Vous êtes sur la page 1sur 20

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.

2 (2015)

PENENTUAN JENIS TANIN DAN PENETAPAN


KADAR TANIN DARI BUAH BUNGUR MUDA (Lagerstroemia
speciosa Pers.) SECARA
SPEKTROFOTOMETRI DAN PERMANGANOMETRI

Fitriani Rizky Amelia


Fakultas Farmasi Universitas Surabaya
v3_galzZ@yahoo.com

Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai penentuan jenis tanin dan penetapan kadar
tanin dari buah bungur muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) dengan metode
spektrofotometri dan permanganometri. Buah bungur muda yang telah
dihaluskan diekstraksi secara maserasi kinetik dengan menggunakan pelarut
etanol 70%. Ekstrak yang didapat diuji kualitatif maupun kuantitatif. Dari hasil
uji kualitatif diperoleh hasil bahwa buah bungur muda mengandung tanin
terhidrolisis. Pada uji kuantitatif didapatkan panjang gelombang maksimum
asam galat dalam pelarut aquadem yaitu 765,5 nm dengan waktu reaksi 90 menit
sehingga diperoleh kurva baku asam galat adalah y = 0,0887 x + 0,0601, nilai r =
0,9992 dan r = 0,9985. Hasil uji kuantitatif menggunakan metode
spektrofotometri didapat kadar tanin rata-rata 24,37% b/b GAE dengan
menggunakan pereaksi Folin ciocalteu dan menggunakan metode
permanganometri didapat kadar tanin rata-rata 7,98%.

Kata kunci: bungur, Lagerstroemia speciosa Pers., jenis tanin, kadar tanin, olin
Ciocalteu , spektrofotometri, permanganometri

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

PENDAHULUAN
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari
senyawa fenolik yang banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan, antara
lain: pinang, akasia, gabus, bakau, pinus dan gambir. Umumnya tanin tersebar
hampir pada seluruh bagian tumbuhan seperti pada bagian kulit kayu, batang,
daun, dan buah (Sajaratud, 2013). Istilah tanin pertama sekali diaplikasikan pada
tahun 1796 oleh Seguin. Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang
diketahui mempunyai beberapa khasiat diantaranya yaitu sebagai astringent, anti
diare, antibakteri dan antioksidan (Desmiaty et al., 2008). Tanin berbentuk
serpihan mengkilat berwarna kekuningan sampai coklat muda atau serbuk amorf,
tidak berbau, atau sedikit berbau khas (Depkes RI, 1995). Tanin biasanya disebut
juga asam tanat atau galotanat. Tanin memiliki sifat kelarutan sangat mudah larut
dalam air, larut alkohol, larut aseton, larut 1:1 dalam gliserol hangat, praktis tidak
larut dalam petroleum, kloroform dan eter (Reynold, 1996). Tanin mempunyai
aktivitas antioksidan menghambat pertumbuhan tumor dan menghambat enzim
seperti reverse transkriptase dan DNA topoisomerase (Sharma et al., 2009).
Kegunaan lain tanin dibidang industri adalah untuk penyamak kulit (Robinson,
1995).
Secara kimia, tanin dibagi menjadi empat golongan yaitu tanin
terhidrolisis, tanin terkondensasi, tanin kompleks, pseudotanin. Tanin memiliki
peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkelat
logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman,
2002; Trease dan Evans, 1996).
Umumnya senyawa tanin banyak terdapat pada tumbuhan dikotil dan
tersebar luas pada tanaman yang berpembuluh terutama pada Angiospermae
(Harborne, 1996). Salah satu tumbuhan Angiospermae dan berkeping dua
(dikotil) yang mengandung senyawa tanin adalah bungur (Lagerstroemia speciosa
Pers.). Tanaman ini banyak dijumpai sebagai peneduh jalan, akan tetapi tanaman
ini juga bisa digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah setelah
diujikan pada mencit diabetik karena adanya kelompok senyawa polifenol
(Hernawan dan Setyawan, 2004). Masyarakat Filipina telah lama menggunakan
bungur sebagai pengobatan tradisional untuk mengatasi diabetes dan gangguan
ginjal (Klein et al., 2007). Bagian tumbuhan ini yang sering digunakan sebagai
obat yaitu biji, daun, dan kulit kayu. Biji tumbuhan ini dapat digunakan untuk
mengobati tekanan darah tinggi dan kencing manis. Daunnya digunakan untuk
mengobati kencing batu, kencing manis, dan tekanan darah tinggi, sedangkan
bagian kulit kayu digunakan untuk mengobati diare, disentri dan kencing darah.
Daun bungur memiliki kandungan kimia, seperti saponin, flavonoid dan tanin,
sedangkan pada kulit batang bungur mengandung flavonoid dan tanin
(Dalimartha, 2003).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar tanin dari
kulit buah dan biji bungur (Puspitasari, 2011) serta daun bungur (Rahayu, 2012).
Oleh karena itu perlu adanya upaya lebih lanjut untuk mengetahui jenis tanin dan
kadar tanin pada bagian lain pada tanaman bungur. Pada penelitian ini, digunakan
buah bungur muda untuk dilihat kadar senyawa taninnya karena buah yang masih

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

muda mengandung senyawa tanin yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
buah yang tua.
Salah satu parameter standarisasi terhadap simplisia adalah penetapan
kadar senyawa marker yang idealnya adalah merupakan senyawa aktif ataupun
senyawa dominan dan khas dalam simplisia tersebut (Depkes RI, 2000), dimana
salah satu senyawa tersebut adalah tanin (Harborne, 1987).
Metode penentuan kualitatif tanin dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi adanya tanin dan jenis tanin. Identifikasi adanya tanin dapat
dilakukan uji FeCl3, gelatin test, uji penambahan kalium ferrycianida dan
ammonia, dan test for chlorogenic acid. Sedangkan untuk menentukan jenis tanin
terkondensasi, terhidrolisis, dan kompleks tanin dilakukan dengan menggunakan
uji asam asetat ditambah Pb asetat, uji HCl, uji FeCl3, uji KBr, dan test for
catechin. Jika hasil uji menunjukkan hasil positif pada pengujian tanin
terhidrolisis dan terkondensasi, kemungkinan tergolong tanin kompleks. Untuk itu
dilakukan uji tambahan dengan menggunakan pereaksi Stiasny (formaldehid 30%HCl 2N) dan uji penambahan FeCl3 pada filtrat.
Dua metode yang sering digunakan untuk menetapkan kadar tanin yaitu
secara spektrofotometri dan permanganometri (DepKes RI, 1989), dalam
penelitian ini digunakan buah bungur muda sebagai sampelnya. Spektrofotometri
UV-Vis merupakan teknik analisis yang memakai sumber radiasi sinar tampak
(380-780 nm) dengan memakai instrument spektrofotometer (Mulja, 1995). Pada
metode ini digunakan Folin Ciocalteu sebagai pereaksi dan asam galat sebagai
standart. Sedangkan metode titrasi permanganometri merupakan pengukuran
volume suatu larutan yang diketahui konsentrasinya dengan pasti, yang diperlukan
untuk bereaksi sempurna dengan salah satu volume tepat zat yang akan
ditentukan. Larutan yang kadarnya diketahui dengan pasti itu dinamakan larutan
baku atau larutan standart (Underwood dan Day, 1998). Metode spektrofotometri
dan permanganometri merupakan metode yang sering digunakan karena termasuk
metode yang sederhana, mudah, mempunyai tingkat ketelitian yang cukup tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan upaya lebih lanjut untuk
menjadikan buah bungur muda sebagai bahan yang bermanfaat, salah satunya
dengan menetapkan kadar senyawa tanin dengan metode spektrofotometri dan
permanganometri.

METODE PENELITIAN
A.
BAHAN PENELITIAN
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bungur
muda (Lagerstroemia speciosa Pers.), yang diambil di kota Surabaya (daerah
Rungkut), pada bulan Mei 2014. Tanaman ini dideterminasi oleh Pusat Informasi
dan Pengembangan Obat Tradisional (PIPOT), Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: etanol 70%
yang dibuat dari etanol absolut GR pro analisis (Mallinckrodt), aqua
demineralisata, asam asetat 10%, asam oksalat 2H2O, asam galat, Folin Ciocalteu,

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

asam klorida, stiasny (formaldehid 30%-HCl 2N), Besi (III) ammonium sulfat,
larutan ammonia, kalium ferricyanida, KBr, H2SO4 4N, indigo karmin P, larutan
asam sulfat pekat, larutan FeCl3, larutan gelatin 1%, larutan KMnO4 0,1N,
Na2CO3 15%, Pb asetat 10%.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan
analitik (Ohaus), pengayak mesh 30, rotary evaporator (Buchii), moisture content
balance (Mettler Toledo), alat maserasi kinetik, waterbath B-480 (Buchii),
waterbath listrik (Memmert), blender, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu),
mikropipet volume 100-1000 l dan 0,5-5 ml (SOCOREX), magnetic stirrer,
buret, pipet volume, dan alat-alat gelas laboraturium.
B.
METODE KERJA
Penyiapan Bahan Penelitian
Buah bungur muda dicuci bersih, lalu dikeringkan dengan cara dianginanginkan. Setelah diperoleh simplisia kering, buah bungur muda yang sudah
bersih dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan pengayak ukuran
mesh 30 agar terbentuk serbuk yang lebih halus dan seragam.
Penentuan Kandungan Lembab
Ditimbang 5 g serbuk simplisia kemudian dimasukkan ke dalam Moisture
Content Balance permukaan pada wadah diratakan. Alat dioperasionalkan dan
dibiarkan sampai proses selesai (lampu padam). Kemudian dihitung kandungan
lembab dengan rumus nilai MC
Rumus
: MC = W W0 x 100%
W0
Keterangan : W
= Berat serbuk awal (g)
W
= Berat serbuk akhir (g)
%MC
= % kandungan lembab
Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Buah Bungur Muda (Lagerstroemia speciosa
Pers.) secara Maserasi Kinetik
Serbuk kering buah bungur muda sebanyak 100 gram diaduk dengan
penambahan pelarut etanol 70% sebanyak 300 ml selama + 2 jam dan didiamkan
semalam kemudian disaring, didapatkan ampas dan filtratnya. Pada ampas
dilakukan maserasi ulang (maserasi ulang dilakukan 3 kali). Filtrat yang didapat
dikumpulkan dan dipekatkan dengan Rotary evaporator dan diuapkan diatas
waterbath sampai didapatkan ekstrak etanol 70% dengan bobot konstan.
Penentuan Jenis Tanin

Identifikasi Adanya Tanin


Dari ekstrak etanol 70% buah bungur muda yang didapat, dilakukan uji
sebagai berikut:
1.
Ekstrak ditambah FeCl3 akan memberikan endapan biru-hitam pada tanin
terhidrolisis dan memberikan endapan hitam kehijauan pada tanin
terkondensasi

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

2.

3.

4.

Gelatin test
Ekstrak ditambah larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl, jika timbul
endapan berarti mengandung tanin (Trease dan Evans, 1996).
Penambahan Kalium ferricyanida dan ammonia
Ekstrak yang mengandung tanin akan bereaksi positif, memberikan warna
merah tua (Tyler dkk, 1976).
Test for chlorogenic acid
Ekstrak ditambah larutan ammonia kemudian dipapar dengan udara, jika
timbul warna hijau berarti mengandung tanin (Trease dan Evans, 1996).
Identifikasi Jenis Tanin
a. Tanin terhidrolisis (pyrogallotannin)
Dari ekstrak etanol 70% buah bungur muda yang didapat, dilakukan uji
sebagai berikut:
1. Ekstrak buah bungur muda ditambah 2 ml asam asetat 10% dan 1 ml
larutan Pb asetat 10%, akan terbentuk endapan dalam 5 menit
(Robinson, 1995).
2. Ekstrak buah bungur muda dididihkan dengan HCl, tidak akan terbentuk
warna merah phlobaphen yang tidak larut (Tyler dkk, 1976).
3. Ekstrak buah bungur muda ditambah FeCl3 akan berwarna hitam
kebiruan (Tyler dkk, 1976).
4. Ekstrak buah bungur muda ditambahkan pereaksi bromine (KBr) tidak
mengendap (Tyler dkk, 1976).
5. Batang korek api dimasukkan ke dalam masing-masing ekstrak buah
bungur muda, dikeringkan, dibasahi dengan HCl dan dipanaskan, batang
korek api tidak berubah warna menjadi pink atau merah (Trease dan
Evan, 1996).
b. Tanin terkondensasi (catechol atau pyrocatechol tannin, phlobatannin,
proanthocyanidine)
Dari ekstrak etanol 70% buah bungur muda yang didapat, dilakukan uji
sebagai berikut:
1. Ekstrak buah bungur muda ditambahkan 2 ml asam asetat 10% dan 1 ml
larutan Pb asetat 10%, tidak menimbulkan endapan atau tetap berupa
larutan (Robinson, 1995).
2. Ekstrak buah bungur muda dididihkan dengan HCl, akan terbentuk warna
merah phlobaphen yang tidak larut (Tyler dkk, 1976).
3. Ekstrak buah bungur muda ditambah FeCl3 akan memberikan warna
hitam kehijauan (Tyler dkk, 1976).
4. Ekstrak buah bungur muda ditambahkan pereaksi bromine (KBr) akan
mengendap (Tyler dkk, 1976).
5. Batang korek api dimasukkan ke dalam masing-masing ekstrak buah
bungur muda, dikeringkan, dibasahi dengan HCl dan dipanaskan, bila
terbentuk phloroglucinol akan menyebabkan batang korek api berubah
warna menjadi pink atau merah (Catechin + HCl menghasilkan
phloroglucinol) (Trease dan Evan, 1996).

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

c. Tanin kompleks
Untuk membedakan tanin katekol dan tanin galat, larutan ekstrak etanol
70% buah bungur muda ditambah dengan pereaksi Stiasny (formaldehid
30%-HCl 2N (2:1)) dan dipanaskan di atas penangas air sambil
digoyang-goyangkan. Bila terjadi endapan merah, menunjukkan adanya
tanin katekol. Endapan yang terbentuk disaring kemudian filtrat
dinetralkan dengan Natrium Asetat. Dengan penambahan FeCl3 1% pada
filtrat akan terbentuk warna biru tinta atau hitam yang menunjukkan
adanya tanin galat (Hilpiani, 2012).
Penetapan Kadar Tanin Secara Spektrofotometri
a.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Ditimbang asam galat sebanyak 10,0 mg, dilarutkan dan ditambahkan
aqua demineralisata sampai volume 100,0 ml sehigga didapatkan baku induk
100,0 bpj. Larutan baku induk asam galat dipipet sejumlah tertentu dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, ditambahkan 1 ml reagen Folin
Ciocalteu, kemudian dikocok dan didiamkan selama 5 menit. Ke dalam larutan
tersebut ditambah 2 ml larutan Na2CO3 15%, dikocok homogen dan didiamkan
selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan aqua demineralisata sampai tepat
10,0 ml dan dibaca pada panjang gelombang pada rentang 500-900 nm.
b.

Penentuan Waktu Stabil


Larutan baku induk asam galat dipipet sejumlah tertentu dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 10,0 ml, ditambahkan 1 ml reagen Folin Ciocalteu, kemudian
dikocok dan didiamkan selama 5 menit. Ke dalam larutan tersebut ditambah 2 ml
larutan Na2CO3 15%, dikocok homogen dan didiamkan selama 5 menit.
Selanjutnya ditambahkan aqua demineralisata sampai tepat 10,0 ml. Lalu diamati
absorbansinya pada 765 nm dengan interval waktu pengamatan 0, 5, 10, 15, 20,
25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60, sampai 110 menit pada panjang gelombang
maksimum.
c.

Pembuatan Kurva Baku Asam Galat dengan Reagen Folin Ciocalteu


Larutan baku induk asam galat dipipet sejumlah tertentu dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan 1 ml reagen Folin Ciocalteu,
dikocok dan didiamkan selama 5 menit. Ke dalam larutan tersebut ditambah 2 ml
larutan Na2CO3 15%, dikocok homogen dan didiamkan selama 5 menit.
Selanjutnya ditambahkan aqua demineralisata sampai tepat volume 10,0 ml,
dikocok homogen dan didiamkan selama 90 menit. Lalu amati absorbansi pada
panjang gelombang maksimum. Dilakukan pengambilan larutan baku induk asam
galat sejumlah tertentu sebanyak tujuh kali, sehingga didapatkan tujuh konsentrasi
dan dibuat kurva baku standar asam galat.
d.

Penetapan Kadar Tanin Total


Sebanyak 50,0 mg ekstrak etanol 70% buah bungur dilarutkan dengan
aqua demineralisata sampai volume 50,0 ml. Larutan ekstrak yang diperoleh

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

kemudian dipipet sejumlah tertentu dan ditambah 1 ml reagen Folin Ciocalteu,


kemudian dikocok dan didiamkan selama 5 menit. Ke dalam larutan tersebut
ditambah 2 ml larutan Na2CO3 15%, dikocok homogen dan didiamkan selama 5
menit. Selanjutnya ditambahkan aqua demineralisata sampai volume 10,0 ml,
diamkan pada range waktu stabil yang diperoleh. Absorbansi larutan ekstrak
diamati pada panjang gelombang maksimum. Konsentrasi yang didapatkan
dilakukan replikasi sebanyak dua kali. Kadar tanin total dihitung ekivalen dengan
asam galat (Gallic Acid Equivalent/ GAE).
Penetapan Kadar Tanin Secara Permanganometri
a.
Pembakuan Larutan Baku Primer Asam Oksalat
Ditimbang dalam botol timbang asam oksalat 2H2O sebanyak + 0,693
gram, dilarutkan dengan aqua demineralisata secukupnya. Dimasukkan ke dalam
labu ukur 100,0 ml, lalu ditambah aqua demineralisata sampai batas tanda pada
labu ukur. Dihitung N asam oksalat 2H2O.
b.

Pembakuan Larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat 0,1N


Dipipet 10,0 ml larutan asam oksalat 2H2O 0,1N. Lalu dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 100 ml, ditambah 10 ml larutan H2SO4 4N, dipanaskan sampai
suhu 70o C, kemudian dititrasi dengan KMnO4 0,1N. Titrasi dihentikan apabila
sudah terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda
(sudah mencapai TAT). Dilakukan 5 kali replikasi dan dicatat hasilnya.
c.

Penetapan Kadar Tanin dengan KMnO4


Sebanyak + 2 gram serbuk buah bungur muda dimasukkan ke dalam
beaker glass. Lalu ditambahkan 50 ml aqua demineralisata, dipanaskan di atas
waterbath sampai mendidih selama 30 menit sambil diaduk. Didiamkan beberapa
menit, diendapkan, lalu dituang melalui kertas saring ke dalam labu ukur
250,0 ml dan didapat filtrat. Ampasnya disari kembali dengan aqua demineralisata
mendidih dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang sama. Penyarian dilakukan
beberapa kali hingga residu tidak menunjukkan perubahan warna menjadi
berwarna biru hitam apabila direaksikan dengan FeCl3.
Larutan didinginkan dan ditambah aqua demineralisata sampai 250,0 ml
secara kuantitatif ke dalam labu ukur. Lalu dipipet 25,0 ml, dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 1000 ml, ditambah 750 ml aqua demineralisata dan 25,0 ml indikator
asam indigo sulfonat LP. Selanjutnya, dititrasi dengan KMnO4 hingga terjadi
perubahan warna dari biru tua menjadi berwarna kuning keemasan. Dicatat
volume KMnO4 yang digunakan. Dilakukan 5 kali replikasi.

d.

Penyiapan dan Pengukuran Titrasi Blanko


Disiapkan 775 ml aqua demineralisata dalam erlenmeyer 1000 ml.
Ditambahkan indikator asam indigo sulfonat 25,0 ml, lalu ditritasi dengan KMnO4
hingga terjadi perubahan warna larutan dari biru tua menjadi berwarna kuning
keemasan. Dicatat volume KMnO4 yang digunakan. Dilakukan 5 kali replikasi.

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

HASIL PENELITIAN
PENENTUAN KANDUNGAN LEMBAB SERBUK BUAH BUNGUR
MUDA (Lagerstroemia speciosa Pers.)
Serbuk buah bungur muda yang telah dikeringkan, ditentukan kandungan
lembabnya menggunakan alat Moisture Content dan diukur sebanyak tiga kali
replikasi. Hasil penentuan kandungan lembab serbuk buah bungur muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.) dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Penentuan Kandungan Lembab Serbuk Buah Bungur Muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.)
W (gram)
5,003
5,000
5,006

Keterangan

W0 (gram)
4,589
4,588
4,582

MC (%)
9,02
8,98
9,25
9,08
0,1457
1,60

Rata-rata
SD
KV (%)
W
= Bobot serbuk awal
= Bobot serbuk akhir
W0
MC = Moisture Content (kandungan lembab)

EKSTRAKSI SERBUK BUAH BUNGUR MUDA (Lagerstroemia speciosa


Pers.)
Sebanyak 101,3999 gram serbuk buah bungur muda (Lagerstroemia
speciosa Pers.) dilakukan esktraksi secara maserasi kinetik menggunakan pelarut
etanol 70%. Filtrat yang didapat dipekatkan menggunakan rotary evaporator lalu
diuapkan diatas waterbath sampai tercapai bobot konstan sehingga diperoleh
ekstrak etanol 70% sebanyak 7,8211 g yang berwarna coklat kehitaman.
PENENTUAN ADANYA TANIN SECARA KUALITATIF
Hasil penelitian kualitatif adanya tanin dilakukan dari ekstrak etanol 70%
buah bungur muda yang didapat. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel
4.2.
Tabel 4.2 Penentuan Adanya Tanin secara Kualitatif
No.
1
2
3
4

Pereaksi
FeCl3
Larutan garam gelatin
Penambahan K3Fe(CN)6
+ Ammonia
Test for Chlorogenic Acid

Hasil
Biru Hitam
Adanya endapan

Tanin
+
+

Merah Tua

Berdasarkan data percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa buah


bungur muda positif mengandung tanin.

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

PENENTUAN JENIS TANIN


Hasil penelitian kualitatif jenis tanin dilakukan dari ekstrak etanol 70%
buah bungur muda yang didapat. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel
4.3.
Tabel 4.3 Penentuan Jenis Tanin Terhidrolisis
No.
1

Pereaksi
+Asam Asetat 10%
+Pb Asetat 10%

Hasil
Terbentuk endapan

Tidak terbentuk
warna merah
phlobaphen yang
tidak larut

+HCl dipanaskan

Kesimpulan
+

FeCl3

Biru kehitaman

Pereaksi Bromine

Tidak mengendap

Tes Katekin

Batang korek api


tidak berubah warna

Tabel 4.4 Penentuan Jenis Tanin Terkondensasi


No.
1

Pereaksi
+ Asam asetat 10%
+ Pb asetat 10%

Hasil
Terbentuk endapan

Kesimpulan
_

+ HCl dipanaskan

Tidak terbentuk
warna merah
phlobaphen yang
tidak larut

FeCl3

Biru kehitaman

Pereaksi bromine

Tidak mengendap

Tes Katekin

Batang korek api


tidak berubah warna

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

T
Tabel
4.5 Penentuan Jeenis Tanin K
Kompleks
No.
1

Perea
aksi
+ Stiaasny

Hasil
H
Tidak mengendap
m

+ FeeCl3

Mengen
ndap coklat
muda
m

Kesimpu
ulan
_
_

Buah
h bungur muda
m
mengaandung tanin
n terhidroliisis karena pada data
ppercobaan yang
y
dilakukkan menunjuukkan bahwaa buah bunggur muda mengandung
m
t
tanin
terhidrrolisis.
PENETAPA
P
AN KADAR
R TANIN SE
ECARA SP
PEKTROFO
OTOMETR
RI
a
a.
Peneentuan Panjang Gelomb
bang Maksiimum
Dibuat larutan assam galat 4,0 bpj, ditam
mbahkan perreaksi Folin
n Ciocalteu
d dilakukkan scanning
dan
g pada 5000-900 nm. Pada hasil percobaan yang telah
d
dilakukan,
d
diperoleh
bah
hwa panjangg gelombangg maksimum
m dari baku asam galat
a
adalah
765,55 nm yang dapat dilihat ppada gambarr 4.2.
765,5 nm

Gambar 4.1 Profil Spektra


S
Pan
njang Gelom
mbang Makssimum Asam
m Galat
b
b.

Peneentuan Wak
ktu Stabil
Penenntuan waktuu stabil didaapat dari konnsentrasi asaam galat 4,0
0 bpj yang
d
ditambahkan
n pereaksi Folin
F
Ciocaltteu dilakukaan time scannning sampaii 110 menit
p
pada
panjang
g gelombangg 765 nm. D
Dan didapatkan hasil sebaagai berikut::

10

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Tabel 4.6 Penentuan Waktu Stabil


Waktu (menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110

Absorbansi
0,300
0,312
0,320
0,328
0,334
0,341
0,347
0,353
0,359
0,365
0,372
0,378
0,383
0,386
0,403
0,404
0,430
0,462
0,466
0,487
0,474
0,478
0,480

Waktu stabil didapat pada menit ke-90 yang ditunjukkan dengan


perubahan absorbansi yang sangat kecil pada menit tersebut.
c.

Pembuatan Kurva Baku Asam Galat dengan Reagen Folin Ciocalteu


Kurva baku asam galat dibuat dari larutan baku kerja dengan penambahan
pereaksi Folin Ciocalteu yang diamati dengan menggunakan spektrofotometri
Visibel pada panjang gelombang 765,5 nm. Hasil yang didapatkan telah
dicantumkan pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Baku Kerja Asam Galat
Konsentrasi (bpj)
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0

11

Absorbansi
0,156
0,242
0,313
0,409
0,508
0,590
0,687

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Regresi (Konsentrasi vs Absorbansi)


a = 0,0601
b = 0,0887
y = 0,0601 + 0,0887x
r = 0,9992
r2 = 0,9985

GRAFIKKURVABAKU
0,8

Absorbansi

0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0

Konsentrasi

Gambar 4.2 Kurva Baku Asam Galat


Sy/x
Sxo
Vxo

= 7,874 x 10-3
= 0,0888
= 2,2189%

Hasil regresi menunjukkan bahwa r hitung > r tabel (0,999 > 0,754), maka
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi memiliki korelasi yang bermakna.
d.
Penetapan Kadar Sampel Buah Bungur Muda
Tabel 4.8 Hasil Penetapan Kadar Tanin secara Spektrofotometri
Bobot sampel (mg)
50,1

50,6

Konsentrasi (bpj)
15,03
20,04
30,06
15,18
20,24
30,36

Kadar Tanin Rata-rata (%)


SD
KV (%)

12

Absorbansi
0,393
0,497
0,698
0,392
0,495
0,704
24,37
0,4237
1,74

Kadar (%)
24,96
24,57
23,92
24,64
24,22
23,91

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Dari penelitian penetapan kuantitatif kadar tanin pada buah bungur muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.) secara spektrofotometri, diperoleh rata-rata kadar
tanin sebesar 24,37% b/b GAE.
PEMBAKUAN DAN PENETAPAN KADAR TANIN SECARA
PERMANGANOMETRI
a.
Penetapan Normalitas Asam Oksalat
Untuk menetapkan Normalitas KMnO4 yang dibaku dengan larutan asam
oksalat dipakai rumus sebagai berikut:
N asam oksalat = gram x 1000 x ekivalen
Mr
vol. Ad
Hasil penimbangan baku primer asam oksalat sebanyak 0,6948 g, sehingga
diperoleh normalitas baku primer asam oksalat sebesar 0,1102 N.
b.

Penetapan Normalitas KMnO4


Untuk menetapkan Normalitas KMnO4 yang dibaku dengan larutan asam
oksalat dipakai rumus sebagai berikut:
N KMnO4
= VAsam Oksalat x NAsam Oksalat
V KMnO4
Tabel 4.9 Hasil Penetapan Normalitas KMnO4
Volume Asam
Normalitas asam Volume KMnO4
Oksalat (ml)
Oksalat
(ml)
0,00 10,23
0,00 10,25
10,0
0,1102
0,00 10,25
0,00 10,27
0,00 10,25
Rata-rata volume KMnO4
10,25

Normalitas
KMnO4

0,1075

c.
Penetapan Kadar Tanin pada Buah Bungur Muda
Tabel 4.10 Hasil Penetapan Kadar Tanin secara Permanganometri
Bobot
Volume titran Volume blanko
Kadar tanin (%)
Serbuk (g)
(ml)
(ml)
4,0023
0,00 - 8,50
0,00 1,38
7,95
4,0058
0,00 - 8,55
0,00 1,40
7,98
4,0027
0,00 - 8,50
0,00 1,38
7,95
4,0072
0,00 - 8,60
0,00 1,40
8,03
4,0050
0,00 - 8,55
0,00 1,40
7,98
Kadar tanin rata-rata (%)
7,98
SD
0,0327
KV (%)
0,41
Dari penelitian penetapan kuantitatif kadar tanin pada buah bungur muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.) secara permanganometri, dipeoleh hasil rata-rata
kadar tanin sebesar 7,98%.

13

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

PEMBAHASAN
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari
senyawa fenolik yang banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan.
Umumnya tanin tersebar hampir pada seluruh bagian tumbuhan seperti pada
bagian kulit kayu, batang, daun, dan buah (Sajaratud, 2013). Tanin merupakan
senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat
diantaranya yaitu sebagai astringent, anti diare, antibakteri dan antioksidan
(Desmiaty et al., 2008). Umumnya senyawa tanin banyak terdapat pada
tumbuhan dikotil dan tersebar luas pada tanaman yang berpembuluh terutama
pada Angiospermae (Harborne, 1996). Salah satu tumbuhan Angiospermae dan
berkeping dua (dikotil) yang mengandung senyawa tanin adalah bungur
(Lagerstroemia speciosa Pers.). Bagian tumbuhan ini yang sering digunakan
sebagai obat yaitu biji, daun, dan kulit kayu (Dalimartha, 2003).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penentuan jenis tanin dan
kadar tanin total pada kulit buah dan biji bungur secara kolorimetri (Puspitasari,
2011) serta penetapan kadar tanin pada daun bungur secara permanganometri dan
kolorimetri (Rahayu, 2012). Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan
bagian tanaman lain pada bungur yaitu buah bungur yang masih muda untuk
dilihat kadar senyawa taninnya karena buah yang masih muda mengandung
senyawa tanin yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan buah yang tua.
Langkah awal yang dilakukan untuk persiapan ekstraksi yaitu buah bungur muda
yang telah dikeringkan, dihaluskan dan diayak dengan mesh 30. Setelah itu
diukur kadar lembabnya dengan alat moisture content balance. Kadar lembab
dalam simplisia merupakan salah satu uji kualitas simplisia dalam bentuk serbuk
kering. Simplisia perlu dikeringkan agar jumlah kandungan air dalam simplisia
sedikit, karena kandungan air dalam suatu simplisia kemungkinan akan
mempengaruhi hasil penelitian dan kadar air yang tinggi akan mempercepat
pembusukan dan tumbuhnya jamur pada simplisia. Hasil rata-rata kadar lembab
untuk serbuk buah bungur muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) adalah 9,08%
(Tabel 4.1), hasil ini sesuai dengan literatur yaitu proses pengeringan dilakukan
sampai kadar air maksimal 10%. (Harborne, 1987).
Pembuatan ekstrak etanol 70% buah bungur muda (Lagerstroemia
speciosa Pers.) dilakukan dengan metode maserasi kinetik yang termasuk
ekstraksi dingin, karena dalam upaya memperoleh ekstrak dihindari adanya
penggunaan pemanasan sehingga dapat menghindari adanya senyawa dalam buah
bungur muda yang bisa rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi. Serbuk kering
buah bungur muda direndam dengan penambahan pelarut etanol 70% dan diaduk
selama + 2 jam kemudian didiamkan semalam dan disaring sehingga didapat
filtrat dan ampas. Pada ampas dilakukan maserasi ulang (maserasi dilakukan 3
kali). Filtrat yang didapat dikumpulkan dan dipekatkan dengan Rotary evaporator
pada suhu 60oC sampai sepertiga bagian. Setelah etanol terpisahkan, filtrat
kemudian diuapkan diatas waterbath sampai didapatkan ekstrak etanol dengan
bobot konstan. Dari 101,3999 gram serbuk kering buah bungur muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.) yang ditimbang, diperoleh ekstrak etanol 70%
sebanyak 7,8211 g yang berwarna coklat kehitaman.

14

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif untuk melihat adanya tanin dan


jenis tanin. Dari hasil penelitian, buah bungur muda mengandung tanin
ditunjukkan dengan FeCl3, dimana dengan adanya gugus fenol pada tanin yang
akan berikatan dengan FeCl3 membentuk kompleks berwarna biru (Depkes RI,
1979). Menggunakan larutan garam ditambah gelatin menghasilkan endapan yang
menunjukkan adanya tanin (Trease dan Evan, 1996). Sifat tanin dapat
mengendapkan protein, semua tanin menimbulkan endapan sedikit atau banyak
jika ditambahkan dengan gelatin, karena gelatin termasuk protein alami
(Harborne, 1995). Serta pada penambahan Kalium ferricyanida dan ammonia
positif memberikan warna merah tua. Juga pada test for chlorogenic acid
terbentuk warna hijau di lapisan atas yang menunjukkan positif mengandung tanin
(Tabel 4.2).
Pada hasil penelitian identifikasi jenis tanin, buah bungur muda termasuk
jenis tanin terhidrolisis. Hal ini dapat dilihat pada tes untuk identifikasi jenis tanin
terkondensasi dan tanin kompleks menunjukkan hasil negatif (Tabel 4.4 dan
Tabel 4.5). Sedangkan untuk identifikasi jenis tanin terhidrolisis menunjukkan
hasil yang positif (Tabel 4.3). Adapun perinciannya adalah dengan penambahan
FeCl3 memberikan warna biru kehitaman, ditambah HCl lalu dipanaskan tidak
terbentuk warna merah phlobaphen yang tidak larut, ditambah asam asetat 10%
dan larutan Pb asetat 10% terbentuk endapan, ditambah dengan pereaksi bromine
(KBr) tidak memberikan endapan (Tabel 4.3). Dari data yang didapat, semua uji
menunjukkkan bahwa tanin yang terkandung adalah tanin terhidrolisis.
Setelah serangkaian uji kualitatif menunjukkan hsil positif, selanjutnya
dilakukan analisis kuantitatif dengan menetapkan kadar senyawa tanin secara
spektrofotometri dan permanganometri.
Pada penetapan kadar tanin secara spektrofotometri digunakan pereaksi Folin
Ciocalteu, yang didasarkan pada pembentukan kompleks dari molybdenumtungsten blue. Susanti (2012) menyatakan bahwa gugus hidroksil pada senyawa
fenolik bereaksi dengan reagen Folin Ciocalteu membentuk kompleks
molybdenum-tungsten berwarna biru yang dideteksi dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang maksimum 765 nm. Natrium karbonat digunakan untuk
membuat kondisi basa, karena senyawa fenolik bereaksi dengan Folin ciocalteu
hanya dalam suasana basa. Asam galat digunakan sebagai pembanding karena
asam galat memiliki gugus fenol, senyawa yang stabil, murni dan lebih murah
dibandingkan pembanding yang lain (Waterhouse, 1999). Penentuan panjang
gelombang maksimum larutan asam galat ditambah dengan reagen Folin ciocalteu
dan natrium karbonat menggunakan spektrofotometer shimadzu diperoleh panjang
gelombang 765,5 nm (gambar 4.1), yang dalam hal ini hanya berbeda sedikit
dengan penelitian oleh Susanti (2012) yaitu 765 nm. Alasan dilakukan
pengukuran pada panjang gelombang tersebut adalah perubahan absorbansi setiap
satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum,
sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal (Gandjar, 2012).
Penentuan waktu stabil reduksi Folin ciocalteu oleh asam galat pada
panjang gelombang 765 nm diukur dengan interval waktu tiap lima menit selama
110 menit. Waktu pengamatan dilakukan selama 110 menit karena berdasarkan
penelitian Susanti (2012) absorbansinya diamati setelah didiamkan selama 90

15

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

menit, sehingga diperpanjang sampai 110 menit untuk melihat waktu stabil
reduksi Folin ciocalteu oleh asam galat yang terjadi. Pada penelitian ini diperoleh
absorbansi larutan asam galat ditambah Folin ciocalteu dan natrium karbonat
absorbansi sudah stabil dengan ditunjukkannya perubahan absorbansi yang sangat
kecil pada menit ke-90 (Tabel 4.6).
Kemudian dilakukan pembuatan kurva baku asam galat untuk mengetahui
korelasi antara konsentrasi asam galat dan absorbansinya. Persamaan kurva baku
yang diperoleh dari konsentrasi larutan asam galat adalah y = 0,0887 x + 0,0601,
nilai r hitung = 0,999 lebih besar dari r tabel = 0,754 dengan taraf signifikansi
5%. Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kosentrasi dan
absorbansi memiliki korelasi yang bermakna (gambar 4.2).
Dilanjutkan dengan pengukuran serapan sampel. Sejumlah tertentu sampel
direaksikan dengan 1 ml pereaksi Folin Ciocalteu yang berfungsi sebagai
reduktor, kemudian direaksikan dengan Na2CO3 15% menghasilkan larutan
berwarna biru. Larutan tersebut dikocok sampai homogen, dan didiamkan pada
waktu stabil yang diperoleh kemudian dilihat absorbansinya pada panjang
gelombang 765,5 nm dengan blanko aquadem. Data absorbansi yang diperoleh
kemudian dimasukkan ke dalam kurva persamaan regresi linier larutan standar
asam galat sehingga didapat hasil dalam %b/b Gallic Acid Equivalents (GAE).
Hasil penetapan kadar tanin secara spektrofotometri yang didapat adalah sebesar
24,37% b/b GAE (Tabel 4.8)
Penetapan kadar tanin dari buah bungur muda (Lagerstroemia speciosa
Pers.) secara permanganometri dilakukan dengan pembuatan baku primer terlebih
dahulu. Didapatkan penimbangan baku primer asam oksalat 2H2O sebanyak
0,6948 gram, kemudian dilarutkan dengan aqua demineralisata sampai 100,0 ml
sehingga didapatkan Normalitas asam oksalat 0,1102 N. Perhitungan Normalitas
asam oksalat dapat dilihat pada lampiran 6. Setelah itu dibuat pembakuan KMnO4
dengan asam oksalat sebagai larutan baku, karena asam oksalat sangat baik dalam
keadaan asam sehingga memudahkan titrasinya. Sebanyak 10,0 ml larutan asam
oksalat 2H2O yang telah dibuat dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan
ditambahkan 10 ml H2SO4 yang tahan panas dan tidak mudah teroksidasi untuk
menciptakan suasana asam. Penambahan bertujuan untuk menjaga konsentrasi ion
hidrogen yang tetap dalam larutan titrasi, juga untuk mencegah pembentukan
mangan dioksida dan mencukupi kebutuhan ion hidrogen mereduksi permanganat.
Campuran larutan tersebut dipanaskan sampai suhu + 70o C lalu dititrasi dengan
KMnO4 sambil dikocok konstan. Reaksi ini berjalan lambat pada temperatur
kamar, sehingga pada saat titrasi diperlukan pemanasan hingga suhu + 70o C. Hal
ini disebabkan karena reaksi akan berjalan lambat jika titrasi dilakukan pada suhu
kurang dari 60o C, dan asam oksalat akan terurai jika dititrasi pada suhu diatas
90o C. Pada penambahan tetesan titrasi, awalnya warna merah muda akan hilang
dengan lambat tetapi lama kelamaan warna merah muda nya akan hilang semakin
cepat karena Mn2+ sudah banyak terbentuk yang berfungsi sebagai katalis
(mempercepat reaksi). Titrasi dihentikan apabila sudah terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna sampai merah muda yang disebabkan oleh kelebihan
permanganat yang tahan + 15 detik dan catat hasil volume larutan baku pada

16

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

titran. Volume titran yang terpakai pada saat titrasi sebanyak 10,25 ml sehingga
didapatka Normalitas KMnO4 0,1075 N.
Proses selanjutnya pada penelitian ini yaitu menetapkan kadar tanin dari
buah bungur muda menggunakan KMnO4. Sejumlah tertentu serbuk buah bungur
muda ditambahkan aquadem sambil dipanaskan diatas waterbath selama 30 menit
dan diaduk. Kemudian diendapkan selama beberapa menit dan dituang melalui
kertas saring ke dalam labu ukur 250,0 ml sehingga didapat filtrat. Ampasnya
disari kembali dengan aqua demineralisata mendidih dan dimasukkan ke dalam
labu ukur yang sama. Penyarian dilakukan beberapa kali hingga residu tidak
menunjukkan perubahan warna menjadi biru kehitaman jika direaksikan dengan
FeCl3. Jika pada plat tetes masih memberikan warna biru gelap dengan
penambahan FeCl3, berarti residu tersebut masih mengandung tanin. Warna
tersebut muncul karena tanin merupakan golongan polifenol yang mengandung
gugus OH. Gugus OH ini akan berikatan dengan Fe membentuk Fe fenolik yang
berwarna biru gelap. Jika larutan ekstrak diteteskan pada plat tetes berwarna
kuning kecoklatan, maka larutan tersebut sudah tidak mengandung tanin. Filtrat
yang terkumpul ditambah aqua demineralisata sampai 250,0 ml, kocok homogen.
Selanjutnya dipipet 25,0 ml, masukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml, ditambah
750 ml aqua demineralisata dan 25,0 ml indikator asam indigo sulfonat LP.
Penambahan aqua demineralisata pada sampel ini dimaksudkan agar sampel tidak
terlalu pekat sehingga mempermudah pengamatan titrasi. Pada penetapan kadar
tanin ini, digunakan indikator asam indigo sulfonal LP sebagai indikator dengan
perubahan warna dari biru tua menjadi kuning emas. Penambahan indikator ini
disebabkan karena warna ekstrak buah bungur muda yang coklat sehingga
menyulitkan pengamatan titik akhir titrasi. Lalu titrasi dengan KMnO4
menggunakan magnetik bar dan magentik stirrer untuk mengatur kecepatan
adukan yang konstan antara partikel sampel, indikator, dan titran supaya homogen
hingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi berwarna kuning keemasan.
Dicatat hasil titrasinya dan dilakukan 5 kali replikasi. Dilakukan juga titrasi
blanko yang bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak KMnO4 yang bereaksi
dengan asam indigo sulfonat. Volume titrasi blanko dijadikan faktor pengurangan
pada volume titrasi sampel. Dari hasil titrasi tersebut, didapat kadar tanin yang
ada pada buah bungur muda sebanyak 7,98%.
Telah dilakukan penelitian dengan kedua metode, yaitu metode
spektrofotometri dan metode permanganometri yang didapatkan data kadar tanin
rata-rata yang berbeda. Kadar tanin rata-rata menggunakan metode
spektrofotometri dengan pereaksi Folin ciocalteu adalah 24,37% b/b GAE, dan
menggunakan metode permanganometri adalah 7,98%.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan identifikasi adanya tanin dan penentuan jenis tanin, buah bungur
muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) mengandung tanin yang tergolong jenis
tanin terhidrolisis.

17

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

2. Menggunakan metode spektrofotometri, kadar tanin rata-rata pada buah bungur


muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) yang diperoleh adalah 24,37% b/b GAE.
3. Menggunakan metode permanganometri, kadar tanin rata-rata pada buah
bungur muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) yang diperoleh adalah 7,98%.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian R, Susanti H, 2012, penetapan Kadar Fenolik Total Ekstrak Metanol
Kelopak Bunga Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa Linn) Dengan Variasi
Tempat Tumbuh Secara Spektrofotometri, Jurnal Ilmiah Kefarmasian,
Vol. 2, No. 1, 73-80.
Anonim, 2010, Bungur (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Bungur diakeses 21
April 2014).
Atmadja T, 1985, Mengembangkan Produksi Jamu, Fa Skala Indah, Jakarta,
41-42.
Cannel RJP, 1998, Methods in Biotechnology (Natural Product Isolation), Vol. 4,
Human Press Inc., Totowa.
Dalimartha S, 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Cetakan I, Puspa
Swara, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, Sedian Galenik, Jakarta:
DitjenPOM, 4-7, 10-11.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989, Materia Medika Indonesia Jilid
V, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, 194-197,
513-520, 536, 539-540,549-552.
Departemen Kesehatan dan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia
Edisi IV, Cetakan I, Jakarta: Depkes RI, 1135, 1163.
Departemen Kesehatan dan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan I, Jakarta : Depkes RI, 7-12,34-35.
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, 2001,
Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jilid II, Jakarta, 332-333.
Desmiaty Y, Ratih H, Dewi MA, 2008, Penentuan Jumlah Tanin Total pada Daun
Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang Darah
(Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kolorimetri dengan Pereaksi Biru
Prusia, Artocarpus, Vol. 8, 106-109.

18

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Fessenden RJ dan Fessenden JS, 1992, Kimia Organik (Terjemahan), jilid I, edisi
ketiga, Universitas Airlangga, Jakarta.
Gandjar IG dan Rohman A, 2012, Analisis Obat Secara Spektroskopi dan
Kromatografi, Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Hagerman AE, 2002, Tannin Handbook, Miami University, USA.
Harbone, 1987, Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Terbitan kedua, Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soediro, ITB, Bandung.
Hernawan UE, Sutarno, Setyawan AD, 2004, Aktifitas Hipoglikemik Dan
Hipolipidemik Ekstrak Air Daun Bungur (Lagerstroemia Speciosa Pers.)
Terhadap Tikus Diabetik, Biofarmasi, 2(1):15-23.
Hudayadi M, 2008, Efek Antidiare Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma
Domestica Val.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster, Skripsi,
Surakarta, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiah Surakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 261 tahun 2009 tentang
Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama, 2009, Jakarta, 179.
Khopkar SM, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik (Terjemahan), Indonesia,
Jakarta, 201-218.
Klein G, Kim J, Himmeldirk K, et al, 2007, Antidiabetes and Anti-obesity
Activity of Lagerstroemia speciosa, eCAM, 4(4)401407.
Kristanti, Alfinda N,dkk, 2008, Buku Ajar Fitokimia,Airlangga University Press.,
Surabaya
Mulja M dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, edisi I, Universitas
Airlangga, Surabaya, 26, 28, 231, 232.
Reynolds JE, 1996, Martindale The Extra Pharmacopoeia, 31th edition, The
Pharmaceutical Press, London, 1757.
Robinson T, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Terjemahan
oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, 71-78.
Sajaratud D, 2013, Pembuatan Tanin dari Buah Pinang, Fakultas Ilmu Tarbiyah &
Keguruan Institut Agama Islam Negeri, Sumatera Utara

19

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Sharma P, Parmar J, Verma P, et al, 2009, Anti-tumor Activity of Phyllanthus


niruri (a Medicinal Plant) on Chemical-induced Skin Carcinogenesis in
Mice, University of Rajasthan, Jaipur, India.
Singleton VL and Rossi JA, 1965, Colorimetry of Total Phenolic with
Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid Reagents, American Journal of
Enology and Viticulture, 16: 147-158.
Trease GE dan Evan WC, 1996, Pharmacognosy, 14th edition, Sauders, Company,
London, 224-228, 403, 454-455.
Tyler VE, Brady LR, Robbers JE, 1976, Pharmacognosy, 7th edition, Lea Febiger,
Philadelphia, 77-78.
Underwood AL dan Day RA, 2001, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi IV,
Terjemahan oleh Lis Sopyan, 2001, Erlangga, Jakarta, 290-291.
Voigt R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terjemahan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

20

Vous aimerez peut-être aussi