Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Psikologi C-2014
Disusun oleh:
Linda Shalihah
(201310230311373)
Budi Laksono
(201410230311123)
(201410230311131)
(201410230311133)
Naimatus Sholikhah
(201410230311151)
Umratul Mardiyah
(201410230311176)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Shalat
a. Pengertian Shalat
Menurut Ahmad Bin Salim (2010), dilihat dari segi bahasa, shalat berarti doa
(memohon), atau memohon kebaikan. Sedangkan secara istilah, shalat adalah
perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri
dengan salam berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan
oleh Rasulullah.. Shalat dinamakan demikian karena menjadi hubungan secara
langsung
antara
seorang
hamba
dan
Sang
Penciptanya,
dengan
maksud
tidak
memberikan
pahala
atau
ganjaran
yang
besar
bagi
yang
melaksanakannya. Begitu pula, mustahil jika shalat bukan energy yang luar biasa,
baik energy spiritual atau ruhaniyah, maupun energy jasmaniah.
Perintah untuk mengerjakan shalat, tidak terbatas pada keadaan tertentum
seperti pada waktu badan sehat saja, situasi aman, tidak sedang berpergian dan
sebagainya, melainkan dalam keadaan bagaimanapun orang tetap dituntut untuk
mengerjakannya. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah [2] : 238.
d. Tujuan Shalat
Dalam Surat Thoha ayat 14 disebutkan :
Sesungguhnya Aku ini Allah tidak ada illah melainkan Aku, maka berbaktilah
kepada-Ku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Allah
Ayat diatas menjelaskan bahwa tujuan Allah memerintahkan sholat dalam
rangka untuk mengingat Allah. Para ilmuwan berbeda pendapat dalam menafsirkan
kalimat mengingat Allah , mereka ada yang menafsirkan :
1. Mengingat Zat-Nya
2. Mengingat sifat-sifat-Nya
3. Mengingat kenikmatan-kenikmatan dan ancaman/siksa Allah
4. Mengingat sunnatullah yang diberlakukan-Nya
Mengingat Allah artinya adalah mengingat kembali apa hakikat kehidupan ini,
dan apa hubungan kita dengan-Nya. Dalam khazanah ilmu jawa dikenal istilah,
"sangkan paraning dumadi". Allah itu, sejatinya dalah "asal muasal dan tujuan
kehidupan". Kita berasal dari-Nya, dan akan kembali kepada-Nya. Kondisi ideal
seorang manusia adalah ketika selalu ingat, sadar, bahwa hidup dia semata-mata
merupakan nikmat dan wujud Kasih Sayang-Nya, dan bahwa kita ini sedang dalam
perjalanan kembali menuju rumah peristirahatan terakhir, tempat dari mana kita
berasal. Lebih jauh, manusia yang terbaik adalah manusia yang hatinya telah sanggup
mengenal Allah di dalam hatinya Allah bersemayam dan yang ada di dalam hasratnya
adalah kerinduan untuk kembali kepada Dia Yang Maha Indah, Dia Yang Maha
Agung.
e. Fungsi Sholat
Terdapat dua fungsi utama shalat dan satu fungsi tambahan. Dua fungsi utama
itu jika berhasil terlaksana maka orang yg melaksanakannya adalah termasuk orang
beruntung. Kedua fungsi tersebut adalah :
a. Untuk membersihkan diri dari perbuatan kotor dan tercela
b. Untuk mengingat allah
B. Dzikir
a. Definisi Dzikir
Dzikir secara etimologi berasal dari kata adz-dzikr yang artinya adalah ingat.
Dzikir berarti mengingat Allah (Saleh, 2010). Dzikir ialah mengingat nikmat-nikmat
Tuhan. Lebih jauh, berdzikir meliputi pengertian menyebut lafal-lafal dzikir dan
mengingat Allah dalam setiap waktu, takut dan berharap hanya kepada-Nya, merasa
yakin bahwa diri manusia selalu berada di bawah kehendak Allah dalam segala hal
dan urusannya (Ash- Shiddieqy dalam Maimunah dan Retnowati, 2011). Dzikir
membantu individu membentuk persepsi yang lain selain ketakutan yaitu keyakinan
bahwa stresor apapun akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan Allah. Umat
islam percaya bahwa penyebutan Allah secara berulang (dzikir) dapat menyembuhkan
jiwa dan menyembuhkan berbagai penyakit (Subandi, 2009). Saat seorang muslim
membiasakan dzikir, ia akan merasa dirinya dekat dengan Allah, berada dalam
penjagaan dan lindungan-Nya, yang kemudian akan membangkitkan percaya diri,
kekuatan, perasaan aman, tenteram, dan bahagia (Najati, 2005).
Sejatinya Allah SWT
kekhawatiran
terjadinya
sesuatu
yang
membahayakan
dan
menyakitkan. Takut ada tiga: (1) takut tabiie; (2) takut yang bernilai ibadah; (3)
takut terhadap sesuatu yang ghaib. Khauf menjadikan kita terhindar dari
perbuatan yang membawa bencana, karena takut itu pula orang meningkatkan
amal baktinya kepada Allah SWT, demi menuntut keridhoan Allah SWT.
2. Kehadiran Hati
Yang dimaksud dengan kehadiran hati oleh Al-Ghazali adalah hati hanya
terpusat pada apa yang ia panjatkan dan apa yang diucapkan dengan bibirnya, jika
pikiran telah terpisah dengan segalanya dan hati dengan penuh konsentrasi tertuju
perhatiannya maka kehadiran hati muncul.
3. Mengagungkan Allah
Al-Quran mengajak kita untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah
SWT di alam semesta dengan merangsang aspek keindahan yang fitri dalam diri
manusia (M. Badri, 2001: 95). Unsur keindahan adalah sesuatu yang disengaja
dalam wujud ini. Sebab keapikan dari penciptaan tersebut membuat fungsi segala
sesuatunya berjalan sempurna sehingga sesuatunya berjalan sempurna sehingga
sampai kepada tingkat keindahan.
4. Penuh Harap
cukup kuat namun seperti Anda tahu Kerjaan Islam sendiri dahulunya sampai ke
tanah Eropa.
2. Menjauhkan dari siksa api neraka.
Dengan berdzikir membuat manusia selalu ingat akan Allah. Kemudian
tentu manusia akan mengingat apa yang menjadi larangan-larangan Allah maka
hal tersebut harus di jauhi. Menjadi watak bagi para manusia yang lebih
mengingat Allah saat dalam kondisi susah dan lupa jika kondisi senang. Hal ini
menjadi ujian tersendiri bagi tiap diri masing-masing para muslim agar dapat
selalu ingat Asmanya dan Karanganyar agar tidak terjerumus di siksa api neraka.
Berdzikir ini juga dapat untuk mengakui dosa kepada Allah dan juga sebagai
tempat minta maaf bagi Allah
3. Ketenangan Jiwa
Dengan berdzikir akan membuat hal tersebut lama-lama hilang karena di
Islam duniawi bukanlah satu-satunya hal yang harus di prioritaskan untuk di kejar.
Pikiran dan jiwa tentu akan menjadi tidak akan menjadi serakah seperti tersebut.
Rasulallah SWT sendiri juga mengajarkan dzikir selalu untuk Allah kepada para
umatnya karena dia tahu betul luar biasanya apa yang di dapatkan dari berdzikir.
Berdzikir sendiri lebih cocoknya di lakukan saat menjelang magrib ke isya
ataupun setelah isya. Kita tidak perlu menyangkal bahwa kehidupan dunia itu juga
penting oleh maka itu kegiatan untuk akherat dan duniawi harus di lakukan secara
C. Implikasi Shalat dan Dzikir dalam Kesehatan
1. Shalat
a) Shalat sebagai penghapus dosa
Shalat merupakan mediator untuk mendapatkan pertolongan dan ampunan Allah
SWT, serta ketenangan jiwa.
b) Shalat mencapai kemenangan dan keberuntungan
Shalat merupakan sarana untuk mencapai sarana kemenangan dan keberuntungan
surat QS. Al-Mukminun: 1, Al-Maarij:
Apalagi shalat wajib lima kali dalam sehari semalam itu merupakan penghapus
dosa sebagaimada air yang dipakau mandi dapat menghapuskan daki yang ada di
badan.
c) Shalat membuat rasa aman
Dengan shalat akan tercipta hubungan yang amat dekat dengan Allah SWT
(taqarrub), sehingga terasa adanya pengawasan dari-Nya terhadap segala perilaku
kita, yang pada gilirannya akan memberikan ketenangan dalam jiwa sekaligus
mencegaj terjadinya kelalauian yang dapat memalingkan ketaatan kepada-Nya.
Dalam Firman Allah:
Orang-Orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram (QS. ArRad: 28).
d) Shalat menjauhkan dari perbuatan keji dan munkar
Shalat merupakan benteng hidup kita agar jangan sampai terjerumus
kedalam perbuatan keji dan munkar. Hal ini tampak jelas dalam firman Allah
SWT:
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatab keji dan
munkar (QS. Al-Ankabut 45)
e) Shalat menghindarkan dari sifat takabur, sombong tinggi hati dan sebagainya
Hal ini karenapada dasarnya manusia selalu berkeluh kesah apabila ditimpa
kesusahan dan bersifat kikir apabila mendapatkan kebaikan sesuai dengan salah
satau firman Allah SWT:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan, maka ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapatkan kebaikan
ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap
mengerjakan shalatnya (QS. Al-Maarij)
f) Tinjauan dari segi fisik (kesehatan)
Shalat disampng mengandung hikmah secara moral, juga mengandung hikmah
secara fisik terutama yang menyangkut masalah kesehatan yang dijelaskan oleh
DR.A. SABOE kedokteran yang termasyhur terutama di barat:
a. Bersedekap, meletakkan telapak tangan kanan diatas pergelangan tangan kiri
merupakan istirahat yang paling sempurna bagi kedua tangan sebab sendisendi, otot-otot kedua tangan berada dalam posisi istirahat penuh. Sikap
seperti ini akan memudahkan aliran darah mengalir kembali ke jantung , serta
memproduksi getah bening dan air jaringan dari kedua persendian tangan akan
menjadi lebih baik sehingga gerakan di dalam persendian akan menjadi lebih
h. Aspek terapi air (hydro therapy): sebelum shalat, seorang hamba harus
berwudu. Wudu ini memiliki efek penyegaran (refreshing), mampu
membersihkan badan dan jiwa, serta memulihkan tenaga.
2. Dzikir
a) Psikoterapi
Studi terbaru menjelaskan adanya korelasi antara semua sudut pandang
Ilmu Psikologi dan ajaran Islam mengenai dimensi kejiwaan manusia.
Berdasarkan dimensi kejiwaan yang dibahas secara utuh, gangguan kejiwaan
terjadi karena hasrat spiritual yang tidak terpenuhi. Kehidupan modern saat ini
yang lebih berorientasi kepada aspek fisik membuat manusia secara sadar atau
tidak melupakan aspek spiritual yang ada di dalam dirinya. Dorongan ppiritual
yang tidak terpenuhi inilah menyebabkan perasaan hampa dan tanpa makna yang
berujung kepada terjadinya gangguan kejiwaan. Oleh karena itu dzikir dalam
ajaran Islam telah digunakan sebagai terapi gangguan kejiwaan sejak masa
Rasulullah saw. Saat ini, terapi dzikir telah dibahas secara mendalam dan telah
diakui sebagai suatu alternatif terapi yang sangat efektif dalam mengatasi
gangguan kejiwaan. Kolaborasi antara Psikoterapy berdasarkan teori psikologi
dan ajaran Islam khususnya dzikir menghasilkan cabang psikoterapylogoterapy
yang berorientasi kepada peningkatan makna hidup manusia secara kejiwaan
dengan meningkatkan elemen spiritualitasnya ( dalam Haryanto, 2014).
b) Menanggulangi Kecemasan Pada Ibu Hamil
Selama kehamilan kebanyakan wanita mengalami perubahan psikologis
dan emosional. Sering kali mendengar seorang wanita mengatakan betapa
bahagianya dia karena akan menjadi seorang ibu dan dia juga sudah memilih
sebuah nama untuk bayi yang akan dilahirkannya. Namun tidak jarang ada wanita
yang merasa khawatir jika terjadi masalah dalam kehamilannya, khawatir jika
bayinya tidak normal atau khawatir saat melahirkan nanti (dalam Qothiyah &
Tulus, 2013). Menurut (Gunarsa, 1980: 43) kecemasan merupakan suatu
perubahan suasana hati yang timbul di dalam tanpa ada perangsang dari luar.
Kebanyakan manusia pernah mengalami rasa takut, cemas, dan khawatir.
Sementara reaksi kecemasan biasanya akan berakhir pada saat bahaya sudah
berlalu. Allah, maka itulah yang dikatakan sebagai dzikrullah. (Amin, 2008: 15).
Terapi dzikir memiliki fungsi yang cukup efektif dalam menurunkan
tingkat kecemasan seseorang, karena dalam penelitian terdahulu yang diteliti oleh
Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno dengan fokus penelitian pengaruh bimbingan
doa dan dzikir terhadap kecemasan pasien pre-operasi, (Masluchah dan Joko,
2010: 11-22). telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan, bahwa dzikir dapat
memberikan pengaruh yang efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan ibu
hamil sebelum melakukan operasi. Hasil survey oleh majalah Time dan CNN
serta USA Weekend tahun 1996, menyatakan bahwa lebih 70 pasien percaya
bahwa doa dan dzikir dapat membantu mempercepat proses pennyembuhan
penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan hendaknya para dokter
juga memberi terapi keagamaan, misalnya dalam bentuk doa dan dzikir.
(Masluchah dan Joko, 2010: 11-22).
c) Aktivitas Dzikir Sebagai Kendali Emosi.
Dzikir mengandung suatu nilai yang dapat menentramkan jiwa manusia
sehingga jiwa itu mengarah pada hal-hal yang baik dan terhindar dari hal-hal
maksiat. Karena dengan dzikir itulah dapat menimbulkan perasaan bahwa yang
dilakukan berada pada pengwasannya sehingga seseorang dapat terhindar dari
hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip islam.
Goleman menyatakan bahwa emosi merupakan perasaan, nafsu yang
meulap-luap. Menurut William James dan Carl Lange mengemukakan bahw
perubahan psikologis yang terjadi dalam emosi disebabkan karena adanya
perubahan psikologis. Dengan kata lain, menurut James Lange seseorang bukan
tertawa karena senang melainkan karena ia senang karena tertawa. Seperti
dikemukakan diatas bahwa emosi atau perasaan itu timbul sebagai akibat atau
reaksi terhadap stimulus mengenai individu (dalam Munir, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Bin Salim Baduailah dan Hishshah Binti Rasyid. (2010). Bertaubatlah dengan
shalat dan al-quran. Solo: Aqwam Media Profetika.
Al-Ghazali. (1999). Al-Asma al-Husna, Bandung: Pustaka Hidayah.
Amin, Syamsul Munir. 2008. Energi Dzikir. Jakarta: Amzah.
Gunarsa, S. D. (1980). Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK Gunung.
Haryanto, R. 2014. Dzikir: Psikoterapi dalam Perspektif Islam. Jurnal Al Ihkam Vol 9
No.
Marufah, Y. (2015). Manfaat Shalat Terhadap Kesehatan Mental Dalam Al- Quran.
Skripsi Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Masluchah, Luluk dan Joko. (2010). Pengaruh Bimbingan Doa dan Dzikir Terhadap
Kecemasan Pasien Pra-Operasi. Hasil Penelitian yang Dipublikasikan dalam
Jurnal Psikologi Universitas Darul Ulum Jombang, Vol. 01, No. 01.
Munir, S. 2003. Aktivitas Dzikir dan Kendali Emosi (Studi Pada Santri Mirqot Ilmiyah
Al- Itqoon Cengkareng Jakarta Barat. Skripsi Bimbingan Penyuluhan Islam
Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Najati, M. U. (2005). Al-Quran dan Psikologi (Terjemahan). Jakarta: Aras Pustaka.
Retnowati S & Maimunnah A. 2011. Pengaruh Pelatihan Relaksasi Dengan Dzikir
Untuk Mengatasi Kecemasan Ibu Hamil Pertama. Jurnal Psikologi Islam Vol
8 No. 1 Hal 1 - 22
Sentot Haryanto. (2005). Psikologi Sholat. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Sholeh, M. (2006). Terapi Shalat Tahajjud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit. Jakarta:
Hikmah, PT. Mizan Publika.
Sri Rahayu M, Maarif S B & Kusdiyati S. 2010. Hubungan Antara Intensitas Dzikir
dengan Kecerdasan Emosional. Jurnal MIMBAR Vol 28 No. 1 Hal 31 38.
Subandi, M. A. (2009). Psikologi Dzikir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://id.wikipedia.org/wiki/Zikir diakses pada tanggal 25 Oktober 2016.
http://manfaat.co.id/manfaat-dzikir diakses pada tanggal 25 Oktober 2016.