Vous êtes sur la page 1sur 17

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN INSOMNIA

Oleh :
RISKY WULAN RAMADANI TASLIM
15014104049

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MANADO 2016

KONSEP DASAR MEDIS


INSOMNIA
A. Definisi
Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur. Bahkan
seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat disebut
mengalami Insomnia. Dengan demikian, Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk
mencakupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Kenyataannya, Insomnia
bukan berarti sama sekali seseorang tidak dapat tidur atau kurang tidur karena orang yang
menderita Insomnia sering dapat tidur lebih lama dari yang mereka perkiraka, tetapi
kualitasnya kurang (Asmadi, 2008).
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Insomnia tergantung dari jenis Insomnia tersebut di antaranya
(Asmadi, 2008):
1. Insomnia inisial adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai tidur.
2. Insomnia intermiten adalah ketidakmampuan untuk mempertahankan tidur atau keadaan
sering terjaga dari tidur.
3. Insomnia terminal adalah bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi.
Adapun perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul sebagai
akibat gangguan istirahat tidur, seperti :
1. Terdapat area gelap disekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan,
atau mata yang terlihat cekung.
2. Pasien mudah tersinggung, selalu menguap, kurang konsentrasi, atau terlihat bingung,
dan lain-lain.
3. Pasien tampak lelah, letih, atau lesu.
Menurut Copel (2007), klien yang insomnia mengalami gelisah dan mengeluhkan siklus
tidak dapat tidur yang membuat stres, menjadi sedih karena tidak dapat tidur, dan kemudian
terbangun dari tidur akibat dari rasa cemasnya.
C. Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan sesorang mengalami Insomnia di antaranya


adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang
untuk tidur (Asmadi, 2008).
Sedangkan menurut Joewana (2006), sebab-sebab terjadinya Insomnia antara lain :
1. Suara atau bunyi
Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi sehingga tidak
mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang atau dirampok, pada
malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus sekalipun.
2. Suhu udara
Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang menyenangkan bagi
dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila suhu tinggi memakai pakaian
tipis, Insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic.
3. Tinggi suatu daerah
Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada mountain sickness (mabuk
udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih dari 3500 meter diatas permukaan air
laut.
4. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat
Insomnia dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang
mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan
yang mengandung anfetamin atau yang sejenis.
D. Patofisiologi
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary
Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan terjaga.
Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat
dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik,
kholonergik, histaminergik (Joewana, 2006).
Sistem serotonergik, Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam
amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari

tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut
beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe
dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis di nukleus raphe
dorsalis dengan tidur REM (Joewana, 2006).
Sistem Adrenergik, neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat
mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi
peningkatan aktifitas neuron noradrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada
tidur REM dan peningkatan keadaan jaga (Joewana, 2006).
Sistem Kholinergik membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat
mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas
gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat
pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan
penurunan REM (Joewana, 2006).
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH
(Adrenocorticotropic hormone), GH (Growth Hormone), TSH (Thyroid Stimulating
Hormone), dan LH (Luteinizing Hormone). Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara
teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang
bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun (Joewana, 2006).
1. Komplikasi Insomnia
Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain (Turana,
2007):
a. Efek Psikologis
Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan motivasi,
depresi dan lain-lain.
b. Efek Fisik/Somatic

Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya.


c. Efek Sosial
Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada
lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.
d. Kematian
Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih
sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena
penyakit yang mengindiksi Insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau
karena High Arousal State yang terdapat pada Insomnia. Selain itu, orang yang
menderita Insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami
kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang yang normal.
2. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
Ada beberapa tindakan atau upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
Insomnia yaitu (Asmadi, 2008) :
1) Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu.
Diperkirakan bahwa triptofan, yang merupakan suatu asam amino dari protein
yang dicerna, dapat membantu agar mudah tidur.
2) Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama.
3) Hindari tidur di waktu siang atau sore hari.
4) Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada
waktu kesadaran penuh.
5) Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.
6) Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur.
7) Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum berusaha
untuk tidur.
8) Perawat dapat membantu pasien mengatasi insomnia melalui pendidikan
kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman, melatih pasien relaksasi, dan
tindakan lainnya.
b. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine (Kaplan dan Sadock, 2010) :
1) Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam).
2) Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN INSOMNIA
A. Pengkajian
Aspek yang perlu dikaji pada pasien untuk mengidentifikasi mengenai gangguan
kebutuhan istirahat dan tidur meliputi pengkajian mengenai (Asmadi, 2008):
1. Pola tidur, seperti jam berapa pasien masuk kamar untuk tidur, jam berapa biasa
bangun tidur, dan keteraturan pola tidur pasien.
2. Kebiasaan yang dilakukan pasien menjelang tidur, seperti membaca buku, buang air
kecil, dan lain-lain.
3. Gangguan tidur yang sering dialami pasien dan cara mengatasinya.
4. Kebiasaan tidur siang.
5. Lingkungan tidur pasien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur pasien?, apakah
kondisinya bising, gelap, atau suhunya dingin?, dan lain-lain.
6. Peristiwa yang baru dialami pasien dalam hidup. Perawat mempelajari apakah
peristiwa yang dialami pasien yang menyebabkan pasien mengalami gangguan
tidur?
7. Status emosi dan mental pasien. Status emosi dan mental mempengaruhi terhadap
kemampuan pasien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu mengkaji mengenai
status emosional dan mental pasien, misalnya apakah pasien mengalami stress
emosional atau ansietas?, juga dikaji sumber stress yang dialami pasien.
8. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul sebagai
akibat gangguan istirahat tidur, seperti:
a. Penampilan wajah, misalnya adakah area gelap disekitar mata, bengkak di
kelopak mata, konjungtiva kemerahan, atau mata yang terlihat cekung, dan lainlain.
b. Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat tidur, misalnya apakah pasien
mudah tersinggung, selalu menguap, kurang konsentrasi, atau terlihat bingung,
dan lain-lain.
c. Kelelahan, misalnya apakah pasien tampak lelah, letih, atau lesu dan lain-lain.
9. Pertanyaan pengkajian insomnia :
a. Seberapa mudah Anda tertidur?
b. Apakah Anda tertidur dan mengalami kesulitan untuk tetap tertidur? Berapa kali
Anda terbangun?

c. Apakah Anda terbangun lebih awal?


d. Pukul berapa biasanya Anda terbangun? Apa yang menyebabkan Anda
terbangun dengan lebih awal?
e. Apa yang Anda lakukan untuk mempersiapkan tidur? Untuk memperbaiki tidur
Anda?
f. Apa yang Anda pikirkan pada saat Anda berusaha untuk tidur?
g. Seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur?

B. Penyimpangan KDM
Perkusor
asam amino

Lesi nukleus
subcereleus

Gangguan
aktivitas
kolinergik sentral

Lesi pada
nukleus
raphe

L-tryptophan
menurun

Norepinefrin
meningkat

ACH
menurun

Insomnia
sementara

Sintesis
serotonin
menurun

Tidur REM
menurun

Terjaga

Hipofungsi
serotonin

Basal ganglia

Nukleus
amigdala

Tegang, cemas, depresif, obsesif

Gangguan
tidur
Insomnia

Keletihan

Deprivasi Tidur

Fisik Kurang Bugar

Masalah sirkulasi

Risiko Intoleran Aktivitas


(Sumber : Joewana, 2006)

C. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan


Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
1. Insomnia
berhubungan dengan
agens farmaseutikal;
aktivitas fisik harian
rata-rata kurang dari
yang dianjurkan
menurut usia dan jenis
kelamin, ansietas;
berduka; depresi;
faktor lingkungan;
hygiene tidur tidak
adekuat; ketakutan;
ketidaknyamanan
fisik; konsumsi
alkohol; perubahan
hormonal; sering
mengantuk; stressor.
(Sumber : NANDA
International, 2015)

Tujuan

Intervensi

Setelah dilakukan tindakan A. Peningkatan Tidur


3x24 jam diharapkan
1. Pantau pola tidur pasien dan
pasien memperlihatkan
catat hubungan faktor-faktor
tidur. Dengan kriteria hasil
fisik (misalnya, apnea saat tidur,
sebagai berikut :
sumbatan jalan napas,
1. Jumlah jam tidur
nyeri/ketidaknyamanan) atau
(sedikitnya 5 jam per 24
faktor-faktor psikologis
jam untuk orang
(misalnya, ketakutan atau
dewasa).
ansietas) yang dapat
2. Pola, kualitas, dan
mengganggu pola tidur pasien.
rutinitas tidur.
2. Fasilitasi untuk mempertahankan
3. Perasaan segar setelah
rutinitas waktu tidur pasien,
tidur.
persiapan/ritual sebelum tidur,
4. Terbangun di waktu
dan benda-benda yang familier
yang sesuai.
(misalnya, buku bacaan) jika
diperlukan.
3. Bantu pasien untuk membatasi
tidur di siang hari dengan
memberikan aktivitas yang
membuat pasien tetap terjaga,
jika perlu.
4. Berikan atau lakukan tindakan
kenyamanan, seperti masase,
pengaturan posisi, dan sentuhan
afektif.

Rasional
Siklus tidur-terjaga pasien akan
teratur apabila intervensi
peningkatan tidur terfasilitasi.

Rutinitas merupakan suatu


kebiasaan, jika kebiasaan di
hentikan maka dapat
menimbulkan rasa
ketidaknyamanan.
Aktivitas disiang hari dapat
membantu pasien menggunakan
energi dan siap untuk tidur pada
malam hari.
Perasaan yang nyaman akan
memudahkan pasien untuk tidur.

5. Jelaskan pentingnya tidur yang


adekuat selama kehamilan,
sakit, dan stress psikososial.

6. Ajarkan pasien untuk


menghindari makanan dan
minum saat akan tidur yang
dapat mengganggu tidur.
7. Dukung penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung
supresor fase tidur REM
8. Tentukan efek samping
pengobatan terhadap pola tidur
pasien.

Pada ibu hamil maupun orang


yang sakit (misalnya nyeri, sesak
napas), maka kebutuhan istirahat
dan tidurnya tidak dapat
dipenuhi dengan baik sehingga
ia tidak dapat tidur dengan
nyenyak dan hal ini dapat
menimbulkan komplikasi
lainnya.
Makanan atau minuman yang
dapat mengganggu tidur dapat
merusak siklus tidur pasien, dan
pasien akan lebih terjaga disaat
jam tidur.
Tidur REM merupakan tidur
dalam kondisi aktif yang
sifatnya nyenyak sekali.
Obat-obatan yang dikonsumsi
pasien ada yang berefek
menyebabkan tidur, adapula
yang sebaliknya mengganggu
tidur.

B. Manajemen Lingkungan atau


Kenyamanan
1. Hindari suara keras dan
penggunaan lampu saat tidur
malam, ciptakan lingkungan
yang tenang, damai, dan

Lingkungan yang baik dapat


meningkatkan kenyamanan yang
optimal.

minimalkan gangguan.
2. Cari teman sekamar yang cocok
bagi pasien, jika
memungkinkan.
3. Anjurkan pasien untuk mandi
dengan air hangat di sore hari.

2. Keletihan
berhubungan dengan
gangguan tidur.
(Sumber : NANDA
International, 2015)

C. Peningkatan Koping
1. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi fakor-faktor
yang mungkin menyebabkan
kurang tidur, seperti ketakutan,
masalah yang tidak
terselesaikan, dan konflik.
Setelah dilakukan tindakan A. Manajemen Energi
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan pasien
1. Pantau bukti adanya keletihan
akan menunjukkan
fisik dan emosi yang berlebihan
penghematan energi.
pada pasien.
Dengan kriteria hasil:
2. Pantau dan catat pola tidur
1. Keseimbangan antara
pasien dan jumlah jam tidurnya
aktivitas dan istirahat.
2. Mempertahankan
3. Pantau lokasi dan sifat
kemampuan untuk
ketidaknyamanan atau nyeri
berkonsentrasi.
3. Melaporkan bahwa
selama bergerak dan
energi terpulihkan
beraktivitas.

Lingkungan dapat meningkatkan


atau menghalangi seseorang
untuk tidur.
Air hangat dapat meningkatkan
kenyamanan tidur.
Pasien yang memiliki koping
yang baik akan mudah dalam
beradaptasi dengan persepsi
stressor, perubahan, atau
ancaman yang mengganggu
pemenuhan tuntutan dan peran
hidup.
Batasan karakterisitik keletihan
berbeda-beda setiap orang
sehingga penanganannya juga
akan berbeda.
Keletihan dapat mempengaruhi
keseimbangan antara aktivitas
dan istirahat.
Adanya rasa tidak nyaman
membuat pasien sulit untuk
beristirahat.

setelah istirahat.

4. Ajarkan pengaturan aktivitas dan


teknik manajemen waktu untuk
mencegah keletihan.
6. Berikan aktivitas hiburan yang
menenangkan (misalnya,
membaca, berbincang dengan
orang lain) untuk meningkatkan
relaksasi.
7. Tingkatkan tirah baring dan
pembatasan aktivitas.

8. Cegah aktivitas perawatan


selama periode istirahat
terjadwal.

Dengan mengatur penggunaan


energi, keletihan dapat di obati
atau dicegah dan fungsi menjadi
optimal.
Aktivitas yang menenangkan
mampu mencegah keletihan dan
mengoptimalkan fungsi.

Pengaturan aktivitas dan


peningkatan tirah baring atau
istirahat sebagai bagian dari
penghematan energi.
Memberikan kesempatan pada
pasien untuk mengoptimalkan
waktu istirahatnya.

B. Manajemen Lingkungan
1. Batasi stimulus lingkungan
(misalnya, cahaya dan
kebisingan) untuk memfasilitasi
relaksasi.
2. Batasi jumlah dan gangguan
pengunjung jika perlu.

Lingkungan yang baik mampu


memberikan manfaat terapeutik,
daya tarik sensorik, dan
kesejahteraan psikologis.
Lingkungan yang bising dan
gaduh akan meghambat
seseorang untuk bersitirahat.

3. Deprivasi tidur
berhubungan dengan
ketidaknyamanan
fisik atau psikologis
yang lama;
lingkungan tidur yang
tidak nyaman atau
familier secara terus
menerus; irama
sirkadian tidak selaras
secara terus-menerus.
(Sumber : NANDA
International, 2015)

Setelah dilakukan tindakan A. Manajemen Alam Perasaan


keperawatan selama 3x24
1. Kaji danya gejala Deprivasi
jam pasien menunjukkan
tidur.
tidur. Dengan kriteria
hasil:
1. Perasaan segar setelah
tidur
2. Pola dan kualitas tidur
tidak mengalami
gangguan.
3. Rutinitas tidur baik.
2. Ajarkan pasien dan keluarga
4. Terjaga pad waktu yang
tentang faktor yang
tepat.
mengganggu tidur.
5. Melaporkan penurunan
gejala deprivasi tidur.
3. Tangani gejala Deprivasi tidur,
sesuai kebutuhan.

Alam perasaan yang baik dapat


menciptakan keamanan,
kestabilan, pemulihan, dan
pemeliharaan pasien yang
mengalami disfungsi alam
perasaan.

Penyuluhan merupakan suatu


tindakan untuk mencegah suatu
penyakit maupun
komplikasinya.
Gejala Deprivasi tidur pada
setiap individu dapat berebedabeda.

B. Manajemen Medikasi
1. Diskusikan dengan dokter
tentang pentingnya merevisi
program obat jika obat tersebut
menimbulkan gangguan tidur.

Penggunaan obat resep dan obat


bebas yang aman dan efektif
dapat menekan gejala deprivasi
tidur.

4. Risiko intoleransi
aktivitas berhubungan
dengan fisik kurang
bugar; masalah
sirkulasi.
(Sumber : NANDA
International, 2015)

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3x24
jam pasien
mendemonstrasikan
penghematan energi.
Dengan kriteria hasil:
1. Menyadari
keterbatasan energi.
2. Menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat.
3. Melaporkan tingkat
ketahanan yang
adekuat untuk aktivitas.

1. Pantau tingkat energi dan toleransi


pasien terhadap aktivitas.
2. Identifikasi kendala untuk
beraktivitas.

3. Ajarkan pengaturan aktivitas dan


teknik manajemen waktu untuk
mencegah keletihan.

4. Berikan dukungan dalam


pengambilan keputusan (dan
lainnya) selama periode penyakit
atau stres yang tinggi.
Sumber : NANDA International. (2015) dan Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. (2011).

Sebagai dasar dalam penegakkan


diagnosa dan intervensi
keperawatan yang tepat.
Penyebab dari intoleransi
aktivitas dapat berbeda-beda
pada setiap individu.
Melakukan perubahan gaya
hidup diperlukan untuk
penghematan energi.
Kecemasan atau stres yang
tinggi dapat mengakibatkan
intoleransi aktivitas.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencakupi kebutuhan tidur baik secara
kualitas maupun kuantitas. Insomnia terdiri dari insomnia inisial, insomnia intermiten, dan
insomnia terminal. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan sesorang mengalami Insomnia
di antaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak
menunjang untuk tidur. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada insomnia diantaranya,
insomnia, keletihan, deprivasi tidur dan risiko intoleransi aktivitas. Intervensi keperawatan
untuk diagnosa prioritas yaitu insomnia diantaranya, pantau pola tidur pasien dan catat
hubungan faktor-faktor fisik (misalnya, apnea saat tidur, sumbatan jalan napas,
nyeri/ketidaknyamanan) atau faktor-faktor psikologis (misalnya, ketakutan atau ansietas) yang
dapat mengganggu pola tidur pasien; fasilitasi untuk mempertahankan rutinitas waktu tidur
pasien, persiapan/ritual sebelum tidur, dan benda-benda yang familier (misalnya, buku
bacaan) jika diperlukan ; berikan atau lakukan tindakan kenyamanan, seperti masase,
pengaturan posisi, dan sentuhan afektif; hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur
malam, ciptakan lingkungan yang tenang, damai, dan minimalkan gangguan; bantu pasien
untuk mengidentifikasi fakor-faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur, seperti
ketakutan, masalah yang tidak terselesaikan, dan konflik.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta : Salemba Medika
Copel, Linda (2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta : EGC
Kaplan, H.I, Sadock BJ. (2010). Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:Wiguna, I Made.
Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
Joewana, S. (2006). Psikopatologi Insomnia. Cermin dunia kedokteran Vol.9 No.53. Jakarta:
Temprint
NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2015-2017.
Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
Nanda Nic Noc. EGC.Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi