan padat pertama yang terbaik adalah yang terbuat dari beras karena beras merupakan
bahan makanan yang paling hipoalergenik sehingga kemungkinan terjadinya reaksi simpang
paling minimum.
Gandum dan campuran serealia lainnya sebaiknya ditunda hingga usia delapan bulan untuk
menghindari timbulnya reaksi alergi dan masalah pencernaan. MPASI dapat dibuat sendiri
(homemade) dengan memperhatikan jenis dan variasi bahan makanan yang digunakan agar
31
mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi (energy, protein, dan mikronutrien).
Pada awal MPASI WHO setelah bayi genap berumur 6 bulan (5 bulan 30 hari), frekuensi
MPASI makanan utama/makan besar diberikan bertahap 2 3 kali sehari. Pada umur 6 8 bulan
29 hari, frekuensi MPASI makanan utama (makan besar) diberikan 3 kali. Berikan snack seperti
biskuit atau buah matang 1 2 kali sehari. Pada umur 9 11 bulan 29 hari, frekuensi MPASI
makanan utama (makan besar) diberikan 3 4 kali sehari. Berikan snack 1 2 kali sehari. Pada
umur 12 24 bulan, frekuensi MPASI makanan utama (makan besar) diberikan 3 4 kali sehari
dan juga 1 2 kali snack tambahan. Alasan kenapa frekuensi MPASI makan anak harus sering
adalah karena anak memakan makanan sedikit demi sedikit padahal PR kekosongan asupan
kalori dan zat gizi yang dia miliki begitu serius. Menghitung umur 1 bulan = 30 hari. Jadi waktu
makan MPASI itu bayi umur 5 bulan 30 hari.
Frekuensi MPASI makan dan jumlah takaran makanan MPASI yang diberikan dalam
panduan MPASI WHO menyesuaikan dengan kapasitas lambung bayi dan rata-rata kandungan
kalori. Kandungan kalori pada bubur MPASI diperkirakan sekitar 0,8 kcal/gram. Kapasitas
ukuran lambung bayi masih kecil yah. Bayi yang baru lahir ukuran lambungnya hanya sebesar
kelereng, umur 3 hari bertambah sebesar bola bekel dan umur 1 minggu bertambah menjadi
sebesar bola pingpong. Nah, ukuran ini berangsur-angsur akan membesar seukuran bola tenis
pada bayi umur 6 12 bulan (ada sumber yang menuliskan besarnya lambung bayi seukuran
kepalan tanggannya). Menurut penelitian, kapasitas lambung bayi itu sekitar 30 gram
makanan/kg BB-nya. Pada awal MPASI di umur 6 bulan jumlah takaran makanan MPASI yang
diberikan sekitar 2 3 sendok makan per kali pemberian. Pada umur 6 8 bulan 29 hari, jumlah
takaran makanan MPASI dinaikkan bertahap dari 2 3 sendok makan menjadi
cangkir/mangkok (125 mL) per kali pemberian. Jadi saat bayi umur 6 bulan 2 minggu
diharapkan sudah lancar makan sehingga bisa diberikan takaran setengah mangkok (125 mL)
saat makan ukuran cangkir/mangkok yg digunakan 250 mL. Pada umur 9 11 bulan 29 hari,
jumlah takaran makanan MPASI dinaikkan bertahap menjadi cangkir/mangkok (125 mL)
ukuran cangkir/mangkok 250 mL. Pada umur 12 24 bulan, jumlah takaran makanan MPASI
dinaikkan bertahap menjadi 1 cangkir/mangkok (175 250 mL) ukuran cangkir/mangkok
250 mL. Karena kita terpaksa memberikan makanan dalam jumlah sedikit, namun dengan PR
harus bisa memenuhi kekosongan energi dan zat gizi yang serius maka jenis menu dan metode
32
MPASI yang kita pilih haruslah tepat. Tentu ibu harus melebihkan jumlah bubur di mangkok
sebab bubur itu nanti ada yang disembur, dilepeh dan buat mainan oleh bayi yang sedang belajar
makan ini. Menurut petunjuk MPASI WHO, pada umur 6 bulan tekstur makanan MPASI yang
diberikan
adalah
makanan
lumat/halus
(bubur
saring,
pure
atau
makanan
yang
ditumbuk/dihaluskan). Pastikan tekstur makanan MPASI tidak terlalu cair atau encer, jadi
gunakan sedikit saja air. Jadi tekstur bubur cair, tapi jika sendok dimiringkan bubur tidak
tumpah.
Pada umur 8 bulan bayi sudah bisa dikenalkan dengan makanan finger food. Pada umur 9
11 bulan 29 hari tekstur makanan MPASI dinaikkan menjadi makanan lembek (nasi tim, bubur
tanpa disaring, makanan dicincang halus atau irisan makanan-lunak). Pada umur 12 bulan tekstur
makanan MPASI bayi sudah bisa memakan makanan meja keluarga: makanan yang dicincang
kasar, diiris atau dipegang tangan. Tekstur makanan MPASI ini disesuaikan dengan
perkembangan sistema persarafan dan oro-motorik bayi. Di atas sudah disampaikan tentang
kekosongan suplai energi dan zat gizi juga ukuran lambung yang kecil. Sehingga kita hanya bisa
memberikan makanan dalam jumlah sedikit namun frekuensi sering, juga sebaiknya yang mudah
dicerna. Pemilihan tekstur makanan MPASI ini disesuaikan juga dengan proses pencernaan
makanan. Proses pencernaan makanan ada dua tahap, yaitu pencernaan mekanik oleh kegiatan
oro-motorik gigi-geligi dan pencernaan kimiawi oleh reaksi enzimatik enzim pemecah makanan.
Reaksi enzimatik akan sempurna jika luas permukaan sentuh antar-partikel makin efisien,
sehingga ukuran partikel bahan makanan yang tertelan sebaiknya sudah kecil.
Bayi umur 5 bulan baru belajar menggerakkan sendi rahangnya dan makin kuat refleks
hisapnya. Bayi umur 7 bulan bisa membersihkan sendok menggunakan bibirnya. Bayi saat ini
bisa menggerakkan sendi rahang naik-turun juga gigi masih sedikit pun biasanya baru punya gigi
seri yang bertugas memotong bukan menggilas makanan, sehingga proses mengunyah dan hasil
partikel kunyahan masih kasar. Mulai umur 8 bulan bayi telah mampu menggerakkan lidah ke
samping dan mendorong makanan ke gigi-geliginya, makin stabil menjaga keseimbangan dan
memegang sehingga dia sudah bisa menerima makanan finger food. Umur 10 bulan merupakan
waktu kritis bayi diharapkan sudah bisa memakan tekstur makanan MPASI semi-padat (lumpy
solid food) sehingga mulai kenalkan makanan lembek tanpa saring di umur 9 bulan. Jika
terlambat menaikkan tekstur makanan maka anak akan semakin sulit memakan makanan yang
lebih padat. Umur 12 bulan sendi rahang bayi telah stabil dan mampu melakukan gerakan rotasi
33
sehingga sudah bisa lebih canggih dalam mengunyah tekstur makanan MPASI kasar. Pada saat
ini bayi telah siap memakan makanan meja sesuai yang dimakan oleh keluarga.
Jika bayi dipaksa makan makanan padat dini-sendiri contohnya seperti dalam baby led
weaning harus diperhatikan juga risiko tersedak yang masih sangat besar. Ibu harus dapat
melalukan Heimlich manuver jika bayi tersedak. Selain itu bayi membutuhkan lebih banyak
waktu untuk memanipulasi makanan tekstur padat untuk bisa mengunyahnya hingga menjadi
partikel yang lebih kecil untuk ditelan. Akibatnya bayi akan memakan jumlah makanan yang
lebih sedikit sehingga asupan makanannya kurang dan kekosongan kebutuhan tubuhnya akan
tetap kosong. Jika ibu ingin bayi mendapatkan manfaat zat gizi secara optimal dari makanan
yang dia makan maka sebaiknya ibu pilih menu dengan tekstur makanan MPASI sesuai tahap
perkembangan bayi.
Menurut petunjuk MPASI WHO, pada umur 6 bulan sistem pencernaan bayi termasuk pancreas
telah berkembang dengan baik sehingga bayi telah mampu mengolah, mencerna serta menyerap
berbagai jenis/varietas bahan makanan seperti protein, lemak dan karbohidrat. Jadi berikan aneka
ragam bahan makanan bergizi kualitas 4 bintang yang tentunya mudah dijangkau sesuai kearifan
lokal.
Pencernaan serta organ tubuh bayi sudah siap mengolah bahan makanan lain selain ASI dan susu
formula. Jadi bayi sudah boleh makan berbagai jenis bahan makanan, bukan hanya buah aja.
Pada umur 6 bulan, ginjal bayi telah berkembang dengan baik sehingga mampu mengeluarkan
produk sisa metabolisme termasuk dari bahan pangan tinggi protein seperti daging. Jadi, bukan
menjadi alasan menunda pemberian daging merah, ikan dan telur. Supaya bayi tumbuh
berkembang dengan baik sebaiknya kawal dengan pemberian menu protein hewani plus nabati.
Variasi bahan makanan dalam MPASI WHO ini memakai menu kualitas 4 bintang sesuai
pedoman umum gizi seimbang. Bayi berumur 6 bulan sudah boleh makan aneka ragam jenis
bahan makanan dari kelas karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur-mayur dan buahbuahan. Pada masa awal MPASI, varietas bahan makanan yang baru dikenalkan sebagai rasa
tunggal saat belajar makan di 2 minggu pertama. Namun hal ini tentu saja tidak saklek harus
dikenalkan dengan menu tunggal jika bayi lebih suka dimakan campur. Ibu juga bisa langsung
mencampur bahan makanan yang sudah dikenalkan sebelumnya. Beberapa dokter anak
memberikan rekomendasi untuk langsung saja memberikan bubur menu campur. Intinya segera
berikan menu MPASI kualitas 4 bintang dengan aneka karbohidrat, protein hewani, protein
34
nabati dan sayur buah dalam satu menu makan pada masa MPASI ini. Tambahkan minyak atau
margarin setengah hingga satu sendok teh ke dalam bubur bayi untuk meningkatkan kandungan
energi serta supaya makanan licin dan mudah ditelan bayi. Ibu bisa menggunakan minyak
apapun yang tersedia di rumah selama minyaknya masih bersih dan bagus bukan minyak bekas
menggoreng. Tambahkan minyak ketika bubur akan disajikan ke bayi. Tidak perlu ditambah
minyak jika makanan sudah ditumis atau digoreng dengan minyak. Hindari makanan dan
minuman manis seperti teh, soda, atau biskuit manis. Jangan memberikan makanan yang keras
dan berpotensi untuk tersedak. Hindari pemberian makanan asin seperti ikan asin. Disarankan
memasak bubur dari nasi atau beras. Namun, beberapa suku memiliki kebiasaan menyimpan
bahan makanan pokok dalam bentuk tepung supaya awet seperti masyarakat Papua dengan sagu
atau warga Wonosari dengan tepung singkongnya. Ibu bisa memasak bubur bayi dari bahan
pokok yang tersedia di rumah, sesuaikan saja dengan menu meja keluarga. Bubur nasi dimasak
dari nasi keluarga dalam pelatihan MPASI WHO.
MPASI bukan hanya sekedar makanan namun juga cara makan, kapan waktu makan,
tempat makan, dan faktor pemberi makanan sehingga dalam MPASI WHO ini juga diperhatikan
faktor psikososial anak.
Suapi bayi dan perhatikan anak yang lebih besar serta beri bantuan bila dia
membutuhkan. Beri anak makanan dengan sabar dan penuh perhatian, dorong
anak untuk mau makan namun jangan paksa anak untuk makan.
Jika anak menolak makan, coba ganti kombinasi makanan, rasa, tekstur dan
metode makan.
Minimalisasi gangguan saat anak makan jika anak tipe yang mudah teralihkan
perhatiannya.
Waktu makan adalah saatnya anak untuk belajar dan waktu keluarga mencurah
cinta dan saling berkomunikasi sehingga ajak anak untuk mengobrol dengan
kontak mata yang penuh kehangatan.
Jika anak menolak sendok coba berikan makan dengan menggunakan tangan.
Pastikan tangan ibu bersih
PASI WHO sangat menekankan kebersihan. Pada masa-masa ini bayi sangat rentan
terkena diare sehingga ibu harus memastikan kebersihan makanan, air, alat makan, proses
memasak dan tangan (pemberi makan maupun bayi). Cuci tangan ibu dan bayi dengan air serta
35
sabun saat mau memasak, mau makan dan setelah dari toilet (sabun biasa, tidak perlu sabun
antibakteri).
Disarankan menggunakan peralatan makan yang mudah dibersihkan seperti cangkir, mangkok
dan sendok, bukan botol-sendok, dot atau pipet. Makanan bayi bisa disimpan di kulkas dalam
rentang yang tidak terlalu lama.
Masak dengan benar hingga makanan matang. Bubur bayi yang tidak disimpan di kulkas
sebaiknya segera digunakan dalam waktu 2 jam. Pastikan makanan mentah yang dimakan bayi
bersih dan aman. Pisahkan makanan mentah dan matang. Untuk menu sesuaikan saja dengan
masakan yang ibu masak dengan tekstur dan jumlah menyesuaikan tahap perkembangan anak.
Boleh sih pakai blender, food processor atau yang lainnya, tapi kalo buat tipe ibu malas nyupir
(nyuci piring) macam saya akhirnya jadi males banget. Penggunaan blender tidak boleh dengan
menambah air karena tekstur bubur akan encer.
36
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Status sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit penyerta dan pemberian ASI dan MPASI
merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi buruk.Faktor risiko kejadian gizi
buruk yang paling dominan pada Puskesmas kelurahan Pekojan 2 adalah Pemberian MPASI.
6.2 Saran
6.2.1 Puskesmas
6.2.1.1 Peranan tenaga kesehatan lebih ditingkatkan dalam memberikan penyuluhan atau
petunjuk kepada ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang manfaat ASI
Eksklusif dan MPASI.
6.2.1.2 Memotivasi ibu hamil dan keluarga saat ANC untuk memberikan ASI ekslusif
6.2.1.3 Petugas kesehatan mampu secara aktif memberikan informasi kepada masyarakat
tentang pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir.
6.2.1.4 Perlu dilakukan skriningawal terhadap balita agar tidak mengalami gizi buruk
secara kronik.
6.2.1.5 Perlu dilakukan monitoring evaluasi lebih lanjut mengenai pelaporan pemberian
ASI eksklusif dan makanan MPASI.
6.2.1.6 Perlu koordinasi dengan pemegang TB.
6.2.1.7 Perlu koordinasi dengan petugas konseling.
6.2.1.8 Meningkatkan IMD.
6.2.1.9 Meningkatkan peranan lintas sektor dalam memberikan pengetahuan kepada
masyarakat cara menyusui
WHO.
6.2.1.10Melakukan pendekatan kepada tokoh agama dan tokoh masyarkat mengenai
budaya pemberian ASI dan MPASI.
37
6.2.2. Masyarakat
6.2.1.1 Masyarakat diharapkan lebih aktif melakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan
anak secara berkala ke Posyandu setempat.
6.2.1.2 Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam mengikuti kegiatan
penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
11. Anwar K,Juffrie M,Julia M.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur,
Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005[cited 2011 Desember
14]:2(3):81-85.Available from:http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/
12. Razak AA,Gunawan IMA,Budiningsari RD. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko Kejadian
Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita.Jurnal Gizi Klinik Indonesia[Internet].2009[cited
2011 Desember 14]:6(2):95-103.Available from:
http://www.i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=10761
13. Kosim, Sholeh M.Buku Ajar Neonatologi Edisi I.Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2008.
14. Mexitalia M. Air Susu Ibu dan Menyusui. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar
SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1.Jakarta:
IDAI;2011. hal. 77-95.
15. Hartono A. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit.Jakarta: EGC; 1997.
16. Wahyuni S, Julia M, Budiningsari D. Pengukuran Status Gizi Pasien Anak Menggunakan
Metode SGNA Sebagai Prediktor Lama Rawat Inap, Status Pulang dan Kejadian Malnutrisi di
Rumah Sakit.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005 [cited 2012 Mei 25]: 2(1): 80-84.
Available from: http://dc183.4shared.com/doc/gV1MYaob/preview
17. Lada C, Aspatria U, Jutomo L. Kajian Jenis-Jenis Penyakit Infeksi dan Lamanya Perawatan
Bagi Balita Penderita Gizi Buruk di Panti Rawat Gizi Panite Kabupaten Timor Tengah
Selatan.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2007 [cited 2012 Mei 25]: 2(2): 1-5. Available
from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1109819_2085-9341.pdf
18. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.
19. Paryanto E.Gizi Dalam Masa Tumbuh Kembang.Jakarta:EGC;1997.
20. Soendjojo RD,Sritje H,Mien S.Menstimulasi Anak 0-1 Tahun.Jakarta:PT Elexmedia
Komputindo.2000.
21. Departemen Kesehatan RI.Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI;2002.
22. Kliegman R.Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier;2007.
23. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak.Jakarta:Infomedika;2007.
24. Walker,Allan.Pediatric Gastrointertinal Disease.USA:DC Decker;2004.
40
25. Dini L.Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis
Ekonomi.Jakarta:PT Gramedia Pustaka;2000.
26. Soekirman.Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.Jakarta:EGC;2000.
27. Rumiasih. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Buruk pada Anak Balita
di Kabupaten Magelang[karya tulis ilmiah].Semarang: Universitas Diponegoro;2003.
28. Pius,Dahlan.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya:Arkola;2001.
29. Departemen Kesehatan RI.Program Gizi Makro.Jakarta:Depkes RI;2002.
30. Soekanto,Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada;2000.
31. Taruna J.Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi Buruk pada
Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2002[karya tulis
ilmiah].Jakarta:Universitas indonesia;2002.
32. Abu A.Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Rineka Cipta;1997.
33. Departemen Kesehatan RI.Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Depkes
RI;2004.
34. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED.Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED).Jakarta:EGC;2008.
35. Dahlan S.Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT
Arkans;2006.
36. Retno S.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Setelah Mendapatkan PMT
Pemulihan di Provinsi DKI Jakarta [karya tulis ilmiah]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008.
37. Goode W.Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara;2000.
38. Faiza R, Elnovriza D, Syafianti.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Anak Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang.Jurnal Media Gizi
Keluarga
[Internet].2007
[cited
2012
Juni1]:31(1):80-88.Available
from:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/311078088
39. Dewati M. Analisis Pengaruh Pendapatan Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga, Tingkat
Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendidikan Ayah Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan
Polokarto Kabupaten Sukoharjo [karya tulis ilmiah].Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret;
2008.
40. Oetomo D. Gizi Buruk Balita di Surakarta Dikaji dari Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola
Konsumsi Makan Balita [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret;2006.
41
41. Sumiati I. Evaluasi Penatalaksanaan Asuhan Gizi pada Balita Kurang Energi Protein di
RSUD Ulin Banjarmasin [karya tulis ilmiah]. Malang: Universitas Brawijaya; 2007.
42. Nadimin. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Kabupaten Takalar
Sulawesi Selatan. Jurnal Media Gizi Pangan
[Internet].2010
[cited
2012
Mei
28]:10(2):1-7.
Available
from:
http://jurnalmediagizipangan.files.wordpress.com/2012/04/1-hubungan-keluarga-sadar-gizidengan-status-gizi-balita
43. Saputra M. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Status gizi pada Anak Balita di
Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta [karya tulis ilmiah].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.
44. Susanti E. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu [karya tulis ilmiah]. Bengkulu:Universitas
Bengkulu ;2011.
45. Lingga NK.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Kolam
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang [karya tulis ilmiah]. Medan:Universitas
Sumatera Utara;2010.
46. Wahyuni. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dan Pemberian Vitamin A dengan Status Gizi
Balita di Kelurahan Titi Rantai dan Kelurahan Babura Kecamatan Medan Maru [karya tulis
ilmiah]. Medan; UniversitasSumatera Utara;2005.
47.http://health.liputan6.com/read/520968/angka-penurunan-gizi-buruk-balita-sulit-penuhitarget-mdgs
48.Hans Obor (2011). Kasus gizi burukmasih tinggi [Online]. Available:
http://nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=9426%3Akasus-gizi-buruk-masihtinggi&option=com_content&Itemid=56.
49.http://www.bhasafm.co.id/kabupaten-situbondo-jadi-salah-satu-kantong-gizi-buruk-di-jawatimur/
50.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34314/3/Chapter%20I.pdf
51.Arif, N. (2009).Panduan
MediaPressindo.
Ibu
Cerdas ASI
dan
Tumbuh
Kembang.
Yogyakarta:
43