Vous êtes sur la page 1sur 121

Dra.

Sri Muryati
Dewi Kusumaningsih, S.S.,M.Hum.

STRATEGI PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA

Diterbitkan Oleh:
Univet Bantara Press
2011

KATA PENGANTAR
Tugas utama guru adalah memberikan kemudahan bagi peserta didik agar
melakukan kegiatan pembelajaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan
baik dan tepat, seorang guru harus memahami dan menyelami hakikat belajar dan
hakikat mengajar, serta hakikat strategi pembelajaran. Pemahaman secara mendalam
tersebut diperlukan agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan pembelajaran yang
dipimpin guru tidak salah jalan, tidak salah arah dan tepat sasaran. Hal ini penting
karena peran guru sebagai pengelola peserta didik di mana dia sebagai manusia yang
memiliki potensi, keinginan, kemauan, kemampuan yang berbeda dari yang lain.
Dalam konteks pembelajaran berdasar KBK, strategi dapat dikatakan sebagai pola
umum yang berisi rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum)
agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Guna memenuhi tugas guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta
didik tersebut, maka disusunlah buku ini. Buku yang diberi judul Strategi
Pembelajaran Bahasa Indonesia ini berisikan sejumlah materi yakni pengertian
strategi pembelajaran, pendekatan dan metodologi pembelajaran, pemilihan strategi
pembelajaran, dan model pembelajaran. Harapan Penulis buku ini mampu
memberikan pencerahan pembelajaran bagi guru dan murid dalam proses
pembelajaran.
Akhirnya segala kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan
penyusunan buku ini pada edisi mendatang.

Sukoharjo, Juni 2011


Penulis
iii

Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia


Oleh: Dra. Sri Muryati
Dewi Kusumaningsih,S.S.,M.Hum.

Setting
: Abimanyu
Desain Cover : Bete

Hak Cipta dilindungi Undang-undang.


Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun, baik secara elektronis, maupun mekanis, termasuk memfotocopy,
merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya tanpa izin dari Penulis.

Penerbit Univet Bantara Press Sukoharjo


Jl. Letjen Sujono Humardani No 1 Sukoharjo Telp (0271)593156 Fax.(0271)591065

Percetakan TUGU
Jl. Tentara Pelajar No 5B Jebres 57126 Telp (0271)669461

Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT)


ISBN : 979-498-038-3

iv

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

BAB I. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI STRATEGI


PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan

B. Pengertian Strategi

C. Pengertian Belajar

D. Pengertian Mengajar

E. Strategi Belajar

F. Pemilihan Strategi Pembelajaran

12

G. Jenis Strategi Pembelajaran

13

BAB II. PENDEKATAN DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN


A. Pendahuluan

18

B. Pendekatan Pembelajaran

19

C. Metode Pembelajaran

34

D. Teknik Pembelajaran

46

BAB III. PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN


A. Pendahuluan

57

B. Faktor-faktor yang Perlu Dipetimbangkan dalam Pemililihan Strategi


Pembelajaran

57

C. Gaya Mengajar, Gaya Belajar, dan Kecakapan Mengajar

65

D. Hubungan antara Model Mengajar, Metode Mengajar, Gaya Mengajar,


dan Kecakapan Mengajar

70
v

BAB IV. MODEL PEMBELAJARAN


A. Pengertian Model Pembelajaran

73

B. Ciri-ciri Model Pembelajaran

73

C. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran

74

D. Model Pembelajarann Kontekstual

75

E. Model Pembelajaran Kooperatif

80

F. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

93

G. Model Pembelajaran Tematik

96

H. Model Pembelajaran Berbasis Komputer

106

I. Model PAKEM

108

J. Model Pembelajaran Berbasis Web

110

K. Model Pembelajaran Mandiri

111

L. Model Lesson Study

112

DAFTAR PUSTAKA

115

vi

BAB I
PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN
H. Pendahuluan
Tugas utama guru adalah memberikan kemudahan bagi peserta didik agar
melakukan kegiatan pembelajaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan
baik dan tepat, seorang guru harus memahami dan menyelami hakikat belajar dan
hakikat mengajar, serta hakikat strategi pembelajaran. Pemahaman secara
mendalam tersebut diperlukan agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan
pembelajaran yang dipimpin guru tidak salah jalan, tidak salah arah dan tepat
sasaran. Hal ini penting karena peran guru sebagai pengelola peserta didik di mana
dia sebagai manusia yang memiliki potensi, keinginan, kemauan, kemampuan
yang berbeda dari yang lain.
Guru sebagai profesi mempunyai berbagai peran yang harus dilaksanakan
sesuai dengan tugasnya di antaranya adalah sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, petugas administrasi, penilai, pemberi motivasi, dan pemberi
kemudahan. Peran-peran tersebut harus dapat dilaksanakan secara serentak dan
seimbang agar mendapatkan hasil yang diharapkan berupa tercapainya tujuan
pendidikan, dikuasainya kompetensi yang sudah ditetapkan. Luas dan
kompleksnya pelaksanaan pembelajaran menuntut guru dapat menguasai berbagai
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang berkaitan eret dengan peran-peran
tersebut.
I. Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang berarti ilmu perang
atau panglima perang. Panglima perang inilah yang bertanggung jawab
merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai
kemenangan. Sherly mengemukakan pengertian strategi sebagai keputusankeputusan bertindak yang diarahkan dan keseluruhannya diperlukan untuk
mencapai tujuan. Sedangkan menurut Gagne, strategi adalah kemampuan internal
seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Di sisi
lain Salusu mengatakan bahwa strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan
dan sumber daya untuk mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif
dengan lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan.
Dalam konteks pembelajaran berdasar KBK, strategi dapat dikatakan sebagai
pola umum yang berisi rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk

umum) agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara


optimal. Berikut merupakan urutan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang
dapat disajikan dalam bentuk kerucut (Iskandarwassid, 2005: 32)
PENDEKATAN
MODEL
STRATEGI
METODE
TEKNIK
TAKTIK
Sementara itu, menurut Sanjaya (dalam Komalasari, 2010: 54-58) strategi
pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya
digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Adapun metode pembelajaran
adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan
gaya pembelajaran. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang
dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yng sifatnya
individual.
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik, dan bahkan taktik
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah
apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru.
Di samping istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal istilah
desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola
umum dan prosedur umum aktivitas pembelaaran, sedangkan desain pembelajaran
lebih merujuk kepada cara-cara merencanakan suatu system lingkungan belajar
tertentu setelah ditetapkan stategi pembelajaran tertentu.
Menurut Kozma (dalam Gafur, 1984: 95) strategi instruksional dapat diartikan
setiap kegiatan yang dipilih yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada
siswa untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Sedangkan menurut Dick dan
Carey (Gafur, 1984: 95) pengertian strategi instruksional tidak hanya mencakup
kegiatan saja tetapi juga menyangkut materi dan paket pembelajaran.
Komponen strategi instruksional meliputi (1) kegiatan instruksional
pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi siswa, (4) tes, dan (5)

kegiatan lanjutan. Pada kegiatan instruksional pendahuluan dimaksudkan untuk


menarik minat dan meningkatkan motivasi siswa terhadap materi yang dipelajari.
Adapun teknik yang dapat digunakan misalnya menunjukkan kepada mereka
pengetahuan dan keterampilan yang akan mereka peroleh setelah belajar.Setelah
itu tunjukkan juga manfaat setelah menguasai materi tersebut.Dapat juga
dilakukan dengan menunjukkan eratnya hubungan antara pengetahuan yang telah
dimiliki dengan materi yang akan dipelajari.
Langkah berikutnya adalah penyampaian informasi. Pada langkah ini guru
menyampaikan informasi dengan memperhatikan urutan, kuantitas, dan
kategorinya. Dan langkah selanjutnya adalah partisipasi siswa yang menuntut
siswa aktif dalam pembelajaran melalui kegiatan kelompok, maupun mandiri.
Setelah itu dilakukan tes dan terakhir diadakan kegiatan lanjutan yang dapat
berujud perbaikan dan pengayaan.
Dalam perkembangannya, konsep strategi digunakan dalam berbagai bidang,
termasuk dalam bidang pendidikan. Implementasi konsep strategi dalam bidang
belajar mengajar, sekurang-kurangnya meliputi pengertian sebagai berikut:
1. Strategi merupakan keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan
kecakapan dan sumber daya pendidikan yang tersedia untuk mencapai tujuan
melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling
menguntungkan.
2. Strategi merupakan kemampuan internal seseorang untuk berpikir,
memecahkan masalah dan mengambil keputusan dalam bidang pembelajaran.
3. Strategi merupakan garis besar haluan bertindak dalam mengelolan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
4. Strategi dalam pembelajaran merupakan suatu rencana tentang aktivitas yang
dipersiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Strategi merupakan pola umum kegiatan guru-peserta didik dalam perwujudan
kegiatan belajar mengajar. Pola ini menunjukkan macam dan urutan perbuatan
yang ditampilkan guru-peserta didik dalam berbagai peristiwa belajar.
Dengan demikian strategi belajar pembelajaran pada dasarnya menyangkut
4 hal utama yaitu penetapan tujuan, pemilihan sistem pendekatan pembelajaran,
pemilihan dan penetapan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran, dan
penetapan kriteria keberhasilan pembelajaran dari evaluasi yang dilaksanakan.
J. Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan manusia yang dilakukan sejak
lahir sampai meninggal dunia. Perbuatan atau aktivitas belajar menghasilkan

perubahan, yakni perubahan dalam diri seseorang maupun tingkah lakunya.


Perubahan tingkah laku tersebut bersifat aktif dan positif. Bersifat aktif, karena
aktivitas tersebut dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Sedangkan pengertian
bersifat positif, karena aktivitas belajar tersebut memperoleh hasil berupa
dimilikinya kompetensi tertentu.
Proses belajar dapat dipandang secara horizontal dan srecara vertikal. Secara
horizontal, belajar berarti memperoleh kemampuan baru, menguasai ilmu
pengetahuan, memperoleh sikap-sikap untuk menghadapi situasi baru, dan
menentukan minat baru untuk menemukan teknik pemecahan masalah yang baru.
Sedangkan belajar dipandang secara vertikal, karena dengan belajar seseorang
dapat mengembangkan keterampilan khusus, mengembangkan pengetahuan yang
sudah dimiliki, dan melakukan intensifikasi minat, sikap, dan kemampuan teknis.
Hakikat belajar ditandai oleh adanya perubahan tingkah laku pada peserta
didik akibat adanya interaksi peserta didik dengan lingkungan melalui pengalaman
dan latihan. Tingkah laku belajar dapat diidentifikasikan ciri-cirinya, yaitu:
1. Perubahan itu bersifat konsisten, kontinyu, dan fungsional
2. Aktivitas tersebut dilakukan dengan sadar.
3. Perubahan itu bersifat aktif dan positif
4. Perubahan bukan merupakan proses kematangan, pertumbuhan, dan
perkembangan
5. Perubahan tersebut terarah dan bertujuan.
Proses belajar digambarkan oleh beberapa ahli di antaranya Piaget, Vigotsky,
dan Bruner. Bagi Piaget, anak adalah individu yang aktif membentuk dan
menyusun pengetahuan sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya seperti
ketika mereka mengeksplorasi lingkungan. Selanjutnya tumbuh secara kognitif
dalam pemikiran-pemikiran yang logis. Dalam hal ini Piaget menekankan pada
penciptaan lingkungan belajar.
Bagi Vigotsky, anak mengontruksi pengetahuan mereka melalui in teraksi
pengajaran dan sosial dengan orang dewasa yang dapat menjembatani arti dengan
bahasa atau symbol sehingga dalam diri anak tumbuh pemikiran-pemikiran verbal.
Dalam hal ini Vigotsky memandang penting interaksi guru siswa di mana guru
dapat menjembatani arti simbol yang digunakan.
Bruner menyatakan bahwa aktivitas anak dengan orang dewasa akan
mendorong anak mengontruksi pengetahuan mereka dalam bentuk tampilan spiral.
Hal ini dapat diamati pada anak dalam belajar berbahasa mulai dari pre-speech
sampai terlibat dalam penggunaan bahasa yang kompleks. Bruner lebih

10

menekankan pada gambaran proses pikiran anak dalam mengontruksi pengetahuan


mereka.
Selanjutnya guru konstruktivis akan menyediakan lingkungan atau bahan
belajar yang memungkinkan anak mengeksplorasi lingkungan. Guru juga akan
menciptakan sistem interaksi pengajaran di mana anak berinteraksi dengan
banyak orang dengan arahan guru. Eksplorasi lingkungan dan interaksi yang
terjadi dalam diri anak merefleksikan pengalaman belajar anak sehingga
membentuk pengetahuan yang berkembang terus menerus.
Secara lebih beragam bagaimana anak belajar terkandung dalam sejumlah
kata berikut:
Constructing
Participation
Experiences
Hands-on
Active learning
Linking
Making conections
Interacting
Social
Sharing
Cooperation
Collaboration
Discussions
Talk
Scaffolding
Mediated modeling
Peer teaching
Contingent teaching
Adult support
Assistance
Apprenticeship
Contextualizing
Search for meaning
Relevant
Functional
Real
Authentic

11

Meaningful practicing
Non-judgemental
Continuous
Making mistake
Risk-taking
Trust
Trying.
K. Pengertian Mengajar
Pengertian mengajar sebenarnya tidak hanya menyangkut persoalan
penyampaian pesan kepada peserta didik. Tetapi lebih merupakan persoalan
bagaimana guru membimbing dan melatih peserta didik untuk belajar. Kegiatan ini
membutuhkan kemampuan professional dari guru. Menurut Gagne, mengajar
merupakan usaha membuat siswa belajar. Selanjutnya menurut T Raka Joni,
bahwa mengajar merupakan upaya menciptakan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar
Aktivitas mengajar membutuhkan kemampuan tingkat tinggi karena pengajar
harus dapat mengatur berbagai komponen dan menyelaraskannya untuk terjadinya
proses belajar-mengajar yang efektif. Hal ini sesuai pendapat Davis yang
mengungkapkan bahwa mengajar merupakan aktivitas profesional yang
memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan.
Mengajar pada hakikatnya adalah melakukan kegiatan sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Ada empat strategi
dasar dalam proses pembelajaran yaitu (1) mengidentifikasi serta menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik
sebagaimana yang diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan pembelajaran
berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat, (3) memilih dan
menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling
tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh pengajar dalam
menunaikan tugas mengajarnya, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas
minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat
dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan system instruksional yangb
bersangkutan secara keseluruhan.
Beberapa pandangan tentang mengajar dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Mengajar dipandang sebagai ilmu, artinya terdapat landasan yang mendasari
kegiatan mengajar baik dari segi filsafat maupun teorinya yang bersifat
metodologis dan prosedural.

12

b. Mengajar sebagai teknologi, yaitu penggunaan perangkat alat yang dapat dan
harus diuji secara empiris.
c. Mengajar sebagai seni, yang mengutamakan penampilan guru secara khas,
unik yang berasal dari sifat-sifat guru, perasaan, serta nalurinya.
d. Mengajar sebagai pilihan nilai, bersumber dari nilai dan wawasan
kependidikan yang dianut guru.
e. Mengajar sebagai keterampilan, yaitu suatu proses penggunaan seperangkat
keterampilan secara terpadu.
Dalam konteks pembelajaran bahasa, seorang guru bahasa selain memenuhi
persyaratan sebagai guru profesional yang memiliki kompetensi kepribadian,
kompetensi professional, kompetensi social kemasyarakatan juga dituntut untuk
memiliki kompetensi berkaitan dengan bahasa. Kompetensi dimaksud adalah
kompetensi kebahasaan, kompetensi linguistik, kompetensi bidang budaya, dan
kompetensi di bidang teknik mengajar serta kompetensi di bidang laboratorium
bahasa.
Kompetensi pribadi di antaranya (1) kemampuan yang berhubungan dengan
pengamalan ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya, (2)
kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama, (3)
kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan system nilai
yang berlaku di dalam masyarakat, (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai
seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma, dan (5) bersikap demokratis
dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang
berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini
merupakan kompetensi yang sangat penting karena langsung berhubungan dengan
kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan guru dapat
dilihat dari kompetensi ini. Beberapa kemampuan yang berhubngan dengan
kompetensi ini di antaranya (1) kemampuan dalam menguasai landasan
kependidikan, (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, (3)
kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang
diajarkannya, (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan
strategi pembelajaran, (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai
media dan sumber belajar, (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi
pembelajaran, (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran, (8)
kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, dan (9) kemampuan
melaksanakan bimbingan, (10) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan
berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.

13

Kompetensi sosial kemasyarakatan berkaitan dengan kemampuan guru


sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, di antaranya meliputi (1)
kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya, (2) kemampuan untuk mengenal dan
memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan, (3) kemampuan untuk
menjalin kerjasama baik secara individual maupun secara kelompok..
Khusus berkaitan dengan guru bahasa, ada beberapa kemampuan yang hatus
dikuasai yaitu kemampuan di bidang kebahasaan yang meliputi pengetahuan
tentang struktur bahasa, keterampilan menggunakan bahasa itu dalam bertutur,
menyimak, membaca dan menulis, terampil memahami dan menggunakan ragam
bahasa ragam bahasa baku, mengenal dengan baik ragam-ragam bahasa itu.
Kemampuan di bidang linguistik yang harus dikuasai guru meliputi memiliki
pengetahuan yang sahih tentang struktur bahasa yang diajarkan di samping
keterampilan menggunakan bahasa itu. Memiliki pengetahuan tentang bahasa
pertama para siswa dan perbedaan-perbedaannya dengan bahasa yang dipelajari,
keterampilan menerapkan analisis linguistik pada bahan pelajaran, memiliki
pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan perkembangan bahasa yang
dipelajari untuk memperjelas latar belakang bahasa.
Kompetensi di bidang budaya berfungsi untuk memahami makna-makna
budaya yang diungkapkan menggunakan bahasa tersebut. Adapun kompetensi di
bidang budaya mencakup kemampuan memahami hubungan antara bahasa dan
kebudayaan, kemampuan dalam memahami pola-pola pokok tentang berpikir,
kepercayaan, tradisi, nilai-nilai dalam bahasa itu, memahami sejarah, asal usul
pemakai bahasaitu, dan memahami kehidupan perasaan penutur bahasa itu yang
terpancar dalam musiknya, leluconnya, dan kehidupan kesehariannya.
Kompetensi dalam penggunaan laboratorium bahasa berkaitan dengan
pemahaman tentang lab bahasa dan mampu memanfaatkan dengan baik termasuk
mengoperasikannya.
L. Strategi Belajar
Strategi belajar dan tipe belajar merupakan bidang garapan yang kini banyak
menarik minat para pengkaji pembelajaran bahasa kedua. Strategi belajar
dipersepsi dan diartikan berbeda-beda. Ada yang menggambarkan strategi belajar
sebagai sifat, tingkah laku yang tidak teramati, atau langkah nyata yang dapat
diamati. Dari segi ruang lingkupnya, sebagian ahli beranggapan bahwa strategi
belajar hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan proses internalisasi system

14

bahasa, namun ada sebagian yang beranggapan bahwa strategi belajar juga
mencakup proses pemakaian bahasa untuk berkomunikasi.
Strategi belajar dapat digambarkan sebagai sifat dan tingkah laku. Rubin
melakukan kajian tentang perbedaan antara sifat-sifat pembelajar bahasa yang
berhasil dan sifat-sifat pembelajar bahasa yang tidak berhasil. Oxford
mendefinisikan strategi belajar sebagai tingkah laku dan tindakan yang dipakai
oleh pembelajar bahasa agar pembelajaran bahasa lebih berhasil, terarah, dan
menyenangkan.Definisi ini menekankan bahwa strategi lebih merupakan proses
dan tindakan yang teramati walaupun juga mencakup tindakan kognitif yang tidakl
teramati.
Pengertian yang dikemukakan oleh Brown bahwa strategi belajar merupakan
tingkah laku yang tidak teramati dibedakan dengan strategi komunikasi. Strategi
belajar berkaitan dengan pemrosesan, penyimpanan, dan pengambilan masukan
pemerolehan bahasa, sedangkan strategi komunikasi berkenaan dengan keluaran
pemerolehan bahasa. Kedua terminologi tersebut kadang dipakai untuk
menyatakan konsep yang sama.
Sern (dalam Iskandarwassid, 2008: 30) juga menekankan bahwa strategi
belajar merupakan aspek kognitif yang tidak teramati. Sern memandang bahwa
strategi belajar merupakan kecenderungan atau sifat-sifat umum dari pendekatan
yang digunakan pembelajar bahasa kedua. Sedangkan Nunan menafsirkan strategi
belajar sebagai proses mental yang digunakan pembelajar untuk mempelajari dan
menggunakan bahasa sasaran.
Dengan demikian, strategi pembelajaran sifatnya sangat personal, berbeda dari
satu individu ke individu lainnya karena merupakan proses mental yang tidak
tampak. Strategi pembvelajaran hanya bias diidentifikasi melalui manifestasi
perilakunya.
Strategi pembelajaran yang dikemukakan beberapa ahli meliputi kegiatan atau
pemakaian teknik yang dilakukan oleh pengajar mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai ke tahap evaluasi serta p[rogram tindak lanjut yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi
pembelajaran bahasa merupakan tindakan pengajar mel;aksanakan rencana
mengajar bahasa Indonesia. Dalam pengertian lain, strategi pembelajaran bahasa
Indonesia adalah pola keterampilan pembelajaran yang dipilih pengajar untuk
melaksankan program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia.
Penggolongan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dibedakan antara strategi utama dan strategi
pendukung, atau strategi langsung dan tidak langsung.Strategi utama digunakan

15

secara langsung untuk mencerna materi poembelajaran, sedangkan strategi


pendukung digunakan secara tidak langsung untuk mengembangkan sikap belajar
dan membantu pembelajar dalam mengatasi gangguan, kelelahan, frustasi dan
sebagainya.
Strategi belajar juga dapat dibedakan atas strategi kognitif dan strategi
metakognitif. Strategi kognitif dipakai untuk mengelola materi pembelajaran agar
dapat diingat untuk jangka waktu yang lama. Sedangkan strategi metakognitif
adalah langkah yang dipakai untuk mempertimbangkan proses kognitif, seperti
monitoring diri sendiri, dan penguatan diri sendiri.
Pembagian lain strategi meliputi strategi sintaksis dan strategi semantik.
Strategi sintaksis menggunakan kata fungsi, awalan, akhiran, dan penggoklongan
kata. Sedangkan strategi semantik berhubungan dengan objek nyata, situasi, dan
kejadian.
Subiyantoro (dalam Iskandarwassid, 2008: 11-20) mengungkapkan jenis-jenis
utama strategi belajar dilihat dari karakteristik belajar setiap individu yang terbagi
atas (1) strategi mengulang, (2) strategi elaborasi, (3) strategi organisasi, dan (4)
strategi metakognitif. Strategi mengulang terbagi atas strategi mengulang
sederhana dan strategi mengulang kompleks. Pada strategi mengulang kompleks
dapat ditempuh dengan menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir,
dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima.
Strategi elaborasi dilakukan dengan membuat catatan, analogi, dan PQ4R.
Strategi ini dapat dilakukan dengan menambah rincian sehingga informasi baru
akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi ini, informasi baru dari memori
jangka pendek pindah ke memori jangka panjang dengan cara menciptakan
hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang perbnah ada.
Pembuatan catatan merupakan strategi belajar yang menggabungkan
informasi yang dimiliki dengan informasi baru yang diperoleh melalui proses
mencatat. Dengan mencatat, peserta didik dapat menuangkan ide baru dari
perpaduan kedua informasi itu.Sedangkan analogi merupakan cara belajar dengan
pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara cirri pokok
benda atau ide. PQ4R adalah singkatan dari preview (membaca selintas dengan
cepat), question, read, reflect, recite, dan review yang artinya bertanya, membaca,
merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara menyeluruh.
Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang efektif dalam membantu
peserta didik menghafal informasi bacaan.
Strategi organisasi merupakan strategi belajar yang dilakukan dengan
mengelompokkan ide-ide atau istilah menjadi bagian yang lebih ringkas. Bentuk

16

strategi organisasi ini adalah outlining, mqapping dan mnemonics. Outlining,


membuat garis besar, mapping, pemetaan konsep, dan mnemonics membentuk
strategi khusus yang mencakup pemotongan, akronim, dan kata berkait.
Strategi metakognitif berhubungan dengan berpikir peserta didik tentang
berpikir mereka sendiri dan kemampuan menggunakan strategi belajar dengan
tepat.Metakognisi memiliki dua komponen yaitu pengetahuan tentang kognisi dan
mekanisme pengendalian atau monitoring kognisi. Metakognisi mementingkan
learning how to learn, yaitu belajar bagaimana belajar.
Rubin menyebutkan ada 7 strategi pembelajar pandai yaitu pembelajar yang
(1) memiliki kemampuan untuk menebak dengan teliti, (2) memiliki dorongan
kuat untuk berkomunikasi, (3) sering tidak merasa takut dan mau membuat
kekeliruan, (4) memfokuskan pada bentuk dengan mencari pola-pola dan
melakukan analisis, (5) memanfaatkan kesempatan untuk berlatih, (6) memonitor
pembicaraannya sendiri dan pembicaraan orang lain, dan (7) memberikan
perhatian kepada makna.
Studi lain membandingkan strategi belajar yang digunakan pembelajar yang
pandai dan pembelajar yang tidak pandai. Hasilnya pemakaian strategi belajar
yang tepat membantu peningkatan kemahiran berbahasa, kemampuan secara
umum dan kemampuan pada hal-hal yang bersifat khusus. Selain itu, pembelajar
yang pandai cenderung menggunakan banyak strategi belajar dan mampu
memadukan sejumlah strategi secara efektif. Pembelajar yang kurang pandai
cenderung menggunakan sedikit strategi belajar. Mereka tidak mengetahui strategi
yang digunakan walaupun di antara mereka ada yang menggunakan strategi belajar
secara sadar serta jenis maupun jumlah strategi tersebut tidak jauh berbeda dengan
strategi yang digunakan oleh pembelajar yang pandai.
Pembagian strategi belajar yang merupakan hasil kajian Oxford adalah:
Strategi Langsung
1) Strategi Ingatan
a. Menciptakan hubungan mental
b. Menerapkan kesan dan suara
c. Mengulang dengan tuntas
d. Menggunakan tindakan
2) Strategi Kognitif
a. Mempraktikkan
b. Menerima dan mengirim pesan
c. Melakukan analisis dan argumentasi
d. Menciptakan struktur untuk input dan output

17

3) Strategi kompensasi
a. menerka secara cerdas
b. mengatasi keterbatasan dalam berbicara dan mengarang..
Strategi Tak Langasung
1) Strategi Metakognitif
a. Memprioritaskan kegiatan belajar
b. Mengatur dan merencanakan kegiatan belajar
2) Strategi Afektif
a. Mengurangi kecemasan
b. Mendorong diri sendiri
c. Mengontrol ketegangan emosi
3) Strategi Sosial
a. Bertanya
b. Bekerjasama dengan orang lain
c. Memahami masalah orang lain (empati).
Ada faktor yang berperan dalam pemakaian strategi yaitu motivasi, jenis
kelamin, latar belakang budaya, jenis tugas, umur, tahapan belajar berbahasa, dan
gaya belajar.Pembelajar yang bermotivasi tinggi menggunakan lebih banyak
strategi dibandingkan yang bermotivasi rendah. Wanita lebih banyak
menggunakan strategi daripada pria, kelompok etnis berbeda menggunakan
strategi yang berbeda misalnya bangsa Asia lebih banyak menggunakan strategi
hafalan. Pembelajar yang lebih tua cenderung menggunakan strategi belajar yang
lebih rumit.
M.

Pemilihan Strategi Pembelajaran


Pemilihan strategi pembelajaran dapat dilakukan berdasarkan komponenkomponen yang terdapat dalam proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Gulo
(dalam Iskandarwasid, 2008: 45-48) meliputi:
a. Tujuan Pembelajaran
Dalam pembelajaran dikenal dua mecam tujuan, yaitu tujuan
instruksional (instructional effects) dan tujuan iringan (nurturant effets).
Tujuan instruksional dinyatakan secara eksplisit dalam kurikulum sedangkan
tujuan iringan diperoleh peserta didik jika ia terlibat aktif dalam pembelajaran
melalui penampilan pengajar, situasi yang diciptakan pengajar dalam
mengelola pembelajaran, dan penampilan pribadi pengajar.
Tujuan pengajaran yang berbeda mengharuskan pengajar memilih dan
menentukan strategi pembelajaran yang berbeda pula. Tujuan pengajaran yang

18

b.

c.

d.

e.

f.

berorientasi sikap tentu tidak akan dapat dicapai dengan strategi pembelajaran
yang berorientasi pada dimensi kognitif.
Pengajar
Setiap pengajar dituntut memiliki kemampuan profesional dalam
bidangnya. Ia tidak hanya menjalankan proses pembelajaran secara teknis
mekanis sesuai ketentuan yang ada, tetapi harus melaksanakan tugas secara
bertanggung jawab. Ia melaksanakan tugas yang dipengaruhi oleh sikap dan
pandangannya secara pribadi serta wawasan kependidikannya.Wawasan
kependidikan pada hakikatnya menunjuk pada cara seorang pengajar melihat
dirinya dan tugas-tugasnya yang bersumber pada pandangan hidup yang
dimilikinya.
Pemilihan strategi pembelajaran dipengaruhi oleh pengetahuan,
pengalaman, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan
hidup, dan wawasan pengajar.
Peserta Didik
Peserta didik memiliki perbedaan latar belakang seperti lingkungan sosial,
lingkungan budaya, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Makin tinggi
kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan atau variasinya dalam
kelas.
Materi Pelajaran
Materi pembelajaran dapat dibedakan atas materi formal, yang terdapat dalam
buku teks; dan materi informal yang bersumber dari lingkungan sekolah yang
bersangkutan. Materi yang bersifat informal ini dibutuhkan agar pengajaran
lebih relevan dan aktual.
Media Pengajaran
Dewasa ini tersedia berbagai macam media pembelajaran, tetapi perlu diingat
bahwa keberhasilan program pembelajaran tergantung pada ketepatan dan
keefektifan media yang digunakan oleh pengajar.
Faktor Administrasi dan Finansial
Faktor-faktor administrasi seperti jadwal pelajaran, kondisi gedung, dan ruang
belajar diharapkan menjadi factor penunjang yang benar-benar berfungsi
selama proses pembelajaran berlangsung.

N. Jenis Strategi Pembelajaran


Seorang pengajar tidak hanya harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu
dari peserta didik, tetapi juga harus mampu membelajarkan peserta didik. Untuk
itu, pengajar harus berusaha secara terus menerus membantu peserta didik

19

membangun potensi-potensinya. Dalam hal ini pengajar harus memilih dan


menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
Dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran diperlukan pendekatan
tertentu. Pendekatan merupakan sudut pandang atau titik tolak untuk memahami
seluruh persoalan dalam proses pembelajaran. Sudut pandang menggambarkan
cara berpikir dan sikap pengajar dalam menjalankan profesinya. Menurut Gulo
(dalam Iskandarwassid, 2008: 25-26), seorang pengajar profesional tidak hanya
berpikir tentang apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, tetapi
juga siapa yang menerima pelajaran, apa makna belajar bagi peserta didik, dan
kemampuan apa yang dimiliki ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini
berimplikasi bahwa seorang pengajar harus mengetahui dan menguasai berbagai
strategi pembelajaran dalam proses pembelajaran.
Pengajar harus memilih strategi pembelajaran yang tepat agar peserta didik
dapat belajar secara efektif dan efisien. Berikut dijelaskan jenis-jenis strategi
pembelajaran berdasarkan klasifikasinya.
a. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Penekanan Komponen dalam Pembelajaran
1) Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar merupakan strategi
pembelajaran yang paling tua yang disebut dengan strategi pembelajaran
tradisional. Dalam hal ini pengajar merupakan sumber utama pembelajaran
dan sumber informasi. Pengajar mengalihkan pengetahuannya kepada
peserta didik yang pasif. Teknik penyajian yang paralel dengan strategi
pembelajaran ini adalah teknik ceramah, teknik team teaching , teknik
sumbang saran, dan teknik antardisiplin
2) Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik bertitik tolak
pada pandangan bahwa mengajar merupakan usaha untuk menciptakan
sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar
Dalam proses pembelajaran peserta didik aktif berusaha secara aktif
untuk mengembangkan dirinya sebagai seorang individu dan personal yang
mempunyai kepribadian dengan kemampuan tertentu. Dalam hal ini,
pengajar berperan sebagai fasilitator dan motivator. Pengajar membantu
peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara utuh sehingga pengajar
harus mengenal potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk
dikembangkan. Teknik penyajian yang paralel dengan strategi
pembelajaran ini adalah teknik inkuiri, teknik teknik satuan pengajaran
(unit teaching), teknik advokasi, teknik diskusi, teknik eksperimen, teknik

20

kerja lapangan, teknik sosiodrama, teknik nondirektif, dan teknik penyajian


kasus.
3) Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi bertitik tolak dari
pendapat bahwa belajar adalah usaha untuk memperoleh dan menguasai
informasi. Dalam hal ini, pembelajaran dipusatkan pada materi
pembelajaran. Dalam hal ini ada kecenderungan dominasi kognitif dimana
pendidikan afektif dan keterampilan kurang mendapat perhatian yang
memadai dalam kerangka peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Di
samping itu materi pelajaran yang disampaikan di kelas dan terdapat dalam
buku teks cenderung ketinggalan zaman dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat
guru bukanlah sumber utama informasi karena banyak sumber informasi
yang dapat didapat dari berbagai media yang bersifat aktual. Teknik
penyajian yang paralel dengan strategi pembelajaran yang berpusat pada
materi adalah teknik tutorial, teknik modular, teknik pengajaran terpadu,
teknik secara kasuistik, teknik kerja lapangan, teknik eksperimen, dan
teknik demonstrasi.
4) Strategi Pembelajaran Berdasarkan Kegiatan Pengolahan Pesan atau Materi
a) Strategi pembelajaran ekspositoris
Strategi pembelajaran ekspositoris merupakan strategi berbentuk
penguraian, baik berupa bahan tertulis maupun penjelasan atau
penyajian verbal. Pengajar mengolah materi secara tuntas sebelum
disampaikan di kelas. Strategi pembelajaran ini menyiasati agar semua
aspek komponen pembentuk sistem instruksional mengarah pada
sampainya isi pelajaran kepada peserta didik secara langsung. Dalam
strategi ini, pengajar berperan lebih dominan sedangkan peserta didik
sangat pasif. Teknik yang paralel dengan strategi pembelajaran ini
adalah teknik ceramah, teknik interaksi massa, teknik antardisiplin,
teknik simulasi, teknik demonstrasi, dan teknik team teaching.
b) Strategi pembelajaran heuristik atau kuriorstik
Dalam strategi pembelajaran heuristik ini peserta didik diberi
kesempatan untuk berperan dominan dalam pembelajaran. Strategi ini
menyiasati agar aspek-aspek pembentuk komponen sistem pembelajaran
mengarah pada pengaktifan pserta didik mencari dan menemukan
sendiri fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi yang mereka butuhkan.

21

Dalam strategi heuristik ini pengajar pertama-tama mengarahkan peserta


didik kepada data-data terpilih untuk diolah oleh peserta didik sehingga
menghasilkan kesimpulan yang tepat. Jika peserta didik dapat
menyimpulkan dengan tepat berarti pembelajaran berhasil. Sebaliknya
jika kesimpulan peserta didik tidak tepat pengajar dapat memberikan
data-data baru sampai peserta didik memperoleh kesimpulan yang tepat.
Dalam hal ini, pengajar berperan mengarahkan dan membimbing sampai
peserta didik bisa menemukan sendiri.
Teknik penyajian yang paralel dengan strategi ini adalah teknik inkuiri,
pemecahan masalah, eksperimen, penemuan, teknik nondirektif,
penyajian secara kasus, dan teknik penyajian kerja lapangan.
5) Strategi Pembelajaran Berdasarkan Pengolahan Pesan atau Materi
a) Strategi pembelajaran deduksi
Dalam strategi deduksi, pesan diolah mulai dari yang umum menuju ke
hal yang khusus, dari hal-hal yang abstrak menuju ke hal yang nyata,
dari konsep yang abstrak menuju ke contoh-contoh yang konkret, dari
premis menuju kesimpulan yang logis. Strategi pembelajaran ini dimulai
dari pengajar menjelaskan konsep kemudian memberikan contohnya.
b) Strategi pembelajaran induksi
Strategi pembelajaran ini dimulai dari hal-hal yang khusus, dari
peristiwa-peristiwa yang bersifat individual menuju pada generalisasi,
dari pengalaman-pengalaman yang bersifat empiris menuju konsep yang
bersifat umum. Pengajaran dimulai dari penentuan pengetahuan, aturan,
prinsip, konsep yang akan diajarkan oleh pengajar. Selanjutnya pengajar
memberikan contoh-contoh spesifik yang dijadikan bagian penyusunan
hipotesis. Kemudian bukti-bukti disajikan untuk menyangkal berbagai
hipotesis tersebut. Terakhir menyimpulkan bukti-bukti dan contohcontoh tersebut. Teknik penyajian yang paralel dengan teknik ini adalah
teknik penemuan (discovery), teknik pengajaran unit, teknik penyajian
secara kasus, dan teknik nondirektif.
6) Strategi Pembelajaran Berdasarkan Cara Memproses Penemuan
a) Strategi pembelajaran ekspositoris
Strategi ini sudah dijelaskan di atas bahwa strategi ini berbentuk
penguraian, di mana pengajar mengolah secara tuntas materi atau pesan
secara tuntas sebelum disampaikan di kelas.
b) Strategi pembelajaran discovery

22

Strategi ini menuntut peserta didik untuk melakukan proses mental


sehingga mampu mengasimilasikan pesan menjadi sebuah konsep dan
prinsip. Proses mental dimaksud adalah mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, menduga, menjelaskan, mengukur, dan membuat
kesimpulan. Tenik penyajian yang paralel dengan strategi ini adalah
teknik discoveri, teknik karya wisata, teknik kerja lapangan, dan teknik
nondirektif.

23

BAB II
PENDEKATAN DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN
E. Pendahuluan
Dalam proses pembelajaran, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dalam pengertian
yang sama; artinya orang menggunakan istilah pendekatan dengan pengertian yang
sama dengan pengertian metode, dan sebaliknya menggunakan istilah metode
dengan pengertian yang sama dengan pendekatan. Demikian pula dengan istilah
teknik dan metode..
Sebenarnya ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda,
walaupun dalam penerapannya saling berkaitan. Anthony berpendapat bahwa
pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan
berhubungan dengan sifat bahasa serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan
dasar teoritis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam,
antara lain asumsi yang mengenggap bahasa sebagai kebiasaan; ada asumsi bahwa
bahasa sebagai seperangkat kaidah, dan ada asumsi bahwa bahasa adalah alat
komunikasi.
Setiap asumsi teraktualisasikan dalam sebuah pendekatan, dengan
demikian asumsi yang berbeda akan berkonsekuensi pada pendekatan yang
berbeda pula. Pendekatan bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu dibuktikan
kebenarannya. Dapat dikatakan bahwa pendekaan merupakan pandangan, filsafat,
atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran bahasa yang
diyakini dan tidak perlu dibuktikan kebenarannya.
Metode adalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pengertian metode tersebut menekankan pada langkah-langkah
pembelajaran. Pendapat lain menyatakan bahwa metode pembelajaran bahasa
adalah rencana pembelajaran bahasa yang mencakup pemilihan, penentuan, dan
penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan. Definisi ini menekankan
pada sajian materi yang sistematis. Pengertian yang pertama lebih tepat diterapkan
dalam pembelajaran, sebab metode lebih menekankan pada cara-cara yang
ditempuh peserta didik dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran bahasa,
metode digunakan untuk menyatakan kerangka yang menyeluruh tentang proses
pembelajaran. Proses itu tersusun dalam rangkaian kegiatan yang sistematis,
tumbuh dari pendekatan yang digunakan sebagai landasan. Adapun sifat sebuah
metode adalah prosedural.

24

Teknik adalah sebuah cara khas yang operasional, yang dapat digunakan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berpegang pada proses yang
sistematis yang terdapat dalam metode.Penggunaan teknik pembelajaran perlu
mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan
kondisi lain. Oleh karena itu, teknik lebih bersifat tindakan nyata berupa usaha
atau upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dari hal ini dikatakan bahwa
teknik pembelajaran bersifat implementasional.
F. Pendekatan Pembelajaran
Dalam pembelajaran bahasa, dikenal beberapa pendekatan yang dapat
diterapkan antara lain pendekatan formal, pendekatan, struktural, pendekatan
mekanis, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan terpadu,
pendekatan integral, pendekatan sosiolinguistik, pendekatan psikologi,
pendekatan psikolinguistik dan pendekatan komunikatif. Dalam setiap pendekatan
menerapkan asumsi tertentu dalam pembelajarannya.
1. Pendekatan Formal
Pendekatan formal merupakan pendekatan klasik dan tradisional dalam
pembelajaran bahasa. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa
pembelajaran bahasa merupakan kegiatan rutin yang konvensional, dengan
mengikuti cara-cara yang telah biasa dilakukan berdasar pengalaman. Oleh
karena itu, pendekatan ini tidak memiliki latar belakang teoritis. Prosedur
pembelajarannya pun hanya mendasarkan pada pengalaman pengajar dan apa
yang dianggap baik oleh umum.
Menurut pendekatan ini, yang dikemukakan oleh Semi, pembelajaran dimulai
dengan rumusan-rumusan teoritis kemudian diaplikasikan dengan contohcontoh pemakaiannya. Metode pembelajaran bahasa yang relevan dengan
pendekatan ini adalah metode terjemahan tatabahasa dan metode membaca.
2. Pendekatan Empirik
Pendekatan empirik ini sering disebut dengan pendekatan atau aliran
behavioris, pendekatan mekanis. Disebut pendekatan empirik karena didasarkan
pada pengalaman, dan disebut pendekatan behavioris karena mendapat
masukan dari psikologi behavioristik. Disebut pendekatan mekanik karena sifat
dari tingkah laku dalam psikologi behavioristik adalah mekanis. Tokoh aliran
ini misalnya Skinner.
Adapun asumsi-asumsi dalam pendekatan ini meliputi
1) Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan
2) Bahasa adalah rangkaian kebiasaan

25

3) Bahasa yang sewajarnya adalah yang digunakan penuturnya, bukan yang


seharusnya diujarkan
4) Ajarkanlah bahasa, dan bukan tentang bahasa
5) Tidak ada dua bahasa yang sama.
Metode pembelajaran bahasa yang sesuai dengan pendekatan mekanis ini
adalah metode aural oral, metode mimikri memorisasi, metode drill.
3. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang
dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahwa bahasa adalah seperangkat
kaidah. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan
kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Dalam hal ini, pembelajaran lebih
menekankan pada pengetahuan tentang fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Dengan demikian pengetahuan bidang kognitif bahasa lebih diutamakan.
Kelebihan pendekatan ini adalah siswa akan semakin cermat dalam menyusun
kalimat, karena mereka memahami kaidahnya.
4. Pendekatan Keterampilan Proses
Setiap manusia yang dilahirkan dibekali dengan kemampuan dasar.
Kemampuan dasar ini ini tumbuh dan berkembang bila dibina dan dilatih.
Sebaliknya, kemampuan dasar itu menjadi tumpul bila tidak dibina.
Dalam belajar, diperlukan keterampilan intelektual, sosial, dan fisik.
Ketiga keterampilan inilah yang mendasari pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan proses. Setiap keterampilan terdiri atas beberapa subketerampilan
yang perlu dilatihkan.
Keterampilan proses berfungsi sebagai alat menemukan dan
mengembangkan konsep. Konsep yang te;lah ditemukan dan dikembangkan
berfungsi sebagai penunjang keterampilan proses. Interaksi antara
pengembangan keterampilan proses dengan pengembangan konsep dalam
pembelajaran mengahasilkan terbentuknya sikap dan nilai dalam diri siswa.
Sikap dan nilai tersebut misalnya teliti, kreatif, kritis, objektif, tenggang rasa,
bertanggung jawab, jujur, terbuka, dapat bekerjasama, rajin dan sebagainya.
Keterampilan proses dibangun oleh sejumlah keterampilan-keterampilan.
Karena itu pencapaian atau pengembangannya dilaksanakan dalam sdetiap
proses belajar mengajar dalam semua mata pelajaran. Tidak ada satu mata
pelajaran pun yang dapat mengembangkan keterampilan itu secara utuh. Karena
itu, ada keterampilan yang cocok dikembangkan dengan mata pelajaran
tertentu, dan ada pula keterampilan yang lain dikembangkan dengan mata
pelajaran lainnya.

26

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik masing-masing. Karena itu


penjabaran keterampilan proses yang dapat dikembangkan juga berbeda sesuai
dengan karakteristiknya. Perbedaan itru sifatnya tidak mendasar tetapi
merupakan variasi-variasi belaka. Berbagai kemampuan dasar yang dapat
dikembangkan dengan pendekatan keterampilan proses adalah:
1) Mengamati
a. Menatap, memperhatikan
b. Membaca, memahami bacaan
c. Menyimak, memahami sesuatu yang dikatakan orang lain
2) Menggolongkan
Mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan berbagai objek
yang dipelajari.
3) Menafsirkan
a. Menafsirkan: mencari dan menemukan arti, situasi, pola, simpulan, dan
mengelompokkan wacana.
b. Mencari dasar penggolongan; mengelompokkan sesuatu berdasarkan
suatu kaidah.
c. Memberi arti, baik kata, morfem, frasa, klausa, kalimat, paragraf, maupun
wacana dan mengungkapkan kembali secara lisan dan tulis.
d. Mencari hubungan situasi, waktu, tempat, umum-khusus, kausal, dan
sebagainya.
e. Menemukan pola kalimat, paragraf, wacana, cerita, puisi sebagai bentuk
penggunaan bahasa.
f. Menarik kesimpulan baik secara deduktif maupun induktif.
g. Menggeneralisasikan berbagai bentuk penggunaan bahasa dalam lingkup
yang lebih luas.
h. Menganalisis baik wacana, paragraf, kalimat maupun frasa.
4) Menerapkan
Menggunakan konsep untuk menyusun wacana eksposisi, narasi,
deskripsi, argumentasi, dan persuasi; surat menyurat.
Mengubah, memadukan, meramu, memodifikasi, membentuk berbagai
satuan bahasa menjadi satuan bahasa yang lebih besar.
5) Mengkomunikasikan
a. Berdiskusi: melakukan diskusi, tanya jawab, dengan menggunakan
argumentasi atau alasan untuk memecahkan masalah.
b. Mendeklamasikan
c. Dramatisasi

27

d. Bertanya
e. Mengarang
f. Bermain peran
g. melaporkan
6) Mengendalikan variabel
Dalam melakukan penelitian diperlukan langkah-langkah yang
objektif, sistematis, dan pasti untuk memutuskan penyelesaian suatu
masalah.
5. Pendekatan Rasional
Pendekatan rasionalis dikenal sebagai aliran mentalis yang dipelopori
oleh Chomsky. Aliran ini muncul dalam bidang bahasa dan pengajaran bahasa
pada tahun 1960-an. Adapun asumsi-asumsinya adalah
1) Manusia adalah satu-satunya yang dapat belajar bahasa
2) Bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan dalam berpikir
3) Bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas yang dituntut oleh aturan-aturan
tatabahasa
4) Aturan-aturan tatabahasa bertalian dengan tingkah laku kejiwaan.
Dengan pendekatan ini muncul metode verbal aktif yang merupakan
perbaikan dari metode langsung.
Kaum rasionalis berpendapat bahwa: (1) kemampuan berbahasa telah dimiliki
seseorang sejak lahir tetapi kemampuan berbahasa itu baru dapat dicapai
dengan belajar; (2) dalam belajar berbahasa, anak harus aktif. Kemampuan
berbahasa tidak hanya dikuasai dengan pembiasaan, anak harus mampu
menciptakan kalimat-kalimat baru yang sesuai kaidah tatabahasa; (3) melatih
berulang-ulang kalimat-kalimat yang lepas dari hubungan pemakaiannya tidak
banyak manfaatnya; (4) tatabahasa perlu diajarkan secara fungsional; dan (5)
karena bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan untuk berpikir,
penguasaan bahasa dilihat dari kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat
berpikir dengan kegiatan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis.
6. Pendekatan Fungsional
Pembelajaran bahasa dengan pendekatan fungsional dilakukan dengan
mengadakan kontak langsung dengan masyarakat pemakai bahasa. Dengan
demikian peserta didik langsung menghadapi bahasa yang hidup dan mencoba
memakainya sesuai dengan keperluan komunikasi. Mereka dengan sendirinya
merasakan fungsi bahasa tersebut dalam komunikasi langsung.

28

Metode pembelajaran bahasa yang didasarkan pada pendekatan


fungsional adalah metode langsung, metode pembatasan bahasa, metode
intensif, metode audiovisual, dan metode linguistik.
7. Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu sering disebut dengan pendekatan integratif.
Pendekatan pembelajaran bahasa yang terintegrasi didasarkan pada kenyataan
bahwa penggunaan bahasa sehari-hari baik secara formal maupun tidak formal
tiap-tiap aspeknya tidak pernah berdiri sendiri. Misalnya pada waktu kita
membaca, berhadapan dengan ejaan, kosa kata, struktur kalimat. Setelah
membaca mungkin membuat catatan, menceriterakannya kepada orang lain.
Pada saat kita berbicara atau menulis perlu memilih kosa kata yang tepat dan
menerapkan struktur kalimat yang tepat. Hal ini jelas bahwa kegiatan membaca,
berbicara, menyimak, dan menulis merupakan kegiatan yang terpadu.
Guru-guru yang menggunakan filsafat bahasa terpadu, tentu saja
memberikan pengetahuan kognitif kepada siswa, tetapi di samping itu mereka
juga menjadi model dalam hal membaca, menulis dan sebagainya. Dengan
demikian, kelas mereka ditandai oleh komunikasi dan interaksi dengan bahasa
yang hidup.
Penerapan pembelajaran bahasa terpadu memerlukan perlengkapan yang
memadai, setidak-tidaknya ada perpustakaan yang meyediakan buku-buku yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan guru dan siswa. Lebih baik lagi jika sekolah
memiliki laboratorium dan kelas khusus. Namun dengan kondisi sekolah yang
sederhana pun dapat melaksanakan pembelajaran terpadu asal guru betul-betul
mempersiapkan hal-hal yang mendukung pelaksanaannya.
Salah satu model pembelajaran terpadu yaitu pembelajaran tematik
diartikan sebagai pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai
pemadu beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna
bagi peserta didik. Dikatakan bermakna, karena peserta didik akan mempelajari
konsep-konsep melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang telah dipahaminya.
Pembelajaran tematik dapat diterapkan dengan meliputi beberapa mata
pelajaran atau dalam satu mata pelajaran. Misalnya dalam mata pelajaran
bahasa Indonesia pelaksanaan pembelajaran terpadu dilakukan dengan
memadukan beberapa keterampilan berbahasa dalam satu tema.
8. Pendekatan Integral
Pendekatan integral menganut pengertian bahwa pengajaran bahasa harus
merupakan sesuatu yang multidimensional. Artinya, banyak factor yang harus

29

dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembelajarannya. Oleh karena itu,


pengajaran harus fleksibel dan dengan metodologi terbuka. Bantuan-bantuan
ilmu lain yang mendukung kelancaran pembelajaran berbahasa perlu mendapat
tempat sehingga pembelajaran bahasa lebih bermanfaat. Misalnya, ilmu jiwa
belajar, sains, dan antropologi.
9. Pendekatan Sosiolinguistik
Pendekatan sosiolinguistik diartikan sebagai pendekatan pembelajaran
bahasa yang memanfaatkan hasil studi sosiolinguistik yang menghubungkan
gejala masyarakat dengan gejala bahasa. Konsep-konsep sosiolinguisik yang
memberikan sumbangan terhadap pembelajaran bahasa di antaranya (1) bahasa
merupakan suatu sistem yang memiliki variasi atau ragam, setiap ragam
memiliki peran, fungsi, gejala bahasa tertentu, serta kawasan pemakaian
tertentu pula. Semua ragam perlu dipelajari sesuai konteksnya; (2) bahasa
merupakan identitas kelompok. Bahasa yang digunakan menunjukkan identitas
dan sikap masyarakatnya; (3) bahasa sebagai alat komunikasi, orang yang
mampu berkomunikasi adalah orang yang dapat mengungkapkan gagasan dan
perasaannya kepada orang lain dengan menggunakan bahasa tersebut.
Implikasi dari beberapa hal tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran
bahasa menyangkut (a) pengajaran bahasa harus diarahkan pada penguasaan
kompetensi komunikatif oleh peserta didik; (b) salah satu cara menganalisis
komunikasi melalui bahasa dilakukan dengan mngeidentifikasi fungsi-fungsi
bahasa yang khas, cara pemakaian bahasa dengan tujuan khusus; (c) analisis
fungsional kegiatan komunikasi adalah menemukan fungsi-fungsi bahasa yang
bersangkutan dengan komunikasi tersebut. Pengajaran bahasa memberi
penekanan pada fungsi bahasa yang penting; (d) analisis linguistik atas kegiatan
komunikasi adalah menemukan bentuk-bentuk linguistik yang diperlukan
dalam setiap jenis kegiatan berkomunikasi. Analisis ini berguna untuk
memberikan penekanan pada pembelajaran bahasa dan untuk memilih materi
pembelajaran; (e) analisis bahasa yang berkembang dalam masyarakat perlu
dipetakan untuk mengetahui dinamika bahasa.
10. Pendekatan Psikologi
Pendekatan psikologi dalam pembelajaran bahasa menelaah bagaimana
peserta didik belajar bahasa dan bagaimana peserta didik sebagai individu yang
kompleks. Asumsi psikologi dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa
terutama dalam penyusunan strategi pembelajaran. Asumsi-asumsi yang
diterapkan dalam pembelajaran bahasa antara lain:

30

a. Teori Behaviorisme. Teori ini berasumsi bahwa segala tingkah laku


termasuk tingkah laku berbahasa manusia merupakan respons terhadap
stimulus. Proses belajar juga merupakan mekanisme stimulus respons.
Dalam proses belajar tergantung pada faktor yang berada di luar diri anak
sehingga memerlukan stimulus dari pengajar. Di samping itu hasil belajar
banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulangan, dan penguatan.
Belajar harus melalui tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah
mendahului yang sulit.
b. Teori gestalt. Teori ini beranggapan bahwa setiap individu mempunyai
memiliki kemampuan mengkaji secara mendalam. Kajian ini berfungsi untuk
mengasimilasi atau mereka-reka objek yang sedang diamati sehingga
diterima sebagai objek yang utuh. Menurut teori ini pengamatan bagi
seseorang yang pertama adalah struktur atau keseluruhan dari sebuah benda,
baru diikuti dengan pengamatan atas bagian-bagian. Dalam pembelajaran
yang berdasar pada teori ini agar bahan pembelajaran jangan diberikan
sepotong-sepotong tetapi harus diberikan secara utuh dan dalam struktur
yang bermakna.
c. Teori kognitif. Menurut teori ini segala aktivitas menusia yang dilakukan
dengan sadar bersumber pada otak dan digerakkan oleh kognitif yang
meliputi segala aspek kegiatan mulai dari menyadari adanya masalah,
mengidentifikasikannya, merumuskan hiopotesis, mengumpulkan informasi
atau data, menyimpulkan, mengevaluasi simpulan dan strategi untuk
mencapai tujuan.. Pusat kognitif terletak di dalam susunan syaraf pusat, yang
memiliki kemampuan mengolah dan menyimpan informasi yang hampir
tidak terbatas jumlah dan ragamnya.
Hal tersebut mengingatkan bahwa keberhasilan pembelajaran tidak
hanya ditentukan oleh faktor pengajar. Aspek psikologis, respons peserta
didik serta kemampuan bawaan merupakan faktor yang penting juga.
11. Pendekatan Psikolinguistik.
Pendekatan psikolinguistik bertumpu pada pemikiran tentang proses yang
terjadi pada benak anak ketika mulai belajar bahasa, serta bagaimana pula
perkembangannya.Persoalan ini merupakan bidang yang ditekuni studi
psikolinguistik yaitu ilmu yang mempelajari latar belakang psikologis
kemampuan berbahasa manusia..
Dalam proses penguasaan bahasa, terdapat teori empirisme yang pada
akhirnya sejalan dengan paham behaviorisme..Menurut pandangan ini bahwa
keberhasilan belajar berbahasa seseorang ditentukan oleh faktor dari luar atau

31

faktor eksternal. Pandangan behaviorisme tentang belajar bahasa dapat


dideskripsikan dalam dua ciri pokok yaitu fisikalisme dan determinisme. Ciri
fisikalisme ditandai oleh semua yang terjadi dalam benak menusia dapat
dirumuskan sebagai pernyataan tentang kondisi badan dan tingkah lakunya
yang dapat diamati sehingga dapat dimasukkan ke dalam wilayah fisika. Ciri
determinisme menyatakan bahwa semua gejala yang ada dapat dikembalikan
pada hukum sebab akibat, semua tingkah laku berpikir dan tingkah laku yang
tidak terlihat dapat dikaitkan dengan faktor eksternal.
Pengaruh Skinner dalam pembelajaran bahasa antara lain dalam bentuk
penyusunan program dengan tahapan tertentu, sehingga peserta didik dapat
mempelajari sendiri, mengerjakan tugas sendiri, dan mengecek sendiri sesuai
dengan kunci jawaban. Kesalahan yang ditemukan mengajarkan kepada mereka
untuk menjadi lebih baik pada masa berikutnya. Penguatan harus segera
diberikan .
Chomsky memberikan reaksi terhadp pendapat Skinner dalam 2 hal yaitu
bahwa bahasa merupakan produk dari proses yang tersembunyi di dalam benak
anak, berupa sistem aturan yang abstrak dan terinternalisasi. Skinner tidak
berpikir bahwa tingkah laku berbahasa berlangsung dalam benak individu.
Chomsky menganggap factor luar hanya merupakan prakondisi untuk
mengaktifkan proses internal;. Ada prinsip yang sangat spesifik dan yang secara
genetic menentukan bahasa menusia. Prinsip ini dimiliki anak dalam belajar
bahasa yang sifatnya bawaan.
Menurut Chomsky, dalam diri individu memiliki competence dan
performance. Kompetensi merupakan kemampuan berbahasa yang tidak
terdfengar dan tidak terlihat karena berada dalam benak. Penampilan
merupakan perbuatan berbahasa yang tampak, tuturan dalam situasi konkret
sehingga dapat diamati dan dianalisis. Penguasaan bahasa ibu tidak ditentukan
oleh faktor luar seperti peniruan, penguatan, dan factor luar linnya, tetapi boleh
kekuatan yang ada pada diri anak. Anak tidak pasif, tetapi aktif dan kreatif
seperti menciptakan strategi belajar sendiri, dan mampu menangkap hubunganhubungan abstrak yang menjadi dasar semua hubungan kalimat ang
didengarnya. Bila anak memahami struktur dasar kalimat, dia mampu
menciptakan berbagai kalimat lain.
12. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan Komunikatif diartikan sebagai orientasi belajar mengajar
bahasa yang berdasarkan pada tugas dan fungsi bahasa untuk berkomunikasi.

32

Selanjutnya, bentuk bahasa yaqng dipakai dalam berkomunikasi selalu


dikaitkan dengan faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi.
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan pembelajaran bahasa
yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa
dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai.Sesuai pendapat
Chomsky bahwa kompetensi komunikatif terbagi dalam kompetensi dan
performansi. Kompetensi bertalian dengan pengetahuan kebahasaan yang
mencakup pengetahuan penutur terhadap bahasa sebagai sistem dan merupakan
kemampuan potensial dalam diri penutur.
Di sisi lain performansi kebahasaan diartikan sebagai kegiatan verbal
yang berkaitan dengan proses pengungkapan yang mengandung ciri-ciri
sosiokultural. Performansi kebahasaan sering dikenal sebagai pemakaian
bahasa secara aktual dalam situasi konkret. Berkaitan dengan hal itu,
kompetensi komunikatif merupakan paduan antara kompetensi gramatikal
dengan kompetensi sosiolinguistik.
Kompetensi komunikatif menurut Cambell dan Wales, Hymes, dan
Munby (dalam Farkhan, 1986: 7) meliputi kompetensi gramatikal,
sosiolinguistik, kewacanaan, dan kompetensi strategi. Keempat konsep
kompetensi komunikatif ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kompetensi gramatikal mencakup kemampuan seseorang menguasai
kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau rumus-rumus ketatabahasaan. Kemampuan
ini meliputi pemahaman dan penguasaan kaidah pada tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan ortologi.
Kompetensi sosiolinguistik mencakup pemahaman dan penguasaan
terhadap aspek-aspek komunikasi bahasa. Di dalamnya tercakup kemampuan
memahami penutur, isi komunikasi, alat penyampaian pesan, tujuan
komunikasi, dan siapa mitra komunikasinya. Dengan kata lain, kompetensi
sosiolinguistik berkaitan dengan kemampuan seseorang memahami aspek
tujuan berkomunikasi, ragam bahasa yang digunakan, diksi, serta nuansanuansa lain yang berkaitan dengan aspek sosial dan bahasa.
Kompetensi kewacanaan berkaitan erat dengan pemahaman dan
penguasaan seorang penutur bahasa terhadap aspek fisik serta mental bahasa.
Yang dimaksud aspek fisik adalah aspek tuturan, lisan mapun tulisan, dari
tataran kalimat., paragraf, hingga wacana. Sementara, aspek mental bahasa
berkaitan dengan makna, nuansa, dan rasa bahasa.
Kemampuan untuk mengolah informasi sehingga menjadi sebuah wacana
yang dipahaminya menjadi informasi yang dikemukakan kepada orang lain,

33

juga ditentukan oleh strategi berpikir. Dalam konsep kompetensi berbahasa, hal
ini disebut dengan kpompetensi strategi. Kompetensi ini berkaitan dengan
keterkaitan antara kemampuan berbahasa dengan berpikir.
Kaitan antara bahasa dengan berpikir dapat dijelaskan secara
psikolinguistik. Menurut Ali (dalam Hairudin, 2007: 4-18) terdapat tiga
pendapat tentang hubungan antara berbahasa dengan berpikir yaitu (1)
kemampuan berbahasa tidak memiliki hubungan dengan kemampuan berpikir.
Bahasa hanyalah merupakan alat membantu pikiran, membedakan, dan
mempertajam konsep-konsep; (2) kemampuan berbahasa pada dasarnya identik
dengan kemampuan berpikir. Manusia tidak hanya berpikir menggunakan
otaknya etapi juga enggan bahasanya. Tidak ada penalaran tanpa dan tidak ada
bahasa tanpa penalaran.; (3) kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir
memiliki keterkaitan, akan tetapi tidak identik. Pendapat ini didukung oleh ahli
psikologi dan psikolinguistik. Bullock menyimpulkan hasil penelitiannya
bahwa bahasa merupakan faktor utama dalam proses pembelajaran dan
pengembangan kemampuan kognitif. Bahasa dipandang sebagai sarana
aktivitas simbolik. Dengan bahasa seseorang dapat merefleksikan
kehidupannya, menerjemahkan dan mentransformasikan pengalamannya.
Sedangkan asumsi/prinsip pendekatan komunikatif secara rinci
dideskripsikan seperti berikut (Suyono, 1990: 45):
1) Fungsi utama bahasa adalah alat komunikasi, karena itu pengajaran bahasa
didasarkan pada fungsi komunikatif bahasa;
2) Tujuan utama pengajaran bahasa adalah penguasaan kompetensi dan
performansi komunikatif;
3) Pengajaran bahasa harus didasarkan pada dan menjawab kebutuhankebutuhan komunikatif peserta didik;
4) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil bagian dalam
peristiwa komunikat yang bemakna, dengan penutur asli;
5) Dalam proses belajar mengajar dan di luar proses belajar mengajar
mengoptimalkan pemakaian bahasa dalam peristiwa komunikatif;
6) Memberikan informasi, latihan, praktik dan pengalaman-pengalaman
berbahasa yang dihubungkan dengan peristiwa komunikatif;
7) Diarahkan pada penggunaan bahasa dan bukan pengetahuan bahasa;
8) Semua ragam bahasa berguna, di antaranya untuk menyampaikan informasi;
9) Buku teks atau bahan pengajaran yang paling baik adalah yang memberikan
bahan latihan komunikatif yang bermanfaat;

34

10) Pembelajaran beranggapan bahwa (1) bahan pembelajaran berupa bahasa


sebagai alat komunikasi, (2) bahan pembelajaran merupakan kegiatan bukan
pokok bahasan, (3) bahan pembelajaran mendorong peserta didik untuk
berkomunikasi, (4) aktivitas untuk berkomunikasi yang sebenarnya
mendorong peserta didik untuk belajar, (5) aktivitas berbahasa yang
bertujuan untuk mengerjakan tugas yang bermakna mendorong peserta didik
untuk belajar, (6) materi dan silabus komunikatif disusun setelah dilakukan
analisis kebutuhan komunikatif peserta didik, (7) dalam pembelajaran
peserta didik sebagai pusat dan guru sebagai penyuluh, pembimbing, (8)
peran bahan pembelajaran sebagai penunjang dan perangsang terjadinya
proses komunikasi sehingga peserta didik aktif, dan (9) bahan pembe;lajaran
berupa teks, tugas, dan bahan otentik.
Pendekatan komunikatif memandang bahwa bahasa lebih tepat dilihat
sebagai sesuatu yang berkenaan dengan apa yang dapat ditindakkan dengan
bahasa atau juga berkenaan dengan makna apa yang yang dapat diungkapkan
dengan bahasa.
Brumfit dan Finocchiaro (dalam Hairudin, 2007: 4-19) menyatakan
bahwa cirri-ciri pendekatan komunikatif adalah:
1. Makna merupakan hal yang terpenting;
2. Percakapan harus berpusat pada sekitar fungsi komunikatif dan tidak
dihafalkan;
3. Kontekstualisasi merupakan premis pertama;
4. Belajar behasa berarti belajar berkomunikasi;
5. Komunikasi efektif dianjurkan;
6. Latihan penubihan atau drill diperbolehkan, tetapi tidak memberatkan;
7. Ucapan yang dapat dipahami diuatamakan;
8. Setiap alat bantu peserta didik diterima dengan baik;
9. Setiap upaya untuk berkomunikasi dapat didorong sejak awal;
10. Penggunaan bahasa secara bijaksana dapat diterima bila memang layak;
11. Terjemahan digunakan jika diperlukan peserta didik;
12. Membaca dan menulis dapat dimulai sejak awal;
13. System bahasa dipelajari melalui kegiatan berkomunikasi;
14. Komunikasi komunikatif merupakan tujuan;
15. Variasi linguistik merupakan konsep inti dalam materi dan metodologi;
16. Urutan ditentukan berdasarkan pertimbangan isi, fungsi, atau makna untuk
memperkuat minat belajar;

35

17. Guru mendorong peserta didik agar dapat bekerjasama dengan menggunakan
bahasa;
18. Bahasa diciptakan oleh peserta didik melalui mencoba dan mencoba;
19. Kefasihan dan bahasa yang berterima merupakan tujuan utama, ketepatan
dinilai dalam konteks bukan dalam keabstrakan;
20. Peserta didik diharapkan berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok
atau pasangan, lisan dan tulis;
21. Guru tidak bisa meramal bahasa apa yang akan digunakan peserta didiknya;
22. Motivasi intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang
dikomunikasikan.
Peran Peserta Didik dalam pembelajaran
Robin dan Thompson (dalam Tarigan, 1999: 201) mengemukakan cirri
peserta didik yang sesuai dengan konsep pendekatan komunikatif adalah (1)
selalu berkeinginan untuk menafsirkan tuturan secara tepat, (2) berkeinginan agar
bahasa yang digunakan selalu komunikatif, (3) tidak merasa malu jika berbuat
kesalahan dalam berkomunikasi, (4) selalu menyesuaikan bentuk dan makna
dalam berkomunikasi, (5) frekuensi ;latihan berbahasa lebih tinggi, dan (6) selalu
memantau ujaran diri dan ujaran mitra bicaranya untkmengetahui apakah polapola bahasanya dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Peran Guru dalam Pembelajaran
Peran guru dalam pembelajaran bahasa yang berpendekatan komunikatif
adalah sebagai salah satu sumber belajar yang dapat dilengkapi dengan sumber
belajar dari peserta didik, dan lingkungan.
Chandlin (dalam Tarigan, 1999: 201) menyatakan peran guru dalam
pembelajaran bahasa berpendekatan komunikatif adalah (1) pemberi kemudahan
dalam belajar berbahasa, (2) sebagai partisipan mandiri dalam kelompok belajar
mengajar.
13. Pendekatan Whole Language
Pendekatan whole language (dalam Suratinah, 2003: 2.1) merupakan salah
satu pendekatan pembelajaran bahasa yang sudah banyak dibuktikan
keampuhannya di beberapa Negara. Pendekatan ini mendasarkan pelaksanaan
pembelajaran bahasa sebagai materi pelajaran, isi pelajaran, dan proses
pembelajaran. Whole language dilandasi konsep konstruktivisme, language
experience approach (LEA), dan progresivisme dalam pendidikan. Wawasan
yang dikembangkan sehubungan dengan bahasa sebagai materi pelajaran dan
penentuan isi pembelajarannya diwarnai oleh fungsionalisme dan semiotika.
Sementara itu, prinsip dan penggarapan proses pembelajarannya diwarnai oleh

36

progresivisme dan konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa membentuk


sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole)
dan terpadu (integrated). Siswa termotivasi untuk belajar jika mereka melihat
bahwa yang dipelajarinya diperlukan oleh mereka. Guru berkewajiban untuk
menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar
dengan baik.
Penentuan isi pembelajaran diarahkan oleh konsepsi tentang kebahasaan
dan nilai fungsionalnya bagi pebelajar dalam kehidupan sosial masyarakat.
Berdasarkan konsepsi bahwa pengajaran bahasa didasarkan pada kenyataan
penggunaan bahasa, maka isi pelajaran diorientasikan pada (1) membaca, (2)
menulis, (3) menyimak, (4) wicara. Ditinjau dari nilai fungsionalnya dalam
kehidupan penguasaan yang perlu dijadikan fokus dan perlu dikembangkan
adalah penguasaan kemampuan membaca dan menulis.
Komponen-komponen
whole language didasarkan pada prinsip
pelaksanaan pembelajaran dengan menumbuhkan lingkungan berbahasa yang
diajarkan secara utuh dan keterampilan berbahasa diajarkan secara terpadu.
Adapun komponen-komponen dimaksud adalah reading aloud, sustained silent
reading, shared reading, journal writing, guided reading, guided writing,
independent reading dan independent writing.
1. Reading Aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca nyaring yang dapat dilakukan oleh
siswa atau guru yang dapat mengambil cerita di buku teks atau sumber lain.
Manfaat kegiatan ini antara lain meningkatkan keterampilan menyimak,
memperkaya kosa kata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan
menumbuhkan minat baca siswa. Kegiatan ini cocok untuk siswa-siswa pada
kelas rendah.
2. Sustained Silent Reading
Sustained silent reading merupakan kegiatan membaca dalam hati yang
dilakukan ole siswa. Siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku
atau bacaan yang akan dibacanya. Namun, guru sedapat mungkin
menyediakan bacaan yang sesuai untuk siswa. Pesan yang in gin disampaikan
dengan kegiatan ini adalah (a) membaca merupakan kegiatan penting yang
menyenangkan, (b) membaca dapat dilakukan oleh siapa pun, (c) membaca
berarti berkomunikasi dengan penulis, (d) siswa dapat mermbaca dan
berkonsenrasi dalam waktu yang relative lama, (e) guru percaya bahwa siswa
memahami apa yang mereka baca, (f) siswa dapat berbagi pengetahuan yang
menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan berakhir.

37

3. Shared Reading
Shared reading merupakan kegiatan membaca bersama antara guru dan
siswa dengan tujuan dapat saling belajar dalam cara membaca terutama sikap
membaca, jarak bacaan, intonasi, volume suara membaca, pelafalan dan
kecepatan membaca.
4. Journal Writing
Salah satu cara yang fektif untuk meningkatkan keterampilan menulis
adalah menulis jurnal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk
mencurahkan gagasan, dan menceritakan kejadian di sekitar tanpa
memikirkan hal-hal yang bersifat mekanik. Tompson (dalam Hairudin, 2007:
2-13) menyatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang mekanik membuat
tulisan mati karena tidak mengizinkan gagasan siswa tercurah secara alami.
Banyak manfaat yang dapat dperoleh dari kegiaan menulisjurnal, antara
lain:
1. Meningkatkan kemampuan menulis, terutama dalam hal mengungkapkan
pikirannya.
2. Meningkatkan kemampuan membaca, karena siswa akan membaca hasil
tulisannya sendiri setelah menulis.
3. Menumbuhkan keberanian menghadapi risiko, yaitu keberanian
mencurahkan gagasan dan pikirannya.
4. Memberi kesempatan untuk membuat refleksi, karena menulis jurnal pada
hakikatnya merfleksikan apa yang telah dilakukannya dalam kehidupannya.
5. Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi, karena menuliskan
pengalaman entah menyenangkan atau tidak merupakan bentuk pengakuan
tentang apa yang telah dialaminya.
6. Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis, karena hasil
tulisan siswa bias saja tidak boleh dibaca oleh orang lain termasuk guru.
Menulis jurnal ini sering disebut diary.
7. Meningkatkan kemampuan berpikir, karena menulis jurnal juga merupakan
bentuk berpikir, mengingat kembali, menyusun informasi, memilih ejadian
yang akan diceritakan.
8. Meningkatkan kesadara akan peraturan menulis,
9. Menjadi alat evaluasi, artinya siswa dapat menilai diri sendiri tentang
kemampuan menulisnya.
10. Menjadi dokumen tertulis, terutama dalam perkembangan kemampuan,
cara berpikir, sikap, dan melihat hal-hal yang dulu diangap penting dalam
hidupnya.

38

5. Guided Reading
Guided reading sering disebut dengan membaca terbimbing. Dalam
kegiatan ini, guru berperan sebagai pengamat dan fasilitator. Materi yang
dibaca siswa sama dan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
didiskusikan oleh kelas dan siswa menanggapi secara kritis.
6. Guided Writing
Seperti halnya dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing
ini guru berperan sebagai pengamat dan fasilitator. Guru membantu siswa
tentang apa yang akan ditulisnya dan bagaimana menulisnaya dengan jelas,
logis, sistematis dan menarik. Selanjutnya guru dapat mendorong siswa untuk
giat menulis, member petunjuk dan mengarahkan siswa.
7. Independent Reading
Independent reading juga disebut degan membaca bebas, dalam
pengertian bebas dalam memilih materi bacaan namun siswa dituntut untuk
mempertanggungjawabkan kegiatan membacanya. Dalam hal ini, guru dapat
menyediakan buku-buku yang memadai untuk dibaca siswa baik fiksi maupun
nonfiksi. Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan portofolio membaca untuk
siswa.
8. Independent Writing
Independent writing dapat diartikan sebagai menulis bebas bertujuan
yaitu meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis,
dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Ciri-ciri kelas whole language meliputi (1) kelas penuh dengan barang
cetakan baik buku teks, majalah, bulletin, Koran, kamus dan bulletin board;
(2) guru bereran sebagai model aktivitas berbahasa yang ideal; (3) siswa
bekerja dan belajar sesuai dengan kemampuanna; (4) siswa bebas melakukan
tugas yang sudah direncanakan, misalnya ada pembagian tugas di bulletin
board; (5) siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran; (6) siswa berani
mengambil resiko dan bebas bereksperimen; (7) siswa mendapat feedback
positif dari teman maupun guru.
Penilaian yang dapat dilakukan guru adalah observasi, catatan anekdot, dan
portofolio.
G. Metode Pembelajaran
Seperti telah diungkapkan di bagian awal bahwa metode diartikan sebagai
sebuah prosedur yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Di sisi lain metode
diartikan sebagai rencana pembelajaran yang mencakup pemilihan bahan,

39

penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan serta kemungkinan


pengulangan, dan pengembangannya. Dalam uraian berikut pengertian metode
lebih menekankan pada prosedur, cara kerja yang sistematis untuk mencapai
tujuan.
Macam-macam metode pembelajaran bahasa yaitu:
1. Metode Terjemahan
Metode Terjemahan sering digunakan dalam pembelajaran bahasa asing
atau bahasa kedua. Penggunaan metode ini dilakukan dengan menerjemahkan
wacana dalam bahasa asing ke dalam bahasa ibu peserta didik. Urutan
penyajiannya dari pengenalan kata dan aturan tata bahasa dalam kalimat.
Karena itu penyajian materi lebih menekankan pada pemakaian bahasa tulis.
Kebaikan metode Terjemahan adalah (1) praktis, dengan memilih bacaan
kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa ibu dengan bermodalkan kamus;
(2) pengetahuan kata-kata dapat diperoleh dengan cepat; (3) latihan terjemahan
juga merupakan pembandingan dua bahasa.
Kelemahan metode Terjemahan meliputi (1) hanya berlaku dalam
pembelajaran bahasa asing, (2) kurang memberikan kesempatan dalam
penggunaan bahasa lisan; (3) menimbulkan kesulitan karena belum tentu katakata dapat diterjemahkan dalam bahasa ibu; (4) kurang tepat digunakan untuk
pembelajaran bahasa yang bersifat aktif; (5) penerjemahan sering dilakukan
dengan menerjemahkan kata per kata yang kurang tepat dengan penggunaan
bahasa sesuai konteks; (6) pencampuran bahasa ibu dengan bahasa asing
kurang menguntungkan, dapat menimbulkan kerancuan penggunaan bahasa.
2. Metode Tatabahasa
Penggunaan metode Tata Bahasa didasarkan pada pendekatan informatif,
yang berupa penjelasan penggunaan kata-kata dan tata bahasa. Isi pelajaran
berupa daftar kata-kata dan butir-butir tata bahasa. Penggunaann metode ini
lebih menekankan pada pembelajaran bahasa tulis yang bersifat pasif.
Kelebihan metode Tata bahasa yaitu (1) mudah dilaksanakan, (2)
sederhana, (3) biayanya murah. Sedangkan kelemahannya yaitu (1) tidak tepat
digunakan dalam pembelajaran bahasa yang bersifat dinamis; (2) arti kata-kata
lebih tergantung pada konteks pemakaiannya, dan bukan pada daftar kata-kata
lepas; (3) gagal membedakan aspek pengetahuan dan penguasaan bahasa.
3. Metode Langsung
Penggunaan metode langsung didasarkan pada asumsi bahwa penguasaan
bahasa dan pengembangan rasa bahasa secara instingtif berakar dalam
hubungan langsung antara pengalaman dan ekspresi. Karena itu tidak

40

diperkenankan penggunaan bahasa perantara, penguasaan bahasa lisaan


diutamakan, pembelajaran dilaksanakan seperti anak belajar bahasa ibunya,
waktu terbanyak digunakan untuk latihan bahasa lisan, pola-pola dan struktur
kalimat diajarkan secara induktif, gairah belajar harus tumbuh dalam pelajaran
itu,
Kebaikan metode Langsung adalah (1) peserta didik aktif berbahasa, (2)
peserta didik langsung diajak menggunakan bahasa target yang merupakan
penerapan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, (3) pemahaman peserta didik
terhadap bahasa tidak verbalistis.
Kelemahan penggunaan metode Langsung adalah (1) tidak semua kata
dapat dijelaskan dengan menghiubungkan kata-kata dengan benda, gerakan,
gambar, atau tiruan, (2) peserta didik cenderung menerjemahkan secara diamdiam , (3) kesulitan dalam mmenjelaskan nbentuk kata-kata, (4) pelajarann
membaca permulaann lambat karena peserta didik harus mendengarkan bahasa
target yangn menekanlan pada bahasa lisan, (5) membebani guru (guru
kelelahan).
4. Metode Berlizt
Penggunaan metode Berlizt merupakan pengembangan metode Langsung.
Prinsip dasar penggunaannya sama dengan metode langsung. Adapun cirri-ciri
penggunaan nmetode Berlizt yaitu (1) selalu menjaga hubungan langsung
antara bahasa dan pikiran, (2) Bahasa ibi tidak boleh digunakan, (3) kata-kata
benda konkret diajarkan dengan menunjukkan benda asli, gambar atau
tiruannya, (4) kata-kata benda abstrak diajarkan dengan mendemonsrasikan
pengertiannya, (5) tata bahasa diajarkan dengan contoh-contoh, (6) sejak awal
semua aspek diajarkan secara lisan, dan (7) kata-kata diajarkan dalam
hubungannya dengan kalimat.
Kelebihan metode Berlizt yaitu (1) pembelajaran bahasa menekankan
pada aspek mendengarkan dan berbicara sehingga metode ini tepat untuk
mengajarkan bahasa lisan; (2) karena pembelajaran bahasa lisan sudah baik,
kemampuan menulis mudah dicapai; (3) guru yang mengajarkan dengan bahasa
ibu murid yang berbeda-beda tidak menimbulkan masalah bagi guru.
Kekurangan metode ini adalah (1) yang dapat melaksanakan metode ini
hanyalah guru-guru yang fasih berbahasa target dan memiliki kemampuan
menciptakan suasana belajar yang sesuai dengan situasi belajar bahasa pertama;
(2) dalam kelas besar sulit dilaksanakan.(3) beban mengajar guru berat karena
harus mendemonstrasikan kata-kata sampai dipahami; (4) pelajaran mengarah

41

pada materi yang mudah dipelajari; (5) diperlukan alat peraga yang memadai
dan biayanya juga besar.
5. Metode Pembatasan Bahasa
Penggunaan metode pembatasan bahasa berdasar asumsi mencari jalan
paling efisien agar dalam waktu singkat dan mudah siswa0-siswa dapat
menguasai sejumlah kata-kata dan pola-pola kalimat yang terbatas, tetapi
mempunyai kegunaan tinggi dalam kehidupan.
Untuk mencapai hal itu ditempuh langkah-langkah pembelajarannya (1)
kata-kata dan pola kalimat yang dipilih yang frekuensi pemakaiannya tinggi, (2)
kata-kata dan p[ola kalimat yang diajarkan diambil dari bacaan, (3) pemilihan
kata-kata dan struktur kalimat didasarkan pada nilai struktuernya, keumuman
pemakaiannya secara geografis, nilai dalam pembentiukan kata baru dan fungsi
stilistikanya
6. Metode Oral
Metode oral disebut juga dengan the Reform Method atau Fonetic
Method. Metode ini merupakan perbaikan metode langsung. Prionsip dasar
yang digunakan dalam metode ini bahwa pengajaran bahasa dilaksanakan
melalui bicara, apa pun tujuan yang ingin dicapai..
Titik berat pembelajaran pada penggunaan bahasa yang benar-benar
digunakan oleh masyarakat penutur bahasa itu. Menghafal kata-kata dihindari,
tetapi penggunaan pola-pola penggunaan bahasa yang digunakan penutur
bahasa itu diintensifkan. Latihan-latihan mendengarkan, latihan ucapan
dilakukan secara teratur. Latihan itu dilakukan dengan urutan latihan ucapan
kata, ungkapan-ungkapan, pemakaian kata-kata dalam kalimat dengan
intonasinya.
Pembelajaran bahasa tulis digunakan buku-buku yang disertai tanda-tanda
ucapan. Namun penekanannya pada bahasa lisan yaitu mendengarkan dan
berbicara.
7. Metode Realis
Penggunaan metode ini didasarkan pada prinsip bahwa mempelajari
bahasa harus sebaaimana tingkah laku berbahasa yang sesungguhnya. Adapun
cirri-ciri metode ini (1) sejak awal siswa belajar berbahasa sesuai tingkah laku
berbahasa sesungguhnya, (2) bahas dipandang sebagai reaksi terhadap alam
sekitar. Reaksi itu seperti kata-kata, gerakgerik, intonasi, tekanan suara, dan
pernyataan yang lain; (3) tingkah laku merupakan bagian dari keseluruhan
berbahasa itu sendiri; (4) penggunaan bahasa sesuai tingkah laku berbahasa

42

sesungguhnya; (5) bahan disajukan dalam bentuk percakapan, (6) penyusunan


bahan dilakukan dengan kerja sama antara guru dan ah;li bahasa.
Kelebihan metode ini adalah cepat digunakan dalam usahan penguasaan bahasa,
karena latihan-latihan sesuai dengan tingkah laku berbahasa.
8. Metode Baru
Landasan metode ini adalah membaca dengan cirri (1) pioritas
pelajarannya membaca, (2) murid diperlenkapi dengan kata-kata pilihan, (3)
bahasa ibu masih mungkin digunakan secara selektif, (4) mendengar dan
memahami sesuatu dilakukan lebih dahulu sebelum anak belajar berbicara, (5)
buku guru dan buku murid disiapkan dan ditambah dengan bacaan pelengkap.
Kelemahan Metode ini (1) biasanya isi buku yang disiapkan tidak dicapai
sesuai jadwal, (2) bahan pelajaran tidak selalu relevan dengan situasi anak,
karena buku disiapkan secara umum, (3) kadang-kadang bahan kurang menarik
perhatian murid sehingga mengurangi minat siswa, (4) belajar bahasa dengan
membaca lebih sulit daripada dengan berbicara.
9. Metode Alamiah
Metode ini didasarkan pada prinsip bahwa belajar bahasa sesuai dengan
anak belajar bahasa ibu.. Adapun langkahnya (1) pembelajaran kata-kata (kata
benda, kata sifat, dan kata kerja) selalu dihubungkan dengan benda, sifat, dan
kerja yang diwakilinya; (2) yang mula-mula dipelajari adalah kelompok bunyi
yang umum bukan bunyi yang terpisah, (3) pembelajaran dimulai dari
mendengarkan, (4) bila anak melakukan kesalahan segera dibetulkan oleh diri
sendiri maupun orang lain dan biasanya karena contohnya juga salah, (5)
Perasaan ingin tahu ditumbuhkan dan dijadikan sebagai pendorong dalam
belajar berbahasa, (6) anak belajar berbahasa dari banyak guru karena setiap
orang yang berbahasa adalah gurunya, (7) proses belajar berlangsung dalam
keragaman dan dilakukan sambil bermain, (8) bahasa yang dipelajari anak
ada;lah bahasa yuang dipakai sehari-hari..
Pembelajaran dilakukan melului dua tahapan yaitu tahap tanpa buku dan tahap
dengan buku.
Pertama,Tahap tanpa buku dilakukan dengan langkah-langkah (1) guru
menunjukkan benda atau tiruannya, jika guru mengajarkan kata kerja, guru
memperlihatkan kerja dan menggunakannya dalam hubungannya dengan
kalimat; (2) pembelajaran nbertujuan agar siswa memahami arti kata dan
ucapannya, siswa harus mengucapkannya berulang; (3) setiap kata yang
diajarkan harus digunakan dalam hubungan dengan kalimat; (4) kata=-kata
yang diajarkan diambil dari lingkungan siswa.

43

Kedua, Tahapan dengan buku, ditempouh lanhkah-langkah (1) setelah dikenal


sejumlah kata digunakan buku yang berisi bacaan, (2) kemudian dikenalkan
kata baru yang berkaitan dengan kata-kata yang sudah dikenal ; (3) setiap
kesalahan diperbaiki guru dengan bijaksana; (4) setiap pelajaran dilakukan
dengan perbuatan; (5) pengulangan pe;lajaran dilakukan dengan teratur; (6)
guru harus mendorong agar muriud menggunakan kata yang diajarkan melalui
percakapan; (7) guru harus menciptakan variasi belajar mengajar sehingga
menarik.
Menurut Hastuti (1989) metode alamiah ini condong ke metode IKP
(Imitasi, Komprehensi, dan Produksi) yaitu dengan prosedur (1) anak
menirukan (imitasi) apa yang didengar dari guru, (2) kemudian memahami
(komprehensi) apa yang ditiru dari guru, dan akhirnya ia mampu
mengungkapkan dan menghasilkan (produksi) kata atau kalimat atau ujaran
yang ia pahami artinya dalam percakapan.
10. Metode Psikologis
Metode ini berdasar prinsip visualisasi mental dan asosiasi gagasangagasan. Ciri-cirinya, benda-benda, gambar-gambar, diagram-diagram, kartukartu digunakan untuk menciptakan mental image dan menghubungkan mental
image itu dengan kata-kata.
Pelaksanaan: (1) kata-kata disusun dalam kelompok kalimat idiomatic pendekpendek yang dihubungkan dengan benda-benda, (2) kelompok-kelompok itu
membentuk satu unit pelajaran, (3) pelajaran dikumpulkan dalam bab-bab,
beberapa bab membentuk satu cirri.
Langklah-langkahnya: (1) pembelajaran dimulai dari bahasa lisan lalu
menggunakan buku, (2) bahasa ibu sedapat mungkin tidak digunakan, (3)
menulis baru diajarkan setelah melalui beberapa pelajaran, dan (4) tata bahasa
diajarkan sejak perm,ulaan.
11. Metode Membaca
Pembelajaran bertujuan pada pengetashuann dan keterampilan membaca
pada bahasa target. Teks dibagi atas dua bagian pendek masing-masing dengan
daftar kata-kata yang akan diajarkan dalam teksitu, terjemahannya, dan gambargambar. Sdetelah kemampuan membaca memadi teks didsajikan dalam bentuk
ceria atau novel.
12. Metode Linguistik
Metode linguistic juga disebut metode Oral-aural Method. Metode ini
dipandang sebagai metode modern karena berdasar pada pendekatan ilmiah.
Prinsip-prinsip pembelajarannya: (1) bahasa yang akan diajarkan didasarkan

44

pada analisis deskriptif dan analisis kontrastifnya dengan bahasa ibu siswa, (2)
sistem bunyi bahasa diajarkan terlebih dahulu, (3) pola struktur kalimat
diajarkan setelah siswa memahami system bunyi, (4) pelajaran tentang kata
dipadukan dengan pembelajaran bunyi dan pola strukltur kalimat, (5) pelajaran
tata bahasa dapat dikjelaskan dengan bantuan bahasa ibu siswa dan dijalinkan
dalam latihan pemakaian bahasa, (6) pembelajaran bahasa ditekankan pada
penguasaan bahasa lisan, (8) latihan-latihan dilakukan secara intensif agar siswa
terbiasa menggunakan bahasa baru yang diajarkan.
Dalam metode linguistic semua bahasa diperlakukan sama, artinya tidak
ada bahasa yang lebih baik/lebih maju daripada bahasa lain. Kelemahan metode
linguistic yaitu (1) mempelajari bahasa lisan telbih dahulu tidak memberikan
jaminan pada kelancaran kemampuan membaca dan mengarang, (2) latihanlatihan intensif sering menjemukan.
13. Metode Pilihan
Prinsip dasar metode pilihan berdasarkan gabungan antara metode
langsung dan metode tak langsung. Bahasa ibu murid dapat digunakan untuk
menjelaskan dan menerjemahkan agar tidak terjadi pemborosan waktu dan
mencegah salah paham.
Urutan bahan pembelajaran yan sering ditempuh adalah berbicaramenulis-membaca pemmahaman. Kegiatan pembelajaran mencakup latihan
bercakap-cakap, membaca bersuara,dan Tanya jawab. Tata bahasa diajarkan
secara dedsuktif. Media pembelajaran yang digunakan midsalnya audio visual.
Kebaikan metode pilihan (1) metode ini luw3ers, mudah disesuaikan
dengan kebutuhan, (2 ) guru lebih mudah melaksanakan karena tidak terlalu
terikat jioka dibandingkan dengan metode murni, (3) kelemahan metode
langsung/metode tatabahasa dapat dihilangkan.
14. Metode Tatabahasa Terjemahan
Metode ini merupakan gabungan antara metode tata bahasa dan metode
terjemahan. Penggunaan metode ini dapat dideskripsikan cirri-cirinya yaitu
910 tata bahasa yang diajarkan adalah tata bahasa formal, (2) kata-kata yang
diajarkan diambil dari teks, (3) pembelajaran dimulai dari aturan-aturan tata
bahasa dan kata-kata yang berdiri sendiri (lepas konteks), (4) ucapan kata
diajarkan bila perlu, (5) aturan-aturan tata bahasa dihafalkan siswa sebagai satu
unit dalam contoh-contoh kalimat.
15. Metode Unit
Pembelajaran bahasa dengan metode ini menggunakan 5 langkah yaitu (1)
peersiapan, (2) penyajian bahan, (3) bimbingan, (4) generalisasi, dan (5)

45

penggunaan. Metode ini bila dilakukan di SD menggunakan langkah-langkah


(1) topic/unit ditentukan sesuai minat sebagian besar siswa, (2) siswa
mempersiapkan percakapan dalam bahasa ibu, (3) guru menerjemahkan
percakapan ke dalam bahasa yang diajarkan sekaligus kaidahnya, (4) siswa
mempelajari kata yang digunakan dalam percakapan, (5) daftar bentuk-bentuk
tatabahasa disusun, (6) kata-kata dipelajari dalam hubungannya dengan
pemakaian, (7) ungkapan-ungkapan dan kalimat-kalimat terutama yang
mengandung unsure-unsur tata bahasa yang baru diulangi dan dihafalkan, (8)
guru memastikan siswa sudah menguasai kaidah bahasa, (9) siswa bercakapcakap sesuai konteks, (10) siswa ditugasi mengarang, menerjemahkan, atau
membaca.
16. Metode Mimikri-Memorisasi
Metode ini sering disebut Informant-drill Method. Pembelajaran
dilakukan dengan demonstrasi dan latihan-latihan. Demonstrasi digunakan untk
kata-kata, ucapan-ucapan, dan kata-kata yang diberikan guru atau informan
(penutur asli). Latihan digunakan untuk menirukan, mengulangi yang
disampaikan informan. Tatabahasa diajarkan secara induktif, Pembelajaran
dilanjutkan dengan ceramah, demonstrasi dan diskusi.
Variasi metode ini dengan cara menggantikan guru/informan dengan alat
yang disebut metode Audio Lingual. Penggunaan metode ini memanfaatkan
laboratorium bahasa dengan program yang sudah direncanakan.
17. Metode Teori Praktik
Metode ini merupakan pengembangan metode mimikri memorisasi.
Metode ini dilaksanakan dengan bentuk tujuh uinit praktik tiga teori. Contohcontoh kalimat dihafalkan, dipraktikkan kemudian dianalisis secara fonetis dan
structural untuk menciptakan kalimat-kalimat baru yang sama tipenya.
18. Metode Cognate
Metode ini digunakan dengan diawali dari kata-kata yang sama atau mirip
antara bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu siswa. Kata-kata ini kemudian
digunakan dalam kalimat atau percakapan dan dilanjutkan dengan menulis.
19. Metode Bi-bahasa
Metode ini hampir sama dengan metode Cognate. Pembelajaran dimulai
dari pembahasan tentang persamaan dan perbedaan antara bahasa yang
dipelajari dengan bahasa ibu siswa yang meliptuti bunyi-bunyi, bentuk kata,
dan kalimat-kalimat.. Pembelajaran dilanjutkan dengan latihan-latihan secara
sistematis.
Sedangkan metode-metode mengajar dapat dideskripsikan sebagai berikut:

46

1. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang digunakan paling awal karena
sejak dimulainya pendidikan sudah digunakan metode iniCerama adalah
penerangan atau penjelasan secara lisan oleh guru kepada kelas. Dalam
ceramah mungkin guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi
kegiatan siswa yang tama mendengarkan dan mencatat pokok-pokok penting
yang dikemukakan guru
Penggunaan metode ceramah di antaranya: (1) jika guru ingin
menyampaikan fakta tetapi tidak ada buku yang mendukung bahan tersebut, (2)
jika guru mengajar dengan jumlah siswa besar (misalnya 50 orang atau lebih),
(3) bila guru bersemangat dan mampu memberi motivasi kepada siswa untuk
melakukan tugas, menggerakkan hati siswa untuk belajar, (4) kalau guru akan
menyimpulkan pokok-pokok enting yang telah diajarkan, (5) bila guru
menjelaskan hal-hal baru dalam pembelajaran.
Kelebihan metode ceramah antara lain guru dapat menguasai arah
pelajaran kelas, organisasi kelas sederhana serhingga pengelolaannya juga
relative sederhana. Sedangkan kelemahannya adalah guru tidak dapat
mengontrol pemahaman siswa terhadap pembelajaran, kata-kata yang
diucapkan guru mungkin ditafsirkan berbeda oleh siswa sehinga erjadi
kesalahmengertian.
Mengingat penggunaan metode ceramah banyak menimbulkan
kelemahan, perlu dipersiapkan penggunaan metode ibi sehingga pembelajaran
lebih efektif. Caranya (1) tujuan ceramah dirumuskan dengan jelas, (2)
penggunaan ceramah apakah sudah tepat dengan tujuan tersebut, (3) menyusun
ceramah denan memeperhatikan kejelasan penerangannya bagi siswa, dapat
menangkap perhatian siswa-siswa, memberikan pengertian bahwa materi sangat
bermanfaat bagi siswa, (3) menanamkan pengertian yang jelas, (5)
menunjukkan kegunaan materi tersebut dalam kehidupan siswa.
2. Metode Tanya jawab
Pada hakikatnya metode Tanya jawab berusaha menanyakan kepada
siswa tentang pemahamannya terghadap hal-hal yang sudah diajarkan serta
siswa mampu menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang
belum dikuasainya kepada guru.
Metode Tanya jawab digunakan pada kondisi (1) untuk melanjutkan
pelajaran yang lalu sehingga perhatian siswa terpusat pada materi yang
ditanyakan guru, siswa juga mengingat , (2) menyelingi pembicaraan untuk

47

mendapatkan kerjasama siswa, (3) memimpin pengamatan atau pemikiran


siswa.
Kelebihan metode Tanya jawab adalah kelas aktif, guru dapat mengikuti
permahaman siswa terhadap embelajara. Namun metode ini juga memiliki
kelemahan antara lain kadang pembelajaran berbelok pada hal di luar tema,
waktu yang dibutuhkan banyak, tidak semua pembelajaran dapat disajikan
dalam bentuk Tanya jawab terutama pembelajaran keterampilan.
3. Metode diskusi
Metode diskusi digunakan apabila siswa diminta untuk memiliki
kemampuan memecahkan masalah dengan bertukar pikiran. Pada penggunaan
metode diskusi ada peran yang harus dilaksanakan oleh kelompok diskusi.
Peran tersebut adalah pemimpin diskusi, pembicara, peserta diskusi, dan
penulis jalannya diskusi. Penggunaan metode diskusi sebagai metode
pembelajaran, peran pemimpin diskusi dapat dipegang guru atau juga dapat
diserahkan kepada siswa.
Peran pemimpin diskusi adalah sebagai pengatur lalu lintas diskusi,
sebagai dinding penangkis yang dapat memantulkan kembali pertanyaanpertanyaan kepada peserta, dan sebagai penunjuk jalan bagi yang belum
memahami jalannya diskusi. Sebagai pengatur lalulintas diskusi pemimpin
diskusi bertugas untuk menunjukkan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta,
menjaga agar tidak terjadi pembicaraan serempak, mencegah dikuasainya
pembicaraan oleh orabng-orang tertentu, membuka kesempatan bagi anggota
yang pemalu, dan mengatur agar pembicaraan dapat ditangap dengan jelas oleh
pendengar.Pemimpin diskusi sebagai dinding penangkis mempunyai tugas
memberikan jalan keluar atas kebuntuan yang mungkin terjadi dalam diskusi
sehingga diskusi dapat dilanjutkan, meluruskan peserta yang pembicaraannya di
luar topic, mengarahkan pembicaraan kea rah penyelesaian masalah. Peran
pemimpin diskusi sebagai penunjuk jlan antara lain mengarahkan pertanyaanpertanyaan yang menyimpang dari topic, dan membuat kesimpulan atas diskusi
yang telah dilaksanakan.
Kebaikan penggunaan metode diskusi yaitu siswa belajar bermusyawarah,
siswa mendapat kesempatan untuk menguji tingkat pengetahuan masingmasing, belajar menghargai pendapat orang lain, dan mengembangkan cara
berpikir dan sikap ilmiah. Sedangkan kelemahannya adalah pendapat atau
pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan, kesulitan dalam
m,enyimpulkan sering menyebabkan tidak ada penyelesaian, membutuhkan
waktu yang cukup banyak.

48

Jenis-jenis diskusi meliputi buzz group, fish bowl, whole group, syndicate
group, brainstorming, informal debate, colloquium, panel, symposium, dan
seminar. Pada buzz group siswa dalam kelas besar dibagi dalam kelompok kecil
terdiri atas 4 atau 5 orang. Tempat duduk dizatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan pertukaran pendapat. Pada fish bowl siswa diatur duduknya
membentuk lingkaran dengan memberi 3 kursi kosong di tengah untuk
memberi kesempatan yang akan menyampaikan gagasannya duduk di kursi
tersebut setelah selesai kembali ke tempat duduk semula. Pada whole group
kelas berdiskusi dengan jumlah siswa tidak lebih dari 15 orang. Pada syndicate
group; suatu kelas dibagi dalam kelompok kecil terdiri atas 3-6 anggota
mendiskusikan masalah dan aspek-aspeknya. Kemudian kelompok
menyimpulkan hasilnya dan melaporkannya kepada kelasn dalam siding pleno.
Pada brainstrorming, merupakan bentuk diskusi di mana setiap anggota bebas
menyumbangkan ide-ide baru terhadap suatu masalah. Semua ide dicatat untuk
diklasifikasikan menurut suatu urutan tertentu. Dari beberapa ide tersebut
mungkin ada ide yang menarik untuk dikembangkan. Pada informal debate,
kelas dibagi dalam 2 tim sama besar untuk memperdebatkan masalah yang
kontradiktif. Dua tim dimaksud adalah tim pro dan tim kontra terhadap sebuah
masalah. Colloqium merupakan suatu kegiatan di mana siswa dihadapkan pada
nara sumber untuk mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah. Dan pada
panel, dilaksanakan dengan cara kelompok kecil 3-6 orang mendiskuasikan
suatu topic di hadapan kelompok peserta yang dapat berpartisipasi dalam
diskusi. Kelompok kecil tadi disebut panelis yaitu orang yang ahli dalam
bidangnya. Agar diskusi panel berjalan lancer dan efektif, ada hal-hal yang
harus diperhatikan (1) menentukan pokok persoalan yang dibahas, menentukan
panelisnya,masalahnya actual sehingga menarik, panelis orang yang ahli dalam
bidangnya. Pada pelaksanaan panel, pembicaraan seorang panelis didengarkan
baik kelompok panelis maupun pendengar, moderator memperkenalkan panelis
kepada pendengar dan mengemukakan setiap persoalan yang akan dibahas serta
dapat menyimpulkan pembicaraan dan tidak harus terdapat kesatuan pendapat.
Simposium merupakan suatu pembahasan masalah yang bersifat lebih formal.
Pembahasan dilakukan minimal 2 orang, yang pertama mengajukan prasaran
dan yang kedua mengemukakan prasaran banding/penyanggah. Satu
masalahdisoroti dari beberapa aspek yang masing-masing dibacakan oleh
pemrasarankemudian diikuti sanggahan dan pandangan umum pendengar.
Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah. Suatu pokok
masalah dibahas secara teoritis, bila perlu dibuka pandangan umum.

49

4. Metode bekerja kelompok


Penggunaan metode bekerja kelompok didasarkan pada beberapa latar
belakang seperti kurangnya alat pelajaran yang tersedia, kemampuan siswa
yang bervariasi, partisipasi siswa dalam bekerja kelompok, dan rumitnya materi
yang dipelajari. Adapun kelebihan metode ini dapat memupuk kerjasama
antaranggota, dapat untuk megembangkan miat elajar, membangun sikap
kekeluargaan, menghindari luapan emosi yang ersifat individual, dan melatih
sikap kegotongroyongan. Kelemahannya yaitu adanya sifat pribadi yang ingin
menonjolkan diri sedangkan yang lemah tergantung pada orang lain, biasanya
tugas didominasi seseorang.
5. Metode sosiodrama
Metode sosiodrama digunakan apabila guru meminta siswa
mendramatisasikan sekaligus memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan
masyarakat. Dengan metode ini diharapkan siswa memahami dan mendalami
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya. Tujuan sosiodrama meliputi (1)
membantu siswa dalam menghadapi masalah-masalah hubungan antarmanusia,
(2) menanamkan sikap demokratis, (3) mengerti peranan dan menghargai
pendapat orang lain, (4) mengambil keputusan dalam kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran dengan metode sosiodrama:
a. Guru menjelaskan teknik-teknik sosiodrama;
b. Guru menceritakan masalah yang disosiodramakan;
c. Siswa dan guru menentukan pelaku untuk melaksanakan tugas;
d. Guru menetapkan masalah dan peranan yang harus dimainkan;
e. Guru menugasi siswa membuat scenario berdasar masalah
f. Siswa memainkan sosiodrama berdasar scenario
g. Tindak lanjut sosiodrama berupadiskusi umum
h. Siswa dan guru menyimpulkan sosiodrama.
Kelebihan dan kelemahan metode sosiodrama:
a. Kelebihan: siswa belajar menghayati peran-peran sehingga tumbuh perasaan
social tertentu, pembelajaran bersifat aktif, menarik perhatian siswa,
mengurangi sifat pemalu pada diri siswa.
b. Kelemahannya: membutuhkan persiapan yang matang, penghayatan yang
tidak maksimal akan membuat sosiodrama tidak dapat berhasil, tidak semua
siswa mendapat kesempatan mengaktualisasikan penghayatannya.
6. Metode resitasi

50

Metode resitasi atau metode penugasan digunakan bila pembelajaran


bertujuan menambah pengertian dan memantapkan hasil belajar yang telah
dikuasai siswa, melatih siswa belajar, melatih siswa membagi waktu sesuai
dengan kondisi masing-masing, melatih siswa berdisiplin dan tidak
mengabaikan waktu, melatih siswa mencari dan menemukan cara-cara yang
tepat untuk menyelesaikan tugas, memperkaya pengalaman siswa.
Penggunaan metode resitasi dapat berujud memraktikkan suatu teori,
kaidah, keterampilan atau prinsip sesuai mata pelajaran. Dapat juga berbentuk
membahas permasalahan dalam mata pelajaran tertentu yang dapat dibuat
dalam bentuk karya ilmiah.
Tugas yang diberikan kepada siswa dapat berupa tugas individu atau
mandiri, kelompo, atau tugas khusus wanita/pria. Sedangkan kelebihan
penggunaan metode resitasi adalah member kesempatan kepada siswa belajar
lebih banyak atau luas, mengembangkan rasa tanggung jawab, memperkuat
motivasi belajar, memupuk keberanian berinisiatif, dan memungkinkan
hubungan sekolah dan orang tua/masyarakat lebih erat.
Kelemahan penggunaan metode resitasi adalah ada kemungkinan tugas
dikerjakan orang lain, ada kecenderungan mencontek pekerjaan orang lain,
memerlukan pengawasan orang tua maupun guru, jika fasilitas terbatas siswa
tidak dapat menyelesaikan dengan baik.
7. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode penyajian yang memperlihatkan
proses terjadinya, menghasilkan, dan melaksanakan sesuatu. Misalnya cara
membuat kue brownis didemonstrasikan sehingga mengjhasilkan kue brownis.
Metode ini digunakan apabila kompetensi yang akan dikuasai siswa berupa
kemampuan melaksanakan, menghasilkan sesuatu. Terbatasnya sarana tidak
semua siswa dapat memraktikkannya, tetapi mengamati dan kadang dapat ikut
ambil bagian dalam praktik.
8. Metode eksperimen
Metode eksperimen digunakan apabila kompetensi yang ingin dikuasai
siswa berkaitan dengan kemampuan membuktikan hukum, kaidah, dan
membuat laporan eksperimen. Penggunaan metode eksperimen mempunyai
kelebihan (1) meningkatkan daya tahan karena siswa harus menyelesaikan
eksperimen sesuai tujuan, (2) menambah pengalman untuk menempa diri
menjadi manusia yang andal karena dapat membuktikan, menemukan sesuatu,
(3) berani menghadapi masalah yang ringan maupun berat karena dengan
eksperimen berarti menyelesaikan masalah sesuai hipotesis yang sudah

51

dirumuskan, (4) menimbulkan rasa puas, (5) biasanya diikuti demonstrasi, (6)
melatih siswa menggunakan metode ilmiah..
9. Metode karya wisata
Dengan karyawisata diharapkan siswa memperoleh pengalaman langsung
dari objek yang dilihat, dan diamati. Selain itu juga dapat menghayati tugas
pekerjaan milik orang lainserta dapat bertanya jawab dengan pelaksana
sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam pengetahuannya,
dan praktik yang dilakukannya. Pelaksanaan metode ini harus didahului
perencanaan yang matang karena menyangkut biaya, sarana, tenaga, waktu dan
pengelolaan yang matang. Setelah karya wisata selesai diadakan diskusi,
menyusun laporan dan diadakan tindak lanjut.
Kelebihan penggunaan metode karyawisata adalah (1) siswa dapat
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh petugas pada objek
serta mengalami dan menghayati pekerjaan, (2) siswa dapat mengamati
berbagai kegiatan sehingga memperluas pengetahuan dan pengalaman mereka,
(3) dapat memecahkan masalah yangdihadapi dengan inspirtasi dari sumber
informasi orang pertama, (4) siswa mendapat pengetahuan dan pengalaman
terintegrasi.
Penggunaan istilah metode mengajar tersebut oleh sementara ahli
pengajaran disebut dengan teknik penyajian. Sehinga dikenal teknik penyajian
ceramah, teknik diskusi, kerja kelompok, simulasi, pengajaran unit, sumbang
saran/brainstorming, inkuiri, eksperimen, demonstrasi, karya wisata, kerja
lapangan, sosiodrama dan bermain peran, Tanya jawab, penugasan, teknik
nondirektif (Roestiyah, 1991: 5-147).
H. Teknik Pembelajaran
Pengertian teknik pembelajaran menekankan pada pemberian latihan-latihan
untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan berbahasa yang telah dimilik.
Penerapan teknik pembelajaran ini menekankan kegiatan dan kreativitas siswa.
Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah
disusun dan bergantung pada kemampuan guru dalam mencari siasat agar
pembelajaran berjalan lancar dan berhasil maksimal. Dalam menentukan teknik
pembelajaran ini, guru perlu mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi
siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisi lainnya.
Berikut dijelaskan teknik-teknik pembelajaran keterampilan berbahasa mulai
dari menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
1. Teknik Pembelajaran Menyimak

52

Beberapa teknik pembelajaran menyimak yang dapat diterapkan guru adalah


a) Dengar-ulang ucap
Pembelajaran menyimak dengan teknik ini dilakukan dengan
memperdengarkan model ucapan kepada siswa dan siswa menirukan
pengucapannya. Guru perlu mempersiapkan secara cermat model ucapan
yang akan diajarkan apakah berbentuk kata, kalimat yang sesuai dengan
tingkat kemampuan siswa. Walaupun teknik pembelajaran teknik ini bersifat
mekanis, jika diperlukan akan bermanfaat bagi siswa. Misalnya pelafalan
fonem yang benar sesuai lafal fonem bahasa Indonesia, terutama sebagai
bekal dalam membaca teknik.
b) Dengar-tulis
Teknik dengar-tulis juga disebut dengan dikte. Dikte ini menurut
Burhan Nurgiantoro (2010: 417) dapat juga berperan sebagai alat penilaian
menulis di samping sebagai teknik pembelajaran menyimak. Dalam
pembelajaran, siswa diminta untuk mendengarkan penggunaan bahasa
kemudian diminta menuliskan apa yang telah didengarkan. Terdapat empat
tipe dikte yaitu (1) dikte penuh, (2) dikte sebagian, (3) dikte dengan
gangguan, dan (4) dikte komposisi. Pada dikte penuh siswa diminta untuk
menuliskan semua ujaran yang diperdengarkan kepadanya. Pada dikte
sebagian siswa diminta untuk menuliskan katab yang dapat melengkapi
kalimat atau paragraph, atau wacana yang tidak diperdengarkan secara
penuh. Jika dalam wacana tulis disebut dengan wacana rumpang. Pada
wacana tulis teknik ini disebut dengan colze test. Siswa diminta mengisi kata
ke-n dari sebuah wacana yang disediakan, bias kata kelima, keenam atau
yang lain. Sedangkan dikte dengan gangguan dilakukan dengan
memperdengarkan wacana lisan diikuti dengan gangguan seperti
penyimakan sebenarnya yang sering ada gangguan dari lingkungan. Siswa
diminta untuk menuliskan semua ujaran yang diperdengarkan. Di sisilain
dikte komposisi meminta siswa untuk mendengarkan seluruh wacana lisan
yang panjang baik berupa cerita, uraian, penjelasan kemudian siswa
menuliskan kembali dengan menggunakan kalimat sendiri.
c) Dengar-kerjakan
Pembelajaran menyimak dengan teknik ini, siswa diminta
mendengarkan perintah berupa kalimat, petunjuk kemudian mengerjakan
sesuai perintah atau petunjuk. Misalnya petunjuk mengerjakan soal, petunjuk
mengoperasikan tape recorder.

53

d) Dengar-terka
Pembelajaran menyimak dengan teknik ini, siswa diminta
mendengarkan pendeskripsian sesuatu benda, objek, atau konsep kemudian
siswa menerka objek atau benda atau konsep yang dimaksud.
e) Menemukan benda/konsep
Penggunaan teknik ini dilakukan dengan cara guru mengumpulkan
benda-benda dalam suatu tempat tertentu. Guru mendeskripsikan benda yang
dimaksud kemudian siswa mengambil bendanya. Atau benda dapat diganti
dengan nama konsep tertentu dalam bidang tertentu juga. Guru
mendefinisikan atau menyebut cirri-ciri suatu konsep kemudian siswa
mengambil tulisan tentang konsep dimaksud. Misalnya guru menyebut cirriciri (1) kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan, (2) predikatnya diikuti
objek. Siswa mengambil sebuah tulisan dari beberapa konsep yang tersedia
yaitu kalimat aktif transitif.
f) Siman bilang
Teknik pembelajaran ini sering disebut dengan permainan bahasa yang
bertujuan untuk melatih kemampuan menyimak siswa. Pelaksanaan
pembelajaran dengan teknik ini mula-mula siswa dibagi dalam dua
kelompok. Masing-masing kelompok mempersiapkan delapan perintah yang
harus diikuti oleh kelompok lawan dengan kriteria tertentu. Misalnya
perintah berupa aktivitas menggerakkan anggota tubuh, terdiri atas 5-8 kata
dalam sebuah kalimat, perintah merupakan gerakan yang sopan. Setelah
perintah disusun permainan dimulai dengan setiap siswa dalam satu
kelompok menjadi yuri untuk satu siswa pada kelompok lawan. Jika gerakan
benar skornya 1 dan jika salah skornya 0. Skor perolehan untuk satu gerakan
tergantung jumlah siswa, jika jumlah siswa dalam satu kelompok 10, sedang
yang melakukan gerakan benar untuk satu perintah 6 maka skornya 6. Skor
tersebut dijumlah sesuai jumlah perintahnya. Kelompok pemenang adalah
kelompok yang jumlah skornya terbanyak.
g) Bisik berantai
Teknik pembelajaran ini dilakukan dengan kelas dibagi dalam dua
kelompok. Setiap kelompok menyiapkan kalimat-kalimat yang akan
dsibisikkan oleh setiap anggota kelompok lawan. Kalimat yang dibuat harus
memenuhi criteria tertentu misalnya dalam sebuah kalimat terdapat diftong,
suku kata berpola kompleks, memiliki fungsi SPOK.Setelah kalimat selesai
disusun diberitahukan kepada guru untuk dilihat sudah memenuhi criteria
tersebut atau belum. Jika sudah memenuhi, permainan dimulai dengan setiap

54

h)

i)

j)

k)

l)

siswa pertama membisikkan kalimat kepada siswa kedua, swiswa kedua


membisikkannya kepada siswa ketiga dan seterusnya sampai siswa terakhir.
Semua kalimat yang dibuat dibisikkan dan siswa kedua sampai terakhir
menuliskan kalimat yang didengarnya pada kertas. Pemberian skor
dilakukan pada setiap siswa dalam satu kelompok dengan
membandingkannya dengan kalimat yang dibisikkan oleh siswa pertama.
Jika satu kelompok 8 siswa, kalimat yang ditulis sesuai dengan yang
dibisikkan siswa pertama 5, berarti skornya 5.
Melanjutkankan cerita
Kelas dapat dibagi dalam kelompok atau juga tidak. Kelas membuat
kesepakatan tentang cerita yang akan disampaikan kepada teman oleh
anggota kelas secara estafet. Kesepakatan itu misalnya tentang tema.
Kemudian guru memanggil seorang siswa untuk memulai bercerita di depan
kelas dan dilanjutkan oleh siswa kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita
berakhir.
Merangkum
Teknik ini dilaksanakan dengan cara siswa mendengarkan wacana
lisan, dapat berupa ceramah, kotbah, dialog, talk show setelah selesai
membuat rangkuman secara tertulis dari yang didengarkan.
Menjawab pertanyaan
Pembelajaran menyimak dengan teknik ini dilaksanakan dengan cara
siswa diminta untuk mendengarkan sebuah rekaman wacana, kemudian
diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan guru.
Guru menunjuk siswa yang diminta untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Perlu diingat bahwa pertanyaan hendaknya bervariasi tentang kata tanya
yang digunakan maupun variasi jenis pertanyaannya pada domain kognitif,
afektif, atau psikomotorik. Jawaban pertanyaan siswa dapat tertulis dan
dapat juga disampaikan secara lisan secara bergantian.
Permainan telepon/bertelepon
Dengan teknik ini, siswa dituntut untuk mendengarkan pembicaraan
dari tempat lain dengan media telepon. Kemudian memberikan respon yang
sesuai dengan pembicaraan lewat telepon tersebut. Kegiatan ini dapat
dilanjutkan dengan menulskan/menyampaikan secara lisan tenang
pembicaraa yang telah dilakukannya.
Testimoni

55

2. Teknik Pembelajaran Berbicara


Teknik pembelajaran berbicara dari yang bersifat mekanik sampai pada
yang bersifat berbicara sesungguhnya antara lain
a) Ulang ucap
Teknik ini dilakukan dengan memberikan model ucapan yang benar
sesuai ucapan baku berupa fonem, kata, kalimat siswa mendengarkan lalu
menirukan pengucapan tersebut. Pelafalan fonem bahasa Indonesia sesuai
dengan lafal fonem baku yang dideskripsikan dalam PUEYD dan dalam Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Pemahaman dan keterampilan tentang
ucapan fonem, kata baku ini akan bermanfaat tidak saja dalam penggunaan
bahasa sehari-hari tetapi juga dalam membaca teknik, berpidato, ceramah,
kotbah.
b) Lihat-ucap
Teknik ini digunakan dengan cara siswa melihat benda, gambar, atau
deskripsi kemudian menyebutnya.
c) Permainan kartu kata
Teknik ini digunakan dengan cara sekelompok siswa memainkan
kartu.
d) Wawancara
Wawancara sebagai teknik pembelajaran berbicara merupakan
kelanjutan dari bercakap-cakap. Dalam wawancara, pewawancara harus
memahami profil orang yang diwawancarai agar pelaksanaannya lancer. Di
samping itu juga harus mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan
kepada yang diwawancarai. Pertanyaan hendaknya bervariasi menggunakan
kata tanya 5W dan 1H.
e) Reka cerita gambar
Teknik ini digunakan dengan menyediakan gambar, dapat berujud
gambar lepas (1 gambar) atau gambar seri atau poster. Siswa diminta untuk
bercerita berdasarkan gambar.
f) Biografi
Dengan teknik ini, siswa diminta untuk memaparkan biografi
seseorang atau diri sendiri berdasarkan data yang ada.
g) Bermain peran
Teknik pembelajaran berbicara ini dilakukan dengan cara siswa
memainkan peran misalnya dokter dengan pasien, guru dan siswanya,
penjual Koran dan pembeli, penumpang dan kernet. Dalam bermain peran

56

siswa dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan ragam bahasa yang


sesuai.
h) Bertelepon
Pada masa sekarang telepon bukan lagi merupakan barang mewah
karena hampir setiap orang memiliki HP. Dalam bertelepon seseorang
dituntut untuk berbicara dengan jelas, singkat, dan lugas.
i) Dramatisasi
Dengan dramatisasi, pembelajaran perlu mempersiapkan scenario
untuk dimainkan oleh sekelompok siswa. Dengan teknik ini siswa belajar
menghayati, dan meaktualisasikan peran sesuai dengan scenario.
j) Elaborasi
Teknik ini dilakukan dengan cara membahas informasi yang didengar
untuk mendapatkan simpulan sehingga informasi itu akan lebih bermakna.
k) Diskusi
Teknik diskusi bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbicara.
Dalam berdiskusi siswa dituntut menyampaikan gagasan, merespon gagasan
orang lain, menyimpulkan berbagai gagasan untuk memecahkan masalah.
Banyak manfaat diskusi bagi siswa antara lain: (1) Siswa belajar
bermusyawarah, (2) siswa dapat menguji tingkat pengetahuannya, (3) belajar
menghargai pendapat orang lain, (4) mengembangkan cara berpikir dan
sikap ilmiah.
l) Pidato
Teknik berpidato digunakan dalam pembelajaran dengan cara meminta
siswa berpidato di depan kelas dengan peran, topic,dan isi sesuai dengan
konteks yang dikondisikan.
m) Melanjutkan cerita
Dengan teknik ini, salah seorang siswa memulai cerita dengan tema
atau topik yang telah disepakati. Kemudian cerita dilanjutkan secara estafet
oleh siswa kexdua, ketiga dan seterusnya.
n) Talk show
Dengan teknik ini, siswa diminta untuk berpartisipasi dalam talk show
sesuai jadwal yang direncanakan. Masing-masing siswa bertugas dalam
kegiatan itu.
o) Debat
Pelaksanaan debat bertujuan untuk mengkonfrontasikan da pendapat
yang berbeda tentang suatu masalah. Ada dua kelompok dalam debat yaitu
kelompok pro an kelompok kontra. Sebelum debat dilaksanakan masing-

57

masing kelompok mengumpulkan dan menyusun data, fakta, dan


argumentasi tentang tugasnya, pro atau kontra. Setelah selesai dilakukan
verifikasi tentang masalah yang diperdebatkan.
p) Menceritakan kembali
Dengan teknik ini, siswa diminta menceritakan kembali buku yang
telah dibaca, kegiatan yang telah dilaksanakan, film yang telah ditonton.
Dalam menceritakan kembali perlu diperhatikan aspek-aspek yang harus
ada.
q) Memberi petunjuk
Memberi petunjuk seperti menjelaskan arah, letak suatu tempat, cara
mengerjakan sesuatu memerlukan kemampuan berbicara tingkat tinggi.
Petunjuk haruis disampaikan dengan singkat agar mudah dipahami, juga
harus tepat agar tidak salah paham,harus juga tegas agar tidak meragukan
orang yang mendengarkan.
r) Laporan pandangan mata
Ada kalanya seseorang harus melaporkan suatu kejadian dari tempat
peristiwa berlangsung agar orang lain dapat memahami peristiwa secara
jelas. Perlunya laporan tersebut karena penonton kurang memahami konteks
kejadian mungkin dalam hal pelaku, latar belakang peristiwa, rincian
kejadian secara urut.
s) Bertanya
Bertanya juga merupakan salah satu teknik pembelajaran berbicara.
Agar dapat bertanya dengan baikperlu dipahami hal-hal berkaitan dengan
bertanya.
3. Teknik Pembelajaran Membaca
a) Baca-terka
Pembelajaran membaca dengan menggunakan teknik ini dimulai dari
kegiatan membaca teks yang berisi deskripsi, ilustrasi, paparan dari sesuatu.
Kemudian siswa menerka sesuatu yang dimaksud.
b) Memraktikkan petunjuk
Kegiatan memraktikkan petunjuk sering kita hadapi sehari-hari.
Misalnya dalam petrunjuk minum obat, mengoperasikan alat rumah tangga
seperti mesin cuci, blender, mixer, kipas angin dan sebagainya. Termasuk di
dalamnya juga petunjuk cara memasak makanan, membuat kerajinan,
merangkai bunga. Dari hal ini dapat dilihast bahwa membaca petunjuk
mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari.
c) Scanning (membaca sepintas/membaca memindai)

58

Membaca sepintas dilakukan untuk menemukan suatu informasi yang


sudah ditentukan sebelumnya secara cepat. Membaca cepat walaupun
dilakukan secara cepat harus teliti dan penuh kesiapan menangkap
informasi.Pelaksanaan pembelajaran membaca sepintas ini dapat dilakukan
dengan tahapan (1) menugasi anak membaca untuk menemukan informasi
pukul berapa kereta api Prameks tiba di staasiun Balapan pada bacaan; (2)
membaca sepintas untuk menemukan letak informasi yang dibutuhkan pada
bacaan; (3) membaca untuk menemukan informasi yang mungkin tidak saja
harafiah tetapi juga yang besifat tersirat.
d) Skimming (membaca sekilas)
Membaca sekilas adalah tipe membaca dengancara menjelajah bahan
bacaan secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama. Seorang pembaca
sekilas yang terampil dapat memetik ide-ide pokok dengan cepat dengan
cara mengumpulkan kata-kata, frasa-frasa, dan kalimat-kalimat inti.
Subjudul-subjudul memang sangat bergubna bagi pembaca sekilas karena
dalam subjudul telah terangkum bagian-bagian selanjutnya sehingga
kecepatan membaca kian mewningkat untuk memeriksa isi yang telah
ditandai.
Pembaca sekilas dapat melakukan hal-hal berikut dengan alasannya:
(1) menemukan sepenggal informasi khusus dalam paragraph, kutipan, atau
acuan, (2) memetik secara cepat ide pokok dan butir pebnting dalam bacaan,
(3) memeriksa apakah bagian tertentu diloncati atau harus dipetik karena
penting, (4) memanfaatkan waktu setepat mungkin. Pembaca sdekilas
biasanya mempunyai tujuan untuk menemukan sesuatu atau untuk
memperoleh kesan umum dalam bacaan.
e) Melengkapi wacana/paragraf rumpang
Melengkapi wacana rumpang merupakan salah satu teknik dalam
menguji kemampuan siswa dalam memahami wacana tersebut. Caranya,
sebuah wacana atau paragraph dihilangkan kata ke-n untuk diisi siswa
dengan kata yang tepat. Kalimat pertama merupakan kalimat yang utuh.
f) Menceritakan kembali
Menceritakan kembali bacaan merupakan indikator bahwa siswa
mampu menguasai bacaan. Apabila siswa mampu memahami kata kunci,
kalimat topik, struktur bacaan dan menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana,
bilamana, mengapa, dan bagaimana dia telah memahami bacaan tersebut.
Untuk itu, siswa diminta dapat memahami hal-hal tersebut agar dapat
menceritakan kembali isi bacaan.

59

g) Memparafrasekan
Puisi merupakan salah satu tipe bacaan yang harus dipahami dan
ditafsirkan maknanya. Sebagai indicator bahwa siswa telah memahami puisi
adalah dapat memparafrasekannya secara tepat. Dalam hal ini guru dapat
membantu memberikan penjelasan dan informasi yang memudahkan siswa
dalam memparafrasekan puisi.
h) SQ3R
Teknik SQ3R (survey, question, read, recite, and review) merupakan
salah satu teknik membaca untk studi. Untuk memahami wacana dibutuhkan
langkah-langkah ini agar pemahaman siswa secara mendalam terhadap teks
bacaan terpercaya. Pada langkah survey, siswa melakukan kegiatan
membaca secara sekilas bacaan untuk mendapatkan gambaran umum isi
bacaan. Pada langkah question siswa menyusun pertanyaan yang berkaitan
dengan isi bacaan. Pada langkah read, siswa membaca secara paragraph
demi paragraf untuk mendapatkan pemahaman terhadap isi bacaan secara
mendalam. Pada langkah recite, siswa menceritakan kembali isi bacaan, dan
pada review siswa mengkaji ulang isi bacaan dengan mermberikan umpan
balik terhadap penceritaan kembali.
i) Melanjutkan cerita
Siswa diminta untuk melanjutkan bacaan yang disajikan belum selesai.
Apabila siswa dapat menyelesaikan cerita secara lengkap maka siswa telah
memahami cerita (bacaan) dengan baik.
4. Teknik Pembelajaran Menulis
a) Baca-tulis
Teknik baca-tulis sebagai teknik pembvelajaran menulis dilakukan
dengan cara siswa diminta untuk membaca teks kemudian menuliskan
kembali apa yang telah dibacanya dengan kalimat-kalimat siswa.
b) Dengar-tulis
Teknik dengar-tulis juga disebut sebagai dikte. Pelaksanaan
pembelajaran dengan teknik ini sama dengan teknik dengar-tulis pada teknik
pembelajaran menyimak. Perbedaannya pada aspek yang dinilai yaitu hasil
tulisan siswa.
c) Meniru model
Pembelajaran m,enulis dengan teknik ini, siswa diminta untuk
membaca model tulisan dari guru, kemudian siswa menulis berdasar tema
lain seperti model yang dibacanya.
d) Mengarang bersama

60

e)

f)

g)

h)

i)

j)

Suatu karangan dapat ditulis oleh kelompok secara bersama.Setiap


anggota kelompok memberikan kontribusinya dalam menulis. Tulisan dapat
ditentukan temanya oleh kelompok. Setelah itu anggota mulai menulis dan
diteruskan oleh anggota yang lain.
Melanjutkan cerita
Guru memberikan sebagian awal cerita yang sudah dikenal siswa.
Cerita itu harus dilanjutkan oleh siswa sesuai dengan pemahaman dan daya
khayalnya masing-masing.
Meringkas bacaan
Siswa diminta untuk meringkas bacaan yang telah selesai dibaca. Guru
dapat menentukan buku yang harus dibaca oleh siswa atau memberikan
rambu-rambu buku yang harus dibaca untuk dibuat ringkasannya.
Reka cerita gambar
Guru memberikan sebuah gambar seri kepada siswa. Berdasar gambar
seri itu siswa mengembangkan cerita sesuai dengan kemampuan ,
pemahaman, dan daya khayalnya. Guru dapat memberikan rambu-rambu
tentang panjang karangan, dan penerapan ejaan.
Memerikan
Pembelajaran menulis dengan teknik ini, siswa diminta memerikan
suatu benda, lingkungan, atau objek tertentu berdasar pengamatannya.
Sesuatu yang diperikan dapat bebas dan juga bias ditentukan oleh guru dan
siswa. Dari hasil tulisan siswa dapat diketahui kejelian pengamatannya pada
suatu objek. Hasil tulisan yang singkat menunjukkan pengamatan siswa yang
belum cermat, dan teliti. Dengan demikian teknik ini dapat dimanfaatkan
untuk melatih siswa mengamati objek tertentu secara cermat dan teliti.
Mengembangkan topic
Pembelajaran menulis dengan teknik mengembangkan topik dapat
dimodifikasi dengan pengembangan tema, atau judul. Sebelum memulai
menulis siswa perlu merencanakan tulisan dalam bentuk kerangka karangan
agar tulisan yang dibuatnya sistematis, tidak tumpang tindih, dan efektif.
Menulis surat
Teknik pembelajaran menulis ini biasanya didasarkan pada
kepentingan, dan tujuan menulis surat. Agar konteks penulisan nyata dan
bermakna penulisan surat biasanya didasarkan pada kondisi nyata seperti
membuat surat lamaran pekerjaan berdasar lowongan pekerjaan yang
terdapat dalam media cetak, membalas surat edaran dan sebagainya.

61

k) Menyusun dialog
Teknik pembelajaran menulis ini membutuhkan kemampuan penulis
dalam mengatur peran-peran dalam dialog, menjabarkan maksud percakapan
lewat peran, menjaga konsistensi topik, karakter tokoh, dan penyelesaian
masalah yang dipercakapkan.
l) Catatan harian
Teknik ini meminta siswa menuliskan kejadian yang dialaminya
berikut refleksinya dalam kehidupan siswa.
m) Elaborasi
Dengan teknik elaborasi, siswa diminta untuk mendiskusikan suatu
permasalahan secara mendalam sehingga memperoleh simpulan yang benar
informasi yang didengar. Setelah itu siswa dapat menuliskan kembali
kajiannya secara terperinci dengan melengkapinya dengan informasi yang
sudah dimiliki sehingga pemahaman siswa lebih bermakna.
n) Biografi
Dengan teknik ini siswa diminta untuk menuliskan biografi seseorang
yang dikenal dan memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Cara yang dapat
ditempuh adalah mengumpulkan data dan fakta berkaitan dengan seseorang
yang akan ditulis biogafinya. Pengmpulan data-data tersebut apat dilakukan
dengan wawancara, membaca dokumen, observasi, dan membuat catatan
lapangan tentang orang yang akan ditulis biografinya.
o) Catatan harian
Dengan teknik ini, siswa diminta untk membuat catatan harian yang
berisi tentang kejadian-kejadian yang dialami dan dirasakan dalam
kesehariannya. Diharapkan dengan cara tersebut siswa terlatih menulis untuk
mengungkapkan pengalaman, perasaan, dan sikapnya terhadap suatu
kejadian, seseorang, atau sesuatu yang ada.
p) Mengisi formulir
Mengisi formulir sering dilakukan oleh seseorang ketika akan
mendaftarkan diri untuk menjadi siswa baru, meminjam uang di bank,
mengikuti lomba dan sebagainya. Dalam mengisi formulir perlu dipahami
tujuan pengisian, respon yang diharapkan, petunjuk pengisian, dan harapan
pengisi. Hal ini perlu ditempuh agar dalam pengisian formulir tidak terjadi
salah pemahaman.

62

BAB III
PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN
E. Pendahuluan
Pembelajaran merupakan proses kompleks dalam diri peserta didik dan
terkait dengan berbagai aspek dalam diri maupun luar dirinya. Guru sebagai
pemberi fasilitas belajar dituntut memiliki kemampuan dalam memilih dan
menerapkan strategi pembelajaran. Dengan kemampuan tersebut guru dapat
melaksanakan fungsi pemberi fasilitas dengan baik sehingga peserta didik dapat
melakukan aktivitas belajar secara efektif. Kemampuan ini merupakan salah satu
persyaratan kemampuan guru profesional. Hal ini juga berkaitan dengan
pemahaman guru tentang berbagai jenis strategi pembelajaran dan penggunaannya
seperti yang telah diuraikan pada bab II.
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh ahli berkaitan dengan pemilihan
strategi instruksional ini, sehingga guru dapat belajar, membuat pertimbangan dan
membuat keputusan tentang strategi pembelajaran yang diterapkan pada peserta
didik. Strategi pembelajaran yang dipilih tentu perlu dipertimbangkan dalam
beberapa segi mengingat bahwa konteks pembelajaran yang berbeda-beda untuk
setiap proses pembelajaran yang dipandunya.
Di samping itu, dikenal beragamnya pendekatan, metode, teknik, dan model
pembelajaran yang dikemukakan beberapa ahli mendorong guru untuk memilih
salah satu atau beberapa yang sesuai dengan kondisi pemelajaran. Perlu diingat
juga bahwa beberapa strategi yang ditawarkan ahli tersebut tidak ada jaminan
adanya salah satu strategi pembelajaran yang paling baik. Setiap jenis strategi
memiliki kelebihan dan kekurangannya dan memiliki kecocokan penggunaannya
masing-masing.
F. Faktor-faktor yang Perlu Dipetrimbangkan dalam Pemililihan Strategi
Pembelajaran
Pendidik mempunyai peran penting dalam menentukan strategi belajar
mengajar yang paling tepat dan baik karena pendidik lebih tahu keaadaan dan
kondisi anak didik serta segala aspek yang berhubungan dengan proses belajar
mengajar. Sanjaya (2009: 296) menyatakan bahwa sebelum memilih strategi
belajar mengajar ada bebrapa hal yang harus diperhatikan agar pemilihan strategi
belajar mengajar dapat optimal dan efektif.

63

a. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai


Setiap kegiatan belajar mengajar tentu mempunyai tujuan tertentu yang ingin
dicapai. Semakin kompleks tujuan yang ingin dicapai maka semakin rumit juga
strategi yang harus dirancang. Di bawah ini ada beberapa pertanyaan yang
dapat diajukan sehubungan dengan tujuan kegiatan belajar mengajar:
Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek
kognitif, afektif atau psikomotorik? Pertanyaan ini mengandung pengertian
bahwa setiap jenis tujuan yang dirumuskan akan berimplikasi pada rancangan
suatu strategi.
Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah
tingkat tinggi atau tingkat rendah?
Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis?
b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran
Materi atau pengalaman belajar merupakan pertimbangan kedua yang harus
diperhatikan. Materi pelajaran yang sederhana misalnya, materi pelajaran
berupa data yang harus dihafal, maka pengalaman belajar pun cukup sederhana
juga, mungkin siswa hanya dituntut untuk mendengarkan, mencatat dan
menghafalnya. Dengan demikian strategi yang digunakan juga sederhana.
Berbeda ketika materi pelajaran berupa generalisasi, teori, atau keterampilan,
maka pengalaman belajar pun harus dirancang sedemikian rupa sehingga materi
pelajaran dan pengalaman belajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Pertimbangan dari sudut siswa
Siswa adalah individu yang unik, yang memiliki perbedaan, tidak ada siswa
yang sama. Walaupun secara fisik agak sama, namun pasti ada hal-hal tertentu
yang pasti berbeda, misalnya perbedaan dari sudut minat, bakat, kemampuan
bahkan gaya belajar. Dengan demikian strategi belajar mengajar yang dirancang
mestilah sesuai dengan keadaan siswa. Beberapa pertanyaan rancangan strategi
ditinjau dari sudut siswa diantaranya:
Apakah strategi yang digunakan sesuai dengan tingkat kematangan siswa?
Apakah strategi yang digunakan itu sesuai dengan minat, bakat dan kondisi
siswa?
Apakah strategi yang dipilih sesuai dengan gaya belajar siswa?
d. Pertimbangan-pertimbangan lainnya
Pertimbangan lainnya dalam hal ini adalah pertimbangan ditinjau dari strategi
itu sendiri, sesbab begitu banyak strategi yang dapat dipilih dalam proses
belajar mengajar. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan kaitannya dengan
pertimbangan dari segi strategi itu sendiri yaitu:

64

Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu srategi saja?
Apakah strategi yang diterapkan dianggap satu-satunya startegi yang dapat
digunakan?
Apakah strategi itu memiliki memiliki nilai efektifitas dan efisiensi?
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan bahan pertimbangan dalam
menetapakan startegi yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif akan memiliki strategi yang
berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif dan psikomotorik.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pemilihan strategi
pemelajaran. Peter F Oliva (1997: ))dalam bukunya yang berjudul Developing the
Curriculum menyatakan beberapa sumber pemilihan strategi pembelajaran yaitu
tujuan, pokok masalah, siswa, guru, dan masyarakat. Sedangkan Esef (dalam
Gafur, 1974: 98-100) dinyatakan bahwa dalam memilih strategi instruksional perlu
memperhatikan (1) faktor belajar, lingkungan belajar dan besar kecinya kelompok
belajar, (2) tujuan instruksional, dan (3) pola-pola kegiatan belajar mengajar.
Termasuk dalam faktor belajar meliputi stimulans (penyampaian materi pelajaran
oleh guru), respons (reaksi siswa terhadap stimulans), dan feedback (umpan balik
yang diberikan kepada siswa untuk menunjukan tepat tidaknya respon tersebut..
Faktor lingkungan belajar mencakup tempat terjadinya proses pembelajaran
termasuk di dalamnya konteks pembelajaran. Pola kegiatan pembelajaran dapat
dibagi menjadi 3 (Kemp) yaitu presentasi, studi independen, dan interaksi gurusiswa.
Pemilihan strategi pembelajaran perlu mempertimbangkan faktor-faktor:
1. Peserta didik
Peserta didik merupakan sujbek pembelajaran sehingga strategi
pembelajaran harus mempertimbangkan faktor peserta didik. Faktor ini
terutama berkaitan dengan karakteristik peserta didik yang meliputi (a)
kematangan mental dan kecakapan intelektual. (b) kondisi fisik dan kecakapan
psikomotorik, (c) umur, dan (d) jenis kelamin. Kematangan mental berkaitan
dengan kesiapan peserta didik secara psikologis dalam mengikuti pembelajaran
bahasa. Kondisi fisik yang sehat dari peserta didik dapat menunjuukkan
kesiapannya dalam pembelajaran. Umur berkaiatan dengan tugastugasperkemangan dalam beajar bahasa seperti dikemukakan oleh Piaget.
Faktor peserta didik, oleh Oliva dijelaskan adanya faktor minat,
kemampuan, kecakapan intelektual dan motivasinya dalam belajar bahasa.
Juga tidak dapat ditinggalkan gaya belajar peserta didik yang perlu disesuaikan
dengan gaya mengajar guru.Selain itu juga adanya fator kondisi fisik peserta

65

didik ikut menentukank keberhasilan pembelajaran sehingga perlu


dipertimbangkan dalam pemilihan strateginya.
2. Guru
Kemampuan guru dalam hal ini meliputi pemahaman terhadap berbagai
jenis strategi pembelajaran, kemampuannya dalam memilih strategi
pembelajaran dan kemampuannya dalam menerapkan strategi pembelajaran.
Peter F Oliva menjelaskan bahwa faktor guru penting karena di tangan gurulah
pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan tidaknya. Kita pernah
mendengar pepatah bahwa tidak ada satu pun etode yang baik tetapi yang ada
ada;lah guru yang baik. Guru yang baik adalah guru yang professional dan
selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Di samping itu guru
professional dituntut dapat melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan
strategi pembelajaran yang tepat. Menurut Jawad Ridla (dalam Majid, 2005:
124-125) seorang guru harus menerapkan prinsip (kode etik) yang meliputi (1)
keharusan mengamalkan ilmu yang dikuasainya. Ia harus menyatukan antara
ucapan dan perbuatannya, sebab ilmu yang bersifat batiniah harus dapat diamati
secara lahir.; (2) bersikap kasih sayang terhadap siswanya seperti terhadap
putra-putrinya sendiri; (3) menghindarkan diri dari ketamakan dan
komersialisasi ilmu, karena tugas guru berkaitan dengan tujuan kebahagiaan
dunia akhirat; (4) bersikap toleran dan pemaaf; (5) menghargai kebenaran
karena guru adalah penyampai kebenaran; (6) keadilan dan keinsafan; (7)
rendah hati, yang mengedepankan ketulusan dan kejujuran dalam menghadapi
berbagai persoalan; dan (8) ilmu sebagai sarana pengabdian guru pada orang
lain.
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan kepada anak didik di sekolah dan orang yang berpengalaman dalm
bidang profesinya (Djamara, 2006:112). Guru dapat menjadikan anak didik
menjadi orang yang cerdas.
Ada beberapa aspek yang menentukan keberhasilan guru dalam proses
belajar yaitu :
1) Kepribadian
Hal ini akan mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika
melaksanakan tugas didalam kelas
2) Pandangan terhadap anak didik
Proses belajar dari guru yang memandang anak didik sebagai mahluk individual
dengan yang memiliki pandangan anak didik sebagai mahluk sosial akan
berbeda. Karena prosesnya berbeda, hasil proses belajarnya pun akan berbeda.

66

3) Latar belakang Pendidikan dan Pengalaman guru


Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena ia sudah dibekali dengan
seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Tingkat kesulitan yang
ditemukan guru semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan
bertambahnya pengalamannya. Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan
keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar , akan banyak
menemukan masalah dikelas. Oleh sebab itu, untuk menjembatinya dibuat
program Akta 4 dan Akta 5.
Di samping itu seorang guru harus harus memiliki kompetensi prasyarat
berkaitan dengan kompetensi kepribadian, professional, pedagogis, dan sosial
(Sanjaya, 2009: 200).
Berkaitan dengan guru, ada beberapa hal yang perlu diperbincangkan
yaitu gaya mengajar, kecakapan mengajar, dan kemampuan mengajar. Gaya
mengajar dikaiutkan dengan kepribadiannya. Banyak kecakapan mengajar (ada
yang mendeskripsikan 23) yang penting dikuasai guru di antaranya membuka
dan menutup pelajaran, mernjelaskan, memberi penguatan, mengadakan variasi,
mengelola kelas, mengajar siswa dengan kelompok kecil, dan
3. Bahan Ajar
Bahan ajar meliputi fakta, konsep, prosedur, prinsip, sikap, nilai, dan
aspek psikomotorik. Fakta merupakan sifat suatu gejala, peristiwa, benda yang
nyata atau wujudnya dapat dilihat atau dirasa oleh indra. Fakta dapat dipelajari
melalui informasi dalam bentuk lambing, kata-kata, atau kalimat, istilah
maupun pernyataan. Konsep atau pengertian merupakan serangkaian
perangsang yang memiliki sifat-sifat yang sama. Konsep dibentuk dari dan
melalui pola unsure bersama di antara anggota kumpulan . Konsep adalah
klasifikasi pola yang bersamaan. Dengan konsep kita dapat memberikan cirriciri, definisi, klasifikasi dan contohnya.
Prinsip merupakan suatu pola antarhubungan fungsional di antara prinsip
Dengan kata lain prinsip adalah hubungan fungsional dari beberapa konsep.
Berbeda dengan keterampilan, keterampilan merupakan pola kegiatan yang
bertujuan dan memerlukan peniruan serta koordinasi informasi yang dipelajari.
Ada dua jenis keterampilan, yaitu keterampilan fisik dan keterampilan
intelektual. Kterampilan berbahasa lebih merupakan keterampilan intelektual
karena berhubungan dengan proses berpikirb seperti menuangkan gagasan,
memecahkan masalah, menilai, menyimpulkan dan lain-lain.Setiap jenis bahan
ajar membutuhkan cara pembelajaran yang berbeda. Pemilihan bahan ajar dapat

67

digunakan prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Artinya materi


pembelajaran harus relevan atau ada kaitan dengan pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang sudah dirumuskan. Prinsip konsistensi
artinya bahan ajar yang harus disajikan juga empat macam. Prinsip kecukupan
artinya materi yang diajarkan memadai dalam membantu siswa menguasai
kompetensi dasar.
4. Tujuan dan kompetensi dasar yang diharapkan
Tujuan pembelajaran berkaitan dengan kompetensi dasar dan standar
kompetensi yang sudah dirumuskan. Dalam KTSP dikenal standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal atau
memadai tentang pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang harus
dikuasai siswa setelah menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran
tertentu.
5. Waktu yang Tersedia
Waktu yang diugunakan untuk mengajarkan materi dengan strategi
tertentu akan menentukan. Penggunaan strategi pembelajaran yang
mengaktifkan siswa secara simultan cenderung menggunakan waktu yang
relative lama.
6. Sarana dan Prasarana
Kemp dan Dayton (dalam Hairudin, 2004: 7-4-7-5) menyatakan manfaat
media dalam pembelajaran adalah:
a) Memudahkan penyampaian materi pembelajaran sehingga tidak menimbulkan
penafsiran yang berbeda.
b) Pembelajaran lebih jelas dan menarik
c) Proses pembelajaran lebih interaktif
d) Pemakaian waktu dan tenaga lebih efisien
e) Kualitas hasil belajar lebih meningkat
f) Proses belajar dapat berlangsung secara luwes tidak harus di kelas
g) Menumbuhkan sikap positif siswa terhadap proses belajar
h) Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif
7. Masyarakat
Tulisan ini memuat rangkuman materi Selecting and Implementing
Strategies of Instruction yang merupakan bagian dari buku Developing the
Curriculum yang disusun oleh Peter F. Oliva, permasalahan yang berkaitan
dengan pemilihan dan penerapan strategi instruksional, dan solusi permasalahan
dengan meramunya dari sumber lain yang relevan.
1. Sumber-sumber pemilihan strategi instruksional

68

a. Tujuan sebagai sumber


Misalnya: tujuan pembelajarannya adalah agar siswa mampu
melakukan lompat tinggi, strategi intruksional yang dipilih adalah memberi
contoh pada siswa melompat tinggi dan siswa menampilkan aktivitas
melompat tinggi.
b. Pokok masalah sebagai sumber
Dalam hal ini pokok masalah dapat berwujud fakta, pemahaman, sikap,
apresiasi, dan kecakapan. Jika pokok masalahnya sikap, misalnya komit
terhadap tatabahasa maka siswa harus memahami tatabahasa, mampu
menerapkan, dan konsisten dalam menerapkan kaidah tata bahasa yang
berlaku.
c. Siswa sebagai sumber
Seorang guru harus mengenali siswa dalam hal kemampuannya, minat,
perkembangannya, sikap, dan kebutuhan siswa untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam melaksanakan pembelajaran. Ada baiknya siswa
berpartisipasi dalam memilih topik, membantu mengidentifikasi tujuan,
mendorong startegi yang sesuai, pemilihan tugas individu atau kelompok,
memilih materi, dan menyusun kegiatan pembelajaran.
d. Masyarakat sebagai sumber
Strategi pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat, kepercayaan, nilai, kebudayaan. Di samping itu
mempertimbangkan juga masukan dari komite, orang tua, komite sekolah,
pendapat masyarakat tentang sekolah. Hal ini berkaitan dengan harapan
masyarakat terhadap sekolah yang direalisasikan dalam strategi
pembelajaran.
e.
Guru sebagai sumber
Strategi instruksional harus disesuaikan dengan gaya mengajar guru, model
mengajar guru. Guru dapat mempertimbangkan pemilihan strategi dengan
siswa, guru, pokok masalah, jam belajar, sumber dan alat, fasilitas, dan
tujuan pembelajaran. Semakin luas pengalaman dan semakin professional
guru akan menerapkan strategi pembelajaran yang lebih menarik. Dalam
hal ini guru dituntut memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas.
Di samping itu, ada beberapa kemampuan guru yang turu
mempengaruhi aktivitas pembelajaran siswa di kelas yaitu:
1) Keterampilan komunikasi guru di kelas yang akan mempunyai efek
besar terhadap interaksi pembelajaran, yaitu:

69

Menunjukkan kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi pada


topik yang diberikan dengan cara yang koheren dan logis.
Menunjukkan kemampuan menulis yang logis, mudah, understoodstyle
dengan tata bahasa yang tepat dan struktur kalimat.
Menunjukkan kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan
setelah mendengarkan.
Menunjukkan kemampuan membaca materi dan menafsirkan memahami
profesi.
2) Pengetahuan dasar
Seorang guru hendakanya memiliki pengetahuan dasar yang menunjang
proses kegiatan belajar mengajar, yaitu: (a) menunjukkan kemampuan
untuk menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi (b)
menunjukkan kemampuan untuk memahami pola pembangunan fisik,
sosial, dan akademis pada siswa, dan nasihat mengenai kebutuhan
mereka di daerah-daerah.
3) Keterampilan teknis
Keterampilan teknis yang perlu dimiliki guru diantaranya: (a)
mendiagnosis pengetahuan masuk dan atau keterampilan siswa untuk satu
set tujuan pembelajaran menggunakan tes diagnostik, pengamatan guru,
dan catatan siswa, (b) mengidentifikasi tujuan jangka panjang untuk area
subyek tertentu. membangun dan terkait urutan jarak pendek tujuan untuk
area subyek tertentu. pilih, mengadaptasi, atau mengembangkan bahan
ajar untuk suatu tujuan tertentu yang ditetapkan pembelajaran dan
kebutuhan siswa belajar, (c) memilih, mengembangkan, dan urutan
kegiatan belajar yang terkait sesuai untuk diberikan seperangkat tujuan
pembelajaran dan kebutuhan siswa laearning, (d) menjalin hubungan
dengan siswa di callroom dengan menggunakan perangkat motivasi
verbal dan atau visual.
4) Administrasi keterampilan meliputi kemampuan (a) menyiapkan
seperangkat rutinitas kelas dan prosedur untuk pemanfaatan bahan dan
gerakan fisik, (b) menyiapkan standar untuk perilaku siswa, (c)
mengidentifikasi penyebab perilaku buruk kelas dan teknik untuk
memberikan bimbingan dan konseling pada mereka, (d) mengidentifikasi
dan atau mengembangkan system untuk menyimpan catatan kelas dan
kemajuan siswa secara individu.
5) Keterampilan interpersonal mencakup (a) mengidentifikasi dan atau
menunjukkan perilaku yang mencerminkan perasaan untuk martabat atau

70

harga diri kelompok etnis, budaya, bahasa dan lainnya, (b)


mendemonstrasikan pembelajaran dan keterampilan sosial yang
membantu siswa dalam mengembangkan konsep diri yang positif, (c)
mendemonstrasikan pembelajaran dan keterampilan sosial yang
membantu siswa dalam berinteraksi secara konstruktif dengan rekanrekan mereka, (d) mendemonstrasikan mengajarkan keterampilan yang
membantu siswa dalam mengembangkan nilai-nilai mereka sendiri, sikap,
dan keyakinan.
G. Gaya Mengajar, Gaya Belajar, dan Kecakapan Mengajar
Gaya mengajar adalah seperangkat karakteristik dan sifat personal yang
secara jelas mengidentifikasi individu sebagai guru unik. Guru yang gemar
pengetahuan akan memasukkan ke dalam metode bentuk-bentuk penelitian. Guru
yang nyaman tentang pekerjaannya akan mengundang pengunjung ke kelas
menggunakan sumber perorangan, memperbolehkan kegiatan yang menggunakan
peralatan audio video. Guru yang demokratis akan mempersilakan siswa
berpartisipasi dalam membuat keputusan.
Fischer dan fischer mengidentifikasikan gaya mengajar termasuk: (1)
orientasi tugas, (2) perencana kooperatif, pendapat siswa ditanggapi, dan guru
mendukung partisipasi siswa,, dan guru mendukung partisipasi siswa, (3) terpusat
pada anak, guru menyediakan struktur agar siswa mengejar apa yang akan
dikerjakan dan diminatinya, (3) terpusat pada mata pelajaran, guru memfokuskan
pada materi terorgasisasi dsekat dengan siswa, (4) terpusat pada pembelajaran,
guru menggabungkan antara terpusat pada anak dan terpusat pada pembelajaran,
(5) menarik secara emosional, guru menunjukkan emosi intensif dalam mengajar.
Gaya positif misalnya konsisten pada siswa, gaya yang negative missal tidak
demokratis.
Gaya mengajar menurut Muhammad Ali ( dalam Djamara, 2006:115), dapat
dibedakan 4 macam yaitu:
Gaya mengajar klasik
Gaya mengajar teknologis
Gaya mengajar personalisasi
Gaya mengajar interaksional
Gaya Belajar
Gaya mengajar guru berhubungan dengan gaya belajar siswa. Di antara para
siswa ada yang dapat mengekspresikan deiri lebih baik secara lisan dibanding
secara tertulis. Beberapa setuju dengan abstraksi, yang lain dapat belajar dengan

71

materi konkret. Beberapa dapat bekerja dalam tekanan beberapa lagi tidak.
Beberapa membutuhkan petunjuk, yang lain sedikit.
Gaya bukan sesuatu yang setiap saat dapat diubah. Pemberian harapan untuk
berubah, ketepatan latihan, konseling, atau terapi guru dapat mengubah gaya
mengajarnya. Kadang-kadang personalitas berubah dicontoh dari perilaku orang
lain yang penting.Perubahan adalah mungkin tetapi tidak mudah.
Ada 3 alasan guru perlu mengubah gaya mengajarnya yakni: (1) sekolah
mengharapkan gaya mengajar guru cocok dengan gaya belajar siswa. (2) sekolah
berharap mengungkap variasi gaya belajar siswa selama di sekolah sehingga
mereka akan belajar bagaimana berinteraksi dengan berbagai tipe orang. Akhirnya
siswa yang termasuk sedikit terstruktur, informal, rileks pada tingkat sekolah
menengah dilengkapi dengan gaya terpusat pada tugas, (3) guru dapat mengubah
gaya mengajarnya jika guru menjadi fleksibel, memanfaatkan lebih dari satu gaya
yang memiliki kesamaan dengan kelompok siswa.
Jika gaya mengajar adalah seperangkat tingkah laku guru secara personal,
model mengajar adalah seperangkat tingkah laku umum yang menekankan pada
strategi khusus. Buce Joyce dan Marsha Weil mendefinisikan model mengajar
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain materi
instruksional, menentukan pembelajaran di kelas.
Di LPTK para siswa diperkenalkan dengan model mengajar seperti
pengajaran ekspositorik, diskusi kelompok, bermain peran, demonstrasi, simulasi,
diskoveri, belajar di laboratorium, pengajaran terprogram, tutorial, problem
solving, dan pengajaran bermedia.
Bruce Joyce mengidentifikasi ke dalam dua puluh lima model mengajar,
yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu; (1) model sosial, contohnya
model inkuiri social, (2) model pemrosesan informasi, contohnya model induktif
Hilda Taba, dan model latihan inkuiri Richard Suchman, (3) model personal,
contohnya pengajaran nondirektif Carl Rogers, dan model pertemuan kelas
William Glasser, (4) model perilaku contohnya manajemen kontingensi, dan
kontrol diri.
Variasi model penting dalam pengajaran yang sukses. Penggunaan satu
model dapat membuat kelelahan dan kebosanan siswa. Ini membuat situasi sangat
tidak menyenangkan. Sebuah model harus sesuai dengan gaya guru maupun gaya
belajar siswa. Berpikir deduktif , membutuhkan waktu untuk mengaplikasikannya,
sedikit waktu menggunakan sehingga efisien untuk beberapa siswa daripada
berpikir induktif, di mana aplikasinya dilakukan lebih dahulu dan siswa

72

menentukan kaidah darinya. Penggunaan model yang sama untuk semua guru
tidak menyenangkan.
Dalam memilih strategi instruksional masih ada lagi hal yang
dipertimbangkan adalah kecakapan mengajar. Memilih pengajaran terprogram
misalnya, guru yang memainkan peran sebagai perencana (model), seperti
seseorang yang terpusat p[ada subjek mementingkan perincian , mempercayai
siswa belajar terbaik (gaya) dan memiliki kecakapan memilih materi,
mengurutkan, menulis program, dan menilai (kecakapan).
Pendidik telah menncurahkan perhatiannya untuk mengidentifikasikan
kecakapan umum mengajar (kompetensi). Diidentifikasi ada 23 kompetensi umum
yang dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu kecakapan berkomunikasi,
pengetahuan dasar, dan kecakapan teknis, kecakapan administratif, dan kecakapan
interpersonal. Dengan pelatihan yang tepat guru dapat menguasai kecakapan
umum mengajar.
Strategi instruksional ialah setiap kegiatan yang dipilih yang dapat
memberikan fasilitas atau bantuan kepada siswa dalam menuju tercapainya tujuan
instruksional (Kozma dalam Gafur, 1984: 95). Sedangkan Dick dan Carey (dalam
Gafur, 1984: 95) menyatakan strategi instruksional ialah semua komponen materi,
paket pelajaran, dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa
mencapai tujuan yang diharapkan. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa strategi instruksional ialah setiap kegiatan yang dipilih menyangkut
pemilihan materi, kegiatan pembelajaran, prosedur pembelajaran yang dapat
membantu siswa mencapai tujuan (kompetensi).
Pembelajaran yang menerapkan strategi instruksional secara tepat ditandai
oleh kondisi siswa yang dapat belajar secara efektif dan efisien mengena pada
tujuan yang telah ditentukan. Di samping itu proses pembelajaran akan
dilaksanakan dengan penuh kesadaran, antusias, ikhlas, dan menyenangkan.
Selanjutnya komponen satrategi instruksional meliputi: (1) kegiatan
instruksional pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi siswa, (4)
evaluasi, dan (5) kegiatan lanjutan. Dalam penyampaian informasi dapat
digunakan metode ceramah dan tanya jawab, sedangkan dalam partisipasi siswa
dapat digunakan metode penugasan, diskusi, role playing, demonstrasi dan
sebagainya tergantung pada karakteristik kompetensi yang hendak dipelajari.
Menurut Oemar Hamalik (2008: 207-208) strategi instruksional terbagi dalam
4 komponen dan tahapannya meliputi: (1) pendahuluan, (2) presentasi, (3) latihan
transisi, (4) bimbingan, (5) umpan balik, (6) praktik, dan (7) tes formatif.

73

Sebelum
melaksanakan pembelajaran guru harus memilih strategi
instruksional yang cocok dengan beberapa komponen pembelajaran seperti siswa,
guru, lingkungan, tujuan, fasilitas. Pemilihan strategi instruksional di samping apa
yang telah disampaikan Peter F. Oliva juga memberikan alternatif pemilihannya
yang berkaitan dengan model mengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Suwalni
Sukirno (1995: 8.2) bahwa model-model mengajar menawarkan berbagai alternatif
strategi dengan keragaman cara yang dapat ditempuh. Tiap model mengajar yang
dipilih haruslah mengungkapkan berbagai realitas yang sesuai dengan situasi
kelas, pandangan, tujuan yang hendak dicapai. Kalau seorang guru menginginkan
siswa semakin produktif dan berkembang sesuai dengan gaya belajarnya sendiri,
maka pemilihan dan penerapan model mengajar pun harus mengikuti kebutuhan
siswa.
Model mengajar merupakan perangsang bagi siswa untuk melakukan
aktivitas belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Aktivitas
pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan mendayagunakan potensi yang
dimiliki secara optimal. Belajar harus menyentuh kepentingan siswa secara
mendasar. Belajar memiliki makna sebagai kegiatan baik terstruktur maupun tidak
terstruktur untuk memperoleh pengetahuan, membangun sikap tertentu, dan
memiliki keterampilan tertentu.
Model mengajar dikembangkan (1) beranjak dari perbedaan karakteristik
siswa, (2) meningkatkan dan menumbuhkan motivasi belajar untuk memilih
kegiatan belajar . Sebagai wujud pemilihan strategi instruksional seorang guru
harus memiliki pemahaman yang baik tentang siswa-siswanya, keragaman
kemampuannya, motivasinya, minat, dan karakteristik pribadinya (Aunurrahman,
2009: 142).
Pada dasarnya setiap individu pada setiap tingkatan usia memiliki potensi
untuk belajar, namun dalam prosesnya keberhasilan individu beragam ada yang
cepat, ada yang lambat. Pelaksanaan pembelajaran yang tepat dapat mendorong
tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan motivasi dalam
mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa memahami pelajaram
sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Disamping
itu pemilihan model pembelajaran yang tepat, guru dapat menyesuaikan jenis
pendekatan, dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pembelajaran.
Model pembelajaran ialah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan sebagai pedoman untuk merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran (Aunurrahman, 2009: 146). Ada 4 premis berkaitan dengan model

74

pembelajaran: (1) model pembelajaran memberikan arah untuk persiapan dan


implementasi kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran bersifat praktis dan
implementatif, (2) sejumlah model pembelajaran yang berbeda namun pemisahan
model yang satu dengan yang lain tidak bersifat diskrit, setiap model berkaitan
dengan model lain; (3) tidak ada model yang lebih baik daripada model yang lain;
(4) pemahaman guru terhadap berbagai model penting untuk mewujudkan
pembelajaran yang efektif dan efisien, guru dituntut untuk mengkombinasikan
beberapa model.
Pemilihan strategi instruksional mempertimbangkan beberapa aspek atau
sumber seperti telah dikemukakan oleh Peter F. Oliva. Berkaitan dengan aspek
kemasyarakatan, Oemar Hamalik ( 2008: 103) menyatakan bahwa faktor sosial
budaya penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, sehingga (1)
kurikulum harus berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat, (2) kondisi sosial
budaya yang berubah , penyusunan kurikulum memperhatikan prinsip fleksibilitas
dan kedinamisannya, (3) program kurikulum harus disusun dan memuat materi
sosial budaya dalam masyarakat, (4) kurikulum harus disusun berdasarkan
nkebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila. Demikian juga dalam
kurikulum actual harus tercermin hal-hal yanbg dikemukakan tersebut, termasuk di
dalamnya dalam pemilihan strategi instruksional.
Pokok masalah sebagai sumber pertimbangan pemilihan strategi instruksional
relevan dengan pembelajaran yang menerapkan prinsip contextual teaching and
learning (CTL). Dalam hal ini mata pelajaran dikaitkan kehidupan nyata.
Penggunaan CTL mengisyaratkan adanya 7 strategi penting dalam pembelajaran
(Johnson, 2009: 21) yang meliputi: ( 1) pengajaran berbasis problem, (2)
menggunakan konteks beragam, (3) mempertimbangkan kebinekaan siswa, (4)
memberdayakan siswa untuk belajar mandiri, (5) belajar melalui kolaborasi, (6)
menggunakan penilaian otentik, (7) mengejar standar tinggi.
Dasar-dasar pemilihan strategi instruksional menurut beberapa ahli ialah (1)
menurut Essef (dalam Gafur, 1984: 98-100) disesuaikan dengan faktor belajar,
lingkungan, dan besar kecilnya kelompok belajar , (2) menurut Merril (dalam
Gafur, 1984: 100) berorientasi pada tujuan pembelajaran, (3) sesuai dengan polapola kegiatan belajar mengajar.
Sementara itu menurut Kemp (dalam Gafur, 1984: 109) dalam memilih
strategi instruksional atau kegiatan belajar mengajar perlu diperhatikan
pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) apakah materi pelajaran tersebut paling baik
kalau disampaikan kepada semua siswa secara serentak dalam satu waktu? (2)
apakah materi pelajaran tersebut paling baik kalau dipelajari siswa secara

75

individual sesuai dengan kecepatan dan kesempatan masing-masing? (3) apakah


diperlukan pengalaman yang hanya bisa berhasil diperoleh dengan jalan diskusi,
kerja kelompok, dan lain-lain di antara para siswa dengan atau tanpa kehadiran
guru? (4) apakah diperluka adanya diskusi atau konsultasi secara individual antara
guru dan siswa?
H. Hubungan antara Model Mengajar, Metode Mengajar, Gaya Mengajar, dan
Kecakapan Mengajar
Tugas dan peran guru tidak hanya menyangkut penyampaian informasi
tertentu kepada siswa tetapi juga meliputi peran antara lain membimbing siswa
agar berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih
keterampilan, baik keterampilan intelektual maupun motoriknya, memotivasi
siswa agar tetap semangat menghadapi tantangan dan rintangan, melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan berbagai media, metode, dan sumber belajar
agar pembelajaran efektif dan efisien. Di samping itu seorang guru adalah orang
yang selalu mengembangkan diri dan dinamis baik dalam menambah wawasan
pengetahuan maupun untuk kepentingan profesionalnya.
Ditinjau dari persyaratan professional guru, ada beberapa kemampuan yang
harus dikuasai guru yaitu (1) kemampuan menguasai landasan kependidikan, (2)
pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, (3) kemampuan menguasai
materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya, (4) kemampuan
mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran, (5) kemampuan
merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, (6) kemampuan
dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, (7) kemampuan dalam menyusun
program pembelajaran, (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur
penunjang seperti administrasi kelas, (9) kemampuan dalam melaksanakan
penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja (Sanjaya, 2005:146).
Melihat beberapa kemampuan professional tersebut ada kemampuan yang
berkaitan langsung dengan kemampuan pemilihan dan pelaksanaan pembelajaran
seperti kemampuan mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi
pembelajaran.
Penguasaan metodologi dan strategi pembelajaran harus diimbangi dengan
penguasaan kecakapan mengajar agar pengelolaan pembelajaran menjadi efektif
dan efisien. Dengan demikian seorang guru harus menguasai keterampilan dasar
mengajar yang diperolehnya di LPTK maupun mengembangkan diri selama
menjadi guru.

76

Di samping apa yang telah dikemukakan oleh Peter F. Oliva tentang


kemampuan umum dan khusus dalam mengajar , ada sejumlah keterampilan dasar
mengajar yang harus dikuasai guru agar dalam melaksanakan tugas profesionalnya
berhasil secara optimal. Para ahli dari Stanford University dan Sidney University
mengidentifikasikan ada 23 keterampilan dasar mengajar yang kemudian disarikan
ke dalam beberapa keterampilan dasar mengajar (Sanjaya, 2005: 156) yaitu: (1)
keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (2) keterampilan bertanya, (3)
keterampilan member penguatan, (4) keterampilan mengadakan variasi, (5)
keterampilan mengelola kelas, (6) keterampilan mengajar kelompok kecil dan
perorangan, (7) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil.
Pembicaraan tentang model mengajar, metode mengajar, kecakapan
mengajar berkaitan dengan strategi belajar mengajar. Strategi belajar mengajar
ialah pola umum perbuatan guru-siswa di dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajar. Strategi menunjuk kepada karakteristik abstrak dari rentetan perbuatan
guru-siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan rentetan perbuatan gurusiswa dalam peristiwa belajar mengajar aktual disebut prosedur instruksional
(Hasibuan, 2008: 3).
Dalam peristiwa belajar mengajar actual guru dapat memilih model
mengajar tertentu seperti yang telah ditawarkan oleh Bruce Joyce dan Marsha
Weil (dalam Sukirno, 1995: 8.5-8.9) yang terbagi dalam 4 rumpun model
mengajar yaitu:
1. Rumpun model pemrosesan informasi yang antara lain (a) model berpikir
induktif, (b) model latihan inkuiri, (c) model pertumbuhan kognitif;
2. Rumpun model pribadi diantaranya (a) model pengajaran nondirektif, b model
sinektik, (c) model pertemuan kelas;
3. Rumpun model interaksi social, yang termasuk di dalamnya misalnya (a)
model investigasi kelompok, (b) model inkuiri social, (c) model role playing;
4. Rumpun model perilaku, misalnya (a) model pengelolaan kontingensi, (b)
model mawas diri, (c) model relaksasi.
Di samping itu Ely dan Gerlach (dalam Suwalni Sukirno, 1995: 8.9-8.10)
menyatakan bahwa ada dua model pembelajaran yaitu model ekspositorik dan
model diskoveri inkuiri. Selanjutnya hubungan antara model tersebut dengan
metode mengajar dapat digambarkan merupakan gerakan pada satu kontinum
dari model ekspositorik ke model diskoveri inkuiri yang dapat digambarkan
sebagai berikut.

77

Dalam penerapan model mengajar, metode mengajar, dan kecakapan


/keterampilan mengajar akan dapat diamati gaya mengajar guru yang bersifat
personal, unik dan individual yang merupakan cerminan kepribadiannya.

78

BAB IV
MODEL PEMBELAJARAN

M.

Pengertian Model Pembelajaran


Untuk menjelaskan pengertian model pembelajaran, lebih baik dijelaskan
pengertian strategi terlebih dahulu. Strategi menurut Kemp (Rusman, 2011: 132)
adalah kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Dick &
Carey (Rusman, 2011: 132) dinyatakan bahwa strategi adalah suatu perangkat
materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama untuk
menimbulkan hasil belajar pada peserta didik. Strategi merujuk pada perencanaan
untuk mencapai sesuatu sedangkan metode cara yang digunakan untuk
melaksanakan strategi.
Menurut Briggs (dalam Gafur, 1984: 27) model adalah seperangkat prosedur
yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Model-model pembelajaran
biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli
menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori
psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Joyce
& Weil menyusun model pembelajaran berdasarkan teori belajar. Model
pembelajaran merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce & Weil menyatakan bahwa model
pembelajaran merupakan rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

N. Ciri-ciri Model Pembelajaran


Berdasarkan uraian tentang pengertian dan hakikat model pembelajaran dapat
dikatakan bahwa model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai
contoh, model pembelajaran kelompok yang disusun oleh Herbert Thelen
berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi
siswa dalam kelompok secara demokratis.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model pembelajaran
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

79

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas,


misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam
pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang disebut (1) urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, (4)
sistem pendukung. Keempat hal tersebut merupakan pedoman praktis bila guru
akan melasksanakan suatu model pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; dan
dampak pengiring, yaitru hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model
pembelajaran yangh dipilihnya.
O. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran
Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam
pembelajaran, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
1. Pertimbangan dari segi tujuan yang hendak dicapai, yang dapat mendasarkan
pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Apakah tujuan pembelajaran yang akan dicapai berkenaan dengan
kompetensi akademik, kepribadian, sosial, dan atau vokasional (dulu
diistilahkan dengan domain kognitif, psikomotorik, dan afektif?)
b. Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai?
c. Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademik?
2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:
a. Apakah materi pembelajaran itu berupa fakta, konsep, teori atau
generalisasi?
b. Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat
atau tidak?
c. Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk mempelajari
materi itu?
3. Pertimbangan dari sudut peserta didik yakni:
a. Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan peserta
didik?
b. Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi
peserta didik?
c. Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peserta didik?
4. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis

80

a. Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja?
b. Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya
model yang dapat digunakan?
c. Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisiensi?
P. Model Pembelajarann Kontekstual
Elaine B. Johnson (2009: 65) mengatakan bahwa pembelajara kontekstual
adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang
mewujudkan makna. Makna yang dihasilkan merupakan hasil menghubungkan
atara muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Dalam
pembelajaran, keterkaitan materi dengan kehidupan nyata merupakan hal yang
penting. Di samping itu, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh,
sumber belajar, media dan lain sebagainya. Hal ini membuat pembelajaran lebih
menarik dan dirasakan sangat dibutuhkan siswa karena ada manfaatnya.
Pembelajaran kontekstual akan berhasil bila siswa memiliki pemahaman
secara memadai tentang teori yang akan dimanfaatkannya dalam kehidupan. Ini
berarti bahwa anak dituntut memiliki kemampuan untuk hidup (life skill) dari
materi pembelajaran yang dikuasainya. Dengan demikian materi pembelajaran
akan lebih dekat (secara fungsional) dengan permasalahan kehidupan.
Pembelajaran kontekstual memungkinan siswa menghubungkan isi mata
pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan
makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian
pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk
menemukan makna yang baru.
Landasan filosofis pembelajaran kontekstual adalah prinsip konstruktivisme
yaitu suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah tiruan kenyataan, juga
bukan gambaran dunia kenyataan. Pengetahuan selalu merupakamn akibat dari
suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang
membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan
untuk pengetahuan. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari orang (guru) kepada
orang lain (siswa) tetapi siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah
diajarkan dengan menyesuaikan dengan pengalaman-pengalaman mereka
(Lorsbach dalam Komalasari, 2010: 15).
Teori belajar pendukung pembelajaran kontekstual meliputi:
1. Teori perkembangan Piaget
2. Teori Free Discovery learning dari Brunner

81

3. Teori meaningfull learning dari Ausubel


4. Teori belajar Vigotsky
Sementara itu, strategi pembelajaran yang sesuai
dalam
mengimplementasikan pembelajaran kontekstual menurut Bern &Ericson (dalam
Komalasari, 2010: 23) adalah:
1. Pembelajaran berbasis masalah, pendekatan yang melibatkan siswa dalam
memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan
keterampilan dalam berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi
mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.
2. Pembelajaran kooperatif, pendekatan yang memusatkan pembelajaran dengan
menggunakan kelompok belajar kecil untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan.
3. Pendekatan berbasis proyek, pendekatan yang memusat pada prinsip dan
konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah
dan tugas penuh makna lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri
membangun pembelajaran, dan menghasilkan karya nyata.
4. Pembelajaran pelayanan, pendekatan yang menyediakan aplikasi praktis suatu
pengembangan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di
masyarakat melalui proyek dan aktivitas.
5. Pembelajaran berbasis kerja, pendekatan di mana di tempat kerja , kegiatan
terintegrasi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.
Komponen pembelajaran kontekstual meliputi (1) menjalin hubunganhubungan yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti, (3)
melakukan proses belajar yang diatur sendiri, (4) mengadakan kolaborasi, (5)
berpikir kritis dan kreatif, (6) memberikan layanan secara individual, (7)
mengupayakan pencapaian standar yang tinggi, dan (8) menggunakann asesmen
otentik.
Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam menerapkam pembelajaran
kontekstual:
1. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar individu dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan
pengetahuannya. Peran guru adalah sebagai pembimbing siswa sesuai dengan
tigkat perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh
tantangan.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal baru dengan
hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu

82

agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru


dengan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada
(asimilasi) atau pembentukan skema baru (akomodasi). Dengan demikian tugas
guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan asimilasi dan
akomodasi.
Belajar menurut model pembelajaran kontekstual dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Belajar merupakan proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan
pengalaman yang mereka miliki. Semakin banyak pengalaman mereka
semakin banyak pengetahuan yang mereka dapatkan dari belajar.
2. Pengetahuan merupakan organisasi dari semua yang mereka alami, sehingga
pengetahuan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia seperti pola
berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan masalah. Semakin luas dan
mendalam pengetahuan seseorang akan semakin efektif dalam berpikirnya.
3. Belajar adalah proses memecahkan masalah, sebab dengan memecahkan
masalah anak akan berkembang secara utuh yang berkembang tidak hanya
kemampuan intelektualnya saja tetapi juga mental dan emosinya.
4. Belajar adalah proses pengalaman yang berkembang secara bertahap dari yang
sederhana menuju ke yang kompleks. Oleh karena itu, belajar sesuai dengan
irama kemampuan siswa.
5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
Prinsip pembelajaran kontekstual meliputi (1) prinsip konstruktivisme, (2)
prinsip inkuiri atau menemukan, (3) prinsip bertanya, (4) prinsip masyarakat
bertanya, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian otentik. Berikut akan
dijelaskan masing-masing.
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun pengetahuan baru sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Pengetahuan terbentuk dari objek yang menjadi bahan pengamatan, dan
kemampuan subjek untuk menginterpretasikan setiap objek. Lebih lanjut
Piaget menyatakan tentang pengetahuan sebagai berikut:
a. Pengetahuan bukan merupakan gambaran dunia kenyataan tetapi
merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek;
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang
perlu untuk pegetahuan;

83

c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang, struktur


konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Siswa dalam pembelajaran dituntut untuk mencari dan menemukan sendiri
kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya.
2. Inkuiri (menemukan)
Inkuiri merupakan proses mencari dan menemukan sendiri pengetahuan
melalui proses berpikir sistematis. Dalam hal ini, belajar merupakan proses
mental yang mendorong seseorang untuk berkembang secara intelektual,
mental emosional dan kepribadiannya. Secara umum proses inkuiri dapat
dilakukan dengan langkah-langkah : (1) merumuskan masalah, (2)
mengajukan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) menguji hipotesis berdasar
data yang diperoleh, dan (5) membuat simpulan.
Azas menemukan sendiri dengan langkah-langkah tersebut merupakan azas
yang penting dalam pembelajaran kontekstual. Melalui proses berpikir
sistematis tersebut diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis
yang diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.
3. Bertanya
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dianggap sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,
sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam
berpikir.
Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat
berguna untuk:
1. Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran;
2. Meningkatkan kemampuan berpikir siswa ;
3. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa;
4. Memusatkan perhatian siswa pada masalah yang dibahas;
5. Merupakan alat dan pemberi arah proses pembelajaran;
6. Memperlakukan siswa secara manusiawi yang memiliki ide dan aspirasi;
7. Mengembangkan kreativitas siswa.
8. Menggali informasi dari tentang kemampuan siswa dalam penguasaan
materi pelajaran;
9. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar;
10. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

84

4.

5.

6.

7.

Dalam setiap tahapan proses pembelajaran, kegiatan bertanya hampir selalu


digunakan. Karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknikteknik bertanya sangat diperlukan.
Masyarakat belajar
Masyarakat belajar dapat diartikan sebagai pembiasaan agar siswa
melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman
belajarnya (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling
memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning
community dapat dikembangkan. Pembiasaan untuk memanfaatkan sumber
belajar dalam kelompok maupun di luar kelompok sangat dimungkinkan
megingat bahwa setiap manusia memiliki kelebihan. Sekolah/guru dapat
mengundang nara sumber atau mengunjungi kegiatan belajar yang dilakukan
sekolah lain .
Pemodelan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan
hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan
beraneka ragam berdampak pada tuntutan pembelajaran yang lengkap. Ini
sulit dipenuhi oleh guru. Sehingga dalam pembelajaran tidak memungkinkan
guru sebagai satu-satunya sumber pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan
model pembelajaran yang dapat diambil dari siswa, guru lain, professional
sehingga dapat memenuhi harapan siswa.
Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru
dipelajari. Siswa mengendapkan apa yang telah dipelajari sebagai stuktur
pegetahuan yang baru yang merupakan pengayaan/revisi dari pengetahuan
sebelumnya. Pada saat refleksi siswa diberi kesempatan utntuk mencerna,
menimbang, membandingkan, menghayati, merenung dan melakukan diskusi
dari apa yang telah dipelajari
Melalui CTL, pengalaman belajar yang diperoleh siswa tidak hanya
disimpan tetapi jauh lebih penting bagaimana membawa pengalaman belajar
tersebut ke luar dari kelas untuk memecahkan permasalahan nyata yang
dihadapi. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan
manakala pengalaman belajar itu telah diinternalisasikan dalam setiap jiwa
siswa, dan inilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap
kesempatan pembelajaran.
Penilaian otentik

85

Penilaian sebagai bagian integral dari proses pembalajaran memiliki


fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas
proses dan hasil pembelajaran. Dengan penilaian akan diperleh pemahaman
terhadap proses dan hasil pengalaman pembelajaran yang telah dilakukan
siswa. Guru dapat mengetahui kemajuan, kesulitan, dan kemunduran
pengalaman belajar siswa sehingga dapat memberikan umpan balik yang tepat
baik berupa upaya perbaikan, penyempurnaan, bimbingan belajar .
Pembelajaran kontekstual dapat diidentifikasi karakteristiknya yaitu: (1)
kerjasama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan bergairah,
(5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif,
(8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding kelas dan
lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan kepada orang tua
bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa (Depdiknas dalam Rusman, 2011:
198).
Rencana pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kontekstual dibuat
dalam bentuk skenario pembelajaran yang lebih menekankan pada langkahlangkah pembelajaran daripada rumusan tujuan. Berikut merupakan petunjuk
merancang rencana pembelajarannya:
1. Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya yang merupakan gabungan antara
kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.
2. rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.
3. uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan
untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
4. rumuskan skenario pembelajaran tahap-demi tahap.
5. rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada kemampuan
sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat berlangsungnya proses
maupun setelah siswa selesai belajar.
Skenario (desain) pembelajaran akan digunakan sebagai pedoman umum dan
sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada hakikatnya
pengembangan setiap komponen CTL dalam pembelajaran dapat dilakukan
dengan menerapkan setiap prinsip pembelajarannya.
Q. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (dalam Rusman, 2011: 201) pembelajaran koperatif
menggalakkan siswa berinteraksi secara positif dalam kelompok. Ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertukar ide dan memeriksa ide sendiri dalam
suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme.

86

Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa berkelompok kecil 2-5 dengan aturan
main tertentu, adanya ketergantungan positif, pertanggungjawaban secara
individual, mengembangkan kemampuan bersosialisasi, tatap muka dan evaluasi
proses kelompok. Pembelajaran kooperatif (Slavin dalam Komalasari, 2010: 62)
adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan berkerja secara
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2-5 dengan struktur
kelompok yang heterogen.
Pembelajaran kooperatif ini dilatarbelakangi oleh situasi belajar individual
yang dibarengi dengan menonjolnya aspek-aspek yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan siswa seperti kecenderungan berkompetisi, bersikap tertutup pada
teman, kurang memberi perhatian kepada teman sekelas, bergaul hanya dengan
orang tertentu, ingin menang sendiri, Bila hal ini dibiarkan akan menghasilkan
warga Negara yang egois, introvert, inklusif, kurang bergaul dalam masyarakat,
acuh-tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain,
tidak mau menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Gejala seperti ini
dampaknya sudah menjalar pada masyarakat kita dengan adanya demonstrasi,
main keroyok, saling sikut, dan mudah terprovokasi.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli
pendidikan. Hal ini dikarenakan hasil penelitian Slavin (dalam Rusman, 2011:
205) bahwa (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan
sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif
dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif yaitu (1) cooperative task atau
tugas kerjasama, dan (2) cooperative incentive structure atau strukturinsentif
kerjasama. Tugas kerjasama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan
kelompok bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan
struktur insentif kerjasama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi
siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok.
Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila (1) guru
menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2)
guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin
menanamkan tutor sebaya, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi
aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai
permasalahan (Sanjaya dalam Rusman, 2011: 206).

87

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khas yaitu adanya kerjasama dalam


kelompok. Hal ini berarti bahwa tujuan pembelajaran tidak hanya berkaitan
dengan kemampuan akademik, tetapi juga kemampuan dalam berkolaborasi untuk
mencapai prestasi. Penggunaan pembelajaran kooperatif dilandasi adanya
perspektif motivasi, perspektif sosial, dan perspektif perkembangan kognitif.
Adapun cirri-ciri pembelajaran kooperatif meliputi (1) pembelajaran secara
tim, (2) didasarkan pada manajemen kooperatif, (3) kemauan untuk bekerjasama,
(4) keterampilan bekerjasama.
Dari sisi lain, cirri pembelajaran kooperatif adalah (1) setiap anggota
memiliki peran, (2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (3) setiap
anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya,
(4)
guru
mengembangkan
keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan (Isyoni, 2009: 27).
Pembelajaran kooperatif didasari teori belajar kooperatif konstruktivis dari
Vigotsky yang menekankan pada hakikat sosiokultural dalam pembelajaran. Fase
mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada kerjasama antara individu
sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu. Implikasi dari
teori Vigotsky dikehendaki susunan kelas berbentuk kooperatif.
Penerapan pembelajran koperatif didasari teori (1) Ausubel tentang
pembelajaran bermakna artinya mengaitkan informasi baru dengan konsep yang
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif; (2) Piaget, bahwa pengetahuan akan
didapat siswa dengan partisipasi aktifnya dengan cara mengonstruksinya; (3)
Vigotsky, bahwa pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian.
Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif yakni (1) prinsip ketergantungan
positif (positive independence), artinya keberhasilan penyelesaian tugas tergantung
pada usaha yang dilakukan oleh kelompok. Keberhasilan kerja kelompok
ditentukan oleh kinerja masing-masing aggota kelompok; (2) tanggung jawab
perseorangan (individual accountability); (3) interaksi tatap muka (face to face
promotion interaction), memberi kesempatan yang luas kepada setiap anggota
kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling
memberi dan menerima informasi; (4) partisipasi dan komunikasi (participation
and communication), melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dan berkomunikasi
dalam kegiatan pembelajaran; (5) evaluasi proses kelompok, menjadwalkan waktu
khusus untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama agar
selanjutnya dapat bekerja sama secara efektif.

88

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya mencakup empat tahap


yakni: (1) penjelasan materi, (2) belajar kelompok, (3) penilaian bisa dalam bentuk
tes atau kuis baik secara individu maupun kelompok. Nilai kelompok hasilnya
sama untuk setiap anggota sedangkan nilai akhir merupakan jumlah nilai individu
dan kelompok dibagi dua, (4) pengakuan tim untuk menentukan tim yang
dianggap berprestasi.
Model-model pembelajaran kooperatif adalah (1) model Student Teams
Achievement Division (STAD), (2) model Jigsaw, (3) model investigasi kelompok
group investigation (GI), (4) model Make a Match (membuat pasangan), model
Team Games Tournament (TGT), dan model Structural (Rusman, 2011: 2062013). Menurut Komalasari (2010: 68-69) pembelajaran kooperatif juga mencakup
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Two stay two stray,
Snowball throwing, Think pair and share, Cooperative script, Numbered head
together. Berikut dijelaskan masing-masing:
1.Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Pembelajaran dengan STAD dikembangkan oleh Slavin . Siswa alam satu
kelas dibagi menjadi beberapa kelompok ang beranggotakan 4 orang yang
beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru menyampaikan
pelajaran dan siswa-siswa dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota
kelompok bias menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani
kuis perorangan untuk materi tersebut.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan model STAD adalah:
a. menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
b. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang secara heterogen.
c. Presentasi dari guru dengan menggunakan media, demonstrasi,
pertanyaanatau masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kegiatan belajar dalam tim, guru menyiapkan lembar kerja sebagai
pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan
memberikan kontribusi. Selama tim bekerja guru melakukan pengamatan,
memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim
ini merupakan ciri terpenting dari STAD.
e. Kuis, untuk mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan
juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing
kelompok. Siswa harus mengerjakan sendiri untuk mempertanggungjawabkan pemahaman terhadap materi.

89

f. Penghargaan prestasi tim, dengan cara menghitung perkembangan skor


individu dan menjumlah skor kelompok yang dibagi jumlah anggotanya.
Kelompok diklasifikasi dalam tim yang baik, sangat baik, dan istimewa.
2. Model Jigsaw
Jigsaw dalam bahasa Inggris berarti gergaji ukir atau puzzle yaitu sebuah
teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw
ini mengambil pola cara kerja gergaji (zigzag) yaitu siswa melakukan suatu
kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai
tujuan bersama.
Pada dasarnya, dengan model ini guru membagi satuan informasi yang
besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi
siswa dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri atas empat orang siswa
sehingga setiap anggota bertaggung jawab terhadap penguasaan setiap
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari
masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang
sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk meyelesaikan tugas kooperatifnya
dalam: (a) belajar dan mejadi ahli dalam subtopik bagiannya, (b) merencanakan
bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya
semula. Setelah itu, siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing
sebagai ahli dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam
subtopic tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak
serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan
penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan
demikian setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara
keseluruhan.
Langkah-langkah pembelajaran koopertif model jigsaw adalah:
1. siswa dikelompokkan dengan anggota kurang lebih 4 orang,
2. tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda,
3. anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok baru (kelompok ahli)
4. setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka
kuasai
5. tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
6. pembahasan/evaluasi,
7. penutup.

90

Pembelajaran kooperatif model jigsaw memberi kesempatan kepada


siswa untuk belajar seara kelompok kecil 4-6 oraang yang bersifat heterogen,
memiliki ketergantungan positif, dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam
hal ini, siswa memiliki kesematan untuk mengemukukan pendapat dan
mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan
berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan
kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat
menyampaikan informasinya kepada kelompok lain.
Dengan pembelajaran koperatif model jigsaw, ada pengaruh positif bagi
perkembangan anak (Johnson dalam Rusman, 2011: 219) yakni:
1. meningkatkan hasil belajar siswa
2. menigkatkan daya ingat siswa,
3. dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi,
4. mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik,
5. meningkatkan hubungan interpersonal yang heterogen,
6. meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah,
7. meningkatkan sikap positif terhadap guru,
8. meningkatkan harga diri guru,
9. meningkatkan harga diri siswa,
10. meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif, dan
11. meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Pembelajaran kooperatif model jigsaw menntut tim ahli membahas
permasalahan yang dihadapi selanjutnya dibawa ke kelompok asal dan
disampaikan pada anggota kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan adalah:
a. membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topik-topik
permasalahan untuk dibaca sehingga mendapatkan informasi dari
permasalahan tersebut.
b. Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan
yang sama bertemu dalam satu kelompok atau disebut kelompok ahli untuk
membicarakan topik permasalahan tersebut
c. Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.
d. Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi.
e. Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
3. Model Group Investigation (GI)
Pembelajaran kooperatif GI didasarkan pada filosofi belajar John Dewey
yang dilandasi oleh premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut

91

kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi
merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut (Slavin dalam
Rusman, 2011: 221). Karena itu, GI tidak dapat diimplementasikan ke dalam
lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog
interpersonal (yang mengacu pada dimensi sosial afektif). Aspek sosial afektif
kelompok, pertukaran intelektual, dan materi yang bermakna merupakan
sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap
usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif di
antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik jika pembelajaran
dilakukan lewat kelompok-kelompok kecil dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif model GI sangat cocok untuk bidang kajian yang
memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi yang mengarah pada kegiatan
perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya memecahkan masalah.
Adapun implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran secara
umum dibagi menjadi enam langkah, yaitu
(1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok
yang terdiri 4-5 orang (para siswa menelaah sumber-sumber informasi,
memilih topik, dan mengategorisasi saran-saran; para siswa bergabung ke
dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi
kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru
membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi);
(2) merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara bersama-sama
dalam kelompoknya, yang melipputi apa yang diselidiki, bagaimana
melakukanna, siapa sebagai apa-pembagian kerja, untuk tujuan apa topik ini
dinvestigasi)
(3) melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada
usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi,
dan mensintesis ide-ide);
(4) menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan
esensial proyeknya, merencanakan apa yang akan dilaporkan dan
bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk
mengoordinasikan rencana presentasi);
(5) mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas
dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif
dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi

92

kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan


kelas);
(6) evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang
dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman
afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi
pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep
dan keterampilan berpikir kritis).
Model pembelajaran kooperatif GI dapat dipakai guru untuk
mengembangkan kreativitas siswa baik secara individu maupun secara
kelompok. Selain itu dirancang untuk membantu terjadinya pembagian
tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju
pembentukan manusia sosial (Mafune dalam Rusman, 2011: 222). Model ini
dipandang sebagai proses pembelajaran aktif, sebab siswa akan lebih banyak
belajar melalui proses pembentukan (constructing) dan penciptaan, kerja dalam
kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap
merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif GI dipandang merupakan pembelajaran berbasis
konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Model ini melatih siswa
menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri, kritis, analitis, kreatif, reflektif,
dan produktif.
4 Model Make a Match
Model pembelajaran kooperatif membuat pasangan dikembangkan oleh
Lorna Curran. Salah satu keunggulan teknik ini mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan.
Teknik ini dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan semua usia.
Model pembelajaran dengan teknik ini dimulai dengan siswa disuruh
mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas
waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang
cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi
sebaliknya berupa kartu jawaban).
b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari
kartu yang dipegang.
c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (kartu soal/kartu jawaban).
d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

93

e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f. Kesimpulan.
5. Model Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif TGT adalah tipe pembelajaran yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 56 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku berbeda.
Dalam permainan dengan TGT , setiap siswa yang bersaing merupakan
wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing
ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5
sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari
kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta
homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk
bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan
kunci tidak terbaca).
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis
pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa misalnya, akan mengambil
sebuah kartu yang dberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan
yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua
siswa dari semua tingkat kemampuan untuk menyumbangkan poin bagi
keompoknya. Prisipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah
untuk anak yang kurng pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak
mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang
dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif
atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran.
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai
berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca
soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang
menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan
kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan
nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara
mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, pemain akan
membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah
jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor

94

hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang
pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis
dibacakan, di mana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta
dalam satu meja turnamen dapat bermain sebagai pembaca soal, penantang, dan
pemain.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal
dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan
jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain
dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan
berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.
Selanjutnya setiap pemain kembali ke kelompok asalnya dan melaporkan poin
yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin
yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan,
kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
6. Model Struktural
Menurut Spencer dan Miguel (dalam Rusman, 2011: 225-226) terdapat
enam komponen utama pembelajaran kooperatif tipe pendekatan struktural,
yaitu:
a. struktur dan konstruk yang berkaitan
Prinsip dasar dalam pendekatan struktural adalah bahwa ada hubungan
kuat antara yang dilakukan siswa dengan yang dipelajarinya. Interaksi di
dalam kelas telah memberi pengaruh besar pada perkembangan siswa pada
sisi sosial, kognitif, dan akademisnya. Konstruksi dan pemerolehan
pengetahuan, perkembangan bahasa dan kognisi, perkembangan
keterampilan sosial merupakan fungsi dari situasi di mana siswa
berinteraksi.
b. prinsip-prinsip dasar
Ada empat prinsip pembelajaran kooperatif dengan model struktural yaitu
interaksi serentak, partisipasi sejajar, interdependensi positif, dan
akuntabilitas perseorangan.
c. pembetukan kelompok dan pembentukan kelas
Kagan (dalam Rusman, 2011: 225) membedakan lima tujuan pembentukan
kelompok dan memberikan struktur yang tepat untuk masing-masing.
Kelima tujuan pembentukan kelompok itu adalah (1) agar dikenal, (2)

95

identitas kelompok, (3) dukungan timbal balik, (4) menilai perbedaan, dan
(5) mengembangkan sinergi.
d. Kelompok
Kelompok belajar kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat, yang
idealnya terdiri dari empat anggota yang berlangsung lama. Ada empat tipe
kelompok yakni (1) kelompok heterogen, (2) kelompok acak, (3) kelompok
minat, (4) kelompok bahasa homogen.
e. tata kelola
Dalam kelas kooperatif ditekankan adanya interaksi siswa dengan siswa,
untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan. Beberapa di
antaranya adalah tipe kelompok, pengaturan tempat duduk, tingkat suara,
pemberian arahan, distribusi dan penyimpanan materi kelompok, serta
metode pembentukan sikap kelompok.
f. keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif tipe structural (the structural natural approach)
untuk pemerolehan keterampilan sosial menggunakan empat alat yaitu (1)
peran dan gerakan pembuka, (2) pemodelan dan penguatan, (3) struktur
dan penstrukturan, dan (4) refleksi dan waktu perencanaan.
7. Model Cooperative Integrated Reading and Composition
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC bertujan untuk melatih
kemampuan siswa secara terpadu antara membaca dan menemukan ide pokok
suatu wacana tertentu dan memberikan tanggapan terhadap wacana/kliping
secara tertulis. Adapun langkah-langkah pembelajarannya mencakup:
a. membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen,
b. guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topic pembelajaran.
c. Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok
selanjutnya memberi tanggapan terhadap wacana/kliping yang ditulis
dalam lembar kertas.
d. Mempresentasikan hasil kerja kelompok
e. Guru membuat kesimpulan
f. Penutup.
8. Two stay two stray
Pada prinsipnya pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (dua
tinggal dua tamu) memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan
hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Caranya:
a. Siswa bekerjasama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.

96

b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua


kelompok yang lain.
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
9. Snowball Throwing
Model pembelajaran kooperatif tipe melempar bola salju ini dapat
digunakan untuk menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan
keterampilan membuat dan menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui
suatu permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju. Langkahlangkah pembelajarannya adalah
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberi penjelasan tentang materi.
c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan guru kepada teman satu
kelompoknya.
d. Masing-masing siswa diminta menuliskan satu pertanyaan apa saja yang
menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
e. Siswa diminta untuk membentuk bola dari kertas yang berisi pertanyaan
tadi dan dilempar dari satu siswa ke siswa lainselama lebih kurang 15
menit.
f. Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan lalu deiberi kesempatan
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola
tersebut secara bergantian.
g. Evaluasi.
h. Penutup.
10. Think pair share
Pembelajaran koperatif tipe think pair share atau berpikir berpasangan ini
bertujuan untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Model ini berkembang dari
penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan
oleh Frang Lyman dan kolegana dari Universitas Maryland. Model ini
merupakan cara efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pegaturan
untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan

97

dapat memberi lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, merespon,
dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian
singkat atau siswa membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya.
Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang
telah dijeaskan dan dialami. Guru melaksanakan pembelajaram dengan TPS
menggunakan langkah-langkah:
1. Berpikir (thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atas masalah.
2. Berpasangan (pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan
dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan
menyatukan gagasan suatu masalah khusus yang didentifikasi. Secara
normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
3. Berbagi (sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif
untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan
sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan
(Arends dalam Komalasari, 2010: 64-65).
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan
bekerja sama dengan orang lain. Keunggulannya adalah adanya optimalisasi
partisipasi siswa .
11. Cooperative script
Cooperative script (skrip kooperatif) dikembangkan oleh Dansereau.
Model pembelajaran kooperatif ini dilaksanakan dengan cara dimana siswa
bekerja berpasangan, dan secara lisan bergantian mengikhtisarkan bagianbagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah pembelajarannya adalah:
1. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan pasangan.
2. Guru membagikan wacana/materi kepada tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

98

4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan


memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
5. Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok
yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok
dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lain.
6. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya.
7. Guru dan siswa menyimpulkan bersama.
8. Penutup.
12. Numbered head together
Numbered head together (kepala bernomor) merupakan teknik
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Dengan
model ini, setiap siswa diberi kesempatan untuk saling membagikan ide-ide
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Langkahlangkah pembelajarannya yakni:
1. Siswa-siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
2. Guru memberi tugas dan masing-masing kelompok mengerjakanya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut
melaporkan hasil kerja sama mereka.
5. Tanggapan dari teman, kemudian guru menunjuk nomor lain.
6. Kesimpulan.
R. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu alternatif
pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa
(penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah. Menurut Tan
(dalam Rusman, 2011: 229). Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
berkaitan dengan penggunaan intelegensi dari dalam diri individu yang berada
dalam sebuah kelompok orang atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang
bermakna, relevan, dan kontekstual.
Pendidikan berfungsi membantu membentuk individu yang kritis dengan
tingkat kreativitas tinggi dan keterampilan berpikir yang tinggi pula. Berkaitan
dengan ini, Boud dan Felleti serta Margetson (dalam Rusman, 2011: 230)

99

menyatakan bahwa PBM merupakan inovasi pendidikan yang paling signifikan


mampu membantu meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang
hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. PBM
memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok,
dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan lain.
Masalah dapat mendorong seseorang untuk berpikir dan bertindak serius,
inkuiri, berpikir secara bermakna, dan sangat kuat. Pendidikan memerlukan
perspektif baru dalam menemukan berbagai permasalahan dan cara memandang
suatu permasalahan. Berbagai terobosan dalam lmu pengetahuan dan teknologi
merupakan hasil dari adanya ketertarikan terhadap masalah. Pada umumnya
pendidikan dimulai dengan adanya ketertarikan dengan masalah, dilanjutkan
dengan menentukan masalah, dan penggunaan berbagai dimensi berpikir.
Dalam memecahkan masalah di dunia nyata, kita perlu menyadari bahwa
seluruh proses kognitif dan aktivitas mental terlibat di dalamnya. Otak bekerja
dengan siklus tertentu dan literasi dari berpikir sistematis, sistemik, analitis
general, dan divergen. Abad ke-21 ini ditandai oleh tingginya koneksitas, isu-isu
saling silang sehingga dibutuhkan pandangan yang luas tentang berbagai hal dan
perpaduan dari berbagai pengetahuan.
Dari segi paedagogis, PBM berdasarkan teori belajar konstruktivisme
dengan cirri:
a. Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario pemasalahan dan
lingkungan belajar.
b. Pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan disonansi
kognitif yang menstimulasi belajar.
c. Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi
terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.
Paedagogi PBM membantu untuk menunjukkan dan memperjelas cara
berpikir serta kekayaan dari struktur dan proses kognitif yang terlibat di daamnya.
PBM mengoptimalkan tujuan, kebutuhan, motivasi yang mengarahkan suatu
proses belajar yang merancang berbagai acam kognisi pemecahan masalah.
Inovasi PBM menggabungkan penggunaan dari akses e-learning, interdisipliner
kreatif, penguasaan, dan pengembangan keterampilan individu.
Karakteristik PBM
PBM merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan
untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas ang ada (Tan dalam
Rusman, 2011: 232). Adapun karakteristik PBM adalah

100

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;


b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur;
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multi perspective);
d. Permasalahan menantang pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimiliki
oleh siswa, yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar.
e. Pengarahan diri menjadi hal yang utama;
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi
sumber informasi merupakan proses yang esensial;
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
h. Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya
dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah
permasalahan;
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar;
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Studi kasus PBM meliputi (1) penyajian masalah, (2) menggerakan inkuiri,
(3) langkah-langkah PBM yaitu analisis inisial, mengangkat isu-isu belajar, literasi
kemandirian dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru,
penyajian solusi dan evaluasi.
PBM digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan
dengan (1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner, (2)
penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristik, (3) belajar keterampilan
pemecahan masalah, (4) belajar keterampilan kolaboratif, dan (4) belajar
keterampilan kehidupan yang lebih luas. Jika tujuan PBM luas, permasalahan juga
kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus yang panjang.
Penerapan PBM tergantung pada profil dan kematangan siswa, pengalaman
masa lalu siswa, fleksibilitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu dan
sumber yang ada.
Peran Guru dalam PBM
Gru dalam PBM akan menggerakkan siswa untuk menuju kemandirian,
kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat. Lingkunan belajar yang
dibangun guru harus mendorong cara berpikir reflektif, evaluasi kritis, berdaya
guna. Peran guru dalam PBM adalah berpikir tentang (1) bagaimana merancang
dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata sehingga siswa dapat
menguasi hasil belajar, (2) bagaimana menjadi pelatih siswa dalam pemecahan

101

masalah, (3) bagaimana agar siswa memandang diri sebagai pemecah masalah
yang aktif. Guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada (1)
memfasilitasi proses PBM, mengubah cara berpikir, mengembangkan
keterampilan inkuiri, menggunakan pembelajaran kooperatif; (2) melatih siswa
tentang strategi pemecahan masalah, pemberian alasan yang mendalam,
metakognisi, berpikir kritis, berpikir secara sistem, dan (3) menjadi perantara
proses penguasaan informasi yang beragam, dan megadakan koneksi.
Masalah yang dijadikan sebagai dasar pembelajaran didesain dan memiliki
cirri-ciri (1) dari segi karakteristik; masalah bersifat nyata dalam kehidupan ,
relevan dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan kompleksitasnya sesuai dengan
perkembangan siswa, memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan
masalah, produk akhir; (2) dari segi konteks: masalah tidak terstruktur, menantang,
memotivasi, memiliki elemen baru; (3) dari segi sumber dan lingkungan belajar:
memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, indpenden untuk
bekerja sama, ada bimbingan, adanya sumber nformasi; (4) dari segi presenasi:
penggunaan scenario masalah, video klip, audio, jurnal, majalah, web site.
Suatu masalah dapat dpecahkan dengan memadukan berbagai pengetahuan
dan pegalaman sehingga ada beberapa teori belajar yang melandasinya yaitu:
1. Teori belajar bermakna dari Ausubel, I mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur oengertian yang sudah dimiliki.
2. Teori belajar Vigotsky, bahwa perkembangan intelektual terjadi saaaat individu
berhadapan deeengan pengalaman baru dan menantang serta ketika
memecahkan masalah. Vigostky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual.
3. Teori belajar Jerome Bruner, bahwa metode penemuan memberikan
pengalaman kepada siswa untuk menemukan kembali (bukan menemukan
sesuatu yang benar-benar baru) yang akan menghasilkan pengetahuan yang
lebih bermakna. Bruner menyarankan penggunaan scaffolding untuk membantu
siswa
menuntaskan
permasalahan
karena
melampaui
kapasitas
perkembangannya melalui bantuan guru, teman, orang lain yang memiliki
kemampuan lebih.
S. Model Pembelajaran Tematik
1. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan tema dan melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman bermakna pada siswa (Rusman, 20011: 254). Pembelajaran tematik
merupakan salah satu bentuk implementasi pembelajaran terpadu dengan

102

menentukan tema tertentu untuk menyatukan beberapa mata pelajaran. Dalam


pembelajaran terpadu siswa akan memahami konsep-konsep melalui
pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah
dipahaminya. Fokus perhatian dalam pembelajaran tematik terletak pada proses
yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan
bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya. Hal inilah yang
menjadikan pemelajaran tematik bermakna.
Dengan pembelajaran tematik memungkinkan siswa
baik secara
kelompok maupun individual menggali dan menemukan konsep serta prinsipprinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Pembelajaran tematik
merupakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
siswa . Kebutuhan siswa Sekolah Dasar akan kemampuan kemampuan dasar
seperti membaca, menulis dan berhitung merupakan kelanjutan dari
pemerolehan berbahasa yang ditempuhnya hingga usia 5 tahun. Kemempuan
tersebut dibutuhkan siswa untuk lebih mengenal, memahami, mempelajari
lingkungan untuk mengembangkan diri.
Perkembangan siswa SD secara kognitif termasuk masa konkret
operasinal (Piaget dalam Hastuti, 1985: 34) dalam pengenalan lingkungan
termasuk materi pembelajaran melalui hal-hal yang konkret. Pengenalan
lingkungan juga dilakukan secara keseluruhan yang menurut psikologi totalitas
perlu dikembangkan agar anak memiliki konsep yang menyeluruh tidak
sepotong-sepotong.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik disatukan dengan adanya tema
sehingga (1) siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema tertentu, (2)
siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan kompetensi dasar
antarmata pelajaran dalam tema yang sama, (3) pemahaman terhadap materi
pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (4) kompetensi dasar dapat
dikembangkan lebih baik dengan mengatkan mata pelajaran dengan
pengalaman pribadi siswa, (5) siswa lebih dapat merasakan manfaat dan makna
belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) siswa dapat
lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus
mempelajari mata pelajaran lain, (7) guru dapat menghemat waktu karena mata
pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan dapat
dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk
kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan (Rusman, 2011: 254-255).

103

2. Landasan Pembelajaran Tematik


Pembelajaran tematik didasarkan pada aliran filsafat progresivisme,
kontruktivisme, dan humanisme. Aliran progresivisme menyatakan bahwa
proses pembelajaran seharusnya berlangsung secara alamiah. Pembelajaran
dilaksanakan seperti keadaan dunia nyata yang memerhatikan pengalaman
siswa, kreativitas dengan memberikan sejumlah kegiatan.
Aliran konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan dibentuk oleh
individu berdasarkan pengalaman. Dalam hal ini isi atau materi pembelajaran
perlu dihubungkan dengan pengalaman siswa sehingga siswa mengonstruksi
pengetahuannya berdasar pengalaman dan interaksinya dengan objek, fenomena
dan lingkungannya.
Aliran humanisme memandang bahwa setiap siswa unik/khas. Setiap
siswa memiliki bakat, minat, kemampuan, gaya belajar yang berbeda. Hal ini
berimplikasi pada kegiatan pembelajaran hendaknya dilaksanakan secara
individual.
Pembelajaran tematik didasarkan pada psikologi gestalt atau psikologi
totalitas. Dalam pelaksanaan pembelajaran menurut psikologi ini dimulai dari
kesan umum terhadap suatu objek, fenomena. Hal ini dilakukan dengan tujuan
agar pembelajaran bermakna (Tim Pengembang PGSD, 2001: 7). Landasan lain
adalah psikologi kognitif yang dikemukakan oleh Piaget yang menekankan
pada pengembangan pembelajaran berorientasi DAP (developmentally
appropriate
practice)
yaitu
bahwa
pembelajaran
hendaknya
mempertimbangkan aspek kognitif, emosi, minat, dan bakat siswa.
Dalam pandangan Piaget, perkembangan mental pada hakikatnya adalah
perkembangan kemampuan penalaran logis (development of ability to reason
logically).Makna berpikir dalam proses mental lebih penting daripada mengerti.
Proses perkembangan mental pada hakikatnya bersifat universal, tetapi
ditemukan adanya perbedaan penampilan kognitif pada tiap kelompok manusia.
Sistem persekolahan dan tingkat social ekonomi, budaya, system nilai, harapan
masyarakat mempengaruhi terjadinya perbedaan perkembangan anak (Hartinah,
2008: 36).
Menurut Piaget (dalam Rusman, 2011: 251) dinyatakan bahwa anak usia
SD berada pada tahapan operasi konkret dengan karakteristik (1) anak
memandang dunia secara objetif, bergeser dari aspek situasi ke aspek lain
secara reflektif dan memandang unsure-unsur secara serentak, (2) anak mulai
berpikir secara operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (3) anak
dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip

104

ilmiah sederhana, dan sebab akibat, (4) anak dapat memahami konsep substansi
panjang, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat.
Pembelajaran tematik hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran
ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran yang telah tertuang
dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan SD.
Landasan yuridis pelaksanaan pembelajaran tematik di SD adalah UU no.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Permendiknas No. 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi. Dalam UU Sisdiknas dinyatakan bahwa setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Selain itu dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dalam struktur kurikulum
SD/MI dinyatakan bahwa pembelajaran di kelas I s.d. III dilaksanakan melalui
pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui
pendekatan mata pelajaran (Mulyasa, 2007: 51).
Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan
kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya untuk
mencapai hasil yang maksimal.
3. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut (Rusman, 2011:
258-259):
a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik yang berpusat pada siswa sesuai dengan
pendekatan belajar odern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai
subjek belajar, sedangkan guru banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu
memberikan kemudahan-kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas
belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada
siswa. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu
yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak mutlak
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tematema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat

105

memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk


membantu siswa dalam memecahkan masalah masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.
e. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes di mana guru dapat mengaitkan
nbahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana
siswa dan sekolah berada.
f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Dalam pembelajaran tematik siswa diberi kesempatan untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya.
g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain sehingga menyenangkan.
Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan bermain sesuai dengan
tingkat perkembangan anak yang menyukai permainan tetapi tetap dengan
tujuan utama belajar.
Karakteristik pembelajaran tematik sebagai salah satu bentuk
pembelajaran terpadu (Tim Pengembang PGSD, 1996: 3-4) adalah (1)
bersifat holistik, artinya suatu gejala diamati dan dikaji dari beberapa mata
pelajaran sekaligus. Hal ini memungkinkan siswa memahami suatu
fenomena dari segala sisi yang diharapkan membuat siswa lebih arif dan
bijak dalam menyikapi kejadian yang dihadapinya; (2) bermakna, artinya
pengkajian fenomena dari berbagai aspek memungkinkan terbentuknya
jalinan antarskemata yang dimiliki siswa. Pada gilirannya, hal ini akan
berdampak pada kebermaknaan materi yang dipelajari. Selanjutnya hal ini
akan mengakibatkan kegiatan belajar lebih fungsional; (3) otentik, artinya
pada pembelajaran tematik, siswa dihadapkan pada kondisi nyata kehidupan
sehingga siswa dapat mengolah, mensintesiskan fakta yang dihadapi ; (4)
aktif, artinya siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya sendiri , setrta
aktif dalam kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil
pembelajarannya. Di samping karakteristik pembelajaran tematik, seorang
guru perlu memahami prinsip-prinsip pembelajaran tematik yang
memudahkan pelaksanaannya. Adapun prinsip tersebut meliputi (Tim
Pengembang PGSD, 1996: 6-7): a) Tema yang digunakan dalam
pembelajaran tematik hendaknya (1) tidak terlalu luas namun dengan mudah
dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran; (2) bermakna,
maksudnya tema yang dipilih harus memberikan bekal bagi siswa untuk

106

belajar selanjutnya; (3)


disesuaikan dengan tingkat perkembangan
psikologis anak; (4) mampu mewadahi sebagian besar minat siswa; (5)
mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang
waktu belajar; (6) mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan
masyarakat; dan (7) mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. b)
Prinsip Pelaksanaan Pembelajaran Tematik yaitu (1) guru hendaknya bukan
single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses pembelajaran, (2)
pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap
tugas yang menuntut adanya kerjasama dalam kelompok, (3) guru perlu
akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang tidak terpikirkan dalam
perencanaan. c) Prinsip Evaluasi: evaluasi yang dilaksanakan dalam
pembelajara tematik hendaknya (1) memberi kesempatan kepada siswa
untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya, (2) guru
perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah
dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah
disepakati dalam kontrak. Prinsip Reaksi ; d) Pembelajaran tematik selain
bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang eksplisit (dampak
instruksional) memungkinkan pencapaian dampak pengiring seperti siswa
akan bersikap arif dan bijak dalam menghadapi kehidupannya.
h. Rambu-rambu Pembelajaran Tematik
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah (Rusman, 2011: 259-260):
1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan.
2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester.
3. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara
ytersendiri.
4. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan
baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.
5. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung serta penanaman nilai-nilai moral.
6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat,
lingkungan, dan daerah setempat.
i. Implementasi Pembelajaran Tematik
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh seberapa
jauh pembelajaran tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa.
Dalam merancang pembelajaran tematik di SD dapat dilakukan dengan dua cara:

107

Pertama, dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu yang


akan diajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi
dasar pada beberapa mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tema-tema
tersebut. Cara ini biasanya diterapkan untuk siswa kelas rendah awal (kelas I dan
II). Contoh tema yang dapat dikembangkan, misalnya diri sendiri, keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, pekerjaan, tumbuhan, alam sekitar.
Kedua, dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata
pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu.
Dengan demikian tema-tenma tersebut ditentukan setelah mempelajari kompetensi
dasar dan indicator yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran. Cara ini
dilakukan untuk jenjang pendidikan SD kelas III-VI.
Langkah-langkah dalam merencanakan pembelajaran tematik meliputi:
1. Menetapkan mata pelajaran yang akan dipadukan
Pada langkah ini sudah dipelajari alasan memadukan antarmata pelajaran.
2. Mempelajari kompetensi dasar dan indicator dari mata pelajaran yang akan
dipadukan
3. Memilih dan menetapkan tema
Pada langkah ini ditetapkan tema yang sesuai dengan kompetensi dasar
antarmata pelajaran dan juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Membuat matriks hubungan kompetensi dasar dan tema pemersatu
5. Menyusun silabus pembelajaran
Silabus pembelajaran perlu disusun dalam bentuk matriks dan memuat
tentang (1) mata pelajaran yang akan dipadukan, (2) kompetensi dasar, (3)
indicator yang akan dicapai, (4) kegiatan pembelajaran berisi tentang materi
pokok, strategi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan alokasi
waktu, (5) sarana dan sumber dan (6) penilaian. Di Sekolah Dasar silabus sudah
disusun oleh tim dan diberlskukan oleh dinas pendidikan setempat, dalam hal
ini guru perlu mempelajarinya dan jika perlu dimodifikasi disesuaikan dengan
situasi dan kondisi siswa.
6. Menyusun perencanaan pembelajaran tematik
Misalnya di SD kelas I pada semester I dapat digunakan tema keluarga
untuk mengajarkan mata pelajaran IPA, PKn, Matematika, Bahasa Indonesia,
dan Seni Budaya dan Keterampilan (Silabus Kelas I, 2009: 15). Dengan
beberapa modifikasi silabus ini ditindaklanjuti dengan perencanaan
pembelajaran sebagai berikut:
Tema: Keluarga
1. Persiapan

108

a) Guru dan siswa mengadakan kesepakatan untuk membahas tentang tema


keluarga, misalnya binatang piaraan keluarga. Tema ini sesuai dengan
sekolah yang berada di desa dengan lahan kebun yang memadai untuk
memelihara binatang peliharaan.
b) Guru menyediakan bahan-bahan berupa bagan hubungan keluarga, bagan
hubungan binatang peliharaan dengan makanan, jenis, cara berkembang
biak, manfaat dan sebagainya, serta gambar binatang peliharaan.
2. Pelaksanaan
a) Guru dan siswa mengadakan curah pendapat (brain storming) pada mata
pelajaran terkait antara mata pelajaran IPA, PKn, Matetatika, Bahasa
Indonesia, dan Seni Budaya dan Keterampilan.
b) Pengembangan subtema-subtema yang dilakukan dengan mengadakan curah
poendapat tentang hal-gal yang berasal dari mata pelajaran IPA, misalnya:
jenis bimnatang piaraan yang dimiliki keluarga siswa atau tetangga siswa,
makanannya, cirri-cirinya, manfaatnya.
c) Dengan bimbingan guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan hasil
curah pendapat yang berkaitan dengan mata pelajaran IPA .
d) Mengadakan curah pendapat dengan siswa berkaitan dengan mata pelajaran
PKn, misalnya alasan menyayangi binatang, cara menyayangi binatang
piaraan, manfaat binatang piaraan.
e) Dengan bimbingan guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan hasil
curah pendapat pada mata pelajaran PKn.
f) Mengadakan curah pendapat yang berkaitan dengan mata pelajaran
Matematika, misalnya mencari pakan ternak peliharaan ke lading yang
berjarak 500 m, ditempuh dengan jalan kaki berapa lama, mencari pakan
seberapa besar; jumlah ternak peliharaan, jenisnya, kalau bebek, ayam sudah
bertelur berapa, menjual berapa dan laku berapa dan sebagainya.
g) Dengan bimbingan guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan hasil
curah pendapat pada mata pelajaran Matematika.
h) Mengadakan curah pendapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia,
misalnya mendengarkan teman menceritakan binatang ternaknya, menjawab
pertanyaan, memasangkan gambar binatang sesuai nama, membaca nyaring
gambar tentang cara beternak kambing, menjiplak berbagai bentuk gambar
dan tulisan, menyalin kata dan kalimat, melengkapi kalimat.

109

i) Dengan dibimbing guru menelaah


hasil curah pendapat pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
j) Mengadakan curah pendapat pada mata pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan, misalnya menyanyikan lagu Burungku, Bebekku, dan
sebagainya.
k) Dengan dibimbing guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan curah
pendapat dalam berbagai mata pelajaran tersebut kemudian diteruskan
dengan pengkajian subtema secara kelompok, dengan teknik:
1) Kelas dibagi menjadi 4-5 kelompok sesuai dengan jumlah subtema,
kemudian mencari informasi terkait dengan tema yang dibahas. Kemudian
melaporkan hasil diskusinya;
2) Masing-masing siswa ditugasi menceritakan hasil diskusinya berdasar
subtema yang dibahasnya.
3) Mengadakan penilaian baik penilaian proses maupun penilaian hasil
pada setiap siswa. Di samping itu perlu dievaluasi dampak pengiring
yang dicapai dengan pemnbelajaran tersebut.
3. Implikasi Pembelajaran Tematik
Pelaksanaan model pembelajaran tematik di SD menuntut berbagai
komponen pembelajaran yang siap mendukung.
1. Implikasi bagi Guru
Sebagai model pembelajaran tematik di SD mengarah pada peningkatan
mutu pendidikan. Namun pelaksanaannya menuntut kemampuan,
kemauan dan kesungguhan guru dalam pelaksanaannya. Di samping itu
guru dituntut selalu melakukan inovasi pembelajaran baik dalam
penerapan metode, sumber belajar, maupun pemanfaatan pembelajaran.
2. Implikasi bagi Siswa
Siswa sebagai subjek pembelajaran merupakan faktor utama keberhasilan
pembelajaran tematik. Siswa perlu menyadari atau disadarkan akan
pentingnya pengaitan materi antarmata pelajaran sehingga pembelajaran
tematik dapat berjalan dengan lancar.
3. Implikasi terhadap Buku Ajar
Penerapan pembelajaran tematik menuntut tersedianya bahan ajar,
terutama buku ajar yang memadai dan memenuhi kebutuhan
pembelajaran yang terintegrasi. Buku ajar yang menyangkut setiap mata
pelajaran dapat digunakan dengan dilengkapi buku suplemen yang
bersifat tematik.

110

4. Implikasi terhadap Sarana dan Prasarana , Sumber Belajar, dan Media


Pembelajaran
Penerapan pembelajaran tematik yang memungkinkan siswa aktif baik
secara individual maupun kelompok dalam kegiatan mencari, menggali
dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik.
Sebab itu pelaksanaannya menuntut ketersediaan sarana, prasarana,
sumber belajar, dan media pembelajaran.
4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran
menurut Yeager (dalam Zuchdi, 2001: 43) memiliki kelebihan : (1) siswa banyak
bergaul dengan bacaan dan kenyataan, (20 siswa merasakan peningkatan dalam
belajarnya dan memperlihatkan kesanggupan belajar yang tinggi, (3) guru-guru
berinteraksi dengan siswa, baik sebagai pembaca maupun sebagai penulis, (4)
guru memperlihatkan perhatiannya terhadap bacaan dan penulisan pada
umumnya.
Model pembelajaran tematik mempunyai beberapa kekuatan (Tim
Pengembang PGSD, 2001: 20-21) yaitu:
1. Adanya faktor motivasional yang dihasilkan dari menyeleksi tema yang
sangat diminati;
2. Model jaring laba-laba ( tematik) relatif mudah dilaksanakan bagi guru-guru
yang belum berpengalaman;
3. Model ini mempermudah perencanaan kerja tim sebagai tim antarmata
pelajaran yang bekerja untuk mengembangkan suatu tema ke semua bidang
isi pelajaran;
4. Pendekatan tematik memberikan suatu payung yang jelas yang dapat
memotivasi siswa;
5. Memudahkan siswa untuk melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide yang
berbeda.
Adapun kekurangan pembelajaran tematik (Tim Pengembang PGSD, 2001:
21) adalah (1) langkah yang sulit adalah menyeleksi tema, (2) ada suatu
kecenderungan untuk merumuskan tema yang dangkal, sehingga hal ini hanya
berguna secara artifisial di dalam perencanaan kurikulum, (3) guru sering keluar
dari misi kurikulum, (4) dalam pembelajaran biasanya guru lebih fokus pada
kegiatan-kegiatan daripada pengembangan konsep.
5. Simpulan
Pembelajaran tematik berdasar teori pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa SD. Pelaksanaan pembelajaran tematik membutuhkan

111

dukungan ketersediaan buku ajar, sarana prasarana, kesiapan guru dan siswa.
Namun masih diperlukan kondisi yang mendukung pelaksanaannya terutama
pengkondisian oleh kepala sekolah dalam memberikan kemudahan
pelaksanaannya.
T. Model Pembelajaran Berbasis Komputer
Sejarah teknologi pembelajaran merupakan kreasi beberapa ahli dalam
bidang terkait yang pada dasarnya ingin mewujudkan ide-ide praktis dalam
menerapkan prinsip didaktis, yaitu pembelajaran yang ingin menekankan
perbedaan individual baik dalam kemampuan maupun dalam kecepatan.
Perwujudan ide praktis itu juga sejalan dengan teori belajar yang dikembangkan
oleh ahli psikologi. Aliran teori psikologi tingkah laku dan psikologi kognitif
menghasilkan teori model pemrosesan informasi. Teori psikologi persekolahan
yang terkait dengan belajar tuntas dari John B. Carrol, Jerome S. Bruner, dan
Benjamin S.Bloom sangat berpengaruh terhadap teknologi pembelajaran. Di
samping itu, kerangka acu yang berkaitan dengan desain pembelajaran turut
menyemarakkan perkembangan teknologi pembelajaran yang digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan bingkai kerja dalam mengembangkan pembelajaran
berdasarkan komputer.
Sejarah pembelajaran berbasis komputer dimulai dari teori pembelajaran
individual. Demikian juga merupakan kelanjutan dari karya Sydney L. Presseyu
yang menciptakan mesin mengajar. Dalam mesin mengajar digunakan untuk
melakukan tes pilihan ganda yang ditampilkan daqlam layar, testee memencet
tombol jawaban alternatif yang benar, jika jawaban benar akan muncul soal
berikut tetapi jika salah tidak akan muncul soal selanjutnya. Alat ini kemudian
dikembangkan menjadi mesin mengajar
Pada 1964 BF Skinner menciptakan pembelajaran terprogram (programmed
instruction). Dalam sistem ini siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain, guru
secara langsung melalui program yang berbentuk tulisan, rekaman radio, film,
mesin mengajar, dan sebagainya. Prinsip pembelajaran yang dikembangkan sesuai
dengan prinsip yang dikembangkan yaitu conditioning operant adanya stimulus
dan respon. Program yang dikembangkan Skinner ini disebut dengan program
linier dan dapat pula bercabang (branching). Program ini mewarnai
pengembangan perangkat lunak dalam system pembelajaran berasaskan computer.
Pembelajaran berdasar komputer ini juga didasarkan pada teori psikologi
kognitif yang berkaitan dengan model pemrosesan informasi. Komputer
merupakan tiruan proses penyimpanan informasi dalam otak manusia.

112

Pembelajaran berbasis komputer dilakukan dengan menyampaikan


pembelajaran secara individual dan langsung kepada para siswa dengan cara
berinteraksi dengan mata pelajaran yang diprogramkan ke dalam sistem komputer.
Model-model Pembelajaran Berbasis Komputer
1. Model Drills
Model drills merupakan model pembelajaran untuk melatih siswa dalam
materi pembelajaran yang sudah diberikan. Dengan model ini, ditanamkan
kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan sehingga akan menjadi kebiasaan.
Model ini dapat menambah kecepatan, ketetapan, dan kesempurnaan dalam
melakukan sesuatu. Model ini berasal dari model pembelajaran Herbart
tentang asosiasi dan ulangan tanggapan. Dalam melatih siswa, guru handaknya
memerhatikan jalannya pembelajaran serta faktor-faktor sebagai berikut
(Rusman, 2011: 290):
a. Jelaskan terlebih dahulu tujuan atau kompetensi ,
b. Tentukan dan jelaskan kebiasaan, ucapan, kecekatan, gerak tertentu yan
akan dilatihkan sehingga siswa mengetahui dengan jelas apa yang harus
mereka kerjakan.
c. Pusatkan perhatian siswa terhadap bahan yangakan/sedang dilatihkan ,
d. Gunakan selingan latihan supaya tidak membosankan dan melelahkan,
e. Guru hendaknya memerhatikan kesalahan yang dilakukan siswa serta
mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa. Kesalahan dibetulkan secara
klasikal sedangkan kesalahan perorangan dibetulkan secara perorangan.
f. Latihan tidak boleh terlalu lama atau terlalu cepat. Lamanya latihan dan
banyaknya bahan yang dilatihkan sesuai dengan keadaan, kemampuan,
serta kesanggupan sisswa.
2. Model Tutorial
Program tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan yang
bertujuan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat mencapai hasil belajar
secara optimal. Kegiatan tutorial ini memang sangat dibutuhkan sebab siswa
yang dibimbing melaksanakan kegiatan belajar mandiri yang bersumber dari
modul-modul dalam mata pelajaran tertentu (sering dikaitkan dengan program
pembelajaran modular). Sistem pembelajaran ini direalisasikan dalam berbagai
bentuk yakni pusat belajar modular, program pembinaan jarak jauh, dan sistem
belajar jarak jauh.
Tutorial adalah bentuk pembelajaran khusus dengan pembimbing
terkualifikasi yang meggunakan mikrokomputer. Tutorial dapat menggunakan

113

metode alternatif di antaranya bacaan, demonstrasi, penemuan bacaan atau


pengalaman yang membutuhkan respon verbal dan tulisan serta adanya ujian.
3. Model Simulasi
Model simulasi merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui
penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana
sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko. Model simulasi
ini berbentuk animasi yang menjelaskan konten secara menarik, hidup, dan
memadukan unsur teks, gambar, audio, gerak, dan paduan warna yang serasi
dan harmonis.
4. Model Instructional Games
Instructional games merupakan salah satu bentuk metode untuk
menyediakan pengalaman belajar yang memberikan fasilitas belajar untuk
menambah pengetahuan kemampuan siswa melalui bentuk permainan yang
mendidik. Sebagai sebuah permainan, program ini dirancang sedemkian rupa
sehingga menantang, memotivasi, kompetisi, dan menyenangkan.
U. Model PAKEM
Pakem merupakan singkatan dari partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Pakem berasal dari konsep bahwa pembelajaran harus berpusat
pada anak, dan menyenangkan sehingga mereka termotivasi untuk belajar sendiri
tanpa diperintah. Pakem juga merupakan penerjemahan dari empat pilar
pendidikan learning to know, learningto do, learning to be dan learning to life
together.
Pembelajaran partisipasif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada
keterlibatan siswa pada kegiatan sehingga menjadi lebih bermakna. Siswa diberi
kesempatan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sehingga mampu
mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan di luar kelas.
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak
melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan
untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas sehingga mereka
mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahanman dan
kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan siswa
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi terhadap berbagai peristiwa
belajar dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

114

Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan


guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas siswa selama
pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan metode dan strategi yang
bervariasi. Pembelajaran kreatif menuntut guru merangsang kreativitas siswa baik
dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu
tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis.
Pembelajaran efektif adalah pebmelajaran yang mampu memberikan
pengalaman baru kepada siswa dalam membentuk kompetensi serta mengantarkan
mereka ke arah tercapainya tujuan secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan
melibatkan mereka baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian.
Semua siswa harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran
sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif dan terarah pada tujuan dan
pembentukan kompetensi siswa. Pembelajaran efektif perlu didukung suasana dan
lingkungan belajar yang kondusif. Karena itu, guru harus mampu mengelola siswa,
pembelajaran, isi materi, dan mengelola sumber belajar. Menurut Kenneth D.
Moore (dalam Rusman, 2011: 327) ada tujuh langkah dalam
mengimplementasikan pembelajaran efektif yaitu: (1) perencanaan, (2) perumusan
tujuan/kompetensi, (3) pemaparan perencanaan pembelajaran kepada siswa, (4)
proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi, (5) evaluasi, (6)
menutup proses pembelajaran,dan (7) tindak lanjut.
Pembelajaran menyenangkan merupakan suatu proses pembelajaran yang di
dalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada
perasaan terpaksa atau tertekan (Mulyasa, 2006: 194). Guru memosisikan diri
sebagai mitra bagi siswa bahkan dapat terjadi guru dapat belajar dari siswa.
Terdapat empat aspek yang memengaruhi model PAKEM yaitu pengalaman,
komunikasi, interaksi, dan refleksi. Pada aspek pengalaman, siswa diajarkan untuk
dapat belajar mandiri dengan eksperimen, pengamatan, penyelidikan, dan
wawancara. Dalam aspek komunikasi, artinya konkasi dapat dilakkan denan
bebagai bentukantara lain dengan mengemukakan pendapat, presentas,
memajangkan hasil karya. Pada aspek interaksi, dapat dilakukan dengan cara
diskusi, tanya jawab, dialog, debat. Sedangkan pada aspek refleksi, dapppat
dilakukan dengan memikirkan kebali apa yang telah diperbuat untuk memperbaiki
makna yang telah terbangun agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah
dilakukannya.
Adapun model-model pembelajaran yang mendukung PAKEM adalah
pembelajarn kuantum dan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kuantum
merupakan bentuk inovasi dari pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada

115

di dalam dan di sekitar momen belajar. Menurut Bobbi dePorter (2005: 5)


quantum is an interaction that change energy into light. Mengubah semua
hambatan belajar yang selama ini dipaksakan menjadi manfaat bagi siswa dan
orang lain, dengan memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa.
Pengubahann itu dapat dilakukan dengan cara menjadikan lingkungan sebagai
media, sistem komunikasi menjadi ilmu.
Kerangka perancangan pembelajaran kuantum yang dinamakan tandur
(dePorter, 2005: 7) meliputi Tumbuhkan dalam pengertian sertakan diri mereka,
pikat mereka, puaskan dengan AMBAK (apa manfaatnya bagiku/siswa), Alami
berikan mereka pengalaman belajar untuk mengalami sendiri, namai berikan data
ketika minat memuncak, demonstrasikan berikan kesempatan pada mereka untuk
mengaitkan pengalaman dengan data baru sehingga mereka menghayati dan
membuatnya sebagai pengalaman pribadi, ulangi rekatkan gambaran keseluruhan
dengan retensi, rayakan perayaan menambatkan belajar dengan asosiasi positif.
V. Model Pembelajaran Berbasis Web
Model pembelajaran ini sering disebut sebagai web based education atau juga
disebut elearning. Model pembelajaran ini dirancang dengan mengintegrasikan
pembelajaran berbasis web dalam program pembelajaran konvensional tatap muka
yang menerapkan student centered learning. Hal ini dilakukan sebab sebuah
pembelajaran diperlukan desain yang memungkinkan siswa belajar secara optimal.
Untuk merancang dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis web
dilakukan langkah-langkah berikut: (1) program ini dilakukan idealnya 5-10 bulan
dengan 5 tahap. Tahap 1, 3, dan 5 dilakukan secara arak jauh sedangkan tahap 2
dan 4 secara konvensional.
Sekalipun teknologi web memungkinkan pembelajaran dilakukanvirtual
secara penuh, namun kesempatan itu tidak dipilih karena pembelajaran
membutuhkan komunikasi. Alasannya adalah (1) perlu forum untuk menjelaskan
maksud dan mekanisme belajar yang akan dilalui bersama. Peserta didik perlu
mengetahui keluaran dan kompetensi yang akan didapat setelah mengikuti suatu
kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pengalaman, menjelaskan maksud dan
mekanisme belajar merupakan langkah awal yang sangat vital. Kelancaran proses
belajar selanjutnya sangat ditentukan pada tahapan ini; (2) perlnya memberikan
pemahaman sekaligus pengalaman belajar dengan mengerjakan tugas secara
kelompok dan kolaboratif ada setiap peserta didik. Mengenal dan membangun
kerjasama dengan orang lain perlu dikembangkan pada diri siswa di samping
untuk membentuk kelompok yang kokoh selama kerja virtual berlangsung; (3)

116

perlu pemberian latihan secukupnya dalam menggunakan computer yang akan


digunakan media komunikasi berbasis web kepada setiap peserta didik. Dengan
menyertakan berbagai kegiatan menggunakan komputer beserta fasilitas system
komunikasi pendukungnya setiap peserta didik harus mempunyai keterampilan
mengoperasikannya.
W.

Model Pembelajaran Mandiri


Kata mandiri mengandung arti tidak tergantung pada orang lain, bebas, dan
dapat melakukan sendiri. Kata ini sering diterapkan untuk pengertian dan tingkat
kemandirian yang berbeda-beda. Dalam belajar mandiri menurut Wedemeyer
(dalam Rusman, 2011:353) peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai
kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru
di kelas. Peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca
modul atau melihat dan mengakses program e-learning tanpa bantuan atau dengan
bantuan terbatas dari orang lain. Di samping itu, peserta didik mempunyai otonomi
dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan sebagai
berikut: (1) ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya, (2) menentukan bahan belajar yang
ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya, (3) belajar sesuai dengan kecepatan
belajarnya, (4) menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai
kemajuan belajarnya.
Berikut Adalah sebuah gambaran mengenai tingkat-tingkat kemandirian
dalam program pembelajaran yang dikemukakan oleh Moore (dalam Rusman,
2011: 360):
1. Program belajar sendiri atau private study , di mana dalam system ini
pembelajar memiliki kebebasan sepenuhnya dalam menentukan tujuan, media
dan cara serta criteria keberhasilannya. Peserta didik yang sangat mandiri
memiliki karakteristik (1) sudah mengetahui dengan pasti apa yang ingin
dicapai dalam kegiatan belajarnya., (2) dapat memilih sumber belajar dan ke
mana mencarinya, (3) dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan atau untuk memecahkan permasalahan yang
ditemuinya dalam kehidupan.
2. Belajar olah raga, di mana pembelajar memiliki kemandirian dalam
menentukan tujuan, tetapi tidak bebas menentukan cara mempelajarinya.
3. Kursus dan evaluasi yang dikontrol peserta didik. Tujuan pembelajaran tidak
dapat ditentukan sendiri oleh pembelajar, tetapi cara dan evaluasinya dapat
ditentukan sendiri.

117

4. Belajar mengendarai mobil yang mandiri menentukan tujuannya tetapi tidak


dapat menentukan cara dankriteria keberhasilannya.
5. Evaluasi yang dikontrol peserta didik yangbebas memberikan kemajuan
belajarnya tetapi tidak mandiri dalam menentukan tujuan belajarnya.
6. Kuliah mandiri yang juga disebut dengan independent course/independent
study. Dalam system ini mahasiswa tidak mandiri dalam menentukan tujuan
dan cara evaluasinya tetapi memiliki kemandirian dalam menentukan materi
dan cara belajarnya.
7. Belajar bebas untk mendapatkan kredit, siswa tidak memilki kemandirian
dalam menentukan tujuan, cara, da evaluasinya.
Dalam pembelajaran jarak jauh, Wedemeyer (dalam Rusman, 2011: 371)
menyatakan bahwa untuk mengatasi persoalan jarak dalam system pendidikan
terbuka jarak jauh perlu diciptakan system pembelajaran yang memerhatikan
aspek-aspek: (1) peserta didik belajar terpisah dari guru/instruktur, (2) isi pelajaran
disampaikan melalui tulisan atau media lainnya, (3) pembelajaran dilaksanakan
dengan pendekatan individual dan proses belajar terjadi melalui kegiatan peserta
didik, (4) belajar dapat dilakukan di mana saja asal sesuai, (5) peserta didik
bertangun jawab atas kemajuan belajarnya.
X. Model Lesson Study
Pembelajaran merupakan proses yang manusiawi melibatkan siswa dan guru
dengan materi sebagai mediumnya. Siswa dan guru salng memengaruhi dan
member masukan selama berinteraksi. Maka itulah interaksi keduanya melahirkan
interaksi edukatif yang hidup, sarat nilai, da memliki tujan yang jelas. Seiring
denan perkembangan ilm pengetahan dan teknologi, para pendidik ingin
menciptakan dan mengembangkan perangkat model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran yan salah satunya adalah lesson study.
Lesson study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif, dan berkelanjutan oleh
sekelompok guru. Tujuan utama lesson study adalah untuk (1) memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar,
(2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam
melaksanakan pembelajaran, (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis
malalui inquiry collaborative, (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogies di
mana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.
Adapun manfaat lesson study adalah (1) guru dapat mendokumentasikan
kemajuan kinerjanya, (2) guru dapat memperoleh feedback dari teman sejawatnya,

118

dan (3) guru dapat mempublikasikan dan menyebarluaskan hasil akhir lesson study
yang telah dilakukana. Dengan demikian, lesson study merupakan model
pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning ,
serta membangun learning community.
Pada hakikatnya lesson study bukan strategi atau metode pembelajaran, tetapi
kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai strategi dan metode
p[embelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan ang dihadapi
guru pada setiap satuan pendidikannya masing-masing. Ciri-ciri utama lesson
study menurut Chaterine Lewis adalah (1) tujuan bersama untuk jangka panjang,
misalnya tentang pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan
pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan kemampuan individual siswa;
2) materi pembelajaran yang penting, yang menjadi titik lemah pembelajaran
siswa, yang sulit dipelajari siswa; (3) studi tentang siswa secara cermat, bagaimana
siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, bagaimana minat siswa,
bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, dsb; (4) observasi pembelajaran
secara langsung.
Ada dua tipe penyelenggaraan lesson study yaitu yang berbasis sekolah dan yang
berbasis MGMP (Mulyana dalam Rusman, 2011: 387). Sedangkan anggotanya,
menurut Columbia University disarankan 3-6 orang saja.
Tahap-tahap lesson study menurut Bill Cerbin dan Bryan Kopp (dalam Rusman,
2011: 395) adalah:
1. Membentuk tim sebanyak 3-6 orang terdiri atas guru bersangkutan dan pihak
berkompeten;
2. Mendiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil lesson
study;
3. Mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi
bagaimana para siswa akan merespon;
4. Salah seorang melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan
pengamatan, serta mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa;
5. Kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari
tahapan kedua sampai tahapan kelima dan tim melakukan sharing atas temuantemuan yang ada.
Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, para guru berkolaborasi menyusun RPP yang mencerminkan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kegiatan diawali dengan kegiatan
menganalisis kebutuhan siswa dan permasalahan yang dihadapi dalam

119

pembelajaran seperti kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, menyiasati


kekurangan fasilitas, sarana, media sehingga dapat diketahui kondisi nyata yang
akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, mencari solusi
memecahkan segala permasalahan yang ditemukan. Kesimpulan dari analisis
kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam
menyususn RPP sehingga menjadi RPP yang benar-benar matang.
Tahap Pelaksanaan
Salah seorang guru melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah
disusun bersama dan pengamatan dari anggota lainnya. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam tahapan ini adalah: (1) guru melaksanakan pembelajaran
dengan RPP yang telah disusun bersama, (2) siswa mengikuti pembelajaran secara
natural bukan karena program lesson study, (3) selama kegiatan pembelajaran,
pengamat tidak mengganggu jalannya pembelajaran baik guru maupun siswa, (4)
pengamat menggunakan instrument yang disiapkan dan disusun bersama, (50
pengamat belajar dari kegiatan yang dilaksanakan guru dan bukan mengevaluasi
guru, (6) pengamat dapat melakukan perekaman melalui video kamera, (7)
pengamat melakukan pencatatan tenang p[erilaku belajar siswa selama
pembelajaran berlangsung.
Tahap Refleksi
Tahap ini merupakan tahapan penting karena upaya perbaikan proses
pembelajaran berikutnya tergantung pada ketajaman analisis peserta berdasarkan
pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran. Refleksi berbentuk diskusi yang
diikuti seluruh peserta. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan dan kesulitan
serta permasalahan pelaksanaan pembelajaran. Pengamat menyampaikan komentar
dan tanggapan terhadap proses pembelajaran disertai bukti yang diperoleh dari
pengamatan.
Tahap Tindak Lanjut
Tahap tindak lanjut ini berkaitan dengan tataran individual, yaitu adanya
masukan dan saran berharga selama diskusi sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan untuk mengembangkan kemampuan. Secara manajerial, kepala sekolah
dapat memahami pelaksanaan pembelajaran dengan berbagai masukan sehingga
dapat memberikan kebijakan yang tepat untuk kemajuan pembelajaran.

120

DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.
DePorter, Bobbi. 2000. Quantum Teaching.
Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri. 2011. Silabus Kelas I. Wonogiri: Diknas
Wonogiri.
Djamara, Saiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Gafur, Abdul. 1984. Desain Instruksional. Surakarta: Tiga Serangkai.
Hairudin. 2007. Pendidikan Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Balai
Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2008.
Iskandarwssid, dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.
Hasibuan. 2008. Proses Belajar engajar. Andung: Remaja Rosdakarya.
Hastuti, Sri. 1985. Konsep Pengajaran Bahasa dan SastraIndonesia. Yogyakarta:
FPBS.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Johnson, Elaine B. 2009. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC
(terjemahan Ibnu Setiawan).
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Refika Aditama.
Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.
Yogyakarta: BPFE.

121

Oliva, Peter F. 1997. Developing the Curriculum.


Roestiyah. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina, 2009. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Silberman, Mel. 2009. Active Learning. 101 Strategi Pembelajaran Aktif.
Yogyakarta: YAPPENDIS. (terjemahan Sarjuli dkk).
Sukirno, Suwalni, dan Sri Anitah Wiryawan. 1985. Strategi Belajar Mengajar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, Henry Guntur. 1999. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
----------------------------. 1986. Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Tim Pengembang PGSD. 2001. Pembelajaran Terpadu D-II dan S2 Pendidikan
Dasar. Bandung: Maulana.
Tim Pengembang PGSD. 1996. Pembelajaran Terpadu D-II dan S2 Pendidikan
Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Warsito, Bambang. 2008. Teklnologi Pembelajaran (Landasan dan Aplikasinya).
Jakarta: Rineka Cipta.
Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS.

Vous aimerez peut-être aussi