Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Acne vulgaris yang dikenal awam dengan
jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi
akibat
adanya
peradangan
menahun.
Peradangan
dipicu
oleh
bakteri
Propionibacterium acne, Staphylococcus
epidermidis, dan Staphylococcus aureus
(Wasiaatmadja,1997).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(Medina,
Gutierrez
dan
Garcia
dalam
Rinawati, 2014).
Menurut hasil penelitian uji aktivitas
antibakteri getah pepaya terhadap mikroba uji
yang diisolasi dari jerawat (Propionibacterium
acne dan Staphylococcus epidermis) getah
pepaya dengan pelarut air (1:1) dapat
menghambat semua isolat berjerawat dengan
diameter hambat paling besar 2,41 mm
terhadap
isolat
bakteri
jerawat
Propionibacterium acne, getah pepaya dengan
pelarut Natrium Klorida 2% (1:1) dapat
menghambat semua isolat berjerawat dengan
diameter hambat paling besar 2,03 mm
terhadap
isolat
bakteri
jerawat
Propionibacterium acne, getah pepaya dengan
pelarut larutan dapar fospat pH 6,4 (1:1) dapat
menghambat semua isolat berjerawat dengan
diameter hambat paling besar 2,87 mm
terhadap
isolat
bakteri
jerawat
Propionibacterium acne (Salampessy, 2013).
1454
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Penyiapan Sampel
3. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini merupakan
penelitian in vitro eksperimental dengan
meneliti aktivitas serbuk getah buah pepaya
muda (Carica papaya L.) dan madu hitam
(Apis dorsata) dalam sediaan masker peel off
sebagai antibakteri untuk pengobatan jerawat
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Propionibacterium acne dan Staphylococcus
aureus.
1455
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kecamatan Kalidoni,
Sumatera Selatan.
Kota
Sorbat
Palembang,
%
Etanol
5.
70%
Mempercep
at waktu
mengering
Ad 100
Pelarut
(g)
6.
Bahan
FI
1.
2.
Serbuk
getah
pepaya
(%)
Madu
Hitam
F
II
FIII
Fungsi
Kontrol
Negatif
12
10
Zat Aktif
10
12
Zat Aktif
Pelarut
Tween
80
10%
Basis ad 100
Formula Basis
*
10
0
Ad
100
2. Pemeriksaan homogenitas
0,1 gram sediaan dioleskan pada sekeping
kaca yang transparan, amati didalam
mikroskop harus menunjukan susunan
yang homogen dan tidak boleh terlihat
adanya bintik-bintik partikel.
(ml)
3.
ad
Ad
(ml)
3.
10
Konsentrasi
Aquades
1.
Alkohol
*
16
16
16
16
Gelling
Agent dan
Filming
Agent
Peningkat
Viskositas
Humektan
3. Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan alat pH meter.
Pengujian pH dilakukan dengan cara
mencelupkan elektroda kedalam formula,
jarum akan bergerak menunjukan harga
pH sediaan .
0,2
0,2
0,2
0,2
Pengawet
4. Pengukuran viskositas
(%)
2.
HPMC*
(%)
Gliserin
3.
4.
%
Kalium
1456
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Analisa Data
Data disajikan dalam bentuk tabel,
kemudian
dianalisis
secara
deskriptif,
sedangkan untuk data pH dan viskositas
dianalisa dengan menggunakan One way
Anova kemudian dilanjutkan dengan metode
Duncan. Data diameter hambat yang diperoleh
dirata-ratakan, lalu ditabulasi berdasarkan
formula masker peel off antibakteri.
Hasil Penelitian
1.
2.
3.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Sampel
pH
Viskositas
( cps )
Formula I
Formula II
Formula III
Formula IV
5,2
5,2
5,2
5,9
12.533
9.866
10.400
20.000
Waktu
mengering
(Menit :
Detik)
27 : 37
27 : 12
28 : 29
25 : 06
Beban
(gram)
FI
FII
FIII
FIV
4,69
4,22
6,26
3,78
10
4,69
4,22
6,26
3,78
20
4,69
4,22
6,28
3,79
50
4,69
4,22
6,28
3,79
100
4,88
4,49
6,44
3,94
6.
Formula
Formula
I
Formula
II
Formula
III
Kontrol
Negatif
(FIV)
II
III
RataRata
21,1
17,5
17,9
18,83
12,35
18,7
16,18
15,74
19,4
17,6
19
18,65
1458
II
III
RataRata
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Formula
I
Formula
II
Formula
III
Kontrol
Negatif
( FIV)
18,5
19,46
15,5
17,82
19,6
17,05
16,18
18,83
19,6
16,83
17,4
17,94
Pembahasan
Proses pembuatan masker peel off
dilakukan dengan beberapa langkah. Langkah
pertama yaitu dengan mengembangkan
polivinil alkohol dengan air panas sebanyak 3
kali jumlah polivinil alkohol diatas penangas
air sehingga partikel polivinil alkohol lebih
mudah larut. Polivinil alkohol digunakan
sebagai gelling agent dan filming agent karena
memiliki sifat adhesive atau dapat membentuk
lapisan film yang dapat dikelupas setelah
mengering (Lestari dkk, 2013). Pencampuran
polivinil alkohol dibantu dengan pengadukan
dan pemanasan, gunanya agar polivinil lebih
cepat larut. Langkah selanjutnya di lumpang
yang berbeda hidrosipropil metilselulosa
(HPMC) yang berfungsi sebagai peningkat
viskositas dikembangkan juga dengan air
hangat pada lumpang panas. Hal ini dimaksud
untuk mempercepat mengembang HPMC lebih
cepat, HPMC yang berfungsi sebagai
peningkat viskositas dalam formulasi dengan
menggunakan donor hidroksil dari polivinil
alkohol yang ditambahkan pada polimer.
Kombinasi dari donor hidroksil dan satu atau
lebih donor hidroksil akan menghasilkan
kekentalan karena bentuk hidrogen. Terjadinya
ikatan hidrogen dengan molekul polimer dapat
membentuk gel yang tidak coil sehingga dapat
meningkatkan viskositas (Anwar, 2012).
Selanjutnya ditambahkan gliserin yang
berperan sebagai humektan. Gliserin yang
bersifat higroskopis dengan afinitas tinggi
untuk menarik dan menahan molekul air
sehingga menjaga kestabilan dengan cara
mengabsobsi lembab dari lingkungan dan
mengurangi penguapan air dari sediaan ( Barel
dkk, 2009). Langkah ketiga yaitu melarutkan
kalium sorbat yang berfungsi sebagai
pengawet. Masker peel off sebagian besar
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan analisa data yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1.
2.
Serbuk
getah
pepaya
yang
dikombinasikan dengan madu hitam dapat
diformulasikan menjadi sediaan masker
peel off dan memiliki stabilitas fisik yang
baik.
Formulasi masker peel off serbuk getah
buah pepaya dan madu hitam pada
1460
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Asam urat merupakan senyawa yang
terdapat di dalam tubuh manusia yang
merupakan sisa metabolisme zat purin. Secara
alamiah, purin terdapat dalam tubuh kita dan
dijumpai pada semua makanan dari sel hidup,
yakni makanan dari tanaman (sayur, buah,
kacang-kacangan) atau pun hewan (daging,
jeroan, ikan sarden). Asam urat diperlukan
dalam tubuh manusia, pada tubuh yang normal
mengandung kadar asam urat sebesar 2 - 5,7
1461
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4. KESIMPULAN
Dari penelitian ini diketahui adanya
senyawa aktif yang berperan dalam penurunan
kadar asam urat yang diisolasi dari tumbuhan
S. rhombifolia. Senyawa aktif dengan dosis 75
mg/kg memberikan penurunan kadar asam
urat sebesar 27 %, sedangkan senyawa aktif
dengan dosis 150 mg/kg memberikan
penurunan kadar asam urat sebesar 36% dalam
3 hari masa percobaan.
5. REFERENSI
Asta, R. 2005. Isolasi Komponen Utama dari
Fraksi
Butanol
Akar
Sidagori
(Sida
rhombifolia) dan penentuan Pendahuluan
Farmakologinya Sebagai Anti asam Urat dan
Anti Bakteri. UNPAD.
Gutirrez-Macaz, A., A. Lizarralde-Palacioz, P.
Martnez-Odriozola & F.M. De La Villa. 2005.
Fatal Allopurinol Hypersensitivity Syndrome
After Treatment of Asymptomatic Hyperuricemia. http://bmj.com/cgi /content/full/331/7517/
623.
Jo, J. 2007. Gout dan Asam Urat. Fakultas
Kedokteran
UGM.
Yogyakarta.
http://www.depkes.go id.
Julian, A. 2014. Allopurinol. http://www.dechacare.
com/Allopurinol-P630.html.
Tjokronegoro, R., R. Asta, A. Subarnas & D.
Kurniawan in press. Isolasi dan Struktur
Elusidasi Senyawa Aktif Anti Asam Urat dalam
Akar Sidagori (Sida rhombifolis). Jurusan
Kimia. FMIPA UNPAD.
Yasuda, T., T. Yoshida, E. Ahmed, H. Mano, K.
Yano, S. Takumi, W. Miki, M. Yoichi, T. Miki
& S. Toshiyuki. 2008. Anti-Gout Agent
Allopurinol Exerts Cytotoxicity to Human
Hormone-Refractory Prostate Cancer Cells in
Combination with Tumor Necrosis Factor
Related Apoptosis-Inducing Ligand. American
Association for Cancer Research. 10: 15417786.
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
2
0
kelompok kelompok Kelompok Kelompok
Kontrol Allopurinol Uji Dosis Uji Dosis
75mg/kg 150mg/kg
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Hiperlipidemia
merupakan
suatu
keadaan dimana kadar kolesterol atau
trigliserida yang tinggi di dalam darah
ditunjukkan oleh kadar LDL (Low Density
Lipoprotein )yang tinggi , tetapi kadar HDL
(High Density Lipoprotein) rendah di dalam
darah . Kadar kolesterol HDL plasma darah
tikus yang normal yaitu 35 mg/dL.
Sedangkan ambang batas normal LDL pada
tikus adalah 7-27,2mg/dl. Tikus memiliki
kadar kolesterol normal yaitu 10-54mg/dL[1].
Penyebab hiperlipidemia sangatlah
kompleks dan multifaktor, yaitu faktor genetik
(hiperlipidemia primer) dan lingkungan. Diet
tinggi lemak akan meningkatkan total asupan
energi dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya hiperlipidemia dan berbagai
kelainan sistemik yang terkait dengan obesitas.
Pada hewan model yang diberikan diet tinggi
lemak dapat menginduksi retensi insulin,
hiperinsulinemia, dislipidemia dan obesitas.
Diet tinggi kalori yang diberikan dapat
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
DAN
2. METODE PENELITIAN
Bahan penelitian berupa daun cincau hijau
dibeli dari daerah Batu, Jawa Timur
Tikus (Rattus norvegicus)
berasal dari
Laboratorium Biosains, Universitas Brawijaya,
Malang strain Wistar sejumlah 20 ekor, jenis
kelamin jantan, berumur 8 minggu, berat
badan 200 gram dan penggunaan hewan model
1467
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kelompok
Perlakuan
K(n)
K(p)
P1
P2
P3
80,75 16,68
b
143,2524,76
a
68,00 14,94
a
76,2515,02
a
72,0012,00
K(n)
K(p)
P1
P2
P3
0,4980,028a
0,9880,005d
0,8630,033c
0,5650,026b
0,5090,009a
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1471
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
7. Basciano, H., L. Federico and K. Adeli. 2005.
Fructose, insulin resistance and metabolic
dyslipidemia. Nutrition and Metabolism 2005,
2:5.
8. Fitria Adinda, Masdiana C. Padaga, Dyah
Kinasih Wuragil. 2014. Efek Terapi Water
Soluble Extract (WSE) Yogurt Susu Kambing
Terhadap Kadar Malondialdehida (MDA) dan
Histopatologi Aorta Tikus (Rattus norvegicus)
Model Hipertensi Induksi DOCA-Salt.[Skripsi].
Program Studi Kedokteran Hewan, Program
Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya.
Malang
9. Astirani, Ananda E. 2012. Pengaruh Pemberian
Sari Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia
Merr) Terhadap Kadat Kolesterol HDL dan
Kolesterol LDL Tikus SPRAGUE DAWLEY
Dislipidemia. [Skripsi]. Program Studi Ilmu
Gizi.
Fakultas
Kedokteran.
Universitas
Diponegoro. Semarang
1472
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
I. 1.PENDAHULUAN
Bahasa Inggris telah menjadi bahasa
global dunia dengan jumlah negara pengguna
sebagai bahasa resmi
menduduki urutan
pertama sebagai bahasa internasional, 140
negara sekitar 341 juta orang penutur asli
(Basri, 2011). Basri menyatakan lebih jauh
bahwa bahasa Inggris untuk bidang studi nonEnglish dititikberatkan sebagai English for
Specific Purposes (ESP) yang diarahkan pada
pengembangan kompetensi disiplin ilmu
mayor mahasiswa- seperti matakuliah Bahasa
Inggris Kimia pada program studi kimia-FKIP,
Universitas Riau. Hal senada disampaikan oleh
Seung-Lee (2010) dimana lima Universitas
besar di Korea-Selatan melakukan bilingual
pada pembelajaran
untuk persiapan
menghadapi era globalisasi.
Hutchinson and Waters (1987)
memberi alasan detail kenapa bahasa Inggris
menjadi begitu penting: Begitu banyak orang
1473
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1474
Tahap
Pengembangan
Penelitian
Pendahuluan
(Preliminary
Research)
Bentuk Kegiatan
yang dilakukan pada
Penelitian
Menganalisis
karakteristik instistusi
Menganalisis
karakteristik
Needs and
mahasiswa
context analysis
Menganalisis
instruksional mata
kuliah Bahasa Inggris
Kimia
Mengkaji
Review of
literatur/pustaka terkait
literature
dengan penelitian
Development of
conceptual or
Merancang kerangka
theoretical
konseptual untuk studi
framework for
pengembangan
the study
Tahap Prototipe
(Prototyping
Stage)Lembar Kerja
Mahasiswa
Desain
prototype
Kegiatan
Mendesain model
pembelajaran aktif
Melakukan uji
Formative
validitas prototype
evaluation
(expert validity)
Merevisi prototipe
Revision
berdasarkan hasil
formative evaluation
Tahap Penilaian
Melakukan uji
(Assesment
Summative
praktikalitas dan
Stage)
evaluation
efektifitas terhadap
prototype
Dokumentasi
Mendokumentasikan
dan Refleksi
Documentation dan menyempurnakaan
Sistematis
protipe
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(Systematic
Reflection and
Documentation) Reflection
Melakukan Refleksi
terhadap
produk/protype akhir
berdasarkan hasil
penelitian
3.
4.
5.
3. METODE PENELITIAN
9.
6.
7.
8.
10.
11.
1.
Pertanyaan menggambarkan
kegiatan membaca teks bacaan
Bahasa Inggris Kimia
Pertanyaan menggambarkan
kegiatan Menunjukan arah/tujuan
bacaan. untuk ORIENTASI
bacaan Bahasa Inggris Kimia
2.
Uraian
B
X
Nilai
C D
Keterangan
A = Dapat digunakan tanpa revisi.
B = Dapat digunakan dengan revisi sedikit.
C = Dapat digunakan dengan revisi sedang.
D = Dapat digunakan dengan revisi
banyak.
E = Tidak dapat digunakan.
Berikut ini pada tabel 3, ada validasi
Prototype LKM1 secara Self-Evaluation.
Tabel 3. Penilaian Validasi LKM
No
ASPEK DIKDAKTIK
Kegiatan-Kegiatan pada
Pendahuluan (Pre-Reading) yang
disajikan membantu mahasiswa
mengaitkan dengan konsep/materi
yang akan mereka konstruk
Kegiatan-kegiatan pada kegiatan
Inti(Reading) yang disajikan
membantu mahasiswa
mengkonstruk materi dan
ketrampilan membaca.
Kegiatan-kegiatan pada Kegiatan
Penutup (Post-Reading) yang
disajikan membantu mahasiswa
merefleksi konsep yang dipelajari
dan ketrampilan membaca
LKM membantu mahasiswa
untuk memperoleh ketrampilan
reading
LKM memudahkan Dosen dan
Mhs untuk melakukan kegiatan
refleksi
ASPEK ISI
Pertanyaan menggambarkan
kegiatan mhs pada fase
Eksplorasi
Pertanyaan menggambarkan
pkegiatan mhs pada fase
Elaborasi
Pertanyaan menggambarkan
kegiatan mhs pada fase Refleksi
dan Umpan Balik
Pertanyaan yang
menggambarkan kegiatan mhs.
Mengkomunikasikan ide-ide baik
secara lisan dan tulisan.
Pertanyaan menggambarkan
penggunaan bahasa pada LKM
yang dirancang.
Pertanyaan menggambarkan
penyajian format LKM yang
dirancang.
Pertanyaan menggambarkan
penyajian soal-soal latihan pada
LKM yang dirancang
Pertanyaan menggambarkan
Ketrampilan Reading yang
sesuai dengan rancangan LKM
Menggunakan kalimat yang
mudah dipahami
Skor Penilaian
1 2 3
4
X
4
X
5
B
1475
Skor Penilaian
1 2
3
4
X
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1
2.
3.
4.
C
1.
2.
3.
D.
1
2
3
4
X
X
X
X
X
X
X
X
Uraian
Penilaian secara umum LKM
berbasis Pembelajaran Aktif
pada matakuliah Bahasa Inggris
Kimia
B
X
Nilai
C D
Keterangan:
A = Dapat digunakan tanpa revisi.
B = Dapat digunakan dengan revisi sedikit.
C = Dapat digunakan dengan revisi sedang.
D = Dapat digunakan dengan revisi
banyak.
E = Tidak dapat digunakan.
6.KESIMPULAN
5.PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
1476
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gal,Iddo., Ginsburg, Lynda and Schau,Candance.
1997. Monitoring Attitudes and Beliefs in
Statics Education. Retrieved 20 Oct.2011 from
http://
www.stat.auckland.ac.nz/iase/publication/assessbkref.
Gay, L.R , Mills. G.E dan Airasian, P. 2009.
Educational Research: Comptencies for
Analyisis and applications. Columbus, Ohio:
Pearson
Guilford. J.P. & Frcher, B. 1978. Fundamental
Statistics in Psychology and Education. Sixth
Editions. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Howard, J., Major, J. (2005). Guidelines for
Designing Effective English Language Teaching
Materials.Seoul,
South
Korea:
Ninth
Conference of the Pan-Pacific Association of
Applied Linguistics, Oct 2004. 101-109.
http://www.paaljapan.org/resources/proceedings
/PAAL9/pdf/Howard.pdf
Joyce Bruce, Weil Marsha dan Calhoun Emily.
2010. Models of Teaching- Model model
Pengajaran. Edisi kedelapan. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Joyce, B., Weil, M., with Showers, B. 1992..
Models of Teaching, 4 Th ed. Boston: Allyn &
Kaifa.
Littlewood, Wiliam. 1996. AUTONOMY; An
Anatomy and Framework System. 24 (4): 427435
Muhtadi. A,
2011
Implemnetasi Konsep
Pembelajaran Active Learning sebagai upaya
untuk meningkatkan keatifan mahasiswa dalam
Perkuliahan.
Nieveen, Nienke. 1999. Prototyping to Reach
Product Quality. Dalam Plomp, T; Nieveen, N;
Gustafson, K; Branch, R.M; dan van den Akker,
J (eds). Design Approaches and Tools in
Education and Training. London: Kluwer
Academic Publisher.
Nieveen, Nienken. 2010. Formative Evaluation in
Educational Design Reseach. Dalam Tjeerd
Plom and Nienken Nieeveen (Ed). An
Introduction to Educational Design Research.
Netherlands
in
www.slo.nl/organisatie/international/publication
s. Persada.
1477
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Kesulitan pembelajaran kimia terletak
pada kesenjangan yang terjadi antara
pemahaman konsep dan penerapan konsep
yang ada sehingga menimbulkan asumsi sulit
untuk mempelajari dan mengembangkannya.
Saat ini metode pengajaran yang banyak
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
adalah metode ceramah yang lebih berpusat
terhadap
guru
sehingga
proses
pembelajarannya hanya berlangsung satu arah.
Metode ceramah ini menyebabkan siswa
menjadi jenuh dan bosan terhadap materi
pelajaran yang membuat siswa menjadi pasif
dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran
kimia tidak lagi merupakan proses transfer
pengetahuan dari guru pada siswa, tetapi harus
merupakan upaya peningkatan keterampilan
edukasional secara menyeluruh melalui
pelajaran kimia. Banyak cara yang dilakukan
oleh seorang guru dalam menyampaikan
materi pelajaran yang akan membuat siswa
senang, di antaranya adalah dengan
menggunakan metode pembelajaran yang tepat
yang mampu mengubah rasa jenuh dan bosan
siswa dalam pembelajaran. Metode yang
digunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran kimia agar siswa merasa senang dan
tidak merasa bosan yaitu dengan menggunakan
metode
Student Centered Learning atau
pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Metode
Student Centered Learning juga
1478
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
nilai rata-rata
kelas
kelas kontrol
eksperimen
aspek kepedulian
terhadap
lingkungan
1480
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Keterangan:
Pernyataan
1. Pelaksanaan pembelajaran student centered
learning berorientasi
green chemistry
sangat menarik dan menyenangkan
2. Pelaksanaan pembelajaran student centered
learning berorientasi green chemistry dapat
membuat saya lebih mudah memahami
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
3. Pelaksanaan pembelajaran student centered
learning berorientasi green chemistry dapat
meningkatkan rasa ingin tahu saya
4. Pelaksanaan
pembelajaran
student
centered learning berorientasi
green
chemistry dapat meningkatkan kemampuan
saya untuk mengingat suatu konsep
pembelajaran
5. Pembelajaran student centered learning
berorientasi green chemistry membuka
wawasan saya mengenai fenomena
kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam
kehidupan sehari-hari
6. Pelaksanaan pembelajaran student centered
learning berorientasi
green chemistry
membuat saya lebih mudah dalam
menyelesaikan soal-soal latihan materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan
7. Pelaksanaan pembelajaran model student
centered learning berorientasi
green
chemistrymembuat saya lebih tertarik untuk
memperdalam kimia lebih lanjut
8. Pelaksanaan pembelajaran model student
centered learning berorientasi
green
1481
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Djamarah, S., 2002, Strategi BelajarMengajar,
Jakarta : Rineka Cipta.
Ilyas, W.,
2010,
Sama atau
Bedakah
GreenChemistry
Dan
EnviromentalChemistryItu?
Diunduhdarihttp://greenchemistryindonesia.blo
gspot.com/pada tanggal 8 April 2016.
Karsi dan Sahin, 2009, Developing Worksheet
Based On Science Process Skills: factors
affecting solubility,
Journal Of
Science
Learning and Teaching Vol 1, No 10, Hal: 112.
Kusuma, E., Sukirno, dan Kurniati, 2009,
Penggunaan
Pendekatan
ChemoEntrepreneurship Berorientasi Green Chemistry
Untuk Meningkatkan Kemampuan Life Skill
Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia
Vol 1, No 3, Hal: 2-4.
Syarif Hidayatullah. Mulyasa,2002, Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Bandung: Rosda-karya.
Nur, M., 2011, Modul Keterampilan Proses Sains,
Surabaya: Pusat Matematika dan Sains Sekolah
(PSMS) Universitas Negeri Surabaya.
Rahayu, E., Susanto,
dan
Yulianti,
2011,Pembelajaran sains dengan keterampilan
proses untuk meningkatkan hasil belajar dan
kemampuan berpikir kreatif siswa,Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 2, No 7, Hal:
106-110.
Roestiyah, 2001, Strategi Belajar Mengajar,Jakarta:
Rineka
CiptaRustaman,
N.,
1992,
Pengembangan dan Validasi Alat Ukur
Keterampilan Proses Sains Pada Pendidikan
Dasar 9 Tahun Sebagai Persiapan Pelaksanaan
Kurikulum 1994,Laporan Penelitian, Bandung
:FPMIPA IKIP.
DAFTAR PUSTAKA
1482
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. INTRODUCTION
Education
functions
like
an
enlightened torch for this civilized and
sophisticated society. Without education
human beings are no more than animals. On
the basis of wisdom and sanity grounds,
education is the lighthouse that enlightens in
them the ability to differentiate between right
and wrong, true and false, correct and incorrect
and also is the milestone in the development of
integrated personality, the righteousness in
character, the enlightenment of conscience and
the inculcation of social, moral, ethical and
spiritual values. A childs legs, arms and
body are made stronger by healthful play. We
can deduce the mind with its organic counter
part, the nervous system, improves and
becomes better equipped because of use and
exercise in the form of reading, calculating,
memorizing, speaking, imagining and other
mental activities.(Sorenson 1948).This is
education that is responsible for the all round
development of human beings.
Learningaccording toGagnecontains
twodefinitionsare:
1483
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. LITERATURE REVIEW
Active
Learning&Quantum
Teaching
Active
learningisalearninginvites
students
toactivelylearn,
where
studentsarelearningto
dominateactivity.
Inactive learning, students activelyuse the
brain, eitherto findthe main ideaof the subject
1484
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Module
According to Rosyid (2010), the
module is print teaching material which
designed to be studied independently by
learning participants. The module is also called
the media for self-study because it has been
completed for self-study guide. It means that
readers can perform learning activities without
the presence of teacher directly. The module is
a learning tool that contain material, methods,
limitations, and evaluation that designed
systematically and attractive to achieve the
expected competencies in accordance with the
level of complexity.
The use of modules is often associated
with independent learning activities (self
instruction). Because its function is as
described above, then the other consequences
that must be filled by this module is the
completeness of the contents; means the
content materials of a module must explain in
a whole of content so that readers understand
Hydrocarbon
Hydrocarbon is a subject matter that is
learned in the second semester of the first year
in the senior high school. This topic can be
considered as a quite difficult matter, because
1485
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. RESEARCH METHODOLOGY
The study is conducted in Medan. The
researcher choose one school that is wanted to
be the object of research which is SMAN 1
Percut Sei Tuan. Which is at Academic Year
2014/2015 in the second semester, on
March2015. The time of this research is
adjusted suitable with the schedule allocated in
the schools when the target materials of
Hydrocarbon are being taught and at the same
time the research is conducted without
interfere the students and the teachers activity
in the selected schools.
The procedure of this research are
determining the population and sample. The
population in this research is all of students in
class X senior high school, then from the
population researcher choose SMAN 1 Percut
Sei Tuan as a sample. From the sample, taking
2 class randomly of school and classify them
into experimental and control class. Both of
the experimental and control class, choosen 20
students for each as a sample. After choosing
the classes, giving pre test (10 questions) for
both of classes. After that,giving treatment for
both experimental class and control class.
Experimental class is treated with module and
quantum teaching learning while control class
is treated with conventional method. In the end
of learning process, students from both
experimental and control class are given by
post test (same question like pre test).
Collecting, evaluating and anlysing the result
of post test done by students. Comparing the
final result between experimental and control
class, then conclude the result.
Sam-ple
Control Class
Conventional Method
Experimental Class
Treating Method
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Total
Mean
30
30
40
30
20
40
30
20
30
30
40
30
20
10
20
20
10
30
30
30
540
27
40
50
30
40
30
30
20
30
40
30
30
40
40
20
20
30
20
30
20
30
620
31
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
The
Effectivenessof
Using
Module
Combined with Quantum Teaching to The
Students Achievement
The effectiveness of learning by using
module combined with quantum teaching to
the student achievement can be seen after
doing the treatment to the experimental class
and then analyzed of the result of post test. The
result is shown in table 2
5. CONCLUSION AND
SUGGESTION
From the result of the research can be
concluded that the teaching process by using
Module combined with quantum teaching in
the topic of hydrocarbon can increase the
students achievement. Module as a learning
media make the student easier in
comprehending the material because only the
important things are putted in the module. And
also the teaching process using the quantum
teaching makes the student more attractive
during the learning process compared to the
control class which is treated by conventional
method. As a suggestion, this learning media
using module can be applied by teacher in
daily learning process and also combined with
quantum teaching in order to make the class
more attractive. Maybe not only for
hydrocarbon but also for another topic in
chemistry.
Control Class
Conventional Method
Experimental Class
Treating Method
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Total
Mean
70
50
80
70
60
70
50
60
60
50
70
60
50
50
60
50
50
70
60
60
1200
60
70
100
80
90
80
80
70
80
80
80
80
90
70
70
80
70
70
90
80
80
1590
79.5
6. REFERENCES
Alipoetry, (2011). PENGERTIAN MODUL
(Dalam
Media
Pembelajaran
PAI)
untuk
sahabatku.
.http://aliranim.blogspot.com/2011/02/pengertia
nmodul- dalammedia.html.
Arikunto, S., (2010), Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.
Arsyad, A., (2009), Media Pembelajaran. Rajawali
Pres. Jakarta.
Bandhana. (2011). Development and Modification
of Curriculum for Excellence in Teacher
Education Vol 2, No 9. India.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Barba, R. H., Valerie O. P., and Rafaela S. C.,
(1993). User-friendly text, Journal Textbook
Analysis, 60: 14-17.
Craggs, C. E., (2002). Media Education in the
Primary School. Taylor &
Francis
eLibrary. New York.
Harish, Bala. (2011). Challenges of Higher
Education in 21st Century Vol 2, No 6.
India. Justina, S. and Muchtaridi., (2009),
Chemistry for Senior High School, Yudistira:
Jakarta.
Mahajan, Gourav. 2011. Multimedia in Teacher
Education: Perceptions & Uses Vol 3, No 1.
India.
Munadi, Y., (2008). Media Pembelajaran. Gaung
Persada Press. Jakarta.
Nadu, Tamil. (2011). Attitude of Teachers of
Higher Education towards e-Learning Vol 2,No
4. India.
Nyenwe, Joy. (2012). Integration of Information
and Communication Technology
(ICT)
in Teacher Education for Capacity
Building Vol 3, No 10. Port Harcourt Rivers
State.
Oden N, Sarah. (2012). Optimizing Students
Performance in English through Quality
Teacher Education Vol 3, No.9. Nigeria.
1488
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan utama bagi
makhluk hidup, terutama manusia. Kandungan
zat zat yang terlarut dalam air merupakan salah
satu faktor yang sangat menentukan kualitas
air. Ion-ion yang terdapat dalam air dapat
menjadi penentu kualitas air, apakah air
tersebut dapat digunakan sebagai air minum,
untuk pertanian, industri atau sudah
mengalami pencemaran.
Kota Padang, Sumatera Barat dilalui oleh
beberapa sungai yang cukup besar seperti
Batang Kuranji, Batang Arau, Batang Anai,
Sungai Lubuk Minturun dengan panjang
masing-masing sungai mencapai 20 km. Air
sungai ini digunakan oleh warga kota Padang
sebagai perikanan, pertanian, kebutuhan rumah
tangga, air minum dan juga digunakan oleh
industri untuk kebutuhan dalam proses indutri
di pabriknya.
Air yang digunakan manusia adalah air
tawar yang bersumber pada air permukaan, air
tanah, dan air atmosfer, yang ketersediaannya
sangat ditentukan oleh air atmosfer atau sering
dikenal dengan air hujan. Air di planet bumi
ini seperti air asin yang merupakan bagian
terbesar, yakni 97,25 % sedangkan air tawar
1489
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
banyak proses geokimia. Ion kalsium bersamasama dengan magnesium dapat menyebabkan
kesadahan air. Dimana Air dengan kesadahan
yang tinggi memerlukan sabun lebih banyak
sebelum terbentuk busa. Sedangkan natrium
secara umum terdapat dalam konsentrasi tinggi
di dalam air tawar yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas air bersama dengan ion
klorida (2).
Untuk mengetahui kadar dari ion-ion
tersebut secara terus menerus dibutuhkan satu
metoda analisa yang sangat bisa terpercaya dan
memberikan batas deteksi hingga konsentrasi
ppm maupun ppb. Salah satu metoda yang
dapat diandalkan untuk penentuan kadar ion
tersebut, baik anion maupun kation adalah
kromatografi penukar ion.
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan
yang pertamakali diperkenalkan oleh seorang
botani dari Rusia pada tahun 1903 yaitu
Mikhail Semenovich Tswett (1872-1919),
yang memisahkan dan mengisolasi pigmen
pada daun. Sekarang ini, kromatografi telah
berkembang dengan sangat pesat, dimana
kromatografi adalah metoda yang umum dan
terbagi dalam beberapa teknik khusus dalam
pemisahan secara fisika dan kimia berdasarkan
kepada perbedaan distribusi dantara fasa diam
dan fasa gerak (3,4).
Kromatografi ion (IC) diperkenalkan pada
tahun 1975 oleh Small, Stevens dan Baumann
sebagai metode analisis baru (5). Kromatografi
pertukaran ion adalah bentuk kromatografi
yang mendayagunakan gaya-gaya ikatan kimia
dalam
proses
pemisahannya.
Dalam
pemisahannya terjadi perubahan struktural
dalam
molekulnya.
Komponen
yang
dipisahkan akan tertinggal bersama dengan
fase diam di dalam kolom dan penukarnya
akan keluar sebagai eluat (6).
Kromatografi penukar ion merupakan
metoda untuk penentuan ion yang digunakan
beberapa tahun belakangan ini. Hal ini sangat
cocok untuk penentuan anion dan kation
karena dapat mendeteksi secara simultan,
biaya analisis rendah, batas deteksinya tinggi
dan cepat dalam penganalisaan. Pada
penelitian ini telah dilakukan optimasi metoda
untuk penentuan kandungan kation natrium,
magnesium dan kalsium serta anion klorida,
bromida dan sulfat.
2. METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
1490
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
yang
nantinya
dapat
mengganggu
kromatogram yang dihasilkan. 10 l sampel
diinjeksikan ke dalam kolom penukar kation
dan dicatat waktu retensi puncak-puncak yang
dihasilkan sampel. Jika puncak-puncak
tersebut mempunyai waktu retensi yang kurang
lebih sama dengan waktu retensi puncak
larutan standar sampel simulasi, maka dapat
disimpulkan bahwa pada sampel air sungai
terdapat ion-ion tersebut.
Gambar 3. Kromatogram Cl-, Br-, SO42- dan NO350 ppm dengan eluen natrium benzoat
5 mM, laju alir 1 mL/menit, injeksi 10
L
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gambar 5: Kromatogram sampel dengan eluen
asam oksalat 5 mM, laju alir1
mL/menit, injeksi 10L
Cl-
SO42-
Gambar 4. Kromatogram Cl-, Br-, SO42- dan NO350 ppm dengan eluen natrium benzoat
4 mM, laju alir 1 mL/menit, injeksi 10
L
1492
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5. REFERENSI
1. Amdani, Khairul. 2001. Sumber Daya Air
Tawar. Jurnal Pendidikan Science. Medan.
2. Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan.
Yogyakarta: Universitas Negeri Jakarta
3. P. A. Williams, M. J. Hudson. 1987. Recent
Developments in Ion Exchange, Elsevier,
London, New York
4. T. I. Williams. 1948. An Introduction to
Chromatography, Blackie & Son Ltd., London,
Glasgow
5. J. Weiss, Ion Chromatography. 1995. 2nd ed.,
VCH, Weinheim, New York, Basel, Cambridge,
Tokyo
6. Wonorahardjo, S. 2013. Metode-Metode
Pemisahan Kimia. Jakarta: Akademia Permata
7. Depkes RI. 2010. Peraturan Mentri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010
Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta
8. Depkes RI. 2010. Peraturan Mentri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syaratsyarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta
9. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisus, Yogyakarta
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
diperoleh dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kondisi optimum yang diperoleh dari
variasi eluen adalah natrium benzoat 4
mM untuk analisa anion dan variasi
eluen adalah asam oksalat 5 mM untuk
analisa kation masing-masing dengan
laju alir 1 mL/menit dan volume injeksi
sampel 10 L.
2. Aplikasi pada sungai Batang Arau
diperoleh kadar natrium 2,95 ppm,
magnesium 5,22 ppm, kalsium 58,40
ppm, klorida 1,01 ppm, 17,83 ppm dan
bromida tidak terdeteksi. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa kadar ion
yang dianalisa masih dibawah ambang
batas pencemaran air.
1493
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Penggunaan bahan alam sebagai obat
maupun tujuan lain cenderung meningkat.
Tumbuhan obat yang dikenal dengan obat
tradisional sudah banyak digunakan masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Disamping itu banyak anggapan bahwa penggunaan tumbuhan obat relatif
lebih aman dibandingkan dengan obat sintetis.
Walaupun demikian bukan berarti tumbuhan
obat tidak memiliki efek samping yang
merugikan bila penggunaannya belum tepat.1
Genus Fagraea (Gentianaceae) telah
banyak digunakan secara tradisional sebagai
obat-obatan dan parfum. Tumbuhan ini
tersebar luas seperti di India, Asia Tenggara,
China Selatan, Australia Utara serta di
Kepulauan
Pasifik.2,3,4.
Dari
beberapa
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat distilasi, rotary evaporator
(Heidolph Laborota 4000), melting point appa1494
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
dengan
kromatografi
kertas
preparatif
menggunakan eluen n-butanol : asam asetat :
air (4:1:5). Hasil isolasi senyawa yang
didapatkan dilakukan karakterisasi untuk
mengetahui strukturnya (T.J. Mabry, at. al,
1970). Sedangkan hasil kolom kromatografi
fraksi etil asetat dari kulit batang dimurnikan
dengan cara rekristalisasi. Kemudian senyawa
hasil isolasi dilakukan karamterisasi.
2.2.4 Karakterisasi
Senyawa hasil isolasi dikarakterisasi secara
kimia dan spektroskopi. Karakterisasi secara
kimia yang dilakukan meliputi uji kumarin
dengan natrium hidroksida 10%10,11. Sedangkan untuk flavonoid dilakukan logam magnesium dan asam klorida. Karakterisasi secara
spektroskopi yang dilakukan yaitu spektoskopi UV/Vis, spektroskopi IR dan alat uji titik
leleh.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1496
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. Motley T.J., 2004, The ethnobotany of Fagraea
Thunb. (Gentianaceae) : The timber of Malesia
and the scent of Polynesia, Economic Botany,
58(3):396-409.
3. Majumdar K., Datta B.K., Shankar U., 2012, Ten
new additions of tree species to the flora of Tripure
state, North East India : Distributional range
extension and geographic map, NeBio, 3(1):17-24.
4. Weaver R.E, Anderson P.J., 2007, Botany section,
TRI-OLOGY, 46(2).
5. Jonville M-C., Capel M., Frederich M., Angenot
L., Dive G., Faure R., Azas N., Ollivier E., 2008,
Fagraldehyde, a secoiridoid isolated from Fagraea
fragrans,
Journal
of
natural
products,
71(12):2038-2040.
6. Jensen
S.R.,
Schripsema
J.,
2002,
Chemotaxonomy
and
pharmacology
of
Gentianaceae. In: Gentianaceae : Systematics and
natural history, Cambridge University press, hal
199-201.
7. Suciati., Lambert L.K., Ross B.P., Deseo M.A.,
Garson M.J., 2011, Phytochemical study of
Fagraea spp. uncovers a new terpene alkaloid with
anti-inflammatory properties, Australian journal of
chemistry, 64:489-494.
8. Kaikaew K., Mahabusarakam W., 2010,
Furofuran lignans from the stem bark of Fagraea
fragrans Roxb. Proceedings of 7th IMT-GT
UNINET and the 3rd International PSU-UNS
Conferences on Bioscience, Prince of Songkla
University, Thailand.
9. Singh A., 2008, Phytochemicals of Gentianaceae :
A review of pharmacological properties,
International journal of pharmaceutical sciences
and nanotechnology, 1(1):33-36.
10. Wagner H., Bladt S., 2001, Plant drug analysis :
A thin layer chromatography atlas, 2nd ed.,
Springer, hal 358-364.
11. Waksmundzka-Hajnos M., Sherma J., Kowalska
T., 2008, Thin layer chromatography in
phytochemistry, CRC press, hal 185-189.
12. Jork H., Werner F., Fischer W., Wimmer H.,
1994, Thin-layer chromatography : Reagents and
detection methods, VCH verlagsgesellschaft, hal
214 dan 446.
13. Murray R.D.H., Mendez J., Brown S.A., 1982,
The Natural Coumarins : Occurrence, chemistry
and Biochemistry, John wiley and Sons, hal 28.
14. Spangenberg B., Poole C.F., Weins C., 2011,
Quantitative thin-layer chromatography : A
practical survey, Springer, hal 189.
15. Enujiugha V.N., Talabi J.Y., Malomo S.A.,
Olagunju A.I., 2012, DPPH radical scavenging
capacity of phenolic extracts from African yam
beam (Sphenostylis stenocarpa), Food and
nutrition sciences, 3:7-13.
16. Kumar H.N.K., Navyashree S.N., Rakshitha
H.R., Chauhan J.B., 2012, Studies on the free
radical scavenging activity of Syagrus
romanzoffiana,
International
journal
of
pharmaceutical and biomedical research,
3(2):81-84.
Sampel Uji
1.
2.
3.
4.
5.
Fraksi n-heksan
Fraksi etil asetat
Fraksi Air
Senyawa isolasi
Asam askorbat
IC50 (g/mL)
Daun
Kulit
Batang
864,24
6490,78
353,29
175,68
430,22
118,76
4098,00
358,71
5,56
1497
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Hydroxyapatite (HAp) (Ca10(PO4)6(OH)2) is a bioceramicswithchemical composition similar to
bone tissue. The purpose of this study was to synthesize porous HAp from snail shell as a calcium
sourceby using polyvinyl alcohol and starch as porogen agents. The method used was wet method
(precipitation) by reacting Ca(OH)2 and H3PO4 85% at 40 oC and pH 10. Synthesis of theporous
HAp was carried out by adding PVA and starch as porogen with the ratio of 10%:20%, 15%:15%,
20%:10%. Spectrum of X-ray diffraction showed that HAp is the dominant phase. In addition, there
were alsoother HAp phase such as Ca10(PO4)6CO3 and Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2. Scanning electron
microscope analysis showed that the best HAp was obtained from porogen PVA and starch at
10%:20% ratio with maximum pore size was 7.2 m. Analysis of functional groups by using Fourier
transform infrared spectrum showing OH-, PO43-, and CO32- functional groups at HAp without
porogen and that with PVA:starch (10%:20%).
Keywords: cassava starch, hydroxyapatite, polyvinyl alcohol, porogen.
dalam siput air tawar. Berdasarkan penelitian
Winata (2012), kandungan kalsium pada
cangkang keong sebesar 52%. Oleh sebab itu,
cangkang keong dapat digunakan sebagai
sumber kalsium dalam sintesis HAp.
Penelitian tentang HAp kini dikembangkan
untuk biokeramik HAp dengan morfologi
berpori. Pori-pori pada HAp akan menjadi
kantung oksigen dan tempat tumbuhnya saraf
dari tulang, sehingga pori tersebut menjadi
tempat tumbuhnya selsel tulang baru.
Pengendalian ukuran pori perlu dilakukan agar
didapat HAp dengan ukuran pori dankekuatan
mekanis
sesuai
dengan
kebutuhan
(Purwamargapratala 2011). Pembentukan HAp
berpori dapat dilakukan menggunakan bahan
porogen yang akan menghilang selama proses
sintering. Bahan-bahan yang dapat digunakan
sebagai porogen antara lain: parafin, naftalena,
pati atau beberapa polimer (Sopyan et al.
2007).
Bahan porogen yang digunakan pada
penelitian ini, yaitu PVA dan pati. Polivinil
alkohol bersifat nontoksik dan larut dalam air,
sehingga banyak digunakan diberbagai bidang,
antara lain bidang medis dan farmasi (Mutia
dan Eriningsih 2012). Pati mampu membentuk
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang semakin
maju mendorong berkembangnya riset
mengenai implan. Pada berbagai kasus
kerusakan tulang (bone deffect) seperti
periodontitis, kanker tulang, dan lain
sebagainya, graft tulang sering digunakan
sebagai pengganti tulang yang rusak.
Hidroksiapatit (HAp) merupakan senyawa
mineral dan bagian dari kelompok mineral
apatit sebagai suatu bahan keramik yang
memiliki kesamaan komposisi kimia dengan
jaringan tulang (Bahrololoom et al. 2009).
Hidroksiapatit memiliki rumus molekul
Ca10(PO4)6(OH)2 dengan rasio Ca/P sekitar
1.67. Hidroksiapatit telah secara luas
digunakan untuk menambahkan, memperbaiki,
mengisi, dan merekonstruksi ulang jaringan
tulang yang telah rusak dan juga dalam
jaringan lunak. Hidroksiapatit dapat disintesis
dari beberapa sumber yang ada di alam
sepertikulit kerang, batu koral, tulang mamalia,
ataupun cangkang telur (Suryadi 2011).
Sumber yang digunakan pada penelitian ini
berasal dari kulit kerang, yaitu cangkang keong
sawah (Bellamya javanica) yang termasuk
1498
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
10Ca(OH)2(aq) + 6H3PO4(aq)
Ca10(PO4)6(OH)2(s) + 18H2O(l)
Reaksi
antara
Ca(OH)2
dan
H3PO4
menghasilkan produk samping berupa air.
Komposisi Ca(OH)2 dan H3PO4 didapat
berdasarkan perhitungan stoikiometri terhadap
rasio konsentrasi Ca/P yaitu 1.67. Pada
penelitian ini dilakukan sintesis HAp tanpa
porogen dan dengan porogen. Porogen yang
digunakan adalah polivinil alkohol (PVA) dan
pati singkong dengan variasi konsentrasi.
Metode yang digunakan pada penelitian
ini, yaitu metode presipitasi karena murah,
mudah mengontrol komposisi dan karakteristik
fisik dari HAp, serta proses sintesisnya relatif
lebih
mudah.
Metode
presipitasi
(pengendapan) merupakan metode yang sering
digunakan dalam sintesis HAp (Pankaew et al.
2010). Reaksi pengendapan dilakukan pada
suhu tidak lebih dari 100C. Kontrol terhadap
pH dilakukan agar nilai pH selalu lebih besar
dari 9 karena jika kurang maka pada tahap
1500
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(b)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
6. Kesimpulan
Sintesis HAp berpori menggunakan
porogen PVA dan pati singkong dengan
1503
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Mutia T, Eriningsih R. 2012. Penggunaan webs
serat alginat/polivinil alkohol hasil proses
elektrospining untuk pembalut luka primer.
Jurnal Riset Industri. 6(2): 137-147.
Pankaew P, Hoonnivathana E, Limsuwan P,
Naemchanthara K. 2010. Temperature effect on
calcium phosphate synthesized from chicken
eggshells and ammonium phosphate. Journal of
Applied Sciences. 10(24): 3337-3342. doi:
10.3923/jas.2010.3337.3342.
Pattanayak DK, Divya P, Upadhyay S, Prasad RC,
Rao BT, Mohan TRR. 2005. Synthesis and
evaluation of hydroxiapatite ceramics. Trends in
Biomaterials and Artificial Organs. 18(2).
Poursamar SA, Mahmoud A, Masoud Mi.2011.
Controllable synthesis and characterization of
porous polyvinyl. Colloids and Surface B:
Biointerfaces.
84:
310-316.
doi:10.1016/j.colsurfb.2011.01.015.
Purwamargapratala Y. 2011. Sintesis dan
karakterisasi hidroksiapatit dengan pori
terkendali [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sadjadi MS, Meskinfam M, Jazdarreh H. 2010.
Hydroxyapatite-starch nano biocomposites
synthesis and characterization. International
Journal of Nano Dimension. 1(1): 57-63.
Sasikumar S dan Vijayaraghavan S. 2006. Low
temperature synthesis of nanocrystaline
hydroxyapatite from egg shells by combustion
methods. Trends in Biomaterials and Artificial
Organs. 19(2): 70-71.s
Sopyan I, Mel M, Ramesh S, Khalid KA. 2007.
Porous hydroxyapatite for artificial bone
applications. Science and Technology of
Advance Materials. 8 (1): 116123. doi:
10.1016/j.stam.2006.11.017.
Suryadi. 2011. Sintesis dan karakterisasi
biomaterial dengan proses pengendapan kimia
basah [tesis]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Trianita VN. 2012. Sintesis hidroksiapatit berpori
dengan porogen polivinil alkohol dan pati
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor .
1504
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
pertanian, dan limbah industri[4]. Keberadaan limbah Pb(II) ini berdampak pada
menurunnya kualitas dan kuantitas lingkungan
hidup. Limbah logam berat yang mencemari
lingkungan air secara berlebihan akan bersifat
sebagai racun (toxic). Salah satu contohnya
yaitu pada industri yang berpotensi mengeluarkan sisa-sisa pembuangan limbah yang dapat
mencemari lingkungan perairan disekitarnya,
karena logam berat mudah terionisasi oleh air
dan udara secara langsung[3]. Timbal termasuk
logam yang beracun. Pencemaran perairan
yang disebabkan oleh timbal menjadi permasalahan serius yang mengganggu lingkungan dan
kesehatan publik. Manusia dapat tercemar oleh
timbal melalui makanan, udara, tanah, dan
debu. Timbal dapat mengganggu kesehatan
sistem reproduksi dan sistem saraf, merusak
ginjal, kesulitan konsentrasi dan ingatan,
menyebabkan tekanan darah tinggi, serta
dalam jumlah besar dapat menyebabkan koma
hingga kematian. Meskipun begitu, timbal
tetap digunakan dalam berbagai aplikasi
industri. Sejumlah besar limbah cair yang
mengandung sejumlah Pb(II) dari industri
dapat menyebar ke sistem perairan lingkungan
sehingga perlu untuk dimurnikan[5]. Timbal
termasuk unsur yang sangat melimpah dan
dapat
mencemari
lingkungan
karena
kelarutannya yang kecil, bersifat karsinogen,
dan dapat menyebabkan mutagenesis. Keracunan timbal dapat menyebabkan anemia,
1. PENDAHULUAN
Air merupakan sumber daya alam
yang terbatas. Air juga merupakan kebutuhan
dasar bagi tubuh manusia.Kegunaan air untuk
kebutuhan manusia antara lain: air untuk
konsumsi, air untuk kebersihan, dan air untuk
memproduksi makanan[1]. Tetapi sekarang air
sudah banyak tercemari yang dikarenakan oleh
terjadinya pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan ini terjadi
sebagai dampak negatif yang ditimbulkan
oleh semakin banyaknya industri yang
dibangun. Lingkungan dapat dikatakan
tercemar apabila keadaan lingkungan telah
berubah dari keadaan semula dan atau
masuknya zat dan benda asing yang dapat
menurunkan kualitas lingkungan tersebut[2].
Salah satu zat yang dapat mencemari
lingkungan yaitu logam berat.
Logam berat merupakan unsur yang
dapat
membahayakan kehidupan apabila
konsentrasinya melebihi ambang batas yang
telah ditentukan. Kadar logam berat yang
melebihi ambang batas bersifat karsinogenik
dan teratogenik. Logam berat yang biasa
ditemukan adalah logam berat yang dapat
larut dalam air, seperti ion Co(II), Cd(II),
Ni(II), dan Pb(II)[3] .
Ion Pb(II) merupakan contoh ion
logam berat yang keberadaannya sering
dijumpai pada limbah-limbah pertambangan,
1
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Preparasi kitin teresterifikasi asam sitrat
Serbuk kitin sebanyak 5 gram
ditambahkan 50 mL larutan asam sitrat 0,8 M
dalam gelas kimia 250 mL dan diaduk selama
2 jam pada suhu ruang (25 2oC). Suspensi
dikeringkan pada 60oC selama 24 jam didalam
oven. Selanjutnya temperatur oven dinaikkan
menjadi 120oC selama 3,5 jam. Kitin hasil
esterifikasi didinginkan dan kemudian dicuci
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1 7 9 5 .6 0
%T
1 0 1 0 .6 3
2 5 1 6 .9 3
75
60
4000
3500
3000
Kitin Tanpa Esterifikasi
1750
1 3 0 7 .6 5
1 2 6 9 .0 7
1 5 2 5 .5 9
1500
1 0 7 8 .1 3
1 1 4 7 .5 7
2000
1 4 4 6 .5 1
1 4 1 7 .5 8
1 6 6 6 .3 8
2500
1 5 7 7 .6 6
2 9 4 3 .1 7
3 2 4 9 .8 3
3 6 4 3 .2 8
3 5 6 4 .2 1
3 4 2 5 .3 4
3 3 8 8 .7 0
15
2 9 4 3 .1 7
30
8 7 5 .6 2
8 3 8 .9 8
1 1 8 4 .2 1
1 6 3 7 .4 5
45
(B)
90
1250
1000
750
500
1/cm
Kitin
20.252
48.426
0.361
0.292
0.591
30.078
Kandungan (%)
Kitin Teresterifikasi
33.332
49.359
TD
TD
0.345
16.964
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5. REFERENSI
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan maka dapat diambil kesimpulan:
1. Kitin teresterifikasi teridentifikasi dari data
FT-IR dengan munculnya spektra serapan
gugus O-H asam karboksilat pada bilangan
gelombang 3388,70 dan 3564,21 cm-1 serta
gugus C=O karboksilat pada bilangan
gelombang 1666,38 cm-1 yang diikuti juga
adanya gugus C-O ester pada bilangan
[8]
[9]
1509
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
I. INTRODUCTION
Chemistry is one of the most important branches of science; it enables learners to understand what happened around student. Because
chemistry topics are generally related to or
based on the structure of matter, chemistry
proves a difficult subject for many students.
Taber said that Chemistry curricula commonly
incorporate many abstract concepts, which are
central to further learning in both chemistry
and other sciences. These abstract concepts are
important because further chemistry/science
concepts or theories cannot be easily
understood if these underpinning concepts are
not sufficiently grasped by the student.
Most of teacher who teach chemistry
through face to face in the classroom using
conventional learning, which is dominated by
the lecture method. Thus, these methods of
learning is still teacher-centered learning, have
not been able to increase the active role
students in the learning process, and provides
less opportunity for students to express their
understanding and skills. Students will find it
is hard to follow or get the essence of learning
materials, so that their activities are limited to
take notes apocryphal. The pattern of active
learning with students teachers is passive low
1510
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1511
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Group of
Sample
Average Student
Achievement
Pretest
Post test
Experimental
Class
P1
Y1
Y2
Controlled
P2
Y1
Y2
Class
Where :
Y1: pretest, Y2: post test, P1: learning by using
Cooperative Learning Model Type STAD (Students
Team Achievement Division),
P2: learning by using Direct Instruction or
conventional method
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
V. ACKNOWLEDMENTS
Thank you for Prof.Drs. Manihar
Situmorang, M.Sc, Ph.D as the lecturer in this
major that helping me to do his research.
Thank you for Prof. Asrin Lubis as the Dean of
FMIPA and Dr. Iis Siti Jahro as the
Coordinator of Bilingual Class Program that
allow to do this research. And also, thank you
for the headmaster of SMAN 2 Balige, Mr.
Aldon Samosir and chemistry teacher Mrs.
Lamtiur Hutabarat that allow us to do this
research.
REFERENCES
Alebiosu, K. A., (1998), Effects of Two
Cooperative Learning Models on Senior
Secondary School Students Learning Outcomes
in
Chemistry,
Thesis.Dept.of
Teacher
Education. University of Ibadan, Ibadan.
Giancarlo, L.C., and Slunt, K.M., (2004), The Dog
ate My Homework: A Cooperative Learning
Project for Instrumental Analysis, Journal of
Chemical Education 81: 868-869.
Muhammad, R., (2010), Effect of Cooperative
Learning Instructional Strategy on Students
Performance in Biology, Journal of Theoretical
and Empirical Studies in Education 2 (1), 222278.
Siegel, C., (2005), Implementing a Research-Based
Model of Cooperative Learning, Journal of
Educational Research, vol. 98, no. 6, pp. 339
349.
Situmorang, M. (2010), Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) untuk Mata Pelajaran Kimia, FMIPA,
UNIMED, Medan.
Slavin, Robert E., (1980) Cooperative Learning,
Review of Educational Research, vol. 50, no. 2,
Johns Hopkins University , Sage Publications.
1513
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beberapa unsur yang termasuk dalam
kategori logam berat seperti : As, Cr, Cd, Pb.
Fe Cu, Co, Hg, Se, Sb, Mn, Zn dan Ni berasal
dari limbahindustridanhasilaktivitaspenduduk,
khususnya di kotabesar. Adanya logam berat
dalam lingkungan termasuk bahan makanan
sangat berbahaya, karena mempunyai tingkat
toksisitas yang tinggi (Sanusi et. al., 1985).
Apabila masuk ke dalam tubuh manusia
mempunyai kecenderungan berkumpul dalam
organ tubuh, tidak bisa keluar lagi melalui
proses pencernaan. Air, tanah dan udara adalah
media yang dapat digunakan untuk penyebaran
logam berat ke lingkungan. Tanaman yang
berdaun lebar disamping menyerap logam
berat dari tanah juga dapat menyerap logam
berat dari udara (Saryati dan Wardiyati, 2008).
Voltammetri stripping adsorptif dipilih
sebagai alternatif metoda karena memiliki
banyak kelebihan antara lain : kadar garam
yang tinggi dari air laut tidak mengganggu
dalam analisis, memiliki sensitivitas tinggi,
limit deteksi rendah pada skala ug/L (ppb),
penggunaan mudah dan preparasi sampel yang
mudah, analisis cepat, infra struktur yang
murah (Deswati et. al., 2012, Ensafi et. al.,
2001, Abbasi et.al., 2011, Attar et. al., 2014
1514
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Voltammetri
stripping
adsorptif
(AdSV)
adalah
bagian dari
metode
voltammetri stripping yang didasarkan atas
penyerapan (adsorpsi) dari komplek logam
pada elektroda kerja atau elektroda merkuri
tetes gantung (HMDE), kemudian diikuti
reduksi dari komplek logam yang teradsorpsi
pada permukaan elektroda kerja dengan
memberikan potensial reduksi secara cepat
(Wang, 2006).
Metode ini, terdiri dari
4(empat)
langkah
yaitu
pembentukan
kompleks antara logam dengan ligan, adsorpsi
kompleks pada permukaan elektroda, reduksi
logam atau kompleks dan pengukuran arus
dengan scan potensial secara anoda atau
katoda (Amini and Kabiri, 2005).
Dari hasil
penelitian sebelumnya,
telah dilaporkan oleh berbagai peneliti di
dunia,
beberapa jenis pengomplekyang
digunakan untuk analisis penentuan ion-ion
logam baik individual maupun secara simultan
dengan voltammetri stripping adsorptif.
Penentuan simultan Pb dan Cd dengan morin
(Edgar et. al., 2012a, penentuan simultan Cu,
Pb, Cd dan Zn dengan menggunakan
mureksid sebagai pengomplek (Deswati et. al.,
2014a). penentuan simultan Pb dan Cd pada
level runut dalam perairan alami dengan
pirogalol
merah
(Edgar
et
al.,
2012b).Penentuan simultan Cu, Pb, Cd, Ni, Co
dan Zn dalam sampel bahan bakar bioetanol
dengan campuran beberapa pengomplek secara
voltammetri stripping adsorptif dan regresi
multi varian (Danielle et. al., 2014) dan
penentuan simultan Pb(II), Cd(II) dan Zn(II)
menggunakan clioquinol sebagai pengompleks
(Herrero et. al., 2014).
Penentuan yang sangat sensitif untuk
sejumlah runut Cu dalam sampel makanan
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
i 1
i 1
Y 0 i X i ii X i2 ij X i X j
i j
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Coef
258,591
-36,2685
22,7848
-5,05229
-6,27646
1518
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
H0 : i=0,
H1 : ada i0; i = 1,2,3,,k
Tabel 4. Hasil Analisis Ragam Model Orde II
- 30,3417
22,4800
dan
b
1,5131
3,0543
B
- 3,7643 - 4,7447 - 27,5806 - 3,6557
B b - 0,210201
x0
0,233981
2
- 0,383074
1
1519
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
X1 (kons kalsein)
X2(pH)
X3 (Potensial)
X4 (Waktu)
Nilai optimal
(dikodekan)
Nilai optimal
(tidak dikodekan)
-0,876403
-0,210201
0,233981
-0,383074
0,11 mM
6,79
-0,88 V
42,34 s
400
200
1
0
-2
pH(X2)
-1
-1
-2
Kons. Calsein(X1)
1,5
Potensial(X3)
1,0
0,5
0,0
Hold Values
pH(X2)
-0,2102
Waktu(X4) -0,3831
-0,5
-1,0
-1,5
-1,5
-1,0
-0,5 0,0
0,5
Kons. Calsein(X1)
1,0
1,5
400
300
Arus Puncak (Y)
200
1
100
0
-2
-1
-1
0
Potensial(X3)
-2
Kons. Calsein(X1)
Hold Values
pH(X2)
-0,2102
Potensial(X3)
0,2340
300
Arus Puncak (Y)
200
100
1
0
-2
-1
-1
0
Waktu(X4)
-2
Kons. Calsein(X1)
1,5
Potensial(X3)
1,0
1,5
1,0
pH(X2)
0,5
Hold Values
Kons. Calsein(X1) -0,8764
Waktu(X4)
-0,3831
0,0
-0,5
-1,0
-1,5
Hold Values
Potensial(X3)
0,2340
Waktu(X4)
-0,3831
0,0
0,5
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
pH(X2)
1,0
1,5
-0,5
-1,0
-1,5
-1,5
-1,0
-0,5 0,0
0,5
Kons. Calsein(X1)
1,0
1,5
1520
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1,5
1,0
Waktu(X4)
0,5
0,0
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai
penelitian ini, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 030/SP2H/PL/
DITLITABMAS/II/2015, Tanggal 05 Feb. 2015.
Hold Values
Kons. Calsein(X1) -0,8764
Potensial(X3)
0,2340
-0,5
-1,0
-1,5
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
pH(X2)
1,0
1,5
DAFTAR PUSTAKA
Hold Values
Kons. Calsein(X1) -0,8764
Potensial(X3)
0,2340
300
Arus Puncak (Y)
200
100
0
-2
-1
-1
pH(X2)
Waktu(X4)
-2
1,5
1,0
Waktu(X4)
0,5
Hold Values
Kons. Calsein(X1) -0,8764
pH(X2)
-0,2102
0,0
-0,5
-1,0
-1,5
-1,5
-1,0
-0,5 0,0
0,5
Potensial(X3)
1,0
1,5
400
300
200
1
0
-2
-1
-1
0
Waktu(X4)
-2
Potensial(X3)
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dengan metode
permukaan respon, maka didapatkan kondisi
optimum penentuan tembaga yaitu: konsentrasi
kalsein 0,11 mM, pH = 6,79, potensial
akumulasi -0,88 Volt dan waktu akumulasi
42,34 detik dengan nilai arus puncak maksimum dari tembaga 373,14 nA.Pada kondisi
optimumum tersebut diperoleh nilai standar
deviasi relatif 0,74%, recovery 99,88%, linear
range sampai 0,2 - 110 g/L dengan limit
deteksi 1,794 g/L. Metoda permukaan respon
1521
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Deswati, Suyani, H., Zein. R and Rahmi. I., (2015),
Application of respon surface methodology for the
determination of cadmium in sea water by adsorptive
stripping voltammetry in the presence of calcon. J.
Chem. Pharm. Res., 7(8): 750 -757.
Deswati, Rahmi. I., Suyani. H and Zein. R., (2015),
Respon surface methodology optimization for the
determination of zinc in water sample by adsorptive
tripping voltammetry. J. Chem, Pharm. Res., 7(10):
862 - 870.
Dewi, A.K., Sumarjaya. I.W., dan Srinadi. I.G.A.M.,
(2013), Penerapan metode permukaan respon dalam
masalah optimasi. E-Jurnal Matematika, 2(2) : 32-36.
Edgar. N., Arancibia. V., Rios. R., and Rojas. C., (2012) a,
Simultaneous determination of lead and cadmium in
the presence of morin by adsorptive stripping
voltammetry with a nafion-ionic liquid-coated
mercury film electrode, Int. J. Electrochem. Sci., 7:
5521-5533.
Edgar. N., Arancibia. V., Rios. R., and Rojas. C., and
Segura. R., (2012)b, Nafion-mercury coated film
electrode for the adsorptive stripping voltammetric of
lead and cadmium in the presence of pyrogallol red,
Talanta., 99: 119-124.
El-Shahawi. M.S., Bashammakh. A.S., Al-Shibaai. A.A.,
Bahaffi. S.O., and Al-Gohani. E.H., (2011),
Chemical speciation of Antimony (III and V) in water
by adsorptive cathodic stripping voltammetry using
the 4-(2-thiazolylazo)- resorcinol, Electroanalysis.,
23(3) : 747-754.
Ensafi. A.A., Abbasi S., Mansour H.R., (2001),
Differential pulse adsorption stripping voltammetric
determination
of
copper(II)
with
2mercaptobenzimidazol at Hanging Mercury-Drop
Electrode, Anal. Sci., 17 : 609-612
Espada-Bellido. E., Galindo-Riano. M.D., and GarciaVargas. M., (2009), Sensitive adsorptive stripping
voltammetric method for determination of lead in
water using multivariate analysis for optimization,
Journal of Hazardous Materials., 166 :1326-1331.
Herrero. E., Arancibia. V., and Rojas. C., (2014),
Simultaneous determination of Pb(II), Cd(II) and
Zn(II) by adsorptive stripping voltammetry using
clioquinol as a chelating agent, J. Elect. Anal. Chem.,
729 : 9-14.
Isnaini. N., Hadi. A.F., dan Julianto. B., (2012), Model
permukaan respon pada percobaan faktorial, Majalah
Ilmiah Matematika dan Statistika, 12 : 24 32.
Jugade. R., and Joshi. A.P., (2006), Highly sensitive
adsorptive stripping voltammetric method for the
ultra trace determination of chromium(VI), Anal.
Sci., 22 : 571-574.
Marcin. G and Golimowski. J., (2001), Sensitive and
very selective determination of titanium by
1522
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstrak
Efek inhibisi korosi dan sifat-sifat adsorpsi oleh ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao) pada mild steel dalam
larutan NaCl 1,5M dipelajari menggunakan teknik konvensional metode berat hilang (weight loss) pada variasi waktu,
konsentrasi dan suhu, polarisasi potensiodinamik (Tafel) pada rentang suhu (303-323) K serta Electron Impedance Spectroscopy
(EIS) dengan konsentrasi ekstrak 0,5-2,5% dengan selang 0,5% untuk menentukan efisiensi inhibisinya. Polarisasi elektrokimia
telah dievaluasi untuk memastikan jenis inhibitor. Spektra infrared dan GCMS dilakukan untuk mengetahui senyawa ekstrak yang
berperan dalam proses inhibisi. Morfologi permukaan sampel diamati dengan menggunakan scanning electron microscopy
dengan energy dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDX). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa laju korosi berkurang
dengan kenaikan konsentrasi ekstrak dan meningkat dengan kenaikan temperatur. Efisiensi inhibisi terkorosi sebesar 91.93
(weight loss) dan 85.90% (Tafel), 90.19% (Rp) dan 71.78% (EIS) pada konsentrasi ekstrak 2,5%. Kenaikan efisiensi inhibisi
juga diikuti oleh kenaikan derajat penutupan permukaan akibat dari adsorpsi kimia yang terjadi di permukaan. Kurva polarisasi
menunjukkan inhibitor ini berperilaku sebagai inhibitor campuran dengan dominan pada inhibisi katodik. Adsorpsi kimia
(chemiadsorpsi) yang terjadi di permukaan memenuhi aturan adsorpsi Isotherm Langmuir, dengan indikasi adsorpsinya
unimolekuler. Penambahan ekstrak polar kulit buah kakao ke dalam larutan NaCl sangat efektif untuk mengurangi serangan
korosi di permukaan mild steel.
Key word: Extract, Corrosion inhibitor, Tafel, Adsorption, GC-MS
Corrosion inhibitor is a compound that when added in
small amounts can reduce the rate of corrosion in
aggressive media efficiently7,8,9. Commonly used corrosion
inhibitor compounds are compounds containing atoms N, P,
O, S, or As10. Extract has many natural ingredients that
attempted to obtain an environmentally friendly corrosion
inhibitors, especially derived from extracts of bark, skin
fruit4, leave5, 7, and seeds such as musa aquapinata skin4,
henna leaves5, azadirachta indica11, kalmegh leaves12,
rosemary flower13 , citrus aurantifiifolia14, carica papaya
leaves15,16, piper ningrum 17, artemisia annua18,
cathechin19, garcinia mangostana fruit20, fenugreek leaves21
and flavonoid monomers22.
Cacao peels as a result of plantation waste is
potentially used as inhibitors. The cacao peel until now has
not been used optimally even still largely a waste of cacao
plantations. The skin is only collected on a closed hole,
disposed around the cacao plant, or as a mixture fodder. In
order for the utilization of waste cacao peels can be useful;
it is necessary to find a more efficient utilization of
alternative and has a higher economic value. One is as a
corrosion inhibitor because the peels of cacao containing
metabolites secunder sizable19,22. Among polyphenols,
INTRODUCTION
Corrosion is a spontaneous process that occurs in
metal who want to return to forms previously, as a result of
material degradation. One easily corroded material is mild
steel. Mild steel has a high popularity because these metals
have the ability to be used in a wide variety of needs, easily
welded, and relatively inexpensive. Because of this ability
then steel is widely used as a commercial commodity to
make the construction, automotive industry, machinery
industry, automobile industry and lainnya1-3. Because steel
is easily corroded it needs maintenance to reduce the
corrosion rate. There are several ways to slow the rate of
corrosion, namely: the coating, anodic or cathodic
protection and with the addition of inhibitor1-4. The use of
corrosion inhibitors corrosion treatment is one of the most
efficient and economical, because the compound will
protect the surface of mild steel from corrosive media by
forming a passive layer or protective. The use of the usual
inorganic inhibitors is less effective and has a negative
impact because it is toxic and unfriendly environment5.
Therefore it may be advisable use of organic inhibitors
from natural product, non-toxic and biodegradable5, 6.
1523
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
flavonoids, tannins, saponins and anthocyanin rich in lone
electro pairs15,16,22. Based on this needs to be done a study
to determine the inhibitory power of cacao peels extract to
the reaction rate of corrosion of steel in sodium chloride
solution.
EXPERIMENTAL
Mild steel Sample Preparation
The sample used for this study is a low carbon steel
(mild steel). The chemical composition testing of mild steel
with a Foundry-Master Xpert Spectrometry. The
composition of mild steel obtained as in Table 1. Sample
preparation is done by forming a circular piece of mild steel
with a diameter of 25 mm and a thickness of 2-3 mm. After
that, the specimen is polished using SiC emery paper to the
size of fineness 120, 600, 800, 1000, and 1500 m and final
polished with alumina compound. This has a smooth
surface washed with detergent and distilled water, the last
use of alcohol in order to free samples of fat. Then the
sample was dried with a hot dryer at a temperature of 30 C
for 10 minutes. Ready-made samples stored in desiccators.
Table 1. Chemical composition of mild steel
Mild steel
Contain
V=
IE% =
Axt
V without inhibitor V with inhibitor
V without inhibitor
(1)
x 100% (2)
Electrochemical measurements
First prepared in solution and computer controlled
potentiostat instrument EDAQ 466 Potentiostat-Advanced
Electrochemical System. Samples to be corrosion, put on
holder footage, and dipped in a corrosion cell containing a
solution of corrosive media as much as 10 ml. Then put
mild steel as the working electrode, auxiliary electrode and
electrode comparator into the corrosion cell. Then the three
electrodes were connected to the potentiostat instrument.
Measured with a scanning speed of 0.1 mV/sec.
Measurements will be obtained from the corrosion current
density (Icorr), corrosion potential (Ecorr), resistance
polarization (Rp). Tafel curves obtained while the inhibition
efficiency was obtained using the formula 38,12,21 following:
IE% =
x100%
(3)
1524
ba x bc
Icorrx 2.303 (ba +bc )
x100%
(4)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Where: ba = Tafel slope of the anodic and bc = cathodic
Tafel slope
0,60
0,50
Weight loss (g)
0,40
48 jam
0,30
96 jam
0,20
192 jam
0,10
364 jam
0,00
768 jam
0,0
1,0
2,0
3,0
.
Figure 1: Weight loss against concentration of extract at
different time interval
3,0
Corrosion rate (gram.cm2 day)
2,5
2,0
Where, Rct and Rct (inh) are the charge transfer resistant of
mild steel in solutions without and with the presence of
inhibitors.
48 jam
1,5
96 jam
1,0
192 jam
364 jam
0,5
Surface analysis
After the corrosion test, surface samples were
analyzed using optical microscopy brand S-3400N
Scanning Electron Microscopy. This observation aims to
look at the sample surface before and after the occurrence
of corrosion.
768 jam
0,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
48 jam
96 jam
192 jam
364 jam
768 jam
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
1525
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
and 2. In contrast, the increase in the concentration of
inhibitor will increase the efficiency of inhibition on the
surface of mild steel; the relationship can be seen in Figure
3. This is because the larger the surface of mild steel in
contact with the solution, the more surface coated mild steel
by cacao peels extract as presented in Figure 4. The
occurrence of these terms, in accordance with the protection
mechanisms that the natural extracts are compounds
containing atoms with lone electron pairs 1, 10. These atoms
act as electron donors that will produce complexes with
iron19. These complexes are stable, not easily oxidized and
will envelop the iron metal surface, so that the rate of
corrosion can be inhibited. Means with the increase of the
inhibitor concentration will also increase the degree of
surface coverage.
Surface coverage ()
1
0,8
48 jam
0,6
96 jam
0,4
192 jam
0,2
364 jam
768 jam
0,0
2,0
4,0
Inhibitor
Conc. (%V/V)
Icorr
mA cm-2
Ecorr
Vdec-1
ba
Vdec-1
1.
2.
3.
4.
Blank
0,5
1,0
1,5
0.0631
0.0513
0.0467
0.0347
-0.2700
-0.2750
-0.2200
-0.2100
1.8000
3.6000
6.0000
5.0000
1526
bc
Vdec-1
1.1430
2.8000
3.7500
2.5000
Rp
m2
7.279
13.331
21.457
27.661
IE(%)
Icorr
EI(%)
Rp
18.70
25.83
29.17
45.39
66.07
73.69
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5.
6.
2,0
2,5
0.0200
0.0089
-0.2100
-0.2200
5.6000
4.7000
2Fe(OH) + Fe + 2H O Fe O + 6H
3
(7)
3Fe(OH) Fe O + H + 2H O
2
500
(8)
Blanko
Ekstrak 0.5%
-500
Ekstrak 1%
-1000
Ekstrak 1.5%
-1500
81.65
90.19
1000
(6)
68.30
85.90
2Fe + 3H O Fe O + 6H + 6e
2
+2
39.668
74.2365
I (mA/cm2)
3.2000
2.2500
Ekstrak 2%
-2000
-1,5
-0,5
0,5
1,5
Ekstrak 2.5%
E (V) vs AgCl
3. Relations inhibitor concentration with the electrochemical parameters in NaCl 1.5M media at room temperature and
atmospheric pressure
No.
1.
2.
3.
4.
Rs
34.0
23.0
23.3
22.2
Rct (cm2)
505
850
1680
2435
1527
Cdl (Fcm2)
26.8
15.8
49.0
50.1
n
0.750
0.664
0.735
0.756
EI (%)
40.90
69.94
79.26
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5.
6.
2.0
2.5
32.4
181
3259
3552
4.76
80.0
0.869
0.975
84.50
85.78
Kads
Where C is the concentration of inhibitor, Kads is
adsorption coefficient, and is surface coverage of mild
steel by cacao peels extract. The amount of cacao peels
extract covering the steel surface was studied using
Langmuir and Freundlich adsorption isotherm. From 2
isotherm analysis is performed, both give a straight line if
plotted C/ vs C in Figure 8. The highest correlation
coefficient was obtained from the Langmuir adsorption
isotherm is 0.98-0.99. Mean adsorption occurs closer to the
Langmuir adsorption isotherm equation is unimoleculer
indication.
Effect of Temperature
Temperature variations performed from 303K323K to see interactions between iron and salt absence and
presence inhibitors. Seen from Figure 7 inhibition
efficiency increased with increasing concentration of cacao
peels extract is added, but decreased with increasing
temperature. The decrease in inhibition efficiency of the
inhibitor with increase of temperature might be due to the
adsorption and desorption inhibitors. Adsorption and
desorption of inhibitor molecules occurs on a continuous
metal surface until a balance between these two processes is
reached at a certain temperature.
C/
3
2
R = 0,993
R = 0,981
0,994
R = 0,988
96 jam
192 jam
R = 0,987
0
0
382 jam
0,6
R = 0,935
0,4
303 K
764 jam
0,8
308 K
R = 0,967
R = 0,869
R = 0,991
48 jam
R = 0,964
96 jam
192 jam
0,2
313 K
364 jam
0,0
318 K
-0,5
324 K
0
C (%)
1,0
80
70
60
50
40
30
20
10
0
48 jam
0,5
768 jam
log C
1
2
3
Concentration of extract (%)
Adsorption Isotherm
1528
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
log V
exp
-3
--------
(11)
Kads
- Gads
----exp
I/T.10-3
Presenc
e
extract
log V/T
y=
0,0035
y =-10,0030
50
24,
50-2
x+
98,-3
12,
x+
2
12,-4
2-5
I/T 10-3
absence
extract
Presence
extract
b.
Figure. 9. Arrhenius plots for mild steel immersed in NaCl
1.5 M solution in the absence and presence of optimum
concentration (2.5 % v/v) of Theobroma cacao peels extract
(a) log V vs 1/T (b) log V/T vs 1/T
Table 4. Kinetic and thermodynamic parameters of mild
steel in presence of Theobroma cacao peels
extract in HCl. 1,5 M
-----------
N
o
Indicato
r
Ea
(kJ/mol
)
H
(kJ/mol
)
Go
(kj/mol
)
1.
Blank
98.669
347.32
2.
Blank +
inhibitor
17.838
6
100.84
12
55.5
Absenc
e
extract
a.
RT
Where k is a pre-exponential Arrhenius constant, T is the
temperature and R is the ideal gas constant. Arrhenius curve
obtained from the plot of log V vs 1/T and log V/T vs 1/T
Figure 9a and Figure 9b for the system absence and
presence of inhibitors. The activation energy (Ea) and heat
of adsorption H is calculated from the slope of the curve
in Figure 9, and the results are presented in Table 4. From
Table 4 looks Ea for the process of steel corrosion in NaCl
absence inhibitor 98.67 KJmol-1 and the presence of
inhibitors 100.08 kJmol-1. This value indicates the process
of corrosion of mild steel in NaCl with inhibitors occurs
slower than without inhibitor. This process occurs because
the cacao peels extract to form a passive layer on the
surface of mild steel, so the solubility of Fe is reduced 23.
The changes of Ea also showed that the inhibitor on the
metal surface either participate in the adsorption process.
Langmuir adsorption isotherm has provided a clear of the
mechanism of corrosion inhibition of mild steel surface in
NaCl 1.5M solution without and with the presence of the
extract. Value of the free energy of adsorption (Gads) can
be calculated from the following equation 1211.12
1
=
0 y
y0,0035
0,0030
=
-1
=
-2 5
-
S
(kj/mol
)
RT
352.44
Mechanism Inhibitors
The presence of the inhibitor molecules on the mild
steel surface is due to the adsorption. Adsorptions arise due
to the adhesion force between inhibitors and the surface of
mild steel. The adsorption of inhibitor molecules on the
mild steel surface will produce a kind of thin layers (films)
that can inhibit the rate of corrosion. In this case inhibitor of
cacao peels extract will act as forming a thin layer on the
surface of mild steel. Additionally inhibitors also serve as
1529
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
the control of the rate of corrosion by making the metal
FTIR analysis
Table 5. FTIR Transmittance spectra of Theobroma cacao
peels extract (TCPE), Corrosion
product and their Identification
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Analysis of Microstructure
The observation of the surface morphology of mild
steel that has not done the treatment and pre-treated with
200x magnification can be seen in Figure 11a-11c. Photos
surface structure of the sample is obtained by using the S3400N Scanning Electron Microscopy with a magnification
of 200 times. Photo initial surface morphology of the
specimen can be seen in Figure 11a, the image seen the fine
lines are white and relatively thin which is the effect of
grinding and sanding on the surface of mild steel. Seen also
that the surface is flat, clean, and non-porous and there are
no holes.
Possible groups
Fe-H
Fe=O
C-O (ether)
C-C=C(asimetric
aromatic)
C-C (aromatic)
C=O
H-C-H (phenol)
C-H
O-H (phenol)
a
Figure 10 shows a significant difference between the
three spectra. There are several peaks in Figure 10a is lost,
but in Figure 10b and 10c accompanied by the presence of a
new peak in the both picture. However, many peaks that
appears in the same or adjacent frequencies. Identified
functional groups of cacao peels extract (Figure 10a) is
phenols, aromatic rings and ether. Most of these functional
groups appear in the corrosion products but with little
frequency shift. For example, C-O functional groups that
are at a frequency of 1051cm-1 shifted to 1020 and 1022
cm-1, C = O shift from 1603 cm-1 to 1654 cm-1 and 1637,
while the OH shift from 3422 cm-1 to 3422 cm-1 and
3397. New peak appears at frequency 2360 and 2283 is
the C-H bonds (phenol), 668 cm-1 is the Fe-H bond, and
another new peak at 835 cm-1 is predicted Fe = O bond the
effect of strain. These results indicate that there has been
c
b
1530
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
products. While in Figure 10c with the addition of 2.5%
extract visible decrease the rate of corrosion attack, the steel
surface is smooth and no visible lumps of corrosion
products.
Analysis of SEM-EDX
Analysis of elements of C and Fe on the surface of
mild steel in NaCl 1.5Mwas immersed for 8 days with and
without the cacao peels extract studied by SEM-EDX. The
results can be seen in Figure 12 and Table 6. Based on the
obtained graphs the percentage of element C increases from
0.3% to 6.58% with the cacao peels extract. This proves
that C element of the molecule cacao peels extract adsorbed
on the mild steel surface to form a passive layer. While the
percentage of Fe element decreased in the presence of the
cacao peels extracts from 98.79% to 80.00%. The elements
were detected in the initial O in Figure 12a does not exist,
and in Figure 12b is detected with a low percentage. While
there was an increase in Figure 12c oxygen percentage to
15.16% as immersion in NaCl 1.5M corrosive media
without inhibitors, so the oxide formed quickly by an attack
from the corrosive ions NaCl. But oxygen percentage is
decreased to 14.54% after adding the cacao peels extract.
This indicates that the Fe to form complex compounds with
molecular cacao peels extract so that the percentage of Fe
element were detected becomes smaller.
a
b
c
d
Acknowledgements
The first author thanks to Ministry of Education,
Republic of Indonesia, for BPPS scholarship grant during
her doctoral study, and Hibah Doctor Grant no. DIPA
042.05.28.33421/2014. The last author thanks to Indonesia
Government for providing SEM and other characterization
equipments. Part of this work is supported by DP2M DIKTI
under Hibah Pascasarjana Research Grant no. DIPA
023.04.2.415061/2012.
Treatment
1.
2.
3.
4.
ST 37
ST 37 + 2.5% extract
ST 37 + NaCl 1.5M
ST 37 + NaCl + 2.5%
extract
Contain of element (%
mass)
C
Fe
O
0.32
98.79
6.19
92.66
4,33
2.27
80.61
15.16
6.58
80.00
14.54
REFERENCES
1.
2.
3.
Conclusion
1. The results of GC-MS showed that the cacao peels
extracts contain many secondary metabolites. Where
the functional group of compounds obtained was
confirmed by FTIR testing, to determine the heteroatom
groups that role in the inhibition of corrosion.
4.
5.
1531
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
2012,
Inhibitory
1532
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Peranan bahan tambahan pangan (BTP)
khususnya pengawet menjadi semakin penting
sejalan dengan kemajuan teknologi produksi
bahan tambahan pangan sintesis. Penggunaan
bahan tambahan pangan dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh
produsen maupun oleh konsumen, karena
dampak penggunaan bahan tambahan pangan
dapat berakibat positif maupun negatif. Di
bidang pangan diperlukan sesuatu yang lebih
baik untuk masa yang akan datang, yaitu
pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih
bermutu, dan bergizi [1].
Salah satu jenis BTP yang berdampak
negatif bagi kesehatan tubuh dan dilarang
penggunaannya yaitu boraks. Boraks sejak
lama digunakan oleh masyarakat Indonesia
untuk pembuatan gendar nasi dan kerupuk
gendar yang oleh masyarakat Jawa disebut
karak atau lempeng.
Boraks secara lokal dikenal sebagai air
bleng, garam bleng atau pijer [2]. Pemerintah
melarang penggunaan boraks per Juli 1979 dan
dikuatkan melalui SK Menteri Kesehatan RI
No.733/Menkes/Per/IX/1988.
Meskipun
sebagian masyarakat sudah mengetahui
terutama produsen bahwa zat ini berbahaya
jika digunakan sebagai pengawet makanan,
namun penggunaannya semakin meningkat.
2. KAJIAN LITERATUR
Kondisi makanan dan minuman yang tidak
sehat sangat merugikan kesehatan tubuh,
diantaranya dapat terinfeksi atau sakit bahkan
keracunan dengan gejala antara lain mual, sakit
perut,
muntah,
diare
bahkan
dapat
menyebabkan kejang dan akhirnya fatal bila
tidak segera mendapatkan pertolongan. Dalam
kehidupan sehari-hari, bahan tambahan pangan
(BTP) sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat termasuk dalam pembuatan
makanan. Namun dalam prakteknya masih
banyak produsen makanan yang menggunakan
bahan tambahan yang berlebih, sehingga dapat
menjadi racun dan berbahaya bagi kesehatan
yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam
makanan [4].
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODE PENELITIAN
Bahan-bahan pereaksi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah boraks, HCl 0,1 N,
1534
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Pengukuran
Panjang
Gelombang
Maksimum (max) Larutan Campuran
Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Larutan yang telah dibuat dari langkah
(pembuatan larutan uji) masing-masing dipipet
sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam
botol vial yang telah ditutup dengan
alumunium foil lalu larutan dimasukan ke
dalam kuvet. Kemudian diatur panjang
gelombangnya mulai dari panjang gelombang
380-800
nm
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan data yang
diperoleh dari pengukuran panjang gelombang
ini digunakan untuk melihat perubahan
absorbansi dan pergeseran puncak spektrum
yang dihasilkan karena adanya interaksi antara
boraks dan ekstrak umbi ubi jalar ungu.
Dilakukan juga pengukuran pada larutan
boraks 1% dan untuk blanko menggunakan
akuades.
Pengukuran
Panjang
Gelombang
Maksimum (max) Larutan Ekstrak Air
Umbi Ubi Jalar Ungu Dengan Larutan
Pembanding.
Larutan ekstrak umbi ubi jalar ungu
dipipet sebanyak 2 mL dan dicampurkan
dengan akuades sebanyak 2 mL dimasukkan
ke dalam botol vial kemudian larutan diaduk
hingga homogen dan dimasukan ke dalam
kuvet.
Kemudian
diatur
panjang
gelombangnya mulai dari panjang gelombang
380-800
nm
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Perlakuan yang
sama dilakukan dengan mengganti akuades
dengan penambahan larutan Boraks 0,5%,
larutan HCl 0,1 N, larutan NaOH 0,1 N,
larutan H3BO3 0,1 N dan larutan (H3BO3 0,1 N
dan NaOH 0,1 N). Blanko yang digunakan
pada pengukuran ini adalah akuades.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 1. Data uji stabiltas pH larutan ekstrak umbi ubi jalar ungu
No.
Larutan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
1.2.
13.
14.
15.
16.
17.
Hari ke-1
4,75
4,63
4,20
4,84
4,89
7,52
7,83
7,97
8,16
8,43
8,46
8,51
8,30
3,26
9,13
7,21
8,57
Hari ke-1
Abs
1536
pH
Hari ke-3
4,92
5,70
5,24
4,49
5,68
6,91
7,77
7,83
7,91
8,08
8,19
8,32
8,14
3,37
8,23
7,23
8,44
Hari ke-6
6,50
6,91
6,88
6,60
7,06
7,03
7,26
7,24
7,40
8,09
8,16
8,31
8,17
3,79
7,84
7,01
8,41
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Hari ke-3
Abs
Abs
Larutan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Hari
ke-1
543
553
544
543
541
601
604
605
606
606
606
606
606
521
606
-
max (nm)
Hari
ke-3
539
527
537
527
603
604
520
-
Absorbansi (A)
Hari
ke-6
553
603
603
520
-
Hari ke-1
Hari ke-3
Hari ke-6
0,301
0,231
0,311
0,312
0,312
0,406
0,449
0,432
0,461
0,442
0,467
0,433
0,177
0,453
0,215
-
0,348
0,323
0,256
0,327
0,313
0,297
0,528
-
0,273
0,270
0,266
0,537
-
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(a. )(b.)(c.)(d.)(e.) (f.) (g.)(h.)(i.) (j.) (k.) (a. )(b.)(c.)(d.)(e.)(f.)(g.)(h.)(i.) (j.)(k.) (a. )(b.)(c.)(d.) (e.) (f.) (g.)(h.) (i.) (j.) (k.)
Gambar 2. Hasil gambar fisik larutan ekstrak air umbi ubi jalar ungu. (a.) ekstrak air umbi ubi jalar
ungu + akuades (b.) ekstrak air umbi ubi jalar ungu + boraks 0,0001%, (c.) ekstrak air
umbi ubi jalar ungu + boraks 0,001% (d.) ekstrak air umbi ubi jalar ungu + boraks 0,01%
(e.) ekstrak air umbi ubi jalar ungu + boraks 0,1% (f.) ekstrak air umbi ubi jalar ungu +
boraks 0,15% (g.) ekstrak air umbi ubi jalar ungu + boraks 0,20% (h.) ekstrak air umbi
ubi jalar ungu + boraks 0,25% (i.) ekstrak air umbi ubi jalar ungu + boraks 0,50% (j.)
ekstrak air umbi ubi jalar ungu + boraks 0,75% (k.) ekstrak air umbi ubi jalar ungu +
boraks 1%.
Pada Gambar 2 dapat terlihat jelas
berwarna coklat [14]. Pada larutan ekstrak
perubahan warna yang terjadi pada saat larutan
yang telah ditambahkan boraks dengan
ekstrak ditambahkan dengan larutan boraks
konsentrasi 0,75% dan 1% masih didapat
0,1% dan 1% warnanya berubah menjadi biru
puncak panjang gelombangnya diduga karena
kehijauan dari warna merah pucat warna dasar
antosianin tidak stabil pada larutan boraks
ekstrak ubi. Perubahan warna tersebut
yang
konsentrasinya
kecil
sehingga
dikarenakan perubahan pH dari bentuk kation
menyebabkan
panjang
gelombang
flavilium menjadi quinodial anionik dimana
maksimumnya tidak teramati dan stabil pada
terjadi kehilangan satu atom H pada cincin B
konsentrasi boraks yang tinggi.
antosianin. Namun pada hari ke-3 dan ke-6
Berbeda dengan larutan ekstrak umbi ubi
larutan tersebut berubah warna menjadi
jalar ungu dengan boraks yang ditambahkan
kecoklatan hanya pada larutan campuran
larutan HCl 0,1 N. Dari Tabel 2 larutan
dengan konsentrasi 0,75% dan 1% saja yang
tersebut semakin hari absorbansinya naik dan
bertahan warna serta puncak gelombangnya.
serapan puncaknya stabil pada panjang
Perubahan warna antosianin ini disebabkan
gelombang 521 nm sama dengan larutan
karena antosianin mengalami degradasi
ekstrak umbi ubi jalar ungu tanpa boraks, ini
pigmen yang ditunjukkan oleh penurunan
menandakan larutan ekstrak ubi dengan HCl
absorbansi. Penurunan nilai absorbansi
tidak dapat digunakan untuk mendeteksi
disebabkan karena terjadinya perubahan
adanya boraks karena HCl yang bersifat asam
struktur pigmen antosianin sehingga bentuk
kuat akan menutupi larutan boraks yang
aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna) dan
bersifat asam lemah sehingga larutan yang
akhirnya membentuk alfa diketon yang
didapat tetap bersifat asam. Warna pada
1538
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
[5] Widyaningsih D.T dan Erni S.M. Formalin.
Trubus Agri Sarana. Surabaya. 2006.
[6] Norliana, S. The Health Risk of Formaldehyde
to Human Beings. Malaysia. University Putra
Malaysia. Faculty of Food Science and
Tekhnology. 2009.
[7] Reysa E. Rahasia Mengetahui Makanan
Berbahaya. Titik Media Publisher. Jakarta.
2013.
[8] Fardiaz, S. Bahan Tambahan Makanan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 2007.
[9] Sari, I.P. Pemanfaatan Ekstrak Umbi Ubi Jalar
Ungu (Ipomea Batatas Poir) Sebagai Indikator
pada Titrasi Asam Basa. Bengkulu: Skripsi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Bengkulu. 2011.
[10] Badriyah, L. Ekstrak Kunyit Sebagai
Pendeteksi Boraks Pada Makanan. UNEJ
JURNAL 2013, I (1): 1-3. 2013.
[11] Sihombing, P. Aplikasi Ekstrak Kunyit
(Curcuma domestica) Sebagai Bahan
Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 2007.
[12] Markakis P. Stability of Anthocyanins in
Foods dalam Anthocyanins as Food Colors.
New York : Academic Press inc. 1982.
[13] Satyatama, DI. Pengaruh Kopigmentasi
Terhadap Stabilitas Warna Antosianin Buah
Duwet (Syzygium cumini). Tesis. Bogor:
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor. 2008.
[14] Lydia, S.W., Simon, B.W., dan Susanto, T.
Ekstraksi Dan Karekterisasi Pigmen Dari
Kulit
Buah
Rambutan
(Nephelium
lappaceum). Var. Binjai Biosains, Vol. 1 No.
2, Hal. 42-53. 2001.
[15] Mulya, M dan Suharman. Analisis
Instrumental. Airlangga University Press,
Surabaya,
1995.
1539
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1.
PENDAHULUAN
Hidrotalsit (HT) merupakan salah satu mineral
lempung yang murah dan mudah disintesis,
mempunyai kemampuan pertukaran anion yang
besar dan luas muka yang besar. Rumus umum
senyawa ini adalah [MII1-xMIIIx(OH)2]x+[AmxII
dan MIII berupa kation
x/mnH2O] , dengan M
divalen dan trivalen seperti Mg2+ dan Al3+. Amadalah anion organik atau anorganik dan nilai x
berkisar antara 0,200,33 [1]. HT juga disebut
hidroksida lapis ganda, karena terdiri dari dua
lapisan dan ruang antar lapis.
Hidrotalsit dapat disintesis dengan dua
metode
yaitu pengendapan langsung
dan
pengendapan tidak langsung. Hidrotalsit hasil
sintesis dengan metode pengendapan secara
langsung banyak dimanfaatkan untuk menyerap
anion-anion anorganik yang bersifat polar, dimana
anion yang diserap akan menggantikan posisi OH
pada lembar bidang lapisnya ataupun anion
anorganik pada bidang antar lapisnya [2].
Hidrotalsit memiliki sifat yang istimewa karena
mampu berperan sebagai penukar ion, mempunyai
sifat memory effect dan luas permukaan yang
tinggi. Adsorben ini banyak diaplikasikan untuk
mengadsorpsi berbagai anion misalnya diklofenak
[3], zat warna metilen orange [4], timbal [5] anion
AuCl4 [6] dan lain-lain.
Asam galat termasuk senyawa fenolik.
Molekul ini mempunyai tiga gugus hidroksil dan
satu gugus karboksil. Senyawa fenolik yang
mengandung gugus OH yang terikat pada cincin
aromatis diketahui mempunyai kemampuan sebagai
agen pereduksi.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian
ini Mg(NO3)26H2O, Al(NO3)39H2O, NaOH, HCl,
HNO3, asam galat (C7H6O5), semua bahan ini
produksi E.Merck, dan gas N2 (CV Perkasa).
Analisisnya dilakukan dengan
menggunakan
spektrofotometer inframerah (Shimadzu FTIR-8201
PC), diffraktometer sinar-X (Shimadzu XRD-6000),
spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu UV-1700
pharmaspec), Spektrometer Serapan Atom (SSA)
(Analytic Jena contrAA 300).
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Sintesis Mg/Al HT
Sejumlah
12,821
g
(0,05
mol)
Mg(NO3)26H2O ditambahkan 9,378 g (0,025 mol)
Al(NO3)39H2O, selanjutnya dilarutkan dalam
akuades bebas CO2 dalam labu takar 100 mL. Ke
dalam larutan tersebut ditambahkan larutan NaOH
0,5 M tetes demi tetes sampai larutan campuran
mencapai pH 10, selanjutnya diaduk 30 menit
sambil dialiri dengan gas N2. Larutan campuran
kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 120 C
selama 5 jam, selanjutnya didinginkan hingga
proses pengendapannya sempurna.
1540
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
b. Pengaruh keasaman
Sebanyak 0,01 gram Mg/Al HT diinteraksikan
dengan 10 mL larutan asam galat dengan
konsentrasi 100 ppm. Harga pH larutan divariasi
mulai dari pH 3; 5; 7; 9 dan 11 dengan cara
menambahkan larutan HCl atau NaOH. Selanjutnya
campuran digojog selama 90 menit, setelah itu
disaring dengan kertas saring whatman no.42.
Konsentrasi asam galat dalam larutan diukur dengan
spektrofotometer UV-Visibel pada panjang
gelombang serapan maksimum.
1541
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Intensitas (Counts)
1200
800
400
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2 theta (derajat)
Tabel 1.
1542
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Abs. Larutan
A dan B
1600
Intensitas (a.u)
1400
1200
1000
10
200
(a)
10
20
30
40
50
60
70
80
2 theta (derajat)
Gambar 5.
12
pH medium
Gambar
600
400
Larutan A
Larutan B
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
(b)
800
4. KESIMPULAN
1. Immobilisasi asam galat pada Mg/Al HT terjadi
pada pH 5.
2. Berdasarkan data XRD, Mg/Al HT telah
berhasil disintesis pada pH 10 dengan puncak
utama pada 2 = 11,02; 22,92; 34,77 dan
berdasarkan spektra FTIR menunjukkan adanya
ikatan Mg-O dan Al-O pada permukaan serta
anion nitrat pada antar lapisnya.
3. Tidak adanya peningkatan basal spacing d003
pada Mg/Al HT-AG menunjukkan bahwa asam
galat teradsorp pada permukaan Mg/Al HT
bukan pada antar lapis.
5.
1543
REFERENSI
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Treatments
on
Magnesium-Aluminium
Hydrotalcites, J. Mater. Sci., 35, 4347-4353
[7] Bayliss, P., 1980, Mineral Powder Diffraction File,
Pensylvania 19801, U.S.A.
[8] Kloprogge, J.T., Wharton, D., Hickey, L., and
Frost, R.L., 2002, Infrared and Raman Study of
Interlayer Anions CO32-, NO3, SO42 and ClO4 in
Mg/Al Hydrotalcite, Am.Mint, 87, 623-629.
[9] Cioroi, M., 2009, Study on Total Polyphenols and
Reducing Power of Aqueous Extracts from
Selected Lamiaceae Species, J. Agro. Processess
and Tech., 15, 521-524.
[10] Das, D. P., Das, J. P. And Parida, K., 2003,
Physicochemical Characterization and Adsorption
Behaviour of Calcined Zn/Al Hydrotalcites-like
Compound (HTlc) Towards Removal of Fluoride
from Aqueous Solution, J. Colloid. Interf. Sci., 261,
213-220.
[11] Martin, M.J.S., Villa, M.V. and Camazano, M.S.,
1999, Glyphosate-Hydrotalcite Interaction as
Influenced by pH, Clay and Clays Minerals, 47,
777-783.
[12] Slawinska,, D., Polewski, K., Rolewski, P., and
Slawinski, J., 2007, Synthesis and Properties of
Model Humic Substances Derived from Gallic
Acid, Int. Agrophysics, 21, 199-208.
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
1544
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Research on characteristic of microencapsulated isopulegol was aimed to determine the ideal
proportion between maltodextrin and arabic gum as coating material and how the antioxidant and
antibacterial activity. The ration between maltodextrin and arabic gum were studied in 1:1 2:3 and
3:2. Microencapsulation was carried out by freez drying. The optimum condition for microcapsules
were determined based on entrapped isopulegol through the FTIR spectra and micrograph image
from SEM (Scanning Electron Microscopy). The antioxidant avtivity were determined by the 2,2diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH) method. Antibacterial activities were measured by paper disc
diffusion of isopulegol against Escherichia coli. Microcapsules at a ratio of 3:2 was found to have
better characteristics with porous and particle size of microscale. Antioxidant activity has
EC50=24974 ppm. Antibacterial activity has strong inhibition toward E.coli growth around 13.3.
Keywords: Microencapsules, Isopulegol, Antioxidant, Antibacterial
Abstrak
Karakterisasi senyawa isopulegol termikrokapsulasi bertujuan untuk menentukan komposisi
ideal bahan penyalut maltodekstrin dan gum arab. Mikrokapsul isopulegol dengan komposisi bahan
penyalut ideal diuji aktivita antioksidan dan antibakteri. Komposisi bahan penyalut dibuat dalam
variasi 1:1, 2:3 dan 3:2. Teknik mikrokapsul dilakukan dengan metode kering-beku. Jumlah optimum
isopulegol terkapsulasi diukur secara kuantitatif dengan FTIR dan profil dianalisis dengan SEM.
Aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode DPPH. Sedangkan aktivitas antobakteri diukur
dengan metode difusi terhadap bakteri Escherichia coli. Hasil yang didapatkan adalah bahwa
komposisi dengan karakter terbaik adalah maltodekstrin : gum arab = (3:2) dengan pori dan ukuran
partikel bersakala mikro. Aktivitas antioksidan EC50 = 24974 ppm dan aktivitas antibakteri mampu
menginhibisi E.coli sebesar 13,3
Kata kunci: Mikrokapsul, isopulegol, antioksidan, antibakteri
didalam satu titik saja. Sedangkan polimer
yang digunakan harus biokompatibel ataupun
biodegradabel [1]. Salah satunya adalah
polimer campuran maltodekstrin : gum arab.
Beberapa factor utama yang perlu mendapat
perhatian dalam teknik mikroenkapsulasi
adalah : konsentrasi bahan inti, konsentrasi
emulgator dan struktur permukaan penyalut
yang mempengaruhi waktu release [2]
Berdasarkan strukturnya, isopulegol dapat
berperan aktif sebagai senyawa antioksidan
dan
antibakteri.
Senyawa
antioksidan
1. PENDAHULUAN
Isopulegol (C10H18), merupakan senyawa
golongan monoterpen alcohol siklik dan
memiliki volalitas yang tinggi dengan bau
yang khas. Sifatnya yang mudah menguap
pada suhu ruang dapat diatasi dengan
menarapkan metode mikroenkapsulasi. Metode
ini merupakan teknik pelapisan atau
penyalutan senyawa aktif dengan polimer
berukuran sangat kecil (micron). Senyawa
aktif bertindak sebagai inti dan tidak terpusat
1545
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. KAJIAN LITERATUR
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik
yang ditujukan untuk menyalut senyawa aktif
berupa padatan, cairan maupun gas
menggunaan polimer dalam skala mikro.
Tujuan teknik tersebut adalah untuk
melindungi bahan aktif, salah satunya yang
disebabkan oleh sifat volalitas yang tinggi
sekaligus mengatur pelepasannya. [3]
Ada 2 tipe material penyalut untuk melapisi
material inti yakni polimer alami dan polimer
sintetis. Polimer alami yakni kitosan, gelatin,
alginat, pati, glikogen selulosa yang bersifat
biodegradable atau ramah lingkungan dan
untuk memanfaatkan sistem- release dari
bahan aktif yang tidak stabil atau juga dapat
digunakan untuk bahan tertentu dalam suatu
makanan. Polimer sintetik meliputi melamin,
urea, dan lain sebagainya. polimer sintetik ini
memiliki sifat racun apabila dikonsumsi secara
langsung terutama pada bidang makanan [4].
% Yield =
dimana :
M = Berat Mikrokapsul
M0= Berat isopulegol yang digunakan untuk
mikrokapsulasi
Penentuan Ukuran Mikrokapsul dengan
Menggunakan SEM (Scanning Electrone
Microscopy)
Penentuan ukuran partikel mikrokapsul
isopulegol yang terbentuk dari proses freeze
drying dianalisis dengan SEM untuk
menggambarkan morfologis dan permukaaan
mikrokapsul. Produk mikrokapsulasi dilapisi
atau dicoating dengan logam Pt dan Au dan
dimasukkan kedalam kolom SEM pada 10 mA
3. METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
1546
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Komposisi
Bahan Penyalut
Massa (gram)
1:1
2:3
3:2
3.73
4.31
6.15
Penentuan
efisiensi
maksimum
Mikrokapsul
Isopulegol
dengan
menggunakan FTIR
Efisiensi
mikrokapsul
isopulegol
dengan bahan penyalut maltodekstrin : gum
1547
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(b)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Konsentrasi (ppm)
1
2
3
4
5
50
100
150
200
250
% Inhibisi
Isopulegol Mikrokapsul
1.799
0.957
4.570
1.641
5.912
1.778
6.169
2.735
7.969
3.000
1549
% Inhibisi Isopulegol
Awal Akhir
Selisih
1.799
2.685
0.886
4.570
4.265
-0.305
5.912
8.688
2.776
6.169 10.426
4.257
7.969 11.216
% Inhibisi Mikrokapsul
Awal
Akhir Selisih
0.957 5.869 4.912
1.641 7.223 5.582
1.778 7.900 6.122
2.735 9.255 6.52
3.000 9.480 6.48
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1
2
3
Total
Rata2
0
0
0
0
0
50
ppm
0
0
0
0
0
100
ppm
14
10
8
32
10.67
150
ppm
15
13
12
40
13.3
Tetracyclin
(+)
22.7
22.7
23.1
68.5
22.8
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5. KESIMPULAN
Mikrokapsul isopulegol efektif pada
komposisi bahan penyalut maltodekstrin : gum
arab = (3:2) dengan profil berpori, tidak
berbentuk bulat sempurna dan memiliki ukuran
partikel 220 m. Aktivitas antioksidan terukur
dengan nilai EC50 sebesar 24974 ppm dan
aktivitas antibakteri terhadap bakteri E.Coli
memiliki zona hambat 13,3 mm yang
tergolong dalam zona hambat kuat.
1
2
3
Total
Rata-rata
0
0
0
0
0
50
ppm
7.11
7.1
8.4
22.6
7.5
100
ppm
8.4
10.6
8.6
27.6
9.2
150
ppm
7.4
7.4
7.1
21.9
7.3
Tetracyclin
(+)
22.7
22.7
23.1
68.5
22.8
6. REFERENSI
[1] Dima, Cristian, Cotarlet, Mihaela, Tiberius,
Balaes, Bahrim, Gabriela, Alexe, Petru and
Dima, S., 2014, Encapsulation of Coriander
Essential Oil in Beta-Cyclodextrin : Antioxidant
and Antimicrobial Properties Evaluation,
Romanian Biotechnology Letters, Vol. 19 (2)
[2] George, James P., and Datta, A.K., 2002,
Development and Validation of Heat and Mass
Transfer Models for Freeze drying of Vegetable
Slices, Journal of Food Engineering, Vol. 52,
p.90
[3] Chung, Seong Kyun, Seo Ji Yeon, Lim, Jung
Hoon, Park Hyung Hwan, Yea, Myeong Jai.,
Park, H.J., 2013, Microencapsulation of
Essential Oil for Insect Repellent in Food
Packaging System, Journal of Food Science,
Vol. 78
[4] Yuliani, S., Desmawarni dan Harimurti, N.,
2007, Pengaruh Laju Alir Umpan dan Suhu
Inlet Spray Drying pada Karakteristik
Mikrokapsul Oleoresin Jahe, J. Pascapanen,
Vol. 4 (1), Hal. 18-26
1551
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Minyak bumi merupakan sumber devisa
bagi negara, sumber energi utama untuk
industri, transportasi, dan kebutuhan rumah
tangga. Peningkatan kebutuhan minyak bumi di
Indonesia, menyebabkan komsumsi minyak
bumi ini sudah tidak dapat lagi dipenuhi lagi
oleh produksi minyak bumi di Indonesia
sehingga sebagian kebutuhan bahan bakar
1552
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
a. Alat dan Bahan
Peralatan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah kolom yang berdiameter 1
cm dan panjang 20 cm, kromatografi gas (GC)
Agilent Technologies 7890 A Series,
centrifuge, peralatan gelas yang menunjang
penelitian, botol kecil (vial), statip, timbangan
digital, oven.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel minyak bumi dari
enam buah sumur produksi yaitu dua dari
sumur minyak Bangko (PN-07, MB-076 dan
MB-172) dan minyak bumi Duri (0SD-01),
Silika 60-200 mesh, n-heksana, dikorometana
(DCM), dan kapas steril.
b. Analisis whole oil
1553
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1554
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Rasio
Puncak
Bangko
(MB-07)
Bangko
(MB-076)
a
b
c
d
e
f
g
h
13/14
15/16
17/18
19/20
21/22
23/24
25/26
27/28
0,51
0,79
1,04
0,99
0,95
0,91
0,98
1,13
0,45
1,06
1,05
1,02
0,97
0,96
0,99
1,15
Bangko Duri
(MB- (MD172)
01)
0,32 0,99
0,86
1,18
1,04
1,25
1,02
1,24
0,92
1,32
0,94
1,34
1,01
1,34
0,68
1,33
1555
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
dibawah
kondisi
reduksi
(lingkungan
pengendapan material organik kurang oksigen).
5. Referensi
Agustina, R. 2013. Kajian Geokimia Molekuler
untuk Menentukan Asal-Usul, Lingkungan
Pengendapan, Jenis Minyak Pertamina Lirik,
Riau. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Riau, Pekanbaru.
Darpis. 2014. Korelasi Geokimia Molekular Minyak
Bumi Blok Langgak dengan Sumur Minyak
Bumi di Pendalian IV Koto, Rokan Hulu, Riau.
Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau,
Pekanbaru.
Didyk B.M., Simoneit B.R.T., Brassel S.C and
Englinton G., 1978. Organic Geochemical
Indicator of Paleoenviromental conditions of
sedimentation. Nature. 272: 216-221.
Ditjen
Migas.
2013.
Statistik
Minyak
BumiKementrian Energi Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia, Jakarta.
Kaufman, R.L., Ahmed, A.S dan Elsinger, R.J.
1990. Gas Chromatography as development and
production tool for finger printing oils from
individual reservoirs : Applications in the Gulf
of Mexico. Didalam : Scumacker, D. & Perkins,
B.F (ed). Proceedings of the 9th Annual
Research Conference of the society of economic
Paleontologists and Mineralogists. New
Orleands.
Peters, K.E. dan Moldowan, J.M. 1993. The
Biomarker Guide, Interpreting molecular fossils
in Petroleum and ancient Sediments. Prentice,
New Jersey.
Rohmani, S. 2011. Korelasi antar Minyak Bumi dari
Blok Langgak. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Riau, Pekanbaru.
Tamboesai, E.M. 2002. Korelasi Antar Minyak
Bumi dari Sumur Produksi. Tesis. Pasca Sarjana,
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia,
Depok.
1556
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Eni Widiyati 1
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu
E-mail: widiyati58@gmail.com
Abstrak
Penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi emulsi dengan bahan baku minyak kelapa menggunakan jenis
basa yang berbeda (KOH, NaOH dan trietanolamina = TEA) telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat emulsi dengan bahan baku minyak kelapa menggunakan emulgator sabun stearat dan mempelajari
pengaruh konsentrasi basa terhadap sifat-sifat emulsi. Emulsi dibuat dengan cara mencampur fase air (akuades
dan gliserin) yang telah dipanaskan sampai mencapai suhu 70 oC ke dalam fase minyak (minyak kelapa, asam
stearat, lanolin dan setil alcohol) yang telah dipanaskan sampai 70 oC juga, kemudian ditambahkan basa
sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai mencapai suhu 35 oC. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi basa
terhadap sifat-sifat emulsi, maka basa (KOH, NaOH dan TEA) ditambahkan dengan konsentrasi yang
divariasi. Emulsi yang dihasilkan ditentukan sifat-sifat fisika dan kimia meliputi bentuk, warna, pH, dan
viskositas. Hasil penelitian menunjukkan, emulsi dengan bahan baku minyak kelapa menggunakan jenis basa
yang berbeda telah dapat dibuat. Jika konsentrasi basa yang ditambahkan ditingkatkan, maka pH dan
viskositas emulsi juga akan mengalami peningkatan. Emulsi yang dibuat dengan basa KOH dan TEA lebih
stabil daripada emulsi yang dibuat dengan basa NaOH. Hal ini berarti konsentrasi basa berpengaruh terhadap
sifat-sifat emulsi, dan pada penelitian ini, jenis basa yang berbeda berpengaruh pada stabilitas emulsi.
Kata kunci : pembuatan dan karakterisasi, emulsi, minyak kelapa, konsentrasi basa, sifat-sifat emulsi
Abstract
A research on preparation and characterization of emulsions with coconut oil as raw material and using
different types of bases (KOH, NaOH and triethanolamine =TEA) has been done. The purpose of this research
was to prepare the emulsion with coconut oil as raw material using stearic soap as an emulgator and to study
the effect of base concentration on properties of emulsions. The emulsion was made by mixing a hot (70 oC) of
aqueous phase ( aquadest and glycerin ) to the hot (70 oC) of oil phase (coconut oil, stearic acid, lanolin, and
cetyl alcohol), then the mixture was added a base while stirring until it reached a temperature of 35 oC. To
investigate the effect of base concentration on properties of emulsions, the concentration of KOH, NaOH, and
TEA as a base were added with varied concentrations. The emulsions were determined physical and chemical
properties, such as form, color, pH, and viscosity. The results show an emulsions with coconut oil as raw
material and using different types of bases have been prepared. If the base concentration increase, the pH and
the viscosity of emulsions will also increase. The emulsions with KOH and TEA as a base are more stable than
the emulsion with NaOH as a base. This mean that concentration of base affects the properties of emulsions,
especially pH and viscosity, and the type of base affects the stability of emulsions.
Keywords : preparation and characterization, emulsions, coconut oil, base concentration, properties of
emulsions
1. PENDAHULUAN
Saat ini, sudah banyak bahan-bahan
kebutuhan sehari-hari tersedia dalam bentuk
emulsi, salah satunya adalah kosmetik.
Sebagian masyarakat lebih memilih kosmetik
yang mengandung bahan alami dengan alasan
kurang memiliki efek samping sehingga lebih
aman untuk digunakan. Salah satu bahan yang
diperoleh dari bahan alam hayati yang dapat
digunakan sebagai bahan baku kosmetik
adalah minyak kelapa.
Minyak kelapa memiliki beberapa manfaat
antara lain mengandung asam lemak jenuh
1557
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 1. Komposisi Emulsi dengan variasi
konsentrasi KOH
Bahan
kimia
(%b/b)
Fase minyak
Minyak
kelapa
Asam Stearat
Setil Alkohol
Lanolin
Fase aiar :
Gliserin
Akuades
Basa :
KOH 50%
Sampel
4
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
8
69,5
0,5
8
69,25
0,75
8
69
1
8
68,75
1,25
8
68,5
1,5
8
68,25
1,75
8
68
2
+
kalium stearat, (CH3 (CH2)16COO K )
p 7,6
7,4
pH
7,2
7
0
200
100
visko
0
0
0,5
1,5
konsentrasi KOH
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
100
50
Sampel
3
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
8
69,67
0,33
8
69,34
0,66
8
69
1
8
68,67
1,33
8
68,34
1,66
0,5
1
konsentrasi NaOH (%
10
10
1
1
viskosita
s (dPas)
Bahan kimia
(%b/b)
Fase minyak
Minyak kelapa
Asam Stearat
Setil Alkohol
Lanolin
Fase aiar :
Gliserin
Akuades
Basa : NaOH 50%
Ph
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(HOCH2CH2)3N: + H2O
HO(HOCH2CH2)3N:H
TEA
TEA(aq)
CH3(CH2)16COOH + HO(HOCH2CH2)3N:H
(HOCH2CH2)3NH+OOC(CH2)16CH3 + H2O
asam stearat
TEA(aq) TEA stearat
7,8
7,6
7,4
0
1
2
konsentrasi TEA (%
Sampel
4
5
Fase minyak
Minyak kelapa
Asam Stearat
Setil Alkohol
Lanolin
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
10
10
1
1
viskosit
as
0
2
4
konsentrasi TEA (%
7,2
8
8
8
8
8
8
8
8
69,75 69,50 69,25 69,00 68,75 68,50 68,25 68,00
0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
0,25- 2% b/b, memiliki nilai pH antara 7,477,91 dan viskositas emulsi sebesar 40-464
dPa.s (4000-464000 cps). Hal ini berarti
semua emulsi yang dibuat dengan basa TEA
telah memenuhi standar pH dan viskositas
menurut SNI. Mengingat sediaan kosmetik ini
dipergunakan pada kulit, maka pemilihan jenis
dan konsentrasi basa perlu dipertimbangkan.
Pemilihan jenis dan konsentrasi basa perlu
dilakukan agar diperoleh emulsi yang
memenuhi standar pH dan viskositas sebagai
kosmetik.
Dari hasil pengamatan setiap seminggu 1x
selama 1 bulan terlihat, emulsi yang dibuat
dengan basa KOH dan TEA memiliki pH
yang stabil, sedang yang dibuat dengan basa
NaOH mengalami penurunan pH.
Hasil pengamatan viskositas emulsi dapat
diketahui emulsi yang dibuat dengan basa
KOH memiliki viskositas konstan, sedang
viskositas emulsi yang dibuat dengan basa
NaOH mengalami penurunan, dan yang dibuat
dengan basa TEA, viskositas emulsi
mengalami peningkatan. Penurunan viskositas
emulsi dapat disebabkan oleh faktor selama
penyimpanan seperti perubahan suhu ruang
dan tipe emulsi. Peningkatan suhu ruang dapat
mengganggu daya tahan krim. Penurunan
viskositas karena waktu mencerminkan
peningkatan
ukuran
partikel
karena
penggumpalan [14].
Dilihat dari parameter pH dan viskositas,
maka pada penelitian ini, emulsi yang dibuat
dengan basa KOH merupakan emulsi yang
paling stabil, dan emulsi yang dibuat dengan
basa NaOH merupakan emulsi yang paling
tidak stabil.
4.
KESIMPULAN
REFERENSI
1562
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Thermophilic microorganisms could be produced thermostables enzymes of the highly potential application for
the research and industry. The goal of this study was investigated effect of fermentation temperature to the
enzymes activity such as protease, lipase, celullase and -amylase from Jaboi Sabang Isolate.The Jaboi Sabang
isolate was identified morphology based on Gram staining and Scanning Electron Microscopy as Geobacillus
sp. The Jaboi Sabang isolate showed the highest biomass when incubated temperature of 65 oC after incubation
periods 13 hour. The highest activity of protease (16,9 U) was found in 30 hours incubation period on 70 C.
The fermentation temperature of 70 oC also showed the highest lipase activity (11,8 U) after incubation periods
14 hour. In addition, the cellulase and -amylase activity showed highest activity at temperature 70 oC and 72
o
C, with activity enzymes of 1,678 U/g dan 1,882 U/g respectively by using Solid State fermentation. The high
activity of thermostable enzymes suggested that the Jaboi Sabang isolate was identified as unique local isolate
and have potential to produce thermostable enzymes.
Keyword : Thermostable enzymes, -amylase, protease, lipase cellulase, and Jaboi Sabang Isolate
1. PENDAHULUAN
Mikroorganisme ditemukan dihampir seluruh
biosfer, termasuk pada lingkungan dengan
suhu, tekanan, salinitas dan pH yang ekstrim
(Ramesh and Mathivanan, 2009; Rothschild
and Maninelli, 2001). Mikroorganisme yang
tumbuh pada lingkungan ekstrim ini disebut
extremophile dan jika memiliki kemampuan
adaptasi pada lebih dari satu lingkungan
ekstrim maka disebut poliextremophile
(Rothschild and Maninelli, 2001).
Kelompok extremophile yang hidup pada suhu
ekstrim meliputi psikrophile (0-200C),
thermophile (45-80C) dan hiperthermophile
(>80C). (Kumar et al,2009) berdasarkan pH
habitatnya,
extremophile
dikelompokkan
menjadi acidophile (pH <5) dan alkaliphile
(pH >9). Mikroorganisme yang dapat hidup di
lingkungan dengan kadar garam yang tinggi,
misalnya di laut, disebut sebagai halophile.
Beberapa
extremophile
lain
misalnya
metallophile (kadar logam yang tinggi),
radiophile (tingkat radiasi tinggi), microaerophile (kadar oksigen yang sangat rendah).
Selain itu, terdapat mikroorganisme yang
mampu hidup di lingkungan dengan tekanan
sangat tinggi (piezophiles) (Rossi et al., 2003).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2.5Pengaruh
Protease
Isolat
Terhadap
Aktivitas
2.3
Suhu
Jaboi
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Aktivitas
protease
dihitung
dengan
menggunakan kurva standar tirosin (20-70
g/mL). Satu unit aktivitas protease
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
mengubah kasein menjadi 1mol tirosin
selama 30 menit pada kondisi percobaan.
Aktivitas protease dihitung menggunakan
persamaan dibawah ini.
Pengulangan untuk
dilakukan tiga kali.
setiap
variabel
suhu
Aktivitas selulase ditentukan dengan menginkubasi 1mL supernatan dan 2mL substrat
selulosa (100mg/L dalam larutan bufer sitrat
0,05 M pH 5) pada suhu 70C selama 30 menit.
Reaksi dihentikan dengan pemanasan dalam
penangas air mendidih selama 15 menit dan
didinginkan dalam penangas es. Larutan
selanjutnya disentrifuse pada 7000g selama 5
menit. Supernatan selanjutnya ditambahkan
3mL pereaksi DNS dan dipanaskan dalam
penangas air mendidih selama 5 menit.
Absorbansi larutan selanjutnya diukur pada
516nm. Nilai absorbansi menunjukkan gula
reduksi yang dilepaskan akibat aktivitas enzim.
Konsentrasi gula reduksi dihitung dari kurva
standard glukosa (0,8 3,0 mmol/L) Larutan
yang terdiri dari 1ml bufer sitrat 0,05 M pH 5,
2mL substrat selulosa dan 3mL DNS yang
telah dipanaskan dalam penangas air mendidih
selama 5 menit digunakan sebagai blanko.
Aktivitas
lipase
ditentukan
secara
spektrofotometri menggunakan substrat pnitrofenil palmitat (p-NP palmitat) (Lee et al.,
1999, dimodifikasi). Campuran enzim dengan
substrat diinkubasi pada suhu 65oC pH 8
selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan
dengan inkubasi pada es kering selama 10
menit. Aktivitas enzim ditentukan dengan
mengukur absorbansi pada 405nm dengan
menggunakan kurva standar p-nitrofenol 0 10g/mL. Satu unit aktivitas lipase
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat
melepaskan 1 mol p-nitrofenol per menit
pada kondisi percobaan. Aktivitas lipase
dihitung menggunakan persamaan dibawah ini.
amilase
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Hasil Pengamatan
Sel berbentuk batang,
gram positif, dan tidak
menghasilkan spora.
Positif ditandai adanya
zona bening
Positif berwarna kuning
(a)
(b)
(c)
1566
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Burg, van den B. 2003, Extremophiles as a source
for novel enzymes, Curr. Opin. Microbiol. 6:
213218.
Durham, D.R., Stewart, D.B. and Stellwagt, E.J.
1987, Novel alkaline and heat-stable serine
protease from alkalophilic Bacillus sp strain
GX6638, J. Bacteriol. 169 (6): 2762-2768.
Febriani, Ihsanawati, Hertadi, R., Warganegara,
F.M., Akhmaloka. 2013 Thermostable alkaline
Lipase Isolate from Thermus aquaticus
International Journal of Integrative Biology, 14
(2): 104-112.
Godfrey, T. and West, S. 1996, Industryal
Enzymology, 2nd Ed., Macmillan Publishers
Inc., New York, pp 3.
Guimin, Z., Shunyi, L., Yanfen, X., Liangwei, M.,
and Yanhe, M. 2012. Effects Of Salts On
Activity Of Halophilic Cellulose With
Glucomannanase Activity Isolated From
Alkaliphilic And Halophilic Bacillus sp. BGCS10. Extremophiles 16:3543.
Logan, N. A., Lebbe, L., Hoste, B., Goris, J.,
Forsyth, G., Heyndrickx, M., Murray, B. L.,
Syme, N., Wynn-Williams, D.D. and De Vos, P.
(2000), Aerobic endospore-forming bacteria
from geothermal environments in northern
Victoria Land, Antarctica, and Candlemas
Island, South Sandwich archipelago, with the
proposal of Bacillus fumarioli sp., Int. J. Syst.
Evol. Microbiol. 50: 1741-1753.
Kumar, C. G. and Takagi, H. 1999 Microbial
alkaline proteases: From a bioindustrial
viewpoint, Biotechnol. Adv. 17: 561594.
Kumar, S., Kikon, K., Upadhyay, A., Kanwar,S.S.
and Gupta, R. 2005, Production, purification,
and characterization of lipase from thermophilic
and alkaliphilic Bacillus coagulans BTS-3.,
Prot. Expr. Purif. 41, 38-44.
Kumar, G. S., Chandra, M. S., Mallaiah, K. V.,
Sreenivasulu, P., and Yong-Lark Choi. 2010.
Purification and Characterization of Highly
Thermostable -amylase from Thermophilic
Alicyclobacillus acidocaldarius. Biotechnol.
Bioproc. Eng. 15: 435-440.
Kumar, L., Awasthi, G., and Singh, B. 2011.
Extremophiles: A Novel Source of Industrially
Important Enzymes. Biotechnol. 10 (2): 121135.
Kunamneni, A., Permaul, K., and Singh, S. 2005,
Amylase production in solid state fermentation
by the thermophilic fungus Themomyces
lanuginosus, J. Biosci. Bioeng. 100: 168-171.
Lee, D., Koh, Y., Kim, K., Kim, B., Choi, H., Kim,
D., Suhartono, M. T. and Pyun, Y. 1999,
Isolation and characterization of a thermophilic
lipase from Bacillus thermoleovorans ID-1.,
FEMS Microbiol. Lett. 179: 393-400.
Madayanti, F., Viera, B. V. E., Widiastuty, M. P.
and Akhmaloka 2008, Characterization and
identification of thermophilic lipase producing
4. KESIMPULAN
Meskipun pertumbuhan Isolat Jaboi optimum
pada suhu 65C, namun enzim protease, lipase,
selulase dan amilase yang dihasilkan memiliki
aktivitas paling tinggi ketika fermentasi
dilakukan pada suhu 70C. Penelitian
mengenai optimasi produksi diharapkan dapat
meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang
dihasilkan. Pengembangan potensi Isolat Jaboi
memungkinkannya untuk dijadikan galur
unggul
mikrorganisme
yang
dapat
menghasilkan metabolit untuk aplikasi riset
dan industri.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih atas Hibah
Bersaing tahun 2008 dan 2012. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota
tim Biomolecules Application Research Group;
terutama Rika Sri Utami dan Ika Fitriani.
6. REFERENSI
Aditiawati, P., Yohandini, H., Madayanti, F.,
Akhmaloka., 2009, Microbial diversity of acidic
hot spring Kawah Hujan B in Geothermal field
of Kamojang Area West Java Indonesia, The
Open Microbiology Journal, 3; 58-66.
Annamalai, N., Rajeswari, M.V., Sahu, S.K.,
Balasubramanian, T., 2014, Purification and
Characterization of Solvent Stable, Alkaline
Protease from Bacillus firmus CAS 7 by
Microbial Conversion of Marine Wastes and
Molecular Mechanism Underlying Solvent
Stability, Process Biochemistry, India.
Becker, P., Abu-Reesh, I., Markossian, S.,
Antranikian, G., dan
Markl, H. 1997,
Determination of the kinetic parameters during
continuous cultivation of the lipase producing
thermophile Bacillus sp IHI-91 on olive oil,
Appl. Microbiol. Biotechnol. 48: 184-90.
1569
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
bacteria from thermogenic compost, J. Pure
Appl. Microbiol. 2: 325-332.
Madigan, M. T. and Marrs, B. L. 1997
Extremophiles. Sci. Am. 276: 82-87.
Mojsov, K. (2010), Aplication of solid state
fermentation for cellulase enzyme production
using Trichoderma viride, Perspectives of
Inovation, Economics and Business, 5: 108-110.
Mrudula, S. and Kokila, R. 2010, Production of
termostable -amylase by Bacillus cereus MK
in solid state fermentation: Partial purification
and characterization of the enzyme, The Internet
J. Microbiol. 8(1): 379-385.
Naidu, K.S.B. and Devi, K.L. 2005, Optimization
of Thermostable Alkaline Protease Production
From Species of Bacillus Using Rice Bran, J.
Biotechnol. 4 (7): 724-726.
Nurhasanah, Nurbaiti, S., Warganegara, F.M.,
Akhmaloka, 2015, Diversity of Gene Encoding
Thermostable Lipase from Compost Based on
Metagenome Analysis, International Journal of
Integrative Biologi, 16 (1): 7-12.
Olajuyigbe, F. M. and Ajele, J. O. 2005, Production
dynamics of extracellular protease from
Bacillus species, J. Biotechnol. 4 (8):776-779.
Poorna, A. and Prema 2007, Production of
cellulase-free endoxylanase from novel
alkalophilic thermotolerent Bacillus pumilus by
solid-state fermentation and its application in
wastepaper recycling, Biores. Technol., 98 (3):
485-90.
Ramesh, S and Mathivanan, N. 2009. Screening of
marine actinomycetes isolated from the Bayof
Bengal, India for antimicrobial activity and
industrial enzymes. World J Microbiol
Biotechnol. 25:2103 2111.
Rao, C. S., Sathish, T., Ravichandra, P., and
Prakasham, R.S. 2009, Characterization of
thermo- and detergent stable serine protease
from isolated Bacillus circulans and evaluation
of eco-friendly applications, Proc. Biochem. 44:
262268
Rothschild, L. J. and Mancinelli, R. L. 2001 Life in
extreme environments, Nature 409: 1092-1101.
Schmidt-Dannert, C., Sztajer, H., StGcklein, W.,
Menge, U. and Schmid, R. D. 1994, Screening,
purification and properties of a thermophilic
1570
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
ABSTRACT
Utilization of Jengkolshells(Archidendron pauciflorum)waste as raw materials forthe preparation of biobriquettes using starch as binder was investigated. The investigationaimed to study the feasibility of the use of
the by-product as an alternative biofuel i.e. bio-briquette. The production processes were started by
carbonization of raw material in a cylindrical kiln followed by grinding and filtering out charcoalsto obtain
various smaller size particles (60, 80, 100 and 150 mesh). The briquettes were made by adding various amounts
ofstarch as binder (5, 7.5, 10, 12.5, 15%w/w). The quality of the briquettes were evaluated by analysis
ofphysical parameters includingheating value, ash content, water content,and volatile matter contentsand
conducting water boiling tests. The briquettes produced were comparable in calorific value to commercial
ones.Based on the experimental data it can be concluded that the bio-briquettes derived from jengkol shell waste
can serve as alternative fuelsince it shows superior combustioncharacteristics over fuel wood and the material
isreadily available in our environment.
Keywords:Alternative fuel, binder, bio-briquette, jengkol shell, waste, starch.
PENDAHULUAN
Seiring dengan pertambahan penduduk dan
proses modernisasi di Indonesia, kebutuhan
akanenergi juga semakin meningkat. Menurut
laporan British Petrolium (2005), 45,7% dari
kebutuhan energiIndonesia saat ini berasal dari
bahan bakar minyak dan gas bumi. Sementara,
cadangan minyak dan gas bumi Indonesia
semakin menipis dari waktu ke waktu.Oleh
karena itu diperlukan upaya secara terusmenerus untuk mencari bahan bakar alternatif
terbarukan (renewable fuels)dan memiliki nilai
ekonomis.Salah satu energi alternatif yang
banyak dikaji saat ini adalah bio-briket.Biobriket dapat dibuat dari berbagai jenis limbah
hasil pertanian dan hutan (Oladeji, et al,
2011).Yahaya
and
Ibrahim
(2012)
menggunakan sekam padi sebagai bahan baku
bio-briket. Sementara, Wilaipon (2009) dan
Sellin et al. (2013) membuat bio-briket dari
kulit pisang.Disamping itu, berbagai jenis
limbah hasil pertanian lainnya ternyata juga
bisa digunakan seperti tandan kosong sawit
(Ugwu and Agbo, 2013)dan daun manga dan
akasia (Birwatkar et al, 2014).Pada penelitian
ini, digunakan kulit jengkol(Archidendron
pauciflorum)sebagai bahan baku bio-briket
karena produksi jengkol diProvinsi Jambi
cukup tinggi, yaitu mencapai 61.147 ton per
tahun (BPS, 2013). Menurut Hari dkk (2015)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. Prosedur kerja
a. Pembuatan briket
Secara umum prosedur penelitian ini terdiri
atas 4 langkah, yaitu: (1) pembuatan arang, (2)
pembuatan bio-briket, (3) analisis parameter
kualitas, dan (4) ujicoba produk. Kulit jengkol
yang sudah dikeringkandibakardalam drum
silinder berkapasitas 3 kg dibiarkansampai
semua kulit jengkol berubah menjadi arang.
Arang kulit jengkol yang dihasilkan
didinginkan ditumbuk hingga diperoleh
partikel halus.Lalu diayak dengan ayak listrik
untuk mendapatkanpartikel arang berukuran
60, 80,100 dan 150 mesh.Ditimbang 500 g
arang kulit jengkol berukuran 60 mesh,
dicampur dengantepung tapioka yang telah
diberi air dan dipanaskan dengan variasi berat
persentase 5, 7,5, 10, 12,5, dan 15%.Campuran
diaduk secara meratahingga berbentuk adonan
padat dandimasukkan ke dalam cetakan.Biobriket yang telah dicetak kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0C
selama 2 hari. Dengan cara yang sama juga
dilakukan untuk sampel arang kulit jengkol
berukuran 80 dan 100 mesh.
b. Analisis briket
Kadar airproduk briket ditentukan dengan
metode ASTM D-5142. Sebanyak 1,0 gram
bahan briket dipanaskan pada suhu 104-110oC
dalam oven selama 2 jam, lalu didinginkan dan
dikeringkan dalam desikator silica gel. Kadar
air briket ditentukan dengan menggunakan
rumus berikut:
Kadar Air () =
12
1
Ukuran
Partikel
Biobriket
(mesh)
60
80
100
150
SNI
100%
dimana:X1dan
X1adalah
berat
sampel
(gram)sebelum dan setelah dikeringkan
Kadar abujuga ditentukan dengan metode
ASTM D-3174.Bahan briket dipanaskan dalam
muffle furnace selama 1 jam pada suhu 700750oC dan dilanjutkan dengan proses
pengabuan pada suhu 900-950oC selama 2 jam.
Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Kadar Abu () = (
WC
(%)
VM (%)
AC
(%)
NK (kal/g)
5,55
5,68
6,05
6,37
-
13,02
15,22
16,27
18,71
-
5,89
5,12
4,11
5,41
-
5077,28
5139,51
5884,19
(1)
6070,58
5000,00
100%)
1572
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
120
Suhu (C)
100
80
60
40
Biobriket
20
0
0
WC
(%)
6,03
6,15
6,05
6,72
7,21
-
VM (%)
16,02
15,22
16,27
14,71
15,76
-
AC
(%)
4,39
4,42
4,11
4,41
4,62
-
9Waktu12(menit)
15
18
21
NK (kal/g)
5277,25
5439,55
5884,19
5383,52
5292,61
5000,00
1573
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
yang
diperlukan
berlangsung.
120
selama
penelitian
Suhu (C)
100
DAFTAR PUSTAKA
80
60
40
60
mesh
20
0
0
9
12
15
Waktu (menit)
18
21
1574
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Garica Papaya,L.(local name: papaya) is a well fruits seeds in Indonesia one of each is have the
effect toward the death of Goat Worm (Fasciola hepatica) in vitro. Experimental laboratoric, with
post-test only control group design using 6 groups (NaCl 0.9% for negative control, extract of papaya
seeds with 10%, 15%, 20%, 25% of concentration, also pyrantel pamoate as the positive control with
Combantrine as the trademark). Observation is done by using purposive sampling method. The worm
is incubated in 37oC. Data analyzed done calculate the amount of worms and the time until the its was
died. It shows that the extract of papaya seeds of each concentration has effect of anthelmintic. From
the result it can be concluded that the extract of papaya seeds has effect to increase the death of
Fasciola hepatica In vitro and have the effectivity better than pyrantel pamoate. In 10% need 26.3
minutes, 15% need 24 minutes, 20% need 9.3 minutes, 25% need 4,3 minutes concentration and
pyrantel pamoate need 4,7 minutes. It showed that 25% concentration better then pyrantel pamoate to
increase death of the worms.
Keywords: Antihelmintik, extract of papaya seeds, pyrantel pamoate, Fasciola hepatica
lain tannin yang terdapat pada Biji Lamtoro
yang sudah lama digunakan masyarakat
sebagai obat cacing (Anwar, 2005). Tannin
mempunyai efek fermifuga, yakni secara
langsung berefek pada cacing melalui
perusakan protein tubuh cacing (Harvey dan
John, 2004). Namun demikian, belum banyak
orang yang mengetahui bahwa biji pepaya
mempunyai zat aktif antihelmintik yang bisa
digunakan sebagai obat cacing. Hal ini yang
membuat penulis tertarik untuk meneliti
apakah ekstrak biji pepaya memiliki efektifitas
terhadap kematian cacing hati.
Cacing hati yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Fasciola hepatica yang
terdapat dalam hati kambing. Penelitian ini
menggunakan karena cacing Fasciola hepatica
dalam keadaan hidup secara langsung pada
kondisi yang prima dari tubuh penderita
fasciolasis.
Infeksi Fasciola hepatica, dalam
jumlah kecil tidak menunjukkan gejala klinis
yang berarti. Namun, infeksi Fasciola hepatica
dalam jumlah besar sangat merugikan
manusia.
Pada
stadium
larva
dapat
menyebabkan gejala ringan hati, dan larva di
PENDAHULUAN
Fasciolasis adalah penyakit parasit
yang disebabkan oleh cacing hati Fasciola
hepatica. Penyakit ini bersifat kosmopolit
yakni terdapat hampir di seluruh dunia, banyak
ditemukan di daerah yang beriklim lembab. Di
antara infeksi cacing lainnya, askariasis
merupakan infeksi yang paling sering terjadi,
dengan prevalensi berkisar 25% atau 0,8-1.22
milyar orang di dunia. (Rahmilia, 2010)
Papaya merupakan tanaman yang
banyak dibudidayakan di Indonesia. Hamper
semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan.
Akan tetapi, biji papaya belum dimanfaatkan
dengan baik oleh masyarakat karena hanya
digunakan untuk keperluan pembibitan dan
selebihnya dibuang, padahal biji papaya
memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi
kesehatan. Analisis fitokimia menunjukkan
adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tannin,
antrakuinon, dan antosianosida.(Meirindasari,
2013)
Di antara berbagai macam obat
tradisional di Indonesia, ada beberapa obat
yang mengandung zat kimia yang mempunyai
efek antihelmntik. Zat kimia tersebut antara
1575
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
adalah
1576
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental
laboratorik.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
di
Laboratorium
MIPA
Kimia
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Medan.
C. Subjek Penelitian
Subjek pemelitian/hewan uji adalah
Fasciola hepatica yang masih aktif bergerak
diperoleh dari hati kambing dari Rumah
Potong Hewan Mabar Medan. Kemudian
sampel dibagi berdasarkan rumus Federer
(Sudigdo, 2003).
(n-1) (t-1) 15
Keterangan :
n = besar sampel
t = jumlah kelompok perlakuan
Karena penelitian ini menggunakan 6
kelompok, maka :
(n-1) (t-1) 15
(n-1) (6-1) 15
5n 20
n4
4. Pyrantel pamoate
Pyrantel pamoate merupakan obat
yang banyak digunakan dalam masyarakat
karena efek samping yang ditimbulkan cukup
rendah. Pyrantel pamoate bekerja dengan
menimbulkan depolarisasi pada otot cacing
dan meningkatkan frekuaensi impuls, sehingga
cacing mati dalam keadaan spasis. Selain itu,
Pyrantel pamoate juga menghambat enzim
asetilkolinesteras sehingga akan meningkatkan
kontraksi otot cacing.
5. Kerangka Pemikiran
3.
D. Teknik Sampling
Di dalam penelitian ini menggunakan
teknik sampling purposive sampling dengan
cara menyamakan ukuran panjang cacing dan
jenis cacing serta tidak membedakan jenis
kelamin cacing.
6. Hipotesis
Hipotesis kerja dari penelitian ini yaitu :
1. Ekstrak biji papaya (Carica papaya)
memiliki
pengaruh
terhadap
peningkatan jumlah kematian cacing
Fasciola hepatica secara In vitro.
2. Peningkatan konsentrasi ekstrak biji
papaya akan meningkatkan pengaruh
kematian cacing yang lebih cepat juga.
E. Rancangan Peneltian
1. Tahap Penelitian Pendahuluan
1577
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
- Jenis cacing
- Ukuran cacing
- Konsentrasi ekstrak uji
- Suhu percobaan
B. Variabel perancu yang tak terkedali
- Umur cacing
- Umur biji pepaya
G. Skala Variabel
1. Kadar ekstrak biji pepaya: skala ordinal
2. Waktu kematian cacing: skala normal
H. Defenisi Operasional Variabel
1.
Gambar 4. Skema
Penelitian Pendahuluan
Rancangan
Tahap
2.
3.
Rancangan
Tahap
5.
Variabel bebas
Konsentrasi bertingkat ekstrak biji
pepaya (Carica papaya).
2.
Variabel tergantung
Total waktu kematian cacing dalam
setiap pemberian perlakuan.
3.
Variabel perancu
A. Variabel perancu yang terkendali
1578
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
7.
Konsentrasi III
20 gr ekstrak biji papaya + 100ml
aquades larutan ekstrak biji papaya
20%
Konsentrasi IV
25 gr ekstrak biji papaya + 100ml
aquades larutan ekstrak biji papaya
25%
J. Cara Kerja
1. Pembuatan ekstrak biji papaya
- Pengambilan bahan dari biji papaya: Secara
acak diambil dari buah pepaya
- Pengeringan bahan biji papaya : Biji di
keringkan dengan tujuan menghilangkan
kadar air yang tersimpan pada suhu 70oC
sampai kering
- Ekstrak biji papaya : Ekstrak biji papaya
yang dihasilkan adalah setelah serbuk biji
pepaya dipanaskan dan ditimbang dengan 4
penimbangan dengan berat 10,15,20,25gr
dan
masing-masing
mendapatkan
penambahan 100ml aquades, dipanaskan
sampai mendidih dan didinginkan.
2. Penentuan konsentrasi ekstrak uji
- Konsentrasi I
10 gr ekstrak biji papaya + 100ml
aquades larutan ekstrak biji papaya
10%
-
Konsentrasi II
1579
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4,7 menit
- 26,3 menit
24 menit
9,3 menit
4,3 menit
SARAN
1. Dari hasil penelitian In vitro masih perlu
dilakukan penelitian secara In vivo terhadap
efek antihelmintik ekstrak biji papaya pada
hewan uji.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui bentuk sediaan yang
paling efektif dari obat-obat tradisional
untuk pengobatan fasciolisis.
3. Sebelum diaplikasikan pada manusia
sebaiknya dilakukan uji pra klinik (uji
taksiologi) untuk mengetahui keamanan
ekstrak biji papaya sebagai antihelmintik.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tersebut terlihat
bahwa ekstrak biji papaya memiliki efek
antihelmintik. Terlihat pada konsentrasi 25%
waktu yang diperlukan untuk membunuh
cacing adalah 4,3 menit. Sedangkan control
positif
memakai
Pyrantel
pamoate
membutuhkan waktu 4,7 menit untuk
membunuh cacing dengan 3 kali percobaan.
Terlihat pada konsentrasi ekstrak biji papaya
menunjukkan daya antihelmintik yang berbeda
pula, semakin tinggi konsentrasi, maka waktu
kemtian cacing semakin cepat pual.
Hal ini sesuai dengan teori sebelumnya
yang menyebutkan bahwa biji papaya memiliki
efek antihelmintik dari biji papaya dan
mungkin dikarenakan kandungan zat aktif
tannin pada biji. Senyawa tannin yang
memiliki kemampuan denaturasi protein
menyebabkan protein pada permukaan tubuh
cacing terdenaturasi sehingga permukaan
tubuh cacing menjadi tidak permeable lagi
terdapat zat di luar tubuh cacing (Brunet dan
Hoste, 2006; Iqbal dkk, 2007; Canci dkk,
2007).
REFERENSI
MEIRINDASARI, N. pengaruh pemberian jus biji
pepaya (carica papaya l.) terhadap kadar
kolesterol total tikus (Sprague dawley
Dislipidemia. 2013. program studi ilmu gizi
fakultas kedokteran, universitas diponegoro,
semarang.
RAHMILIA, A. D. Pengaruh Pemberian Infusa
Daun Teh (Camelia sinensis, Linn) Terhadap
Peningkatan Kematian Cacing Gelang Babi
(Ascaris suum, Goeze) In vivo. 2010.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SEBELAS
MARET
SURAKARTA,
UNIVERSITAS
SEBELAS
MARET,
SURAKARTA.
1580
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
45
Abstract
Tamarillo (local name Terung Belanda) is a well known fruit in North Sumatera, Indonesia. It is widely
cultivated in areas surrounding The Toba Lake. The diversity and chemical content of this fruit were determined
in four districts around Toba Lake; The Karo, Dairi, Samosir, and Humbang Hasundutan districts. The result
showed that there was a different in flower color, Humbang Hasundutan and Karo tamarillo flower was pink
while Dairi and Samosir tamarillo flower was purplish. The fruit skin color was red with variation of dark spot;
no dark spot (Karo and Samosir), uneven dark spot (Dairi) and even dark spot (Humbang Hasundutan). The
chemical content obtained from freshly picked fruits from all four areas were protein (1.60 1.97 % w/w) using
semi micro Kjeldahl, fat (0.10-0.70 % w/w) using soxhlet extraction, carbohydrate (10.0-12.7 % w/w) using Luff
Schrool.
Keywords: Diversity, nutrition, tamarillo, terung belanda, Toba Lake
1. PENDAHULUAN
Pohon tomat Cyphomandra betacea Sendt.
(C. hartwegi Sendt .; Solanum betaceum Cav.)
adalah yang paling terkenal dari sekitar 30
spesies Cyphomandra (keluarga Solanaceae).
Ini adalah asli subtropics Andes (Keanekaragaman International, 2013). Di berbagai daerah
tamarillo memiliki nama antara lain: tomate,
tomate extranjero (Guatemala); tomate de palo
(Honduras); arvore do tomate, tomate de
arvore (Brazil) dan pepino de arbol
(Colombia). Pada tahun 1970 nama "tamarillo"
diadopsi di Selandia Baru dan telah menjadi
sebutan komersial standar untuk buah.
Tanaman ini kecil, setengah-kayu, tingginya
mencapai 10 hingga 18 ft (3-5,5 m). Daun
tamarillo memiliki aroma muskie, hijau,
alternatif, berbentuk hati di bagian dasar,
berbentuk bulat telur, meruncing pada bagian
ujung, berbulu lembut dan memiliki urat kasar
mencolok. Pada bagian kecil, tandan lepas
dekat dengan pangkal tangkai cabang,
memiliki bunga-bunga yang harum dengan
lebar 1/2 sampai 3/4 inch (1,25-2 cm),
memiliki 5 kelopak berwarna merah muda
pucat atau lavender, berbentuk runcing seperti
lobus, memiliki 5 benang sari berwana kuning
yang mencolok, dan memiliki kelopak
berwarna hijau-ungu. Buah berbentuk panjang
mengintai, muncul dengan satu buah, atau
dalam kelompok mencapai 3 sampai 12,
1581
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gambar 1. Lokasi Danau Toba menunjukkan lokasi pengambilan sampel dari Solanum betaceum
2. METODE PENELITIAN
Daerah penelitian
Wilayah studi yang dipilih adalah daerah
pusat untuk budidaya tamarillo di Provinsi
Sumatera Utara. Daerah yang terpilih adalah
(1) Dairi, (2) Humbang Hasundutan, (3) Karo
dan (4) kabupaten Samosir seperti dapat dilihat
pada Gambar 1. Setiap kabupaten diwa-kili
oleh tiga kecamatan. Penelitian ini menggunakan survei eksplorasi yang meliputi:
inventarisasi aksesi tamarillo yang dikenal
dengan nama komunitas lokal mereka dan
observasi di masyarakat untuk memeriksa
penggunaan buah ini berdasarkan pada
pengetahuan masyarakat.
1582
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Ciencias Agropecuarias y de Alimentos
(UTPL), Loja (Ecuador); Instituto de
Conservacin y Mejora de la Agrodiversidad
Valenciana, Valencia (Spain). 67 pp. Available
on <http://www.bioversityinternational.org/elibrary/publications/categories/books/>
Accessed 10.03.16.
Espin, S., Gonzalez-Manzano, S., Taco, V.,
Poveda, C., Ayuda-Durn, B., GonzalezParamas, AM., and Santos-Buelga, C. 2016.
Phenolic composition and antioxidant capacity
of yellow and purple-red Ecuadorian cultivars
of tree tomato (Solanum betaceum Cav.). Food
Chemistry, 194: 10731080
Holcombe, G.D. 1992. Fruit growth and
development, Applied Botany, 1st ed.
Livingstones Publisher, Churchill, pp. 46
Kadir, NAAA., Rahmat, A and Jaafar. HZE. 2015.
Protective Effects of Tamarillo (Cyphomandra
batacea) Extract against High Fat Diet Induced
Obesity in Sprague-Dawley Rats. Journal of
Obesity. 2015:1-8
Mertz, C., Gancel AL., Gunata, Z., Alter, P.,
Dhuique-Mayer, C., Vaillant, F., Perez, AM.,
Ruales, J and Brat, P. 2009. Phenolic
compounds, carotenoids and antioxidant activity
of three tropical fruits. Journal of Food
Composition an Analysis 22 : 381-387
Morton JF (1987) Fruits of warm climates. Creative
Resource Systems, Inc., Winterville. On line
accessed
at
https://hort.purdue.edu/newcrop/morton/tree_to
mato.html Accessed 19.03.16
Murtiningrum., Sarungallo, ZL., Mawikere, NL.
2012. The exploration and diversity of red fruit
(Pandanus conoideus L.) from Papua based on
its physical characteristics and chemical
composition. Biodiversitas 13 :124-129.
Nojavan, S., Khalilian, F., Kiaie, FM., Rahimi, A.,
Arabanian, A., Chalavi, S. 2008. Extraction and
Quantitative Determination of Ascorbic Acid
During Different Maturity Stages of Rosa
canina L. Friuts. Journal of Food Composition
and Analysis 21: 300 - 305
Rajendran, P., Nandakumar, N., Rengarajan, T.,
Palaniswami,
R.,
Gnanadhas,
E.
N.,Lakshminarasaiah, U., et al. 2014.
Antioxidants and human diseases. Clinica
Chimica Acta, 436: 332347.
Wijayanti, W.A et al, 2010. Minyak Atsiri dari
Kulit Batang Cinnamomum burmannii (Kayu
Manis) dari Famili Lauraceae Sebagai
Insektisida Alami, Antibakteri dan Antioksidan.
(Skripsi) Fakultas MIPA Institute Teknologi
Sepuluh November. httpdigilib.its.ac.idpublic
ITSUndergraduate-13458-Paper.pdf_24_4_
15_
aksesITS-Undergraduate-13458-Paper.
Accessed 17.03.16
Karo
Dairi
Samosir
Humbang
Hasundutan
1.79
1.97
1.60
1.67
0.56
0.70
0.39
0.10
10.0
10.0
10.7
12.7
4. KESIMPULAN
Pengamatan morfologi tamarillo di empat
kabupaten di sekitar Danau Toba ( Kabupaten
Karo, Dairi, Samosir dan Humbang
Hasundutan) menunjukkan keragaman warna
kulit buah dan bunga. Kandungan protein
(1,60-1,97% w/w), lemak (0,10-0,70% w/w),
karbohidrat (10,0-12,7% w/w).
5. REFERENSI
Biodiversity International. 2013. Descriptors for
tree tomato (Solanum betaceum Cav.) and wild
relatives.
Corporate Editors: Bioversity
International, Rome (Italy); Departamento de
1583
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Chloroform fraction of pond apple has been reported to have toxicity toward brine shrimp and zebrafish
embryos. Total alkaloid extract was obtained as 0.95 g (0.1%). Further evaluation of fractionation using
column chromatography showed that the presence of alkaloids was detected in D fraction on eluent CHCl3MeOH (90:10). Based on the results of characterization by LC-MS, UV-Vis and FTIR, the D3 spot is
armepavina as a suspected compound, while the LC chromatograms showed spots D4 and D5 is the presence of
a mixture of compounds, so that the content cannot be known compounds.
Abstrak
Fraksi kloroform daun sirsak hutan (Annona glabra) telah dilaporkan memiliki toksisitas terhadap larva udang
dan embrio ikan zebra. Ekstrak alkaloid total diperoleh sebanyak 0.95 g (0.1%). Fraksionasi dengan kolom
kromatografi menunjukkan keberadaan alkaloid yang terdeteksi pada fraksi D dalam eluen CHCl3-MeOH
(90:10). Pemisahan komponen alkaloid dengan metode kromatografi kolom dan KLT preparatif menghasilkan 3
noda alkaloid (D3:1.1%; D4:2.1%; D5:1.5%). Berdasarkan hasil pencirian dengan LC-MS, spektrofotometer
UV-Vis dan FTIR, noda D3 diduga merupakan senyawa armepavina, sedangkan kromatogram LC noda D4 dan
D5 menunjukkan keberadaan campuran senyawa, sehingga belum dapat diketahui kandungan senyawanya.
Keywords: alkaloid, Annona glabra, armepavina
1. PENDAHULUAN
Sirsak hutan (Annona glabra) merupakan
salah satu spesies Annonaceae yang dikenal
dengan istilah pond apple. Aktivitas biologis
yang dimiliki tumbuhan ini di antaranya
sebagai antimikrob, antijamur, insektisida, dan
sporisida (Padmaja et al. 1995). Penelitian
Hendana (2012) dan Nazmi (2013) pada daun
sirsak hutan dari kawasan Kampus IPB
Dramaga mendapatkan bahwa berdasar-kan uji
toksisitas ekstrak etanol daun dengan metode
toksisitas letal larva udang dan toksisitas
embrio ikan zebra, fraksi kloroform adalah
fraksi teraktif. Uji fitokimia menunjuk-kan
keberadaan alkaloid sebagai metabolit
sekunder yang dominan. Penelitian ini
merupakan penelitian lanjutan dengan
mengisolasi dan mencirikan senyawa alkaloid
dalam fraksi kloroform tersebut.
2. METODE PENELITIAN
Ekstraksi daun sirsak hutan
Sebanyak 840 g serbuk kering daun sirsak
diekstraksi dalam etanol 96% selama 3
24
jam pada suhu ruang. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan penguap
1584
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1585
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4. KESIMPULAN
Pemisahan komponen alkaloid dengan
metode kromatografi kolom dan KLT preparatif menghasilkan 3 noda alkaloid (D3:1.05%;
D4:2.11%; D5:1.48%). Berdasarkan hasil
pencirian dengan LC-MS, spektrofotometer
UV-Vis dan FTIR, noda D3 diduga merupakan
senyawa armepavina.
5. REFERENSI
Bhakuni DS, Tewari S, Dhar MM. 1972. Aporphine
alkaloids of Annona squamosa. Phytochemistry.
11(5):1819-1822.
Bhaumik PK, Mukherjee B, Juneau JP, Bhacca NS,
Mukherjee R. 1979.Alkaloids from leaves
of Annona squamosa. Phytochemistry. 18(9):
1584-1586.
Chang FR, Chen CY, Hsieh TJ, Cho CP, Wu YC.
2000. Chemical constituents from Annona
glabra III. J Chinese Chem Soc. 47:913-920.
Harborne
JB.
1987.
Metode
Fitokimia.
Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID):
ITB. Terjemahan dari: Phytocemical Methods.
Hendana W. 2012. Toksisitas akut ekstrak daun
sirsak ratu (Annona muricata) dan sirsak hutan
(Annona glabra) sebagai potensi anti kanker
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nazmi M. 2013. Pencirian ekstrak aktif sitotoksik
dari daun sirsak hutan (Annona glabra) Indonesia [skripsi], Institut Pertanian Bogor.
Padmaja V, Thankamany V, Hara N, Fujimoto Y,
Hisham A. 1995. Biological activities of Annona glabra. J Ethnopharmacol. 48(1):21-24.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Ed ke-3. Washington US:
Thomson Learning.
Vendramin ME, Costa EV, dos Santos EP, Belem
Pinheiro ML, Barison A, Campos FR. 2013.
Chemical constituents from the leaves of
Annona rugulosa (Annonaceae). BiochemSyst
Ecol. 49:152-155.
1586
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Penggunaan plastik dalam kehidupan
manusia semakin meningkat tiap tahunnya.
Material ini menjadi idola karena sifatnya
yang ringan, kuat, transparan, fleksibel,
mudah dibentuk, isolator yang baik, dan
dapat digunakan berulang kali. Namun,
plastik juga memiliki banyak kelemahan
diantaranya beberapa plastik mengandung
senyawa kimia yang berbahaya bagi manusia
jika penggunaanya tidak sesuai fungsinya.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. KAJIAN LITERATUR
Pada konversi limbah plastik menjadi
minyak, adsorpsi memegang peranan penting
dalam
kualitas
hidrokarbon
yang
dihasilkan.Adsorpsi adalah suatu proses
pemisahan bahan dari campuran gas atau cair,
bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh
permukaan sorben padat dan diikat oleh gayagaya yang berkerja pada permukaan tersebut.
Didukung oleh selektifitas yang tinggi, proses
adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan
bahan dengan konsentrasi yang lebih kecil dari
campuran yang mengandung bahan lain yang
berkonsentrasi tinggi. (Bernasvoni et al, 1995).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Agar
proses
adsorpsi
bentonite
berlangsung lebih cepat maka sebelum
digunakan sebaiknya dilakukan proses aktivasi
terlebih dahulu. Proses aktivasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara fisik
dengan proses heat treatment dan secara
kimiawi dengan menggunakan larutan asam
atau basa. Salah satu jenis zat kimia yang dapat
digunakan untuk proses aktivasi secara kimia
yaitu kalium hidroksida (KOH) atau nama
latinnya yaitu Potassium Hydroxide dimana
KOH ditambahkan kedalam karbon aktif dari
tempurung kelapa dengan perbandingan yang
dipakai yaitu 2:1 (dalam bentuk gram). Pada
penelitian ini aktivator yang digunakan adalah
KOH Hal ini karena KOH sebagai aktivator
dapat bereaksi dengan karbon dan KOH
merupakan basa kuat sehingga bisa
menghilangkan zat-zat pengotor dalam karbon
sehinggga membuat karbon menjadi lebih
berpori (Apriani et al, 2013).
Pencampuran
dengan
menimbang
sebanyak 10 gram campuran antara bentonit
dan karbon aktif. Variasi komposisi bentonite
dan karbon aktif adalah 15% : 85%, 40% :
60%, dan 55% : 45%.Campuran bentonite dan
karbon aktif kemudian digerus sampai terjadi
perubahan warna yang stabil.
Analisis Bentonit dan Karbon Aktif
Bentonit yang telah halus diambil
sebanyak 5 g untuk dianalisis dengan XRD (XRay Diffraction), SEM (Scanning Electron
Microscopy). Perlakuan yang sama untuk
karbon aktif teraktivasi.
3. METODE PENELITIAN
Tahap penelitian terdiri dari dua tahap
yaitu adalah preparasi bentonite dan karbon
aktif dan adsorpsi minyak plastik PP dengan
campuran bentonite dan karbon aktif dengan
berbagai variasi komposisi.
Preparasi
Aktif
Bentonit
dan
Karbon
1589
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(a)
K
24,321 3,659
SiO2
26,633 3,344 26,736 3,334
K
31,474 2,842
(b)
(%)
25,0
50,8
21,5
2,6
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
O
Ca
57,5
7,8
56,1
15,7
Sebelum
Adsorpsi
Kuning
Bening
Kuning
Kecoklatan
Kuning
Emas
Setelah
Adsorpsi
Kuning
Bening Jernih
Kuning emas
Kuning emas
jernih
1592
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Technology of Shanxi Province and Ministry of
Education Taiyuan University of Technology:
China.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh padapenelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Senyawa dalam bentonit adalah calcite
(CaCO3) berdasarkan analisis XRD dengan
intensitas 100% pada 2 sebesar 29,6231
sedangkan struktur dari karbon cangkang
sawit merupakan senyawa amorf dengan
senyawa SiO2 pada 2 26,633, intensitas
100%.
2. Nilai
kalor
minyak
polipropilena
meningkat setelah diadsorpsi dengan
campuran bentonite dan karbon aktif.
Kenaikan nilai kalor tertinggi terjadi
kombinasi bentonite dan karbon aktif 40%
dan 60% yaitu 2,46% untuk minyak
polipropilena bening dan 2,19% untuk
minyak polipropilena warna.
3. Adsorpsi
minyak
polipropilena
menyebabkan penurunan kadar sulfur pada
minyak. Penurunan kadar sulfur terbesar
terjadi pada minyak polipropilena warna
yang diadsorpsi dengan campuran 55%
bentonite dan 45% karbon aktif yaitu
23,52%.
6. REFERENSI
1593
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
ABSTRACT
Aplication of Edible film from blended janeng starch-chitosan as foods packaging, especially fruits and
vegetables has been studied. Blending of starch janeng with chitosan aiming to improve the mechanical
properties of the edible film especially for water resistance properties, as well as take advantage of the
antimicrobial activity of the chitosan. Optimum condition to obtain the best edible film was performed by
preparation of various concentrations of janeng starch, chitosan, and plasticizers. The clear and best
charcteristic films obtains at ratio Janeng starch: chitosan 1,6:1,4(%w/v) with plastisizer 1,2% of glycerol or
3% palm oil. The film degraded 100% after eight days on various types of soils where the film contained palm
oil degraded faster than glycerol contained film. Aplication of the edible films as fruits wraping and coating
shows that the film could mantainced the fruits during storage.
Key words: Janeng strarch, Chitosan, Edible bioplastic, blending.
PENDAHULUAN
Polimer alami seperti pati merupakan
salah satu alternatif pengganti plastik berbahan
dasar minyak bumi. Bioploimer ini dapat
dikembangkan sebagai film biodegradable dan
edible karena tersedia dalam jumlah yang
banyak dan berharga murah (Bourton and
Chinnan, 2008., Lu et al, 2009., SanchesGonzales et.al., 2015). Edible film merupakan
lapisan tipis yang melapisi suatu bahan pangan
dan layak dimakan. Pengembangan edible film
pada makanan selain dapat memberikan
kualitas produk yang lebih baik dan
memperpanjang daya tahan, juga dapat
merupakan bahan pengemas yang ramah
lingkungan (Bourtoon, 2008., Embuscado., et
al, 2009, Mei, et al, 2013). Edible film
memberikan alternatif bahan pengemas yang
tidak berdampak pada pencemaran lingkungan
karena menggunakan bahan yang dapat
diperbaharui
dan
harganya
murah
(Gambarzadeh, et al., 2010., Guttierres, et al.,
2015., Santacruz, et al., 2015)
Pengemas edible dapat digunakan
untuk memperbaiki kualitas makanan,
memperpanjang masa simpan, meningkatkan
efisiensi ekonomis, menghambat perpindahan
uap air, perubahan aroma, migrasi lipid
diantara bahan pangan, mencegah absorbsi
oksigen, meningkatkan sifat penanganan
mekanik dan sebagai pelindung fisik (Silva,
2005, Sanches-Gonzales.L., 2015.,Buttkinaree
1594
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1. METODE PENELITIAN
Isolasi Pati Janeg
Sebanyak 2 kg umbi janeng (D.
hispida) dikupas dan dibersihkan kemudian
dipotong kecil-kecil dan dibilas dengan
akuades. Potongan umbi diblender dengan
larutan natrium bisulfit (1,12 g/L) selama 5
menit. Homogenat dibilas dengan aquades dan
diperas menggunakan kain berpori halus
beberapa kali sampai air perasan berwarna
bening. Uji kualitatif kandungan dioscorine
dan HCN dilakukan dengan menggunakan
larutan AgNO3 0,5 M. Air perasan didiamkan
selam 24 jam, endapan yang diperoleh dari
dicuci dengan akuades dan disaring dengan
penyaring Buchner dikeringkan dalam oven
suhu 70oC selama 24 jam, dihaluskan untuk
mendapatkan tepung janeng berukuran 100
mesh
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
blending pati-khitosan
yang dimodifikasi
dengan penambahan gliserol sebagai pemlastis
terurai lebih cepat pada media tanah dengan
pupuk kandang sedangkan pada bioplastik
yang ditambahkan minyak sawit paling cepat
terurai pada tanah bekas pembuangan sampah.
Kinerja
biodegradasi
merupakan
akibat dari kerja mikroorganisme yang terdapat
dalam tanah. Pada tanah yang mengandung
pupuk kandang dan bekas pembuangan
sampah biodegaradasi lebih cepat karena
jumlah mikroorganisme pengurai sampah
seperti kelompok bakteri heterotrof antara lain
bakteri nitrit (nitrosococus), bakteri nitrat
(nitrobacter), clostridium dan sebagainya.
Disamping pengaruh populasi mikroorganisme, biodegradasi bioplastik dengan bahan
dasar pati juga bergantung pada beberapa
faktor seperti kelembaban, keasaman tanah,
suhu dan kandungan pati dalam sampel
(Bikiaris, 1998).
3.
KESIMPULAN
Modifikasi biofilm dengan mencampur
(blending) pati janeng dan khitosan telah
1597
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Innovative Food Science and Emerging
Technologies 697702
Gomez-Guillen, M., Perez-Mateos, M., GomezEstaca, E., Lopez-Caballero, E.,Gimenez, B., &
Montero, P. 2008. Fish gelatin: a renewable
material for developing active biodegradable
films. Trends in Food Science and Technology,
20, 3-16
Gutierrez.T.J., Mara Soledad Tapia, Elevina Perez
, Luca Fama, 2015, Structural and mechanical
properties of edible films made from native and
modified cush-cush yam and cassava starch,
Food Hydrocolloids, 45, 211-217
Jimnez, A, Mara Jos Fabra, Pau Talens, Amparo
Chiralt. 2012, Edible and Biodegradable Starch
Films: A Review, Food Bioprocess Technol
5:20582076
Malmiri,J. H., Osman, A., Tan, C.P. and Rahman,
A. R., 2011, Development of an edible coating
based on chitosan-glycerol to delayBerangan
banana (Musa sapientum cv. Berangan) ripening
process International Food Research Journal
18(3): 989-997
Mei.J., Yilin Yuan, Yan Wu, Yunfei Li,
Characterization of edible starchchitosan film
and its application in the storage of Mongolian
cheese, International Journal of Biological
Macromolecules 57 (2013) 17 21
Rashidi,M., and Bahri, M.H., 2009, Interactive
Effects Of Coating Method And Storage Period
On Quality Of Carrot (Cv. Nantes) During
Ambient Storage, Journal of Agricultural and
Biological Science, VOL. 4, NO. 3.
Sanchez-Gonzalez.L, Elmira Arab-Tehrany, Maite
Chafer, Chelo Gonzalez-Martnez, and
Amparo Chiralt, 2015, Active Edible and
Biodegradable Starch Films, Book
chapter:Polysaccharides, Springer International
Publishing Switzerland
Santacruz.S., C. Rivadeneira, M. Castro, 2015,
Edible films based on starch and chitosan.
Effect of starch source and concentration,
plasticizer, surfactant's hydrophobic tail and
mechanical treatment, Food Hydrocolloids, 49,
89-94
Silva, S.S., 2005, Physical Properties and
biocompatibility of chitosan/soy blended
membranes, Journal of Materials Science, 16,
575-579.
1598
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
2. KAJIAN LITERATUR
Zeolit merupakan kristal aluminasilika
dengan struktur kerangka tiga dimensi yang
terbentuk dari tetrahedral silikat (SiO4) dan
aluminat (AlO4) yang saling berhubungan
melalui penggunaan bersama atom-atom
oksigen
untuk
membentuk
pori-pori
berdimensi molekular yang teratur. Jenis zeolit
yang dihasilkan dari suatu proses sintesis
sangat bergantung pada komposisi awal
reaktan dan metode atau prosedur sintesisnya.
Metode sintesis zeolit yang biasa digunakan
adalah reaksi hidrothermal dalam suasana basa
alkali [2],[3].
Secara umum rumus kimia zeolit adalah
Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y]zH2O. Mx/n adalah kation
bervalensi n yang berada di luar kerangka
zeolit yang dapat dipertukarkan dengan kation
lain dari suatu larutan atau padatan.
[(AlO2)x(SiO2)y] adalah kerangka zeolit
aluminasilika dan z H2O adalah air kristal di
luar kerangka zeolit [4]. Raio Si/Al (y/x) di
dalam kerangka zeolit menentukan struktur
dan sifat zeolit.
Zeolit X dengan struktur khas yang
dimilikinya memperlihatkan sifat-sifat fisika
dan kimia yang sangat menarik. Beberapa sifat
kimia zeolit yang banyak dimanfaatkan secara
luas, adalah sifat katalis aktif, selektivitas
absorbsi, penyaring molekular dan penukar
ion. Kemampuan zeolit sebagai katalis
berkaitan dengan tersedianya pusat-pusat aktif
dalam saluran zeolit [5].
1. PENDAHULUAN
Pada pengoperasian pabrik minyak kelapa
sawit dihasilkan limbah cangkang kelapa sawit
dan abu cangkang kelapa sawit lebih kurang
63.523 dan 9.528 ton per tahun. Selama ini
limbah cangkang dan abu tersebut dibuang
begitu saja akibatnya semakin lama semakin
menumpuk
sehingga
menimbulkan
pencemaran udara, air dan tanah yang
mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar
pabrik pengolahan kelapa sawit.
Hasil analisis kimia menunjukkan abu
limbah cangkang kelapa sawit mengandung
silika (SiO2) sekitar 61-63,5 % dan alumina
(Al2O3) sekitar 8,6-10,1 % [1]. Tingginya
kadar silika dan adanya alumina dalam abu
limbah cangkang kelapa sawit sangat potensial
untuk memanfaatkan abu tersebut sebagai
bahan sintesis zeolit.
Oleh karena itu tujuan utama penelitian ini
adalah mendapatkan zeolit X hasil sintesis dari
abu limbah cangkang kelapa sawit dengan
kualitas optimum yang dapat digunakan
sebagai katalis pada pengubah gas buang
(konventer katalitik) kendaraan otomotif
seperti angkutan umum dan becak motor.
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk
mengkaji
pengaruh
perlakuan
pemisahan abu cangkang kelapa sawit secara
magnetik dan fraksinasi serta penambahan
Na2EDTA terhadap tingkat kemurnian dan
kristalinitas zeolit X hasil sintesis.
1599
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODE PENELITIAN
Bahan utama yang digunakan pada
penelitian ini adalah limbah cangkang kelapa
sawit yang diambil dari pabrik kelapa sawit
Tanjung Garbus PTPN II Pagar Merbau
Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.
Selain bahan utama tersebut, juga digunakan
bahan-bahan kimia yang meliputi: NaOH p.a,
Na2EDTA p.a., Al(OH)3 p.a, akudes dan
akuabides. Adapun alat yang digunakan pada
penelitian ini, meliputi alat untuk preparasi
limbah cangkang kelapa sawit, terdiri atas :
Cawan porselen, Furnace, dan ayakan ukuran
200 mesh. Alat untuk pemisahan abu limbah
cangkang kelapa sawit secara magnetik, terdiri
atas : Gelas kimia, Magnet batang, Pemanas
berpengaduk magnet (Hot plate magnetic
stirrer), Penjepit dan Botol semprot. Alat
untuk pemisahan abu limbah cangkang kelapa
sawit secara fraksinasi adalah tabung
fraksinasi, corong dan gelas kimia. Alat untuk
sintesis zeolit, terdiri atas : seperangkat alat
refluks yang meliputi labu dasar bulat,
pendingin spiral, thermometer 150C, pompa
pengatur sirkulasi air, magnet batang dan
pemanas berpengaduk magnet. Alat untuk
karakterisasi zeolit terdiri atas : Spektroskopi
Inframerah dan Difraksi Sinar-X Serbuk.
Lokasi preparasi limbah cangkang kelapa
sawit dan sintesis zeolit dilakukan di
Laboratorium Kimia, FMIPA Unimed, Jln.
William Iskandar Pasar V Medan. Adapun
karakterisasinya dilakukan di Laboratorium
Penelitian Fakultas Farmasi Universitas
Sumatra Utara dan Laboratorium Fisika
FMIPA Unimed.
Setiap zeolit memiliki pola serapan inframerah yang khas, sehingga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi dan membedakan
beberapa zeolit dalam kelompoknya.
Difraksi sinar-X serbuk merupakan metode
yang
sesuai
untuk
mengkarakterisasi
kemurnian dan kritalinitas zeolit. Zeolit kristal
murni menghasilkan sebuah difraktogram
dengan garis dasar puncak sangat sempit dan
rata. Adanya perubahan komposisi dalam
struktur kerangka zeolit berpengaruh terhadap
posisi puncak pada difraktogram. Sebagai
contoh penggantian ikatan diantara Al-O
(1,69)
oleh
ikatan
Si-O
(1,61)
menyebabkan panjang satuan sel menyusut dan
jarak d mengecil, akibatnya terjadi pergeseran
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Sintesis Zeolit X
Sintesis zeolit X dilakukan dengan
mengacu pada metode de Lucas dkk sebagai
1601
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1603
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
masing zeolit
Gambar 4.
1604
Jumlah puncak
difraksi
Zeolit Pengotor
X
10
6
14
3
14
3
14
3
Persentase (%)
puncak difraksi
Zeolit Pengotor
X
62,5
37,5
82,4
17,6
82,4
17,6
82,4
17,6
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Sekam Padi dan Sampah Aluminium Foil,
Skripsi, FMIPA Unimed, Medan; 2013.
6. REFERENSI
[1] Hutahaean, B., Pengujian Sifat Mekanik Beton
Yang Dicampur Dengan Abu Cangkang Sawit,
Skripsi, FMIPA Unimed, Medan; 2007.
[8]
[19] Imbert F,
Moreno
C, Montero
A,
Venezuelan Natural Aluminosilicates as a
Feedstock in The Synthesis of Zeolit A,
ZEOLITE :1994 (14) : 374 387.
1606
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Arah penelitian polimer yang sangat pesat
saat ini adalah sintesis polimer tersulfonasi
sebagai membran sel bahan bakar. Prinsip
sintesis polimer tersulfonasi ini pada dasarnya
merupakan reaksi substitusi elektrofilik,
dimana atom hidrogen yang terikat pada cincin
aromatik pada rantai utama polimer di
substitusi dengan gugus sulfonat.
Prinsip sel bahan bakar pertama kali
dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Christian
Friedrich Schon Bein pada tahun 1838.
Bardasarkan prinsip ini sel bahan bakar
pertama kali dikembangkan oleh ilmuwan
Wales, Sir William Robert Groove pada tahun
1607
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
2.1 Sintesis polimer polisulfon
tersulfonasi
Metode sulfonasi merujuk yang telah
dilaporkan Gustian. I, et al, (2012) dan
Gustian. I, et al, (2014) . Polisulfon komersial
dilarutkan dalam pelarut pada temperatur 25oC
di bawah aliran gas nitrogen. Pelarut yang
digunakan adalah dua jenis pelarut yaitu
kloroform dan 1,2-dikloroetana. Volume
masing-masing pelarut: kloroform dan 1,2dikloroetana yang digunakan adalah 100% dari
berat polisulfon yang digunakan. Agen
pensulfonasi
trimetilsilil
khlorosulfonat
ditambahkan kedalam larutan tersebut pada
temperatur kamar; selama reaksi sulfonasi gas
nitrogen tetap dijaga alirannya. Banyaknya
polisulfon
ditentukan
berdasarkan
1608
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(a)
(b)
% Transmittance (a.u.)
Polisulfon
Polisulfon tersulfonasi 136%
Polisulfon tersulfonasi 25%
1.0
0.5
4000
3000
2000
1000
-1
Wavenumbers (cm )
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(a)
(b)
(c)
4. KESIMPULAN
Jenis pelarut yang digunakan ketika proses
sulfonasi mempengaruhi derajat sulfonasi yang
diperoleh. Dari hasil diperoleh derajat
sulfonasi sebesar 136% untuk pelarutan
menggunakan 1,2-dikloroetana dan 25% dari
pelarutan kloroform. Perbedaan derajat
sulfonasi akan mempengaruhi sifat fisik
polisulfon tersulfonasi, derajat sulfonasi 25%
memilki kestabilan termal yang rendah
dibandingkan polisulfon tersulfonasi 136%.
Konduktivitas yang diperoleh masih pada orde
yang sama dengan polisulfon tersulfonasi
136% lebih besar dibandingkan yang 25%.
Termogram
polisulfon
menunjukkan
kestabilan dimensi yang sangat tinggi dengan
temperatur transisi gelas sekitar 185 C dan
degradasi dari polisulfon di mulai hampir
1610
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Michael, A.H. Hossein Ghassemi. Yu Seung Kim.
Brian, R.E. James, E.M. 2004. Alternative
polymer systems for proton exchange
membrans (pems) Chem. Rev. 104: 587-4612.
Yuan, X.Z. Sang, C. Wang, H. and Zhing, J. 2009.
Electrochemicall impedance spectroscopy in
PEM Fuel cell. Springer Canada.
Lufrano, F. G. Squadrito. Patti, A. Passalacqua,
E. 2000. Sulfonated Polysulfone as Promising
Membrans for Polymer Electrolyte Fuel Cells.
Journal of Applied Polymer Science. Vol. 77:
1250-1257.
Lufrano, F.G. Squadrito. Patti, A. Passalacqua, E.
2001.
Sulfonated
polysulfone
ionomer
membrans for fuel cells. Solid State Ionics 145:
47-51.
Lufrano, F.G. Vincenzo Baglio. Pietro Staiti.
Antonino, S. A. and Vincenzo Antonucci. 2006.
Development and characterization of sulfonated
polysulfone membrans for direct methanol fuel
cells. Desalination 199: 283-285.
Lufrano, F.G. Vincenzo Baglio. Pietro Staiti.
Antonino, S. A. and Vincenzo Antonucci. 2008.
Polymer electrolytes based on sulfonated
polysulfone for direct metanol fuel cells.
Journal of Power Sources. 179: 34-41.
Sheng-Li.C. Bocarsly, A.B. Benjiger, J. 2005.
Nafion-layered sulfonated polysulfone fuel cell
membrans. Journal of power sources 152: 2733.
5. REFERENSI
Filho, F.A.A.M. and Gomes, A.S. 2010.
Crosslinked Sulfonated Polysulfone-Based
Polymer Electrolyte Membrans Induced by
Gamma Ray Irradiation. International Journal
of Polymeric Materials 59: 424-437.
Genova, P.D. Baradie, B. Foscallo, D. Poinsignon,
C. Sanchez, J.Y. 2001. Ionomeric membrans for
proton exchange membran fuel cell (PEMFC):
sulfonated
polysulfone
associated
with
phosphatoantimonic acid. Journal of Membran
Science 185: 59-71.
Gustian, I., Celik, S. U., , and Bozkurt.A, Novel
proton conductive hybrid membrans based on
sulfonated polysulfone and benzotriazole, J.
Mater. Res., 2012, Vol. 27, No. 20, Oct 28,
2650-2655.
Gustian I, Celik S U, Zainuddin A, Suratno W,
Bozkurt A, Siregar R E, Synthesis of Polymer
Electrolyte Membrane based on Complex Pair
and Its Characteristics, J.Math. Fund. Sci.,
Vol. 46, No. 1, 2014, 50-61.
Ho Bum Park. Hyun-Soo Shin. Young Moo Lee. JiWon Rhim. 2005. Annealing effect of
sulfonated polysulfone ionomer membrans on
proton conductivity and metanol transport.
Journal of Membran Science 247: 103-110.
Hoogrers, G. 2003. Fuel cell technology hand book.
CRC Press.
1611
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Penyakit Citrus Vein phloem Degeneration
(CVPD) merupakan salah satu penyakit
pembunuh massal yang pernah menyerang
Jeruk keprok Brastagi (Citrus nobilis
Brastepu) sehingga varietas jeruk lokal
Sumatera Utara ini menjadi langka dan
terancam
dari
kepunahan.
Beberapa
keunggulan genetika jeruk Brastepu yaitu
memiliki cita rasa manis, bentuk dan warna
buah menarik, ukuran buah besar, kuantitas
buah banyak, dan kulit buah dan daun
mengandung senyawa bioaktif yang dapat
dipergunakan
sebagai
obat
tradisionil
(Nurwahyuni, dkk., 2015, Simatupang, 2009).
Jeruk Brastagi pernah menjadi buah unggulan
Sumetera Utara, namun saat ini sudah jarang
ditemukan di pasar lokal. Jeruk lokal Brastagi
sudah ditinggalkan oleh petani dan diganti
oleh Jeruk Madu karena rentan terhadap
penyakit CVPD yang membunuh jeruk lokal
Brastagi secara massal beberapa tahun silam.
Bencana alam Erupsi Gunung Sinabung yang
melanda Desa Brastepu Tahun 2013-2015
mempercepat kepunahan jeruk lokal Brastagi
plasmanuftah
Indonesia
indonesia
ini
(Nurwahyuni dan Sinaga, 2015). Dengan
demikian, diperlukan usaha untuk pelestarian
tanaman melalui menyediakan bibit jeruk
keprok Brastagi bebas CVPD dan berkualitas
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
jenis zat pengatur tumbuh auksin (D) dan sitokinin
(B), dan pada masing-masing perlakuan ditambah
atau tanpa suplemen.
Auksin
2,4 D
(D)
0
1
2
3
D0B3
D1B3
D2B3
2. METODE PENELITIAN
Penelitian teknik in vitro melalui
subkultur jeruk keprok brastagi (Citrus nobilis
Brastepu) untuk menghasilkan bibit bebas
penyakit CVPD dilakukan di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi,
FMIPA-USU. Bahan yang digunakan di dalam
penelitian adalah tanaman jeruk keprok
Brastepu yang diperbanyak secara teknik
okulasi sebagai sumber eksplan (Nurwahyuni,
dkk., 2012; Nurwahyuni dan Sinaga, 2014).
Bahan kimia untuk teknik in vitro terdiri atas
media MS (Murashige dan Skoog, 1962), agar
bacto, larutan benlate, alkohol, larutan NaClO,
larutan
HgCl2,
akudes,
2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), dan
Benzyl Amino Purin dan (BAP), 1Naphthaleneacetic acid (NAA) dan ekstrak
malt. Alat yang digunakan untuk kultur
jaringan adalah mikroskop binokular, Laminar
Air Flow (LAF), dissecting set, Mikroskop
cahaya berkamera, kaca preparat dan penutup,
jarum preparat, kaca pembesar (loup), botol
kultur, gunting, dan sarung tangan disposibel.
Percobaan bersifat eksperimental dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan 2 faktor yaitu 2,4-D pada konsentrasi
0,0; 0,5; 1,0 mg/L 2,4-D, dan BAP pada
konsentrasi 0,0; 0,5; 1,0; 1,5 mg/L BAP
dengan kombinasi seperti pada Tabel 1. Setiap
perlakuan dilakukan dengan 10 unit. Media
dasar yang digunakan adalah Murashige dan
Skoog (MS) yang diperkaya kombinasi ZPT
untuk kultur meristem pucuk satu kali
subkultur.
1613
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ngan kultur mulai dari kalus setelah umur kultur lima bulan diperlihatkan pada Gambar 3.
Pertumbuhan dan perkembangan kultur
kultur meristem pucuk dengan satu kali
subkultur dipelajari untuk melihat inisiasi
kalus
pada
masing-masing
kelompok
perlakuan sama seperti pada kultur inisiasi
sampai umur empat bulan. Kultur inisiasi di
dalam media padat MS diperkaya ZPT
diinkubasi selama satu bulan terlihat
bertumbuh menjadi kalus berbentuk kapas dan
gumpalan yang menutupi eksplan (Gambar
3a), dan selanjutnya kalus disubkultur satu kali
dengan cara memindahkan kalus inisiasi di
dalam MS baru dengan variasi sitokinin dan
auksin dan diinkubasi sampai umur lima bulan
(Gambar 3b).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 2. Pertumbuhan, perkembangan dan karakteristik kultur jeruk keprok Brastepu pada kultur meristem
pucuk dengan satu kali subkultur di dalam media MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh setelah umur
subkultur empat bulan. Angka rataan yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji jarak Duncan (P = 0,05).
D0B0
D0B1
D0B2
D0B3
D1B0
D1B1
Bobot
Kalus (g)
0,46 a
1,26 d
0,99 c
0,74 b
1,99 i
2,82 l
Jumlah
Embriosmatik
1,40 a
3,60 b
4,30 c
3,20 b
12,20 h
16,20 i
Jumlah
Tunas
0,30
0,40
0,70
0,50
2,80
2,90
D1B2
2,39 k
24,80 k
4,00
D1B3
2,16 j
20,50 j
3,50
D2B0
D2B1
D2B2
D2B3
1,34 e
1,78 h
1,51 f
1,65 g
5,10 d
6,80 e
10,10 g
8,40 f
0,90
1,50
2,20
1,80
Perlakuan
Keterangan:
Kelompok
mengandung
seperti pada
D0B3 tidak
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5. KESIMPULAN
Kultur meristem pucuk dan subkultur
jeruk Brastepu telah berhasil dilakukan untuk
mendapatkan bibit Jeruk Brastepu melalui
kultur meristem pucuk dengan satu kali
subkulturdi dalam media. Dari hasil ini
disimpulkan bahwa kultur meristem pucuk
dengan satu kali subkultur diperoleh bahwa
kalus di dalam media MS basal dan diperkaya
dengan variasi zat pengatur tumbuh dapat
menginisiasi kalus, embriosomatik dan tunas
sesuai variasi media kultur yang digunakan.
Bobot kalus tertinggi diperoleh pada perlakuan
D1B1 menggunakan auksin 0,5 mg/L 2,4D
1617
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kemajuan Penelitian (Sedang Berjalan),
FMIPA USU, Medan Indonesia
Nurwahyuni, I., Napitupulu, J.A., Rosmayati, dan
Harahap, F., (2012), Pertumbuhan Okulasi
Jeruk Keprok Brastepu (Citrus nobilis Var.
Brastepu) Menggunakan Jeruk Asam Sebagai
Batang Bawah., Journal Saintika 12(1): 24-35.
Nurwahyuni, I., Napitupulu, J.A., Rosmayati, dan
Harahap, F., (2015), Identification And
Screening Of Citrus Vein Phloem Degeneration
(CVPD) On Brastagi Citrus Variety Brastepu
(Citrus nobilis Brastepu) In North Sumatra
Indonesia., Journal of Agricultural Science
7(4): 30-39.
Peng, X., Zhang, T., dan Zhang, J., (2015), Effect
of subculture times on genetic fidelity,
endogenous hormone level and pharmaceutical
potential of Tetrastigma hemsleyanum callus.,
Plant Cell Tiss Organ Cult 113(3): 1-11.
Pospilov, J., Haisel, D., Synkov, H., Dan
Bakov-Spoustov, P., (2009), Improvement
of ex vitrotransfer of tobacco plantlets by
addition of abscisic acid to the last subculture,
Biologia Plantarum 53(4): 617-624.
Simatupang, S., (2009), Karakterisasi and
Pemanfaatan Plasma Nutfah Jeruk In Situ oleh
Masyarakat Lokal Sumatra Utara., Buletin
Plasma Nutfah 15(2): 70-74
Terol, J., Naranjo, M.A., Ollitrault, P., dan Talon,
M., (2008), Development of genomic resources
for Citrus clementina: Characterization of three
deep-coverage BAC libraries and analysis of
46,000 BAC end sequences, BMC Genomics. 9:
423-429.
Villafranca, M.J., Veramendi, J., Sota, V., dan
Mingo-Castel, A.M., (1998), Effect of
physiological age of mother tuber and number
of subcultures on in vitro tuberisation of potato
(Solanum tuberosum L.)., Plant Cell Reports
17: 787790.
Yann, L.K., Jelodar, N.B., dan Lai-Keng, C.,
(2012), Investigation on the effect of subculture
frequency and inoculum size on the artemisinin
content in a cell suspension culture of Artemisia
annua L., AJCS 6(5): 801-807.
Yeo, U.D, Pandey, D.M., dan Kim, K.H., (2004),
Long-Term Effects of Growth Regulators on
Growth and Turnover of Symplastic and
Apoplastic Sugars in the Suspension Subculture
of Kidney Bean., Journal of Plant Biology
47(1): 21-26.
Zhu, H., Wei, P., Cen, X., Zhi, J., and Zhou, F.,
(2014), Effects of Exogenous Hormones on
Subculture Multification and Root Induction of
Tissue Culture Seedling of Mulbery.,
Agricultureal Science & Technology 15(5):
760-764..
.
1618
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate, Medan,
Sumatera Utara, Indonesia, 20221, E-mail: jp64.purba@gmail.com dan msitumorang@lycos.com
Abstract
Learning innovation is needed to improve students competencies to make learning process be
communicative and be able to motivate the students to use learning resources optimally. The istudy is aimed to
design innovative learning material with project based learning to improve students achievement to study
Enolate compound. The study is carried out by development of chemistry material on the topic of Enolate
compound with integration the material with mini project that to be able to improve students competencies
(cognetive, affective and psihomotor). Innovated material have been developed well and implemented on
experimental class and was compared with conventional study by using text book in control class. The results
showed that the students in experimental class (M=75,5) have higher achievement compare the control class
(M=69,2), and both class are significantly different (tcount 7,254 > t table 1,663). The innovated material (91%) is
found more effective than conventional teaching (89%). Learning pacages that is set in this experiment is suited
to the need of the students to study Advance Organic. An innovative learning material is able to provide the
student to study independently.
Keywords: Proyek Mini, Inovasi Pembelajaran, Kompetensi, Senyawa Enolat, Organik Lanjut
1. PENDAHULUAN
Pemberlakuan Kurikulum Nasional berbasis KKNI di Indonesia membawa perubahan
pola pembelajaran di Perguruan Tinggi,
terutama di Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang mempersiapkan
tenaga pendidik. Universitas Negeri Medan
(Unimed) sebagai salah satu LPTK di Indonesia selalu ambil bagian dalam peningkatan
sumber daya manusia berkarakter untuk
mensukseskan program nasional perbaikan
mutu pendidikan melalui Kurikulum Nasional.
Komitmen yang kuat dimiliki oleh Program
Studi Pendidikan Kimia FMIPA Unimed untuk
menyelaraskan proses pembelajaran kimia
dengan kemajuan teknologi sesuai dengan
kebutuhan stakeholder. Inovasi pembelajaran
sangat diperlukan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa pada pengajaran kimia
sehingga pembelajaran kimia lebih bermakna,
komunikatif, dan mampu untuk memotivasi
mahasiswa belajar kimia secara optimum.
Pembelajaran inovatif berbasis proyek sangat
mendesak dilakukan untuk menghasilkan
pembelajaran baru yang dapat memberikan
hasil belajar lebih baik dan sekaligus mendorong mahasiswa terbiasa dalam pembelajaran
penyelidikan dan pengamatan ilmiah yang
berpusat pada diri mahasiswa.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
lajaran dan terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Dengan
demikian, inovasi pembelajaran sebaiknya
fleksibel dan bertanggungjawab terhadap hasil
dan tujuan pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi terfokus (Situmorang,
dkk., 2006).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di FMIPA Unimed
Tahun Akademik 2015/2016. Objek penelitian
adalah materi ajar Senyawa Enolat sebagai
pokok bahasan Kimia Organik Lanjut.
Langkah penelitian Materi kimia Senyawa
Enolat diinovasi menjadi paket pembelajaran
berbasis proyek yang dipergunakan oleh
mahasiswa dalam perkuliahan di Jurusan
Kimia FMIPA Unimed. Sebagai populasi
adalah mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA
Unimed. Mahasiswa yang terlibat dalam
penelitian ini dipilih secara purposif dari
Program Studi Pendidikan Kimia dan Program
Studi Kimia, selanjutnya dijadikan sebagai
kelompok ekperimen dan kelompok kontrol.
Intervensi pembelajaran, sampel penelitian
adalah mahasiswa yang terpilih dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuan dasar
akademik mahasiswa dari indeks prestasi
kumulatif (IPK) semester sebelumnya.
Prosedur penelitian terdiri atas persiapan
penelitian, penyusunan instrumen penelitian,
pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, dan
analisis data hasil penelitian. Instrumen
penelitian yang dipergunakan meliputi
questioner, pencatatan dokumen potensi lokal
yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran,
inovasi pembelajaran (materi belajar inovatif),
dan evaluasi belajar (test) mengikuti prosedur
Situmorang, dkk., (2013) dan Purba, dkk.,
(2015), seperti diperlihatkan pada Gambar 1
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 1. Hasil belajar mahasiswa berdasarkan evaluasi hasil belajar (pretest, postest-1 dan postest-2) pada
pengajaran Senyawa Enolat Mata Kuliah Kimia Organik Lanjut. Angka adalah rata-rata pada masing-masing
kelompok sampel.
Jenis Evaluasi
& Efektifitas
Pretest
Postest-1
Postest-2
Efektifitas (%)
Prodi A1
Rata-rata
Eksperimen
Kontrol
Eksperimen
Kontrol
Eksperimen
Kontrol
Eksperimen
Kontrol
22,4
76,3
69,2
91
22,3
67,3
60,1
89
20,9
78,4
70,1
89
20,8
68,4
60,1
88
20,0
71,6
66,7
93
19,7
72,0
64,4
89
21,1
75,5
68,7
91
20,9
69,2
61,5
89
Keteranga: A1 = Prodi Pendidikan Reguler; A2 = Prodi Pendidikan Ekstensi; dan B = Prodi Non Pendidikan Reguler.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diketahui bahwa paket
pembelajaran inovatif berbasis proyek untuk
pengajaran Senyawa Enolat telah berhasil
dikembangkan berupa paket pembelajaran
berbentuk proyek mini yang menantang bagi
mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa yang
diberi perlakuan pembelajaran berbasis proyek
lebih tinggi dibandingkan terhadap hasil
belajar
mahasiswa
dengan
metode
konvensional.
Tingkat
keefektifan
pembelajaran berbasis proyek juga lebih tinggi
dibanding dengan pembelajaran konvensional.
Paket pembelajaran kimia berbasis proyek
sangat sesuai dengan kebutuhan mahasiswa
pada pengajaran Kimia Organik Lanjut.
1622
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Brill, G., dan Yarden, A., (2003), Learning Biology
through Research Papers: A Stimulus for
Question-Asking by High-School Students, Cell
Biology Education 2: 266-274.
Cheang, K.I., (2009), Effect of Learner-Centered
Teaching on Motivation and Learning Strategies
in a Third-Year Pharmacotherapy Course,
American Journal of Pharmaceutical Education
73(3): 1-8 (Article 42).
Hughes, P.W., dan Ellefson, M.R., (2013), Inquirybased training improves teaching effectiveness
of biology teaching assistants, PLOS ONE
8(10): 1-14 (www.plosone.org)
Karimi, R., (2011), Interface between problembased learning and a learner-centered paradigm,
Advances in Medical Education and Practice 2:
117-125.
Lopatto, D., (2007), Undergraduate Research
Experiences Support Science Career Decisions
and Active Learning, CBELife Sciences
Education 6: 297-306.
Ofstad, W., dan Brunner, L.J., (2013), Team-Based
Learning in Pharmacy Education, American
Journal of Pharmaceutical Education 77(4): 111 (Article 70).
Parulian, H.G., dan Situmorang, M., (2013),
Inovasi Pembelajaran Di Dalam Buku Ajar
Kimia SMA Untuk Menigkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas XI, Jurnal Penelitian Bidang
Pendidikan 19(2): 67-78.
Purba, J., dan Situmorang, M., (2015), Inovasi
Pembelajaran
Berbasis
Proyek
Untuk
Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa Pada
Pengajaran Gugus Fungsi Prosiding Seminar
Nasional dan Rapat Tahunan BKS PTN-B
bidang MIPA di Universitas Tanjungpura
Pontianak Tgl 6-9 Mei 2015, Hal 506-513
Purba, J., Sinaga, M., dan Dibiyantini, R.B ( 2015),
Inovasi Pembelajaran Berbasis Proyek Pada
Pengajaran
Kimia
Organik
Untuk
Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa, Laporan
Penelitian, FMIPA UNIMED Medan
Situmorang, M, Sinaga, M., dan Juniar, A., (2006),
Efektifitas Inovasi Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Mahasiswa Pada
Mata Kuliah Kimia Analitik II, Jurnal
Penelitian Bidang Pendidikan 13(1): 1-13
Situmorang, M., (2013), Pengembangan Buku Ajar
Kimia SMA Melalui Inovasi Pembelajaran Dan
Integrasi
Pendidikan
Karakter
Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Prosiding
Seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS
PTN Barat Bidang MIPA di Bandar Lampung,
Tgl 10-12 Mei 2013, Hal 237-246
Situmorang, M., dan Sinaga, M., (2006), Inovasi
Pembelajaran Pada Mata Kuliah Kimia Analitik
II, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sain
1(2): 114-119
Situmorang, M.; Sinaga,.M.; Tarigan, D.A., Sitorus,
C.J, and Tobing, A.M.L., (2011), The
Affectivity of Innovated Chemistry Learning
Methods to Increase Students Achievement in
Teaching of Solubility and Solubility Product,
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan 17(1): 2937.
Thompson, K.V., Nelson, K.C., Marbach-Ad, G.,
Keller, M., dan Fagan, W.F., (2010), Online
Interactive
Teaching Modules
Enhance
Quantitative Proficiency of Introductory
Biology
Students,
CBELife
Sciences
Education 9, 277-283.
Uskokovc, V., (2010), Major Challenges for the
Modern Chemistry in Particular and Science in
General, Found Sci. 15(1): 303344.
Washburn, N.R., (2011), Teaching Technological
Innovation and Entrepreneurship in Polymeric
Biomaterials, J Biomed Mater Res A. 96(1): 5865.
1623
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Peristiwa tektonik dan vulkanik yang
terus-menerus melanda kepulauan Indonesia
sejak 410 juta tahun menyebabkan magma
keluar dari perut bumi dan diperkirakan
mengandung berbagai logam berharga,
terutama emas dan tembaga. Dipihak lain
magma yang keluar tersebut menerobos naik
ke permukaan bumi sambil mengendapkan
beragam jenis mineral di rongga-rongga atau
rekahan-rekahan batuan yang dijumpai di
sepanjang
perjalanannya.
Ini
akan
menyebabkan terbentuknya berbagai jenis
batuan termasuk batu mulia (Tampubolon, A.
2007).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan sampel
batu Giok dari daerah Lumut kecamatan Linge,
Takengon Aceh. Alat yang digunakan adalah
X-Ray Difraction (XRD) PANanalytical,
Empyrean.
Metode
1625
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Sampel
1
Sudut 2
30,1; 33,7;
33,8; 37,1;
55,9; 58,0;
58,1; 58,3
12,2; 24,5;
35,5
30,1; 33,7;
33,8; 37,1;
38,7; 47,2;
55,8; 58,0;
58,2
Jenis mineral
Grossular
Ca3Al2(SiO4)3
Lizardite,
Mg3Si2O5(OH)4
Grossular
Ca3Al2(SiO4)3
Grossular (Ca3Al2(SiO4)3
adalah
mineral kelompok garnet dengan tingkat
kekerasan 6,5-7 Mohs dan mempunyai warna
dari kuning sampai hijau (Nassau, 1992).
Grossular ini adalah bentuk awal dari mineral
omphacite dan omphacite ini mempunyai
rumus kimia (Ca,Na)(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)Si2O6,
yang dikenal sebagai salah satu jenis batu giok
Lizardite
(Mg3Si2O5(OH)4
juga
merupakan mineral yang ditemukan dalam
sampel batu giok Takengon. Lizardide ini
merupakan mineral kelompok Serpentine yang
mempunyai tingkat kekerasannya dari 3-4,5
Mohs. Lizardite berwarna hijau, kuning, coklat
sampai hitam. Lizardite ini dibentuk dari
hidrasi batuan ultramafic yang kaya olivine
dan mengandung hingga 13% berat H2O
(Petriglieri, 2014).
Sampel batu Giok Takengon yang
mengandung Lizardite berwarna hijau
kekuning-kuningan, dapat dilihat dalam
Gambar 5.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4. Jarot, S., 2014, Giok Singgah Mata dan Proses
Pembentukannya, http://aceh. tribunnews.com/
2014/04/16/ gioksinggah mata.diakses tanggal
10 Agustus 2015.
5. Krzemnicki M.S., Pettke T., Hnni H.A. (2007)
Laser Ablation Inductively Coupled Plasma
Mass Spectrometry (LA-ICP-MS), a new
method for gemstone analysis. Journal of the
Gemm. Ass. Of Hong Kong, Vol. 28.
6. Li, W., Zhanga, F., Yua, D., Suna, B., Lia, M.,
Liua, J. (2011). Impact of fat and muscle in
energy dispersive X-ray diffraction-based
identification of heroin using multivariate data
analysis, Journal of Chemometrics, Wiley on
linelibrary.com. DOI: 10.1002/cem.1409.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
analisa
menggunakan XRD dapat disimpulkan bahwa
sampel batu Giok dari Takengon merupakan
batuan yang mengandung mineral silikat. Jenis
mineral dalam batu Giok tersebut adalah
Grosular (Ca3Al2(SiO4)3), dari kelompok
Garnet yang merupakan mineral nesosilikat
dan jenis mineral lainnya adalah Lizardite,
(Mg3Si2O5(OH)4), dari kelompok Serpentine,
yang merupakan mineral filosilikat. Teknik
analisa XRD ini merupakan salah satu metoda
analisa yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis mineral batuan dengan
selektivitas dan efisiensi tinggi.
5. REFERENSI
1. Crespy, C., 2013. Energy Dispersive X-Ray
difraction to Identify Explosive Substances :
Spectra Analysis Procedure Optimization, HAL
Id:
https://hal.archives-ouvertes.fr/hal00878519.
1627
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis, sebagai
negara tropis, Indonesia masih banyak
menghadapi beragam penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dan mikroba. Penyakit
infeksi merupakan penyakit yang paling
dominan di Indonesia, dan saat ini masih
merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit jantung. Dari berbagai jenis penyakit
1628
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Skrining Fitokimia
Uji alkaloid
Sebanyak 500 mg ekstrak bawang putih
ditambahkan 1 ml asam klorida (HCl) 2 N dan
9 ml akuades, dipanaskan di atas penangas air
selama 2 menit, kemudian didinginkan dan
disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3
tetes kedalam 3 tabung reaksi. Tabung reaksi
pertama, diteteskan larutan pereaksi (LP)
Mayer, tabung reaksi kedua, diteteskan larutan
pereaksi Bouchardat, dan tabung reaksi ketiga,
diteteskan larutan pereaksi Dragendrof
masing-masing sebanyak 2 tetes. Reaksi
positif, jika larutan dengan pereaksi Mayer
terdapat endapan menggumpal putih atau
kuning, dengan pereaksi Bouchardat terbentuk
endapan coklat sampai hitam, dan dengan
pereaksi Dragendrof terbentuk endapan kuning
jingga. Ekstrak dinyatakan mengandung
alkaloid jika 2 dari 3 reaksi diatas memberikan
hasil yang positif (Depkes, 1995).
Uji flavonoid
1630
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Determinasi Tumbuhan
Determinasi tanaman bawang putih dilakukan
di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Bogor. Hasil menunjukkan
bahwa bawang putih yang digunakan dalam
penelitian ini termasuk dalam spesies Allium
sativum Linn.
Jumlah Rendemen
Dalam penelitian ini, ada beberapa ekstrak
bawang putih yang dihasilkan, yaitu EEA,
EPE, EE, dan EMK. Persen rendemen yang
dihasilkan dalam ekstraksi beberapa pelarut
bawang putih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel
1 menunjukkan bahwa. Persen rendemen yang
paling banyak didapat adalah EMK yaitu
sekitar 14,32%, sementara persen rendemen
adalah EEA, yaitu 3,3%.
Tabel 1. Persentase rendemen yang dihasilkan pada
beberapa ekstrak pelarut bawang putih
Ekstrak
Berat
Berat Hasil
Persen
Bawang
Sampele
Ekstraksif
rendemeng
Putih
(g)
(g)
(%)
EPEa
250
11,31
4,52
EMKb
250
35,79
14,32
EEAc
250
7,5
3,00
EEd
250
26,3 g
10,52
Keterangan: aekstrak petrolium bawang putih
(EPE); bekstrak metilen klorida bawang putih
(EMK); cekstrak ekstrak etil asetat bawang putih
(EEA); dekstrak etanol bawang putih (EE); eberat
sampel bawang putih sebeleum maserasi; fberat
hasil ekstraksi menggunakan rotary evaporator;
g
persen rndemen, berat hasil ekstraksi dibagi
dengan berat sampel bawang putih dikalikan
dengan 100%.
Uji Fitokimia
Uji skrining fitokimia terhadap beberapa
ekstrak pelarut bawang putih bertujuan untuk
melihat senyawa metabolit sekunder apa saja
yang terkandung dalam beberapa pelarut yang
digunakan. Proses penarikan senyawa oleh
pelarut organik terhadap tanaman terjadi
melalui dinding sel. Kelarutan suatu metabolit
atau senyawa sangat tergantung pada
kepolaran pelarut dan kepolaran suatu senyawa
atau metabolit. Dalam proses kelarutan suatu
senyawa sangat tergantung pada interaksi zat
aktif yang terkandung dalam rongga sel
tanaman dan pelarut. Pelarut akan masuk ke
rongga sel yang ada dalam tanaman dan
selanjutnya berinteraksi dengan sel, sehingga
akan melarutkan zat aktif yang terdapat dalam
sel tanaman (Voight, 1994). Skrinning
fitokimia dilakukan terhadap empat metabolit
sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, saponin dan
tanin. Hasil skrinning fitokimia beberapa
ekstrak bawang putih dapat dilihat pada Tabel
3.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Perea-ksi
Dragendorf
Mayer
Bouchart
Flavonoid MgHCl
0,5M
Air
+
+
Saponin
FeCl3
+
+
Tanin
Keterangan: MS= Metabolit Sekunder; (+) =
menunjukkan hasil positif; (-) = menunjukkan hasil
negatif. aekstrak petroleum bawang putih (EPE); bekstrak
metilen klorida bawang putih (EMK); cekstrak ekstrak
etil asetat bawang putih (EEA); dekstrak etanol bawang
putih (EE).
Alkaloid
4. KESIMPULAN
Berdasarkan uji fitokimia menunjukkan bahwa
EPE dan EMK tidak ditemukan adanya
kandungan metabolit sekunder seperti alkaloid,
flavonoid, saponin dan tanin. Sementara itu,
hasil uji fitokimia terhadap EEA dan EE
menunjukkan adanya kandungan metabolit
sekunder flavonoid, alkaloid, saponin, dan
tanin. Ekstrak EE menunjukkan aktivitas yang
paling tinggi terhadap aktivitas Candida
albicans, diikuti oleh EEA, EMK, dan EPE
1632
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Hernawan, U.K., dan Setyawan, A. D., 2003.
Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium
sativum L.) dan Aktivitas Biologinya.
Biofarmasi 1 (2): 65-76. Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Jacob C., 2006, A scent of therapy:
pharmacological implications of natural
products containing redox-active sulfur atoms,
Natural Product Reports, 23:851-863.
Jacob C, Anwar A., 2008, The chemistry behind
redox regulation with a focus on sulphur redox
systems, Physiol Plantarum, 133:469-480.
Motonori Fujiwara, Masao Yoshimura, and Sadako
Tsuno, 1955, Allicin homologues in thr plants
of the Allium species, The Journal of
Biochemistry, Vol. 42, No.2.
Okada Y, Tanaka K, Fujita I, Sato E, Okajima H.,
2005, Antioxidant activity of thiosulfinates
derived from garlic, Redox Report, 10:96-102.
Packia Lekshmi NCJ, Viveka S, Viswanathan,
Jeeva and Raja Brindha, 2015, Phytochemical
Screening and In Vitro Antibacterial Activity of
Allium sativum Extract Against Bacterial
Pathogens, Journal of Science, Vol 5, Issue 5,
pp. 281-285.
Robinkov. A., Wilcheck. M., Mirelman. D., 1995,
Alliinase (alliin lyase) from Garlic (Allium
Sativum) is Glycosylated at ASN146 and forms
a Complex with a Garlic Mannosa Spesific
Lectin, Glycoconjugate Journal (1995) 12: 690698).
Sharanappa, R., and Vidyasagar, G. M. 2013. AntiCandida Activity of Medicinal Plants. A
Review. International Journal of harmacy
and Pharmaceutical Sciences. 5(4).
Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, Gajah Mada University Press, Jakarta.
World Health Organization, 2009, Microbiological
Examination of Non-Steperile Product : Test
For Specified.
Zhou S-F, 2010, Supportive Cancer Care with
Chinese Medicine, Springer Netherlands.
Gambar 1. Reaksi biotransformasi Allicin membentuk beberapa senyawa aktif sulfur lainnya (Zhou S-F, 2010).
1633
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 2. Perbedaan nilai Rf hasil analisis KLT terhadap beberapa pelarut ekstrak bawang putih menggunakan
pengembang toluen dan etil aseat dengan perbandingan 70:30.
Range Rf
Senyawaa
Rf (sistem pelarut toluen:etil asetat; 70:30)
FHIb
EPEc
EMKd EEAe
EEf
0,1 - 0,2
CH3-S(O)S-CH3 (Humolog Allicin)
0,2 - 0,4
CH3-S(O)S-CH3 (Humolog Allicin)
0,26
0,28
0,30
0,4 - 0,5
CH3-S(O)S-C3H5 (Humolog Allicin)
0,5 - 0,6
C3H5-S-CH2-CH (NH2)-COOH (Allylsistein)
0,59
0,58
0,60
0,6 - 0,7
C3H5-S(O)S-C3H5 (Allicin)
0,63
0,7 - 0,8
CH3-S(O)S-C3H7 (Humolog Allicin)
0,73
0,8 - 0,9
C3H5-S(O)S-C3H7 (Humolog Allicin)
0,89
0,86
0,9 - 1,0
C3H7-S(O)S-C3H7 (Humolog Allicin)
Keterangan: aMotonori Fujiwara, et al., 1955; bFarmakope Herbal Indonesia (FHI), Depkes, 1995; cekstrak petrolium
bawang putih (EPE); dekstrak metilen klorida bawang putih (EMK); eekstrak ekstrak etil asetat bawang putih (EEA); fekstrak
etanol bawang putih (EE).
Tabel 4. Zona hambat yang terbentuk pada beberapa ekstrak pelarut bawang putih terhadap pertumbuhan
Candida albicans setelah 24 jam inkubasi.
Konsentrasi
(%b/v)
Nistatin
10
25
50
75
100
D1
15,63
19.6
27.3
32,05
EPE
D2
D3
22.63
19,4
18.6
20.2
26.65
28.45
31,85
29,45
Dmean
19,22
19.46
27.46
31,11
D1
19,8
11,4
15,3
27,8
32,1
EE
Dmean
19,02
10,10
19,20
28,35
31,36
38,73
D1
20,05
11,50
18,50
25,80
29,03
40,10
D2
19,10
11,30
18,25
28,40
29,02
44,05
D3
18,70
12,10
17,20
25,65
29,00
41,20
Dmean
19,28
11,63
17,99
26,62
29,02
41,78
Keterangan: ekstrak petrolium bawang putih (EPE), ekstrak metilen klorida bawang putih (EMK), ekstrak etil asetat bawang
putih (EEA), dan ekstrak etanol bawang putih (EE); Segismundo et al., 2008; mengklasifikasikan intesitas aktivitas
antijamur berdasarkan diameter zona hambat yang terbentuk dengan kategori kuat >17 mm dan kategori sedang 12-16 mm.
b
ta (tidak ada aktivitas).
Gambar 2. Zona hambat yang terbentuk oleh ekstrak EPE, EMK, EEA, dan EE pada masing-masing
konsentrasi terhadap Candida albicans
1634
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1.
PENDAHULUAN
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
imidazol.Rumus
molekulnya
adalah
C26H28C12N4O4 yang berupa serbuk putih atau
hampir putih, praktis tidak larut dalam air,
mudah larut dalam metilen klorida, larut dalam
metanol, dan agak sukar larut dalam etanol
(British Pharmacopeia, 2001). Ketokonazol
termasuk dalam BCS (Biopharmaceutical
Classification System) kelas II. Dimana
senyawa ini memiliki permeabilitas yang
tinggi dan kelarutan yang buruk sehingga
diperlukan usaha untuk memperbaiki kelarutan
dalam air dan laju disolusinya (Kumar et all,
2011). Pada penelitian kali ini digunakan
Polivinypyrolidone PVP K90 dengan berat
molekul yang besar PVP K90 sebagai matriks
dispersi padat, karena dengan adanya
penigkatan viskositas dari PVP K90 makan
akan terjadi hambatan rekristalisasi bahan obat
yang lebih baik dalam dispersi padat
(Tantishaiyakul, 1999). Dengan semakin
meningkatnya kadar PVP K90 akan dapat
meningkatan kelarutan dalam air dan laju
disolusinya akan semakin cepat (Retnowati,
2010).
Menurut hasil penelitian (Retnowati,
2010). Perbandingan ibuprofen dan PVP K90
yang digunakan adalah 1:0.125, 1:0.25, dan
1:0.5 di peroleh hasil disolusi yang baik pada
perbandingan 1:0.125 dimana konsentrasi obat
yang terlarut dalam dapar fosfat adalah sebesar
54,89% yang disolusi selama 45 menit.
Berkaitan dengan kenyataan di atas, maka
dilakukan penelitian laju disolusi sistem
dispersi padat Ketokonazol-PVP K90 dengan
metode pelarutan. Diharapkan dengan sistem
dispersi padat Ketokonazol-PVP K90 dapat
memberikan laju disolusi ketokonazol yang
baik.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di labolatorium
sekolah tinggi ilmu farmasi palembang,
dengan menggunakan beberapa alat dan bahan.
a. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah: SEM, cawan
penguap, beaker gelas 50 ml, gelas ukur 10 ml,
erlemeyer 100 ml, vial, pipet gondok 0,5/5
ml,spuit 20cc, beaker gelas 1000ml, timbangan
analytical balance, kertas perkamen, mortir,
lumpang, batang pengaduk, ayakan No 20,
sudip,
desikator,
Dissolution
Tester,
Spektrofotometri
UV.Bahan-bahan
yang
digunakan yaitu : Ketokonazol (Dexa Medica),
PVP K90 (Asian Chemical), etanol 96%,
aquadest, HCl 0,1 N dan silika gel.
b. Pembuatan Dispersi Padat Ketokonazol
1636
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
=
0,994.
a. Hasil Keseluruhan %Terdisolusi Dispersi
Padat dan Campuran fisik
Dp 0,5
Dp 0,25
Dp 0,125
Cf 0,5
Cf 0,25
Cf 0,125
Cn
% Terdisolusi
% Cn = cpk 100%.
Hal yang sama dilakukan untuk menit-menit
yang berikutnya, dan dibuat kurva hubungan
antara persentase terdisolusi terhadap waktu.
Keterangan
:
Cn = konsentrasi obat yang terdisolusi pada
waktu
t
Cpk = kadar obat dalam sediaan
70
60
50
40
30
20
10
0
15
8,26
12,06
6,18
7,78
8,18
4,97
% Terdisolusi
30
45
60
16,8 18,41 31,24
23,61 34,74 46,21
10,82 26,5 27,72
11,59 12,07 20,66
9,78 17,98 22,76
8,47 10,09 16,73
75
47,43
64,75
29,53
23,64
30,44
26,88
5
7,22
8,16
4,34
0,52
2,91
0,41
15
30
45
60
Wakru (Menit)
75
30
16,8
23,61
10,82
45
18,41
34,74
26,5
60
31,24
46,21
27,72
75
47,43
64,75
29,53
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
% Terdisolusi
40
30
Cf 0,5
20
Cf 0,25
10
Cf 0,125
0
1
3Waktu4 ( Menit)
5
6
5. DAFTAR PUSTAKA
1638
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Teknik Dispersi Padat Menggunakan Polimer
Pvp K-30. Prosiding Penelitian Spesia Unisba.
Prodi Farmasi, Fakultas MIPA, Unisba, Jl.
Transari Bandung.
5. Depertemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope
Indonesia, Edisi IV. Jakarta.
6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2011.
Farmakologi dan Terapeutik, Edisi V. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta.
7. Enggarini, Ratih. 2008. Pengaruh PVP K30
Terhadap Laju Disolusi Ibuprofen Dalam
Sistem Dispersi Padat. Skripsi S1 Sekolah
Tinggi Ilmu Farmsi Bhakti Pertiwi Palembang.
8. Erizal, Goeswin agus et al, 2003, Studi Sistem
Dispersi Padat Glibenklamid dalam Polivinil
Pirolidon K-30, J. Sais dan Tekfar, Padang.
9. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Farmakope
Indonesia, Edisi V. Jakarta.
10. Kumar, Pankaj et al. 2011. Physiochemical
Characterization and Release Rate Studies of
Solid Dispersions of Ketoconazole with
Pluronic F127 and PVP K-30. Iranian Journal
of Pharmaceutical Research (2011), 10(4): 685-
1639
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Zeolite characterization from coal fly ash with hydrothermal smelting method by varying hydrothermal
temperature using KOH activators. Zeolite production conducted by varying the temperature i.e 100C, 120C
and 140C. Zeolite will be characterized using X-Ray Diffraction (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR),
Scanning Electron Microscopy (SEM). In higher temperature 140C, diffractograms peak intensity is higher
with the main peak is appeared at 2 (20,67; 20,73; 28,661; 28,734; 34,348; 34,436; 42,11; 42,22). In X-Ray
spectrum, the optimum temperature is on 140C, Zeolite A and Natrolite Zeolite had been formed. The analysis
results using infrared spectrum on the shift of absorption bands which had formed is capable to prove that coal
fly ash had formed to the zeolite. Analysis using SEM is confirmed that activated coal fly ash using KOH base
with the best temperature is on 140C and had reacted into zeolite.
Key words: Fly ash, Coal, Zeolite, Hydrothermal Smelting
1. PENDAHULUAN
Perkembangan
industri
tidak
saja
menimbulkan dampak positif, tetapi juga dapat
menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif
berupa pencemaran lingkungan di sekitar
industri akibat adanya limbah dari kegiatan
industri yang tidak ditangani dengan baik,
sebagai contoh adalah industri kertas (pulp)
merupakan indekasi pengguna batubara yang
semakin meningkat (Tim Kajian Batubara
Nasional, 2006) yang dapat menghasilkan
limbah salah satunya adalah abu terbang (fly
ash). Abu Terbang adalah salah satu jenis
limbah yang dihasilkan dari pembakaran
(Akbar, 1997). Dari analisis yang telah
dilakukan diperoleh bahwa secara umum
komposisi kimia abu terbang terdiri dari
oksida-oksida anorganik dengan komposisi
terbesar adalah berupa silikon SiO2 (21,92%),
alumina Al2O3 (16%) dan Fe2O3 (16,47%).
Silika dan alumina adalah oksida yang
mempunyai struktur berongga, maka sangat
mungkin abu terbang digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan zeolit (Akbar, 1997).
Chang dan Shih, 2000 Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk
memanfaatkan limbah Abu terbang batubara
adalah dengan mengkonversikannya menjadi
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian menjelaskan rancangan
kegiatan, ruang lingkup atau objek, bahan dan
alat utama, tempat, teknik pengumpulan data,
definisi operasional variable penelitian, dan
teknik analisis.[Times New Roman, 11,
normal].
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Awal Abu terbang Batubara
Parameter
Satuan
1
2
3
4
5
6
7
Si
SiO2
Al
Al2O3
Fe
Fe2O3
Ca
%
%
%
%
%
%
%
Hasil
Analisa
29,02
62,19
1,53
5,81
5,60
7,98
2,31
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Analisis SEM-EDS
Setelah pembuatan abu terbang menjadi
zeolit dikarakterisasi dengan menggunaka
spektra Infrared pada bilangan gelombang
4000-600cm-1
Berdasarkan Gambar 3 tampak bahwa pita
serapan abu terbang batubara muncul pada
2214,98cm-1 yang menunjukan adanya ikatan
gugus aril-SH vibrasi rentangan S-H. Selain
itu
terlihat
adanya
pergeseran
dan
pembentukkan pita serapan baru dibandingkan
dengan abu terbang asal. Pergeseran abu
terbang terjadi pada bilangan gelombang
1901,53cm-1 ke pita serapan baru zeolit yaitu
1642
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
7
8
13
14
Element
Symbol
N
O
Al
Si
Element
Name
Nitrogen
Oxygen
Aluminium
Silicon
Concentration
1.1
68.5
16.1
14.3
B
Gambar 4: A. Abu terbang dan B.Zeolit Temperatur
Hidrotermal 140C
Element
Symbol
C
Al
Si
K
Element
Name
Carbon
Aluminium
Silicon
Potassium
Concentration
5.6%
16.5%
28.3%
49.5%
5.
KESIMPULAN
1. Temperatur terbaik 140C terbentuknya
terbentuk Zeolit A dengan rumus
K11Si12Al12O48 dan Zeolit Natrolite dengan
rumus K2(Al2Si3O10)(H2O)2 dengan tingkat
kristalinitas yang tinggi adalah pada
temperatur 140C dengan Aktivator Basa
KOH.
2. Hasil karakterisasi dengan difratogram
sinar-X pada temperatur terbaik 140C
menujukkan intensitas kristalinitas yang
semakin tinggi pada puncak 2 28,734;
34,348; 34,436 dan 42,110; 42,220.struktur
yang terbentuk adalah Zeolit A Monoclinic
dan Zeolit Natrolite hexagonal. Hasil
analisa menggunakan spektra infrared pada
1643
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Mandalahi, Helmina., 2015, Adsorpsi Merkuri (II)
Menggunakan Zeolit dari Flyash batubara.
Fakultas Sains dan Teknoogi: Universitas Jambi
Molina, A. dan Poole, C. (2004), A Comparative
StudyUsing Two Methods To Produce Zeolites
from Fly Ash, Mineral Engineering, Vol. 17,
hal. 167173.
Murayaman, N., Yamamoto, H. And Shibata, J.,
2002, Mechanism of Zeolite Synthesis from
Coal Fly Ash by Alkali Hydrotermal Reaction,
Int. J. Miner. Proccessing, 64, 1, 1-17.
Muller, J. C. M., Hakvoort, G. And Jansen., J.C.
1998, DSC and TG Study of Water Adsorpstion
and Desorption on Zeolite Na-A. J. Therm.
Anal., 53, 258-261
Querol, X., Alastuey, A., Soler, A.L., dan Plana, F.,
2002, A Fast Method for Recycling Fly Ash:
Microwave-Assisted Zeolite Synthesis. Environ.
Sci. Technol., 31(9): 2527-2533.
Sastrohamidjojo,
H.,
1992,
Spektroskopi
Inframerah, Yogyakarta: Liberty.
Sutarno, Arryanto, Y., dan Yulianto, I.2004.
Sintesis Faujasit dari Abu Layang Batubara:
Pengaruh Refluks dan Penggerusan Abu
Layang Batubara terhadap Kristalinitas
Faujasite Prosiding Seminar Nasional Kimia
VIII, Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 285-290.
Vicky L. Karen, 2010. Ceramics Division, National
Institute of Standards and Technology,
Gaithersburg, Maryland 20899, USA
Vucinic D, Miljavonic I, RisicA and Lazic P
(2002), Effect of Na2O/SiO2 mole Ratio on the
Crystal Type of Zeolite Shynthesized from Coal
Fly Ash J, Serb Chem, Soc.68 (6) 471-478
Yulianto, I., 2000, Pengaruh peleburan dengan
Natrium Hidroksi pada Sintesis Faujasit dari
Abu Layang, Skripsi, Yogyakarta: FMIPA
UGM
1644
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
antioksidan
sintetik
(buatan).
Namun
antioksidan sintetik seperti butil hidroksi
anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT),
propil galat (PG) dapat menyebabkan kanker.
(Reynertson, 2007).
Berbagai tanaman telah sering digunakan
secara tradisional oleh masyarakat untuk
mengobati penyakit kardiovaskular. Tanaman
obat ini banyak mengandung senyawa fenol
dan memiliki aktivitas antioksidasi diantaranya
ialah
flavonoid
(isoflavon,
falvonol,
antosianidin), kuinon, lignan dan kurkumin.
Oleh karena itu di dalam penelitian ini
digunakan ekstrak daun dari beberapa tanaman
yang
digunakan
dalam
pengobatan
kardiovaskular dan berpotensi sebagai
antioksidan. Tanaman tersebut adalah salam
(Eugenia polyantha Wight), jati belanda
(Guazumaulmifolia Lamk.) dan jambu biji
(Psidium
guajava).
Ekawati
(2007)
melaporkan bahwa ekstrak etanol daun salam
memiliki aktivitas antioksidasi, Alviani (2007)
melaporkan bahwa jambu biji juga memiliki
aktivitas antioksidasi. Tombilangi (2004)
melaporkan bahwa daun jati belanda memiliki
aktivitas antioksidasi. Penelitian ini bertujuan
untuk
menentukan
pengaruh
potensi
antioksidasi dari ekstrak daun salam (Eugenia
polyantha Wight), daun jati belanda
(Guazumaulmifolia Lamk.) dan daun jambu
biji (Psidium guajava). Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi
1. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak
dapat terbebas dari senyawa radikal bebas.
Radikal bebas merupakan atom atau molekul
yang tidak stabil dan sangat reaktif karena
mengandung satu atau lebih elektron tidak
berpasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Beberapa sumber pembentuk senyawa radikal
bebas diantaranya yaitu asap rokok, makanan
yang digoreng, paparan sinar matahari yang
berlebihan, asap kendaraan bermotor dan sinar
uv (Umayah dkk, 2007). Apabila radikal bebas
bereaksi dengan senyawa polutif, maka akan
berubah menjadi racun bagi tubuh. Sehingga
racun tersebut dapat merusak fungsi sel dan
menyebabkan timbulnya berbagai macam
penyakit degeneratif (Hernani dan Raharjo,
2005).
Di dalam tubuh terdapat mekanisme
antioksidan atau antiradikal bebas secara
endogenik, tetapi bila jumlah radikal bebas
dalam tubuh berlebih maka dibutuhkan asupan
antioksidan tambahan yang berasal dari
sumber alami atau sintetik dari luar tubuh.
Misalnya vitamin C, vitamin E dan senyawa
fenol yang diperoleh dari tumbuhan (Langseth,
1995). Antioksidan merupakan senyawa kimia
yang dapat menyumbangkan satu atau lebih
elektron kepada radikal bebas, sehingga
radikal bebas tersebut dapat diredam.
Berdasarkan sumber perolehannya, antioksidan
ada dua macam, yaitu antioksidan alami dan
1645
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
potensi
antioksidasinya.
Masing-masing
campuran
diambil
1
mL
kemudian
ditambahkan 2 mL TCA 20% (b/v) dan 2 mL
larutan TBA 1% (b/v) dalam pelarut asam
asetat 50% (v/v). Lalu campuran reaksi
tersebut diinkubasi dalam penangas air bersuhu
100 C selama 10 menit. Setelah dingin
dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama
15 menit, selanjutnya diukur serapannya pada
532 nm.
Sebagai kurva standar, larutan stok
pereaksi TMP konsentrasi 6 M dibuat menjadi
1.5, 3.0, 6.0, 9.0, 12.0, 15.0, dan 18.0 M.
Masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 1
mL, selanjutnya ditambahkan 2 mL TCA 20%
(b/v) dan 2 mL larutan TBA 1% (b/v) dalam
pelarut asam asetat 50% (v/v). Lalu campuran
reaksi tersebut diinkubasi dalam penangas air
bersuhu 100 C selama 10 menit. Setelah
dingin dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm
(960 kali gravitasi) selama 15 menit,
selanjutnya diukur serapannya pada 532 nm.
2. METODE PENELITIAN
Serbuk kering daun sebanyak 20 gram
diekstraksi dengan 200 mL pelarut etanol 70%
selama 2 jam pada suhu 70oC. Ekstrak yang
diperoleh kemudian disaring dan diuapkan
dengan rotary evaporator pada suhu 50oC dan
dioven pada suhu 400C sehingga diperoleh
ekstrak kasar dengan persen rendemen masingmasing adalah ekstrak daun salam 20,55 %,
ekstrak daun jambu biji 21,1 % dan ekstrak
daun jati belanda 18,30 %. Ekstrak selanjutnya
dianalisis fitokimia (Harborne, 1987).
Analisis Hidroperoksida dari Oksidasi
Asam Linoleat dengan Metode Diena
Terkonjugasi (Kikuzaki dan Nakatani
1993).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Daya Hambat Oksidasi (%)
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
94,02
Asam Linoleat 1
Vitamin E 200 ppm-1
68,1766,46
59,27
53,66
51,22
46,10
REFERENSI
0,00
1647
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
domain feeling and valuing (attitudinal domain) berkaitan dengan sikap ilmiah (Zuchdi,
2011). Sikap ilmiah menurut Harlen (dalam
Anwar 2009) diantaranya adalah sikap ingin
tahu, respek terhadap data, berpikir kritis,
ketekunan, penemuan/kreatif, berpikiran terbuka, kerjasama, keinginan menerima ketidakpastian dan sensitif terhadap lingkungan.
Menghadapi era yang penuh dengan
tantangan saat ini, kompetensi sikap kreatif di
kalangan peserta didik sangat penting untuk
diperhatikan oleh para pendidik. Peserta didik
dituntut untuk selalu kreatif dalam menghadapi
permasalahan di era globalisasi yang penuh
dengan persaingan dengan kompleksitas
permasalahan yang semakin tinggi di segala
aspek kehidupan. Menurut Haris (dalam
Danim 2013) kreatif sebagai sikap adalah
kemampuan diri untuk melihat perubahan dan
kebaruan, suatu keinginan untuk bermain
dengan ide dan kemungkinan, kefleksibelan
pemandangan, sifat menikmati kebaikan,
sambil mencari cara untuk memperbaikinya.
Kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp)
merupakan materi dalam pelajaran kimia SMA
khususnya kelas XI dengan karak-teristik
materi berupa konsep-konsep yang ada dalam
fakta kehidupan sehari-hari. Agar mudah
1. PENDAHULUAN
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik sehingga menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Kurniasih, 2014). Sesuai
dengan tujuan pendidikan, terlihat bahwa
pembelajaran bagi peserta didik tidak hanya
sekedar mengajar-kan ilmu tetapi meletakkan
dasar-dasar yang kuat dalam menopang
pembangunan karakter dan jati diri bangsa.
Lima ranah/domain dalam taksonomi
untuk pendidikan sains (taxonomy for science
education) yang dikembangkan oleh Allan J.
Mac Cormack dan Robert E. merupakan
perluasan, pengembangan dan pendalaman tiga
ranah Bloom yang mampu meningkatkan
aktivitas pembelajaran sains di kelas dan
mengembangkan sikap positif terhadap mata
pelajaran. Salah satu domain tersebut adalah
1648
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. KAJIAN LITERATUR
Model Discovery Learning
Belajar menemukan (discovery learning)
dipelopori oleh Jerome Bruner. Belajar
menemukan adalah suatu pendekatan pembelajaran, dimana dengan cara itu siswa berinteraksi dengan lingkungannya untuk menggali dan memanipulasi obyek, bergulat dengan
pertanyaan dan kontroversi atau melakukan
percobaan. Model discovery learning adalah
teori belajar yang dide-finisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri (Kurniasih, 2014). Menurut
Hosnan (2014) pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan
cara belajar siswa aktif dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan setia dan tahan lama dalam
ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa.
Sedangkan menurut Sund (dalam Roestiyah,
2008) discovery merupakan proses mental
dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Jadi model
discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif
dengan menemukan sendiri, dilakukan melalui
proses mental yaitu mengasimilasikan sesuatu
konsep atau prinsip, pelajaran tidak disajikan
dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasikan sendiri agar siswa cende-
Kreativitas
Kreativitas adalah aktivitas kognitif yang
menghasikan suatu pandangan yang baru
mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak
dibatasi pada hasil yang prakmatis (selalu
dipandang menurut kegunaannya) (Solso,
1995). Demikian menurut para ahli
(Csikszentmihalyi, 1999, 2000; Kozbelt,
Beghetto, & Runco, 2010; Lubart &
1649
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Persentase
75
82.14 85.71
Kurang Baik
Cukup
Baik
II
Pertemuan
III
Sangat Baik
Managemen Kelas
Berdasarkan tulisan observer, disebutkan
bahwa guru meninjau setiap kelompok peserta
didik selama melakukan pengamatan dengan
berkeliling. Di sini guru sudah beru-saha
maksimal untuk mengamati dan menge-cek
proses yang dilakukan oleh seluruh ke-lompok.
Selama proses pembelajaran, guru selalu
memberikan applause dan pujian kepada
peserta didik yang aktif menjawab pertanyaan.
Hal ini mnyebabkan peserta didik lebih giat
lagi dalam merespon pembelajaran dengan
membangkitkan motivasi belajarnya.
Adapun kendala yang dihadapi dalam
pembelajaran ini yaitu guru membatasi waktuwaktu berinteraksi dalam proses pembelajaran
sehingga interkasi dalam pengamatan ataupun
diskusi tidak maksimal. Hal ini menyebabkan
peserta didik masih belum merasa puas untuk
mengemukakan idenya dalam pengelolaan
kelas. Tujuan manajemen kelas adalah agar
setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib
c.
a. Kesiapan guru
Berdasarkan tulisan observer pada lembar
observasi pelaksanaan model disco-very
learning oleh guru, disebutkan bahwa guru
memiliki persiapan dan menguasai bahan
pelajaran tetapi pada pertemuan masih kurang
lancar dalam penyampaian. Untuk pertemuan
selanjutnya dan ditinjau dari persentase guru
mulai memperbaiki keku-rangan-kekurangan
dalam mengajar pada pertemuan sebelumnya.
1651
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Persentase
keterlaksanaan
model
discovery learning oleh guru maupun peserta
didik sama-sama mengalami peningkatan
setiap pertemuan hal ini dikarenakan guru dan
peserta didik sudah mulai terbiasa menggunakan model discovery learning di dalam kelas.
Suryosubroto (2009) menyatakan, efektivitas
guru mengajar, terlihat nyata dari keberhasilan siswa menguasai apa yang diajarkan
guru. Hanya saja persentase keterlaksanaan
model oleh guru lebih besar dibandingkan
keterlaksanaan model oleh siswa. Terbukti
bahwa guru memiliki peranan penting dalam
proses pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan
data kualitatif dari beberapa tulisan observer
yang dibahas pada uraian dekriptif berikut:
d. Fasilitas
Berdasarkan tulisan observer, ruang kelas
yang sempit membuat pergerakan guru dalam
meninjau kelompok peserta didik sangat
terbatas. Ruangan yang sempit tidak sesuai
dengan jumlah pesrta didik sehingga membuat
pergerakan peserta dan guru sangat terbatas
karena posisi duduk yang terlalu rapat. Ruang
kelas yang baik adalah ruang kelas yang dapat
mendukung usaha para guru dalam
melancarkan pelaksanaan proses pembelajaran (Daryanto, 2010).
2. Hasil observasi keterlaksanaan model
discovery learning oleh peserta didik
Dalam proses pembelajaran, aktivitas
peserta didik berdasarkan sintaks model
discovery learning diamati oleh dua orang
observer.
Data hasil rekapitulasi keterlaksanaan
model discovery learning oleh peserta didik
berdasarkan kategori juga ditampilkan pada
gambar 4.2.
100
Persentase
50
85
60
40
65
35
Kurang
Baik
Cukup
Baik
Sangat
Baik
0
I
II
Pertemuan
III
Adanya peningkatan hasil ini menunjukkan bahwa peserta didik mulai terbiasa
mengikuti sintaks model discovery learning
serta aktif dalam pembelajaran. Cara belajar
peserta didik juga dipengaruhi oleh interaksi
peserta didik dengan gurunya, dalam interaksi
juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara
pihak-pihak yang terlibat melainkan terjadi
saling mempengaruhi (Asrori, 2007).
Guru yang kurang berinteraksi dengan
siswanya secara akrab menyebabkan proses
belajar mengajar itu kurang lancer sedangkan
siswa yang merasa jauh dari guru maka segan
berpartisipasi secara aktif dalam belajar
(Daryanto, 2010).
1652
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
60
40
80
65
35
65
35
20
20
Kurang
Baik
Cukup
Baik
Sangat
Baik
0
I
II
Pertemuan
Keterangan Indikator:
1. Aspek rasa ingin iahu
(a) Mengajukan banyak pertanyaan
(b) Semangat melakukan eksperimen/
percobaan atau diskusi
(c) Membaca buku lain selain buku wajib
(d) Mengikuti pembelajaran.
2. Aspek imajinatif
(a) Memberikan contoh-contoh konsep
yang berbeda dengan yang sudah ada
III
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
menciptakan, menghasilkan, menemukan gagasan kadang kala suatu gagasan datang pada
saat yang tak terduga. Kadang kala juga datang
membutuhkan waktu panjang untuk mengembangkan suatu gagasan (Laurens, 2011).
Dari 15 indikator yang ada terdapat 3
indikator yang berkategorikn cukup baik dan 2
indikator yang berkategorikan kuarang baik
dan selebihnya berkategorikan baik. Adapun
penyebab kurang tercapainya beberapa indikator dari sikap kreatif yaitu peserta didik
belum siap dalam proses pembelajaran tersebut
disebabkan karena peserta didik belum belajar,
kurang terbiasanya peserta didik dengan model
yang diterapkan oleh guru karena model
pembelajaran yang baru tidak bisa langsung
diterima oleh peserta didik dan model yang
baik dapat menumbuh-kan kegiatan belajar
siswa (Suryosubroto, 2009), tidak ada atau
kurangnya kesempatan yang diberikan oleh
guru dalam pencapaian indikator ini karena
faktor pengelolaan waktu juga mempengaruhi
keterlaksanaan, hal ini sesuai dengan salah satu
kelemahan model discovery learning yaitu
bukan hanya membutuhkan waktu yang lama,
melainkan siswa kurang memiliki kemampuan
dalam mengikuti pembelajaran discovery
(Wahyuni, 2015), peserta didik tidak bisa
menerima maksud pertanyaan atau pernyataan
yang diberikan oleh guru, adanya faktor
eksternal lain atau memang peserta didik yang
tingkat IQ dan EQ nya rendah.
Dilihat dari keeratan hubungan antara
angket dan lembar observasi sikap kreatif
peserta didik digunakan analisa korelasi
Product Moment Pearson dengan program
SPSS 17, hasil korelasi yang diperoleh adalah
0,74. Berdasarkan tabel pedoman interpretasi
koefisien relasi, nilai r 0,724 memiliki tingkat
hubungan kuat karena berada di rentang 0,600,79 (Sugiyono,2013). Hal ini menunjukkan
bahwa sikap kreatif peserta didik yang dinilai
dari pengamatan observer selaras dan memiliki hubungan yang kuat dengan pengakuan
sikap kreatif peserta didik melalui angket.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bahwa
sikap kreatif yang ada pada peserta didik kelas
XI MIA 5 SMAN 2 Kota Jambi dapat
dikatakan telah berkembang dengan baik.
Pengaruh keterlaksanaan model discovery
learning terhadap sikap kreatif peserta
didik.
Hasil korelasi antara keterlaksanaan
model discovery learning peserta didik dengan
1654
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Korelasi
0.615244
0.632621
0.652103
0,633
6. REFERENSI
Anwar, H., 2009, Penilaian Sikap llmiah Dalam
Pembelajaran Sains, Jurnal Pelangi Ilmu No 5, Vol
2, hal 103-114.
Asrori, M., 2007, Psikologi Pembelajaran, Bandung: CV.
Wacana Prima.
Danim, S., 2013, Perkembangan Peserta Didik..
Bandung: CV.Alfabeta.
Daryanto, 2014, Pendekatan Pembelajaran Saintifik
Kurikulum 2013, Yogyakarta: Gava Media.
Fathur. R, Hadi. S, Ellianawati. 2012. Unnes Physics
Education Journal. Penerapan Model Discovery
Terbimbing Pada Pembelajaran Fisika untuk
Meningkatkan Kemampuan berfikir Kreatif. ISSN
NO 2257-6935, Vol 1, Hal 1-5, Universitas Negeri
Semarang.
Kurniasih, I dan Sani, B., 2014, Perancangan
Pembelajaran Prosedur Pembuatan RPP yang sesuai
dengan Kurikulum 2013, Jakarta : Kata Pena.
Lee, K.-H. (2005). The relationship between creative
thinking ability and creative personality of
preschoolers. International Education Journal, 6(2),
194-199.
Ngalimun, Fadilah, H., & Ariani, A. (2013).
Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas.
Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Rachmawati, Y dan Euis, K. 2010. Strategi
Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman
Kanak-Kanak, Jakarta : Kencana.
Rochmad. (2013). Keterampilan Berpikir Kritis dan
Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah
Seminar Nasional, rachmad_manden@yahoo.com.
Rostiyah, N, K. 2008, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
: Rineka Cipta.
Runco, M. A., & Pritzker, S. R. (1999). Encyclopedia of
Creativity (Vol. 1). California: Academic Press.
Solso, R. L. (1995). Cognitive Psychology (4 ed.). USA:
Allyn and bacon.
Sternberg, R. J., & Sternberg, K. (2012). Cognitive
Psychology (6 ed.). Canada: Wadsworth, Cengage
Learning.
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung
: Alfabeta.
Suryosubroto, B., 2009, Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wahyuni, W.A., Winarsih, Rosdiana,L, Pengaruh Model
Discovery Learning terhadapa hasil Belajar Siswa
Materi Energi Dalam Kehidupan Kelas VII SMPN 2
Taman, No 2, Vol 3, Universitas Negeri Surabaya.
Widadnyana, W., Sadia, W dan Suastra, W., 2014,
Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap
Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa
SMP. e-Journal program pasca sarjana, Vol 4,
Universitas Pendidikan Ganesha.
Yudhawati, R dan Haryanto, D. 2011. Teori-teori dasar
psikologi pendidikan. Jakarta : PT. Prestasi
Pustakarya.
Zuchdi, D., 2011, Pendidikan Karakter dalam Perspektif
Teori dan Praktik. Yogyakarta : UNY Press.
1655
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Pengembangan metode penumbuhan
kristal tunggal dari suatu senyawa telah banyak
diteliti dalam bidang material, dikarenakan
struktur dan analisis kimia suatu material dapat
lebih mudah dilakukan dan lebih akurat jika
berada dalam bentuk kristal tunggal. Selain itu
juga dapat diteliti sifat fisika dan kimia
material tersebut. Dalam penumbuhan kristal
tunggal dapat dilakukan secara metode gel,
pelelehan, penguapan atau pemanasan dan
pelarutan. Gel merupakan sistem semipadat
sangat kental dan memiliki pori yang
memungkinkan bebas dari elektrolit dan dapat
mempertahankan nukleasi kristal. Salah satu
jenis gel yaitu hidrosilika gel seperti sodium
metasilikat yang dapat dilarutkan dalam air
sehingga mengubah pH dan gel dapat dibentuk
[1].
Penumbuhan kristal tunggal CuO
dilakukan dengan metode gel menggunakan
sodium metasilikat. Tembaga oksida (CuO)
sebagai oksida penting yang mengandung
logam transisi dengan celah sempit atau
narrow band gap (Eg = 1,2 eV). CuO yang
bersifat fotokonduktif dan fotokimia telah
dipelajari secara intensif karena dapat
diaplikasikan sebagai katalis hidrogen, sensor
gas, bahan elektroda, bahan sel surya [2]
Pada penelitian ini, Cu(II) sebagai ion pusat
karena memiliki energi kisi lebih tinggi
dibanding logam alkali, bersifat katalitik
1656
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Pembuatan larutan supernatan tembaga
(II) asetat
Padatan tembaga(II) asetat ditimbang
sebanyak 36,68 g dan dilarutkan dengan
akuades hingga 100 mL dalam gelas kimia 100
mL.
Preparasigel metasilikat
Larutan Na2SiO3 1 M sebanyak 9,4 mL
dimasukkan
dalam
gelas
100
mL.
Ditambahkan 28,1 mL akuades dan 1,3 mL
asam asetat. Kemudian diaduk dengan
magnetic stirrer hingga diperoleh pH 6,5; 6,8;
7; 7,3; dan 7,5. Larutan masing-masing pH
diambil sebanyak 7,75 mL dan dimasukkan
dalam tabung gelas tunggal dan ditutup dengan
aluminium foil pada temperatur ruang selama
5 hari hingga terbentuk gel.
Penumbuhan kristal tunggal CuO
Larutan supernatan tembaga(II) asetat
(Cu(CH3COO)2) sebanyak 12,5 mL dilarutkan
dengan larutan NaOH sebanyak 6,3 mL
dengan variasi konsentrasi 2 M ; 1,5 M ; 1 M ;
0,5 M terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan
dalam tabung gelas tunggal setiap pH secara
perlahan melalui dinding tabung. Ditutup
kembali dengan aluminium foil pada
temperatur ruang selama 15 hari hingga
terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk
dipisahkan dari gel dengan cara dilarutkan
dalam akuades hangat( 60 C) dan disaring
dengan kertas saring. Kemudian padatan dicuci
dengan etanol 96% dan dikeringkan dalam
oven pada temperatur 100 C. Padatan
disimpan dalam desikator hingga diperoleh
massa konstan. Kristal dianalisis dengan
1657
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
[NaOH] = 1
M
6,4 6,6 6,8 7 7,2 7,4 7,6
pH
3450
3425
1650
1325
575 500
3450
3425
1650
1325
< 700
Hasil
Mengandung air
Vibrasi OH dengan
logam Cu
Cu O stretching
monoklinik
Counts
CuO
400
200
0
10
20
30
Position [2Theta]
40
1659
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Hasil Penelitian
2 ()
I (%) d ()
32.1275 45.48 2.786
35.5375 90.29 2.523
38.3381 53.50 2.347
38.8655 54.19 2.317
46.0640 8.55
1.97
2 ()
32.509
35.539
38.371
38.941
46.264
JCPDS
I (%)
8.0
100.0
100.0
100.0
3.0
d ()
2.752
2.524
2.323
2.311
1.96
4. KESIMPULAN
Kristal CuO berwarna hitam berhasil
ditumbuhkan dengan metode gel pada
permukaan gel metasilikat. Kristal CuO yang
terbentuk, memiliki massa 0,49 gram,
dihasilkan pada kondisi pH 7,0 dengan
konsentrasi NaOH 1 M. Kenaikan pH dan
konsentrasi NaOH sebanding dengan massa
oksida logam yang terbentuk. Hasil
karakterisasi dengan FT-IR, XRD, AAS dan
SEM menunjukkan bahwa kristal hasil
penumbuhan mengandung oksida logam CuO.
Sampel
1
2
CuO
non
gel
CuO gel
Absorbansi
0,0266
0,0123
5. REFERENSI
Konsentrasi
(ppm)
1,5955
0,7348
(a)
(b)
1660
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
PENDAHULUAN
Antioksidan merupakan senyawa yang
dapat menghambat reaksi oksidasi dengan
mengikat radikal bebas dan molekul yang
sangat reaktif. Berkaitan dengan reaksinya di
dalam tubuh, status antioksidan merupakan
parameter penting untuk memantau kesehatan
seseorang. Tubuh manusia memiliki sistem
antioksidan untuk menangkal reaktivitas
radikal bebas, yang secara berlanjut dibentuk
sendiri oleh tubuh. Jika jumlah senyawa
oksigen reaktif
ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh,
kelebihannya akan menyerang komponen lipid,
protein maupun DNA sehingga mengakibatkan
kerusakan-kerusakan yang disebut dengan
stress oksidatif (Winarsi, 2007 dalam
Sudirman, 2011).
Sumber-sumber antioksidan dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
antioksidan
sintetik (antioksidan
yang
diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan
antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi
bahan alami). Beberapa contoh antioksidan
sintetik yang diijinkan penggunaannya untuk
makanan dan penggunaannya telah sering
digunakan yaitu butil hidroksi anisol (BHA),
propel galat, tert-butil hidroksi quinon (TBHQ)
dan tokoferol. Senyawa antioksidan yang
diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal
dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah
dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan,
tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat
dimakan.
Antioksidan
alami
tersebar
1661
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah kulit ranting kayu manis, metanol, HCI
2N, dan NaOH 2N. Sedangkan bahan yang
digunakan untuk analisa adalah dimetil
sulfoksida (DMSO), metanol, -tokoferol,
larutan DPPH (1,1-dyphenil-2-picrylhydrazil),
aquades, pereaksi mayer, kloroform ammonia
0,05M, asam sulfide 2N, metanol, kloroform,
logam magnesium, asam klorida pekat, larutan
besi (III) klorida 1%, dan pereaksi lieber
mann-Burchard (asam asetat dan asam sulfat
pekat). Alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini meliputi rotari evaporator, dan
oven sedangkan alat-alat yang digunakan
untuk analisa adalah spektrofotometer UV-Vis,
labu ukur, pipet mikro, vial, gelas piala, gelas
ukur, neraca analitik, Erlenmeyer, corong
pisah, tabung reaksi, kertas saring Whatman
no. 41, pipet tetes, penangas air, plat tetes dan
saringan tepung.
Penelitian ini menggunakan rancangan
percobaan acak lengkap (RAL) faktorial
dengan dua faktor yaitu suhu dan pH dengan
taraf perlakuan masing- masing adalah faktor
pH (P); P1= pH 3, P2= pH 5, P3= pH 7, dan
faktor suhu (T); T1= 100oC, T2= 110oC, T3=
120oC .Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali,
sehingga diperoleh 27 satuan percobaan.
Analisis data dilakukan dengan metode
analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut
DNMRT pada taraf 1% dan5% .
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap dalam
pembuatan sampel, tahap pertama adalah
persiapan sampel. Kulit kayu manis yang
digunakan adalah kulit ranting tanaman kayu
manis (grade C) asal Kabupaten Kerinci
1662
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2
3
9,036
9,568
18,072
19,136
Aktivitas Antioksidan
Metode yang digunakan dalam
pengujian aktivitas antioksidan adalah
menggunakan metode radikal DPPH, karena
metode ini merupakan metode yang sederhana,
1663
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 3. Persen inhibisi ekstrak metanol masing-masing sampel dan standar antioksidan -tokoferol dan kontrol
tanpa perlakuan dengan metode DPPH pada variasi konsentrasi.
Kon
sentrasi
(ppm)
0
100
200
300
400
500
P1T1
0
87,40
87,94
89,16
89,50
90,25
P1T2
0
87,30
87,84
88,28
89,47
90,21
P1T3
0
87,20
88,01
88,32
89,40
90,42
P2T1
0
87,37
88,49
88,96
90,25
91,33
P2T2
0
87,37
88,35
89,16
90,45
91,26
Nilai
inhibisi
pada
Tabel
3
menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
konsentrasi sampel yaitu sampai 500 g/mL
dapat
menurunkan
absorbansi
DPPH
(C18H12N5O6) atau meningkatnya persen
inhibisi sampel. Penurunan nilai absorbansi
dikarenakan penangkapan radikal pada DPPH
oleh sampel uji yang menyebabkan jumlah
ikatan rangkap diazo pada DPPH berkurang
sehingga terjadi pemucatan warna DPPH yang
berakibat nilai absorbansi turun. Dari hasil uji
sampel ekstrak metanol kulit ranting tanaman
kayu manis dinyatakan mempunyai aktivitas
antioksidan karena dapat menyebabkan
berkurangnya ikatan rangkap pada DPPH.
Hasil pengujian aktivitas antioksidan
menunjukkan bahwa persen inhibisi sampel
ekstrak metanol kulit ranting tanaman kayu
manis pada konsentrasi 100 g/mL mempunyai
nilai persen inhibisi lebih tinggi dibandingkan
persen inhibisi standar antioksidan
tokoferol. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
metanol kulit ranting tanaman kayu manis asal
Kabupaten Kerinci mempunyai kemampuan
aktivitas antioksidan yang tinggi.
P2T3
0
87,17
88,21
89,23
89,98
91,26
P3T1
0
87,50
88,35
89,06
90,21
91,60
P3T2
0
87,61
88,45
89,03
90,08
91,47
P3T3
0
87,34
87,98
88,59
90,28
91,03
tokoferol
0
83,92
86,25
87,27
88,72
90,92
Persamaan Regresi
Koefisien
Korelasi
IC50
(ppm)
Y= 41,20 + 0,134x
Y= 41,28 + 0,131x
Y= 41,14 +0,131 x
Y= 41,11 + 0,131x
Y= 41,13 + 0,133x
Y= 41,12 + 0,133x
Y= 41,04 + 0,133x
Y= 41,12 + 0,133x
Y= 41,20 + 0,133x
Y= 41,02+ 0,133 x
Y= 39,27 + 0,134x
0,684
0,676
0,676
0,677
0,683
0,684
0,683
0,683
0,682
0,683
0,703
65,844
66,566
67,734
67,820
66,656
66,642
67,334
66,632
66,184
67,676
79,944
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
IC50
(ppm)
Suhu (oC)
Ket :
:pH 3
: pH 5
: pH 7
Gambar 2. Grafik pengaruh pH dan suhu terhadap
aktivitas antioksidan kulit ranting kayu manis.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Ekstraksi senyawa aktif antioksidan dari lintah laut
(Discodoris sp.) asal perairan kepulauan seribu.
skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Harborne JB. 1987. Metode Fito kimia. ITB,
Bandung.
Hernani RM. 2005. Tanaman Berkhasiat
Antioksidan. Penebar swadya, Jakarta.
Ketaren S. 1986. Pengantar teknologi minyak dan
Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Miksusanti, Elfita dan Hotdelina S. 2013. Aktivitas
Antioksidan dan Sifat Kestabilan Warna
Campuran Ekstrak Etil Asetat Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Kayu
Secang (Caesalpinia sappan L.). Jurnal
Penelitian Sains Jurusan Kimia Universitas
Sriwijaya, Sumatera Selatan.
Pratt DE. 1992. Natural Antioksidants from plant
Material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan
Lee CY. Editor . Phenolic Compounds in food
and Their Effects on Health. American Society,
Washington DC.
Safitri, DE. 2012. Stabilitas Antosianin dan
Aktivitas Antioksidan pada Minuman Sari Buah
duwet (syzygium cumini). Skripsi Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saputra, Andriyanto. 2011. Aktifitas Antioksidan
Ekstrak Metanol Beberapa Bagian Tanaman
Kayu Manis (Cinnamomum burmani) Asal
Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi.
Selvi AT, GS Joseph, and GK Jayaprakarsa, 2003.
Inhibitor of growth and aflatoksin production in
Aspergillus flavus by Granicia indica extract
and its antioksidant activity. J. Food
Microbiology 20 : 455-460.
Sudirman S. 2011. Aktivitas Antioksidan dan
Komponen Bioaktif Kangkung Air (Ipomoea
Aguatica Forsk.). Skripsi. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sukemi R P. 2004. Uji Stabilitas Antioksidan
Pigmen Buah Kuning (Canna coccinea MILL)
(Kajian Jenis Pelaru dan Pemanasan). Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang,
Malang.
Tensiska CH. Wijaya dan A Nuri. 2003. Aktivitas
Antioksidan Buah Andalima (Zanthoxylum
acantthopodium DC) dalam Beberapa sistem
Pangan dan Kestabilan Aktivitasnya terhadap
Kondisi Suhu dan Ph. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 16: 29-39.
Winata H. 2011. Aktivitas Antioksidan Kandungan
Kimiawi Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum
pictum L.Griff.) Skripsi. Fakultas MIPA Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
1666
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate, Medan, Sumatera
Utara, Indonesia, 20221, E-mail: msitumorang@lycos.com
ABSTRACT
The development of innovative and interactive learning material with multimedia based for chemistry teaching
is explained. The study is aimed to obtain a standard, innovative, and interactive learning material with
multimedia based on the teaching of Aromatic compound. The development is carried out to explore and
improve chemistry material on Aromatic compound to meet the need of students to accomplish their competence
as required on national curriculum. The results have shown that the developed learning material is able to
improve students achievement on chemistry. Students achievement on chemistry in experimental groups are
found higher than that in control class, where both groups are significantly different. An innovative and
interactive chemistry learning material is found be able to motivate the students to learn chemistry effectively.
The availability of learning instructions, integration web, and the facility of help in the developed learning
package make the learning material valuable for self study. The students activities are improved and their
learning outcomes are achieved. Students learning style has move from Lecture centre learning to become
Student centre learning.
Key Words: Learning Material, Innovative, Interactive, Multimedia, Learning Outcome, Aromatic Compound
1. PENDAHULUAN
Implementasi Kurikulum Perguruan Tinggi
dalam bentuk Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) sebagai acuan dalam
penyusunan capaian lulusan, sebagaimana
diamantkan dalam Perpres No 08 Tahun 2012
dan Juknis Permendikbud no 73 Tahun 2013,
menuntut Perguruan Tinggi (PT) mempersiapkan lulusan berkualitas baik dan kompeten.
Lulusan PT diharapkan memiliki kemampuan
hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Untuk dapat
memenuhi tuntutan kompetensi maka diperlukan peningkatan pembelajaran. Salah satu
diantarany adalah inovasi bahan ajar yang
interaktif berbasis multimedia yang dapat
dipergunakan oleh mahasiswa dalam meningkatkan aktivitas belajarnya dalam rangka
pencapaian kompetensi yang diinginkan sesuai
kurikulum KKNI. Pembelajaran interaktif
sangat tepat untuk diimplementasikan dalam
pengajaran di Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) untuk mempersiapkan
mahasiswa, kususnya Prodi Pendidikan yang
kelak menjadi guru di sekolah setelah
menyelesaikan studinya. Salah satu upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Penelitian pengembangan bahan ajar kimia
SMA/MA yang inovatif dan interaktif untuk
pengajaran hidrokarbon adalah Research and
Development (R&D), merupakan gabungan
survery, exploratif, dan eksperimental seperti
dijelaskan pada penelitian sebelumnya dengan
modifikasi (Situmorang, dkk., 2015, Situmorang dan Situmorang, 2014). Fokus penelitian
adalah pengembangan bahan ajar inovatif dan
interaktif sebagai kelanjutan penelitian yang
sudah dikembangkan sebelumnya (Situmorang
dan Situmorang, 2014; Situmorang, 2013;
Simatupang dan Situmorang, 2013; Situmorang, dkk., 2013). Penelitian meliputi: (1)
Pengayaan materi ajar pokok bahasan Senyawa
Aromatis sesuai Kurikulum KKNI, (2)
1668
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Menggunakan potensi lokal untuk memperkaya materi pelajaran di dalam bahan ajar
pokok bahasan Senyawa Aromatis, (3) Inovasi
materi pelajaran melalui integrasi kegiatan
laboratorium, integrasi model dan strategi
pembelajaran interaktif agar materi pembelajaran dapat disampaikan secara sederhana,
komunikatif, menarik, dan memotivasi mahasiswa untuk belajar, (4) Menginterface materi
ajar dan penyediaan fasilitas interaktif dengan
alat multimedia menggunakan teknologi informasi (TI), (5) Standarisas, evaluasi dan modifikasi bahan ajar hasil inovasi berdasarkan
standar isi BNSP, (6) Penggunaan bahan ajar
hasil inovasi untuk meningkatkan kompetensi
mahasiswa pada pengajaran Senyawa Aromatis. Penelitian dilakukan di Jurusan Kimia
FMIPA Unimed tahun akademi 2015/2016.
Objek penelitian adalah meliputi textbook
yang memuat pokok bahasan Senyawa
Aromatis yang dipergunakan sebagai buku
pegangan perkuliahan, dosen Kimia Organik,
dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan
Kimia Organik. Mahasiswa yang dilibatkan
dalam penelitian ini dipilih secara purposif dari
Prodi Kependidikan dan Non Kependidikan.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Poko
Bahasan
Senyawa
Aromatis
Tabel 2. Kualitas bahan ajar inovatif pokok bahasan Senyawa Aromatis berdasarkan penilaian Dosen Kimia
Organik (D), Mahasiswa Senior (M). Angka adalah rata-rata dari 35 responden. Kriteria penilaian: 4 =
sangat baik, 3 = baik, 2 = kutang baik, dan 1 = tidak baik.
Komponen
Bahan Ajar
Kimia
Isi
Keterbacaan
1670
Pendapat
Responden
D
M Rataan
3,90
4,00
3,95
3,90
4,00
3,95
3,00
3,33
3,17
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kedalaman
Materi
Disain
Bahasa
- Keterkaitan antar paragraph dalam pokok bahasan dan sub pokok bahasan, dan
penjelasan kontekstual
- Materi kimia disajikan dalam urutan yang sesuai terdiri atas pendahuluan, isi,
contoh soal, latihan, quiz, dan hyperlink
- Ketersediaan aplikasi konsep dan contoh berhubungan dengan kehidupan seharihari
- Kesesuaian antara tata letak, desain, ilustrasi, grafis, dan animasi dengan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan
- Penyajian table, ilustrasi, gambar, yeknologi informasi, multimedia, dan
tatawarna dengan pokok bahasan
- Ketersediaan interaktif yang melibatkan peserta didik untuk belajar mandiri
- Sesuai dengan perkembangan peserta didik
- Mudah dimengert, komunikatif dan baku
- Kejelasan dan ketepatan penggunaan istilah, bahasa dan tatabahasa, simbol,
persamaan reaksi kimia, dan rumus kimia
Rataan
3,50
3,67
3,59
3,50
3,67
3,59
3,50
3,67
3,59
4,00
4,00
4,00
3,50
3,50
4,00
3,50
3,67
3,67
4,00
3,67
3,59
3,59
4,00
3,59
4,00
3,65
4,00
3,78
4,00
3,71
Tabel 3. Hasil belajar mahasiswa berdasarkan evaluasi belajar (pretest, postest 1 dan postest 2) pada pengajaran
Senyawa Aromatis menggunakan Bahan ajar inovatif interaktif. Angka adalah rata-rata pada masingmasing kelompok sampel.
Hasil Belajar Mahasiswa (rata-rata dari kemampuan menjawab soal pilihan berganda)
Prodi A1
Prodi A2
Prodi B
Rata-rata
Jenis Evaluasi (Test)
dan Efektifitas
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Pretest
30,3
30,0
23,0
23,2
24,2
24,8
25,8
26,0
Postest-1
84,0
75,0
82,8
72,5
83,3
73,2
83,4
73,6
Postest-2
75,5
64,8
76,3
69,0
82,5
69,7
78,1
67,8
Efektifitas (%)*
90
86
92
95
99
95
94
92
Keterangan: A1 = Prodi Pendidikan Reguler; A2 = Prodi Pendidikan Ekstensi; dan B = Prodi Non Pendidikan Reguler
*Persentase keefektifan pembelajaran dihitung berdasarkan hasil pencapaian kelompok ekperimen dibandingkan terhadap
kelompok kontrol
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
6. DAFTAR PUSTAKA
Blouin, R.A., Riffee, W.H., Robinson, E.T., Beck,
D.E., Green, C., Joyner, P.U., Persky, A.M., dan
Pollack, G.M., (2009), Roles of Innovation in
Education Delivery, American Journal of
Pharmaceutical Education 73(8): 1-12.
Douthwaite, B., Beaulieu, N., Lundy, M., dan
Peters, D., (2009), Understanding how
participatory approaches foster innovation,
International
Journal
of
Agricultural
Sustainability 7(1): 42-61.
Folb, B.L., Wessel, C.B., dan Czechowski, L.J.,
(2011), Clinical and academic use of electronic
and print books: the Health Sciences Library
System e-book study at the University of
Pittsburgh, J Med Libr Assoc. 99(3): 218-228.
Heijne-Penninga, M., Kuks, J.B.M., Hofman,
W.H.A., Muijtjens, A.M.M., dan CohenSchotanus, J., (2013), Influence of PBL with
open-book tests on knowledge retention
measured with progress tests, Adv in Health Sci
Educ 18: 485495.
Jippes, E., Van-Engelen, J.M.L., Brand, P.L.P., dan
Oudkerk, M., (2010), Competency-based
(CanMEDS) residency training programme in
radiology: systematic design procedure,
curriculum and success factors, Eur Radiol.
20(4): 967-977.
Karimi, R., (2011), Interface between problembased learning and a learner-centered paradigm,
Advances in Medical Education and Practice 2:
117-125.
Kolluru, S., (2012), An Active-Learning
Assignment Requiring Pharmacy Students to
Write Medicinal Chemistry Examination
Questions, American Journal of Pharmaceutical
Education 76(6): 1-7.
Lax, L., Watt-Watson, J., Lui, M., Dubrowski, A.,
McGillion, M., Hunter, J., MacLennan, C.,
Knickle, K., Robb, A., dan Lapeyre, J., (2011),
Innovation and design of a web-based pain
education interprofessional resource, Pain Res
Manage 16(6): 427- 432.
Lehmann, E.D., DeWolf, D.K., Novotny, C.A.
Reed, K., dan Gotwals, R.R., (2014), Dynamic
Interactive Educational Diabetes Simulations
Using the World Wide Web: An Experience of
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diketahui bahwa bahan
ajar
inovatif
interaktif
pokok
hasil
pengembangan sangat efektif dipergunakan
untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa
pada pengajaran Senyawa Aromatis sesuai
tuntutan kompetensi yang diinginkan dalam
kurikulum KKNI. Bahan ajar dilengkapi
fasilitas
pembelajaran
aktif
untuk
meningkatkan kegiatan belajar-mengajar kimia
secara mudah, efisien, dan berpusat pada diri
mahasiswa. Bahan ajar inovatif interaktif dapat
dipergunakan sebagai media pembelajaran di
dalam kelas dan terbukti secara nyata dapat
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mahasiswa terhadap Senyawa Aromatis. Hasil
belajar pada kelompok eksperimen yang
diberikan pengajaran menggunakan bahan ajar
inovatif lebih tinggi dibanding kelompok
kontrol yang diajar menggunakan buku
pengangan mahasiswa. Bahan ajar hasil
pengembangan dapat meningkatkan kegiatan
belajar-mengajar secara mudah, efisien dan
berpusat pada diri mahasiswa sehingga terjadi
1672
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
More Than 15 Years with AIDA Online,
International Journal of Endocrinology, Article
ID 692893, 25 pages (http://dx.doi.org/10.1155/
2014/692893).
Montelongo, J.A., dan Herter, R.J., (2010), Using
Technology to Support Expository Reading and
Writing in Science Classes, Science Activities,
47: 89-102.
Munthe, L.B., dan Situmorang, M., (2015),
Pengembangan Media Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pengajaran
Radioisotop, Prosiding Seminar Nasional dan
Rapat Tahunan BKS PTN-B bidang MIPA di
Universitas Tanjungpura Pontianak Tgl 6-9 Mei
2015, pp. 514-522
Nicholl, T.A., dan Lou, K., (2012), A Model for
Small-Group Problem-Based Learning in a
Large Class Facilitated by One Instructor,
American
Journal
of
Pharmaceutical
Education; 76(6): 1-6.
Ofstad, W., dan Brunner, L.J., (2013), Team-Based
Learning in Pharmacy Education, American Journal
1673
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
ABSTRACT
Purification of CLA (Conjugated Linoleic Acid) synthesized from ricinoleic of castor oil by column
chromatography silicagel impregnated with Silver Nitrate with have conducted. Ratio of eluent hexane :
acetonitril was 49: 1 to 40: 10 with inreasing was one mL. The most excellent resolution is ratio of eluent
hexane - acetonitrile 40: 10. Yied of CLA obtained is 76.05% with a purity level of 90.68% as compared to
the Standard CLA with a purity of 84.52%.
Keywords: CLA, ricinoleic, impregnation and silver nitrate
1. PENDAHULUAN
Senyawa CLA (Conjugated Linoleic
Acid) hasil sintesis dari risinoleat minyak jarak
masih tercampur dengan komponen lain sesuai
dengan komposisi minyak jarak dan dari hasil
samping reaksi dehidrasi dan isomerisasi.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
CLA dapat terpisah dengan resolusi yang
tinggi bila dianalisa dengan GC dan GC MS
dengan kolom kapiler baik fasa normal
maupun fasa terbalik (Cristie et al., 2000,
Dobson, 1998, Ozgul 2005 dan Sehat et al.,
1998).
Resolusi juga relatif baik
bila
dianalisis dengan
Ag+ HPLC dengan fasa
normal atau terbalik dengan merangkai
minimal tiga buah kolom (Yuruwecs dan
Morehouse, 2001, Adolft et al., 2002,
Vereshhchagin dan Pchelkin, 2003 dan Cristie
et al., 2007). Analisis dengan GC dan GC
MS tidak preparatif dan harus melalui
derivatisasi sehingga pemisahan CLA tidak
cocok dilakukan dengan cara tersebut.
Selanjutnya walapun HPLC adalah preparatif
namun hanya dalam skala kecil dan harga
peralatannyapun sangat mahal. Pemisahan
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Kolom
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 1. Komposisi CLA hasil pemisahan dengan kromatografi Kolom Fasa diam silikagel yang diimpregnasi
AgNO3 dengan variasi Eluen n-Heksana : Asetonitril
H : As(V/V)a
No Vial
40 : 10
7
8
7
8
7
8
42 : 8
43 : 7
Standar CLA
a. H (n-Heksana) dan As (Aseton)
b. Berdasarkan luasan puncak
c. Optimal
Berdasarkan sampling analisis terhadap hasil
KLT yang resuolisinya baik maka maka
perbandingan eluen n-heksana : Asetonitril
paling optimal adalah 40: 10 karena relatif
stabil pada vial 7 dan 8 dengan tingkat
pencapaian terbaik dibanding standar adalah :
[76,05/90,68] x 100 % = 84,52 %.Selanjutnya
dilakukan analisis
CLA hasil pemurnian
dengan spektroskopi FTIR hasil pemurnian
adalah
untuk
mengkonformasi
gugus
CLA (%)b
9t/c 11c/t
9t 11t
56,60
19,45
56,56
14,77
59.32
16,02
49,03
9,59
54,54
21,12
55,18
8,30
90,68
16,38
Total CLA
(%)b
76,05c
71,77
75,04
58,62
75,66
63,40
90,68
1676
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
[a]
C=C-C=C
Overtone
C=O
C=O
[b]
C=C-C=C
Ovetone
C=O
C=O
Gambar 1. Spektra FTIR [a]. CLA standar dan [b]. hasil pemisahan
dengan perbandingan eluen (v/v)heksana : asetonitril : 40 : 10
Penampilan spektra FTIR hasil
pemurnian (gambar 1a) identik dengan standar
CLA (gambar 1b) khususnya serapan alkena
konjugasi yaitu pita ganda pada bilangan
gelombang sekitar 1600an cm-1 yang
mengindikasikan secara kualitatif bahwa
keduanya mengandung komponen yang sama
yaitu CLA. Secara spesifik persamaan spektra
adalah serapan alkena terkonjugasi (C=CC=C) yaitu dengan munculnya serapan ganda
yaitu 1851,07 cm-1 dan 1612,49 cm-1 untuk
standar (gambar 1a) dan 1658,78 cm-1 dan
1558 cm-1 untuk hasil pemisahan (gambar 1b).
Pita serapan 3464,15 cm-1 (Gambar 1a) dan
3448,72 cm-1
(gambar 1b) masing masing
adalah penguatan (overtone) dari serapan
gugus karbonil (C=O). Hasil verifikasi
menunjukkan kesamaan pola spektra FTIR
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
maks
[a]
maks
Gambar 2. [b]
Spektra UV [a]. CLA standar dan [b]. hasil pemurnian
dengan perbandingan eluen heksana : asetonitril 40 : 10 (v/v).
Spektra UV standar CLA (gambar 2a)
menunjukkan bahwa panjang gelombang
maksimum (maks) adalah 233 nm (A = 0789).
Harga panjang gelombang maksimum untuk
hasil pemurnian dengan kromatografi kolom
silikagel yang diimpregnasi perak nitrat
(AgNO3) dengan eluen heksana : asetonitril =
95 : 5 (v/v) (gambar 2b) juga adalah identik
yaitu 231 nm (A = 0,955). Kesamaan pola
spektra UV dari standar CLA [a] dan hasil
pemurnian [b] menunjukkan secara kualitatif
bahwa keduanya terdapat senyawa CLA.
Perbedaan panjang gelombang maksimum
(maks) sebesar 2 nm yaitu 233 nm untuk
standar CLA dan 231 nm untuk hasil hasil
pemurnian dengan kromatografi kolom
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Lin. T. Y; C. W. Lin and Y. J. Wang; 2003;
Production of Conjugated Linoleic Acid by
Enzyme Ekstract of Lactobacillus Acidophilus
CCRC 14079; Food Chem. 83 : 27 31.
Pilar. L; J. Fontheca; M. Juarez and M. A. de la
Fuente; 2005; Conjugated Linoleic Acid in Ewe
Milk Fat; J. Dairy Research 72 : 415 424.
Priest.W. G and J. D. Von Mikusch;1997;
Composition and Analysis of Dehydrated
Castor Oil; Woburn Degreasing Company of
New Jessey New York.
Rincon. M. A. C; I. R. Garcia and J. L. GuilGuerro; 2009;
Purification of GLA
Triglycerides from Evening Primrose Oil by
Gravimetric Colomn Chromatography; JAOCS
86 : 605 609.
Roach. J.A.G; M.P. Yuruwecz; J.G.K. Kramer;
M.M. Mossoba
and Y. Ku; 2000; Gas
Chromatography High Resolution Selection
Mass Spectometric Identification of Trace 21:0
and 20:2 Fatty Acid Eluting With Conjugated
Linoleic Acid Isomers; Lipids 35 :797 -802.
Sehat. N; J. K. G. Kramer; M. M. Mossoba; M.
P. Yurawecz; J. A. G. Roach; K. Eulitz; K. M.
Morehouse and Y. Ku; 1998; Identification of
Conjugated Linoleic Acid Isomers in Cheese by
Gas Chromatography , Silver Ion High
Performance Liquid Chromatography and Mass
Spectral Reconstructed Ion Profiles Camparison
of Chromatographic Elution Sequences; Lipids
33: 963 - 971.
Sitorus. M; S. Ibrahim; H. Nurdin dan D. Darwis;
2011a; Isomerisasi Linoleat Minyak jarak Hasil
Dehidrasi Menjadi Asam Linoleat Terkonjugasi
dan Pemisahannya dengan Kromatografi Kolom
Fasa Diam Silikage Terimpreknasi Perak Nitrat;
Jurnal Matematika dan Sains 16 (1): Inpress
Yuruwecz .M. P and K. M. Morehouse; 2001;
Silver-Ion HPLC of Conjugated Linoleic Acid
Isomers; Eur J Lipid Sci Technol 103 : 609 613.
1679
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Peningkatan konsentrasi Kadmium di
perairan, tanah dan makanan disebabkan oleh
berbagai macam kegunaannya pada beberapa
cabang aplikasi industri. Paparan Kadmium
telah terbukti memiliki efek buruk pada
jantung, paru-paru, tulang dan terutama ginjal.
Setelah terakumulasi dalam hati dan ginjal,
kemudian diekskresikan sangat lambat dan
prosesnya dapat berlangsung bahkan untuk 2030
tahun[1].
Selain
itu,
Kadmium
diklasifikasikan sebagai bahan karsinogen
(Kelompok IA) oleh Badan Internasional untuk
Penelitian Kanker[2]. Oleh karena efek
toksisitas yang tinggi, perlu dilakukan
pemantauan
dan
evaluasi
konsentrasi
Kadmium di lingkungan. Nilai ambang batas
kadar kadmium untuk air minum adalah 3 gL1[3]
.
Metoda analisis yang biasa dilakukan
untuk logam kadmium adalah spektrofotometri
serapan atom (SAA). Dengan kondisi sampel
lingkungan yang kadar kadmiumnya sangat
sedikit dan matriks yang rumit, umumnya
diperlukan suatu metode prakonsentrasi
sebelum
analisis
dilakukan.
Metode
prakonsentrasi melalui ekstraksi fasa padat
1680
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
OH
HCHO
Formaldehid
Asam salisilat
140 C, HCl
COOH
COOH
OH
2.3. Instrumentasi
Karakterisasi gugus fungsi polimer
dilakukan
menggunakan
spektrometri
inframerah transformasi Fourier (FTIR
Prestige 21 Shimadzu), analisis kadar ion
logam Cd(II) dilakukan dengan menggunakan
Spektrofotometer serapan atom (double beam
GBC-902).
C
H2
C
H2
OH
C
H2
PASF
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3.2 Optimasi pH
Dari hasil karakterisasi dipilih pH
optimum 5 karena di atas pH 5 kemampuan
penyerapan tidak signifikan berbeda. pH 4
tidak dipilih karena rawan terjadi penurunan
kemampuan penyerapan yang drastis jika
larutan yang di buat kurang dari pH 4.
Sedangkan pH 6 tidak dipilih karena
dikhawatairkan pada pH yang sedikit lebih
tinggi dari 6 mulai terjadi pengendapan Cd(II)
menjadi Cd(OH)2 terlihat dari grafik yang
sudah sedikit menurun di pH 6. Kurva pH
terhadap kapasitas retensi ion Cd(II) dapat
dilihat pada Gambar 3 dibawah ini :
Gambar 3. Optimasi pH
3.3 Kapasitas Retensi
Kapasitas adsorpsi PASF ditentukan
dengan metode batch pada rentang konsentrasi
5-250 ppm. Jumlah ion Cd(II) yang diadsoprsi
per satuan massa PASF meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi awal Cd(II),
peningkatan ini terus berlangsung sampai
1682
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Health, health, 1(3), 159-166, 1997.
[4] Chowdhury, D.A., Hoque, M.I.., Fardous, Z.,
Solid Phase Extraction of Copper, Cadmium
and Lead using Amberlite XAD-4 Resin
Functionalized
with
2HydroxybenzaldehydeThiosemicarbazone and
Its Application on Green Tea Leaves, Jordan
Journal of Chemistry, 8 (2), 90-102, 2013
[5] Bhavna A. Shah, Ajay V. Shah, (2007), Studies
of Chelation Ion-exchange Properties of
Copolymer Resin Derivated from Salicylic Acid
and its Analytical Applications. Irian
Polymer Journal, 16(3), 173-184.
[6] Bhavna A. Shah, Ajay V. Shah, Studies of
Chelation
Ion-exchange
Properties
of
Copolymer Resin Derivated from Salicylic Acid
and its Analytical Applications. Irian Polymer
Journal, 16(3), 173-184. 2007.
[7] Awadallah, R. M., Conductometric and
SpectrophoStudies on Copper(II), Zinc(II), and
Cadmium(II)
Complexes
of
4-(2pyridilazo)resorcinol,
Asian
Journal
of
Chemistry, 4 (3), 511-517, 1992.
[8] Amran, M.B., Panggabean, A.S., Sulaeman, A.,
Rusnadi., Preparation of a Chelating Resin and
its Application as a Preconcentration System for
Determination of Cadmium in River Water by
Flow Injection Analysis, International Journal of
Environmental Research., 5(2), 531-536, 2011.
[9] Yan, H., Row, K.H,Characteristic and
Synthetic Approach of Molecularly Imprinted
Polymer, Int. J. Mol. Sci. 155-178, 2006.
[10] Fang, Flow Injection Separation and
Preconcentration, VCH, Weinheim, 1993.
[11] Bhavna A. Shah, Ajay V. Shah, Studies of
Chelation
Ion-exchange
Properties
of
Copolymer Resin Derivated from Salicylic Acid
and its Analytical Applications. Irian Polymer
Journal, 16(3), 173-184, 2007.
[12] Karipcin F., Kabalcilar E., Spectroscopic and
Thermal on solid complexes of 4-(2-pyridylazo)
resorcinol with some transition metals, Acta.
Chem. Slov., 54 : 242, 2007.
1683
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Inovasi ajar berbasis kontekstual perlu
mendapat perhatian agar teori yang dipelajari
mahasiswa dapat diterapkan dengan kehidupan
sehari-hari. Ketersediaan bahan ajar Kimia
Umum berkualitas baik akan dapat menolong
mahasiswa di dalam pembelajaran, sehingga
kompetensi dapat tercapai sesuai tuntutan
kurikulum KKNI. Pembelajaran kontesktual
sebagai salah satu model pembelajaran sangat
tepat
untuk
diimplementasikan
dalam
pengajaran di Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan
(LPTK)
dalam
rangka
mempersiapkan mahasiswa menjadi guru di
sekolah. Salah satu upaya untuk meningkatkan
mutu lulusan FMIPA adalah melalui
pengadaan bahan ajar bermutu berbasis
kontekstual yang dapat mendorong mahasiswa
menghubungkan materi ajar dengan kehidupan
nyata. Pengajaran Kimia Umum perlu
mendapat perhatian karena Kimia Umum
merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh
mahasiswa di Fakultas matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Negeri
Medan
(UNIMED).
Untuk
meningkatkan
kompetensi
mahasiswa
diperlukan bahan ajar bermutu agar
pembelajaran
kimia
lebih
bermakna,
mahasiswa
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
pebelajar dengan
yang dialaminya
(Achterberg, dkk., 2014). Beberapa
penelitian telah berhasil menggunakan
pendekatan kontekstual dalam mempelajari
berbagai bidang ilmu seperti bahasa (Hills,
dkk., 2010), farmasi (Cushman, dkk.,
2011), kedokteran (Mitsushima, dkk.,
2011), psikology (Zelikowskya, dkk.,
2013) dan bidang ilmu lainnya.
Kenyataan
menunjukkan
penguasaan
mahasiswa dalam materi Kimia Umum belum
memuaskan yang ditunjukkan dari hasil belajar
mahasiswa yang relatif rendah dalam ujian
bersama yang dilakukan setiap semesternya.
Hal ini mungkin disebabkan oleh penyajian
materi sulit, membosankan dan menakutkan,
sehingga mahasiswa kurang menguasai konsep
dasar kimia, dan akhirnya belajar kimia
menjadi tidak menarik lagi bagi kebanyakan
mahasiswa. Tidak tersedianya bahan ajar
Kimia Umum yang baik standar sesuai
tuntutan kurikulum semakin membuat
mahasiswa sulit belajar. Dengan demikian
diperlukan buku teks standar yang baik dan
inovatif untuk menjembatani mahasiswa pada
kehidupan sehari (kontekstual) melalui
ketersediaan bahan ajar Kimia Umum dalam
bentuk buku teks dan buku elektronik
(Textbook dan E-Book). Keterwujudan
pengadaan buku ajar ini dimulai dari inovasi
bahan ajar untuk pokok bahanasan dan sub
pokok bahasan yang dibuat berbasis
kontekstual, kemudian dikemas menjadi bahan
ajar dalam bentuk elektronik (e-book). Tujuan
penelitian adalah untuk mendapatkan bahan
ajar berbasis kontekstual yang standar dan
inovatif agar dapat dipergunakan sebagai
media pembelajaran dalam meningkatkan hasil
belajar mahasiswa pada pengajaran Sistem
Kesetimbangan.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian
bersifat
Research
and
Development (R&D), yaitu menginovasi bahan
ajar berbasis kontekstual yang baik dan standar
untuk dipergunakan meningkatkan hasil
belajar mahasiswa mengikuti prosedur yang
dilakukan
sebelumnya
(Sinaga
dan
Situmorang, 2015). Penelitian meliputi
pengembangan dan pengayaan materi kimia
berbasis kontekstual, integrasi teknologi
informasi pada sumber kontekstual secara
online, evaluasi dan standarisas bahan ajar
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
baik dari buku teks, internet dan jurnaljurnal yang sehingga menjadi bahan
inovatif. Bahan ajar dijadikan lebik
kontekstual yang menghubungkan gejala
kimia
yang
melibatkan
sistem
kesetimbangan kimia di dalam kehidupan
sehari-hari. Bahan ajar inovatif dikemas
dengan baik agar informatif untuk dibaca
oleh mahasiswa, sehingga dapat membantu
mahasiswa belajar dengan madiri dan
membantu mempermudah mahasiswa
untuk menguasai materi kesetimbangan
kimia.
Tabel 1. Deskripsi komponen pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual pada pengajaran Sistem
Kesetimbangan Kimia Mata Kuliah Kimia Umum berdasarkan KKNI
No
1
Pokok Bahasan/
Subpokok Bahasan
Konsep Dasar
Kesetimbangan
Jenis-jenis Reaksi
Kesetimbangan
Tetapan
Kesetimbangan
Pergeseran
Kesetimbangan
Aplikasi
Kesetimbangan di
Industri
Tabel 2. Penilaian responden terhadap kualitas bahan ajar hasil pengembangan untuk pengajaran
Sistem Kesetimbangan Kimia. Angka adalah rata-rata dari kelompok responden (total 91
responden). Kriteria penilaian: 4 = sangat baik, 3 = baik, 2 = kutang baik, dan 1 = tidak baik.
Komponen Bahan
1686
Pendapat
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Ajar Kimia
Responden
Ds
Mhs Rataan
3,80
3,75
3,78
Isi
- Kelengkapan isi berdasarkan pokok bahasan dan sub pokok bahasan sesuai
kurikulum
- Keakuratan isi untuk menjadi bahan rujukan, integrasi muatan lokal,
percobaan laboratorium, aplikasi kontekstual, dan kesesuaian media dan
strategy pembelajaran
3,80
3,67
3,74
3,80
3,65
3,73
Keterbacaan
- Ukuran kalimat, pragraf, ilustrasi, penjelasan gambar dan tabel, contoh soal
dan penyelesaian
- Keterkaitan antar paragraph dalam pokok bahasan dan sub pokok bahasan,
dan penjelasan kontekstual
3,80
3,6
3,70
3,72
3,86
Kedalaman Materi
- Materi kimia disajikan dalam urutan yang sesuai terdiri atas pendahuluan, isi, 4,00
contoh soal, latihan, quiz, dan hyperlink
- Ketersediaan aplikasi konsep dan contoh berhubungan dengan kehidupan
3,60
sehari-hari
3,42
3,51
3,80
3,75
3,78
Disain
- Kesesuaian antara tata letak, desain, ilustrasi, grafis, dan animasi dengan
pokok bahasan dan sub pokok bahasan
- Penyajian table, ilustrasi, gambar, yeknologi informasi, multimedia, dan
tatawarna dengan pokok bahasan
- Ketersediaan interaktif yang melibatkan peserta didik untuk belajar mandiri
4,00
3,72
3,86
3,60
3,6
3,60
Bahasa
3,60
3,20
3,60
3,67
3,37
3,5
3,64
3,29
3,55
3,72
3,62
3,67
Rata-rata
Keterangan: Ds= Dosen Kimia Umum, Mhs = Mahasiswa Jurusan Kimia Semester III dan IV
Tabel 3. Hasil belajar mahasiswa (nilai) berdasarkan evaluasi belajar (pretest, postest 1 dan postest 2)
pada pengajaran Sistem Kesetimbangan Kimia Mata Kuliah Kimia Umum II. Angka adalah
rata-rata pada masing-masing kelompok sampel.
Jenis Evaluasi
dan Efektifitas
Prodi A
Ekspen
Kontrol
1687
Rata-rata
Ekspen
Kontrol
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Pretest
30,10
33,40
31,03
30,64
31,04
29,26
30,72
Postest-1
76,15
63,75
77,04
61,76
80,36
83,14
77,85
Postest-2
78,15
77,53
79,53
75,15
90,07
79,08
82,59
Efektifitas (%)
103
122
103
122
112
95
106
Keteranga: A = Prodi Pendidikan Matematika; B = Prodi Pendidikan Kimia; dan C = Prodi Pendidikan Biologi.
Experimen= Pembelajaran menggunakan Bahan ajar Inovatif berbasis kontekstual,
Kontrol = Pembelajaran menggunakan Bahan Ajar pegangan mahasiswa
31,10
69,55
77,26
111
evaluasi
pertama
diketahui
bahwa
pembelajaran sangat nyata meningkatkan hasil
belajar mahasiswa pada kedua kelopmpok
perlakuan. Diperoleh hasil rata-rata postest-1
lebih tinggi dibanding hasil rata-rata pretest
untuk kelompok eksperimen dan kontrol di
masing-masing program studi. Hasil belajar
mahasiswa pada kelompok ekperimen
(M=77,85) lebih tinggi dibanding kelompok
kontrol (M=69,55), dan hasil uji beda
menunjukkan bahwa kedua kelompok berbeda
secara nyata (thitung 6,131 > ttabel 1,775).
Peningkatan hasil belajar ini diyakini diperoleh
dari pengaruh pemberian pembelajaran
menggunakan bahan ajar inovatif berbasis
kontekstual yang dipergunakan di dalam
pembelajaran.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Mitsushima, D., Ishihara, K., Sano, A., Kessels,
H.W., dan Takahashi, T., (2011), Contextual
learning requires synaptic AMPA receptor
delivery in the hippocampus, PNAS 108(30):
12503-2508
Montelongo, J.A., dan Herter, R.J., (2010), Using
Technology to Support Expository Reading and
Writing in Science Classes, Science Activities,
47: 89-102.
Sinaga, M., dan Situmorang, M., (2015),
Pengembangan
Bahan
Ajar
Berbasis
Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Mahasiswa Pada Pengajaran Reaksi Redoks
Prosiding Seminar Nasional dan Rapat
Tahunan BKS PTN-B bidang MIPA di
Universitas Tanjungpura Pontianak Tgl 6-9 Mei
2015
Situmorang, H., dan Situmorang, M., (2009),
Keefektifan
Media
Komputer
Dalam
Meningkatkan Penguasaan Kimia Siswa
Sekolah Menegah Kejuruan Pada Pengajaran
Materi dan Perubahannya, Jurnal Pendidikan
Matematika dan Sain 3(1): 45-51.
Situmorang, M., (2013), Pengembangan Buku Ajar
Kimia SMA Melalui Inovasi Pembelajaran Dan
Integrasi
Pendidikan
Karakter
Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Prosiding
Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN-B
Bidang MIPA di Bandar Lampung, Tgl 10-12
Mei 2013, pp. 237-246.
Situmorang, M., Sinaga, M., Tarigan, D.A., Sitorus,
C.J, dan Tobing, A.M.L., (2011), The
Affectivity of Innovated Chemistry Learning
Methods to Increase Students Achievement in
Teaching of Solubility and Solubility Product,
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan 17(1): 2937
Situmorang, M., Sitorus, M., Hutabarat, W., dan,
Situmorang, Z., (2015), The Development of
Innovative Chemistry Learning Material For
1690
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Perkembangan
industri
di
Indonesia
menghasilkan dampak sampingan berupa
pencemaran lingkungan yang menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan dan
makhluk hidup. Logam-logam berat seperti
krom, timbal, kadmium, merkuri, tembaga, dan
arsen merupakan salah satu kandungan limbah
cair industri yang menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan dan makhluk
hidup (Georgiev, et al, 2012; Mawardi, 2011;
Feng, et al, 2010). . Pencemaran akan
mempengaruhi sumder daya air dan merusak
ekosistem disekitarnya dan populasi manusia.
Hal ini dikarenakan air yang menjadi
kebutuhan terbesar makhluk hidup tercemar
oleh logam berbahaya. Banyak jenis penyakit
yang ditimbulkan oleh keracunan logam
berbahaya karena tercemarnya air (Grassi., et
al, 2012; Hani at al, 2012).
Perlakuan umum yang dilakukan untuk
memisahkan logam-logam berat dari limbah
cair adalah dengan proses pengendapan logam
berat sebagai hidroksida nya, pertukaran ion,
adsorpsi, proses membran, osmosis terbalik,
dan
eksraksi
pelarut
serta
dengan
memanfaatkan
kemampuan
biomaterial,
seperti biomassa alga hijau, dalam menyerap
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
larutan
akan
menyebabkan
terjadinya
kompetisi untuk memperebutkan sisi aktif
adsorben (Nurhasni, 2008). Keberadaan kation
lain cenderung akan menurunkan kapasitas
penyerapan suatu logam. Tujuan penelitian ini
adalah melihat pengaruh keberadaan ion logam
Cd (II) terhadap penyerapan ion logam Pb (II)
dengan menggunakan adsorben tanah napa.
2.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan :
1) Mempersiapkan adsorben dan pengemasan
kolom; 2) Mempelajari faktor yang
mempengaruhi
proses
adsorbsi
yaitu
konsentrasi ion cadmium dantimbal dalam
larutan, pH larutan, dan pengaruh pemanasan
adsorben.
Regenerasi Kolom
Kolom yang telah diadsorpsi dengan
konsentrasi dan pH optimum, diregenerasi
dengan menggunakan HNO3 1%, ditentukan
jumlah logam yang terserap dengan AAS.
ditentukan jumlah logam yang terserap dengan
AAS.
Pengaruh Pemanasan Adsorben
Disiapkan enam kolom yang masingmasing di packing dengan adsorben tanah napa
dengan ukuran partikel optimum dan telah
dipanaskan (dalam oven) dengan suhu
pemanasan bervariasi (dipanaskan selama 6
jam masing-masing pada suhu normal (270C),
50, 75, 100, 125, 150 0C). Masing-masing
kolom dikontak dengan 25 ml campuran
larutan logam dengan pH dan konsentrasi
optimum, ditentukan jumlah logam yang
terserap dengan AAS.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3,5
1,784
1,65
1,546
1,5
1,153
0,952
0,664
0,5
2,865
3
ads Pb +2 dan Cd +2 (mg/g)
kapasitas penyerarapan
(mg/g)
Pb 2+
2,5
2
1,859
1,438
1,5
1,854
1,659
1,522
0,905
1
0,5
Pb +2
Cd+2
0
0 X [Cd]
50
konsentrasi (mg/L)
Gambar 1 .Grafik Pengaruh konsentrasi
larutan ion logam Pb (II) terhadap adsorpsi
pada adsorben tanah napa
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2
1,84
1,769 Pb+
1,738
1,8 1,615 1,715
2
1,6
Cd+
1,4
2
1,2
0,918
1
0,848
0,763 0,787 0,827
0,8
0,6
0,4
0,2
0
2
2
1,8
1,6
1,542
1,624 1,656
1,721
1,785 1,729
Pb+2
1,4
Cd+2
1,2
1
0,8
0,908 0,87
0,6
0,4
0,2
0
27C 50C 75C 100C 125C 150C
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
64,329
60
50
38,675
% regenerasi
40
30
20
10
0
Pb +2
Cd +2
logam terdesorpsi
Saran-saran
Disarankan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut untuk lebih dari dua logam dalam
campuran dan mencari asam yang lebih efektif
untuk regenerasi masing-masing logam.
DAFTAR PUSTAKA
Feng. Y, Gong. J-L, Zeng. G-M, Niu Q-Y, Zhang
H-Y, Niu C-G, Deng J-H, Yan. M., 2010,
Adsorption of Cd(II) and Zn(II) from Aqueous
Solutions Using Magnetic Hydroxyapatite
Nanoparticles as Adsorbents, Chemical
Engineering Journal. 162 (2010) 487-494.
Georgiev. D, Bogdanov. B, Markovska. I, Hristov.
Y, 2012, The Removal of Cu (II) Ions from
Aqueous Solutions on Synthetic Zeolie NaA,
World Academy of Science, Engineering and
Technology. 59-2012.
Ginting. A.B, Anggraini. D, Indaryati. S.,
Kriswarini. R., 2007, Karakterisasi Komposisi
Kimia, Luas Permukaan Pori, dan Sifat Termal
dari Zeolit Bayah, Tasikmalaya, dan Lampung,
1695
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Laporan Penelitian. Banjarmasin : FKIP
Unilam.
Mawardi, A, Munaf, E., Kosela, S, Wibowo W.;
Rahadian, Z., 2015, Study of Pb(II) biosorption
from aqueous slution using immobilized
Spirogyra subsalsa biomass, Journal of
Chemical and Pharmaceutical Research,
7(11):715-722
Mawardi, A, Munaf, E., Kosela, S, Wibowo W.,
2014, Removal of Chromium (III) and
Chromium (VI) Ions in the aqueous Solution by
Green Algae Spirogyra subsalsa Biomass as
Biosorbent, Jurnal Reaktor,15, 01: 27-36
Mawardi, Sanjaya, H. and Rahadian, Z, 2015,
Characterization of napa soil and adsorption of
Pb (II) from aqueous solutions using on column
method,
Journal
of
Chemical
and
Pharmaceutical Research, 7(12):905-912
Nurhasni, dkk. 2008. Penyerapan ion Logam Cd
dan Cr dalam Air Limbah Menggunakan Sekam
Padi. Laporan Penelitian. Jakarta : UIN Syarih
Hidayatullah
Yefrida. 2010. Regenerasi Serbuk Gegaji yang
telah digunakan sebagai Penyerap Ion Logam.
Laporan Akhir Penelitian BBI. Jurnal Kimia
1696
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi
*
Email: muhaimin_73@yahoo.de
2
Departemen Proteksi Tanaman, FAPERTA IPB, Darmaga, Bogor
Abstract
The purpose of this research was to investigate antifungal activity of Eusiderin A from Eusideroxylon zwagery
against Rhizoctonia solani and Gliocladium fimbriatum. Antifungal activity of Eusiderin A (3, 4, 5 ppm) was
studied against pathogenic plant fungus using PDA (Potato Dextrose Agar) as testing culture media at room
temperature, and were monitored for 5 days. The invitro antifungal activity was performed by agar well
diffusion method. Eusiderin A, a rare benzodioxane-type neolignan was isolated as major component from E.
zwagery which showed potent antifungal activity against Rhizoctonia solani and Gliocladium fimbriatum.
Eusiderin A was at a concentration of 5 ppm to give most effective inhibition, 21.95% on the colony growth of
Rhizoctonia solani. Whilst it had no inhibitory activity against the growth of Gliocladium fimbriatum colony.
The result was in line with Gliocladium fimbriatums nature as antagonist agent against various pathogenic
plants and it is very well known as a biological control. It can be concluded that Eusiderin A was a candidate
compound for a potent antifungal agent since it could exhibit Rhizoctonia solani colony growth.
Keywords: Eusiderin A, Eusideroxylon zwagery, Rhizoctonia solani, Gliocladium fimbriatum
1. PENDAHULUAN
Tanaman
bulian
(Eusideroxylon
zwagery) dikenal sebagai kayu besi, termasuk
famili Lauraceae, adalah tanaman spesies
langka yang hanya terdapat di Indonesia.
Bagian kayu tanaman ini telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Jambi sebagai
sumber kayu berkualitas tinggi yang tahan dari
serangan rayap dan cendawan. Buahnya secara
tradisional banyak digunakan sebagai obat anti
inflamasi. Khasiat yang dimiliki oleh kayu
bulian ini pada dasarnya sangat berkaitan
dengan senyawa bioaktif atau metabolit
sekunder yang ada di dalamnya. Dewasa ini
telah diyakini bahwa pembentukan metabolit
sekunder dalam tumbuhan berkaitan dengan
fungsi ekologis sebagai perwujudan interaksi
tumbuhan tersebut dengan lingkungannya.
Keawetan tanaman bulian (Eusideroxylon
zwagery T et B) merupakan perwujudan dari
adanya interaksi tersebut [4,6,7].
Ada empat kelompok besar metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh tanaman
Eusideroxylon zwagery T et B yaitu kelompok
senyawa alkaloid, steroid, terpenoid dan
fenolik [5]. Di antara keempat kelompok
senyawa tersebut, seperti lazimnya pada jenis
kayu lain, senyawa-senyawa fenolik turunan
stilben dan lignan mempunyai sifat fungisida
dan insektisida [8]. Diperkirakan golongan
1697
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
2.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah
Eusiderin A dari Eusideroxylon zwagery,
Rhizoctonia solani, Gliocladium fimbriatum,
media Potato Dekstrosa Agar, zat-zat kimia
yang digunakan untuk isolasi Eusiderin A, dan
zat-zat kimia yang digunakan untuk pengujian
aktivitas senyawa Eusiderin A terhadap jamur
uji. Zat-zat kimia yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki kapasitas p.a (pro
analysis).
2.2. Isolasi Eusiderin A dari Eusideroxylon
zwagery
Sebanyak 10 kg serbuk kering kayu
bulian dimaserasi dengan pelarut n-heksan dan
ampasnya
dimaserasi
dengan
metanol
sebanyak 15 L selama 3 x 24 jam. Kemudian
terhadap ekstrak metanol awal tersebut
dilakukan pemisahan untuk senyawa-senyawa
golongan alkaloid menggunakan asam sitrat
3% dan dilanjutkan dengan ekstraksi
menggunakan etil asetat. Bagian residunya
dipartisi dengan pelarut benzen, metilen
klorida, dan etil asetat. Eusiderin A dipisahkan
dari kelompok fraksi nonpolar dari ekstrak
benzen. Isolasi Eusiderin A ini dimulai dari
ekstrak melalui teknik-teknik kromatografi,
yaitu kromatografi vakum cair, kromatografi
grafitasi, kromatotron, KLT dan kromatografi
tekan. Karakterisasi terhadap isolat murni
menggunakan
spektroskopi,
meliputi
spektroskopi UV dan IR.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(a)
(b)
OMe
OMe
O
O
OMe
Me
OMe
(c)
Gambar 1. (a) Spektrum UV Eusiderin A, (b) Spektrum IR Eusiderin A dan (c) Struktur Molekul
Eusiderin A
Dari data titik leleh, data spektrum UV
dan IR yang dibandingkan dengan data standar
Eusiderin A menunjukkan kesamaan, maka
dinyatakan penelitian ini telah berhasil
mengisolasi Eusiderin A dari Eusideroxylon
zwagery.
1699
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
CHCl3
CHCl3
(a)
(b)
Gambar 2. Hasil pengujian aktivitas antijamur, kloroform terhadap (a) Rhizoctonia solani dan (b)
Gliocladium fimbriatum
Dari tiga macam variasi konsentrasi
(3, 4, dan 5 ppm) yang diujikan terhadap jamur
patogen tanaman, ternyata eusiderin A
berpotensi sebagai fungisida hayati karena
mempunyai aktivitas dalam menghambat
pertumbuhan jamur. Hasil uji aktivitas untuk 5
hari inkubasi menunjukkan Rhizoctonia solani
dihambat pertumbuhannya oleh eusiderin A
dengan konsentrasi 5 ppm. Senyawa eusiderin
A 5 ppm persentase penghambatannya
terhadap pertumbuhan jari-jari koloni jamur
Rhizoctonia solani (= 21,95%). Sedangkan
3 ppm
penghambatan
terhadap
Gliocladium
fimbriatum sangat lemah. Gliocladium
fimbriatum sebagai agens antagonis berbagai
patogen tumbuhan sangat berguna sebagai
pengendali hayati. Pada penelitian ini senyawa
yang berpotensi sebagai fungisida (eusiderin
A) tidak mempunyai aktivitas penghambatan
terhadap
pertumbuhan
koloni
jamur
Gliocladium fimbriatum, maka dengan adanya
penelitian ini berarti kompatibel. Hasil uji
aktivitasnya bisa dilihat pada Gambar 3.
4 ppm
5 ppm
(a)
3 ppm
Gambar 3.
4 ppm
5 ppm
(b)
Hasil pengujian aktivitas antijamur, Eusiderin A terhadap (a) Rhizoctonia solani dan (b)
Gliocladium fimbriatum
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
.
Tabel 1. Persentase penghambatan pertumbuhan jari-jari koloni Rhizoctonia solani dan Gliocladium
fimbriatum oleh senyawa Eusiderin A (n = 5)
Senyawa
Eusiderin A
Rata-rata
4. KESIMPULAN
Pada penelitian ini telah berhasil
diisolasi senyawa Eusiderin A dari kayu bulian
(Eusideroxylon zwagery). Pada pengujian
aktivitas antijamur senyawa Eusiderin A dari
kayu bulian (Eusideroxylon zwagery) terhadap
jamur patogen tanaman Rhizoctonia solani
terlihat bahwa eusiderin A 5 ppm paling
efektif persentase penghambatannya, karena
dapat menghambat pertumbuhan jari-jari
koloni Rhizoctonia solani (= 21,95%). Pada
penelitian ini senyawa yang berpotensi sebagai
fungisida (eusiderin A) tidak mempunyai
aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan
koloni jamur Gliocladium fimbriatum, maka
dengan
adanya penelitian ini berarti
kompatibel.
5. REFERENSI
[1]. Blanchette, R.A., 1991, Delignification by
Wood-decay Fungi, Ann. Rev. Phytopathol.,
29:381-398.
[2]. Boddy, L., 1991, Importance of Wood Decay
Fungi in Forest Ecosystem, Marcel Dekker,
Inc., New York.
[3]. Harizon,
Syamsurizal,
Afrida,
2001,
Eksplorasi Potensi Kimia Tanaman Bulian
1701
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN [
Kanker merupakan salah satu penyakit
dengan prevalensi terus meningkat dan
penyumbang kematian terbesar ketiga baik di
dunia maupun di Indonesia (WHO, 2014).
Penyakit ini tergolong kedalam penyakit
degeneratif yang disebabkan
oleh tidak
berfungsinya sel secara normal akibat
meningkatnya stres oksidasi pada tubuh
(Campisi, et al., 2011; Haun, et al., 2013).
Meningkatnya stres oksidatif dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya kerusakan DNA
yang berakibat pada mutasi dan meningkatnya
laju proliferasi (Klauning, et al., 2010; Cooke,
et al., 2003; Zamkova, et al., 2013).
Penggunaan antioksidan dalam pengobatan
dan pencegahan kanker merupakan salah satu
strategi (Klauning, et al., 2010). Kemampuan
ini karena antioksidan dapat secara bertahap
menekan produksi ROS yang berlebihan pada
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Bahan penelitian. Bahan yang dipakai
dalam penelitian ini adalah daun tumbuhan
Kedadai (Ficus variegata Blume), Kentutan
(Paederia foetida L.), Malek (Litsea garciae
Vidal), Buas-buas (P. serratifolia L), Soma
(Ploiarium alternifolium). Terhadap semua
bahan penelitian kemudian dikering anginkan,
dihaluskan dan dimaserasi dengan pelarut
metanol 2x24 jam. Terhadap maserat yang
diperoleh kemudian dievaporasi sehingga
diperoleh ekstrak metanol kental (Wibowo , et
al., 2011).
Uji fitokimia (Harborne, 1987). Uji
alkaloid dilakukan dengan menggunakan
pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Uji
flavonoid dilakukan dengan pereaksi shinoda
tes, uji fenolik dengan pereaksi FeCl3 1%,
sedangkan uji terpenoid/steroid dengan
pereaksi Salkowski dan LiebermanBurchard.
Uji aktivitas antioksidan (Khanahmadi,
et al., 2010). Dibuat larutan ekstrak uji dengan
konsentrasi 0, 20, 50, 100, 250, dan 500 ppm.
Terhadap masing-masing larutan ekstrak uji
kemudian dicampur dengan larutan DPPH
0,004% dalam metanol (4 mL), dan didiamkan
selama 30 menit, dan diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
maks 525 nm. Kekuatan inhibisi dari masingmasing larutan
uji
dihitung dengan
menggunakan rumus:
1703
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Ekstrak
1
2
3
4
5
Kedadai
Kentutan
Malek
Buas-buas
Soma
Total
fenol
TAE/mg)
24,67
22.22
121,15
300,80
21,30
(g
No
1
2
3
4
5
5. REFERENSI
Campisi, J., Andersen, J. K., Kapahi, P. & Melov,
S., 2011. Cellular senescence: A link between
cancer and age-related degenerative. Seminars
in Cancer Biology, Volume 21, p. 354359.
Cooke, M. S., Evans, M. D., Dizdaroglu, M. &
Lunec, J., 2003. Oxidative DNA damage:
mechanisms, mutation, and disease. The FASEB
Journal, Volume 17, pp. 1195-1214.
Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia, Penuntun
Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. 2nd ed.
Bandung: ITB.
Haun, F., Nakamura, T. & Lipton, S. A., 2013.
Dysfunctional Mitochondrial Dynamics in the
Pathophysiology of neurodegenerative Diseases.
Journal of Cell Death, Volume 6, p. 2735.
Khanahmadi, M., Razazadeh, S. & Taran, M.,
2010. In vitro Antimicrobial and Antioxidant
Properties of Smyrnium cordifolium Boiss.
(Umbelliferae) Extract, sian. Journal of Plant
Sciences, 9(2), pp. 99-103.
Klauning, J. E., Kamendulis, L. M. & Hocevar, B.
A., 2010. Oxidative Stress and Oxidative
Damage in Carcinogenesis. Toxicologic
Pathology, Volume 38, pp. 96-109.
Maiza-Benabdesselam, F. et al., 2007. Antioxidant
activities of alkaloid extracts of two Algerian
species of Fumaria : Fumaria capreolata and
Fumaria bastardii. Rec. Nat. Prod., 1(2-3), pp.
28-35.
McLaughlin, . J. L. & Roggers, L. L., 1998. The
Use Of Biological Assays to Evaluate
Botanicals. Drug Information Journal, Volume
32, pp. 513-524.
Merzetti, E. M. & Staveley, B. E., 2013.
Mitochondrial Dynamics in Degenerative
Disease and Disease Models. Neuroscience
Discovery, Volume doi: 10.7243/2052-6946-18, pp. 1-8.
Meyer, B., Ferrigni N.R., N., Putnam, J. &
Jacobsen, L., 1982. Brine shrimp: a convenient
LC50 (ppm)
224,03
578,31
389,60
1266,14
363,13
4. KESIMPULAN
Hasil uji aktivitas antioksidan dan BSLT
memberikan bahwa kelima ekstrak tumbuhan
berpotensi obat dan hanya empat ekstrak
tumbuhan yang berpotensi antikanker masingmasing tanaman itu adalah kedadai, kentutan,
malek, dan soma.
No
1
2
3
4
5
Ekstrak
Kedadai
Kentutan
Malek
Buas-buas
Soma
IC50 (ppm)
76.54
117,32
223.54
227,72
244,61
1704
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
general bioassay for active plant constituent.
Planta Medica, Volume 45, pp. 31-34.
Tiong, S. H. et al., 2013. Antidiabetic and
Antioxidant Properties of Alkaloids from
Catharanthus roseus(L.) G. Don. Molecules,
Volume 18, pp. 9770-9784.
WHO, 2014. Preventing Chronic diseases: a vital
investment,
Geneva:
World
Health
Organization.
Wibowo , M. A., Purnomo , B. B., Widodo, A. M.
& A., 2011. Anti Neoplastic Effect of Ethyl
Acetate Fraction of Kesum Leaf. Jurnal
Kedokteran Hewan, 5(1), pp. 1-5.
1705
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
multiguna karena memiliki banyak manfaat antara lain sebagai bahan makanan dan
minuman, pakan ternak, bahan kosmetik,
industri, serta bahan obat tradisional.
Meskipun bagian-bagian pepaya banyak
dimanfaatkan dalam berbagai bidang, tetapi
manfaat biji pepaya masih belum banyak
diketahui masyarakat. Selain digunakan
sebagai bibit, biji pepaya selalu dibuang.
Menurut Wijayakusuma, dkk (1992)
bahwa biji pepaya, berkhasiat sebagai
obat cacingan, peluruh haid (emenagog),
karminatif, gangguan pencernaan, pembesaran hati dan limfa, abortivum dan
penyakit kulit.
1. PENDAHULUAN
Di Indonesia terdapat beragam tumbuhan
yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat.
Obat tradisional lebih digemari masyarakat
karena relatif aman dan memliki efek samping
yang minimal (kuntoro, 2007).
Selain itu obat tradisonal juga murah dan
mudah didapat karena dijumpai di mana-mana,
serta dapat mngikutsertakan masyarakat untuk
mengurangi subsidi pemerintah (Herawati,
2000). Oleh sebab itu, obat-obat tradisional
yang mengandung zat anthelmintic perlu
dimanfaatkan sebagai obat alternatif untuk
pemberantasan penyakit cacing di Indonesia.
Obat-obat anthelmintic adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan parasit cacing
dari saluran atau jaringan intestinal dalam
tubuh. Mebendazole albendazole dan pyrantel
pamoate merupakan obat-obat cacing pilihan
pertama terhadap askariasis. Sedangkan
alternatifnya piperazine dan levamisola (Tjay
dan Rahardja, 2002 ; Katzung, 2004) serta zat
kimia Tannin yang terdapat pada biji lamtoro
(Anwar, 2005) dan daun teh (Duke, 2009).
2. KAJIAN LITERATUR
Cacingan(askariasis) merupakan penyakit
endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing
1706
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
MIPA Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
Subjek Penelitian
Subjek pemelitian/hewan uji adalah cacing
Ascaris suum, Goeze yang masih aktif
bergerak diperoleh dari Rumah Potong Hewan
Mabar Medan dengan perincian sebagai
berikut:
1. Kelompok I : direndam dalam larutan
garam fisiologis sebagai kontrol negatif
2. Kelompok II-III : direndam dalam larutan
ekstrak biji pepaya dengan konsentrasi
5% dan 10%
3. Kelompok VI : direndam dalam larutan
pyrantel pamoate dengan konsentrasi 5
mg/ml sebagai konsentrasi 10%.
Teknik Sampling
Di dalam penelitian ini menggunakan teknik
sampling purposive yaitu dengan cara
menyamakan ukuran panjang cacing dan caing
yang diteliti adalah yang masih bergerak
5.
Rancangan Penelitian
1. Tahap Penelitian Pendahuluan
Pertama, cawan petri disediakan sebagai
tempat sampel dengan perincian :
Kelompok I
: direndam dalam larutan
garam fisiologis sebagai kontrol negatif
Kelompok II-III
: direndam dalam
larutan ekstrak biji pepaya dengan
konsentrasi 5% dan 10%
Kelompok VI
: direndam dalam
larutan
pyrantel
pamoate
dengan
konsentrasi 5 mg/ml sebagai konsentrasi
10%.
Kemudian di inkubasi pada suhu 37oC
dan diamati pergerakan cacing selama
hidup
2. Tahap Penelitian Akhir
Setelah melalui tahap pndahuluan,
perhatikan dengan seksama pergerakan
cacing. Kemudian catat waktu kematian
pada cacing
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
13.
14.
15.
16.
Cara Kerja
1. Pembuatan ekstrak biji papaya
Pengambilan bahan dari biji papaya:
Secara acak diambil dari buah pepaya
Pengeringan bahan biji papaya :
Biji di keringkan dengan tujuan
menghilangkan kadar air yang tersimpan
pada suhu 70oC sampai kering
Ekstrak biji papaya :
Ekstrak biji papaya yang dihasilkan
adalah setelah serbuk biji papaya
dipanaskan dan ditimbang dengan 2
penimbangan dengan berat 2,5 dan 5 gram
dan
masing-masing
mendapatkan
penambahan 50ml aquades, dipanaskan
sampai mendidih dan didinginkan.
2. Penentuan konsentrasi ekstrak uji
- Masukkan ekstrak biji pepaya ke dalam
beaker glass I (2,5 gram ekstrak biji
pepaya dalam 50 ml aquades) dan II (5
gram ekstrak biji pepaya dalam 50 ml
aqudes). Setelah itu ekstrak biji pepaya
dmasukkan ke dalam masing-masing
beaker glass, lalu aquades ditambahkan
sampai mencapai batas 50 ml dan aduk
homogen. Lalu filtrat didekantasi.
Keterangan :
Dari 4 perlakuan diperoleh data waktu rata-rata
yang dibutuhkan cacing untuk mati :
Kontol positif
30 menit
Kontrol negative
-Konsentrasi 5 %
>12 jam
Konsentrasi 10%
12 jam
Saran
Tahap Pendahuluan
Tahap penelitian pendahuluan dilakukan
dengan mengamati jumlah waktu cacing
Ascaris suum, Goeze yang mati pada
kelompok control dan perlakuan. Penelitian
tahap pendahuluan diadakan untuk mengetahui
berapa lama waktu kematian cacing tercepat
yang ada pada larutan ekstrak biji pepaya, dan
untuk mengetahui berapa waktu tercepat
ekstrak biji papaya dapat membunuh cacing.
Sehingga penelitian ini dapat dijadikan dasar
untuk pengamatan pada tahap penelitian akhir.
Hasil tahap pendahuluan adalah sebagai
1709
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Dalam kurikulum KTSP guru dituntut
untuk berperan sebagai fasilitator dibawah
pendekatan belajar berpusat pada siswa
(student-centered learning) dan bukan lagi
sebagai sumber belajar dengan pendekatan
berpusat
pada
guru
(teacher-centered
learning). Hal ini berarti guru harus
meninggalkan
praktek
pembelajaran
langsung/ekspositori dan mengadopsi praktek
pembelajaran aktif termasuk pembelajaran
kooperatif.
Satu satu model pembelajaran yang tergolong kedalam model pembelajaran kooperatif
adalah jigsaw. Jigsaw diimplementasikan dengan cara mengkondisikan siswa untuk belajar
dalam dua tahap pembelajaran yaitu diskusi
kelompok ahli atau expert group yang
membahas materi yang sama untuk semua
siswa anggotanya, dan diskusi kelompok asal
atau home group yang membahas materi yang
berbeda (Lie, 2008). Dalam model pembelajaran tipe jigsaw ini siswa memiliki banyak
kesempatan untuk melakukan interaksi antar
teman sebaya, mengemukakan pendapat dan
mengelola informasi yang didapat dalam
rangka meningkatkan keterampilan berkomu1710
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Pada tahun 2002, Holiday mengembangkan model pembelajaran jigsaw yang diberi
nama model pembelajaran jigsaw IV. Model
pembelajaran ini merupakan pengembangan
dari jigsaw I, II, dan jigsaw III yang dirancang
untuk
memperbaiki
model-model
pembelajaran sebelumnya. Terdapat tiga aspek
baru dan penting dalam jigsaw IV yakni
pendahuluan, kuis dan re-teaching (dilakukan
setelah pemberian tes dan peringkat). Maka,
menurut Holliday (2002), ada sembilan
tahapan pada proses pembelajaran, yakni: 1)
Pendahuluan dimana guru memperkenalkan
prinsip yang berkenaan dengan keseluruhan
materi yang akan dipelajari, membentuk
kelompok asal, pembentukan kelompok ahli,
2) Membagikan lembar ahli (expert sheet)
kepada kelompok ahli, 3) Kelompok ahli
mengerjakan pertanyaan-pertanyaan yang ada
pada lembar ahli untuk memeriksa pemahaman
terhadap materi yang menjadi ahlinya, 4)
Pemberian kuis pada masing-masing kelompok
ahli untuk memeriksa ketelitian dan
pemahaman siswa selama bekerja pada
kelompok ahli, 5) Ahli kembali ke kelompok
asalnya dan menginformasikan hasil pekerjaannya kepada teman sekelompoknya, 6) Pemberian kuis pada masing-masinmg kelompok
asal untuk memeriksa ketelitian dan pemahaman siswa mengenai keseluruhan materi
selama proses pembelajaran, 7) Mengadakan
review proses yang bertjuan untuk menelaah
kembali konsep-konsep yang rawan membuat
siswa tidak memahaminya, 8) Pemberian tes
secara keseluruhan dan memberikan penghargaan baik individu maupun kelompok, dan 9)
Re-teach atau penghargaan kembali untuk
memberikan penguatan-penguatan terahadap
materi-materi yang belum dikuasai untuk
menghindari kesalahpahaman.
D. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran jigsaw adalah proses
pembelajaran kooperatif dalam kelompokkelompok kecil dengan melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dimana siswa harus
menjelaskan materi yang menjadi tanggung
jawabnya kepada teman sekelompoknya.
Kualitas diskusi melalui sistem tutor sebaya
tersebut menjadi kunci penentu hasil belajar
siswa. Untuk memastikan sebuah diskusi tutor
sebaya yang berkualitas maka guru harus
betul-betul yakin akan kemampuan siswa
dalam menguasai materi pelajaran yang
menjadi tanggung jawabnya. Untuk itu guru
dapat memberikan kuis kepada siswa di
kelompok ahli sebelum kembali ke kelompok
asal. Kuis tersebut akan memberikan hasil
belajar yang berbeda jika dibandingkan dengan
kelas jigsaw yang tanpa pemberian kuis.
E. Hipotesis Tindakan
Memperhatikan landasan teori dan
kerangka berpikir tersebut diatas, maka
hipotesis tindakan dirumuskan sebagai berikut:
Terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara
kelas 10B yang diberi kuis (jigsaw 4) dan kelas
10C tanpa pemberian kuis (jigsaw 1) pada
materi penamaan senyawa kimia di SMAN 2
Tanjung Jabung Timur.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan di SMAN 2
Tanjung Jabung Timur pada tahun ajaran
2015-2016. Partisipan pada penelitian ini
adalah siswa-siswi kelas 10 yang direkruit
secara
sukarela
menggunakan
teknik
convenience sampling sebanyak 2 kelas.
Mereka diasumsikan memiliki karakteristik
akademik sama yaitu kelas 10B berjumlah 29
orang yang akan belajar menggunakan model
pembelajaran jigsaw tipe 4 dan kelas 10C
berjumlah 26 orang yang akan belajar
menggunakan model pembelajaran jigsaw tipe
1. Pokok bahasan yang diajarkan pada
penelitian ini adalah materi penamaan senyawa
kimia sebanyak 2 kali pertemuan.
Desain metode campuran (mix method)
yang
menggunakan
metode
penelitian
kualitatif dan kuantitatif telah digunakan pada
penelitian ini sehingga teknik triangulasi dapat
digunakan dalam mengolah data dan menarik
kesimpulan (Mertens, 2005). Oleh karena itu,
tiga jenis instrument berbeda telah digunakan
untuk mengumpulkan data yaitu lembar
C. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, dan ketrampilan. Hasil belajar
mencakup ketiga aspek yaitu kognitif,
psikomotor dan afektif (Suprijono, 2010).
Belajar adalah perubahan tingkah laku
secara keseluruhan bukan hanya salah satu
aspek potensi kemanusian saja. Artinya hasil
pembelajaran yang dikategorikann oleh pakar
pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak
bisa kita lihat secara terpisah-pisah melainkan
harus dilihat secara komprehensif.
1713
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
10C
75,96
26
3
16
4
6
0
11
4
11
Significance
0,08 dan
0,169
0,647
Independent
test
0,029
Kesimpulan
Kedua data Normal
Sig > 0,05
Kedua data homogen Sig>0,05
Kedua data berbeda
Sig < 0,05
Kelas
Rerata
Jumlah siswa
Distribusi nilai:
>90
80-90
75-80
<75 (KKM)
Parameter
Kolmogorov
Smirnov
Levenes tes
1714
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kelompok
Ahli
86,89
29
Kelompok
Asal
84,96
29
14
11
0
4
13
9
3
4
6. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan
kepada Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi atas bantuan dana penelitian
yang diperoleh melalui skema Penelitian
Fundamental tahun 2016. Semoga hasil
penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
7. REFERENSI
Alebiosu, K.A. (1998).
Effects
of
two
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
http://eprints.uny.ac.id/10164/1/JURNAL%20P
ENELITIAN.pdf diakses 5 november 2013.
Carrol, D.W. (1986). Use of the jigsaw technique in
laboratory and discussion classes. Teaching of
Psychology. 13(4): 208-210.
Gillies, R. M. ( 2003). Structuring cooperative
group work in classrooms. International
Journal of Educational Research. 39(1-2): 3549.
Hanafiah, N dan Suhana, C. (2009). Konsep
Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika
Aditama.
Holliday, D.C., (2002), Jigsaw IV: Using
Student/Teacher Concerns to Improve Jigsaw
III. ERIC ED 465687.
Ibrahim, Muslimin dkk. (2000). Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.
Isjoni. (2010). Cooperative Learning. Bandung:
Alfabeta.
Johnson, D. and Johnson, R. (1994). Learning
together and alone: Cooperative, competitive,
and individualistic learning. (4th ed.). Boston:
Allyn & Bacon.
Johnson, D.W., Johnson, R.T. and Stane, M.E.
(2000). Cooperative learning methods: A meta
analysis. Cooperative learning centre. Website:
http://www.pubmedcentral.org/direct3.egi.
Johnson, D. and Johnson, R. and Smith, K. (2004).
Constructive controversy: Effective techniques
for stimulating college students. Change. 32(1):
28-37.
Leikin R. and Zaslavsky, O. (1999). Cooperative
learning in mathematics. Mathematics Teacher.
92(3): 240-246.
Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Li, Weihong. (2012). Critical Analysis of
cooperative learning in Chinese ELT context.
Journal of Language Teaching and Research.
3(5): 961-966.
Maceiras, R., Angeles Cancela, Santiago Urrejola
and Angel Sanchez. (2011). Experience of
cooperative learning in engineering. European
Journal of Engineering Education. 36(1): 1319.
Mengduo, Q. and Jin Xiaoling. (2010). Jigsaw
strategy as a cooperative learning technique:
Focusing on the language learners. Chinese
Journals of Applied Linguistics (Bimonthly).
33(4): 113-125.
Merriam, S.B. (1998). Qualitative research and
case study applications in education (2 ed.). San
Fransisco: Jossey-Bass Publishers.
Mertens, D. M. (2005). Research and evaluation in
education and psychology: Integrating diversity
with quantitative, qualitative, and mixed
methods. 2 (ed.). California, USA: SAGE
Publications.
1716
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, email: murniana2010@yahoo.com
2
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, email: binawati@chem.unsyiah.ac.id
(corresponding author)
3
Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, email: kartinirusly@gmail.com
4
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, email: leynamiska@gmail.com
Abstract
The antimicrobial activity of ethyl acetate extracts of leaves Galinggang (Cassia alata) was conducted. This
research to aim blocked ability of C. alata leaves that growed in Aceh toward growth of S. aureus, E. coli
bacteria and C. albicans fungus. C. alata leave prepared then separated its compound using Vacuum Liquid
Chromatography that produced 6 group fraction, CAE-1 (3,61 g); CAE-2 (2,02 g); CAE-3 (0,64 g); CAE-4
(0,92 g); CAE-5 (1,44 g) and CAE-6 (1,02 g). Antimicrobial activity test of crude extract and fractions toward
S. aureus, E. coli bacteria and C. albicans fungus using agar diffusion method with 5%; 10% and 20%(w/v)
concentration. Antimicrobial activity test result showed that an active ethyl acetate crude extract toward S.
aureus bacteria on 5%; 10% and 20% (w/v) concentration with inhibition zone 7,5 mm; 8,5 mm and 10 mm
respectively. The most active fraction toward S. aureus bacteria is CAE-6 fraction on 20% (w/v) concentration
produced inhibition zone among 10 mm. Ethyl acetate crude of C. alata leave in active toward E. coli bacteria
and C. albicans fungus. Based on phytochemical test result, CAE-6 fraction has secondary metabolite from
fenol group that estimated active in inhibiting S. aureus bacteria.
Keyword:
Cassia alata, antimicrobial, ethyl acetate extract, Sthaphylococcus aureus, Eschericia coli,
Candida albicans
Abstrak
Uji Aktivitas antimikroba ekstrak etil asetat daun Galinggang (Cassia alata) telah dilakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak etil asetat daun C. alata yang ditumbuh di Aceh terhadap
pertumbuhan bakteri S. aureus, E. coli dan dan jamur C. albicans. Ekstrak etil asetat daun C. alata dipisahkan
komponen-komponennya menggunakan Kromatografi Cair Vakum (KCV), diperoleh 6 fraksi yaitu CAE-1
(3,61 g); CAE-2 (2,02 g); CAE-3 (0,64 g); CAE-4 (0,92 g); CAE-5 (1,44 g) dan CAE-6 (1,02 g). Ekstrak etil
asetat dan fraksi-fraksi yang diperoleh diuji aktivitas antimikrobial terhadap bakteri S. aureus, E. coli dan jamur
C. albicans menggunakan metode difusi agar dengan konsentrasi 5 %(b/v); 10 %(b/v) dan 20 %(b/v). Hasil uji
aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat aktif terhadap bakteri S. aureus pada masingmasing konsentrasi 5 %(b/v); 10 %(b/v) dan 20 %(b/v) dengan zona hambat 7,5 mm; 8,5 mm dan 10 mm.
Fraksi yang paling aktif terhadap bakteri S. aureus adalah fraksi CAE-6 pada konsentrasi 20 %(b/v) dengan
zona hambat antara 10 mm. Ekstrak etil asetat daun C. alata tidak aktif terhadap bakteri E. coli dan jamur C.
albicans. Berdasarkan hasil uji fitokimia, fraksi CAE-6 memiliki metabolit sekunder dari kelompok fenol yang
diperkirakan aktif dalam menghambat bakteri S. aureus.
Keyword:
Galinggang (Cassia alata), antimikrobial, ekstrak etil asetat, Sthaphylococcus aureus, Eschericia
coli, Candida albicans
I. PENDAHULUAN
Tanaman berkhasiat obat telah dikenal
oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu
upaya penyembuhan berbagai penyakit
sebelum pelayanan kesehatan formal yang
menggunakan obat-obatan modern dikenal
secara luas. Salah satu tanaman yang sering
digunakan oleh masyarakat adalah tanaman
galinggang (Cassia alata). Cassia alata
dikategorikan dalam famili Fabaceae, yang
merupakan jenis semak hias dengan tinggi
sekitar 2-3 m. Tumbuhan dengan nama ilmiah
1717
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Ehiowemwenguan
et
al.,
(2014)
melaporkan bahwa daun C. alata ini berguna
dalam mengobati kejang, gonore, gagal
jantung, sakit perut, edema dan juga digunakan
sebagai obat pencahar. Tanaman C. alata di
Indonesia secara tradisional digunakan untuk
menyembuhkan berbagai penyakit yaitu
diantaranya sebagai obat panu, kurap, kudis,
sembelit, cacingan dan sariawan (Utami,
2008). Kandungan kimia yang terdapat pada
akar C. alata berdasarkan hasil uji fitokimia
pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Doughari et al., (2007) yaitu saponin, tannin,
glikosida dan alkaloid, sedangkan bagian daun
mengandung saponin, alkaloid, glikosida,
steroid dan fenol. Promgool et al., (2014) juga
melaporkan daun C. alata yang berasal dari
Thailand mengandung beberapa senyawa
antrakuinon: aloe-emodin, emodin,
hydroxyemodin, lunatin, physcion, ziganin, dan
flavonoid:
apigenin,
7,4-dihydroxy-5methoxyflavone,
diosmetin,
kaempferol,
luteolin, dan trans-dihydrokaempferol, begitu
juga seperti yang dilaporan Majekodunmi dan
Essien, (2014) melaporkan bahwa daun C.
alata yang berasal dari Nigeria mengandung
chrysophanol,
isochrysophanol,
rhein,
ellagitannin, asam fenolik cassia xanthone
danastragalin.
Aktivitas ekstrak C. alata sebagai
antimikrobial telah dibuktikan oleh beberapa
penelitian. Zige et al., (2014) melaporkan
bahwa ekstrak etanol dari C. alata yang
dikumpulkan dari Nigeria memiliki aktivitas
antimikrobial terhadap bakteri E. coli, S.
Typhy, P. mirabilis, P. auriginosa, K. mirabilis
spp dan jamur yang bersifat patogen pada
manusia seperti M. pachydermatis, M.
furfures, M. globosa dan M. restricta.
Ehiowemwenguan et al., (2014) juga
melaporkan bahwa esktrak air, metanol dan
aseton daun C. alata dari Nigeria menunjukkan
aktivitas yang cukup besar terhadap bakteri E.
coli, P. mirabilis, P. aeruginosa dan jamur A.
flavus, A. niger, C. albicans. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rizki (2013)
melaporkan bahwa uji aktivitas senyawa
antibakteri ekstrak n-heksana daun C. alata
yang berasal dari Aceh tidak memiliki aktivitas
antibakteri
sedangkan
fraksi-fraksinya
memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli
dan S. aureus. Penelitian yang dilakukan oleh
Mutia (2013) juga melaporkan bahwa uji
aktivitas ekstrak n-heksana dari daun C. alata
1718
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh. Waktu penelitian dimulai dari April
2015 sampai dengan Desember 2015
3.2 Sampel dan Bioindikator
Sampel daun tumbuhan C. alata diambil
didaerah Suak Raya, Meulaboh, Aceh Barat,
Provinsi Aceh. Bioindikator yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bakteri S. aureus,
E. coli dan jamur C.albicans, yang telah
tersedia di Laboratorium.
3.3 Alat dan Bahan
Peralatan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah rotaryevaporator,
inkubator, pipet mikro, cawan petri, autoklaf,
jarum ose, laminar flow, seperangkat alat
distilasi, pinset, lampu spritus, beberapa
peralatan gelas yang umum digunakan di
laboratorium dan spektrofotometer.
Bahan yang digunakan adalah n-heksana,
etil asetat, metanol teknis yang telah
didestilasi, reagen fitokima, silika gel G-60
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4.2 Ekstraksi
Hasil ekstraksi terhadap 2 Kg daun C.
alata ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil ekstraksi daun C. alata
Ekstrak
Metanol
Etil asetat
n-heksana
Berat
(g)
119,11
73,40
57,50
Rendemen
(%)
5,95
3,67
2,87
Kandungan
kimia
Alkaloid
Steroid
Terpenoid
Saponin
Flavonoid
Fenol
Daun
segar
+
+
Ekstrak
Etil Asetat
+
+
Keterangan
Endapan Putih
Endapan coklat
Endapan merah
Hijau
Merah
Busa
Merah muda
Coklat tua
Keterangan:
(+) : mengandung metabolit sekunder
() : tidak mengandung metabolit sekunder
Hasil uji fitokimia daun segar C. alata
menunjukkan adanya senyawa metabolit
sekunder golongan steroid sedangkan pada
ekstrak etil asetat terdapat steroid dan fenol.
Data hasil uji fitokimia ini sesuai penelitian
yang dilaporkan oleh Zige, et al., (2014) yang
melaporkan bahwa daun C. alata mengandung
senyawa metabolit sekunder tannin, steroid,
fenol dan saponin. Uji fitokimia bertujuan
untuk
mengetahui
kelompok
senyawa
metabolit sekunder yang terdapat dalam
tumbuhan.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
masing-masing
fraksi.
Proses
KLT
menggunakan sistem eluen DCM : n-heksana
(9:1). Hasil KLT ekstrak etil asetat dan
fraksinya dapat dilihat pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 1. Kromatogram KLT (a) Pola noda
ekstrak etil asetat; (b) KLT fraksi hasil KCV
ekstrak etil asetat daun C. alata
Fraksi yang memiliki pola noda sama
kemudian digabung hingga diperoleh 6 fraksi
gabungan selanjutnya diberi label fraksi Casia
alata Etil asetat (CAE-1 sampai CAE 6).
Masing-masing fraksi gabungan ditentukan
beratnya dan diidentifikasi komponenkomponennya secara fitokimia.
Nomor
fraksi
1-6
7-10
CAE-3
11-13
CAE-4
14-17
Oranye
Coklat
kekuningan
Coklat
kehijauan
Hijau pekat
CAE-5
18-20
Hijau tua
CAE-6
Warna
Berat
(g)
3,61
2.02
Metabolit
Sekunder
Steroid
0,64
Steroid
0,92
Steroid,
fenol
Streoid,
fenol
Fenol
1,44
1,02
F
6,5
9
10
24
-
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
fraksi CAE-5
fraksi CAE-6
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kandowangko, N.Y., Solang, M., dan Ahmad, J.
2011. Kajian Etnobotani Tanaman Obat Oleh
Masyarakat Kabupaten Bone bolango Provinsi
Gorontalo. Laporan Penelitian. Universitas
Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Kinho, J., 2011. Tumbuhan Obat Tradisional di
Sulawesi Utara Jilid 2. Balai Penelitian
Kehutanan Manado dan Balai Penelitian
Pengembangan
Kehutanan
Kementrian
Kehutanan, Manado.
Majekodunmi, S.O., dan Essien, A.A. 2014.
Development and evaluation of antimicrobial
herbal formulations containing the methanolic
extract of Cassiaalata for skin diseases. Journal
of Coastal Life Medicine. 2(11) : 872-875.
Mutia, R. 2013. Uji Aktivitas Ekstrak n-heksana
dari Daun Cassia alata Terhadap Jamur Candida
albican. Skripsi. Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
Promgool, T., Pancharoen, O., and Deachathai, S.
2014.
Antibacterial
and
antioxidative
compounds
from
Cassia
alata
Linn.
Songklanakarin J. Sci.Technol. 36 (4): 459-463.
Radji, M. 2011. Mikrobiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Refai, M., El-Enbaawy, M., and Hassan, A. 2015.
Monographon Candida albicans. Cairo.
Rizki, E. 2013. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri
Ekstrak n-heksana Daun Ketepeng Cina (Cassia
alata). Skripsi. Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
Shihabudden,
S.M.,
Priscilla,
H.D.,
and
Thirumurugan, K. 2010, Antimicrobial Activity
and Phytochemical Analysis of selected Indian
Folk Medicinal Plants, International Journal of
Pharma Sciences and Reaserch, 1 (10), 431432.
Utami, P. 2008. Buku Pintar TanamanObat.
PT.Agromedia Pustaka, Jakarta.
Zige, D.V., Ohimain, E.I., and Nengimonyo, B.
2014. Antimicrobial Activityof Ethanol Extract
of Senna alata Leaves against Some selected
Microorganism in Bayelsa State, Nigeria.
Greener Journal of Microbiology and
Antimicrobial. 2(2):026-031
5. KESIMPULAN
1. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas
antibakteri terhadap S. aureus pada
konsentrasi 5%, 10% dan 20% dengan
zona hambat sebesar masing-masing
sebesar 7,5 mm; 8,5 mm dan 10 mm
2. Fraksi CAE-6 ekstrak etil asetat
merupakan fraksi yang paling aktif
terhadap bakteri S. aureus adalah dengan
zona hambat masing-masing sebesar 6,5
mm; 9 mm dan 10 mm pada konsentrasi
5%, 10% dan 20%.
6. REFERENSI
Chatterjee,S., Chatterjee, S., and Dutta, S. 2012. An
Overviewon
the
Ethnophytopathological
Studiesof Cassiaalata-an Important Medicinal
Plantand the Effect of VA Monits Growthand
Productivity. International Journal of Research
in Botany. 2(4):13-19.
Doughari, J.H., Okafor, B. 2007. Antimicrobial
activity of Senna alata Linn. East and Central
African J. Pharm. Sci., 10: 17 21
Davis, W.W., and Stout, T.R. 1971. Disc Plate
Methods of Microbiological Antibiotic Assay.
Microbiology. 22 (4): 659-665.
Ehiowemwenguan, G., ; A. O. Iloma2 ; J. O.
Adetuwo,
2014,
Physico-Chemical
and
Bacteriological Quality of Borehole Water in
Eyaen Community Area of Edo State, Nigeria,
International Journal of Basics and Aplied
Sciences, Insan Akademika Publications, PISSN, 2301-4458; E-ISSN, 2301-8038
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun
Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Terjemahan dari Phytochemical Methods, oleh
Padmawinata, K., dan dan Soediro, I. Penerbit
ITB, Bandung.
Jawetz, E., Melnick, J.K., and Adelberg, E.A. 1986.
Mikrobiologi Untuk Kesehatan edisi 16, Oleh
Tonang, H. Penerbit EGC, Jakarta.
Jawetz, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran edisi
pertama.
Terjemahan
dari
Medical
Microbiology, Mudihardi, E., Penerbit Salemba
Medika, Jakarta.
1723
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Gravestone (Pilsbryoconcha exilis) is one macrozoobentos in freshwater. The animal was one of bioindicator of
heavy metal pollution, because their lives are relatively sedentary, considered filter feeders and
bioaccumulative properties of the heavy metals. The research objective was to determine the concentrations of
lead on the gravestone (P. exilis) of Riam Kanan River South Kalimantan using Atomic Absorption
Spectrophotometer. Sampling was conducted in March and April 2012 in the three-point location, the Tiwingan
Village, Mandikapau Villages and Sungai Alang Villages. The results showed that the concentrations of lead at
0.218 to 1.681 mg / kg . Based on the quality standard Food and Drug Administration Center, gravestone in
Right Riam River South Kalimantan is suitable for consumption.
Keywords: Pilsbryoconcha exilis, bioindicator, heavy metals, timbal
1. PENDAHULUAN
Sungai Riam Kanan di Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan merupakan sungai yang
dipakai oleh masyarakat untuk kegiatan rumah
tangga dan pembuangan hasil penambangan.
Sungai tersebut diduga kuat telah tercemar
logam berat akibat aktivitas masyarakat
tersebut. Berdasarkan data Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Banjar tentang kualitas
perairan Sungai Riam Kanan untuk parameter
logam berat masih berada di bawah baku mutu
air. Tetapi telah diteliti kandungan timbal pada
ikan Seluang (Rasbora caudimaculata) di
Sungai Riam Kanan yang berkisar antara
0,0368-0,1779 mg/kg [1].
Logam berat merupakan logam yang dapat
menjadi bahan racun dan mampu meracuni
tubuh makhluk hidup [2]. Logam berat yang
berbahaya dan beracun diantaranya adalah
timbal (Pb). Timbal merupakan salah satu dari
logam berat yang dipermasalahkan karena
bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai
bahan buangan beracun dan berbahaya. Timbal
dapat terakumulasi dalam tubuh makhluk
hidup baik secara langsung maupun tidak
langsung
melalui
rantai
makanan
(biomagnifikasi) dan bisa terakumulasi ke
jaringan
tubuh.
Apabila
manusia
mengkonsumsi organisme tersebut dalam
jumlah yang banyak dan waktu yang lama
dapat memberikan efek yang membahayakan
[3]. Keracunan timbal ini menyebabkan kadar
2. METODOLOGI
Pengambilan sampel
Sampling dilakukan secara purposive.
Titik pengambilan sampel adalah Desa
Tiwingan, Desa Mandikapau dan Desa Sungai
Alang, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan
pada bulan Maret dan April 2012.
Pengambilan sampel kijing dilakukan dengan
menggunakan alat Ponar Grap. Air dan
sedimen juga diambil dari masing-masing titik
sungai untuk dilakukan pengukuran kandungan
1724
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Parameter
Fisika
pH
6,78
6,63
7,31
6,86
28,10
28,70
28,40
2,90
4,60
12,61
Temperatur
(oC)
Kekeruhan
(NTU)
DHL
(mhos/cm)
6,34
6,37
Baku
Mutu
6-9
26-30
Keterangan :
1
: Pengambilan pada bulan Maret
II
: Pengambilan pada bulan April
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1726
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3.
4.
Kijing lokal
(P. exilis)
Kijing
exilis)
0,997
0,021
[15]
0,018
4,397
[16]
1,34-1,44
[17]
0,2181,681
Penelitian
ini
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Atom (SSA). Seminar Nasional III ISSN 19780176, Yogyakarta.
[5] Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi
Mahkluk Hidup. Cetakan I. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
[6] Rashed M.N. 2007. Biomarker as Indicator
for Water Pollution with Heavy
Metals
in Rivers. Fac. of Sciene. South Valley
University. Egypt.
[7] SNI 6989.8:2009. Air dan air limbah Bagian
8:
Cara
uji
timbal
(Pb)
secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
[8] SNI 06-6992.3-2004. Sedimen Bagian 3:
Cara uji timbal (Pb) secara destruksi asam
dengan Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA).
[9] Palar, H. 1994. Pencemaran & Toksikologi
Logam Berat. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
[10] Rochyatun, E., Lestari, A. Rahman. 2001.
Kualitas Lingkungan Perairan Banten dan
Sekitarnya Ditinjau dari Kondisi Logam Berat.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2005.
No. 38: 23-46.
[11] Tewari, A., Joshi, H.V., Raghunathan, C.,
Kumar, V.G.S., and Khambhaty, Y. 2001.
Effect of heavy metal pollution on growth,
carotenoid and bacterial
flora in the gut
of perna viridis (L.) in in situ condition.
Current Science.
81 (7) : 819828.
[12] Szefer P, BS. Kim, CK. Kim, EH. Kim, CB.
Lee. 2003. Distribution and coassociations
of trace elements in soft tissue and byssus of
Mytilus
galloprovincialis relative to the
surrounding seawater and suspended matter
of the southern part of Korean Peninsula.
Science Direct 129:209-228
[13] Nainggolan, L. P. 2009. Pengaruh Variasi
Berat Asam Gelugur (Garcinia atroviridis,
Griff) Terhadap Penurunan Kadar Logam Pb,
Cr dan Cd pada Perebusan Kerang Bulu
(Anadora antiquata) dari Perairan Belawan.
Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara.
[14] Arifin, Z. 2011. Konsentrasi Logam Berat di
Air, Sedimen dan Biota di teluk Kelabat,
Pulau Bangka. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis.
3(1):104-114
[15] Jalius, D.S, Daniel, S. Komar, R. Etty & E.
Yunizar. 2008. Bioakumulasi Logam Berat
dan Pengaruhnya terhadap 0ogenesis Kerang
Hijau (Perna Viridis). Jurnal Ris Akuakultur .
3 (1): 43-52
[16] Hidayat K.S. 2003. Survey Kadar Logam
Berat Pb dan Cd Pada Kerang Bulu (Anadara
antiquate) Di Pantai utara kabupaten
Pasuruan Dan
Probolinggo
Jawa
Timur. Skripsi. Manajemen Sumber Daya
Perairan Universitas Brawijaya. Malang.
[17] Sembiring, R. 2009. Analisis Kandungan
Logam Berat Hg, Cd dan Pb pada Daging
1728
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kijing Lokal (Pilsbryochoncha. exilis) dari
Perairan Situ Gede, Bogor. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
[18] Susilawati, F. 2011. Analisis Kandungan
Kromium pada Gondang (Pila scutata) di
Perairan Sungai Riam Kanan Kecamatan
Karang Intan Kabupaten Banjar. Skripsi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Lambung Mangkurat.
[19] Muawanah, T.K.Atri, & Kurniastuty. 2006.
Evaluasi Kandungan Logam Berat (Pb, Hg
dan Cu) pada Kerang Hijau (Perna Viridis)
di Perairan
Panimbangan
Banten.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(1): 122-130
[20] Suaniti, N. M. 2007. Pengaruh EDTA dalam
Penentuan Kandungan Timbal danTembaga
pada Kerang Hijau (Mytilus viridis). ISSN
1907-5626. Volume 2 : 1
1729
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstrak
Dalam pembelajaran jigsaw, keterampilan komunikasi siswa sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan
belajar siswa. Ada perlakuan berbeda yang diberikan kepada siswa antara jigsaw II dan jigsaw IV. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami perbedaan dalam kemampuan berkomunikasi siswa pada
model pembelajaran jigsaw II dan jigsaw IV dalam pemberian nama senyawa kimia. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian campuran (mixed methods) dan penelitian ini bersifar deskriptif. Subyek
penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Tanjung Jabung Timur Jambi yeng terdiri dari 2 kelas
masing-masing melaksanakan jigsaw II dan jigsaw IV . Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar
observasi dan kuesioner. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi siswa melaksanakan
jigsaw 4 adalah jauh lebih baik daripada di jigsaw II. Perbedaan ini disebabkan oleh kuis yang disediakan
untuk siswa di jigsaw IV membuat siswa memiliki kesiapan yang lebih baik. Mereka tampak lebih percaya diri
untuk melakukan aktivitas sebagai rekan tutor sebaya . Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kesiapan siswa terutama dengan menerapkan kuis dapat meningkatkan kualitas kegiatan tutor
sebaya antara siswa yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
Kata Kunci: Pembelajaran jigsaw, tutor sebaya, ketrampilan berkomunikasi, materi kimia
Abstract
In jigsaw learning, students communication skill is critically needed to produce the students learning success.
There is a different treatment provided for students between the jigsaw II and jigsaw IV. Hence, this study
aimed to understand the difference in the students communication skill taught by jigsaw II and jigsaw IV
models in a chemistry-nomenclature subject. A mixed method design was used in this study descriptively. Two
classes of grade 10 students of SMA Negeri 2 Tanjung Jabung Timur Jambi were involved to implement jigsaw
II and jigsaw IV respectively. Data was collected using observational sheet and questionnaires. The results of
analysis showed that the communication skill of students implementing the jigsaw IV was much better than
those in the jigsaw II. The difference was due to the quizzes provided for students in the jigsaw IV that made the
students had a better preparedness. They looked more confident to conduct peer tutorial activity than their
counterparts. Based on the results above, it can be concluded that increasing the students preparedness
particularly by implementing quizzes can develop the quality of peer tutorial activity between students that in
turn will affect their learning outcomes.
Keywords: Jigsaw learning, peer tutorial, communication skill, chemistry subject.
1. PENDAHULUAN
Implementasi KTSP di sekolah menuntut
para guru dan siswa untuk lebih kreatif dan
memiliki
inovasi
dalam
pelaksanaan
pembelajaran di kelas. KTSP lebih
menekankan pada pencapaian kompentensi
siswa, ini berarti dalam pembelajaran kimia
berpusat kepada siswa (student oriented) dan
bukan lagi bersumber pada guru (teacher
oriented).
1730
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Pada tahun 2002, Holiday mengembangkan model pembelajaran jigsaw yang diberi
nama model pembelajaran jigsaw IV. Model
pembelajaran ini merupakan pengembangan
dari jigsaw I, II, dan jigsaw III yang dirancang
untuk memperbaiki model-model pembelajaran sebelumnya. Terdapat tiga aspek baru
dan penting dalam jigsaw IV yakni pendahuluan, kuis dan re-teaching (dilakukan setelah pemberian tes dan peringkat), tiga aspek
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendahuluan
Guru dapat memberikan pendahuluan
dengan memperkenalkan materi dengan
metode ceramah, mempresentasikan literatur,
menyajikan masalah, menampilkan video
pembelajaran, atau mungkin mengadakan
pretest dengan tujuan untuk merangsang minat
siswa dalam proses pembelajaran
b. Kuis
Ketelitian hasil kerja siswa selama proses
pembelajaran dievaluasi melalui kuis. Kuis
pertama dirancang untuk memeriksa ketelitian
dan pemahaman siswa selama bekerja dalam
kelompok ahli (berdasarkan lembar ahli). Kuis
kedua dirancang untuk memeriksa ketelitian
dan pemahaman siswa selama bekerja dalam
kelompok asal (berdasarkan semua materi
yang dipelajari dalam kelompok asal).
c. Re-teach
Re-teach memberikan penguatan terhadap
soal dan materi yang belum dikuasai serta
dapat menyebabkan kesalahpahaman. Re-teach
ini dilakukan berdasarkan pada postest
keseluruhan.
Menurut Holliday (2002), ada sembilan
tahapan pada proses pembelajaran, yakni: 1)
Pendahuluan dimana guru memperkenalkan
prinsip yang berkenaan dengan keseluruhan
materi yang akan dipelajari, membentuk
kelompok asal, pembentukan kelompok ahli,
2) Membagikan lembar ahli (expert sheet)
kepada kelompok ahli, 3) Kelompok ahli
mengerjakan pertanyaan-pertanyaan yang ada
pada
lembar
ahli
untuk memeriksa
pemahaman terhadap materi yang menjadi
ahlinya, 4) Pemberian kuis pada masingmasing kelompok ahli untuk memeriksa
ketelitian dan pemahaman siswa selama
bekerja pada kelompok ahli, 5) Ahli kembali
ke kelompok asalnya dan menginformasikan
hasil
pekerjaannya
kepada
teman
sekelompoknya, 6) Pemberian kuis pada
masing-masinmg kelompok asal untuk
E. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan
,nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, dan ketrampilan. Hasil belajar
mencakup ketiga aspek yaitu kognitif,
psikomotor dan afektif (Suprijono, 2010).
Belajar adalah perubahan tingkah laku
secara keseluruhan bukan hanya salah satu
aspek potensi kemanusian saja. Artinya hasil
1734
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
F. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran jigsaw adalah proses
pembelajaran kooperatif dalam kelompokkelompok kecil dengan melibatkan peran
siswa sebagai tutor sebaya sehingga siswa
merasa bertanggung jawab terhadap materi
yang dipelajarinya.
Model ini tepat diterapkan pada
pembelajaran kimia khususnya materi
Penamaan Senyawa Kimia
karena
pembelajaran materi tersebut memerlukan
interaksi siswa dengan sumber belajar, satu
diantara sumber belajar tersebut adalah
temannya dalam satu kelompok.
Model pembelajaran jigsaw juga dapat
merangsang ketrampilan komunikasi siswa
dalam pembelajaran, sehingga aktifitas dan
kemampuan
komunikasi
siswa
dalam
menyampaikan gagasan atau pendapat dalam
proses pembahasan materi atau konsep
semakin bermakna.
G. Hipotesis Tindakan
Memperhatikan landasan teori dan
kerangka berpikir tersebut diatas, maka
hipotesis tindakan dirumuskan sebagai berikut;
Ada perbedaan kemampuan berkomunikasi
siswa pada model pembelajaran Jigsaw II dan
IV materi penamaan senyawa kimia di SMAN
2 Tanjung Jabung Timur.
3. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian campuran (mixed methods). Dua
jenis data yaitu data kuantitatif dan data
kualitataif secara bersamaan digunakan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang
bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan
berkomunikasi siswa dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw II dan IV sub pokok bahasan
penamaan senyawa kimia.
Angka 100
80 100
66 79
56 65
40 55
30 39
Angka 10
8,0 10,0
6,6 7,9
5,6 6,5
4,0 5,5
3,0 3,9
Huruf
A
B
C
D
E
Keterangan
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gambar 1. Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Jigsaw berdasarkan indikator
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Siswa
1737
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Cryptocarya (Lauraceae) is a genus plant distributed mostly in tropical and subtropical forests regions in the
world. In Indonesia, it grows almost in every island and is locally known as Medang. This evergreen trees
genus has economic values, since it has been commonly traded in timber industry for building, furnishing and as
pulp in paper industry. Moreover, Crytocarya is also used as traditional medicines, such as treatment for sore
of joints and muscles, headache, bellyful and infectious caused by bacteria and fungi. The phytochemical studies
on Cryptocarya reported that the major secondary metabolites of this genus belong to alkaloids, flavonoids, and
pyrones. These secondary metabolites exhibited diverse bioactivities, such as cytotoxicity against several cell
lines, antimalarial, antibacterial and antiinflammation. However, the phytochemistry and bioactivity studies of
Indonesian Cryptocarya were limited on some parts i.e. stem barks, heartwoods and roots. The study of leaves
of Cryptocarya is reported rarely. One of Cryptocarya grows in Indonesia is C. tomentosa. In this research, the
phytochemical investigation on leaves of C. tomentosa has been conducted and they have not been previously
reported. Two flavonoids have been isolated from ethyl acetate (EtOAc) extract of C. tomentosa leaves by using
several chromatography techniques, such as vacuum liquid chromatography and column chromatography. The
structures of the isolated compounds have been identified as quercetine (1) and dehydroquercetine (2), based on
spectroscopic data of 1D and 2D NMR. Furthermore, the cytotoxicity assay of EtOAc extract of the leaves of C.
tomentosa and the isolated flavonoids against murine leukemia P-388 cells have been examined, but the results
showed that the extract and the compounds were inactive.
Keywords : Cryptocarya tomentosa, flavonoids, cytotoxicity, murine leukemia P-388 cells.
1. PENDAHULUAN
Cryptocarya merupakan salah satu genus
utama dari famili Lauraceae, selain Bleismedia
dan Litsea, yang tersebar di kawasan tropis dan
subtropis seperti Asia, Australia dan
Melanesia. Penyebaran utama Cryptocarya di
Indonesia adalah di kawasan hutan Indonesia
bagian timur (Kosterman, 1968).
Cryptocarya, seperti genus lain dari
famili Lauraceae pada umumnya, merupakan
tumbuhan berupa pohon kayu yang dapat
mencapai ketinggian 40-47 m dan diameter 6090 cm. Kayu pohon Cryptocarya adalah kayu
yang kuat karena memiliki kerapatan yang
berkisar antara 440-830 kg/m3 sehingga kayu
pohonnya digunakan oleh masyarakat sebagai
bahan bangunan dan bahan baku perabot
(Lemmens, dkk, 1995).
Di Indonesia, pemanfaatan Cryptocarya
juga dikenal sebagai tumbuhan obat. Beberapa
spesies tertentu dari Cryptocarya memiliki
khasiat, seperti air rebusan dari kulit batang C.
massoy dapat menyembuhkan nyeri otot dan
kulit batang C. alba digunakan untuk
mengobati infeksi akibat jamur. Selain itu,
1738
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Bahan dan alat
Sebanyak 2 kg daun C. tomentosa diperoleh
dari Kebun Raya Bogor pada bulan Februari,
2014. Identifikasi dilakukan di Herbarium
Bogoriense, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia,
Bogor. Daun C. tomentosa
selanjutnya dikeringkan dan dihaluskan
sehingga diperoleh sebagai serbuk kering.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
OH
OH
OH
OH
4'
HO
8a
4a
O
4
HO
1'
OH
OH
OH O
OH O
Tabel 1. Data 1H-NMR (500 MHz) dan 13C-NMR (125 MHz) dari kuersetin (1) dan dehidrokuersetin (2) dalam
aseton-d6
1
2
No
C (ppm)
H ppm ( I, m, J)
C (ppm)
H ppm ( I, m, J)
2
146,04
84,4
5,01 ( 1H, d, 11,5 Hz)
3
135,84
73,1
4,60 ( 1H, d, 11,5 Hz)
4
175,66
198,1
4a
103,22
101,5
5
156,85
167,8
6
98,32
6,26 ( 1H, br s)
97,0
5,98 ( 1H, d, 2,0 Hz)
7
164,08
164,9
8
93,53
6,52 ( 1H, br s)
96,0
5,94 ( 1H, d, 2,0 Hz)
8a
161,41
164,1
1
121,85
129,7
2
114,86
7,82 (1H, d, 1,7 Hz)
115,8
7,06 (1H, d, 1,9 Hz)
3
144,93
146,5
4
147,44
145,7
5
115,33
6,99 (1H, d, 8,5 Hz)
115,7
6,85 (1H, d, 8,1 Hz)
6
120,53
7,69 (1H, dd, 8,5 Hz)
120,8
6,90 (1H, dd, 8,1 dan 1,9 Hz)
OH-5
12,16 (1H, s)
11,69 (1H, s)
component from Cayratia japonica. Archives of
Pharmacal Research, 30(1), 13-17
Kosterman, A.J.G.H. (1968): Material for A
Revision of Lauraceae I, Reinwardt, Herbarium
Bogoriense, Bogor, Indonesia
Juliawaty, L.D., Aimi, N., Ghisalberti, M.,
Kitajima, M., Makmur, L., Syah, Y.M.,
Siallagan, J., Achmad, S.A. dan Hakim, E.H.
(2006): Chemistry of Indonesian Cryptocarya
Plant (Lauraceae), dalam Brahmachari, G., Ed.,
Chemistry of Natural Products: Recent Trends
& Developments, Research Signpost, India
Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. dan Wong,
W.C. (1995): Plant Resource of South-East
Asia, No 5(2) PROSEA, Bogor
Markham, K.R. (1988): Cara Mengidentifikasi
Flavanoid. Diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB
Nasrullah, Ayu Afiqah., Zahari, Azeana.,
Mohamad,
Jamaludin.,
Awang,
Khalijah.,(2013): Antiplasmodial Alkaloids
from the Bark of Cryptocarya nigra
(Lauraceae), Molecules, 18, 8009-8017
Saewan, N., Koysomboon, S., Chantrapromma, K.
(2011): Anti-tyrosinase
and anti-cancer
activities of flavonoids from Blumea
balsamifera DC. Journal of Medicinal Plants
Research. 5(6), 1018-1025
4. KESIMPULAN
Dua senyawa flavonoid yang diidentifikasi
sebagai kuersetin (1) dan dehidrokuersetin (2)
telah berhasil diisolasi dari ekstrak etil asetat
daun C. tomentosa. Berdasarkan hasil uji
aktivitas sitotoksik terhadap sel murin
leukemia P-388, ekstrak etil asetat dari daun
C. tomentosa dan dihidrokuersetin (2) bersifat
tidak aktif.
5. REFERENSI
Feng, Rui., Zhi Kai Guo, Chun Min Yan, Er Guang
Li, Ren Xiang Tan, Hui Ming Ge (2012): Antiinflammatory Flavonoids from Cryptocarya
chingii, Phytochemistry, 76, 98105
Feng, Rui., Ting Wang, Wei Wei, Ren Xiang Tan,
Hui Ming Ge. (2013): Cytotoxic constitutents
from Cryptocarya maclurei, Phytochemistry,
90, 147153
Fu, X., Sevenet, T., Remy, F., Pais, M., Hadi,
A.H.A. dan Zeng, L.M. (1993): Flavonone and
Chalcone Derivatives from Cryptocarya kurzii,
Journal Natural Product, 56, 1153-1163
Han, Xiang Hua., Seong So., Hwang, Ji Song., Lee,
Myung Kuo., Hwang, Bang Yeon., Ro, Jai
Seop. (2007): Monoamine oxidase inhibitory
1741
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
(1)
Abstract
Carbon of rubber seed shell was prepared and used as an electrode material for EDLC in H3PO4 electrolyte.
Effect of H3PO4 as the electrolyte is added to polyvinyl alcohol is done with H 3PO4 concentrations to vary from
0.3 to 1.0 M. It was found that the optimum capacitance value contained at a concentration of 0.9 M H 3PO4 in
the amount of 69.85 nF and 53.4 nF, the voltage value 0.3 and 0.114 volt and current values of 7.0 and 3.0 A
for rubber seed shell carbon electrodes with particle sizes of 90 and 125 m.
Keywords: EDLC, Supercapacitors, Rubber Seed Shell, Capacitance, Polyvinyl Alcohol
Abstrak
Karbon dari tempurung biji karet telah digunakan sebagai bahan elektroda untuk EDLC(electrochemical
double layer capasitor) atau kapasitor elektrokimia. Pengaruh H3PO4 sebagai elektrolit yang ditambahkan
pada polivinil alkohol dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi H3PO4 dari 0,3 sampai 1,0 M. Diperoleh
bahwa nilai kapasitansi optimum terdapat pada konsentrasi H3PO4 0,9 M yaitu sebesar 69,85 nF dan 53,4 nF
dengan nilai tegangan 0,3 dan 0,114 volt dan nilai arus 7,0 dan 3,0 A untuk elektroda karbon tempurung biji
karet dengan ukuran partikel 90 dan 125 m.
Kata Kunci : EDLC, Superkapasitor, Tempurung Biji Karet, Kapasitansi, Polivinil Alkohol
1. PENDAHULUAN
EDLC/Superkapasitor merupakan terobosan
baru yang sedang dikembangkan pada saat
sekarang ini. Penggunaan EDLC sebagai
penyimpan energi dalam jumlah besar untuk
memenuhi kebutuhan listrik menjadi solusi
yang tepat. EDLC memiliki banyak kelebihan
dibanding dengan alat penyimpan energi yang
lain seperti baterai. Menurut Burke, A. F.
(2007), saat ini satu-satunya teknologi yang
tersedia adalah superkapasitor yang dapat
memberikan daya spesifik yang besar (lebih
dari 1 kW/kg) dan bisa di pakai ulang dengan
harga terjangkau, aman, sedikit toksisitas dan
terpercaya. Proses penyimpanan energi terjadi
karena terbentuknya pasangan ion dalam
elektrolit dan elektron pada permukaan antara
elektroda dan elektrolit. (B. H. Kim. et all,
2013).
Pemakaian karbon yang merupakan material
berpori sebagai elektroda telah banyak
dimodifikasi untuk meningkatkan nilai
kapasitansinya. (Alif, A, dkk, 2013) Penelitian
EDLC dengan elektroda berbahan dasar zeolit
dan karbon telah pernah
dilakukan,
diantaranya pengaruh elektrolit H2SO4
1742
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
biji
karet
sebagai
elektroda
EDLC/superkapasitor dengan mempelajari
nilai kapasitansi dan konduktasi EDLC.
2. METODE PENELITIAN
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah peralatan gelas, magnetic stirrer, neraca
analitik Ainsworth, oven. Instrumen yang
digunakan
adalah
Lutron
LCR-9073,
Hochspannung-Netzgerat High Voltage Power
Suplly Unit and Sanwa Digital Multimeter.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain :
Karbon aktif dari tempurung biji karet, PVA
(poli vinil alcohol), H3PO4 (asam pospat ).
Cara Kerja
Pembuatan Elektroda
Tempurung biji karet dihaluskan, setelah itu di
furnace pada suhu 300 oC selama 1 jam dan
diayak dengan ukuran 90 m dan 125 m.
Setelah itu serbuk tempurung biji karet
ditambah lem silikon (lem kaca) dan dicetak
dengan ukuran 3 cm x 3 cm.
Proses Pembuatan Polimer Elektrolit
Pembuatan
polimer
elektrolit
dengan
mencampurkan 1 gram poli vinil alcohol
(PVA) dan 10 mL larutan H3PO4 (asam
pospat). Variasi konsentrasi H3PO4 yang
digunakan adalah 0,3 - 1,0 M.
Pembuatan EDLC/Superkapasitor
Struktur EDLC dibuat seperti sandwich,
dimana diantara dua elektroda EDLC
diselipkan satu buah polimer elektrolit.
Elektroda tersebut kemudian ditempelkan pada
lempengan logam tembaga (Plat Cu).
Pemisah
Elektroda Karbon
Kolektor Arus
1743
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4 . KESIMPULAN
4. Burke,
5.
6.
7.
8.
DAFTAR PUSTAKA
2.
3.
9.
10.
11.
1745
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. Pendahuluan
Sel surya atau sel photovoltaic adalah
suatu rangkaian alat semikonduktor yang
mengkonversi foton (cahaya) menjadi energi
listrik. Struktur inti dari sel surya pada
umumnya terdiri dari satu atau lebih jenis
material semikonduktor dengan dua daerah
berbeda yaitu, daerah positif dan negatif. Dua
sisi yang berlainan ini berfungsi sebagai
elektroda. Untuk menghilangkan dua daerah
bermuatan yang berbeda umumnya digunakan
dopant dengan golongan periodik yang
berbeda. Hal ini dimaksudkan agar dopant
pada daerah negatif akan berfungsi sebagai
pendonor elektron, sedangakan dopant pada
daerah positif akan berfungsi sebagai penerima
elektron.
Efisiensi sel surya bisa tinggi bila
foton yang berasal dari sinar matahari dapat
diserap
sebanyak-banyaknya,
kemudian
memperkecil refleksi dan rekombinasi serta
memperbesar konduktivitas dari bahannya.
Penyerapan foton bisa maksimum, bila energi
band-gap berada dalam jangkauan yang lebar,
sehingga memungkinkan untuk bisa menyerap
sinar matahari yang mempunyai energi sangat
bermacam-macam tersebut. Salah satu bahan
yang sedang banyak diteliti adalah Oksida
Tembaga
(Cu2O-CuO)
yang
dikenal
merupakan
salah
satu
dari
direct
semiconductor.(Zainul et al, 2015)
Modifikasi dan karakterisasi Sel
Fotovoltaik
(PV)
dilakukan
untuk
mendapatkan efisiensi dan kemampuan
konversi sel yang tinggi (Zainul dkk, 2015).
2. Eksperimen
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Multimeter (Heles), Lightmeter (Oppo
F7a), SEM-EDX (Hitachi S-3400N), XRD
(PANalytical), lampu neon (Philip 10 watt),
Kertas, Kertas Karbon, Furnace, Timbangan
Analitik, dan Alat alat gelas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kaca (PT Asahimas), lem kaca, Pelat
Cu (PT Metalindo), Pelat Alumunium,
Natrium sulfat (Na2SO4) (Merck), agar,
kloroform(Merck) dan aquades.
3. Metoda yang digunakan
Pembuatan elektroda Cu2O-CuO
1746
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gambar 2. Foto SEM dari permukaan lempengan
tembaga sebelum dibakar (a) 5000x, setelah
pembakaran pada suhu 400oC (b) 5000x, dan
pembakaran pada suhu 500oC (c) 5000x (zainul et
al. 2105)
Karakterisasi XRD
(a)
(b)
(c)
1747
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Neon
n=1
1435
1425
Jumlah Lampu
Neon
Neon
n=2
n=3
1728
1993
1705
1986
1430
1716.5
1989.5
159.5
132.85
131.83
132.34
158.86
157.75
158.305
185.27
184.23
184.75
15.7
15.33
15.515
UV
n=3
163
156
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
318.3 438.7
545
647
2.525204
1.3 %
1
1430
132.34
2
1716.5
158.305
3
1989.5
184.75
5. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini disimpulkan kinerja
sel PV elektroda pasangan Cu2O/Al
memberikan performa sel yang relative besar,
dengan efisiensi 1,3 % pada penyinaran 3 buah
lampu neon, dan lebih tinggi 10 %
dibandingkan pada penyinaran pada lampu
UV. Sel dengan pasangan Cu2O/Al dapat
1749
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Philos Trans A Math Phys Eng Sci, 369(1942),
1840-1856. doi: 10.1098/rsta.2010.0348
R.Trethewey., K. (1988). Corrosion, for Students
of Science and Engineering. longman Group,
UK Limited, pages. 83, 349-361.
Rahadian Zainul, Admin Alif, Hermansyah Aziz,
Syukri Arief & Syukri. (2015). Design of
Photovoltaic Cell with Copper Oxide Electrode
by Using Indoor Lights. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical
Sciences, Volume 6 (4), pages : 353-361
Rahadian Zainul, Admin Alif, Hermansyah Aziz,
Syukri Arief dan Syukri. (2015). Modifikasi
dan Karakterisasi I-V Sel Fotovoltaik Cu2O/CuGel Na2SO4 Melalui Iluminasi Lampu Neon.
EKSAKTAm Berkala Ilmiah Bidang MIPA.
Volume 2, tahun XVI, Juli 2015
Sabbaghi, S., Orojlou, H., Parvizi, M. R., Saboori;,
R., & Sahooli, M. (2012). Effect of temperature
and time on morphology of CuO nanoparticle
during synthesis. international journal of nano
dimension, Article 9, Volume 3, Issue 1,
Summer 2012, Page 69-73
(Issue 1), 6973
Walsh, A., & Butler, K. T. (2014). Prediction of
electron energies in metal oxides. Acc Chem
Res, 47(2), 364-372. doi: 10.1021/ar400115x
Youngfu Zhu, Kouji Mimura, & Isshiki, M. (2002).
oxidation mechanism of copper at 623 - 1073
K. materials transactions, 43(9), 2173-2176.
1750
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
PENDAHULUAN
Globalisasi
menimbulkan
kondisi
paradoksal dalam kehidupanmanusia.Di satu
sisi, orang dengan mudah bisa mengakses
informasi dan membangun komunikasi satu
sama lain tanpa dibatasi oleh ruang, waktu dan
sekat-sekat geografis. Pada saat yang sama, era
global dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap kehidupan masyarakat, seperti
terjadinya konfliksosial, praktik koruptif, dan
berbagai prilaku menyimpang di masyarakat.
Dampak negatif globalisasi merupakan
ancaman serius bagi negara dan bangsa (Nuh,
2014). Oleh karena itu, pendidikan karakter
perlu digalakkan di semua jenjang pendidikan.
Di samping itu, nilai karakter menjadi syarat
utama bagi dunia kerja saatini. Berbagai
penelitian menunjukkan budi pekerti yang baik
berkorelasi positif dengan produktivitas kerja.
Menurut Mahmudi (2011), sekitar 87%
kegagalan orang ditempat kerjadi sebabkan
karena karakter yang kurangbaik. Itulah
sebabnya kurikulum 2013 yang baru
diberlakukan
lebih
menekankan
pada
pembangunan karakter peserta didik (Asyhar,
2014). Pendidikan karakter tidak hanya tugas
dan tanggungjawab guru agama dan PKn saja,
1751
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Persentase (%)
METODOLOGI
Jenis penelitian ini adalah penelitian
pengembangan karena menghasilkan suatu
produk berupa skenariopembelajaran. Proses
pengembangan mengadopsi model ASSURE
yang diimplementasikan melalui beberapa
kegiatan sebagaimana tergambar berikut ini:
100
80
60
40
20
0
Tiong
Hoa
Gbr. 3. Profilsiswaberdasarkansuku
Persentase (%)
100
80
60
40
20
0
SD Negeri SD Swasta Lain-lain
Asal Sekolah
1752
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3) Validasi Produk
Tabel 1. Jenis revisi dan saran tim ahli selama proses validasi 1drafskenario
No
1
Tim
Validator
Ahli Materi
Komentar
Saran
o Aspekkarakterbelumterintegrasisecarabaikkedalam
proses pembelajaran.
o Nama-namazataditifdandampaknyabelumlengkap.
o Uraianmateribelumdilengkapigambar
Ahli
Pembelajaran
o Rumusantujuanbelummenggambarkankaedah
ABCD.
o Sintaks model GIbelum terlihat jelas padascenario.
o Alokasi waktu belum ditulis secara jelas pd setiap
tahapkegiatanpembelajaran
Praktisi IPA
(1)
Praktisi IPA
(2)
Komentar dan saran yang diberikan digunakan sebagai bahan untuk perbaikan draf hingga
dihasilkan produkawal. Selanjutnya, produkawal divalidasi lagi oleh tim validasi untuk memperoleh
produk yang sahih sebelum diujicobakan. Beberapa komentar yang diberikan oleh tim validator
tertera pada Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Jenis revisi dan saran tim ahli selama proses validasi 2
No
1
Tim
Validator
Ahli Materi
Ahli
Pembelajaran
Praktisi IPA
(1)
Praktisi IPA
(2)
Komentar
Saran
o Kegiatansiswapadatahappendahuluankurangmenantangbagisiswa
o Berikancontoh yang
menantangdanrelevandengan topic
ygdibahas.
o Pembagian
waktu
perlu
memperhatikan materi dan kegiatan.
Misalnya kegiatan inti dengan banyak
kegiatan investigasi perlu diberi
waktu lebih banyak, tidak cukup 55
menit.
o Tambahkan tugas proyek untuk
dikerjakan siswa menggunakan tugas
kontekstual.
o Perlu diperjelas pada skenario
kegiatan pembelajaran.
o Tetapkan penggunaan waktu ke
lapangan pada kegiatan inti.
Dari
hasil
penilaian
tim
ahli
terhadapprodukakhirskenariopembelajaranyan
g dikembangkan seperti tertera pada Gbr 5 d
atas, terlihat rata-rata nilai yang diberikan
cukup tinggi yaitu 4,7 aspek materi4,6 aspek
media, 4,5 pada asepk karakter, 4,6 aspek
pendekatan, 4,5 aspekdidaktik, dan 4,4 untuk
aspek bahasa. Jadi nilai rata-rata adalah 4,55
atau kategori sangat baik. Dengan demikian,
skenario yang dikembangkan sangat layak
untuk diujicobakan.
1753
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Sementara,
responsiswaterhadapprodukskenario
yang
diterapkanmelaluiujicobapadapembelajarannya
tadenganmelibatkan 30 siswa SMP Xaverius I
kelas
VIII
didapatkanbahwasemuasiswasetujuprodukditer
apkandalampembelajarandenganalasansangatm
enyenangkan,
memberikankesempatansiswaaktifdanmeningk
atkankreativitaspesertadidik.
KESIMPULAN
Dari proses pengembangan diperoleh
produk awalskenario dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Produk awal yang dihasilkan pada
penelitian
ini
sangat
valid,sudahmencakupaspekkarakter, sangat
baik dari segi materi maupun pedagogi,
dan dapat diujicobakan di lapangan.
2. Dari
hasil
penilaian
tim
ahlididapatkanprodukskenarioyang
dikembangkanberkatagorisangat
baik
padasemuaaspek penilaian, dengannilai
rata-rata 4,55.
3. Menurut penilaian guru, skenarioyang
dikembangkan
aplikatif
karena
memerlukan bahan-bahan yang tersedia di
lingkungan sekolah dan sangat layak
digunakan sebagai perangkat alternatif
pembelajaran IPA.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya
disampaikan
kepada
Rektor
danDirekturPascasarjanaUniversitas Jambiatas
bantuan finansial yang diberikanmelalui Dana
PNBP Universitas Jambi tahun 2014.
Terimakasih juga disampaikan kepada Kepala
SMP Xaverius I Kota Jambi atas fasilitas yang
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Asyhar, R., (2014), Perangkat Pembelajaran IPAKimia
Bercirikan
Model
GI
melalui
Lingkungann Sekolah untuk Siswa Kelas VII
SMP, Makalah Seminar Nasional IPA, 18
Januari 2014 Unesa, Surabaya.
Fauzee, M. S. O., Nazarudin, M. N., Saputra, Y.
M., Sutresna, N., Taweesuk, D., Chansem, W.,
Latif, R. A., Geok, S. K., (2014), The Strategies
for
Character
Building
through
SportsParticipation, International Journal of
Academic Research in Business and Social
Sciences,2 (3), 48-58.
1754
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Hadi, R., (2015), The Integration of Character
Values in the Teaching of Economics: ACase of
Selected High Schools in Banjarmasin,
International Education Studies; 8 (7), 11-20.
Khusniati,
M.,
(2012),
PendidikanKarakterMelaluiPembelajaran IPA,
JurnalPendidikan IPA Indonesia, 1(2), 204-210.
Mahmudi, A., (2011), Developing Students
Character through Mathematics Teaching and
Learning, Proceeding, International Seminar
and
the
Fourth
National
Conference
onMathematics Education 2011 Building the
Nation
Character
through
HumanisticMathematics
Education.
1755
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
ABSTRACT
One of alternative to heavy metal removal in waters is biosorption. The main mechanisms in biosorption are
ionic interactions and complexes formation between metal ions and ligands contained in biomaterial structure.
Potential functional groups act as ligands in biosorption process, and depend on the organism. Potential metal
binding group in algal mat are carboxylate, amine, imidazole and sulfhydryl group. This study was examined
contribution of carboxylate group in Cr(VI) ion biosorption by Cladophora fracta biomass. Carboxylate groups
were modified with esterification reaction. Characterization using FTIR showed decreasing in intensity of -OH
groups and increasing intensity of groups that showed the presence of ester functional groups. Biosorption of
Cr(VI) ion is performed at pH 2 as optimum pH, retrieved decrease absorption capacity from 5.35 mg/g to 4.36
mg/g. It concluded that a carboxylate group has a significant role in biosorption of Cr (VI) ion by Cladophora
fracta.
Keyword: Biosorption, Carboxylate groups, Cr(VI)
ABSTRAK
Salah satu alternatif penghilangan logam berat diperairan adalah melalui proses biosorpsi. Mekanisme utama
yang berlangsung dalam proses biosopsi meliputi interaksi ionik dan pembentukan komplek antara ion logam
dan ligan yang terdapat dalam struktur biomaterial. Gugus fungsi yang potensial berperan sebagai ligan dalam
proses biosorpsi sangat bergantung pada organisme. Pada kelompok alga mat gugus fungsi yang potensial
diantaranya karboksilat, amina, imidazol dan sulfuhidril. Pada penelitian ini dilakukan studi peranan gugus
karboksilat pada biosorpsi ion Cr(VI) oleh biomassa Cladophora fracta. Untuk mengetahui peranan gugus
karboksilat, gugus fungsi tersebut dimodifikasi menjadi ester melalui reaksi esterifikasi dengan metanol dan
asam klorida. Karakterisasi menggunakan FTIR menunjukkan bahwa setelah dimodifikasi terjadi penurunan
intensitas gugus OH dan meningkatnya intensitas serapan pada gugus-gugus yang menunjukkan keberadaan
gugus fungsi ester. Biosorpsi ion Cr(VI) dilakukan pada pH 2 yang merupakan pH optimum penyerapan.
Diperoleh penurunan kapasitas penyerapan dari 5,35 mg/g menjadi 4,36 mg/g. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa gugus karboksilat memiliki peran yang signifikan pada biosorpsi ion Cr(VI) oleh Cladophora fracta
Kata kunci: Biosorpsi, gugus karboksilat, Cr(VI)
1. PENDAHULUAN
Biosorpsi merupakan salah satu
metode
yang
efektif
dalam
usaha
penanggulangan
logam
berat
yang
terkontaminasi di perairan. Sejumlah penelitian
telah banyak dilakukan untuk mempelajari
proses biosorpsi, mekanisme serta alternatif
biosorben yang dapat digunakan.
Proses biosorpsi dipengaruhi oleh
keadaan dinding sel biomassa dimana terdapat
gugus-gugus fungsi. Modifikasi dinding sel
tersebut dapat mengubah sisi aktifnya terhadap
pengikatan logam. Sejumlah metode telah
dilakukan untuk memodifikasi dinding sel
dengan tujuan untuk memperbesar kapasitas
sisi aktifnya terhadap logam serta untuk
1756
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek penelitian adalah alga hijau dari
jenis alga Cladophora fracta yang diperoleh
dari perairan Sungai Batang Air Dingin Lubuk
Minturun Kota Padang.
Persiapan biosorben
Alga hijau dipisahkan dari medium
tumbuhnya
kemudian
sebagian
kecil
dipisahkan untuk diidentifikasi dan sisanya
dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa
kotoran yang menempel seperti pasir,
keringkan diudara terbuka (tanpa terpapar
cahaya matahari secara langsung). Biomassa
yang telah kering diblender, kemudian diayak
dengan ukuran 250 m. Hasil ayakan dicuci
dengan larutan asam nitrat encer 0,1 M,
kemudian dinetralkan lagi dengan aquades.
Kemudian biomassa kembali dikeringkan
dengan cara yang sama. Biomassa yang kering
disimpan
dalam
desikator
dan
siap
diimobilisasi
dengan
Natrium
silikat
(Mawardi, 2006).
Modifikasi biomassa
1757
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Peranan
gugus
karboksil
terhadap
penyerapan ion Cr(VI) pada biomassa
C.fracta
Keberadaan gugus fungsi merupakan
faktor utama dalam proses biosorpsi. Dalam
biomassa pada umumnya terdapat tiga gugus
fungsi terbesar dan berpengaruh pada
penyerapan ion logam. Salah satunya adalah
1758
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
biomassa
1759
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1.PENDAHULUAN :
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
yaitu
pengetahuan
tentang
bilamana
menggunakan suatu prosedur, keterampilan,
atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut
tidak digunakan, mengapa suatu prosedur
berlangsung dan dalam kondisi yang
bagaimana berlangsungnya, dan mengapa
suatu prosedur lebih baik daripada prosedurprosedur yang lain. Oleh sebab itu
pengetahuan metakognitif dianggap sebagai
berpikir tingkat tinggi karena melibatkan
fungsi
eksekutif
yang
lebih
mengkoordinasikan perilaku pembelajaran.
Penelitian
mengenai
komponen
pengetahuan dari metakognisi diawali dari
penelitian yang dilakukan oleh Flavell (dalam
Neuenhaus, dkk, 2011), yang membagi
pengetahuan metakognitif dalam 3 variabel
yang berinterelasi yaitu (1) pengetahuan
mengenai diri sendiri dan orang lain sebagai
pembelajar (person variable), (2) pengetahuan
mengenai permintaan tugas (task variable) dan
pengetahuan mengenai strategi (strategy
variable). Sementara, berdasarkan penelitian
Brown (dalam Neuenhaus, dkk, 2011)
dibedakan antara (1) declarative strategy
knowledge, yang merujuk pada pengetahuan
mengenai apa pengukuran yang dapat
dilakukan untuk menyelesaikan tugas, (2)
procedural strategy knowledge mengenai
bagaimana merealisasikan pengukuran, dan
(3) conditional
strategy
knowledge yang
berkaitan dengan efektifitas strategi (kapan
saat yang tepat untuk mengaplikasikan strategi
proses pembelajaran).
Self Regulation (Pengalaman )yang
dimaksud adalah proses yang dapat diterapkan
dalam mengontrol aktivitas kognitif dan
mencapi tujuan kognitif itu sendiri pada saat
proses pembelajaran. Objek berpikir dalam
keterampilan metakognisi adalah proses
berpikir yang terjadi pada diri sendiri.
Pengalaman
metakognitif
melibatkan
penggunaan strategi metakognitif, Strategi
metakognitif adalah proses sekuensial untuk
mengontrol aktivitas kognitif dan memastikan
bahwa tujuan kognitif telah dipenuhi. Proses
ini menurut (OLRC News, 2004) metakognisi
membantu untuk mengatur dan mengawasi
belajar dan terdiri dari:
1. Perencanaan
(planning),
yaitu
kemampuan merencanakan aktivitas
belajarnya;
2. Strategi mengelola informasi (information
management
strategies),
yaitu
kemampuan strategi mengelola informasi
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan; menitikberatkan pada aktivitas belajar;
membantu dan membimbing siswa ketika
mengalami kesulitan; serta membantu siswa
dalam mengembangkan konsep diri mereka
ketika sedang belajar matematika. Dan
Suzana mendefinisikan pembelajaran
dengan pendekatan ketrampilan metakognitif
sebagai pembelajaran yang menanamkan
kesadaran bagaimana merancang, memonitor,
serta mengontrol, tentang apa yang mereka
ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif
menitik beratkan pada aktifitas belajar siswa;
membantu dan membimbing siswa jika ada
kesulitan; serta membantu siswa untuk
mengembangkan konsep diri apa yang
dilakukan saat belajar matematika.Dalam buku
yang berjudul How Student Learn (Hal
176,2005) Suzanne menyatakan adanya
manfaat dari pendekatan pembelajaran
metakognitif yaitu:
A metacognitive approach to instruction can
help students learn to take control of their own
learning by defining learning goals and
monitoring their progress in achieving them.
Pendekatan metakognitif instruksi
dapat membantu siswa belajar untuk
mengendalikan pembelajaran mereka sendiri
dengan mendefinisikan tujuan pembelajaran
dan memantau kemajuan mereka dalam
mencapai mereka.
Ada dua konteks yang mesti dipahami
agar siswa mampu belajar secara baik dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan ketrampilan metakognitif, yaitu
siswa dapat memahami dan menggunakan
strategi kognitif dan strategi kognitif
metakognitif selama proses pembelajaran
berlangsung. Menurut Hartono, pengertian
strategi
kognitif
adalah,
penggunaan
ketrampilan-ketrampilan intelektual secara
tepat oleh seseorang dalam mengorganisasi
aturan-aturan
ketika
menanggapi
dan
menyelesaikan soal, sedangkan strategi
kognitif metakognitif adalah mengontrol
seluruh aktivitas belajarnya, bila perlu
memodifikasi strategi yang biasa digunakan
untuk mencapai tujuan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan metakognitif, siwa diharuskan memiliki kemampuan
untuk bertanya dan menjawab pada diri sendiri
4.Pendekatan Metakognitif
Pendekatan
pembelajaran
dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Pendekatan adalah jalan atau arah
yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam
mencapai
tujuan
pembelajaran
dilihat
bagaimana materi itu disajikan. Dilihat dari
pendekatannya, terdapat dua jenis pendekatan
pembelajaran,
yaitu:
(1)
pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada siswa (student centered approach) dan
(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada guru (teacher centered
approach).
Pembelajaran dengan pendekatan
metakognitif menurut Kramarski dan Zoldan
(2008) adalah pembelajaran yang menanamkan
kesadaran bagaimana merancang, memonitor,
serta mengontrol tentang apa yang mereka
1765
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1766
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
The photocatalytic degradation of Metanil Yellow azo dye was carried out in aqueous solution using S/TiO 2 as
photocatalyst under UV light irradiation. The nanoparticles of S/TiO2 were prepared with S/Ti molar ratio of 1
: 7 by a sol gel and sonocation method simultaneously and were characterized by X-ray powder diffraction
(XRD), Scanning electron Microscope (SEM), and Transmission electron Microscope (TEM). The XRD result
show the existence of anatase crystalline phase and cell parameters are a = b = 3,785 and c = 9,506 using
Rietveld Calculation . The grain size is 8 nm determined by TEM analysis. The activity of the nanodot catalyst
on Methanyl Yellow degradation was excellent using UV-light irradiation, 68.5%.
Keywords: sulphur-titania; photocatalysis; azo-dye, Brnsted Lowry and Lewis acid sites
1. INTRODUCTION
Colouring in textile industries became
an attractive process due to producing an
interesting or specific textiles. However, these
results are particularly identified with the use
of reactive dyes and up to 30% of the used
dye-stuffs remain in the spent dye-bath after
the dyeing process [1]. The high consumption
of reactive dyes, mainly in the cotton-textile
industries, cause environmental and aesthetic
problems. A significant percentage (10-40%)
of the dye remains in its hydrolyzed and
unfixed form in the exhausted dye bath or is
removed in the washing liquors [2].
Types of dyes and pigments are
produced annually worldwide, about 10,000
and over 700,000 tons of dyes or pigments, of
which about 20% are in industrial effluents
from the textile dyeing and finishing processes
[1]. Unfortunately, many of these synthetic
dye-stuffs cannot be treated successfully by
conventional methods due to their complex
polyaromatic structure and hence cause health
problems [3]. There is also concern that the
aromatic amines, which are formed as
metabolites by reductive fission of the azo
bond under anaerobic conditions, could have a
more serious toxic hazard than the intact dye
molecules [4].
In case of conventional treatment such
as biological method, it will no longer be
acceptable since 53% of 87 colour-dyes are
identified as non-biodegradable. Pagga and
Brown [4] reported that the residual colour is
usually due to insoluble dyes such as reactive
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2.2. Instrumentations
The instruments used for characterizations were Philips X-ray diffractometer (XRD)
model PW 1710 with Cu-K radiation used for
structural and crystalline phases identification,
SEM-EDS JEOL JSM-6510la for morphological and composition identifications, TEM for
crystallographic and grain size of microstructures, FTIR Spectrometer Shimadzu Prestige21 for identifying the presence of functional
groups, and UV-Vis spectro-photometer for
analysizing the azo-dye concentration.
2.3. Procedures
S/TiO2 Preparation. 5 g tween-80 is put into
beaker glass and Isopropanol is then poured as
many as 50 mL while stirred for 10 minutes
until homogenous solution formed. Then, 3.5
mL Ti-isopropoxide 97% is added to the
homogenous solution, dan stirred again for 20
minutes until all homogenous solution formed.
Further, H2SO4 1M solution is added while
stirring for 12 hours. Finally the solution is
dried in oven in two stages which are, first
stage to eliminate isopropanol by setting
temperature to 70-80C for 24 hours. The
second stage oleic acid contained in Tween-80
is eliminated by heating in 110-120C until
powder formed. Then it is calcined gradually
until 400oC [14,18].
Characterization of S/TiO2
X-Ray diffractogram analysis. X-ray powder
diffraction pattern of the sample was recorded
from 2 = 15 to 70o on a Philips diffractometer
Model PW1710 using Cu K radiation at a step
0.05o/sec. The phase identification was
performed using Search and Match method by
comparing the X-ray pattern of the sample to
those of the standards in the ICDD-JPCD files
[19], and identified phase was quantified using
Rietveld method [20 22].
SEM analysis. The surface morphology and
composition identifications were characterized
using SEM-EDS JEOL JSM-6510la. The
analysis was conducted on polished and
2. EXPERIMENTAL SECTION
2.1. Materials
1768
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
with
different
Microstructure Analysis
As generally known, the surface characteristic
plays very important roles in the application of
solid material in the process involving the
surface interaction, such as photocatalytic
reaction. For this reason, the sample
investigated in this study were characterized
using SEM and TEM techniques [29-32]. The
SEM and TEM micrographs of the sample is
shown in Fig. 4 and 5, respectively.
Figu
re 1. Diffractogram S-doped TiO2 (with 0.02
mole of sulphur; and a = anatase phase) and
calcined at 400oC
1769
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
synthesis of N-doped TiO2 photocatalyst with high
visible-light activity. J. Alloys Comp., vol. 502,
pp. 289294, 2010.
[16]. Gui-Sheng Li, Die-Qing Zhang, and Jimmy C. Yu.
A New Visible-Light Photocatalyst: CdS Quantum
Dots Embedded Mesoporous TiO2. Environ. Sci.
Technol., vol. 43, pp. 70797085, 2009.
[17]. Y. Huang, W. K. Ho, S. C. Lee, L. Z. Zhang, G. S.
Li, and J. C. Yu. Effect of carbon doping on the
mesoporous structure of nanocrystalline titanium
dioxide and its solar-light-driven photocatalytic degradation of NOx. Langmuir, vol. 24, pp. 3510
3516, 2008.
[18]. Hyeok Choi, Elias Stathatos, and Dionysios D.
Dionysiou. Solgel preparation of mesoporous
photocatalytic TiO2 films and TiO2/Al2O3
composite
membranes
for
environmental
applications . Appl. Catal. B: Environmental,
vol.63, pp. 6067, 2006.
[19]. J. Drbohlavova, R. Hrdy, V. Adam, R. Kizek, O.
Schneeweiss, and J. Hubalek. Preparation and
Properties of Various Magnetic Nanoparticles.
Sensors, vol. 9, pp. 2352 2362, 2009.
[20]. H.M. Rietveld. J. Appl. Crystallogr.,Vol. 2, pp. 65
71, 1969.
[21]. R. A.Young. The Rietveld Method. International
Union of Crystallography, Oxford University Press,
1993.
[22]. B.D.Cullity. Elements of X-Ray Diffraction, 2nd,
ed. Addison-Wesley, London, p. 102, 1978.
[23]. L. D. Hanke. Handbook of Analytical Methods for
Materials.Materials Evaluation and Engineering
Inc. Plymouth, pp. 35 38, 2001.
[24]. L. A. Bendersky and F.W. Gayle. Electron diffraction using transmission electron microscopy. National Institute of Standards and Technology. Gaithersburg. MD 20899 - 8554, 2001.
[25]. ASTM 4824-13. Test methodFor determination of
catalyst acidity by pyridine chemisorption, MNL
58-EB. 2013.
[26]. J. D. Hanawalt, H. W. Rinn and L.K.Frevel. Ind.
Eng. Chem. Anal. vol.10, p. 457, 1938.
[27]. E.H. Kisi and E.A. Gray. J. Appl. Cryst. Vol. 31, p.
363, 1998.
[28]. C.J. Howard, T.M. Sabine, and F. Dickson. Acta
Crystallogr., Sect. B: Struct. Sci., B47, pp. 462
468, 1991.
[29]. L. D. Hanke. Handbook of Analytical Methods for
Materials, Materials Evaluation and Engineering
Inc., Plymouth, pp. 3538. 2001.
[30]. E.P. Parry. J. Catal., vol. 2 (5), 371379, 1963.
[31]. Jun Kawai, Hideshi Ishii, Yasuto Matsui, Yasuko
Terada, Teruo Tanabe, and Iwao Uchiyama. Risk
assessment of TiO2 photocatalyst by individual
micrometer-size particle analysis with on-site combination of SEM-EDX and SR-XANES microscope . Spectrochim. Act. Part B, vol. 62, pp. 677
681, 2007
[32]. L. Zhang, B. Miller, and P. Crozier. In Situ
Analysis of TiO2 Photocatalysts under Light
Exposure in the Environmental TEM. Microscopy
and Microanalysis, vol. 18 (2), pp. 1126 - 1127,
2012.
1771
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
sebelumnya,
senyawa
organotimah(IV)
karboksilat yang mengikat gugus organik
diketahui memiliki aktivitas yang baik sebagai
antifungi, antikanker, antitumor dan inhibitor
korosi (Hadi and Rilyanti, 2010; Hadi et al.,
2012; Hadi et al., 2015; Kurniasih et al.,
2015)). Senyawa ini memberikan efek
penghambatan yang tinggi meski pada
konsentrasi rendah.
1. PENDAHULUAN
Baja lunak merupakan material bersifat
ringan dan banyak digunakan dalam berbagai
bidang seperti proses industri, pembangkit
listrik tenaga nuklir, proses pengolahan bahan
bakar fosil, transportasi, proses kimia,
pertambahangan dan konstruksi (Doner et al.,
2011; Wan Nik et al., 2011; Ketis dkk., 2011).
Penggunaan baja lunak dalam jumlah besar
tidak sebanding dengan ketahanannya terhadap
korosi.Korosi baja lunak bergantung pada
komposisi anion-anion dalam larutan elektrolit
(Ketis dkk., 2011). Lingkungan dengan kadar
garam yang tinggi merupakan medium
elektrolit yang memiliki tingkat korosivitas
yang tinggi, sehingga diperlukan suatu metode
yang tepat untuk menanggulangi korosi pada
daerah ini. Korosi pada permukaan luar suatu
material dapat ditangani dengan berbagai cara
seperti pengecatan, pelapisan dengan logam
maupun dengan membuat padanan logam,
tetapi korosi pada bagian dalam suatu material
hanya dapat dikendalikan oleh inhibitor
korosi.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Analisis
UV
dilakukan
dengan
spektrofotometer UV Shimadzu UV 245 pada
konsentrasi 1x10-4 M dalam pelarut metanol
pada daerah UV. Analisis IR dengan
spektrofotometer Bruker VERTEX 70 FTIR
dengan pellet KBr.Analisis 1H dan 13C NMR
dilakukan dengan Bruker AV 600 MHz untuk
1
H NMR dan 150 MHz untuk 13C NMR dalam
pelarut DMSO. Analisis Mikroelementer
dilakukan denganCHNS Fision EA 1108
Elemental
Analyzer.Pengujian
korosi
dilakukan dengan potensiostat terintegrasi
EA161eDAQ
(1)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
sedangkan senyawa 3dan 4berturut-turut
muncul pada 167,019 dan 165,532 ppm.
Pergeseran nilai
ini disebabkan karena
perbedaan lingkungan kimia dari disekitar
gugus karbonil dari senyawa 2, 3, dan 4.
Pergeseran kimia untuk C dari ligan fenil
muncul pada nilai 134-136 ppm, sedangkan
serapan C dari ligan asam hidroksibenzoat
muncul pada nilai
yang lebih rendah
didaerah 128-136 ppm seperti pada senyawa
turunan organotimah(IV) karboksilat lainnya
yang telah dilaporkan sebelumnya (Hadi et al.,
2012; Hadi et al., 2015; Kurniasih et al.,
2015). Pergeseran kimia untuk 1H pada ligan
fenil pada senyawa 2, 3, dan 4.muncul pada
daerah sekitar 7-7,5 ppm, sedangkan pada
ligan benzoat muncul pada 7,75-7,86 ppm.
Serapan karakteristik dari spektrum IR
dari senyawa 2, 3, dan 4.disajikan pada Tabel
3. Munculnya puncak C=O pada senyawa 2,
3,dan 4.mengindikasikan reaksi sintesis telah
berlangsung dengan baik dengan terikatnya
ligan asam hidroksibenzoat pada atom pusat
Sn. Pada bilangan gelombang sekitar 3200 3500 cm-1dari ketiga spektrum muncul pita
1774
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(3)
[(C6H5)3Sn(4-C6H4(OH)COO)]
(4)
(d,6H); H3&H5
7, 43 (t,6H); H4
7,42 (t, 3H)
H2&H6 7,43
(d,6H); H3&H5
7, 42 (t,6H); H4
7,42 (t, 3H)
7,80-7,86 (d)
Tabel 4. Serapan karakteristik spektrum IR dari senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat hasil sintesis
Bilangan gelombang (cm-1)
Serapan
Refrensi
2
3
4
Sn-O
800-600
792,32
730,33
696,37
Sn-O-C
1250-1000
1243,06
1220,21
1229,26
CO2 asimetri
1500-1400
1482,40
1480,7
1432,84
O-H
3100-3500
3449,38
3440,55
3398,80
C=O
1600-1760
1627,96
1615,96
1613,48
Tabel 5. Serapan panjang gelombang spektrum UV dari senyawa trifeniltimah(IV)
hidroksibenzoat hasil sintesis
Panjang Gelombang (nm)
Senyawa Organotimah
[(C6H5)3Sn(OH)] (1)
[(C6H5)3Sn(2-C6H4(OH)COO)](2)
[(C6H5)3Sn(3-C6H4(OH)COO)] (3)
[(C6H5)3Sn(4-C6H4(OH)COO)] (4)
204
235
233
233
288
287
288
trifeniltimah(IV)
hidroksibenzoat
dapat
meningkatkan
kemampuannya
dalam
menghambat korosi. Semakin jauh posisi OH
yang
terikat
pada
ligan
semakin
mendestabilkan oksigen pada Sn-O, sehingga
efisiensi inhibisi senyawa trifeniltimah(IV) 4hidroksibenzoat memiliki kemampuan inhibisi
yang lebih besar dibandingkan kedua senyawa
lainnya.
Berdasarkan
kurva
polarisasi
potensiodinamiknya, inhibitor ini cenderung
mengikuti pola inhibitor anodik dalam
menghambat korosi baja (Rastogi et al.,
2005).Penghambatan korosi senyawa ini
diperkirakan melalui pembentukan lapisan
pasif inhibitor pada permukaan logam
sehingga dapat menghambat arus elektron dari
anoda baja lunak menuju katoda sehingga
proses redoks dapat terhambat.
[(C6H5)3Sn(2-C6H4(OH)COO)] (2)
(Kontrol)
-4,29
20
40
60
-4,92
-5,15
-5,37
1775
13,70
31,52
7,30
5,80
4,65
16,79
13,34
10,70
% EI
(%)
0,00
46,74
57,68
66,04
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
[(C6H5)3Sn(3-C6H4(OH)COO)] (3)
[(C6H5)3Sn(4-C6H4(OH)COO)] (4)
80
100
-5,6
-5,7
3,70
3,35
8,51
7,70
73,02
75,59
20
40
60
80
100
-4,95
-5,15
-5,45
-5,67
-5,8
7,08
5,80
4,30
3,45
3,03
16,29
13,34
9,88
7,93
6,96
48,31
57,68
68,65
74,84
77,91
20
40
60
80
100
-5
-5,25
-5,55
-5,71
-5,92
6,74
5,25
3,89
3,31
2,69
15,50
12,07
8,94
7,62
6,18
50,84
61,71
71,63
75,83
80,41
.
Hadi, S., M. Rilyanti and Suharso. 2012. In Vitro
Activity and Comparative Studies Of Some
Organotin(IV) Benzoate Derivatives Against
Leukemia Cancer Cell, L-1210. Indo. J. Chem.
12 (1): 172-177.
Hadi, S., H, Afriani., W.D. Anggraini., H.I. Qudus.,
and T. Suhartati. 2015. The Synthesis and
Potency Study of Some Dibutyltin(IV)
Dinitrobenzoate Compounds as Corrosion
Inhibitor for Mild Steel HRP in DMSO-HCl
Solution. Asian J. Chem. 27 (4), 1509-1512.
Ketis, N.K., D. Wahyuningrum, S. Achmad, B.
Bunjali. 2010. Efektivitas Asam Glutamat
Sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Karbon
dalam Larutan NaCl 1%. J. Mat. Sains. 15(1):
1-7.
Kurniasih, H., M. Nurissalam., B Iswantoro, H.
Afriyani, H. I. Qudus and S. Hadi. 2015. The
Synthesis, Characterization and Comparative
Anticorrosion Study of Some Organotin(IV) 4Clorobenzoates. Orient. J. Chem. 31(4): 23772383
Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M.
Yadav.
2005.
Organotin
Dithiohydrazodicarbonamides as Corrosion
Inhibitors
for
Mild
Steel
Dimethyl
SulfoxideContaining HCl. Port. Electrochim.
Acta. 22: 315332.
Szorcsik, A., L. Nagy, K. Gadja-Schrantz, L.
Pallerito, E. Nagy and E.T. Edelmann. 2002.
Structural Studies on Organotin(IV) Complexes
Formed with Ligands Containing {S, N, O}
Donor Atoms, J. Radioanal. Nucl. Chem. 252
(3): 523 530.
Wan Nik, W. B., F. Zulkifli, M. Rahman and R.
Rosliza. 2011. Corrosion Behavior of Mild Steel
in Seawater from Two Different Sites of Kuala
Terengganu Coastal Area. IJBAS-IJENS.
11(6):75-80.
4. KESIMPULAN
Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2hidroksibenzoat,
trifeniltimah(IV)
3hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4hidroksibenzoat telah berhasil dilakukan
dengan baik dan didukung dengan hasil
karakterisasi
menggunakan
berbagai
instrumen. Adanya pergantian ligan asam
hidroksibenzoat terhadap senyawa awal
trifeniltimah(IV)
hidroksida
membentuk
senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat
dapat meningkatkan kemampuan senyawa
dalam menghambat korosi baja lunak dalam
medium NaCl. Inhitor ini cenderung mengikuti
pola inhibitor anodik dalam menghambat
korosi baja melalui pembentukan lapisan pasif
pada permukaan baja.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada Direktorat
Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Kemenristekdikti atas dana melalui Hibah
Kompetensi 2016. Prof. Bohari M. Yamin (UKM
Malaysia) yang telah membantu melakukan
mikroanalisis unsur dan Prof. Hasnah Osman (USM
Malaysia) yang telah melakukan pengukuran NMR.
6. REFERENSI
Doner, A., R. Solmaz, M. Ozcan, G. Kardas. 2011.
Experimental and Theoretical Studies of
Thiazoles as Corrosion Inhibitors for Mild Stell
in Sulphuric Acid Solution. Corros. Sci.
53:2909-2913.
Hadi, S., and M. Rilyanti. 2010. Synthesis and In
Vitro
Anticancer
Activity
of
Some
Organotin(IV) Benzoate Compounds. Orient. J.
Chem. 26 (3): 775-779.
1776
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Peningkatan produksi sampah masyarakat
merupakan permasalahan yang muncul akibat
pertambahan penduduk.Walikota Jambi pada
kegiatan National workshop on Sustainable
Solid Waste Management in Secondary Cities
and Small Towns (2014) menyampaikan
bahwa produksi sampah Kota Jambi mencapai
1.532,34 m3/hari, 61,67% dikumpulkan dan
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
digunakan
sebagai
TPA
semakin
menyempit.Ditambah lagi sampah plastik yang
bersifat nonbiodegradable. Alternatif yang
dapat digunakan untuk pengurangan sampah
plastik yaitu mengkonversi plastik menjadi
bahan bakar cair adalah melalui reaksi
perengkahan plastik, baik perengkahan termal
(pirolisis) maupun perengkahan katalitik
(Junya, 2004; Ofoma, 2006).
2. KAJIAN LITERATUR
Plastik
adalah
salah
satu
jenis
makromolekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi senyawa hidrokarbon yang
dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau
gas alam (Kumar et al., 2011). Jenis-jenis
plastik yang paling banyak digunakan
diantaranya adalah polypropylene (PP), poly
ethylene terephthalate (PET) dan high density
polyethylene (HDPE). Polypropylene (PP)
adalah sebuah polimer termoplastik yang
dibuat oleh industri kimia dan digunakan
dalam berbagai aplikasi, diantaranya adalah
untuk kantong plastik, gelas plastik, ember dan
botol. Polipropilena bersifat lebih tahan panas,
keras, fleksibel dan dapat tembus cahaya
(Nugraha, et al).
3. METODE PENELITIAN
Tahap penelitian terdiri dari tiga tahap.
Tahap pertama adalah pembuatan minyak
plastik polipropilena dengan menggunakan
metode pirolisis. Tahap kedua adalah
pencampuran 15% kabon teraktivasi KOH dan
tahap ketiga adalah adsorpsi minyak plastik
dengan campuran 15% karbon aktif dan 85%
bentonit alam.
Pirolisis Sampah Plastik
Proses
pirolisis
sampah
plastik
polipropilena dilakukan menurut prosedur
Zainuri (2014), sampah plastik jenis
polipropilena dari wadah air mineral jenis
polipropilena dipotong kecil-kecil, lalu
dimasukan
ke
dalam
reaktor
tanpa
1778
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
calcite adalah
Reeder, 1990).
heksagonal
(Paquete
and
Element
Symbol
C
O
K
Si
(%)
Name
Carbon
Oxygen
Potassium
Silicon
25.0
50.8
21.5
2.6
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Minyak
Plastik
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
6. REFERENSI
Agra, I.B. 1995. Penyulingan Kering Sampah
Plastik. Karya Penelitian
Aji, D.W. dan Hidayat, M.N. 2011. Optimasi
Pencampuran Carbon dan Bentonit Sebagai
Adsorben Dalam Penurunan Kadar FFA (Free
Fatty Acid) Minyak Bekas Melalui Proses
Adsorbsi. Universitas Diponegoro: Semarang.
1-5.
Andarini, N. dan Purwo, S. H. D. 2009. Konversi
Plastik Menjadi Senyawa Fraksi Bahan Bakar
Cair Melalui Reaksi Perengkahan Katalitik
Dengan Katalis Ni(II)/H5NZA. Jurnal Saintifika
2:171-180.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh padapenelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Pirolisis pada suhu 200C mampu
menghasilkan minyak plastik polipropilena
bening sebanyak 310 mL dan pada suhu
300C menghasilkan minyak plastik
polipropilena warna sebanyak 320 mL.
2. Senyawa dalam bentonit adalah calcite
(CaCO3) berdasarkan analisis XRD
dengan intensitas 100% pada 2 sebesar
29,6231 sedangkan struktur dari karbon
cangkang sawit merupakan senyawa amorf
dengan senyawa SiO2 pada 2 26,633,
intensitas 100%.
3. Hasil analisis GC-MS menunjukkan
minyak plastik polipropilena bening
memiliki
rentang
C4-C50
dan
polipropilena warna dengan rentang C5C54 dengan luas area puncak tertinggi
menunjukkan rentang C8-C12.
4. Plastik polipropilena bening hasil pirolisis
memiliki nilai kalor yang yang cukup
1783
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Junya, Masaaki, Hironobu, Tadashi, dan Nobuhiko.
2004. Development of Feedstock Recycling
Process for Converting Waste Plastic to
Petrochemicals. IHI Engineering Review. Vol.
37 No. 2.
1784
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
From the non polar fraction bark of Kenangkan plants (Artocarpus rigida) obtained from the Village Keputran
Pringsewu Sukoharjo regency of Lampung Province, it has been done the isolation of secondary metabolites.
Isolation stages starting from the collection and preparation of samples and then extraction, isolation, and
purification of compounds using multiple chromatographic methods . The structure of isolated compound is
determined by IR spectroscopy, NMR, and mass (MS) . The physical properties of isolated compound are form
white needle-shaped crystals with a melting point of 187 C - 188 C, and identification using a reagent
Liebermann Burchard, this compound gave a positive reaction . Based on IR spectroscopy , NMR , and mass (
MS ) , and a comparison with literature, isolated compound is estimated has a similar to functional groups of
-amyryltetracosanoate.
Keywords : - amiriltetrakosanoat , Artocarpus rigida , isolation
1. PENDAHULUAN
2. METODE PENELITIAN
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Metode
2,71 kg serbuk kulit batang kenangkan
dimaserasi menggunakan metanol.
Hasil
maserasi kemudian disaring lalu dipekatkan
menggunakan rotavapor, diperoleh ekstrak
kental 177,8 gr.
Ekstrak ini selanjutnya
dipartisi secara KCV mengunakan silika gel
dan eluen n-heksana-etilasetat yang dinaikkan
kepolarannya. Fraksi hasil elusi menggunakan
eluen etilasetat-n-heksana hingga 15% yang
memiliki Rf yang sama pada KLT, diuapkan,
diperoleh ekstrak 30,5 gr. Pemurnian fraksi
selanjutnya dilakukan dengan kromatotron, dan
KK menggunakan berbagai campuran pelarut
dari n-heksana, etilasetat, benzena, kloroform,
metilenklorida, dan campuran metanol air 10%,
diperoleh kristal murni 21 mg, berwarna putih
dengan titik leleh 187-188 C. pada uji
kemurnian menggunakan KLT dengan tiga
sistem eluen, menunjukkan satu noda (Gambar
1), dan pada identifikasi dengan LibermanBuchard, senyawa ini memberikan warna
merah (Gambar 2).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
rangkap
121,81dan
145,40
ppm.
Berdasarkan triterpen literatur yang telah
diisolasi dari Artocarpus, umumnya memiliki
jumlah karbon 30, beberapa ada yang lebih
dari 30, yaitu terpenoid yang terasetilasi.
Berdasarkan data ini, berarti senyawa triterpen
dengan jumlah karbon 61 belum pernah
ditemukan pada Artocarpus. Dari penelusuran
literatur diperoleh data triterpen yang memiliki
gugus ester tetapi jumlah atom karbon 54
adalah -amiriltetrakosanoat yang diisolasi
dari Salvia fruticosa Mill [8]. Perbandingan
data 13C-NMR literatur dengan senyawa hasil
isolasi menunjukkan hanya beberapa geseran
kimia yang mendekati, yaitu untuk untuk
karbonil, C-ester, C-ikatan rangkap sedangkan
data untuk karbon alkana banyak yang tidak
sesuai, termasuk untuk kerangka karbon
triterpen pentasiklik.
1787
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
FMIPA,Universitas Riau.
email: titania.nugroho@lecturer.unri.ac.id
Abstract
Transglycosylation of .flavonoids and polyphenols can enhance their solubility in polar solvents and increase
their biological activity. Enzymatic transglycosylation can be catalyzed by cellulases that have the retaining
mechanism. Ethanol extracts of mangosteen (Garcinia mangostana) pericarp has antioxidant properties, and
hence can protect cells against oxidative stress. This study evaluates the enzymatic transglycosylation process
of ethanol extracts of mangosteen pericarp by cellulase extracts produced by a Riau isolate of Trichoderma.
Ground and dried mangosteen pericarp was extracted with various concentrations of ethanol, with or without
cellulase. The transglycosylation process was followed by HPLC analysis, and the products evaluated in vivo
and in vitro for ability to protect cells against oxidative stress. In vitro analysis was through the free radical
scavenging DPPH method. In vivo analysis is by the MTT method to evaluate cell death due to oxidative stress.
Enzymatic transglycosylation of mangosteen ethanol extracts could be detected in the presence of ethanol in pH
5,5 buffers. We will also present the antioxidant activities of the extracts obtained.
Keywords: Garcinia mangostana, Trichoderma, cellulase
Abstrak
Transglikosilasi flavonoid dan polifenol dapat meningkatkan sifat kelarutan zat dalam pelarut polar
dan aktivitas biologisnya. Transglikosilasi secara enzimatis dapat dilakukan oleh selulase yang memiliki
kemampuan retaining dalam mekanisme kerjanya. Ekstrak etanol dari kulit manggis memiliki kemampuan
penangkapan radikal bebas, sehingga dapat memberikan perlindungan sel terhadap stres oksidatif.. Penelitian
ini bertujuan menguji kemampuan transglikosilasi enzimatis menggunakan selulase Trichoderma lokal Riau
untuk meningkatkan kemampuan ekstrak etanol kulit manggis dalam perlindungan sel terhadap stres oksidatif.
Selulase yang digunakan merupakan ekstrak kasar dari media produksi selulase Trichoderma galur lokal Riau.
Proses ekstraksi senyawa aktif kulit manggis dilakukan pada berbagai konsentrasi etanol, dengan dan tanpa
selulase. Hasil transglikosilasi dideteksi melalui profil HPLC dari produknya. Kemampuan perlindungan stress
oksidatif oleh produk ekstrak etanol kulit manggis, baik yang tertransglikosilasi, maupun yang tidak (kontrol)
diuji secara in vitro dan in vivo. Uji in vitro adalah berdasarkan kemampuan menangkap radikal bebas DPPH,
sedangkan uji in vivo dilakukan menggunakan kultur sel yang diperlakukan dengan H2O2 sebagai oksidan.
Transglikosilasi ekstrak etanol kulit manggis oleh selulase Trichoderma terjadi dalam suasana adanya pelarut
etanol pada pH 5,5. Akan dipresentasikan juga aktivitas antioksidan dari ekstrak yang diperoleh.
Kata kunci: Garcinia mangostana, Trichoderma, selulase.
1. PENDAHULUAN
Kulit buah manggis mengandung
beberapa kelompok senyawa fenolik seperti
tanin, flavonoid, dan xanthon yang memiliki
beberapa aktivitas biologis yang dapat
digunakan untuk perlindungan sel atau sebagai
obat kanker (Li et al., 2013, Walker, 2007).
Beberapa penelitian telah membuktikan
aktivitas farmakologi dari senyawa yang
dikandung kulit buah manggis, di antaranya
sebagai antioksidan, antikanker, anti-inflamasi,
anti-alergi, anti-bakteri, anti-fungi, anti-virus,
1788
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Laboratorium
Biokimia,
FMIPA
Universitas Riau telah mengisolasi beberapa
galur Trichoderma dan Penicillium penghasil
selulase dari tanah Riau T. asperellum
LBKURCC1 (T.N.C52) dan LBKURCC2
(T.N.J63) yang semula diisolasi sebagai
Trchoderma sp. penghasil kitinase, ternyata
juga dapat menghasilkan selulase. T.
asperellum LBKURCC1 (T.N.C52) diisolasi
dari tanah perkebunan coklat di kecamatan
Rumbai, kota Pekanbaru, Riau dan T.
asperellum LBKURCC2 (T.N.J63) diisolasi
dari tanah perkebunan jeruk di Kabupaten
Kampar, Riau (Nugroho et al., 2003; Devi et
al., 2001, Nugroho, 2006). Ke semua galur ini
menghasilkan selulase endoglukanase (EC
3.2.1.4) dan eksoglukanase (EC 3.2.1.91)
dengan aktivitas yang bervariasi (Sepryani et
al., 2011). Penelitian ini bertujuan menguji
kemampuan
transglikosilasi
enzimatis
menggunakan selulase Trichoderma lokal Riau
untuk meningkatkan kemampuan ekstrak
etanol kulit manggis dalam perlindungan sel
terhadap stres oksidatif. Transglikosilasi
senyawa aktif kulit buah manggis (Garcinia
mangostana
L.)
secara
enzimatis
menggunakan selulase diharapkan dapat
menghasilkan senyawa aktif glikon yang lebih
polar, lebih stabil terhadap panas dan memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga akan
lebih
maksimal
diaplikasikan
sebagai
neuroprotektan. Selain itu karena selulase
dapat mendegradasi selulosa pada dinding sel
tanaman, juga terjadi peningkatan ekstraksi
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODE PENELITIAN
Selulase yang digunakan dalam penelitian
ini adalah ekstrak kasar selulase yang
diproduksi oleh Trichoderma asperellum
LBKURCC1
pada
media
produksi
menggunakan 1% CMC sebagai sumber
karbon utama. Ekstrak etanol kulit buah
manggis
kering
dilakukan
dengan
menginkubasi bubuk kering kulit manggis
dengan selulase dalam pelarut bufer pH 5,5
yang mengandung variasi konsentrasi etanol
30 hingga 50%,
sesuai metode yang
dideskripsikan oleh Chen et al.(2011). Semua
prosedur ekstaksi diulang 3x. Hal yang sama
dilakukan terhadap kontrol, yaitu ekstraksi
tanpa penggunaan selulase. Ekstrak yang
diperoleh dikeringkan dengan penguapan
vakum pada rotary evaporator suhu 50oC,
dilanjutkan pengeringan oven hingga suhu
konstan 60oC.
HPLC fasa terbalik ekstrak kulit manggis
yang diperoleh dilakukan dengan melarutkan
ekstrak kering dalam methanol (1 mg/mL).
HPLC dilakukan menggunakan kolom Shim
Pack C18 (5 m, 250 mm x 4 mm, Shimadzu,
Kyoto,
Japan),
dengan
detektor
spektrofotometer UV 280 nm. Kolom dielusi
dengan fasa gerak gradient air : asetonitril
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gambar 1. Profil kromatogram HPLC pada panjang gelombang 280nm dari ekstrak 30% etanol kulit
manggis tanpa inkubasi dengan selulase.
Gambar 2. Profil kromatogram HPLC pada panjang gelombang 280nm.dari ekstrak 30% etanol kulit
manggis yang diinkubasi dengan selulase
Chin, Y.W., Jung, H.A., Chai, H., Keller, W.J.,
Kinghorn, A.D., (2008). Xanthones with
quinone reductase-inducing activity from the
fruits of Garcinia mangostana (Mangosteen).
Phytochemistry 69: 754758.
6. REFERENSI
Chaverri, J. P., N. C. Rodriguez, M. O. Ibarra, and
J. M. P. Rojas. (2008). Medicinal Properties of
Mangosteen (Garcinia mangostana). Food and
Chem. Toxicol., 46: 32273239.
1791
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Chen, S. Xing, X.-H., Huang, J.-J & Xu.-S. (2011).
Enzyme-assisted extraction of flavonoids from
Ginkgo biloba leaves: improvement effect of
flavonol transglycosylation catalyzed by
Penicillium decumbens cellulase. Enzyme
Microb. Technol., 48: 100-105
Devi, S., Indriati, Nugroho, T.T. (2001). Pemurnian
selulase ekstrak selular Trichoderma harzianum
TNC52. Jurnal Natur Indonesia 4: 15-24.
Gao, C., Mayon, P., MacManus, D.,& Vulfson, E.
(2001). Novel enzymatic approach to the
synthesis of flavonoid glycosides and their
esters. Biotechnol. Bioeng. 71: 235-243
Li G, Thomas S & Johnson J. (2013) polyphenols
from the mangosten (Garcinia mangostana)
fruit for breast and prostate cancer. Frontiers in
pharmacology.4,
doi:
10.3389/fphar.2013.00080.
Moongkarndi P, Jaisupaa N, Samera J, Kosema N,
Konlataa J, Rodpaib E & Pongpan N. (2014).
Comparison of the biological activity of two
different isolates from mangosteen. Journal of
Pharmacy
and
Pharmacology:
doi:
10.1111/jphp.12239
Nugroho, T.T., Ali, M. Ginting, C., Wahyuningsih,
Dahliaty, A., Devi, S., Sukmarisa, Y. (2003).
Isolasi dan karakterisasi sebagian kitinase
Trichoderma viride TNJ63. Jurnal Natur
Indonesia 5: 101-106
Nugroho, T.T. (2006). Versatile plant protection
biocontrol of fungi: Biochemistry and
biotechnology potential in agriculture, industry
and health. Prosiding Seminar UKM-UNRI Ke4. Fakulti Sains dan Teknologi Universiti
Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor,
Malaysia. 1-13.
Nugroho, T. T., Teruna, H. Y., Novianty, R.,
Octaviani, D., Miranti.
2016. Increased
1792
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
ABSTRACT
It has been formulated antacid suspension used suspending agent Methocel E 15dan Veegum
HV wtih combination. Evaluation of the suspension included investigation of organoleptick, degree of
sedimentation, pH, particle size, viscosity with rheological property, density and neutralizing capacity
acid
It was foundthat formula V with suspending agent combination Methocel E 15 dan Veegum
HV that each concentration 1 % given well evaluation and all of formulation not influence
neutralizing capacity acid.
Keywords: Antacid Suspension, Methocel E 15,Veegum HV, Neutralizing capacity acid
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian formulasi suspensi antasida dengan menggunakan zat pensuspensi
Methocel E 15 dan Veegum HV serta kombinasinya. Evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan
organoleptis, derajat sedimentasi, pH, ukuran partikel, kekentalan serta sifat aliran, bobot jenis, dan
kapasitas penetralan asam.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa formula V dengan kombinasi zat pensuspensi
Methocel E 15 dan Veegum HV yang masing-masing konsentrasi 1 % memberikan evaluasi yang
lebih baik dan semua formula tidak mempengaruhi kemampuan kapasitas penetralan asam .
Kata kunci : Suspensi Antasida, Methocel E 15 , Veegum HV, Kapasitas penetralan asam.
bentuk suspensi atau tablet. Bentuk suspensi
ini lebih disukai daripada bentuk tablet karena
suspensi bekerja lebih cepat dan obat sudah
berada dalam bentuk partikel didalam sediaan.
Pilihan pertama umumnya adalah senyawa
Magnesium dan Aluminium dengan sifat
netralisasi yang baik tanpa resorpsi usus [2,3]
Untuk memperoleh suspensi yang stabil
secara fisika diusahakan agar partikel-partikel
obat terdispersi dalam cairan pendispersi
selama mungkin dan bila terjadi endapan,
maka endapan tersebut dapat didispersikan
kembali dengan pengocokan perlahan [3,4].
Untuk itu perlu penambahan bahan pembantu
salah satu diantaranya adalah zat pensuspensi.
Zat pensuspensi adalah zat yang dapat
meningkatkan viskositas yang digunakan
1. PENDAHULUAN
Antasida atau zat
pengikat asam
adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk
menetralisir atau mengikat asam lambung yang
berlebihan, seperti pada penyakit tukak
lambung dan tukak usus. Hal ini disebabkan
karena berkurangnya daya tangkis selaput
lendir lambung yang dalam keadaan normal
tahan terhadap asam klorida dan pepsin.
Antasida tidak mengurangi volume asam
klorida yang dikeluarkan lambung, tetapi
peningkatan pH akan menurunkan aktifitas
pepsin dalam cairan lambung [1,2].
Kebanyakan preparat antasida disusun
dari bahan-bahan yang tidak larut dalam air
sehingga sediaan antasida ini diformula dalam
1793
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Nama Bahan
l(OH)3
Mg(OH)2
Sorbitol 70 %
Methocel E 15
Veegum HV
Sirup simplex
Na Benzoat
Oleum MP
Air Suling ad
Tabel 1. Rancangan Formula
FI
200 mg
200 mg
4 % v/v
1 % b/v
10 % b/v
0,1 % b/v
0,038 % v/v
5 ml
FII
200 mg
200 mg
4 % v/v
2 % b/v
10 % b/v
0,1 % b/v
0,038 % v/v
5 ml
FIII
200 mg
200 mg
4 % v/v
1 % b/v
10 % b/v
0,1 % b/v
0,038% v/v
5 ml
FIV
200 mg
200 mg
4 % v/v
2 % b/v
10 % b/v
0,1 % b/v
0,038 % v/v
5 ml
FV
200 mg
200 mg
4 % v/v
1 % b/v
1 % b/v
10 % b/v
0,1 % b/v
0,038 % v/v
5 ml
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
FI
Agak encer
FII
Agak encer
FIII
Agak kental
FIV
Kental
FV
Agak kental
0,150 -0,160
Pseudotropik
0,160-0,180
Pseudotropik
0,400-0,430
Tiksotropik
0,602-0,800
Tiksotroik
0,419-0,450
Pseudoplastik
tiksotropik
1795
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
pH
Ukuran partikel
Bobot Jenis
Kapasitas penetralan
asam
9,38-9,45
28,12-28,77 um
1,0771
24,653 mEq
9,45-9,48
28,97-30,13 um
1,0725
24,553 mEq
9,74-9,83
17,29-18,70 um
1,0986
24,403 mEq
9,77-9,99
20,39-20,95 um
1,0943
24,303 mEq
9,68
22,99-23,42 um
1,0866
24,153 mEq
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1797
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
[7] Anief, M. Sistem Dispersi, Formulasi
Suspensi dan Emulsi, Gajah Mada University
Press, 1999
[8] Aulton, M E, Pharmaceutics : The Science of
Dosage Form Design, Churhill, Livingstone,
Edinburgh London Melbourne and New York,
1988
[9] Jenkins, et, Al, The Art of Compounding, 9 th.
Ed, The Balkiston Division Me Grow Hill
Book Company, Inc, New York Toronto
London, 1987
1798
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
The purpose of this study was to develop a chemical equilibrium learning media based on multiple
representations (macroscopic, sub microscopic and symbolic). In this research, the ADDIE model was applied,
which has the main purpose as product development and testing of product effectivity in achieving its objectives
in this study. Instrument sheets used for collecting data were validation of media and validation of material
questionnaires. The main result of this study is a chemistry learning media on chemical equilibrium based on
multiple representations. The results showed that quality of prototype I of interactive learning media of
chemical equilibrium based on multiple representations is very good based on validation results from chemistry
experts with a mean score of 4.45 and while based on validation results of multimedia experts is very good with
a mean score of 4.41. Validation results showed that the prototype I could be applied to the students in
classroom after some revision from chemistry and multimedia experts. The prototype II is a revised version of
prototype I, from which its content and display are better, in accordance with recent curriculum, the rules and
elements of education.
Keywords: chemical equilibrium, multiple representations, ADDIE model
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan kurikulum Program Studi
Pendidikan Kimia FKIP Universitas Jambi,
Kesetimbangan Kimia merupakan pokok
bahasan yang sangat penting dalam Kimia
Fisika II, merupakan salah satu mata kuliah
yang tergabung dalam kelompok Mata Kuliah
Keilmuan dan Keahlian (MKK). Dengan
demikian keberadaan pokok bahasan dan mata
kuliah ini sangat penting, namun banyak
mahasiswa yang kurang antusias dan kurang
berminat mempelajarinya, yang ditandai
dengan rendahnya hasil belajar yang mereka
peroleh. Bila ditilik dari materinya sarat
dengan teori-teori dan konsep yang abstrak,
dimana menuntut penalaran yang tinggi untuk
level makroskopis, mikroskopis dan simbolik
[1,2]. Multiple representasi merupakan bentuk
representasi yang memadukan antara teks,
gambar
nyata,
atau
grafik.
Perlu
diketahui,untuk perangkat pembelajaran dan
model pembelajaran yang tepat untuk
Kesetimbangan Kimia ini sudah dikaji dan
dikembangkan.
Pada penelitian ini, pembelajaran
dengan multiple representasi diharapkan
mampu
untuk
menjembatani
proses
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
kimia. Representasi kimia dikembangkan
berdasarkan urutan dari fenomena yang dilihat,
1799
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(a)
(b)
Gambar 1. Tampilan cover (a) dan Tampilan
molekul (b) didalam Prototype-I Media
Pembelajaran Kesetimbangan Kimia berbasis
multiple representatif
1801
Bagian
yg salah
Soal
Jenis
kesalahan
Soal yang
ada belum
lengkap
Saran perbaikan
Soal yang ada
dilengkapi sesuai
dengan materi dan
kompetensi dasar
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Referensi
Referensi
belum ada
Bagian yang
salah
Uraian
materi
Animasi
Jenis
kesalahan
Ukuran
tampilan kecil
Tampilan kecil
Saran perbaikan
Ukuran tampilan
diperbesar
Tampilan
diperbesar
Rerata skor
Ahli materi Ahli materi
Rerata Kriteria
1
2
4,47
4,45
4,46
SB
4,43
4,45
4,44
SB
4,45
4,45
SB
4,45
1802
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
DP2M Ditjen Dikti atas penda-naan Penelitian
Hibah Bersaing Tahun 2016.
6. PUSTAKA
[1]. Akker JJHVD. 1999. Principle and methods of
development research, In J.J.H. van den Akker
RM, Branch K, Gustafson NM. Nieveen and
Tj. Plomp (Eds). Design Approaches and
Tools
in
Education
and
Training.
Dordrecht:Kluwer.
[2]. Acree B, Cormae RM, Fulbright G, Weaver S,
Krantzman KD. 1995. Creating animation of
chemical reactions. J. Chem. Ed., 72 (12):
1077-1082.
[3]. Domagk, S., Schwartz, R.N., Plass, J.L.
Interactivity in multimedia learning: An
integrated model. Computers in Human
Behavior. 2010; 26, 10241033.
[4]. Fetton, L.A., Keesee, K., Mattox, R.,
McClosky, R., Medley, G. Comparison of
Video Instruction and Conventional Learning
Methods on Students Understanding. Am. J.
Pharm. Educ. 2000; 65, 53-57.
[5]. Jones LL, Smith SG. 1993. Multimedia
technology: a catalyst for change in chemical
education. Pure and Applied Chemistry.
65:245-249.
[6]. Suyanto, M. Analisis & Desain Aplikasi
Multimedia untuk Pemasaran: Perkembangan
Multimedia dan CD Interaktif. Andi Offset:
Yogyakarta; 2004.
[7]. Syahri W. 2010. Pengembangan Media
Interaktif Pembelajaran Elektrokimia dengan
Model Kooperatif tipe Jigsaw untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep dan
Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. Tesis.
Universitas Jambi.
[8]. Syahri W, Yusnaidar. 2012. Pengembangan
CD Pembelajaran Interaktif Termodinamika
Kimia untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep dan Keterampilan Proses Sains
Mahasiswa. Prosiding Bidang Pendidikan
MIPA Tanggal 11-12 Mei 2012 BKS Wilayah
Barat. Medan.
[9]. Utomo, T., Ruijter, K. Peningkatan dan
Pengembangan
Pendidikan.
Gramedia:
Jakarta; 1994.
[10].Yager , R.E. The Constructivist Learning
Model : Towards Real Reform in Science
Education. The Science Teacher, National
Teacher Association. 1994.
[11] Widodo CS, Jasmadi. 2008. Panduan
Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Kompas Gramedia.
Ahli
media 1
4,30
4,40
4,41
4,37
Rerata skor
Ahli media
Rerata Kriteria
2
4,50
4,40
B
4,42
4,41
SB
4,43
4,42
SB
SB
4,45
4,41
4. KESIMPULAN
Media Pembelajaran Kesetimbangan
Kimia
berbasis
multiple
representatif
merupakan
pengembangan
awal
yang
mengadopsi metode pengembangan ADDIE.
Kriteria
kualitas
prototype-I
Media
pembelajaran interaktif Kesetimbangan Kimia
berbasis multiple representatif hasil validasi
tim ahli materi (validasi kedua) adalah sangat
baik dengan rerata skor 4,45 dan hasil validasi
tim ahli media adalah sangat baik dengan
rerata skor 4,41. Hasil validasi menunjukkan
bahwa prototype-I layak untuk digunakan/uji
coba lapangan dengan revisi sesuai saran ahli
materi dan ahli media. Hasil revisi prototype-I
adalah prototype-II, dimana isi dan
tampilannya lebih baik, sesuai dengan
kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan
kaidah-kaidah pendidikan serta mengandung
unsur edukasi.
5. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada Program
Pendidikan Tinggi PKUPT Univer-sitas Jambi dan
1803
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
senyawa
aditif
untuk
mempelajari
pengaruhnya dalam mempertahankan stabilitas
enzim selulase dari Bacillus subtilis
ITBCCB148.
1. PENDAHULUAN
Selulase merupakan enzim yang banyak
digunakan dalam berbagai bidang industri
seperti industri pakan ternak, tekstil, air
limbah, dan bioetanol [1]; [2]. Penggunaan
selulase dalam industri harus memenuhi
beberapa persyaratan seperti enzim harus stabil
pada pH dan suhu yang ekstrim [3]. Untuk
mendapatkan enzim tersebut dapat diperoleh
dengan berbagai cara salah satunya dengan
mengisolasi enzim secara langsung dari
lingkungan ekstrim [4] atau dapat dilakukan
dengan beberapa teknik seperti modifikasi
kimia, amobilisasi dan penambahan senyawa
aditif. Senyawa aditif telah banyak digunakan
dan telah terbukti mempertahankan stabilitas
enzim seperti katalase menggunakan senyawa
golongan poliol seperti gliserol dan glikol [5].
Senyawa aditif digolongkan menjadi 6
kelompok yaitu; 1) substrat atau koenzim, 2)
ion logam, 3) garam dan anion, 4) polimer, 5)
gula dan glikol, serta 6) aditif lainnya [6]; [7].
Pada penelitian ini digunakan sorbitol sebagai
2. METODE PENELITIAN
2.1 Bahan
Semua bahan kimia yang digunakan dalam
penelitian ini mempunyai derajat proanalisis.
Bacillus subtilis ITBCCB148 diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi
Bioproses, Jurusan Teknik Kimia, ITB.
2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan penelitian ini antara
lain alat-alat gelas, jarum ose, pembakar
spirtus, autoklaf model S-90N, laminar air
flow CURMA model 9005-FL, neraca analitik,
shaker incubator, sentrifuga, lemari pendingin,
mikropipet Eppendorff, waterbath, kolom
kromatografi, freeze dry, dan spektrofotometer
UV-VIS Carry Win UV 32.
1804
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2.3 Pembuatan
fermentasi
media
inokulum
dan
Karakterisasi enzim hasil pemurnian dan
setelah penambahan sorbitol meliputi:
penentuan pH optimum, suhu optimum,
penentuan data kinetika (KM dan Vmaks),
penentuan stabilitas termal dan pH enzim, serta
penentuan waktu paruh (t1/2), konstanta laju
inaktivasi (ki), dan perubahan energi akibat
denaturasi (Gi).
Kondisi
optimum
Bacillus
subtilis
ITBCCB148 dalam memproduksi enzim
selulase ditentukan dengan cara memindahkan
2% media inokulum ke media fermentasi yang
memiliki variasi pH 5,5; 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; dan
8,0, kemudian dikocok dalam shaker
incubator. Lalu diuji aktivitas enzim selulase
pada setiap interval waktu tertentu [9].
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Grafik
Lineweaver-Burk
enzim
hasil
pemurnian dan setelah penambahan sorbitol
dapat dilihat pada Gambar 3. Data pada
Gambar 3 menunjukkan nilai KM dan Vmaks
enzim hasil pemurnian yaitu: 26,42 mg/mL
substrat dan 4,42 mol mL-1 menit-1.
Sedangkan nilai KM
enzim setelah
penambahan sorbitol (0,5; 1; 1,5 M) secara
berturut-turut yaitu: 22,23; 18,58 dan 19,85
mg/mL substrat, dan nilai Vmaks enzim setelah
penambahan sorbitol (0,5; 1; 1,5 M) berturutturut yaitu 3,71; 3,49 dan 3,64 mol mL-1
menit-1.
Enzim
Hasil
Pemurnian
Sorbitol 0,5 M
Sorbitol 1,0 M
Sorbitol 1,5 M
ki (menit-1)
t1/2
(menit)
Gi
(kJ/mol)
0,0121
0,0077
0,0070
0,0075
57,27
90,00
99,00
92,40
102,19
103,41
103,66
103,48
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
peningkatan
stabilitas
penambahan sorbitol[15].
enzim
setelah
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
enzim hasil pemurnian mempunyai pH
optimum 5,5 dan suhu optimum 50oC. Nilai
KM = 26,42 mg/mL substrat, Vmaks = 4,42 mol
mL-1 menit-1 .Uji stabilitas termal selama 100
menit pada suhu 50oC enzim hasil pemurnian
mempunyai ki = 0,0121 menit-1, t1/2 = 57,27
menit, dan Gi = 102,19 kJ/mol. Enzim setelah
penambahan sorbitol (0,5; 1,0; 1,5 M) secara
berurutan mempunyai suhu optimum 50oC dan
pH optimum 5,5. Nilai KM = 22,23; 18,58;
19,85 mg/mL substrat, Vmaks = 3,71; 3,49 dan
3,64 mol mL-1 menit-1 dan uji stabilitas termal
selama 100 menit pada suhu 55oC mempunyai
t1/2 = 90,00; 99,00 dan 92,40 menit, ki =
0,0077; 0,0070; 0,0075 menit-1, serta Gi =
103,41; 103,66 dan 103,48
kJ/mol.
Peningkatan t1/2 dan Gi, serta penurunan ki
menunjukkan terjadinya peningkatan stabilitas
enzim setelah penambahan sorbitol hingga 1,61,7 kali.
Untuk lebih meningkatakan kestabilan enzim
hasil
pemurnian
disarankan
untuk
menggunakan metode lain yaitu proses
modifikasi kimia, sehingga enzim hasil
pemurnian lebih meningkat kestabilannya
dibandingkan dengan penambahan zat aditif.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada Kementrian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Dit.
Litabmas atas dukungan dana dalam bentuk
Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2016
5. REFERENSI
[1] M. Coughlan, Cellulose Degradation by Fungi.
Microbial Enzymes and Biotechnology. p. 1-36,
1990.
[2] P. Beguin, and J. P. Aubert, The Biological
Degradation
of
Ce,llulose.
FEMS
Microbiology Reviews. 13: p. 25-58, 1994.
[3] D.W. Goddete, C. Terri, F.L Beth, L. Maria,
R.M. Jonathan, P. Christian, B.R. Robert, S.Y.
Shiow, and C.R. Wilson,
Strategy and
implementation of a system for protein
1808
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Test the antioxidant activity of the extract of the fruit Shorea sumatrana method of 1,1diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH)
Yusnelti.
PMIPA FKIP the Jambi of Universit, yusneltiwitiza@ymail.com
Abstract
Plant Shorea sumatrana a potential oil-producing plants in the flower as a natural preservative, cosmetic
ingredients, raw materials butter, and the lipstick. Oil from Shorea sumatrana of the results of the preliminary
study identified the compound class of flavonoids, phenolic and quinone compounds. The results of previous
studies of treatment for noodle, oil from the fruit Shorea sumatrana to power resilience noodles, noodles
produced lasting for 7 days (Yusnelti, 2008). The aim of research to find out the results Shorea sumatrana fruit
extracts as antioxidants, method used is using the solvent n-hexane to soxhletation sumatrana Shorea fruit, the
fruit has been managed in isolation Shorea sumatrana and be treated with testing antiokasidan using 1,1diphenyl-2- picrylhydrazyl DPPH, the measurements are made with UV-vis spectrophotometer UV. Results
obtained from tests with DPPH antioxidant activity of fruit extraction Shorea sumatrana produce absorbent at
0.019 and inhibition of 95.5%, natrium benzoat (control +) absorbent 0.015 and inhibition of 96.1 This
indicates that the fraction of ethyl acetate have antioxidant activity better and have a standard approach
positive activity (natrium benzoat ).
Keywords: antioxidant soxhletation, shorea sumatrana 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH
1.PENDAHULUAN
Dipterocarpacea adalah suatu famili
tumbuhan yang besar dan tersebar di daerah
tropika Asia, famili tumbuhan ini terdiri 16
genus dan sekitar 600 spesies. Tiga genus yang
utama dalah shorea terdiri dari 150 spesies
dikenal dengan meranti atau tengkawang,
hopea dikenal dengan merawan terdiri dari
sekitar 100 spesies, dan dipterocarpus terdiri
75 spesies yang dikenal dengan keruing
(Heyne, 1987, Hakim, 2002) kayu terdiri dari
shorea kayu putih, shorea kayu kuning dan
shorea kayu merah, genus shorea penghasil
minyak terdiri dari 15 spesis,
salah satu
adalah shorea sumatrana,
Kita telah banyak mengenal tamanan
penghasil senyawa sebagai antioksidan, fungsi
dan manfaatnya terhadap suatu makanan
maupun sebagai obat untuk mengobat penyakit
kanker. Hal mana umumnya tanaman yang
banyak menyandung
kandungan senyawa
Flavonoid dan fenolik. Salah satu tanaman
yang mengandung flavonoid adalah pada
tumbuhan shorea sumatrana, dimana buah/biji
dari tumbuhan menghasilkan minyak, minyak
digunakan pada masyarakat dipedesaan untuk
digunakan pengawet nasi minyak trasidional,
hal mana dalam proses pembuatan nasi minyak
menggunakan minyak tengkawang sehingga
1809
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Biji Tengkawang
Secara tradisional, minyak Tengkawang
digunakan
untuk
memasak,
penyedap
masakan, dan ramuanobat-obatan. Dalam
dunia industri, minyak tengkawang digunakan
untuk pembuatan permensebagai pengganti
mentega dan minyak coklat, bahan farmasi
(obat-obatan), minyak makan,makanan ternak,
kosmetika (bahan lipstik), dipakai dalam
pembuatan lilin, sabun, margarin,pelumas, dan
sebagainya. Minyak tengkawang juga dapat
digunakan untuk menaikkan titik lelehcokelat
pada industri cokelat.Setelah diekstraksi dari
biji
tengkawang,
minyak
tengkawang
dimurnikan untuk menghilangkan rasadan bau
yang tidak enak, serta warna yang tidak
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Beberapa spesies Shorea menghasilkan tengkawang, yakni buah merantimerantian yang besar dan berlemak.Setelah
disalai agar awet, biji tengkawang dikempa
untuk mengeluarkan minyaknya yang berharga
tinggi. Minyak tengkawang digunakan dalam
industri kosmetika dan makanan Lemak
tengkawang yang diekstraksi dari biji
tengkawang (shorea spp), selama ini sebagian
besar hanya digunakan untuk meningkatkan
titik leleh lemak coklat pada industri coklat
yang nilai ekonominya masih rendah.
Berdasarkan sifat fisik lemak tengkawang,
peningkatan nilai ekonomi lemak tengkawang
dapat dilakukan melalui pemanfaatannya untuk
pembuatan produk yang bernilai ekonomi lebih
tinggi yaitu sebagai bahan pembentuk batang
lipstik. Lemak tengkawang melalui proses
pemurnian sampai tahapan pemucatan dapat
mensubstitusi malam secara parsial dalam
pembuatan batang lipstik dengan biaya
produksi yang lebih rendah (Erliza, dkk, 2002)
Tengkawang/singkawang
adalah
nama buah dan pohon dari beberapa jenis
Shorea,
sukuDipterocarpaceae,
yang
menghasilkan minyak lemak yang berharga
tinggi. Pohon-pohon tengkawang ini hanya
terdapat di Kalimantan dan sumatera. Dalam
bahasa Inggris tengkawang dikenal sebagai
illipe nut atau Borneo tallow nut. Ada belasan
jenis pohon tengkawangyang menghasilkan
minyak , di antaranya:
Shorea amplexicaulis P.S.Ashton, tengkawang
mege
Shorea beccariana Burck, tengkawang tengkal
Shorea compressa
Shorea fallax Meijer, engkabang layar
Shorea havilandii Brandis, selangan batu
pinang, tengkawang ayer
Shorea lepidota (Korth.) Blume, tengkawang
gunung
Shorea macrantha Brandis, engkabang
bungkus
Shorea macrophylla (de Vriese) P.S.Ashton,
tengkawang hantelok
Shorea mecystopteryx Ridl. tengkawang layar
Shorea palembanica Miq., tengkawang majau
Shorea pinanga Scheff., tengkawang rambai
Shorea scaberrima Burck, tengkawang kijang
Shorea seminis (de Viese) v.Slooten,
tengkawang terendak
Shorea singkawang (Miq.) Miq., sengkawang
pinang
Shorea splendida (de Vriese) P.S.Ashton,
tengkawang bani
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4.METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini dilakukan sohkletasi
buahshorea
sumatrana,
nampak
noda
disesuaikan dengan metabolit sekunder yang
akan diamati Dengan metode KLT ini juga
dilakukan penapisan aktivitas antioksidan dari
masing-masing metabolite sekunder dengan
menggunakan
perekasi
2,2-diphenyl-1picrylhydrazyl (DPPH). Penapisan aktivitas
antioksidan
ini
dilakukan
dengan
menggunakan asam askorbat sebagai larutan
standar.Uji antioksidan dengan metode
peredaman DPPHdilakukan lebih lanjut
dengan mengukur sejauh mana reaksi
peredaman terhadap radikal bebas DPPH dapat
berlangsung.Pengukuran dilakukan secara
spektrofotometri dengan mengukur serapan
dari masing-masing sampel yang sudah
direaksikan dengan larutan standar DPPH 1
mM pada 515. Sebagai standar digunakan
larutan asam askorbat.Parameter yang biasa
digunakan untuk menginterpretasikan hasil
1812
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1
2
4
6
8
AbsorAktifitas
bansi
penghambatan
(A)
(% inhibisi)
=500 nm
0,205
0,210
0,215
0,220
0,225
33,45
33,85
35,00
36,15
37,45
Persamaan
regresi linear
y=0,5677x+
32,823
R2=0,9982
Nilai
IC50
(g/ml)
3,02
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
RH
NO2
O2N
NO2
DPPH
N H R
NO2
O2N
NO2
DPPH-H
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 1. Hasil pengujian aktivitas antioksidan
Ntrium Benzoat
Konsentra
si
(ppm)
1
2
4
6
8
Absorban
si (A)
=500 mm
0,205
0,210
0,215
0,220
0,225
Aktifitas Persamaan
Antioksid regresi linear
an (%)
32,90
y=0,3939+
33,85
32,188
34,85
R2=0,9992
35,45
36,10
Nilai
IC50
(g/ml)
4.52
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Haryoto, B. Santoso, dan H. Nugroho. 2007.
Aktivitas Antioksidan Fraksi PolarEkstrak
Metanol dari Kulit Kayu Batang Shorea
acuminatissima denganMetode DPPH. Jurnal
Ilmu Dasar, Vol. 8 No. 2, Hal : 158-164.
Hernani dan Rahardjo, M. 2005.Tanaman
Berkhasiat
Antioksidan.
Jakarta,Penebar
Swadaya
Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan AlamiPenangkal Radikal Bebas, Sumber,Manfaat,
Cara Penyediaan dan Pengolahan.Penerbit
Trubus Agrisarana. Surabaya.
Landy, A., Lolaen, Fatimawati, Gayatri.2013. Uji
Aktifitas AntioksidanKandugan Fitokimia Jus
Buah Gandaria Bouea macrophylla Griff.
Program Study Farmasi Fakultas MIPA UNSRAT,
Manado.
Lautan, J. 1997. Radikal Bebas Pada Eritrosit dan
leukosit. Cermin duniakedokteran
Molyneux, P. 2004. The Use Of Stable Free
Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) Or
Estimating Antioksidan Activity.
Songklanakarin J SciTechnol 26(2) 211-219
Nita Londo, 2015 . Bioaktifitas ekstrak kasar biji
gandaria Bouea macrophylla Griff sebagai
bahan antiokasidan skripsi S1 biolog
Universitas Hasanuddin Makasar.
Papas, A.M. 1999.Antioxidant Status, Diet,
Nutrition and Health.CRC Press.Washington,
D.C.
Raharjo, S. 2007. Strategi menghindari kerusakan
mutu produk pangan goreng.
Food Review.
Rice, C.A., N.J and G. Paganga. 1996. Sifat
Struktur
Antioksidan
SenyawaFenolik.
Agricultural University, Bogor.
Saija. 1995. Flavonoids as antioxidant agents :
importance
of
their
interactionwith
biomembranes. Free Radic. Biol. & Med. 19(4):
481-486
Soeksmanto, A., Y.Hapsari dan P.Simanjuntak.
2007. Kandungan Antioksidan
pada Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa
Phaleria macrocarpaScheff. Biodiversita.9295.
Sunarni, T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap
Radikal Bebas Beberapakecambah Dari Biji
Tanaman Familia Papilionac.
Wiryowidaglo.2006.
Uji
AktivitsAntioksidan
Beberapa Spons Laut dari Kepulauan
Seribu.Jurnal BahanAlam Indonesia vol.6 (1)
hal 1-4.
Yusnelti, Harlis, Nasri. 2008. Pemanfaatan Minyak
Tengkawang (Shorea sumatrana) sebagai
Pengawet Alam dalam Proses Pembuatan Mie
Basah, Tahu, Bakso bagi Industri Rumah
Tangga. Laporan Penelitian Universitas Jambi.
1816
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang
Email : olly512@yahoo.com
Abstract
Effect of calcinations temperature on the performance of TiO2/C reinforced ceramics as a supercapacitor
electrode has been investigated. TiO2 sols was synthesized with sol-gel method. The ceramic electrodes was
coated by TiO sol with temperature calcined variant of 150oC, 250oC, 350oC, 450oC, and without calcined.
Measurement results showed that the highest capacitance is given by the ceramic electrodes are coated titania
sol without calcined and lowest capacitance given by the ceramic electrodes was coated by TiO2 sols with
250oC calcined temperature.
Keywords: Supercapacitors, EDLC, sol gel methodes , Capacitance
Abstrak
Pengaruh suhu pembakaran terhadap performance TiO2/C berpendukung keramik sebagai elektroda
superkapasitor telah diteliti. Sintesis sol TiO2 dilakukan dengan menggunakan metode sol-gel. Elektroda
keramik dilapisi dengan sol TiO2 dan dibakar dengan variasi suhu 150oC, 250oC, 350oC, 450oC, dan tanpa suhu
pembakaran. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa kapasitansi yang tertinggi diberikan oleh elektroda
keramik yang dilapisi sol titania tanpa dibakar dan kapasitansi terendah diberikan oleh elektroda yang dibakar
pada suhu 250oC.
Kata Kunci: Superkapasitor, EDLC, metode sol gel, TiO2, kapasitansi
1. PENDAHULUAN
Superkapasitor menjadi perangkat penyimpan
energi listrik yang sekarang sedang
berkembang secara meluas. Hal ini karena
sifatnya yang mampu menutupi kekurangan
dari fuel cell dan baterai. Superkapasitor
mempunyai nilai kapasitansi yang lebih besar,
rapat energi yang besar, dan siklus hidup yang
lebih lama [1]. Material yang biasanya
digunakan sebagai elektroda EDLC adalah
karbon, oksida logam, dan polimer konduktif.
Secara umum penggunaan karbon sebagai
elektroda EDLC lebih besar karena
keunggulan sifatnya dibandingkan dua
material lainnya. Oksida logam biasanya
mahal dan polimer konduktif bersifat tidak
stabil. Karbon memiliki luas permukaan yang
besar sehingga memungkinkan untuk banyak
menyimpan muatan dari elektrolit. Keuntungan
penggunaan karbon sebagai bahan elektroda
adalah mudah didapatkan, harganya yang
murah, dan stabil. Karbon yang digunakan
sebagai elektroda dapat berupa graphene,
carbon nanotube, carbon aerogel, maupun
komposit mineral karbon [2-5].
1817
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah keramik lantai (Materina), H3PO4
(Merck),
(CH2CHOH)n
(Bratachem),
Ti(OC3H7)4 (Aldrich, 97%), CH3CH2(OH)CH3
(Merck), C4H11NO2 (Merck), dan Akuades.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah plat tembaga, kaca (4x4 cm), oven,
furnace, hot plate, charger (Handphone Nokia
8,62 V), Multimeter (Heles UX-838TR), LCRMeter (Lutron LCR-9073), dan peralatan gelas
laboratorium lainnya.
Perakitan superkapasitor
Struktur
superkapasitor
dibuat
seperti
sandwich, dimana diantara dua elektroda
dengan suhu pembakaran yang sama
diselipkan satu buah polimer elektrolit.
Elektroda tersebut kemudian ditempelkan pada
lempengan logam tembaga (Plat Cu),
selanjutnya ditekan dengan plat kaca agar
rakitan tidak renggang dan dijepit dengan
penjepit.
Prosedur Kerja
Persiapan Elektroda Keramik Lantai
Keramik yang digunakan diperoleh dari
keramik lantai yang ada di pasaran dan biasa
digunakan sebagai keramik lantai rumah.
Keramik diambil bagian dalamnya saja,
sedangkan kemudian ditipiskan hingga
ketebalannya 2,5 mm, dibentuk lingkaran
berdiameter 4 cm [12].
Plat Cu
Kaca
Elektroda keramik
Pemisah
1818
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Kapasitansi (nF)
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0
200
400
600
Kapasitansi (nF)
Nilai Kapasitansi
(nF)
0.060
0.096
0.148
0.165
0.170
0.190
0.118
0.071
0,15
0,1
0,05
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0
200
400
600
0,2
0,4
0,6
0,8
Konsentrasi (M)
Aquadest
0,1 M
0,2 M
0,3 M
0,4 M
0,5 M
0,6 M
0,7 M
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
0,7
0,6
Arus (A)
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0
0,2
0,4
0,6
0,8
Konsentrasi (M)
0,3
Tegangan (Volt)
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0
50
100
150
200
0,7
0,6
0,4
0,3
Tegangan (Volt)
Arus (A)
0,5
0,2
0,1
0
0
50
100
150
200
Waktu (Menit)
Aquadest, 0,1, 0,2, 0,3, 0,6, 0,7 M
0,4 M
0,5 M
0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0
0,2
0,4
0,6
0,8
Konsentrasi (M)
4. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa keramik lantai yang
1820
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
7. Barmawi, I., Taer, E., Umar, A. A., Lukita, J.,
Lustania., Penumbuhan Nanopartikel Logam
dengan
Metode
Kimia
Basah
untuk
Meningkatkan
Prestasi
Superkapasitor
Elektrokimia.
Prosiding
SNTK
TOPI,
Pekanbaru, 2012.
8. Jing, F., Mu, C., Hai, L., Zhi-An, Z., Yan-Qing,
L., Ji, L., Hybrid Supercapacitor Based on
Polyaniline Doped with Lithium Salt and
Activated Carbon Electrodes, J. Cent. South
Univ. Technol, 2009, 16:04340439.
9. Khairati, M., Pengaruh Elektrolit H3PO4
terhadap Sifat Listrik pada Elektroda
Superkapasitor dari Campuran Zeolit dan Resin
Damar, Skripsi, FMIPA Universitas Andalas,
Padang, 2014.
10. Fitriana, V. N., Diantoro M., Nasikhudin,
Sintesis dan Karakterisasi Superkapasitor
Berbasis Nanopartikel TiO2/C, Skripsi, FMIPA
Universitas Negeri Malang, 2014.
11. Syukri, A., Alif, A., Willian, N., Pembuatan
Lapisan Tipis TiO2-Doped Logam M (M= Ni,
Cu, dan Zn) dengan metode dip-coating dan
Aplikasi Sifat Katalitiknya pada Penjernihan
Air Rawa Gambut. J. Ris. Kim, 2008, 2(1).
12. Alif, A., Tetra, O., Efdi, M., Penggunaan
Membran Keramik Modifikasi Titania dalam
Penjernihan Air Rawa Gambut, Proceeding:
Seminar dan Rapat Tahunan BKS-PTN
Indonesia bagian Barat Bidang MIPA, 2010.
13. Tseng, T. K., Lin, Y. S., Chen, Y. J., Chu, H., A
Rievew of Photocatalysts Prepared by Sol-Gel
Method for VOCs Removal, Int. J. Mol. Sci,
2011, 11:2336-2361.
14. Haria, R., Aziz, H., Alif A., Penggunaan
Membran Keramik Dimodifikasi dengan Titania
yang Dilengkapi dengan Prefilter dalam
Penjernihan Air Rawa Gambut, PPs-Kimia
Unand, 2012.
15. Permana M. A., Syafei A. D., Penyisihan
Kandungan Organik dengan Metode Pelapisan
Fotokatalis TiO2 pada Permukaan Keramik.
Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
2011.
16. Brinker, C. J., Frye, G. C., Hurd, A. J., Ashley,
C. S., Fundamentals of Sol-Gel Dip Coating,
Thin Solid Film Elsevier, 1991, 201:97-108.
telah
dimodifikasi
dengan
melakukan
pelapisan sol titania dapat dijadikan sebagai
elektroda superkapasitor. Suhu pembakaran sol
titania pada template keramik lantai tidak
mempengaruhi performance superkapasitor.
Pelapisan titania pada elektroda keramik
mampu meningkatkan nilai kapasitansi dari
elektroda keramik. Elektroda keramik yang
memperlihatkan nilai kapasitansi paling baik
diberikan oleh elektroda keramik dilapisi sol
titania tanpa dibakar. Nilai kapasitansi
tertinggi terdapat pada elektroda keramik yang
dilapisi sol titania tanpa dibakar dengan
konsentrasi elektrolit H3PO4 0,5 M sebesar
0,190 nF dan mampu menghasilkan tegangan
sebesar 0,285 Volt serta arus sebesar 0,6 A
selama 150 menit waktu pengisian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chen, S. M., Ramachandran, R., Mani, V.,
Saraswathi, R., Recent Advancements in
Electrode Materials for the High-Performance
Electrochemical Supercapacitors: A Review,
Int. J. Electrochem. Sci., 2014, (9):4072-4085.
2. Scherson, D. A., Palencsar, A., Batteries and
Electrochemical
Capacitors,
The
Electrochemical Society Interface, 2006.
3. Pandolfo, A. G., Hollenkamp, A. F., Carbon
Properties and Their Role in Supercapacitors.
Journal of Power Source, 2006, (157):11-17.
4. Wang, X., Yan, Z., Pang, H., Wang,, W., Li, G.,
Ma, Y., Zhang, H., Li, X., Chen, J.,
NH4CoPO4H2O Microflowers and Porous
Co2P2O7
Microflowers:
Effective
Electrochemical Supercapacitor Behavior in
Different Alkaline Electrolytes, Int. J.
Electochem. Sci., 2013, (8):3768-3785.
5. Ho, M. Y., Khiew, P. S., Tan, T. K., Chiu, W.
S., Chia, C. H., Hamid, M. A., Shamsudin, R.,
Nano Fe3O4-Activated Carbon Composites for
Aqueous Supercapacitors, Sains Malaysiana,
2014, 43(6):885-894.
6. Liu, Y., Hu, Z., Xu, K., Zheng, X., Gao, Q.,
Surface Modification and Performance of
Activated Carbon Electrode Material, Acta
Phys. Chim. Sin., 2008, 7(24): 1143-1148.
1821
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Mahasiswa PPS Universitas Sriwijaya, Staf pengajar Univ. PGRI Plg , email : aaschem90@gmail.com
2.
Staff pengajar PPS Universitas Sriwijaya
Abstract
Industrial activity tends to use hazardous substances, one of which is a heavy metal of lead (Pb).Waste
containing Pb although it has treatment, needs to be done bioassay in the form of toxicity test, and needs to be
done bioassay in the form of toxicity test. Testing is important because usually the end result of the sewage
treatment still contains contaminants the exceed the threshold value, so that it can disrupt aquatic. This study
aims to determine the LC50 and LT50 of Pb 2+ ions to various types of fish, including : mas (Cyprinus carpio
Linn), Mujair (Tilapia mozambica) dan nila (Oreochromis sp). Toxicity test Pb 2+ ion carried out with a
concentration of 5,964 ppm. At a concentration of the conducted a preliminary test on toxicity to various species
of fish. The concentration varied from 0; 1,491;2,982; 4,473 and 5,965 ppm for 96 hours with 3 iterations.
Preliminary test results of toxicity generally show the no death of the fish (sublethal). Death was found at the
concentration of 9,654 ppm Pb2+ ion. Determining the value of LC50 and LT50 using SPSS software. The LC50
value of fish of mas, mujair and nila each 12,376; 12,764 and 14.756 ppm. While the LT50 values occur in
127,158; 126,18 and 340,46 hours.
Keywords : toxicity test, Pb2+ ions, Various types of fish, LC50 and LT50
Abstrak
Aktivitas industri cendrung mengunakan bahan berbahaya, salah satunya yaitu logam berat timbal (Pb).
Limbah yang mengandung Pb walaupun telah mengalami pengolahan, perlu dilakukan uji hayati (bioassay)
berupa uji toksisitas. Pengujian ini penting dilakukan karena biasanya hasil akhir dari pengolahan limbah
tersebut masih mengandung bahan pencemar yang melebihi nilai ambang batas, sehingga dapat mengganggu
biota perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya LC50 dan LT50 dari ion Pb2+ terhadap
berbagai jenis ikan, meliputi : ikan mas (Cyprinus carpio Linn), mujair (Tilapia mozambica) dan nila
(Oreochromis sp). Uji toksisitas ion Pb2+ dilakukan dengan konsentrasi 5,964 ppm. Pada konsentrasi tersebut
terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan toksisitas terhadap berbagai jenis ikan tersebut. Konsentrasinya
tersebut divariasikan dari 0; 1,491; 2,982; 4,473 dan 5,965 ppm selama 96 jam. Pengamatan terhadap
kematian ikan dilakukan setiap 8 jam dengan 3 perulangan. Hasil uji pendahuluan toksisitas yang dilakukan
secara umum tidak menunjukan kematian ikan-ikan (sublethal). Kematian dijumpai pada konsentrasi ion Pb 2+
5,964 ppm. Penentuan nilai LC50 dan LT50 dengan menggunakan program SPSS. Nilai LC50 untuk ikan mas,
mujair dan nila masing-masing 12,376; 12,764 dan 14,756 ppm. Sedangkan nilai LT 50 terjadi pada 127,158;
126,18 dan 340,46 jam.
Kata kunci : Uji toksisitas, ion Pb2+, Berbagai jenis ikan, LC50 dan LT50
1.
PENDAHULUAN.
Pembangunan di bidang industri, seperti
: percetakan, peleburan logam, pelapisan
logam dan penambangan, berdampak positip
bagi perekonomian disisi lain berdampak
negatip berupa limbah. Keberadaan limbah di
lingkungan semakin lama semakin meningkat,
ini di perparah dengan meningkatan jumlah
penduduk, kemajuan teknologi dan aktivitas
manusia (Karbassi et al., 2008; Ozseker et al,
2013). Potensi ancaman tersebut dapat berupa
logam-logam berat yang dapat mencemari
lingkungan (Kwonpongsagoon et al.,2007).
1822
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
dalam
bagian-bagian
tubuh.
Sebagian
menempel di tulang, dimana ion Pb2+ tersebut
manggantikan
ion
Ca2+
dikarenakan
mempunyai kemiripan muatan ionnya. Selain
itu Pb dapat menghambat fungsi enzim
pembentukan sel darah merah dan berikatan
dengan hemoglobin membentuk komplek.
Disamping itu juga Pb dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, liver, otak, penurunan
mental, ketidakteraturan tingkah
laku,
gangguan pencernaan, kerusakan sel darah
merah jantung, gangguan alat reproduksi dan
gangguan inggatan (Dunnivant and Anders,
2006;
United
Nations
Environment
Programme, 2010; Fewtrell et al., 2003.
Timbal yang terserap oleh ibu hamil akan
berakibat pada kematian janin dan kelahiran
prematur, berat lahir rendah bahkan
keguguran. Penelitian menunjukkan bahwa
timbal yang terserap oleh anak, walaupun
dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan
gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik
dan mental yang kemudian berakibat pada
fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik
(Arifin, 2008).
Kadar Pb secara alami dapat ditemukan
dalam batuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb
yang tercampur dengan batuan fosfat dan
terdapat di dalam batuan pasir kadarnya lebih
besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di
tanah berkisar 5-25 mg/kg dan dibawah tanah
berkisar atara 1-60 ug/l (Sudarmaji, Mukono
dan
Corie, 2006). Pada perairan yang
diperuntukkan bagi air minum, kadar
maksimum Pb adalah 0,05 mg/liter.
Masuknya logam berat ke perairan
mengakibatkan terjadinya pencemaran di
ekosistem perairan. Logam berat terakumulasi
dalam jaringan hewan air, sehingga logam
berat tersebut dapat mengganggu kesehatan
masyarakat (Kalay et al., 1999 ; Ashraf, 2005
dalam Farombi et al., 2007), bahkan
menyebabkan kematian melalui rantai
makanan (Vutukuru, 2005; Ahmad, 2010).
Ikan sebagai salah satu biota perairan
dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
tingkat pencemaran yang terjadi di dalam
perairan. Jika di dalam tubuh ikan telah
terkandung kadar logam berat yang tinggi dan
melebihi batas normal yang telah ditentukan
dapat sebagai indikator terjadinya suatu
pencemaran dalam lingkungan (Supriyanto,
dkk., 2007).
Penggunaan ikan sebagai bioindikator
terhadap efek zat pencemar sangat sering
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berupa percobaan yang
dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Program Studi Pengelolaan Lingkungan
Universitas Sriwijaya. Adapun peralatan yang
digunakan erlenmyer, akuarium, aerator,
selang, pipet volume, pengaduk, pompa
sirkulasi, dan pengaduk. Sedangkan bahan
yang digunakan air, Pb(NO3)2 dan pakan ikan.
Hewan uji yang digunakan berupa ikan
mas, mujair dan nila. Ikan sebelum digunakan
sebagai objek penelitian terlebih dahulu dipilih
ukuran yang seragam dan kondisi fisik yang
sehat. Selama penelitian, hewan uji diberi
makan sebanyak 10% dari bobot tubuh per hari
dengan frekwensi pemberian tiga kali sahari.
Ikan-ikan ini diaklimatisasi selama 7 hari.
Aklimatisasi ini bertujuan agar ikan-ikan dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi penelitian.
Uji pendahuluan toksisitas dilakukan
menggunakan 5 akuarium untuk setiap jenis
ikan yang berisikan 10 ekor jenis ikan,
konsentrasi ion Pb2+ 5,964 ppm yang
digunakan ini berasal dari hasil penelitian
percobaan penulis sebelumnya (Pemanfaatan
Limbah Biomassa Kulit Kacang
Tanah,
Sekam Padi dan Serbuk Gergaji sebagai
Bioadsorben dalam Menyerap ion Pb2+).
Percobaan dilaksanakan
dengan 3
perulangan dan 5 perlakuan tingkat konsentrasi
0 (kontrol), 25% (1,491 mg/l); 50% (2,982)
mg/l; 75% (4,473) mg/l dan 100% (5,964)
mg/l. Pakan diberikan secara teratur (3x sehari)
maksimal 3% dari berat badan perhari. Hitung
jumlah ikan yang mati, untuk masing-masing
perlakuan setiap 8 jam. Setelah didapatkan
konsentrasi yang menyebabkan kematian 50%
populasi ikan dilanjutkan dengan uji toksisitas
akut.
1823
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
log
n=Konsentrasi
ambang
atas
yang
menyebabkan kematian 0 %,
K=banyaknya tingkatan konsentrasi yang
digunakan di luar kontrol; A, .., I =
banyaknya tingkatan konsentrasi yang
diujikan
Masukkan ikan yang telah disiapkan
masing 6 ekor kedalam akuarium tersebut.
Catat waktu saat memasukan ikan tersebut.
Pakan diberikan secara teratur (3x sehari).
Catat jumlah ikan yang mati dengan interval
waktu 24, 48, 72, 96 dan 120 jam.
3.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil uji pendahuluan toksisitas
terhadap ikan mas, mujair dan nila dengan
jumlah masing-masing ikan 6 ekor, ukuran 3-4
cm, variasi konsentrasi : 0 (kontrol), 25%
(1,491 mg/l); 50% (2,982) mg/l; 75% (4,473)
mg/l dan 100% (5,964) mg/l dan waktu
pengamatan setiap 8 jam. Hasil pengamatan
terhadap kematian hewan uji dijumpai pada
konsentrasi 5,964 ppm, sedangkan pada
konsentrasi dibawahnya tidak jumpai kematian
hewan uji, lihat tabel 1 dan 2.
N
A
K . log( ) ................................................(2)
n
n
A B C D
E
F
G H
I
.
. ........................(3)
n A B C
D E
F
G
H
Dimana :
N=Konsentrasi
ambang
bawah
menyebabkan kematian 100%,
yang
Tabel 1. Data hasil pengamatan uji toksisitas pada beragai konsentrasi setiap 8 jam
Konsentrasi Pb (%)
0
25
25
25
50
50
50
75
75
75
100
100
100
Populasi Ikan
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
Jenis Ikan
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Mortalitas
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Jenis Ikan
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Mortalitas
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Jenis Ikan
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Mortalitas
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Populasi Ikan
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
Jenis Ikan
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Mortalitas
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Jenis Ikan
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1824
Mortalitas
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
Jenis Ikan
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Mortalitas
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
40
40
40
48
48
48
56
56
56
56
64
64
64
72
72
72
80
80
80
88
88
88
96
96
96
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
P = -3.96315 + 0,36062X.. (4 a)
P = -4,10299 + 0,36062X .. (4 b)
P = -4,82123 + 0,36062X . (4 c)
Artinya dari persamaan 4 a, 4 b dan 4 c
tersebut dapat ditentukan untuk kematian 50%
populasi atau LC50 8 jam (P=0,5) dari 6
populasi dan 3 ikan jenis mas, mujair dan nila
masing-masing didapatkan
konsentrasinya
adalah 12,376 ppm, 12,764 ppm dan 14,756
ppm.
1825
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Environmental Legislation. John Wiley and
Sons, Inc., Hoboken, New Jersey
Farombi, E. O., 2007. Biomarkers of Oxidative
Stress and Heavy Metal Levels as Indicators of
Environmental Pollution in African Cat Fish
(Clarias gariepinus) from Nigeria Ogun River.
Int. J. Environ. Rec. Public Health, 4 (2): 158165
Fewtrell, L., R. Kaufmann and A.P. Ustun. Lead;
Assessing the Environmental Burder of Disease
at Nationatl and Local Levels. Enviromental
Burden of Disease Series No. 2. World Health
Organization Protection of Human Environment
Fonkou, T. P., Agendia, I. Kengne, A. Akoa, A.
Akoa, F. Derek, J. Nya and F., Dongmo. 2005.
Heavy Metal Concentration in some Biotic and
Abiotic Components of the Olezoa Wetland
Complex (Yaounde-Cameroon, West Africa.
Water Qual. Rs. J. Canada, 40 (4): 457-461.
Gad N.S., 2009. Determination of Glutathione
Related Enzymes and Cholinesterase Activities
in Oreochromis Niloticus and Claris Gariepinus
as Bioindicator for Polution in Lake Manzala.
Global Veterinaria 3 (1), 37-44.
Martinez C.B.R., Nagae M.Y., Zaia C.T.B.V., Zaia
D.A.M., 2004. Acute Morphological and
Physiological Effects of Lead in the
Neotropical. Braz. J. Biol. 64 (4), 797-807.
Martono S., 2005., Kekuatan Penghambatan
Beberapa Senyawa Turunan Metoksifenil
Terhadap Aktivitas Invitro GST Kelas Mu.
Majalah Farmasi Indonesia 16(1), 45-50.
Karbassi, A.R., S.M. Monavari, G.R.N. Bidhendi
and K.Nematpour. 2008. Metal Pollution
Assessment of Sediment and Water ini the Shur
River. Environ Monit assess 147: 107-116.
Kwonpongsagoon, S., H.P. Bader and R.
Scheidegger. 2007. Modelling Cadmium Flows
in Australia on the Basis of a Subtance flow
Analysis. Clean Tech Environ Policy 9: 313323.
Ozseker K., C. Eruz and C. Ciliz., 2013.
Determination of Copper Pollution and
Associated Ecological Risk in Coastal
Sediments of Sotheastern Black Sea Region,
Turkey. Bull Environ Contam Toxicol. 91: 661666.
Patrick L. 2006. Lead Toxicity; Exposure,
Evaluation and Treatment. Alternative Medicine
Review Vol.11 (1).
Salam, N.A. and
F.A. Adekola. 2005, The
Influence of pH and Adsorbent Concentration
On Adsorption Of Lead And Zinc On A Natural
Goethite, African Journal of Science and
Technology (AJST) Science and Engineering
Series Vol. 6, No. 2: 55 66.
Shi P., J. Xiao, Y. Wang and L. Chen. 2014.
Assessment of Ecological and Human Health
Risks of Heavy Metal Contamination in
Agriculture Soils Disturbed by Pipeline
REFERENSI
Almroth B.C., 2008. Oxidative Damage in Fish
Used as Biomarkers in Field and Laboratory
Studies. Dissertation. Department of Zoology/
Zoophysiology University of Gothenburg,
Sweden.
Ahmad, M.K., S. Islam, S. Rahman, M.R. Haque
and M.M. Islam. 2010. Heavy Metals in Water,
Sediment and Some Fishes of Buriganga River,
Bangladesh. Int. J. Environ. Rs., 4(2): 321-332.
Arifin. 2008. Potensi Karbon Aktif Sebagai Media
Adsorpsi Logam Berat Timbal (Pb) Dan
Kadmium (Cd)(online).
http://forkomklfkmunhas.wordpress.
com/2008/11/03/
Canesi L., Viarengo A., Leonzion C., Filippelli M.,
Gallo G., 1999. Heavy Metal and Glutation
Metabolism in Mussel Tissues., Aqatic
Toxicology 46, 67-76
Dunnivant, M.F. and E., Anders. 2006. A Basic
Introduction To Pollutant Fate And Transport :
An Integrated Approach With Chemistry,
Modeling,
Risk
Assessment,
And
1827
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Construction. Int. J. Environ. Res. Public
Health.
Srivasta N.K., Majumder C.B., 2008. Novel
Biofiltration Methode for the Treatmen of
Heavy Metal from Industrial Wastewater.
Journal of Hazardous Material 151, 1-8.
Sudarmaji, J. Mukono , I. P. Corie. 2006.
Toksiologi Logam Berat B3 dan Dampak
Terhadap
Kesehatan,
Jurnal
Kesehatan
Lingkungan, 2 (2).
Supriyanto, Samin dan Kamal. 2007. Analisis
Cemaran Logam Berat Pb, Cu, Dan Cd Pada
Ikan Air Tawar Dengan Metode Spektrometri
Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional
III. SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta, 21-22
November 2007
Ventura B.D.C., Angelis D.F., Morales M.A.M.,
2007. Mutagenic and Genotoxic Effect of the
Atrazine Herbicide in Oreochromis Nioticus
1828
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1.
PENDAHULUAN
Permasalahan utama dalam pendidikan
di Indonesia adalah bagaimana meningkatkan
kualitas pendidikan untuk menghasilkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Untuk menghadapi permasalahan
tersebut, perlu diciptakan pendidikan yang
dapat
mengembangkan
potensi
dan
kemampuan mahasiswa secara optimal.
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor
pembangunan
nasional
dalam
upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai
visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan
semua
warga
negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah. Dalam upaya mewujudkan suasana
dan proses pembelajaran yang berkualitas,
maka proses pembelajaran harus berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi mahasiswa untuk aktif
serta memberikan ruang untuk kreativitas dan
kemandirian sesuai bakat, minat dan
perkembangan mahasiswa, yang dapat
menekankan pada kemampuan pemecahan
masalah dan keterampilan berpikir kritis [1].
1829
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. KAJIAN LITERATUR
Pendekatan PBL telah digambarkan
sebagai strategi belajar yang efektif yang
mendorong mahasiswa untuk belajar mandiri
dan mengembangkan keterampilan berpikir
kritis, keterampilan pemecahan masalah dan
keterampilan kerja sama tim [5]. Ada tujuh
langkah klasik PBL, yaitu : (1) memahami
situasi; (2) mengidentifikasi masalah; (3)
menyatakan hipotesis; (4) menghubungkan
masalah dan penyebab; (5) menentukan jenis
informasi; (6) memperoleh informasi; dan (7)
menerapkan informasi [6]. Hal ini berarti
dalam PBL, mahasiswa diharapkan mampu
mengeksplorasi
kompleksitas
situasi
kehidupan nyata, mencari koneksi di seluruh
disiplin ilmu, dan menggunakan pengetahuan
yang ada dan baru diperoleh untuk
digeneralisasikan dalam proses pembelajaran.
Keuntungan penggunaan PBL didasarkan pada
beberapa wawasan modern pada pembelajaran,
termasuk konstruktivisme, kolaboratif dan
pembelajaran kontekstual. Teknik penentuan
masalah sangat menentukan keberhasilan
penggunaan desain PBL. Pengetahuan
mahasiswa akan lebih dalam, bermakna dan
akan bertahan lebih lama, karena pengetahuan
dibangun berdasarkan konteks kebutuhan.
Masalah dalam PBL harus didasarkan situasi
yang menarik, menghasilkan beberapa
hipotesis, kemampuan pemecahan masalah,
dan diintegrasikan dalam berbagai disiplin
ilmu,
sehingga
mahasiswa
dilatih
mengembangkan keterampilan pengambilan
keputusan dengan mengaitkan pengetahuan
yang ada dengan informasi baru yang
diperoleh serta memberikan solusi alternatif
untuk
penyelesaian
masalah
yang
dihadapi.[7][8].
Usaha untuk meningkatkan kualitas
pendidikan
dapat
dilakukan
dengan
penyediaan bahan ajar yang menyajikan materi
sesuai dengan kurikulum sehinga dapat
mencapai kompetensi yang telah ditentukan
3.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan bersifat
Research and Development (R&D) untuk
mengembangkan bahan ajar di perguruan
tinggi sehingga memperoleh bahan ajar standar
pada materi Kesetimbangan Fasa yang
merupakan bagian dari mata kuliah kimia
fisika. Tahapan penelitian yang dilakukan
adalah (1) mengembangkan bahan ajar melalui
pengayaan materi, (2) penyusunan kisi-kisi
soal latihan dan evaluasi standar, (3)
melakukan integrasi paket kegiatan praktikum
dan aktivitas pembelajaran, (4) uji kelayakan
bahan ajar hasil pengembangan, serta (5)
implementasi bahan ajar untuk meningkatkan
hasil belajar mahasiswa pada materi
Kesetimbangan Fasa di perguruan tinggi.
Instrumen penelitian yang disusun
terdiri dari (1) lembar observasi aktivitas
mahasiswa diadaptasi dari Sinaga [12] ; (2)
lembar penilaian (Validasi) buku ajar yang
diadaptasi dari BSNP [13] ; (3) Angket untuk
pengumpulan data tentang respon mahasiswa
terhadap efektifitas proses pembelajaran, dan
(4) instrumen tes untuk mengukur hasil belajar
mahasiswa terhadap materi perkuliahan yang
diberikan dalam proses pembelajaran [14].
Model pengembangan perangkat yang
digunakan dalam penelitian terdiri dari tahap
pengumpulan
data,
perencanaan,
dan
pengembangan. Pada tahap pengumpulan data
dilakukan penetapan perangkat yang akan
dikembangkan yaitu GBPP, Silabus, Kontrak
1830
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Materi/ Submateri
Pendahuluan
Istilah dalam
Kesetimbangan
Fasa
Sistem Satu
komponen
Persamaan
Clausius
Clayperon
Sistem Dua
komponen
Diagram T-X
Biner Padat - Cair
Diagram T-X
Cair-cair larut
Sebagian
1831
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Skor
3,33
3,33
3,33
3,00
Rerata
3,17
3,00
Kelas
3,00
3,33
3,33
3,00
Eksp
3,40
Kontrol
3,67
Tinggi
Rendah
Pretest
36,382,27
28,484,50
Posttest
88,825,35
81,965,38
Total
32,454,27
85,825,36
Tinggi
36,352,32
80,206,24
Rendah
29,813.09
72,124,48
Total
33,084,99
75.965,32
3,67
3,67
3,67
4,00
Kel. Mhs
3,60
3,33
3,33
3,39
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5. KESIMPULAN
Bahan ajar berbasis masalah sesuai
kriteria
BSNP
untuk
pengajaran
Kesetimbangan
Fasa
telah
berhasil
dikembangkan. Paket pembelajaran berbasis
masalah meliputi pengayaan materi yang
terintegrasi dengan kegiatan praktikum,
demonstrasi dan variasi media, soal latihan
dan
evaluasi
standar
serta
aktivitas
pembelajaran,
mampu
mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah yang dapat meningkatkan kompetensi
mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa yang
diajar menggunakan pembelajaran berbasis
masalah lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil belajar mahasiswa yang diajar
menggunakan pembelajaran konvensional.
6.
REFERENSI
1833
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
1834
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan
hasil
pengamatan
dan
pengalaman mengajar didapatkan bahwa hanya
sekitar 8 % saja siswa yang memiliki kesiapan
yang cukup untuk belajar di kelas, sehingga dapat
mengikuti secara aktif dalam setiap proses
pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari aktivitas
siswa dalam mengajukan pertanyaan pada guru
dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
guru. Proses pembelajaran selama ini nampak
kurang hidup, padahal metode mengajar yang
digunakan selama ini adalah demonstrasi,
eksperimen, ceramah, dan diskusi yang dilengkapi
dengan LKS. Materi kimia kelas XII semester I
berisi konsep-konsep yang cukup sulit untuk
difahami siswa, karena menyangkut reaksi-reaksi
kimia dan hitungan-hitungan yang dianggap sulit
oleh siswa. Dengan demikian, penyampaian
materi kimia kelas XII semester I dengan metode
demonstrasi dan diskusi nampaknya kurang
optimal dalam meningkatkan aktivitas dan minat
belajar siswa. Dalam proses pembelajaran selama
ini terlihat kurang menarik, sehingga siswa
merasa jenuh dan kurang memiliki minat pada
pelajaran kimia, sehingga suasana kelas cenderung pasif, sedikit sekali siswa yang bertanya
pada guru meskipun materi yang diajarkan belum
dapat difahami, akibatnya pada saat diadakan tes,
nilai kimia yang diperoleh siswa sangat rendah.
Hasil analisis guru bersama-sama dengan
teman sejawat, ternyata rendahnya hasil belajar
siswa tersebut disebabkan pada umumnya siswa
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut reaksi kimia dan
hitungan kimia, akibat rendahnya pemahaman
1835
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
tindakan kelas ini dilakukan untuk mencapai
harapan di atas.
2. KAJIAN LITERATUR
Perkembangan ilmu kimia sejalan dengan
perkembangan sains dan teknologi serta
perubahan kondisi masyarakat yang sangat pesat
ini mengharuskan para guru meningkatkan
kemampuan dan mengembangkan keahliannya.
Kini tugas guru semakin kompleks dan
menantang, sehingga selalu dituntut untuk
mengembangkan kemampuannya, baik secara
individu maupun kelompok. Tugas utama
seorang guru adalah membantu siswa dalam
belajar, yakni berupaya menciptakan situasi dan
kondisi yang memungkinkan terjadinya proses
pembelajaran. Berkaitan dengan hal di atas, maka
peranan guru kimia dalam perkembangan IPTEK
sangat
besar terutama
dalam
membina
kemampuan awal siswa untuk menghadapi masa
industrialisasi dimasa sekarang dan masa depan.
Kemampuan awal tersebut dapat berupa
kemampuan dasar dan keterampilan proses sains.
Kemampuan dasar merupakan kompetensi dasar
yang harus dicapai dalam setiap pembelajaran.
Kompetensi
dasar
adalah
kemampuankemampuan yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang harus dimilki siswa
dan dikembangkan secara maju dan berkelanjutan
(Pusat Kurikulum Depdiknas, 2001). Kompetensi
dasar yang dimiliki siswa harus dapat
ditunjukkan oleh siswa dalam setiap proses
pembelajaran dan siswa dapat membuktikan
suatu kejadian melalui tindakan seperti;
menyelidiki, mendiskripsikan, membedakan,
membandingkan dan sebagainya. Misalnya,
menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi
laju reaksi dan menentukan order reaksi
berdasarkan data percobaan.
Kegiatan
belajar
mengajar
dengan
pendekatan keterampilan proses merupakan
kegiatan pembelajaran yang direncanakan,
sehingga siswa dapat menemukan fakta- fakta,
konsep-konsep
dan
teori-teori
dengan
keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa
sendiri (Soetarjo dan Soejitno, 1998). Oleh sebab
itu, dalam penelitian tindakan kelas ini akan
dikembangkan pendekatan keterampilan proses
melalui metode eksperimen, namun dengan
menggunakan bahan-bahan yang ada di
lingkungan yang mudah diperoleh dan harganya
lebih murah.
Keterampilan proses dalam pembelajaran
sains dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
keterampilan dasar proses sains dan keterampilan
proses sains terpadu. Keterampilan dasar proses
sains meliputi kegiatan observasi, komunikasi,
klasifikasi, kesimpulan sementara, dan ramalan
atau prediksi (Rezba dalam Prasetyo, 1998).
Sedangkan kegiatan keterampilan terpadu proses
sains meliputi kegiatan identifikasi variabel,
1836
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1. Untuk menerangkan perbedaan perubahan
fisika dan kimia, Duffy (1995) dan Derr
(2000)
melakukan
percobaan
dengan
menggunakan proses pelarutan garam dapur
sebagai contoh perubahan fisika dan reaksi
antara cuka dengan soda kue yang
menghasilkan karbondioksida sebagai contoh
perubahan kimia.
2. Untuk menerangkan topik Konsep Mol, Fruen
(1992) mempelajari jumlah partikel dari suatu
senyawa dengan cara memperkirakan jumlah
molekul air yang terdapat dalam bak mandi di
rumah, percobaan dilakukan dengan terlebih
dahulu mengukur volume bak mandi, dan
menimbang berat beberapa ml air untuk
menentukan berat jenisnya.
3. Untuk menerangkan topik Kesetimbangan
Kimia, Synder (1992) melakukan percobaan
dengan cara mempelajari reaksi kesetimbangan
pada botol minuman soda yang diberi indikator
asam-basa, sedangkan cara yang berbeda
dilakukan oleh Kanda (1995) untuk
mempelajari pengaruh konsentrasi asam-basa
pada reaksi kesetimbangan indikator alam.
Percobaan Kanda ini dilakukan dengan
menambahkan larutan asam dan basa secara
bergantian pada suatu larutan indikator asambasa alam.
4. Selain percobaan di atas, Kanda juga
melakukan percobaan untuk menerangkan
topik Larutan Asam-Basa dengan terlebih
dahulu membuat kertas lakmus dari serbet
kertas. Percobaan dilakukan dengan membuat
ekstrak tanaman (kunyit putih, kembang
sepatu, dan kol merah), kemudian serbet
kertas dicelupkan ke dalam ekstrak tersebut
dan dikeringkan, selanjutnya serbet kertas
yang telah menjadi kertas lakmus digunakan
untuk menguji sifat asam dan basa dari cuka,
larutan sabun, dan sari buah lemon.
5. Topik Senyawa Organik dapat diterangkan
melalui eksperimen tentang pembuatan ester.
Percobaan
dilakukan
dengan
cara
memanaskan campuran alkohol dan cuka
selama beberapa menit, terbentuknya ester
ditandai dengan terciumnya bau harum yang
khas, atau dengan terbentuknya dua lapisan
bila dicampurkan dengan air (Solomon, 1996).
6. Tina Agustina (1996) dalam bukunya yang
berjudul Percobaan Sains Sederhana dengan
Bahan Sehari-hari, menjelaskan bagaimana
menerangkan topik Oksidasi Reduksi melalui
eksperimen
dengan
bahan
sehari-hari.
Percobaan ini dilakukan dengan cara
mengamati proses korosi pada paku dengan
berbagai faktor yang mempengaruhinya
(misalnya kondisi asam dan basa), percobaan
lain adalah membuat sel volta dari buah jeruk
lemon yang diberi elektroda logam yang
dihubungkan ke galvanometer atau lampu
1837
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
dieksperimenkan (dipraktikumkan) dengan
bahan-bahan yang ada di lingkungan untuk
masing-masing materi pokok.
5. Menyusun LKS untuk eksperimen dengan
menggunakan bahan-bahan yang ada di
lingkungan.
6. Menyusun alat tes, yaitu bentuk tes pilihan
ganda untuk setiap materi pokok.
7. Menetapkan cara pengamatan terhadap
pelaksanaan kegiatan pembelajaran melalui
metode eksperimen, dengan menggunakan alat
observasi.
8. Menyusun alat observasi dan angket, baik
untuk siswa maupun untuk guru serta
pedoman wawancara baik untuk siswa maupun
guru.
9. Menetapkan jenis data yang dikumpulkan
yang sesuai dengan respon terhadap tindakan
yang dilakukan, baik data kuantitatif maupun
data kualitatif.
10.Menetapkan cara refleksi, yang dilakukan
oleh guru sebagai peneliti dan guru lainnya
sebagai observer yang dilakukan setiap akhir
tindakan pada setiap siklusnya.
2) Tahap pelaksanaan (Implementasi tindakan)
Pelaksanaan tindakan akan dilakukan untuk
tiga siklus sesuai dengan yang ditetapkan:
1838
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
membantu guru pengajar dalam memfasilitasi
kegiatan pembelajaran, eksperimen, dan diskusi.
3) Tahap observasi (pemantauan) dan evaluasi
Pelaksanaan observasi dilakukan secara
bersamaan
dengan
pelaksanaan
tindakan.
Pelaksanaan observasi dilakukan oleh semua tim
peneliti termasuk guru, dengan menggunakan alat
bantu berupa lembar observasi dan angket.
Lembar observasi yang disiapkan meliputi
lembar observasi tentang aktivitas siswa, minat
belajar siswa, pedoman wawancara guru dan
pedoman wawancara siswa. Pemberian angket
dimaksudkan untuk mengungkap ada tidaknya
peningkatan aktivitas dan minat belajar siswa
terhadap pelajaran kimia setelah diberikan
tindakan, yang selanjutnya divalidasi dengan data
observer.
Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan
dilakukan melalui tes formatif, yang juga
dimaksudkan
untuk
mengukur
tingkat
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kimia
yang ada pada masing-masing pokok bahasan pada
setiap siklusnya.
Data yang dikumpulkan merupakan data
kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif
diperoleh melalui tes formatif dan angket yang
diberikan pada siswa, sedangkan data kualitatif
dikumpulkan melalui lembar observasi.
4) Analisis dan refleksi
Berdasarkan data hasil observasi dan evaluasi
selanjutnya dilakukan analisis data sebagai bahan
kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan
dengan cara membandingkan hasil yang telah
dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan sebelumnya (indikator keberhasilan).
Pada kegiatan refleksi akan ada beberapa
pertanyaan
yang
akan
dijadikan
acuan
keberhasilan,
misalnya
apakah
proses
pembelajaran sudah berjalan dengan baik (yang
berarti
sudah
mengikuti
metodologi
pembelajaran, misalnya bagaimana dengan teknik
bertanya, pemberian motivasi, pengelolaan kelas,
pengelolaan praktikum, dan sebagainya), apakah
dalam proses pembelajaran tersebut tujuan dan
kompetensi dasar sudah tercapai, bagaimana hasil
dari proses pembelajaran secara kuantitatif
(ditinjau dari ketuntasan belajar siswa sesuai
dengan yang telah ditetapkan, yaitu 75),
bagaimana respon siswa terhadap proses
pembelajaran tersebut, dan sebagainya.
Hasil analisis pada tahap ini akan dijadikan
sebagai bahan untuk membuat rencana tindakan
baru yang akan dilaksanakan pada siklus
selanjutnya.
4. Indikator Keberhasilan Tindakan
Kriteria keberhasilan tindakan kelas adalah
apabila terjadi peningkatan aktivitas dan hasil
belajar pada setiap siklusnya dan 80 % siswa
memperoleh nilai 75 baik nilai kognitif maupun
psikomotor.
3
4
5
Komponen
yang diamati
Bertanya pd
guru
Menjawab
pertanyaan
guru
Memberikan
pendapat
Aktif dlm
diskusi
Ketepatan
mengumpulkan
tugas
Jum
12
Siklus
II
III
%
Jum %
Jum %
31,57 12 31,57 19
50,00
13
34,21 15
39,47 16
42,10
13
34,21 12
31,57 15
39,47
28
73,68 30
78,94 32
84,21
32
84,21 34
89,47 35
92,10
1839
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Komponen
Off Task
NO
1
2
3
4
5
I
Jum
8
4
Ngobrol
Mengganggu
teman
Keluar masuk
kelas
Mengantuk/tidur
Suka main-main
Siklus
II
III
%
Jum %
Jum %
21,05 6 15,78
3
7,89
10,53 2 5,26
2
5,26
10,53
7,89
5,26
3
6
7,89
15,78
2
3
5,26
7,89
1
2
2,63
5,26
I
Jum
3
4
6
3
5
2
3
%
20,00
26,67
40,00
20,00
33,33
13,33
20,00
Siklus
II
Jum %
5
33,33
4
26,67
8
53,33
7
46,67
9
60,00
8
53,33
7
46,67
III
Jum
11
10
12
11
13
12
11
%
73,33
66,67
80,00
73,33
86,67
80,00
73,33
I
Jum
27
8
3
%
71,05
21,05
7,89
Siklus
II
Jum %
16 42,10
12 31,58
10 26,32
Jum
4
5
29
III
%
10,53
13,16
76,32
I
Jum
7
8
20
%
18,42
21,05
52,63
Siklus
II
Jum %
1
2,63
2
5,25
35
92,10
III
Jum
0
2
36
%
0
5,26
94,74
b. Pembahasan
Siklus I
Siklus I berlangsung selama 4 x 2 x 45
menit atau empat kali pertemuan. Materi
disajikan
dalam
bentuk
praktikum
di
laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan
yang ada di lingkungan siswa, diskusi, presentasi,
dan latihan soal. Praktikum yang dilaksanakan
pada siklus I sebanyak 2 kali eksperimen.
1840
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
% siswa yang memperoleh nilai 75,00. Bila
dilihat dari nilai psikomotor/aktivitas siswa pada
kegiatan praktikum (Tabel 5) juga menunjukkan
bahwa pada siklus I kriteria keberhasilan tindakan
belum tercapai (73,68% siswa memperoleh nilai
keterampilan 75,00). Hal ini menunjukkan
bahwa eksperimen dengan menggunakan bahanbahan yang mudah diperoleh dan terdapat di
lingkungan siswa belum dapat memotivasi dan
membangkitkan minat siswa terhadap mata
pelajaran kimia terutama keterampilan dalam
bereksperimen di laboratorium. Keadaan ini
antara lain disebabkan banyaknya siswa yang
masih menunjukkan tingkahlaku yang tidak
diinginkan ketika praktikum berlangsung (Tabel
2).
Faktor
tidak
tercapainya
indikator
keberhasilan yang dilihat dari nilai kognitif
tersebut di atas adalah kurang maksimalnya
metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran,
terutama pemberi konstribusi yang cukup besar
terhadap kurang berhasilnya penelitian ini adalah
banyak siswa (27 orang) yang memperoleh nilai
kurang 75 dan hanya 11 orang siswa yang
memperoleh nilai 75. Berdasarkan hasil
observasi terhadap guru dan refleksi pada siklus
I, keadaan ini disebabkan oleh:
1. Paradigma lama guru masih nampak kental
yang dapat dilihat dari kegiatan dimana
pembelajaran masih didominasi oleh guru,
guru tidak banyak memberikan kesempatan
pada siswa untuk berfikir sendiri dalam
menemukan konsep-konsep baru.
2. Guru kurang persiapan, sehingga praktikum
yang dilaksanakan masih banyak mengalami
hambatan dan harus dilakukan berulangulang
untuk
mencapai
keberhasilan
praktikum (pendapat siswa pointer 6).
3. Siswa masih terlihat kurang bersemangat
dalam berdiskusi dan tanya jawab, karena
pembelajaran dengan metode eksperimen
menggunakan bahan-bahan sederhana yang
ada di lingkungan siswa belum pernah
dilaksanakan.
4. Guru kurang memberikan waktu tunggu yang
cukup kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan.
5. Dalam menyajikan materi dan memberikan
penjelasan, suara dan gaya bahasa guru
kurang dapat diterima oleh siswa.
6. Guru tidak memberikan contoh konkrit
penerapan materi kimia yang sedang dibahas
dengan kehidupan sehari-hari dan tidak
memberikan penjelasan yang cukup tentang
bagaimana hasil percobaan yang dilakukan
jika bahannya adalah bahan kimia sintetik.
Dengan mengevaluasi aktivitas dan hasil
belajar yang diperoleh pada siklus I maka perlu
adanya perbaikan dalam melaksanakan siklus II
antara lain dengan lebih memotivasi dan menarik
1841
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
terjadi peningkatan aktivitas siswa yang positif (on
task). Adanya peningkatan aktivitas ini
menunjukan adanya perubahan motivasi dan
minat siswa terhadap mata pelajaran kimia
setelah mengikuti proses pembelajaran dengan
eksperimen menggunakan bahan-bahan yang ada
di lingkungan.
Pada akhir siklus II dilakukan tes formatif
(kognitif) untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam menyerap materi yang telah dibahas
(penguasaan materi). Dari hasil tes formatif
tersebut diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 77
(Gambar 1) dan jumlah siswa yang memenuhi
kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan
sekolah dengan nilai 75 sebanyak 22 orang atau
57,90% (Tabel 4).
Bila dilihat dari ketuntasan belajar siswa
yang ditetapkan sekolah, hasil tindakan pada
siklus II belum menunjukkan keberhasilan yang
memuaskan. Demikian juga bila dilihat dari
kriteria keberhasilan tindakan, pada siklus II
masih belum mencapai hasil yang diinginkan
(80% siswa memperoleh nilai 75,00). Dari hasil
evaluasi (Tabel 4) hanya 57,90% siswa yang
memperoleh nilai 75,00. Meskipun hasil ini
belum memenuhi indikator keberhasilan tindakan,
tetapi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata
hasil belajar yang dicapai siswa pada siklus I,
pada siklus II mengalami peningkatan sebesar
28,96%.
Bila dilihat dari nilai keterampilan / aktivitas
siswa pada kegiatan praktikum (Tabel 6)
menunjukkan bahwa pada siklus II sama dengan
siklus I, yaitu kriteria keberhasilan tindakan
sudah terpenuhi (97,35% siswa memperoleh nilai
psikomotor 75,00). Jika dibandingkan dengan
nilai psikomotor yang dicapai siswa pada siklus I,
maka pada siklus II mengalami peningkatan
sebesar 23,67 %.
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi
yang dilakukan oleh semua tim peneliti
menyatakan bahwa pembelajaran pada siklus II
masih memiliki beberapa kelemahan dan
merupakan indikasi belum tercapainya indikator
keberhasilan tindakan. Kelemahan pembelajaran
yang muncul pada siklus II adalah
1. Paradigma lama guru masih terlihat,
nampak guru masih dominan dalam
pembelajaran.
2. Diagnostik dan pembimbingan terhadap
siswa yang mengalami kesulitan belajar oleh
guru belum maksimal.
3. Penguatan yang diberikan guru pada siswa
yang menjawab pertanyaan hanya dilakukan
pada siswa yang menjawab benar saja.
4. Guru masih belum memberikan waktu
tunggu yang cukup kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan, disebabkan waktu yang
terbatas.
5. Gaya bahasa guru masih belum dapat diterima
1842
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
menggunakan bahan-bahan yang ada di
lingkungan siswa dapat menggantikan bahan
kimia sintetik dan dapat dijadikan bahan kajian
teoritis untuk membahas materi pokok dalam
mencapai kompetensi. Jika dibandingkan dengan
aktivitas siswa pada siklus II, maka pada siklus
III terjadi peningkatan aktivitas siswa yang
positif (on task). Adanya peningkatan aktivitas ini
menunjukan adanya perubahan motivasi dan
minat siswa terhadap mata pelajaran kimia
setelah mengikuti proses pembelajaran dengan
eksperimen menggunakan bahan-bahan yang ada di
lingkungan.
Tes formatif (kognitif) yang dilakukan pada
akhir siklus III untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam menyerap materi (penguasaan materi)
yang telah dibahas menunjukkan hasil yang
memuaskan. Dari hasil tes formatif tersebut
diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 80
(Gambar 1) dan jumlah siswa yang memenuhi
kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan
sekolah dengan nilai 75 adalah 89,48% (Tabel
4). Bila dilihat dari kriteria keberhasilan tindakan,
nilai hasil belajar yang dicapai pada siklus III ini
sudah mencapai hasil yang diinginkan (80%
siswa memperoleh nilai 75,00).
Dengan hasil yang diperoleh pada siklus III
berarti indikator keberhasilan tindakan sudah
tercapai, bila ditinjau dari segi peningkatan hasil
belajar dan aktivitas siswa dari siklus ke siklus.
Hal ini antara lain disebabkan siswa telah terbiasa
dengan pembelajaran yang memanfaatkan bahanbahan yang ada di lingkungan sebagai bahan
pengganti bahan kimia sintetik untuk praktikum
di laboratorium, sehingga dapat mempermudah
dalam memahami konsep-konsep kimia dan guru
dalam proses pembelajaran hanya bertindak
sebagai fasilitator.
Demikian pula, bila dilihat dari nilai
keterampilan/aktivitas siswa pada kegiatan
praktikum (Tabel 5) menunjukkan bahwa pada
siklus III sama dengan siklus II, yaitu kriteria
keberhasilan tindakan sudah terpenuhi (100%
siswa memperoleh nilai psikomotor 75,00).
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi
yang dilakukan bahwa pembelajaran pada siklus
III masih memiliki beberapa kelemahan, antara
lain:
1. Guru masih belum memberikan waktu
tunggu yang cukup kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan dan menyampaikan
pendapatnya, disebabkan waktu yang
terbatas.
2. Guru masih belum memberikan motivasi
pada siswa yang cukup, terutama dalam
memberikan penguatan.
3. Bimbingan guru pada siswa untuk mem-buat
kesimpulan sendiri melalui kelom-pok belum
maksimal, disebabkan keter-batasan waktu
dan banyaknya siswa yang membutuhkan
1843
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Fruen, L. (1992) . Why do We Have to Know This
Stuff?. Journal of Chemical Education, 63 (9),
737 740.
Hans Jurgen (diterjemahkan oleh Tim Penerbit
Angkasa).
(1991).
Bermain
dengan
Pengetahuan. Penerbit: Angkasa. Bandung.
Kanda, N., Asano, T., and Itoh, T. (1995).
Preparing Chamelon Balls from Natural Plants,
Simple Handmade pH Indicator and Teaching
Material for Chemical Equilibrium. Journal of
Chemical Education, 72 (12), 1131 1132.
Prasetyo, Z.K. (1998) . Kapita Selekta
Pembelajaran Fisika., Universitas Terbuka,
Depdikbud. Jakarta.
Pusat
Kurikulum:
Balai
Penelitian
dan
Pengembangan Depdiknas. (2001). Kurikulum
Berbasis Kompetensi; Materi Pelajaran Kimia
Sekolah Menengah Umum., Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Roestiyah, N.K. (1985). Masalah Pengajaran
Sebagai Suatu Sistem., Penerbit: Bina Aksara.
Jakarta.
Soetarjo, dan Soejitno, PO.(1998). Proses Belajar
Mengajar dengan
Metode
Pendekatan
Keterampilan Proses. Penerbit: SIC, Surabaya.
Solomon, S., Hur, C., Lee, A., and Smith, K.
(1996). Synthesis of Ethyl Salicylate Using
Household Chemicals. Journal of Chemical
Education., 73 (2), 173175.
Synder, C.A., Synder, D.C., and DiStefano., (1992).
Simple Soda Bottle Solubility and Equilibria.
Journal of Chemical Education., 69 (7), 573.
Tina Agustina., (1996). Percobaan Sains
Sederhana
dengan
Bahan
Sehari-hari.
Penerbit: Angkasa. Bandung.
Winarno Surakhmad., (1986). Metodologi Pengajaran
Nasional. Penerbit: Jemmers. Bandung.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
peneltian
dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa
1. Pembelajaran kimia kelas XII SMA N 1
Muara Bungo melalui metode eksperimen
berbasis lingkungan dapat meningkatkan:
a. aktivitas siswa baik dalam pembelajaran
maupun praktikum dari siklus ke siklus.
b. Penguasaan materi kimia siswa kelas XII
semester 1 dari siklus ke siklus.
2. Penerapan metode eksperimen berbasis
lingkungan dapat mengefektifkan proses
pembelajaran kimia pada siswa kelas XII
semester 1 SMA N 1 Muara Bungo
7. REFERENSI
Aripin,
M.(1995).
Pengembangan
Program
Pengajaran Bidang Studi Kimia., Erlangga. Jakarta.
Duffy, D.G., Show, S.A., Bare, W.D., and Goldsby,
K.A. (1995) . More Chemistry in a Soda Bottle, A
Conversation of Mass Activity., Journal of
Chemical Education, 72 (8), 734 736.
Derr, H.R., Lewis, T., and Derr, B.J. (2000). Gas Me
Up, or A Baking Powder Diver. Journal of
Chemical Education, 77 (2), 171 172.
1844
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
merupakan salah satu komoditas unggulan
yang
mendapat
prioritas
dalam
pengembangannya selain karet, kelapa dan
kopi. Prospek perkembangan industri kelapa
sawit saat ini sangat pesat, dimana terjadi
peningkatan jumlah produksi kelapa sawit
seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat.
Luas lahan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia pada tahun 2012 mencapai
9.074.621 Ha dan khusus untuk Sumatera
Selatan memiliki luas lahan perkebunan seluas
828.114 Ha (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2012). Limbah hasil pertanian dan perkebunan
diartikan sebagai bahan yang dibuang dari
sektor pertanian dan perkebunan. Limbah
kelapa sawit merupakan salah satu bahan yang
memiliki potensi sangat tinggi dibandingkan
dengan limbah hasil pertanian dan perkebunan
lainnya.
Produksi limbah dari kelapa sawit di
Sumatera Selatan tahun 2010 diantaranya (1).
Pelepah menghasilkan 1 juta ton/tahun
(2).Daun menghasilkan 83.284,84 ton/tahun
(3). Solid menghasilkan 83.287,84 ton/tahun
(4). Bungkil inti sawit menghasilkan 30.400,06
ton/tahun
(5).Tandan kosong menghasilkan
478.905,08 ton/tahun (6).Serat perasan sawit
menghasilkan
270.685,48
ton/tahun.(7).
Cangkang menghasilkan 135.342,74 ton/tahun
(Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan,
2010).
1845
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan metode eksperimental dengan
teknik in sacco. Rancangan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan
3 perlakuan waktu inkubasi 0, 6, dan 12 jam
dan
masing masing perlakuan diulang 9
kali dengan cara mengambil sampel cairan
Tabel 1. hasil analisa KCKT untuk profil SCFA cairan rumen yang diinkubasi dengan TMR sawit secara in
sacco
Waktu inkubasi (jam)
Peubah yang diamati
0
6
12
Asetat (mM)
36,52 2,60a
56,23 3,40b
39,04 2,27a
Propionate (mM)
13,13 0,22a
25,67 1,55b
11,44 0,45a
a
b
Butirat (mM)
7,49 0,60
12,88 1,25
7,95 0,60a
Rasio asetat : propionat
2,7
2,2
3,5
a-b
Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%(P < 0,05).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1847
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Luas Areal
Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Indonesia,
2008-2012. Direktorat Jendral Perkebunan,
Jakarta.
Diwyanto KD., Sitompul I., Manti, IW. Mathius.
dan Soentoro. 2004. Pengkajian Pengembangan
Usaha Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi.Puslitbang Peternakan, Bogor.
Greenwood SL., McBride BW. 2010. Development
and characterization of the ruminant model of
metabolic acidosis and its effects on protein
turnover and amino acid status. Dalam
Australasian Dairy Science Symposium.
Proceedings of the 4th Australasian Dairy
Science Symposium, Melbourne. Augustus
2010. Hal 400-404.
Hartadi HS. Reksohadiprodjo. dan Tilman AD.
2005.
Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Manurung T. Dan Zurbardi, M. 2006. Peningkatan
mutu serat sawit dengan perlakuan urea dan
tetes pada teknis amoniasi. Jurnal Ilmu Ternak
dan Veteriner.hlm.33-37
Mathius IWD., Sitompul BP., Manurung. dan
Azmi. 2004. Produk samping tanaman dan
pengolahan kelapa sawit sebagai bahan pakan
ternak sapi potong: Suatu tinjauan. Pros.
Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa
1848
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Rhodamine B is the colour synthetic essence that banned its use in cosmetic. Rhodamine B caused
irritation of respiratory tract that has carcinogenic characteristic in high concentration that coused
liver damage. The purpose of this research proved is there any Rhodamin B as cosmetic dye in Lipstic
that circulate in Tradisional market in Jambi city or not by using using the thin layer chromatography
with eluent (n-Butanol Acetat glacial acid and ammonia = 5:3:3) and to know its sample, by doing
the spectrophotometry UV-Vis tested. This research is done on February -March 2016. Four samples
are positive containing Rhodamine B and eight samples negative containing Rhodamin B from twelve
samples has been research. The conclusions of this research is the discovery of four sample are
positive containing Rhodamine B dye, with the highest levels sample F 0.115726 mg/ml and the lowest
sample B of 0.028476 mg/ ml.
Keywoard: Rhodamine B, Lipstic, Thin Layer Chromatography, Spectrofotometry UV-vis.
Abstrak
Rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang dilarang penggunaanya dalam kosmetik. Rhodamin B
dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan bersifat karsinogenik, dalam konsentrasi
tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Tujuan Penelitian ini adalah untuk membuktikan ada
tidaknya Rhodamin B sebagai pewarna sintetis pada Lipstik yang beredar di Pasar Tradisional Kota
Jambi, menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipisdengan eluen (n-Butanol Asam asetat glasial
dan amonia = 5:3:2) dan untuk mengetahui kadarnya dalam sampel dilakukan uji spektrofotometri
UV-Vis. Penelitian dilakukan pada bulan Februari Maret 2016. Hasil penelitian terdapat 4 sampel
yang positif mengandung Rhodamin B, dan 8 sampel negatif megandung Rhodamin B dari 12 sampel
yang diteliti. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ditemukannya 4 sampel positif mengandung zat
pewarna Rhodamin B, dengan kadar tertinggi pada sampel F 0.115726 mg/ml dan kadar terendah
pada sampel B 0.028476 mg/ ml.
Kata Kunci : Rhodamin B, Lipstik, Kromatografi Lapis tipis, Spektrofotometri UV-Vis.
kecantikan yang dijanjikan oleh berbagai
produk kosmetik tidak mengindahkan efek
samping bahan-bahan terhadap kulit.Kesehatan
kulit tidak lagi dipertimbangkan demi
penampilan yang bersifat sementara, namun
berujung pada kerusakan dikemudian hari
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Dinyatakan dalam peringatan (Public
Warning) No. KH.00.01432.6081 tahun 2007
bahwa dilarang kosmetik yang mengandung
bahan perwarna Bahan pewarna merah K.10
(Rodamin B) merupankan zat warna sintetis
yang umumnya digunakan sebagai zat warna
kertas, tekstil atau tinta. Zat warna ini dapat
PENDAHULUAN
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi
dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan,
mewangikan,
mengubah
penampilan atau memperbaiki bau badan dan
melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (BPOM RI, 2011).
Kosmetik telah menjadi kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia, terutama kaum
wanita.Sayangnya
banyak
sekali
isu
1849
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
menyebabkan
iritasi
pada
saluran
pernafasandan merupakan zat karsinogenik
(dapat menyebabkan kanker), Rhodamin B
dalam konsentrasi tinggi dapat meyebabkan
kerusakan pada hati (BPOM RI, 2007). Di
Indonesia, peraturan mengenai pelarangan dan
pembatasan zat warna yang di gunakan dalam
kosmetik diatur berdasarkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. 2 tahun
2014 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Kepala Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
No.
HK.03.1.23.08.11.07517 tentang Persyaratan
Teknis Bahan Kosmetika, Rhodamin B
termasuk dalam daftar bahan berbahaya yang
dilarang untuk digunakan dalam pembuatan
kosmetika.
Dari hasil survei yang dilakukan di Pasar
Tradisional Kota Jambi, ditemukan masih
terdapat Lipstik yang dijual dengan harga yang
sangat murah dan tidak memiliki nomor
regitrasi atau tidak terdaftar di BPOM,
berdasarkan hal tersebut, dimungkinkan
adanya pewarna yang dilarang termasuk
Rhodamin B. Tujuan penelitinian ini adalah
untuk membuktikan ada tidaknya penggunaan
Rhodamin B sebagai pewarna sintetis pada
Lipstik yang dijual di Pasar Tradisional Kota
jambi
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Analisis Kuantitatif
Penentuan panjang gelombang serapan
maksimum Rhodamin B
Larutan standar dibuat dengan cara 10
mg Rhodamin B dilarutkan dengan 100 ml
metanol p.a (Hendayana, 2006)
Pipet larutan standar Rhodamin
sebanyak 10 ml kemudian di Encerkan dengan
metanol p.a 50 ml, sehingga didapat
konsentrasi larutan 20 g/ml. Kemuadian
dibuat larutan Rhodamin B dengan konsentrasi
4 g/ml, di pipet sebanyak 10 ml di Encerkan
dengan methanol p.a 50 ml dari konsentrasi
larutan 20 g/ml. Kemudian pipet larutan
Rhodamin B 4 g/ml sebanyak 7mL,
kemudian encerkan dengan metanol p.a hingga
10 mL kedalam labu ukur, ukur serapan
larutan dengan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelombang 400 800 nm.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
13
Warna
visual
Warna
dibawah
UV 366 nm
Rf
Sampel
Merah jambu
Orange
Rf
Rodamin
B
0,85
Merah jambu
Kuning
0,87
0,85
Merah jambu
Orange
0,85
0,85
Merah jambu
Orange
0.85
0,85
Merah jambu
Orange
0,85
0,85
Merah jambu
0,83
0,85
Merah jambu
Orange
0,85
0,85
Merah jambu
Kuning
0,90
0,85
Merah jambu
Kuning
0,94
0,85
Merah jambu
Kuning
0,94
0,85
J
K
L
Merah jambu
Merah jambu
Merah jambu
Kuning
-
0,90
0,8
0,8
0,85
0,85
0,85
Hasil
Nama Sampel
P
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
No
Sampel
Absorban
1
2
3
4
B
C
D
F
0.393
0.996
0.435
1.443
Kadar
Rhodamin B
dalam Larutan
(g/ml)
0.8543
2.19029
0.9473
3.4718
Kadar
Rhodamin B
dalam Sampel
(% b/b)
0,00284766
0.00000315
0.00730096
0.01157266
498.50 m
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian pada sampel
yang diambil dari Pasar Tradisional Kota
Jambi yaitu 4 sampel yang mengandung
1852
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Hendayana, S (2006). Kimia Pemisahan: Metoda
Kromatografi dan Elektroforesis Modern,
Cetakan I, Bandung : PT Remaja Kosdakarya.
Mamoto, L.V, & Citraningtyas, F.G, (2013).
Analisis Rhodamin B pada Lipstik yang Beredar
di Paar Kota Manado.Pharmacon Jurnal Ilmiah
Farmasi-Unstrat, Vol. 2 No. 2, 61-66.
Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi
Analisis.Jakarta : Pustaka Pelajar.
Sinurat, M. (2011).Analisis Kandungan Rhodamin
B Sebagai pewarna pada Sediaan Lipstik yang
Beredar di Masyarakat.1-6
Tranggono, Retno Iswari. (2007). Buku Pegangan
Pengetahuan Kosmetik.Jakarta : PT Gramedia
Pustaka utama.
Vogel, 2013.Buku Ajar Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.,
Terjemahan Dr. A.Hadyana Pudjaatmaka.
Jakarta. Hal : 226.
Widana, Gede Agus Beni. (2014). Analisis Obat,
Kosmetik, dan Makanan. Yogyakarta :
1853
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Biosurfactant production by Pseudomonas peli with molase, crude oil, and coconut oils waste as carbon source
were tested as scale inhibitor in crude oil distribution pipe. The study aims to determine the best carbon source
for biosurfactant produced by Pseudomonas peli. Biosurfactant production as scale inhbitorwas tested by using
gravimetric analysis methode. The result of research showed that Pseudomonas peli growth which was the best
in molase as carbon source with the total number of living cells as much 1.8 x 109 CFU/mL and it could dissolve
scale with the percentage of soluble scale in biosurfactant solution 20% as much 16.01%. The extract
components qualitatively were identified by using GC, it showed that the hydrocarbon composition of soluble
scale in each biosurfactant were different.
Keywords:Biosurfactant, Pseudomonas peli, carbon source, molase, scale
I.
PENDAHULUAN
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1855
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2.3.8 Analisis GC
Biosurfaktan dengan persentase kerak
terlarut paling tinggi diekstrak dengan nheksan. Ekstrak tersebut kemudian diencerkan
dengan n-heksan dengan perbandingan 1 : 9.
Ekstrak diambil beberapa mL untuk diinjeksi
pada alat GC Shimadzu dengan suhu
terprogram (75-2800 C).Suhu injektor 3200C
dan gas pembawa adalah helium (kecepatan
alir total 40 mL/menit). Jenis kolom yang
dipakai adalah Rtx-5MS dengan panjang
kolom 30 m dan diameter 0,25 mm.
1856
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Berdasarkan data di atas, Pseudomonas peli mencapai jumlah yang paling tinggi
pada sumber karbon molase yang diduga
merupakan sumber karbon yang berkontribusi
lebih baik dalam pertambahan jumlah sel
bakteri dibandingkan dengan penggunaan
sumber karbon limbah minyak kelapa sawit
dan crude oil.Hal ini mengindikasikan bahwa
molase merupakan sumber karbon yang baik
untuk menumbuhkan mikroba Pseudomonas
peli. Molase dapat menjadi sumber karbon
terbaik untuk menumbuhkan mikroba Pseudomonas peli dikarenakan molase merupakan
senyawa kimia yang tersusun atas 62% gula
sehingga dapat langsung dikonsumsi oleh
Sumber
Karbon
1.
Limbah
minyak
kelapa
sawit
Crude Oil
2.
3.
1857
Molase
Konsentrasi
Sumber Karbon
(%)
2
3
4
Diameter
zona bening
(mm)
9,20
10,35
18,775
2
3
4
2
3
4
10,60
18,95
19,975
10,925
19,375
23,325
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
12
persen kerak terlarut
10
8
6
4
2
0
0
5
10biosurfaktan
15
20
konsentrasi
(%) 25
Gambar 1. Grafik persen kerak terlarut pada
berbagai sumber karbon dengan konsentrasi sumber
karbon 2%
persen kerak
terlarut
15
10
5
0
0
10
20
30
konsentrasi biosurfaktan (%)
Gambar 2. Grafik persen kerak terlarut pada
berbagai sumber karbon dengan kosnsentrasi
sumber karbon 3%
persen kerak
terlarut
20
15
10
5
0
10
20
30
konsentrasi biosurfaktan (%)
Gambar 3. Grafik persen kerak terlarut pada
berbagai sumber karbon dengan konsentrasi sumber
karbon 4%
Pada
masing-masing
grafik
menunjukkan bahwa persen kerak terlarut yang
paling tinggi terletak pada penggunaan
biosurfaktan dengan konsentrasi 20%. Hal
yang sama juga berlaku untuk berbagai sumber
karbon. Hal ini dapat terjadi karena semakin
tinggi
konsentrasi
biosurfaktan
yang
digunakan maka kandungan biosurfaktan dan
mikroorganisme di dalam larutan tersebut juga
semakin besar. Adanya biosurfaktan dan
mikroorganisme yang lebih banyak akan
membantu proses pelarutan kerak dengan lebih
maksimal.Larutan
biosurfaktan
yang
diproduksi pada sumber karbon molase 4%
dengan konsentrasi 20% mampu melarutkan
1858
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1859
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gudina, E.J., Jorge F.B.A., Ligia R.R., Joao A.P.C., &
Jose A.T. 2012.Isolation and Study of Microorganis
from Oil Samples for Application in Microbial
Enhanced
Oil
Recovery.International
Biodeteriovation and Biodegradation.68 : 56-64.
Guerra-Santos, L., O. Kappeli, & A. Fiechter. 1984.
Biosurfactant Production in Continuous Culture With
Glucose as Carbon Source. Applied and
Environmental Microbiology. 48: 301-305.
Mulligan, C.N., B.F. Gibbs. 1993. Factor Influencing the
Economics of Biosurfactants. New York : Marcel
Dekker Inc.
Munawar, A., 2007. Kajian Statistik Terhadap Nutrien
Organik dan Anorganik untuk In Situ Tes
Bioremediasi Tumpahan Minyak Bumi dengan
Metode Biostimulation di Lingkungan Pantai. J.
Ilmiah Teknik Lingkungan. 2. 41-54.
Murdini, L.A. 2013. Pengaruh Aerasi dan Nutrisi pada
Bioremediasi Limbah Cair Minyak Bumi oleh
Konsorsium Bakteri Petrofilik dan Salvinia molesta
D.S. Mitchell. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Sriwijaya. Tidak Dipubilkasi.
Nugroho, A. 2006.Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri
Pengguna Hidrokarbon dengan Penambahan Variasi
Karbon.Biodiversitas. 7: 312-316.
Nurani, D., Sidik, M., 2013.Produksi Biosurfaktan
Ramnolipid Oleh Pseudomonas aeruginosa IFO 3924
dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah dan Sumber
Karbon Kelapa Sawit.Seminar Nasional Matematika,
Sains dan Teknologi Universitas Terbuka, 18
November 2013, Tangerang Selatan, Indonesia.
Priyani, N., Erman M., & Nikmah R.B. 2011.Optimasi
Produksi Biosurfaktan oleh Pseudomonas aeruginosa
dengan Variasi Sumber Karbon dan Nirogen
Medium.Prosiding Seminar Nasional Biologi.
Medan.
Rashedi, H., M. M. Assadi, E. Jamshidi, & B.
Bonakdarpour. 2006. Optimization of the Production
of Biosurfactant by Pseudomonas aeruginosa HR
isolated from an Iranian Southern Oil Well. Iran J.
Chem Chem Eng. 25 (1) : 25-30.
1861
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstrak
Penelitian tentang isolasi fraksi-fraksi total flavonoid daun Pala (Myristica fragrans Houtt) dan uji toksisitasnya
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) telah dilakukan. Daun Pala 3 Kg (3000 g) diekstraksi
dengan metanol. Ekstrak metanol diekstraksi dengan etil asetat kemudian dipartisi lagi dengan n-heksana
sehingga diperoleh total flavonoid (F1). Total flavonoid (F1) dihidrolisis dengan HCl 6N sehingga diperoleh
total flavonoid hasil hidrolisis (F2). Total flavonoid (F2) dipisahkan fraksi-fraksinya dengan kromatografi kolom
gravitasi dengan silika gel 60 G dan eluen n-heksana dan etil asetat (elusi gradien) diperoleh 10 fraksi Myristica
fragrans Daun hasil Hidrolisis (MFDH 1-10). Masing-masing fraksi MFDH 1 10 ditentukan aktivitas
sitotoksik terhadap benur udang pada konsentrasi 10, 100, dan 1000 ppm. Hasil uji aktivitas sitotoksik fraksifraksi total flavonoid MFDH 1-10 dengan metode BSLT menunjukkan bahwa yang mempunyai aktivitas
sitotoksik yang paling kuat adalah fraksi MFDH 3 dan MFDH 9 dengan nilai LC50 berturut-turut 22,34 ppm dan
36,64 ppm.
Pala Myristica fragrans Houtt), Myristicaceae, fraksi total flavonoid, toksisitas, BSLT
Abstract
Research on isolation of total flavonoid fractions of leaves Nutmeg (Myristica fragrans Houtt) and toxicity test
method Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) has been performed. Pala leaves 3 Kg (3000 g) were extracted with
methanol. The methanol extract is extracted with ethyl acetate and then partitioned again with n-hexane to
obtain total flavonoids (F1). Total flavonoid (F1) is hydrolyzed with 6N HCl to obtain total flavonoid hydrolysis
(F2). Total flavonoid (F2) separated fractions by column chromatography on silica gel gravity of 60 G and the
eluent n-hexane and ethyl acetate (gradient elution) to obtain 10 fractions Myristica fragrans Leaves results
Hydrolysis (MFDH 1-10). Each faction MFDH 1-10 determined cytotoxic activity against shrimp seed at
concentrations of 10, 100, and 1000 ppm. The results cytotoxic activity of total flavonoid fractions MFDH 1-10
with methods BSLT showed that having a cytotoxic activity of the most powerful is the fraction MFDH 2 and
MFDH 9 with LC50 value of 22.34 ppm and 36.64 ppm respectively.
Kata Kunci :
Keyword: Nutmeg Myristica fragrans Houtt), Myristicaceae, total flavonoid fraction, toxicity, BSLT
I. PENDAHULUAN
Indonesia tanaman pala (Myristica
fragrans Houtt) tersebar luas di daerah Aceh
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
B
O
1
A
C
4
2
3
3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
penelitian Kimia Organik Bahan Alam Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala.
1864
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 1. Hasil uji toksisitas fraksi MFDH 1-10 dengan metode BSLT
Fraksi
MFDH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
1
3
10
14
15
10
13
10
7
12
2
10
13
15
11
15
12
10
6
2
12
15
14
10
14
11
8
9
KONSENTRASI (ppm)
Jumlah Jumlah
100
Jumlah Jumlah
larva
larva
larva
larva
1 2 3
hidup
mati
hidup
mati
- - 20
25 1 1 1
3
42
32
13 8 7 6
21
24
42
3 8 8 9
25
20
44
1 9 8 8
25
20
31
14 4 4 6
14
31
42
3 8 9 9
26
19
33
12 8 8 8
24
21
25
20 2 2 0
4
41
27
18 2 3 1
6
39
1000
1
0
0
2
3
1
4
3
0
0
0
0
2
3
0
2
3
0
0
0
0
3
3
0
2
3
0
0
Jumlah Jumlah
larva
larva
hidup
mati
0
45
0
45
7
38
9
36
1
44
8
37
9
36
0
45
0
45
LC50
(ppm)
a
22,34
265,84
425,01
489, 18
62,55
369,16
328,19
36,64
45,78
6. REFERENSI
Carballo JL., 2002. Comparison between two brine
shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in
marine natural products. BMC Biotechnology.
Ginting, B, T. Barus, P, Simanjuntak, L.
Marpaung., 2016, Uji Toksisitas Ekstrak Daun
(Myristica fragrans Houtt) Dengan Metode
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), Seminar
Nasional Kimia Universitas Mulawarman,
Samarinda
Ginting, B, T. Barus, P, Simanjuntak, L.
Marpaung., 2016, Isolation and Identification of
Flavonoid Compound from Nutmeg Leaves
(Mirystica fragrans Houtt), Asian Journal Of
Chemistry, 28 (1)
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun
Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Terjemahan dari Phytochemical Methods, oleh
Padmawinata, K., dan dan Soediro, I. Penerbit
ITB, Bandung.
Idawani, 2016, Pengembangan Usaha Komoditi
Pala
Aceh,
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/
info-teknologi/775-pengembangan-usahakomoditi-pala-aceh, tanggal akses 13 januari
2016
Markham, K.R., 1988, Techniques of Flavonoids
Identification, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung
5. KESIMPULAN
1. Hasil pemisahan total flavonoid dengan
kromatografi kolom menghasilkan 10 fraksi
gabungan yaitu fraksi MFDH 1-10
2. Fraksi yang mempunyai aktivitas sitotoksik
terhadap Kista Artemia salina Leach adalah
bertut-turut fraksi MFDH 2, MFDH 9 dan
MFDH 10 dan MFDH 6 daun pala dengan
nilai LC50 berturut-turut 22,34; 36,64; 45,78
dan 62,55 ppm.
1866
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. INTRODUCTION
Plant cell culture is viewed a potential
source of valuable secondary metabolites
which can be used as food additives,
nutraceuticals, flavor, agrochemical and
pharmaceuticals.
The
synthesis
of
phytochemicals by the cell cultures in contrast
to these in plants is independent of
environmental
conditions
and
quality
fluctuations. In many cases, the chemical
synthesis of metabolites is not possible or
economically feasible. The major advantages
of a plant cell culture system over the
conventional cultivation of whole plants are as
follows (Hussain, et al, 2012):
a. Useful compounds can be produced under
controlled conditions independent of
climatic changes or soil conditions.
b. Cultured cells would be free of microbes
and insects.
c. The cells of any plants, tropical or alpine,
could easily be multiplied to yield their
specific metabolites.
d. Automated control of cell growth and
rational regulation of metabolite processes
would reduce labor costs and improve
productivity. Organic substances are
extractable from callus cultures.
1867
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METHODOLOGY
Tissue culture
The seeds of kacang tunggak var. KT7
were purchased from BALITKABI Malang,
East Jawa Indonesia. The seed was washed
under running water for 15 minute and then
treated with 0.5% CaOCl2 for 5 minutes in
laminar flow hood, then washed with sterile
distilled water for 3 times. Seedling of kacang
tunggak was grown in agar-solid media for 7
days and the root was used as the explants.
The explants were then inoculated in MS
media (Murashige and Skoog 1962)
supplemented with various concentrations of
auxins such as 2, 4-Dichlorophenoxyacetic
acid (2,4-D) and Naphthalene Acetic Acid
(NAA), Kinetin (Kn) and Benzylaminopurine
(BAP). The ratio of these synthetic hormones
were prepared at different concentration that it
will effect on cell differenciation. All cultures
would be maintained for subculturing at every
2 weeks. All kind of cultures were maintained
at 252C under light intensity (1200 lux) for
photoperiod of 16h light and 7010 relative
humidity.
The mass of tissue was collected from
callus, root, and shoot cultures respectively
after 4-5 weeks. Each of mass was and dried
under illumination of 60 watt wolfram- lamp in
a cupboard. The dried mass was weighted and
extracted with methanol pro analysis grade.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Figure 1. Profile of tissue culture growth of callus,
cell suspension and root
Exudates
which
containing
secondary
metabolite must be found in this situation
(Dakora, and Phillips, 2002). In addition, in
take root of kacang tunggak can survive
against to bacteria invasion by exudates of
their secondary metabolite.
Figure 2. LC/MS TIC chromatograms of the methanolic extract of callus, cell suspension and root culture.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Genistein in standard solution
Figure 3. Comparasion on the fragmentation spectra of [MH] between standard compounds and sample of
genistein, daidzein and coumestrol
4. CONCLUSION
Cell culture of cowpea can produce
various secondary metabolites, of flavonoids
and isoflavonoids. Metabolites and mass
1870
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Dengan semangkin menipisnya persedian
bahan bakar berbasis fosil, maka diperlukan
bahan bakar pengganti yang bersifat
terbarukan. Biodiesel merupakan bahan bakar
alternatif yang dapat diperoleh dari minyak
tumbuhan, lemak binatang, minyak kelapa dan
minyak jarak melalui proses trans-esterifikasi
(1.2). Seiring dengan laju pertumbuhan
kendaraan bermotor, konsumsi bahan bakar
minyak meningkat. Tingkat konsumsi minyak
rata-rata naik 6 % pertahun. Untuk memenuhi
tingkat konsumsi terhadap bahan bakar minyak
dimanfaatkan energi alternatif terbarukan dari
bahan bakar nabati (BBN), diantaranya
biodiesel(3.4). Mikroalaga dicoba untuk
dikembangkan sebagai salah satu alternatif
bahan baku pembuatan biodiesel mengingat
mikroalga adalah salah satu potensi alam
Indonesia. Miroalga mengandung minyak
nabati sangat tinggi, bahkan beberapa
diantaranya mempunyai kandungan minyak
labih dari 50 %. Lipid dan asam lemak pada
mikroalga dapat dikonversi menjadi biodiesel
melalui trans-esterifikasi (5.6). Potensi
mikroalga
dalam menghasilkan biodiesel
terkait dengan lipid dan asam lemak yang
terkandung dalam mikroalga tersebut. Kadar
lipid bergantung
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Database A
Database a
Isolat a
Database b
Isolat b
Gambar.3.2 Mikroalga hasil isolasi
Secara morfologi
isolat
a dapat
diidentifikasi
sebagai Schenedesmus
dimorphus dibandingkan dengan data pada
algaebase org. Sel dari spesies ini tersusun
zig-zag dan masing-masing selnya
menempel
dengan
yang
lainnya
membentuk satu unit. Masing masing unit
tersusun dari 4 atau 8 sel berkoloni.
Isolat b dapat dindentifikasi sebagai
Schnedesmus quadricauda,
selnya
membentuk satu unit yang serupa dengan
Schenedesmus dimorphus namun inti
selnya tersusun sejajar.
1872
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1873
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1. Gouveia Luisa,A.C.O.,2009.Microalgae as a
2.
3.
4. KESIMPULAN
Pada aliran sungai didaerah Lubuk Minturun
ditemukan mikroalga diduga Scenedesmus
dimorphus daan Scenedesmus quadricauda .
Dari kedua isolat ternyata yang dominan
mengandung lipid adalah isolat Scenedesmus
dimorphus. Trans-esterifikasi lipid dengan
menggunakan katalis asam dan basa
menghasilkan berbagai jenis metil ester (
biodiesel) yaitu Metil dekanoat, Metil
dodekanoat, Metil tetradekanoat, Metil
pentadekanoat, Metil heksadekanoat , Z, 9metil heksadekanoat, Metil oktadekanoat, Z.9Metil oktadekanoat, Z,Z 9, 12-Dimetil
oktadekanoat,Metil eicosanoat.
4.
5.
6.
7.
REFERENSI
1874
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
temperature of 90 95 C in the oven. The current conditions produced the desired ZnO nanoparticles with
difference shapes and crystallinity depending on the concentration of aqueous extract of Hibiscus rosa sinensis
and Allium sativum.
Keywords: ZnO nanoparticle, Hibiscus rosa sinensis, Allium sativum, capping agent
1. PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian
di bidang nanopartikel telah banyak dilakukan.
Salah satu material nanopartikel yang banyak
diteliti pada saat ini adalah ZnO. ZnO (Zinc
Oxide) merupakan material semikonduktor
dengan celah pita energy
3,37 eV,
menjadikan material ini dapat dimanfaatkan
untuk berbagai aplikasi seperti piezoelektrik
[1], laser UV [2], sensor gas [3], kosmetik dan
krim medis [4], dan juga anti mikroba [5].
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
nanopartikel
ZnO
dengan
hidrotermal termodifikasi.
metode
2. KAJIAN LITERATUR
Sepatu
(Hibiscus
Capping Agent
Capping Agent sering digunakan
dalam
sintesis
nanopartikel
untuk
menghambat pertumbuhan berlebih dan
agregasi serta mengontrol karakteristik
struktural
dari
suatu
nanopartikel.
Penambahan capping agent Sapindus
rarak
DC
dapat
mempengaruhi
kristalinitas
nanopartikel
ZnO.
Nanopartikel ZnO yang disintesis dalam
medium ekstrak air S. rarak DC pada
konsentrasi 5% memberikan derajat
kristalinitas dan morfologi terbaik.
talinitas nanopartikel ZnO [11]. Begitu
juga dengan kehadiran capping agent
seperti
polivinil alkohol (PVA) pada
sintesis nanopartikel ZnO dapat mengubah
permukaan-permukaan
kristal,
PVA
teradsorbsi pada inti kristal dan membantu
partikel untuk tumbuh secara terpisah [10].
rosa
3. METODE PENELITIAN
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
SEM
(JEOL-JSM-6510LV),
XRD(Philip Analitical PW 1710 BASED),
timbangan analitik, hot plate, oven,
termometer, aluminium foil, dan peralatan
gelas.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel daun Kembang Sepatu
diambil dalam keadaan segar di kawasan
Medan Baru Kota Bengkulu dan Bawang
Putih dibeli di Pasar Minggu Kota
Bengkulu.
3.3.4 Karakterisasi
Karakterisasi
X-Ray
Diffraction(XRD)
dilakukan di Laboratorium Fisika Universitas
Negeri Padang dan Scanning Electron
Microscopy (SEM) di laboratorium Teknik
Mesin Universitas Andalas, Padang
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Intensitas (a.u)
(b
)
B aw an g p u tih
10 g
B aw an g p u tih
7 ,5 g
in te n sita s (a .u )
(a)
B aw an g p u tih
5g
Variasi Berat Ekstrak 2,5 gram
20
30
40
60
50
70
80
20
90
40
60
80
2 th eta (d erajat)
Gambar 1. Difraktogram ZnO dengan penambahan ekstrak air tanaman pada berbagai variasi
berat sampel (a). Hibiscus rosa sinensis, (b). Allium sativum.
Begitu juga dengan ZnO yang
dihasilkan pada penambahan ekstrak air
Allium sativum,
difraktogram (b)
memperlihatkan kristalinitas material ZnO
semakin berkurang akibat penambahan
ekstrak bawang putih dengan variasi berat
7,5 dan 10 gram.
Gambar 2 menunjukkan hasil
Scanning Electrone Microscope (SEM)
dari nanopartikel ZnO yang disintesis (a)
tanpa penambahan ekstrak, (b) dengan
penambahan ekstrak air Hibiscus rosa
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
(b
)
(c)
Gambar 2. SEM morfologi nanopartikel ZnO (a). tanpa penambahan ekstrak, (b) dengan
penambahan ekstrak air Hibiscus rosa sinensis, (c). dengan penambahan ekstrak
air Allium sativum
[4] Oladiran, A.A., Olabisi, I.A.M. 2013. Synthesis
And Kharacterization Of ZnO Nanoparticles
With Zinc Chloride As Zinc Source. Asian
Journal Of Natural & Aplied Sciences. Vol 2
(2): 2186-8476
[5] Rajendran, R., Balakumar, C., Ahammed, M.H.,
Jayakumar, S., Veideki, K., Rajesh, E.M.
2010. Use of Zink Oxide Nanoparticle for
Production
of
Antimicrobial
textiles.
International Journal of Engineering Science
and Technologi. Vol 2 (1): 202-208
[6] Aneesh, P. M., K, A. Vanoja., M, K. Jayaraj.
2007. Synthesis of ZnO nanoparticles by
hydrothermal
method.
Nanophotonic
Materials IV. 6639
[7] Mishra, P., Raghvendra, S.Y. & Avinash, C.P.
2009. Starch Assisted Sonochemical Synthesis
of Flower-like ZnO Nanostructure. Digest
Journal
of
Nanomaterial
and
Biostructures.Vol 4 (1): 193-198
[8] Maryanti, E., Yudha, S.P., Padli. 2013. Sintesis
Mikro Partikel ZnO Terdoping Sulfur Alam
(ZnO:S) Melalui Metode Machanochemical.
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan
Bidang MIPA BKS PTN Wilayah Barat Tahun
2013 Bandar Lampung. ISBN 978-60298559-2-0
[9] Widodo, S. 2010. Teknologi Sol-Gel Pada
Pembuatan Nano Kristalin Metal Oksida
Untuk Aplikasi Untuk Aplikasi Sensor Gas.
Journal Non-Crystal Solids. Vol 48 (1): 14114216
[10]Askarinejad, A., Alavi, M.A. & Morsali, A.
2011. Sonochemically Assisted Synthesis of
ZnO Nanoparticles: A Novel Direct Method.
Iran. Journal of Chemical Engineering. Vol
30 (3): 75-81
[11]Maryanti, E., Damayanti, D., Gustian, I.,
Yudha, S.S. 2014. Synthesis of Zno
Nanoparticles by Hydrothermal Method in
5. KESIMPULAN
1879
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Aqueos Rinds Extracts of Sapindus rarak DC.
Material Letters. Vol (118): 96-98
[12]Wang, L Zhong. 2004.
Zinc Oxide
Nanostructures: Growth, Properties And
Applications.
School
of
Materials
Engineering, Georgia Institute of Technology,
Atlanta, GA 30332-0245, USA
[13] Sahu, S & Manish, K. 2010. Zinc Oxide
Nanostructures Synthesized By Oxidization Of
Zinc. Thesis, Department Of Metallurgical &
Materials Engineering, National Institute Of
Technologi Rourkela, Orissa
[14] Gilman E.F. 1999. Hibiscus rosa sinensis.
Institute of Food and Agricultural Sciences.
University of Florida, 254, 1-3
[15] Patel R., Patel A., Desai S., Nagee A. 2012.
Study of secondary metabolites and
antioxidant properties of leaves, stem and root
among Hibiscus rosa-sinensis cultivars. Asian
journal
of
experimental
biological
sciences, 3(4), 719-725
1880
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract The purpose of the research are to produce teaching materials multimedia-based on chemical bonding
grade X. The methodology used in this research was development research by using Alessi and Trollip models
which carried out in three phases, namely planning, design, and development. This paper would explain about
planning and design phases. The conclusion of the research was that the teaching materials interactive
multimedia-based that was developed was valid, practical and had effectivity towards students learning output.
The suggestion for other researcher, it is that they are expected to develop quiz and games for mental bonding,
random question for evaluation process, and closing evaluation program in order that the evaluation would not
be able to be opened by the students before the time;(2) for the teacher, it is expected that the teaching material
will be able to be applied as one of the teaching material in order the learning process would be easier; (3) for
the school, it is expected that the teaching material interactive multimedia based will be used as a learning
resources in the teaching chemistry at X grade and as a model for other teacher.
Key words: development research, teaching materials, interactive multimedia, chemical bonding
I.
PENDAHULUAN
Pembelajaran kimia pada pokok
bahasan ikatan kimia biasanya dilakukan guru
hanya dengan mengandalkan bahasa verbal
dan
buku
paket.
Berdasarkan
studi
pendahuluan yang telah dilakukan melalui
wawancara peserta didik kelas X dan guru
mata pelajaran yang bersangkutan, kebanyakan
peserta
didik
merasa
jenuh
dengan
pembelajaran yang bersumber pada buku
paket. Hal ini karena peserta didik merasa
kesulitan untuk memahami materi pelajaran
yang terdapat pada buku paket, terutama
materi-materi yang bersifat abstrak, seperti
pada pokok bahasan ikatan kimia, sehingga
saat diberikan tes formatif yang berupa
ulangan harian, hanya 44% peserta didik yang
mencapai ketuntasan dalam belajar. Selain itu,
pembelajaran yang bersumber pada buku paket
tidak bisa melibatkan seluruh peserta didik
untuk berpartisipasi aktif di dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga pembelajaran dirasa
kurang interaktif. Beberapa peserta didik
hanya merasa sebagai peramai dalam
pembelajaran tersebut, oleh sebab itu mereka
mengharapkan agar guru mempersiapkan suatu
bahan ajar yang menarik, interaktif, dan
konstruktif.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut,
peserta didik mengharapkan agar guru mampu
mengembangkan bahan ajar yang menyertakan
gambar, video, animasi, dan game yang
menarik dan bersifat kontekstual, sehingga
dapat meningkatkan keinteraktifan peserta
1881
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2.3
Ikatan Kimia
2.3.1 Peranan Elektron Pada
Pembentukan Ikatan Kimia
Senyawa alami dari gas mulia tidak
dapat ditemukan di alam. Sebagian besar
unsur gas mulia di alam terdapat dalam
bentuk gas monoatomik. Para ahli
mengaitkan kestabilan gas mulia dengan
konfigurasi elektronnya. Gas mulia
mempunyai konfigurasi penuh, yaitu
konfigurasi oktet (mempunyai delapan
elektron pada kulit terluar), kecuali helium
dengan konfigurasi duplet (dua elektron
pada kulit terluar
Unsur-unsur lain di luar golongan gas
mulia menunjukan kecendrungan untuk
mencapai kestabilan dengan menjadikan
konfigurasi elektronnya sama seperti gas
mulia terdekat. Kecendrungan ini disebut
sebagai aturan oktet. Konfigurasi oktet
dapat dicapai dengan serah terima elektron
atau penggunaan bersama elektron ketika
atom-atom tersebut membentuk ikatan.
Serah terima elektron menghasilkan apa
yang disebut dengan ikatan ion, sedangkan
penggunaan bersama elektron menghasilkan ikatan kovalen.
2.3.2 Jenis-jenis katan Kimia
2.3.2.1 Ikatan Ion
Ikatan ion merupakan gaya tarik
menarik listrik antara ion yang berbeda
muatan (Purba, 2006:102). Ikatan ion terjadi jika unsur-unsur yang bereaksi memiliki perbedaan keelektronegatifan yang
1883
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3.METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan
dan pendekatan penelitian pengembangan
(development research) yang menghasilkan
produk berupa bahan ajar berbasis multimedia
interaktif pada pembelajaran ikatan kimia.
Penelitian ini telah dilaksanakan di kelas X
SMAN 1 Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilir
pada bulan Oktober- November 2015.
Model pengembangan yang digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
model
pengembangan Alessi dan Trollip. Model
Alessi dan Trollip meliputi tiga tahap, yaitu
tahap perencanaan, tahap desain, dan tahap
pengembangan. Paper ini hanya akan
membahas hingga tahap desain. Tahapantahapan yang telah dilakukan dalam penelitian
ini meliputi: (1) tahap perencanaan, peneliti
melakukan delapan analisis, yaitu analisis
kebutuhan peserta didik, analisis teknologi,
analisis sosial ekonomi, analisis tugas peserta
didik, analisis bahan ajar interaktif, analisis SK
KD, analisis tujuan pembelajaran, dan analisis
media pembelajaran; dan (2) tahap desain,
peneliti membuat flowchart, membuat garis
besar program media (GBPM), membuat
storyboard, menentukan software yang akan
digunakan untuk membuat bahan ajar berbasis
multimedia interaktif, dan menentukan activity
yang menunjang pembelajaran.
1884
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Ikatan Kimia
Tampilan
Tampilan halaman pembuka terdiri
dari tombol enter, fullscreen, dan
musik.
Halaman
: 1
Teks
Selamat datang di
pembelajaran interaktif
ikatan kimia
Keterangan Media
Teks,
musik
dan
animasi
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1887
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Maninjau merupakan suatu
ekosistem yang kompleks, dan banyak
fenomena-fenomena
fisika
yang
mempengaruhi kestabilan suatu ekosistem
danau, salah satunya adalah upwelling.
Upwelling merupakan fenomena yang biasa
terjadi di suatu wilayah perairan seperti
danau/waduk dan lautan/samudra yang
dipengaruhi oleh wind-driven motion (angin
bergerak) yang kuat, dingin yang biasanya
membawa massa air yang kaya akan nutrien ke
arah permukaan laut. Sebaliknya, downwelling
ditandai dengan bertemunya arus dan intrusi
air hangat (Carbonel, 2003).
Selain itu
upwelling juga dapat diartikan sebagai
fenomena naiknya massa air danau. Gerakan
naiknya massa air ini juga diakibatkan karena
adanya stratifikasi seperti lapisan yang
memiliki perbedaan densitas pada setiap
lapisannya karena dengan bertambahnya
kedalaman perairan maka suhunya akan
semakin turun dan densitas meningkat
sehingga
menimbulkan
energi
untuk
menggerakkan massa air secara vertikal.
Berbeda dengan peristiwa upwelling di
lautan, dimana air yang naik membawa banyak
unsur hara yang berguna, overturn atau arus
balik pada waduk/ danau justru menyebabkan
naiknya gas beracun dari dasar perairan ke
1888
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui kondisi kualitas air beberapa
daerah pemeliharaan ikan KJA di Danau
1889
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Satuan
Suhu
Kekeruhan
pH
DO
Ammonia
C
NTU
mg/L
mg/L
Baku
mutu
20-32
<5
6-9
>3
<0,02
Fosfat
mg/L
<0,1
Sulfida
mg/L
<0,002
Nilai sampling
I
II
28-28,3
28,2-29,5
0-359
6-1.265
7,8-8,2
7,8-8,1
0-4,1
0-4,2
16,4520,6527,3
24,85
13,652,25-2,91
15,53
1,36-1,62
1,01-1,42
Suhu
Radiasi cahaya matahari yang tiba dan
masuk ke dalam perairan akan memberikan
energi panas pada badan air. Jika jumlah
radiasi yang berhasil diserap oleh perairan
berbeda, maka temperatur yang dihasilkan juga
akan berbeda. Hasil pengukuran menujukkan
bahwa suhu yang diperoleh masih sesuai
dengan nilai baku mutu PPRI No. 82 Tahun
2001 kelas II untuk perikanan budidaya air
tawar, yaitu adalah 28-28,30C pada sampling I
dan 28,2-29,5oC sampling II (Tabel 1). Suhu
sangat penting bagi kehidupan organisme
perairan karena secara langsung dapat
mempengaruhi proses metabolisme dan
kelarutan gas-gas lainnya seperti oksigen dan
daya toksisitas senyawa-senyawa nitrogen
seperti nitrit dan amoniak.
Kekeruhan (turbidity)
Kekeruhan atau turbidity disebabkan oleh
adanya padatan halus yang tersuspensi dan
padatan yang terlarut di dalam air. Padatan
tersuspensi dan
terlarut dapat bersifat
anorganik dan organik seperti kwarsa, liat,
lempung, sisa tanaman, plankton dan
sebagainya.Nilai kekeruhan di kawasan
karamba Danau Maninjau berkisar antara 0359 NTU untuk sampling I dan 6-1265 NTU
pada sampling II telah melewati nilai baku
mutu PPRI No. 82 Tahun 2001 Kelas II untuk
perikanan budidaya air tawar (Tabel 1).
Tingginya nilai kekeruhan pada sampling II
dikarenakan
waktu sampling hari hujan.
Kekeruhan juga diakibatkan oleh adanya
sedimen di badan air yang masuk ke dalam
danau sebagai akibat dari erosi di daerah aliran
sungai (DAS) di sekitar wilayah area
tangkapan air (catchment area) Danau
Maninjau maupun bahan organik dan
anorganik dari kegiatan budidaya karamba
maupun ikan mati yang membuduk karena
dibuang di perairan Danau Maninjau., tanaman
1891
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1892
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Krismono dan Krismono A. 1998. Mengapa Ikan
Dalam Keramba Jaring Apung di Danau dan
Danau Mati? Warta Penelitian Perikanan
Indonesia, hal. 12-16, Puslitbang Perikanan,
Badan Litbang Pertanian, Deptan.
Krismono. 1992. Penelitian Potensi Sumberdaya
Perairan
Waduk
Wadaslintang,
Mrica,
Karangates dan Waduk Selorejo untuk
Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung.
Buletin Penelitian Perikanan Darat. Vol. II No.
2 Juni. 20 hal.
Lukman dan Hidayat. 2002. Pembebanan dan
Distribusi Organik di Waduk Cirata. Jurnal
Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT. Vol. 3 (2):
129 135.
Manahan S.E. 2002. Environmental Chemistri,
Seventh Edition, Lewis Publisher, New York
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Pencemaran Air dan Pengelolaan
Kualitas Air.
Sutardjo. 2000. Pengaruh Budidaya Ikan pada
Kualitas Air Waduk (Studi Kasus pada
Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung, di
Ciganea, Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa
Barat). Program Studi Ilmu Lingkungan.
Program Pascasarjana. Universitas Indonesia.
Jakarta. Tesis.
Sutopo J dan Deswati. 2014. Akuaponik (Integrasi
Sayuran-Ikan) Hasilkan Produk Organik
Berlimpah di Lahan Pekarangan Perkotaan yang
Sempit untuk Menghadapi Asean Economy
Community. Badan Koordinasi Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi
Sumatera Barat.
Suyani H; Refilda dan Deswati. 2015. Laporan
Akhir Unggulan Perguruan Tinggi. Penggunaan
Akuaponik
sebagai
Solusi
Pencegahan
Kematian Masal Ikan Air Tawar di Danau
Maninjau. Univerersitas Andalas.
Syandri H. 2002. Laporan Penelitian Dampak
Karamba Jaring Apung terhadap Kualitas
Perairan Danau Maninjau. Presented in Diskusi
Panel Press Club (PPC). Padang.
1893
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Randayan Island is located in West Borneo Province has coral reefs ecosystem that is habitat of
sponge. The Sponges have bioactive compounds such as stetoid. In This Research, the stroid compounds group
of the Callysponpongiagia sp .from Randayan Island has been isolated. The Identfication of n-hexane fraction
consisted the white needle crystals. The GC-Chromatogram showaed seven compounds, there are separated at
retention time (tr) range 22.72 24.69. The NMR-1H spectrum (CDCl3 ,500 MHz ) revealed four chemical shift
of the steroid Compounds group which are : 3.5854 ppm (s, H-C3); 5.3528 ppm (d, HO-C3 ) ; 0.6434 ppm (s,
H-C18) ; 1.0064 ppm (s, H-C19). The spectra of steroid isolate marked as H-2, have similar spectras with
stygmasterol compound spectras. Therefore, based on the spectrscopyc analysis, we suggest that the isolate
compound are the steroid group.
Keywords : Sponge , Callyspongia sp. , steroid
1. PENDAHULUAN
Pulau Randayan adalah salah satu dari
sepuluh pulau kecil yang terdapat di kawasan
perairan propinsi Kalimantan Barat. Perairan
di sekitar pulau-pulau ini memiliki ekosistem
terumbu karang yang cukup potensial
(Bappeda,2002). Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang
menjadi sumber kehidupan bagi biota laut.
Berdasarkan laporan Marine and Coastal
management Area-MCM Bappeda Provinsi
Kalimantan Barat (2002) telah Xestospongia
sp., Haliclona sp.,Callyspongia sp.
Spons merupakan salah suatu biota laut
yang mengandung metabolit sekunder dengan
potensi bioaktif yang dapat beperan sebagai
antisitotoksik,antitumor,antivirus,
antifungi,
inflamasi,antileukemia
dan
penghambat
aktivitas enzym ( Sudiro,1999). Pada beberpa
jenis spons, steroid merupakan komponen
mayor dari campuran metabolit sekundernya.
-sitosterol adalah salah satu dari metabolit
sekunder dari Xestospongia exigua, jumlahnya
mencapai 170 mg dari 9 g ekstrak atau kirakira 1,9% ( Liu et al, 2004 ). Dari 1,65 g
ekstrak Epipolasis sp. diperoleh 18 mg sterol
atu sekitar 1,09 % (Kerr et al., 1997).
Demikian halnya Braekman et al. (1989) juga
1894
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. KAJIAN LITERATUR
2.1 Spons
Taksonomi spons Callyspongia sp.
Klasifikasi hewan spons Callyspongia sp.
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum
: Porifera
Klas
: Demospongiae
Sub Klas
: Ceractinomorpha
Ordo
: Haplosclerida
Family
: Callyspongiidae
Spesies : Callyspongia sp.
HO
HO
HO
24-methyl
cholesterol
5,6-dihydro
cholesterol
-sitosterol
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tanjungpura Pontianak. Analisis
dengan menggunakan kromatografi gasspektroskopi massa (GC-MS) dilakukan di
Laboratorium Kesehatan Daerah (KESDA)
DOPPING Jakarta dan resonansi magnetik inti
proton (NMR-1H) dilakukan di LIPI Serpong,
Tangerang, Banten.
3.2 Bahan dan Peralatan
3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan adalah spons dari
spesies Callyspongia sp. yang diperoleh dari
perairan Pulau Randayan, Kalimantan Barat.
Keakuratan spesies hewan dideterminasi di
Laboratorium Herbarium Bogoriense LIPI
Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
nama spesies sampel adalah Callyspongia sp.
3.2.1 Bahan kimia
Bahan-bahan yang digunakan adalah
berbagai jenis pelarut organik diantaranya
aseton p.a., metanol p.a., n-heksana p.a dan
redestilasi., metilen klorida p.a. dan redestilasi,
dan etil asetat p.a., plat kromatografi lapis tipis
silika gel 60 F254 (merck) dan silika G60 (70230 mesh) untuk kromatografi kolom flash,
serta reagen penampak noda (vanilin).
3.2.2 Peralatan
Alat-alat yang digunakan diantaranya
adalah alat-alat gelas kimia yang umum
digunakan di Laboratorium Kimia, neraca
analitik (Mettler AE 2000), seperangkat alat
kromatografi kolom flash, evaporator yang
dilengkapi dengan sistem vakum (rotary
Heidolph WB 2000), lampu UV (Vettler
GMBH), kromatografi gas-spektrofotometer
massa (GC-MS) (Agilent Technologies 6890 5973 MSD), dan resonansi magnetik inti
proton (NMR-1H) (Unity Plus Variant-500
MHz).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
22,72
Kelim
pahan
Relatif
(%)
3,83
23,05
10,32
23,40
10,93
23,99
36,38
24,69
33,17
(tr)
1897
Nama
Senyawa
Rumus
Molekul
Berat
Mole
kul
Cholesta5,22dien-3-ol
Cholest5-en-3-ol
Ergosta5,22dien-3-ol
Ergost-5en-3-ol
Stigmast5-en-3-ol
C27H44O
384
C27H46O
386
C28H47O
398
C28H49O
400
C28H51O
414
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
17
+
Senyawa yang
Teridentifikasi
Rumus
Rumus
Struktur
Molekul
+
36
m/z
C3H7+
43
C4H9+
57
C5H11+
71
C11H13+
145
367
Penembakan
inti
dengan
elektron
menghasilkan ion molekuler dengan m/z 400
dan tumbukan berikutnya akan menyebabkan
terjadinya berbagai macam fragmen ( Gambar
4.3) Munculnya fragmen dengan m/z = 71
terbentuk dari lepasnya elektron ikatan C23C24 yang diikuti pembentukan fragmen m/z =
57 dan m/z = 43. Ion Molekul A dapat
mengalami fragmentasi yang diawali dengan
lepasnya elektron ikatan C20-H sehingga
menghasilkan ion molekuler dengan m/z =
255. Ion molekuler ini kemudian mengalami
penataan ulang yang selanjutnya membentuk
fragmen-fragmen dengan m/z = 213, m/z =
159 dan m/z = 145. Fragmentasi pada rumus A
juga dapat terjadi dengan lepasnya elektron
bebas pada gugus OH dan gugus metil dan
membentuk fragmen dengan m/z = 367.
Berdasarkan data dan pola fragmentasi,
maka isolat H-2 pada tr 23,99 diduga sebagai
ergost-5-en-3-ol dengan rumus molekul
C28H48O. Data ini didukung pula oleh
kemiripan pola fragmentasi antara spektrum
MS isolat H-2 pada tr 23,99 dengan pola
fragmentasi spektrum MS senyawa ergost-5en-3-ol (Lampiran 7).
\Adapun struktur hipotetik senyawa dari
isolat H-2 pada tr 23,99 ditunjukkan sebagai
berikut
Kelimpa
han
Relatif
(%)
100
C25H43+
35
HO
27
20
22
14
HO
2
13
C12H15+
159
C16H21+
213
C19H27+
255
C21H32+
302
C28H46+
382
1898
Senyawa yang
Teridentifikas
m/z
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
100
36
29
18
23
17
22
22
C3H5+
C8H9+
C11H13+
C13H17+
C16H21+
C19H27+
C21H33+
C23H25+
43
105
145
173
213
255
301
329
Gambar 4.5: Spektrum resonansi magnetik inti
proton isolat H-2
HO
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis GC-MS dan
NMR-1H, maka isolat dari sampel H-2
adalah senyawa golongan steroid yang
1899
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
.
1900
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
pendidikan,
diharapkan
akan
semakin
memberdayakan proses belajar mengajar
menjadi lebih kreatif dan kompetitif.
Seiring
dengan
kemajuan
Iptek
banyaklembaga pendidikan dan mahasiswa
memiliki fasilitas memadai seperti komputer
atau laptop, wifi dan LCD Proyektor, tetapi
belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal
fasilitas yang ada tersebut dapat dimanfaatkan
oleh para dosen dan mahasiswanya dalam
menunjang proses pembelajaran.
Dosen berperan penting dalam mewujudkan
suasana belajar yang menarik demi tercapainya
tujuan.Setiap dosen harus dapat memanfaatkan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
untuk kepentingan penyelengaraan kegiatan
pengembangan yang mendidik.Penggunaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
dalam
pembelajaran
dapat
membantu
meningkatkan pendidikan yang berkualitas
(Sutrisno, 2009).Menurut Hamalik (2002)
bahwa tenaga pengajar hanya memilih media
pengajaran yang bermanfaat, ekonomis dan
hambatan-hambatan praktis yang mungkin
dihadapi oleh siswa dan guru juga menjadi
dasar pertimbangan.
Menjawab permasalahan di atas maka
pengembangan multimedia teknologi informasi
1. PENDAHULUAN
Pemahaman materi pembelajaran kimia
khususnya materi kimia bersifat abstrak
merupakan kendala tersendiri bagi mahasiswa.
Seorang pengajar dituntut untuk jeli dan teliti
dalam memilih metode yang sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga
merupakan tugas dan tanggung jawab serta
kewajiban.
Kesulitan pemahaman materi abstrak pada
mata kuliah kimia dasar dialami oleh mahasiswa Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jambi.
Hal tersebut diketahui berdasarkan pengalaman empiris penelitiselama bertugas di lembaga ini.
Hasil observasi pendahuluan terhadap
mahasiswa ini membuktikan bahwa proses
pembelajaran cenderung kurang maksimal
terhadap materi yang disampaikan, terutama
pada materi yang sifatnya abstrak seperti
struktur atom, kimia unsurdan sistem periodik,
ikatan kimia dan kimia inti.
Oleh karena itu perlu dirancang suatu media
pembelajaran interaktif untuk materi kimia
dasaryangbersifat abstrak dengan sistematika
yang mudah dipahami dan dapat dicerna
mahasiswa dengan baik.Dengan pemanfaatan
teknologi yang berkolaborasi di dalam dunia
1901
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
animasi secara
terintegrasi. Multimedia
terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
multimedia linier dan multimedia interaktif.
Multimedia
interaktif
adalah
suatu
multimedia yang dilengkapi dengan alat
pengontrol yang dapat dioperasikan oleh
pengguna, sehingga pengguna dapat memilih
apa yang dikehendaki untuk proses
selanjutnya. Menurut Prasetyo (2007) bahwa
karakteristik multimedia pembelajaran adalah :
memiliki lebih dari satu media yang
konvergen,
bersifat
interaktif, bersifat
mandiri. Selain memenuhi ketiga karakteristik
tersebut, multimedia pembelajaran sebaiknya
memenuhi fungsi; mampu
memperkuat
respon pengguna secepatnya dan sesering
mungkin, punya karakteristik, urutan koheren
dan
terkendalikan, mampu
memberikan
kesempatan adanya partisipasi dari pengguna
dalam bentuk respon, baik berupa jawaban,
pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
pengembangan (Research and Development)
dengan model pengembangan ADDIE
(analysis, design, development, implementation, and evaluationi) yang dikembangkan oleh
Lee dan Owens, dengan tujuan untuk
menghasilkan produk berupa multimedia
interaktif dengan menggunakan software
macromedia flash 8 yang di kembangkan
dengan materi-materi kimia dasar.
Penelitian melibatkan tim ahli yaitu ahli
materi dan media untuk menilai kelayakan
multimedia interaktif. Data bersumber dari
validator, tanggapan dosen mata kuliah kimia
dasar dan uji coba kelompok kecil.Jenis data
yang diperoleh berupa data kualitatif berupa
kritik, komentar, dan saran dan kuantitatif
berasal dari angket tanggapan dosen dan
respon mahasiswa.
Alur kerja dalam penelitian ini adalah
dapat dilihat pada bagan Gambar 1.
2. KAJIAN LITERATUR
Belajar adalah proses yang kompleks,
terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya.
Proses belajar itu terjadi karena adanya
interaksi
antara
seseorang
dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat
terjadi kapan saja dan dimana saja, salah satu
pertanda seseorang itu telah belajar adalah
adanya perubahan tingkah laku pada
dirinya.Peruahan dapat terjadi pada tingkat
pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya
(Arsyad, 2010).
Cara yang dilakukan oleh setiap orang
berbeda
untuk
memperoleh
ilmu
pengetahuan.Menurut Warsita (2008) bahwa
teori kognitif beranggapan bahwa belajar
adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif
dan persepsi untuk memperoleh pemahaman.
Dalam model ini, tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan
tujuan dan perubahan tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh proses berpikir internal yang
terjadi selama proses belajar.
Salah satu cara mudah memperoleh
pengetahuan adalah dengan menggunakan
media pembelajaran.
Suheri (2006)
menyatakan multimedia akan lebih efektif
dalam penggunaannya karena menggabungkan
dua unsur atau lebih media yang terdiri dari
teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan
1902
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. Tanggapan Dosen
Pada tahap pengembangan multimedia
interaktif materikimia dasar, pengembang juga
meminta tanggapan dosen terhadap multimedia
interaktif dengan macromedia flash 8 yang
telah di kembangkan.Tanggapan dosen
terhadap produk dinyatakan layak digunakan.
3. Uji coba Kelompok Kecil
Tujuan dilakukannya uji coba produk ini
untuk melihat respon pengguna terhadap media
yang dikembangkan dan menilai setiap detail
kekurangan guna mengetahui kelayakan
produk
multimedia
interaktif
yang
dikembangkan. Uji coba kelompok kecil
dilakukan terhadap 10 orang mahasiswa.
Analisa Data
1. Analisis Data Validasi Tim Ahli
Untuk memperoleh suatu produk yang
lebih baik maka di lakukan validasi materi dan
media. Data hasil validasi materi dan media
adalah sebagai berikut:
Desain
Tahap desain yaitu menentukan jadwal
pembuatan
produk,
membuat
desain
multimedia pembelajaran dan membentuk tim
validasi. Dengan rincian (1) Jadwal pembuatan
produk menghabiskan waktu 2 bulan, di
mulai
dengan
menganalisis
produk,
menyiapkan materi, animasi, audio, mendesain
serta membuat produk (2) Tim kerja pada
pengembangan modul, pengembangan di
Jenis Validasi
1
2
Materi
Media
1903
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
mahasiswa
terhadap
ditampilkan sangat baik.
multimedia
yang
5. KESIMPULAN
Kesimpulan dalam peneliitian ini adalah
mengembangkan multimedia interaktif materi
kimia dasarpada software Macromedia Flash 8
dengan
menggunakan
model
desain
pengembangan ADDIE yang menghasilkan
produk awal (produk 1). Hasil yang divalidasi
oleh tim ahli materi dan ahli media, serta
berdasarkan
saran
perbaikan
validator
dilakukan
revisi
desain,
sehingga
menghasilkan produk 2. Selanjutnya dilakukan
validasi tahap II oleh tim ahli dimana
berdasarkan
validator
bahwa
media
pembelajaran layak untuk di ujicobakan. Uji
coba produk dilaksanakan di Program Studi
Pendidikan Kimia MIPA FKIP Universitas
Jambi
melalui penilaian dosen dan uji
kelompok kecil terhadap 10 orang mahasiswa.
Respon 10 orang mahasiswa didapatkan hasil
bahwa multimedia interaktif ini layak sebagai
media pembelajaran, baik dan sangat menarik.
6. REFERENSI
2. Tanggapan Dosen Kimia Dasar
Penilaian produk oleh dosendengan
menggunakan angket terdiri dari 15
pertanyaan.Penilaian produk dilakukan satu
kali,diperoleh tingkat kelayakan multimedia
interaktifmateri kimia dasar
adalah 63.
Dengan skor ideal 75, maka presentasenya
63
adalah 75 x 100% = 84%.
Berdasarkan perhitungan tersebut di
peroleh nilai presentase hasil penilaian dosen
yaitu sebesar 84% dengan kategori valid
sehingga produk dapat di gunakan dalam
pembelajaran kimia.
3. Respon Mahasiswa
Ujicoba produk kelompok kecil terhadap
10 mahasiswa di peroleh skor rata rata 65.6,
maka presentasenya:
65.6
75
x 100% = 87.46 %
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Slameto, 2003.Belajar dan Faktor-Faktor Yang
mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarmo, U. 2013. Kimia untuk SMA/MA Kelas X.
Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. 2009. Metode Penulisan Kuantitatif
Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suprijono, A. 2009.Cooperative Learning Teori &
Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suheri, A. 2006.Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
1905
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Pellets of fish, Saccharomyces cerevisiae, Water content, Protein content, Crude fiber content
ABSTRAK
Budidaya ikan di Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting pada sektor perikanan.Ikan yang
dibudidayakan memerlukan pakan berkualitas dengan kandungan nutrisi yang lengkap agar dapat hidup dan
berkembangbiak dengan baik. Mahalnya harga pakan dapat diatasi salah satunya dengan membuat pakan
buatan sendiri menggunakan metode yang sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
waktu optimal fermentasi pelet ikan yang dibuat dari limbah organik (bekicot, tulang ikan lele, kulit pisang dan
kulit singkong) terhadap nilai kadar air, protein dan serat kasar dengan variasiwaktu 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari.
Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam keadaan aerob.
Analisis kadar air digunakan metode oven dan didapatkan waktu optimal kadar air adalah pada hari ke 2 yaitu
9,44 %. Analisis kadar protein menggunakan metode semimikro Kjeldahl dan didapatkan waktu optimal kadar
protein pada hari ke 2 juga yaitu 34,32 % dan analisis kadar serat kasar digunakan metode gravimetri dan
didapatkan waktu optimal terhadap kadar serat kasar adalah pada hari ke 3 yaitu 6,38 %. Hasil uji t (p = 0,05)
menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antara hasil kadar air, protein dan serat kasar yang diperoleh
antara waktu fermentasi 2 dan 3 hari. Pelet ikan yang difermentasi pada waktu optimal (2 hari) memenuhi
syarat mutu pakan ikan patin SNI 7548:2009 yaitu kadar air maksimal 12 %, protein minimal 25 % dan serat
kasar maksimal 8 %.
Kata kunci :
Pelet ikan, Saccharomyces cerevisiae, Kadar air, Kadar protein, Kadar serat kasar
PENDAHULUAN
Budidaya ikan di Indonesia merupakan salah
satu komponen yang penting pada sektor
perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya
dalam menunjang ketersediaan pangan nasional dan menciptakan pendapatan dan lapangan kerja. Budidaya ikan juga berperan dalam mengurangi beban sumber daya laut. Di
samping itu budidaya ikan dianggap sebagai
1906
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Protein Pelet Ikan
f. PI5
: Fermentasi 5 hari
Setiap wadah dimasukkan tepung bekicot 16
gr, tepung tulang ikan lele 12 gr, dan tepung
kulit pisang 12 gr. Kemudian ditambahkan
tepung kulit singkong 4 gr yang telah dicairkan
dalam air mendidih lalu diuleni hingga elastis.
Pada setiap wadah dimasukkan ragi roti 0,4
gr dan diuleni lagi. Kemudian ditutup
menggunakan daun pisang (proses fermentasi
aerob). Bahan difermentasi dalam waktu sesuai
label dan dicetak menggunakan pencetak pelet.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
60oC selama dua jam (Suprayudi dkk, 2012).
No.
1
2
3
4
5
6
No.
1
2
3
4
5
6
No.
1
2
3
4
5
6
Hasil pengamatan
Hasil penelitian ini adalah nilai kadar air,
protein dan serat kasar dari pelet ikan dari
limbah organik yaitu bekicot, tulang ikan lele,
kulit pisang dan kulit singkong dengan
perbandingan 4:3:3:1 yang difermentasi
menggunakan ragi roti (Saccharomyces
cerevisiae) secara aerob pada variasi waktu 0,
1, 2, 3, 4 dan 5 hari. Pelet ikan pada penelitian
ini juga dibuat tanpa fermentasi (0 hari) dan
ragi roti (Saccharomyces cerevisiae). Hal ini
bertujuan
untuk mengetahui
pengaruh
penambahan ragi roti dalam pelet ikan.
1
2
3
Kadar air
Kadar protein
Kadar serat
kasar
8,51
8,78
1
2
3
4
5
6
Waktu
fermentasi
(hari)
0
1
2
3
4
5
Rata-rata
(%)
8,65
30,65
8,64
Hasil (%)
2
Ratarata (%)
Standar
maks. SNI
(%)
8,82
9,05
9,41
9,15
8,97
7,89
8,86
8,95
9,47
9,40
9,00
7,89
8,84
9,00
9,44
9,27
8,98
7,89
12
33,29
34,10
33,77
33,79
31,39
30,68
33,70
33,90
34,32
33,50
31,23
31,15
25
Waktu
fermentasi
(hari)
0
1
2
3
4
5
Hasil (%)
1
Ratarata (%)
8,92
7,85
6,83
6,24
6,39
6,84
8,95
7,46
6,70
6,53
6,92
6,79
8,93
7,65
6,76
6,38
6,65
6,81
Standar
min. SNI
(%)
Waktu
fermentasi
(hari)
0
1
2
3
4
5
Kadar air
(%)
8,84
9,00
9,44
9,27
8,98
7,89
Kadar
protein
(%)
33,70
33,90
34,32
33,50
31,23
31,15
Kadar
serat kasar
(%)
8,93
7,65
6,76
6,38
6,65
6,81
Pembahasan
Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi
dalam melakukan fermentasi diantaranya yaitu
waktu fermentasi dan konsentrasi inokulum.
Hal ini akan mempengaruhi tingkat
pertumbuhan dari mikroba. Waktu fermentasi
berpengaruh terhadap pertumbuhan dari
mikroba dan ragi yang digunakan. Pada masa
pertumbuhannya sel-sel terus membelah secara
cepat. Selama
kondisi
memungkinkan
pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung
sampai sejumlah besar populasi sel terbentuk
(Simangunsong dkk, 2014).
Hal ini berarti tiap jenis mikroorganisme
yang digunakan memiliki waktu optimal dalam
berfermentasi sehingga mampu menghasilkan
senyawa dalam bentuk yang lebih sederhana.
Semakin optimal waktu fermentasi, mikroba
akan berkembang dengan baik dan aktif,
sehingga mampu menguraikan kandungan
kimia dalam bahan organik (Simangunsong
dkk, 2014).
Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat
metabolisme mikroba-mikroba pada suatu
bahan pangan dalam keadaan aerob dan
anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi
34,12
33,71
34,88
33,22
31,08
31,63
Standar
min. SNI
(%)
Ratarata (%)
Jenis uji
Hasil (%)
No.
Waktu
fermentasi
(hari)
0
1
2
3
4
5
1908
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1909
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Penelitian LPPM UMP 2014. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto
Panuntas, M. M. 2012. Kajian Konsentrasi Koji
Saccharomyces cereviseae Var. Ellipsoideus
dan Suhu pada Proses Fermentasi Kering
terhadap Karakteristik Kopi Var. Robusta.
Jurnal. Universitas Pasundan, Bandung
Pratiwi, I. D. 2013. Pengaruh Subtitusi Tepung
Kulit Singkong Terhadap Kualitas Muffin.
Skripsi. UNNES, Semarang
Simangunsong, J., Kumalaningsih, S., Putri, W. I.
2014. Penggunaan Ma-11 pada Fermentasi
Limbah Bungkil Inti Kelapa Sawit Sebagai
Bahan Pakan Sapi (Kajian Waktu Fermentasi
dan Konsentrasi Ma-11). Jurnal. Universitas
Brawijaya, Malang
Sitanggang, L. D. 2014. Laju Pertumbuhan Populasi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dengan Pemberian Pakan Alami dan
Buatan serta Kombinasinya. Skripsi. USU,
Medan
SNI-01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Badan Standardisasi Nasional
SNI 7548:2009. Pakan buatan untuk ikan patin
(Pangasius sp.). Badan Standardisasi Nasional
Suprayudi, M. A., Edriani, G., Ekasari, J. 2012.
Evaluasi Kualitas Produk Fermentasi Berbagai
Bahan Baku Hasil Samping Agroindustri Lokal
: Pengaruhnya Terhadap Kecernaan serta
Kinerja Pertumbuhan Juvenil Ikan Mas. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 11 (1) : 1 10
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA
Press, Surabaya
Umiyasih, U., Anggraeny, Y. N. 2008. Pengaruh
Fermentasi Saccharomyces cerevisiae terhadap
Kandungan Nutrisi dan Kecernaan Ampas Pati
Aren (Arenga pinnata Merr.). Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Loka
Penelitian Sapi Potong, Pasuruan
Utami, I. K., Haetami, K., Rosidah. 2012. Pengaruh
Penggunaan Tepung Daun Turi Hasil
Fermentasi dalam Pakan Buatan Terhadap
Pertumbuhan Benih Bawal Air Tawar
(Colossomamacropomum
cuvier).
Jurnal
Perikanan dan Kelautan. Vol. 3, No. 4 : 191 199
Wiyatno, F. H., Yuliono, D. T., Sunar., Wicitra, V.
N., Saifudin, F. 2010. Produksi Pakan Ikan
Berprotein Tinggi dengan Pemanfaatan
Fermentasi Ampas Teh. Usulan Program
Kreatifitas Mahasiswa. Universitas Airlangga,
Surabaya
Yaumi, N. 2010. Penambahan Tepung Kacang
Merah dalam Pembuatan Donat dan Daya
Terimanya. Skripsi. USU, Medan
Zaenuri, R., Suharto, B., Haji, A. T. S. 2013. Kualitas Pakan Ikan Berbentuk Pelet Dari Limbah
Pertanian. Jurnal Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Universitas Brawijaya, Malang
1911
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Preparation of crytomelane nanomaterials using microwave and oven process has been investigated. The
reaction process used kalium permanganate as precursor, H 2O2 as redactor, HCl and Buffer Sitrat-Fosfat as
the acidity controller. Powder could be prepared by heating of mixture in microwave about 10 minutes or oven
about 6 hours at 140-160oC. The product was found in the darkbrown powder. Powder washed by water several
times then dried in oven at 95-105oC. The characterization of powder by X-Ray Diffraction (XRD) showed that
the product of manganese oxide using microwave and oven was found criptomelane with simple formula of
K0,5Mn2O4.1,5 H2O. Scanning Electron Microscopy (SEM) images showed that the morfology of powder were
spherical (using HCl microwave and oven) and bulk (using Buffer Sitrat-Fosfat microwave and oven).
Keywords: Cryptomelane Nanomaterials, Microwave, Oven,HCl, and Buffer Sitrat-Fosfat
1. PENDAHULUAN
Struktur nanoscale satu dimensi (nanorods,
nanotubes, dan nanofibers) telah menarik
perhatian belakangan ini, karena sifat
elektroniknya yang unik, optikal, mekanik, dan
sifat-sifat magnetik serta aplikasi yang
berpotensi pada segala bidang.
Octahedral Molecular Sieve (OMS)
merupakan salah satu material nanoscale yang
memiliki ukuran partikel yang kecil dan luas
permukaan yang tinggi (Villegas, et al, 2005).
OMS mempunyai struktur tunnel (berongga) 1
dimensi. Struktur tunnel ini terbentuk dari
bagian pinggir dan bagian sudut dari
oktahedral MnO6 (liu et al, 2004). OMS
memiliki bermacam-macam ukuran nanoscale
dari 2,3 x 2,3 sampai 4,6 x 11,5 .
Beberapa material mangan oksida nanoscale
dari 3 x 3 (OMS-1), 2 x 2 (OMS-2), 2 x 3
(OMS-6), 2 x 4 (OMS-5), dan 1 x 1 (OMS-7)
telah diteliti dan dilaporkan (Ghosh, et al,
2006).
Material oksida mangan OMS banyak
diaplikasikan sebagai katalis dan material
baterai (liu, et al, 2004). Kriptomelan jenis
material oksida mangan (OMS-2) adalah
kelompok material OMS yang penting karena
material OMS-2 telah banyak digunakan
sebagai katalis, pemisahan, sensor kimia, dan
baterai.
Ada 2 struktur yang utama yaitu : Material
berlapis yang terbentuk dari edge-sharing
1912
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
a. Pembuatan
OMS-2
dengan
menggunakan HCl
KMnO4 sebanyak 6,5 g dilarutkan dengan
150 ml air (aqudest) lalu dilakukan penstireran
(larutan 1). Setelah itu dibuat larutan hidrogen
peroksida (H2O2) dengan variasi 1%, 5%, 15%
sebanyak 30 ml dan variasi pengontrolan
keasaman HCl 6 N sebanyak 3ml (larutan 2).
Larutan 1 ditambahkan sedikit demi sedikit ke
dalam larutan 2 dan dilakukan penstireran
selama 1 jam. Larutan tersebut dimasukkan
dalam microwave selama 10 menit tetapi jika
oven digunakan dilakukan selama 6 jam
dengan suhu 150 10oC. Setelah didapatkan
powder kering, dilakukan pencucian dengan
aquadest
hal
ini
bertujuan
untuk
menghilangkan pengotor-pengotor yang ada
dan
dilakukan
penyaringan
dengan
menggunakan pompa vakum. Setelah itu
sampel dikeringkan dengan oven selama
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Lar.
Buffer
Coklat tua
Agak kasar
Coklat
Lebih halus
muda
15% Dari tabel 3 terlihat bahwa ketika konsentrasi
H2O2 dinaikkan maka powder yang dihasilkan
menjadi lebih halus dan warnanya menjadi
lebih muda. Pada konsentrasi 15% H2O2 tidak
dapat dilakukan, hal ini dikarenakan terjadinya
kerusakan alat pada microwave.
a. Pembuatan
Kriptomelan
dengan
menggunakan HCl
Kriptomelan dapat dibuat dengan mereaksikan
antara KMnO4 dan H2O2, dengan metode
reflux (villegas, et al, 2005). Pembuatan
kriptomelan pada penelitian ini dilakukan
dengan proses microwave dan oven. Pada
kedua proses ini digunakan HCl yang
berfungsi untuk memperkuat sifat asam dari
H2O2.
Tabel 1. Pengamatan fisik setelah powder
didapatkan dengan proses microwave
H2O2 Warna
Pengamatan
fisik
HCl 1%
Coklat tua
Agak kasar
5%
Coklat
Halus
muda
15%
Coklat
Halus
muda
Dari tabel 1 terlihat bahwa ketika konsentrasi
H2O2 dinaikkan maka powder yang didapatkan
menjadi lebih halus dan warnanya menjadi
lebih muda.
1%
5%
1%
Coklat tua
Agak kasar
5%
Coklat muda Lebih halus
15% Dari tabel 4. pengamatan fisik yang didapatkan
adalah semakin banyak konsentrasi H2O2 yang
digunakan maka powder yang didapatkan
semakin halus sedangkan warnanya berubah
dari coklat tua menjadi coklat muda. Dari tabel
3 dan 4 dapat dilihat bahwa dengan kedua
proses sintesis ini powder yang dihasilkan
semakin
halus
dengan
bertambahnya
konsentrasi H2O2.
Dari tabel semua perlakuan diatas
didapatkan powder yang umumnya berwarna
coklat. Hal ini telah dijelaskan juga pada
referensi yang ada (villegas, 2005), umumnya
kriptomelan memiliki warna coklat.
c. Pengeringan
Pengeringan dilakukan pada oven setelah
powder didapatkan pada proses sintesis.
Pengeringan dilakukan selama beberapa menit
yang sebelumnya dicuci dengan air (aquadest)
yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor.
Setelah dikeringkan maka diperoleh powder
yang berwarna coklat kehitaman.
d. Karakterisasi
1) X-Ray Diffraction (XRD)
Analisis X-Ray Diffraction (XRD) digunakan
untuk mengetahui susunan atom-atom dalam
material kristalin sehingga dapat diketahui
struktur, orientasi, dan ukuran kristal. Gambar
4a menunjukkan pola difraksi sinar-X dari
powder yang dibuat dengan HCl dan H2O2 1%
menggunakan microwave. Puncak dengan
intensitas yang tinggi terdapat pada sudut 2 =
12,261o, dengan merujuk kepada JCPDS No:
42-1317 maka nilai hklnya adalah (0 0 1). Hal
b. Pembuatan
Kriptomelan
dengan
menggunakan Buffer Sitrat-Fosfat
Pembuatan
kriptomelan
untuk
proses
microwave dan oven juga dilakukan dengan
menggunakan larutan buffer sitrat-fosfat yang
berfungsi untuk menahan pH atau menjaga pH
agar tetap asam.
Tabel 3. Pengamatan fisik setelah powder
didapatkan dengan proses microwave
H2O2 Warna
Pengamatan
fisik
1914
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Intensitas (a.u)
150
Sampel A
100
50
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
10
20
30
JCPDS-421317
20
40
60
90
Intensitas (arb. unit)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
30
40
50
60
70
80
Gambar 4c.
Pola XRD dari powder yang dibuat dari HCl
dan H2O2 5% menggunakan oven (sampel A)
dan difurnace pada suhu 500oC.
Gambar 5a memperlihatkan pola difraksi
sinar-X dari powder yang dibuat dengan buffer
sitrat-fosfat dan H2O2 5% menggunakan
microwave. Puncak dengan intensitas yang
tinggi terdapat pada sudut 2 = 12,390o, sesuai
dengan JCPDS-421317 maka nilai hkl (0 0 1).
Puncak ini didukung oleh puncak-puncak
dengan sudut 2 = 22,830; 36,874; dan
65,587o. Hal ini juga menunjukkan bahwa
produk yang dihasilkan masih berupa
K0,5Mn2O4 .1,5 H2O(JCPDS-421317) dan
didapatkan ukuran kristal sebesar 3,595 nm
(lihat tabel 5).
Gambar 4a.
Pola XRD dari powder kriptomelan yang
dibuat dari HCl dan H2O2 1% menggunakan
microwave (sampel A)
20
50
80
10
40
Sudut 2q /
60
70
80
Sudut 2q / o
Gambar 4b.
Pola XRD dari powder kriptomelan yang
dibuat dari HCl dan H2O2 1% menggunakan
oven (sampel A)
Gambar 4b menunjukkan pola difraksi sinar-X
dari powder yang dibuat dengan HCl dan H2O2
1% menggunakan oven. Gambar ini
memperlihatkan pola yang sama dengan
Gambar 4a. Puncak dengan intensitas yang
tinggi terdapat pada sudut 2 = 12,380o sesuai
dengan JCPDS-421317 maka nilai hklnya
adalah (0 0 1). Puncak ini didukung oleh
puncak-puncak dengan sudut 2 = 25,041;
36,976; dan 66,314o. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil yang didapatkan adalah K0,5Mn2O4
.1,5 H2O (JCPDS-421317). Dengan cara yang
Intensitas (a.u)
150
100
Sampel B
50
0
JCPDS-421317
20
40
60
80
Gambar 5a.
Pola XRD dari powder kriptomelan yang
dibuat dari buffer sitrat-fosfat dan H2O2 5%
menggunakan microwave (sampel B)
1915
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
60
50
Sampel
Metode
2(o)
FWHM
o
()
(A)
Microwave
Oven
Microwave
Oven
37,115
36,976
36,874
37,339
1,536
1,344
2,304
1,920
40
30
20
(B)
10
0
10
20
30
40
50
60
70
Ukuran
kristal L
(nm)
5,398
6,177
3,595
4,321
80
Sudut 2q / o
Gambar 5b.
Pola XRD dari powder kriptomelan yang
dibuat dari buffer sitrat-fosfat dan H2O2 5%
menggunakan oven (sampel B)
Gambar 5b memperlihatkan pola difraksi
sinar-X dari powder yang dibuat dari buffer
sitrat-fosfat dan H2O2 5% menggunakan oven.
Puncak dengan intensitas yang tinggi terdapat
pada sudut 2 = 11.830o sesuai dengan JCPDS421317 didapatkan nilai hklnya adalah (0 0 1).
Puncak ini didukung oleh puncak-puncak
dengan sudut 2 = 23,320; 37,339; dan
66,222o. Hal ini menunjukkan hasil yang
didapatkan berupa K0,5Mn2O4 .1,5 H2O
(JCPDS-421317) dan ukuran kristalnya 4,321
nm (lihat tabel 5).
Dari pola difraksi pada semua gambar
diatas dapat dilihat bahwa tidak adanya
perbedaan produk yang dihasilkan dari kedua
metode ini (microwave dan oven), dimana
sama-sama menghasilkan kriptomelan dengan
rumus K0,5Mn2O4 .1,5 H2O. Dapat dilihat
bahwa puncak yang dihasilkan tidak tajam, hal
ini dikarenakan kriptomelan merupakan salah
satu mangan dioksida dengan ukuran tunnel
(berongga) sehingga jika material ini
dipanaskan maka struktur material akan dapat
berubah. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4c,
bahwa puncak yang dihasilkan tidak sesuai
dengan JCPDS-421317.
Menurut referensi yang ada (Li, et al,
2006), pola XRD kriptomelan didapatkan pada
suhu 120oC tetapi jika suhu yang digunakan
180oC maka pola XRD yang ditemukan ada
perubahan puncak yang muncul. Dalam
penelitian ini proses sintesa menggunakan
oven dilakukan pada suhu 150oC sehingga
didapatkan kriptomelan dengan rumus
K0,5Mn2O4 .1,5 H2O, ini merupakan
kriptomelan dengan rongga K yang terdapat
dalam MnO2 sebanyak 2 buah yang selebihnya
dikelilingi oleh air.
2)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gambar 7a.
Gambar SEM powder kriptomelan yang dibuat
dari
Buffer
sitrat-fosfat
dan
H2O2
menggunakan microwave dengan pembesaran
20.000x
Gambar 6a.
Gambar SEM powder kriptomelan yang dibuat
dari HCl dan H2O2 menggunakan microwave
dengan pembesaran 20.000x
Gambar 6b.
Gambar SEM powder kriptomelan yang dibuat
dari HCl dan H2O2 menggunakan oven dengan
pembesaran 20.000x
Gambar 7b.
Gambar SEM powder kriptomelan yang dibuat
dari
Buffer
sitrat-fosfat
dan
H2O2
menggunakan oven dengan pembesaran
20.000x
Gambar 6c.
Gambar SEM powder kriptomelan dibuat dari
HCl dan H2O2 menggunakan oven dan
difurnace pada suhu 500oC dengan pembesaran
20.000x
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Size Control, Metal Substitution, and Catalytic
Application of Crytomelane Nanomaterials
Prepared Using Cross-Linking Reagents, J.
Mater. Chem., 2004, 16, pp.276-285
Ghosh. Ruma, Shen. Xiongfei, Villegas. Josanlet C,
Ding. Yunshuang, Malinger. Kinga and Suib.
Steven L. Role of Manganese Oxide Octahedral
Nolecular Sieves in Styrene Epoxidation, J.
Phys. Chem., 2006, 110, pp.7592-7599
Apte. S. K, Naik. S. D, Sonawane. R. S, Kale. B. B,
Pavaskar. Neela, Mandale. A. B, Das. B. K.
Nanosize Mn3O4 (Hausmanite) by Microwave
Irradiation Method, Materials Research
Bullettin, 2006, 41, pp.647-654
Bunshah. Rointan F, Handbook of Deposition
Technologist for Films and Coating, USA,
Noyes Publications. 1994. p 24-25, 249.
Ding. Yun-Shuang, Shen. Xiong-Fei, Sithambaram.
Shanthakumar, Gomez. Sinue, Kumar. Ranjit,
Crisostomo. Vincent Mark B, Suib. Steven L,
and Aindow. Mark. Synthesis and Catalitic
Activity of Cryptomelane Type Manganese
Dioxide Nanomaterial Produced by a Novel
Solvent-Free Method, J. Chem., 2005, 17,
pp.5382-5389
Wesr. A. R, Solid State Chemistry and Its
Applications, John Willey and Sons Ltd, New
York, 1998, pp.65-75
Li. Wei Na, Yuan. Jikang, Gomez-Mower. Sinue,
Sithambaram. Shantakumar, and Suib. Steven
L, Synthesis of Single Crystal Manganese
Oxide Octahedral Molecular Sieve (OMS)
Nanostructures with Tunable Tunnels and
Shapes, J. Phys. Chem., 2006, 110,pp.30663070
4. KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa produk yang dihasilkan dari proses
microwave sederhana dan oven adalah
kriptomelan dengan rumus struktur K0,5Mn2O4
.1,5 H2O. Powder yang dihasilkan dari
penggunaan dengan microwave sederhana
lebih halus dibandingkan dengan oven
sedangkan
jika
dilihat
dari
variasi
pengontrolan keasaman melalui HCl dan
buffer sitrat-fosfat
tidak memberikan
perbedaan yang nyata terhadap powder yang
dihasilkan. Hasil SEM pada penggunaan
variasi pengontrolan keasaman dengan HCl
baik menggunakan microwave dan oven
menghasilkan bentuk morfologi berupa
bulatan-bulatan atau spherical sedangkan
dengan buffer sitrat-fosfat menggunakan
microwave dan oven bentuknya berupa
bongkahan-bongkahan. Distribusi partikel
yang dihasilkan dengan menggunakan HCl
lebih merata dibandingkan dengan buffer
sitrat-fosfat.
5. REFERENSI
Villegas. Josanlet C, Garces. Luis J, Gomez. Sinue,
Durand. Jason P. and Suib. Steven L. Partikel
Size Control of Criptomelane Nanomaterials by
Use of H2O2 in Acidic Condition, J. Mater.
Chem., 2005, 17, pp.1910-1918
Liu. Jia, Son. Young-Chan, Cai. Jun, Shen.
Xiongfei, Suib. Steven L, and Aindow. Mark.
1918
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
PENDAHULUAN
Bahan kosmetika adalah bahan atau campuran
bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik
yang merupakan komponen kosmetika
termasuk bahan pewarna, bahan pengawet dan
bahan tabir surya. Bahan pengawet adalah
bahan atau campuran bahan yang digunakan
untuk mencegah kerusakan kosmetika yang
disebabkan oleh mikrooganisme.1
Salah satu contoh produk kosmetika
yang banyak digunakan yaitu krim pemutih.
Krim
pemutih
adalah
produk
yang
mengandung bahan aktif yang dapat menekan
atau menghambat melamin yang sudah
terbentuk sehingga akan memberikan warna
kulit yang lebih putih.2
Salah satu bahan pengawet yang
biasadigunakanpadakrimpemutihadalahmetilpa
raben. Penggunaan meti lparaben sebagai
pengawet kosmetik diizinkan, tetapi perlu
diperhatikan penggunaannya dalam kosmetik
agar tidak melampaui batas, sehingga tidak
berdampak negatif terhadap
kesehatan
manusia. Menurut Peraturan Kepala BPOM
No: HK.00.05.42.1018, kadar maksimum metil
paraben yang diperkenankana dalah sebesar
0,4 %. Bahaya utama terhadap kesehatan yaitu
iritasi kulit, mata, saluran pernafasan, dan
pencernaan.3
Berdasarkan hal di atas, maka
dilakukan penelitian mengenai Identifikasi
dan Penetapan Kadar Metil Paraben dalam
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di Laboratorium
Kimia STIKES Harapan Ibu Jambi
1. AlatdanBahan
Alat yang digunakan timbangan analitik
(merk shuma), labu ukur (pyrexs), pipet ukur
(pyrexs), erlenmeyer (pyrexs), gelas ukur
(pyrexs), mikro pipet, gelas beaker (pyrexs),
erlemeyer, penyaring membran filter0,45m,
HPLC. Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah yang digunakan yaitu
metil paraben, etanol grade HPLC, metanol
grade HPLC, asam sulfat 2M, sampel krim
pemutih. Sampel yang digunakan adalah
krimpemutih yang tidak memiliki izin edar di
pasaran kota Jambi. Sampel krim pemutih
kemudian diambil sebanyak 5 merek sampel
yaitu sampel A, B, C, D, dan E.
2. Prosedur Kerja
A. Penyiapan Larutan Standar
Pembuatan
Asam
Sulfat
2M
Diambil 1,1 mL asamsulfat 36 N di masukkan
ke dalam labu ukur 10 mL tambahkan pelarut
sampai tanda batas.
1919
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
PembuatanLarutanStandarMetilParaben
0,01 gram metil paraben dilarutkan
dengan pelarut hingga volume 10 mL, di ambil
0,8 mL masukkan kedalam labu ukur 10 mL,
dilarutkan dengan pelarut sampai tanda batas,
lalu di injeksikan ke dalam alat HPLC dengan
detektor UV254 nm, laju alur 1 mL/menit,
volume injeksi 20 L.
B. Penyiapan Sampel
3 gram sampel ditimbang seksama
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250
mL. Tambahkan 1 mL asam sulfat 2 M, 10 mL
campuran etanol air (9:1) v/v. Campuran
tersebut dihomogenkan, panaskan di atas
penangas air pada suhu 600C selama 5 menit,
dinginkan dan simpan dalam lemari pendingin
selama 1 jam. Campuran tersebut disaring lalu
disonikasi, dandiinjeksikan ke HPLC.4
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Sebanyak 0,01 gram metil paraben
dilarutkan dengan pelarut hingga volume 10
mL sehingga di dapat konsentrasi (1000
g/mL). Di pipet 1 mL masukkan ke dalam
labu ukur 10 mL didapat konsentrasi (100
g/mL), lalu dibuat dengan konsentrasi 20
ppm, 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 140 ppm,
tambahkan 1 mL asam sulfat 2 M, homogenkan
tambahkan pelarut sampai tanda batas, saring
menggunakan penyaringmembrane filter 0,45
m kedalam vial. Injeksikanke dalam alat
HPLC.
Gambar
1. Kurva Kalibrasi
Metilparaben
Standar
Gambar 2.Sampel A
Prosedur HPLC
Masingmasing
larutan
sampel
diinjeksikan ke HPLC, dengan menggunakan
fasa diam silika C-8, fase gerak metanol : air
(60:40) v/v, dilakukan pada panjang
gelombang 254 nm, laju alir 1 mL/menit,
volume injeksi 20 L, sehingga di dapat
kromatogram dari masing masing sampel.5
Gambar 4.Sampel C
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Tabel
2.Hasilkadarmetilparabendarisampelkri
mpemutih
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari 5 sampel yang sudah di uji, semua
sampel mengandung pengawet metil
paraben.
2. Kadar metil paraben yang ditemukan pada
semua sampel masihdalamrentang yang
diizinkandalamyaitukecildari 0,4%.
Gambar 3.Sampel B
DAFTAR PUSTAKA
1. Permenkes RI. 2010. Notifikasi Kosmetika
.NO:1176/MENKES/PER/VIII 2010.
2. Badan POM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.35.42.10181.2 Tahun
2011 Tentang Bahan Kosmetik. Jakarta.
3. Berutu, Esra. 2013. Identifikasi Asam Retinoat
DalamSediaanKrimPemutihWajahSecaraKroma
tografiCairKinerjaTinggi. Medan: USU.
4. Badan POM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
Nomor
HK.03.1.23.08.11.07331
Tahun 2011 Tentang Metode Analisis
Kosmetika. Jakarta.
5. BelmaImamovic.
et
al.
2012.
HPLC
Determination of Some frequently used
Parabens in Sunscreens. Journal of Pharmachy
Teaching & Practices, Vol.3, Issue 1, 219-224.
6. Lee H, Chan H. 1997. 1,3,6-trihydroxy-7methoxy-8-(3,7-dimethyl-2,6-octadienyl)
xanthone from Garciniacowa, Phytochemistry.
16 : 20038-20040.
Gambar 5.Sampel D
Konsentrasi (ppm)
Standar 80 ppm
Rt
3,107
Luas Area
7800524
1921
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Korosi adalah suatu proses perusakan
logam, dimana logam akan mengalami
penurunan mutu (degradation) karena bereaksi
dengan lingkungan baik itu secara kimia atau
elektrokimia
pada
waktu
pemakaian
(Rajeev,2012 ). Indonesia merupakan Negara
beriklim tropis dengan tingkat curah hujan dan
kelembapan yang tinggi serta polusi udara, dari
industri akan mempercepat terjadinya proses
korosi(Fajar, 2013). Korosi terjadi pada semua
logam terutama yang berhubungan langsung
dengan udara dan cairan yang korosif. Logam
seng, tembaga, besi, baja dan berbagai logam
lainnya banyak digunakan dalam membuat
perlengkapan sehari-hari karena mempunyai
beberapa sifat yang menguntungkan antara lain
kuat, keras, dan tahan lama (Suhartanti,2005).
Bahan logam mudah mengalami kerusakan dan
kehilangan fungsi akibat proses alam dimana
korosi pada alat tersebut tidak dapat dicegah
tetapi lajunya dapat dikurangi (Callister, 1991).
Sejauh ini pencegahan korosi yang
efektif dilakukan dengan metode penambahan
inhibitor korosi (Haryono, dkk, 2010).
Umumnya inhibitor korosi berasal dari
senyawa organik dan anorganik (Umoren et al,
1922
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
% EI =
Dimana:
X 100%..................(1)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
O
CH CH C
Etanol
refluks
Etilendiamin
Sinamaldehida
CH CH C
CH2
CH2
CH CH
+ H2O
CH
Basa Schiff I
+
H
NH NH2
Etanol
CH CH C N N
H
refluks
+ H2O
Basa Schiff II
Fenilhidrazin
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Basa Schiff II
3.3.1
1925
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3.3.2
4,2. Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk
membandingkan sintesis basa Schiff dari
sinamaldehida dengan sumber amina lainnya,
demikian juga pengujian inhibitor korosi pada
suatu logam dalam berbagai medium penyebab
korosi maupun pengujian basa Schiff untuk
manfaat lainya.
DAFTAR PUSTAKA
Ashraf, M.A. Karamat,M., and Abdul,W. 2011.
Synthesis, Characterization and Biological
Activity of Schiff Bases. IPCBEE Vol.10.
Singapore: IACSIT Press.
Azzouz, A.S.P., and Ali. R.T. 2010.Synthesis of
Schiff Base Derived from Benzaldehyde and
Salicylaldehyde with Some Amino Acids by a
New Devolop Method. Iraq: National Journal of
Chemistry, 37, 158-169
1926
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Callister, W.D. 1991. Material Science and
Enggineering. An Introduction. Second edition.
Singapore. 367-396.
Chitra, S., Parameswari, K., danSelvaraj, A.
2010.Dianiline Schiff Bases as Inhibitor of Mild
Steel Corrosion in Acid Media. Int. J.
Electrochemistry. Vol.5. hal 1675-1697
Dalimunthe, I.S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi.
Teknik Kimia. Medan: Universitas Sumatera
Utara
Fajar,M.S
.2013.
Analisa
Korosi
dan
Pengendaliannya. Baruna Slawi: Akademi
Perikanan Baruna Slawi.
Febriany, S. 2014. Sintesis basa Schiff dari Hasil
Kondensasi Etilendiamin dan Anilina dengan
Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat
serta Pemanfaatannya sebagai Inhitor Korosi
pada Logam Seng. Medan: Jurusan Kimia
FMPA USU.
Ginting, E. 2013.Sintesis Basa Schiff Melalui
Ozonolisis
Minyak
biji
Kemiri
(Alleuritesmollucana Wild) Yang Diikuti
Kondensasi Dengan Anilina Yang berfungsi
Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng.
Medan: Jurusan Kimia FMIPA USU.
Guenther, E. 1990.The Essential Oils. Jilid II.
Jakarta : UI-Press.
Haryono, G., Sugihartom, B, Farid, H dan Tanodo
Y, 2010 Ekstrak Bahan Alami sebagai Inhibitor
Korosi, Prosiding Seminar Teknik Kimia
Kejuangan, Yokyakarta 26 Januari 2010
Qasim,M. 2011. Synthesis and Characterization of
New Schiff bases and Evalution as
Gambar 3.Grafik Pengaruh Waktu Perendaman dan Variasi Konsentrasi Inhibitor Korosi Terhadap Kehilangan
Berat Lempeng Seng dalam Media HCl 0,1N
1927
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
100
80
60
40
20
0
1000
3000
5000
7000
etilendiamin
fenilhidrazin
basa schiff I
basa schiff II
1928
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstrak
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menemukan metode suplementasi piridoksin yang paling
efektip dan efisien dalam mengoptimalkan produksi immunoglobulin Y (IgY) kuning telur. Digunakan 12 ekor
ayam betina dewasa (jenis Isa brown) siap bertelur yang dibagi menjadi tiga kelompok dan diberi perlakuan
suplementasi piridoksin dosis 3 mg/kg ransum dengan metode yang bervariasi yaitu via air minum (S1),
mencampurkannya dalam ransum (S2) dan via suntikan intramuscular (S3). Selama percobaan, semua ayam
diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan
dosis normal. Semua ayam diimunisasi empat kali dengan antigen toksoid tetanus Sampel telur diambil setelah
4 minggu injeksi antigen toksoid terakhir. Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP,
purifikasi IgY dengan FPLC, penentuan kadar IgY dengan metode Bradford. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kadar IgY kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin
via air minum, dicampur dalam ransum maupun via suntikan intravena, dengan demikian diisimpulkan bahwa
suplementasi piridoksin via air minum merupakan metode yang paling efektip dan efisien dalam
mengoptimalkan produksi IgY kuning telur. Dengan metode ini diperoleh rataan kadar IgY kuning telur sebesar
2,151 0,026 gr/100mL setara dengan 107,55 mg/ butir telur
Kata Kunci : Piridoksin, IgY, Immunoglobulin
PENDAHULUAN
Ayam telah dikenal sebagai pabrik
biologis
penghasil
antibodi
yaitu
immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur
(yolk) [1] ;[2] ;[3]. Apabila ayam diimunisasi
dengan antigen tertentu, maka biosintesis
antibodi akan berlangsung dalam sistem imun
ayam dan selanjutnya ditransfer ke embrio
melalui telur sehingga antibodi dapat
ditemukan dalam telur ayam. Selanjutnya jika
kuning telur tersebut dikonsumsi, maka yang
bersangkutan memperoleh imunisasi pasif dan
akan kebal terhadap serangan antigen spesifik
tersebut. Berbagai penelitian telah berhasil
memproduksi antibodi atau immunoglobulin
yolk (IgY) dengan memanfaatkan ayam
sebagai pabrik biologis untuk pengobatan dan
pencegahan penyakit.
Permasalahan yang
masih dihadapi dalam hal produksi IgY hingga
saat ini adalah jumlah produk IgY yang
dihasilkan dari setiap butir telur masih rendah
sehingga belum menguntungkan dari segi
komersil. Ayam yang diimunisasi empat kali
dengan antigen Pseudomonas aerugenosa
dosis 25-100 g hanya mampu menghasilkan
40-100 mg IgY per butir telur [4]. Selanjutnya,
tidak adanya metode atau cara praktis yang
murah dan efektip untuk meningkatkan dan
mengopti-malkan jumlah produksi IgY
1929
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Digunakan 12 ekor ayam betina
dewasa (jenis Isa brown) siap bertelur dan
toksoid tetanus (produksi PT BiofarmaBandung)
sebagai
antigen.
Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tiga perlakuan dan masingmasing perlakuan diberi empat ulangan. Ayam
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok dan
diberi suplementasi piridoksin dengan metode
yang bervariasi yaitu via air minum (S1),
dicampur dalam ransum (S2), dan via suntikan
intravena (S3). Pemeliharaan dilakukan dalam
kandang baterai selama 68 hari (10 minggu)
sesuai prosedur [17]. Selama percobaan, semua
ayam diberi air minum secara ad libitum dan
ransum komersil standar yang telah
mengandung piridoksin dengan dosis normal.
Proses imunisasi ayam dengan toksoid
tetanus dilakukan sesuai prosedur [18]. Pada
minggu pertama setelah pemberian perlakuan
suplementasi
piridoksin,
semua
ayam
percobaan diimunisasi dengan antigen toksoid
tetanus dosis 100 Lf yang diemulsikan dalam
Freunds adjuvant complete dan diberikan
secara intramuscular. Pada minggu kedua dan
ketiga immunisasi ulang dilakukan dengan
menggunakan Freunds adjuvant incomplete.
Immunisasi ulang selanjutnya dilakukan
setelah empat minggu kemudian dengan dosis
300 Lf yang diemulsikan dalam Freunds
adjuvant incomplete. Sampel telur diambil
setelah 2 minggu injeksi antigen toksoid
terakhir. Identifikasi, purifikasi dan penentuan
kadar IgY spesifik terhadap toksoid dalam
kuning telur dilakukan dengan beberapa
tahapan sebagai berikut: Uji spesifitas IgY
secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP
(Agar gel Presipitation) [19]. Purifikasi
immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur
dilakukan dengan fast Performan Liquid
Chromatography (FPLC) [2], Penentuan kadar
IgY kuning telur dengan metode Bradford
[20]. Data kadar IgY masing-masing perlakuan
ditabulasi, lalu dianalisis secara statistik.
1. KAJIAN LITERATUR
Produksi antibodi atau immunoglobulin
yolk (IgY) yang memanfaatkan ayam sebagai
pabrik biologis telah banyak diaplikasikan
untuk pengobatan dan pencegahan penyakit,
misalnya untuk pengobatan penyakit Marek
[9], penyakit influenza [10], penyakit akibat
infeksi
Salmonella
enteridis
dan
typhimurium[11];[12]. Antibodi kuning telur
ayam sangat menarik untuk menjadi bahan
pertimbangan dalam rangka pencegahan dan
pengobatan penyakit karena biayanya relatif
murah [13]..
Piridoksin atau vitamin B6 mempunyai
rumus molekul C8H11O3N dengan berat
molekul 169 yang mempunyai bentuk aktif
piridoksal posfat (PLP). Dari berbagai hasil
penelitian telah ditemukan sekitar 60 jenis
reaksi-reaksi asam amino / protein yang
melibatkan piridoksal posfat [14].Salah satu
peranan piridoksin yang paling menarik adalah
adanya fakta-fakta bahwa vitamin ini berperan
dalam aspek pembentukan sistem pertahanan
tubuh terhadap invasi mikroorganisme.
Berbagai
penelitian
tentang
hubungan
piridoksin dengan aspek kekebalan tubuh pada
hewan dan manusia telah dilaporkan.
Defisiensi piridoksin pada
hewan dan
manusia, dapat menurunkan respon immun
berperantara sel (cel mediated immune
response) dan respon immun humoral
terhadap berbagai jenis antigen [15].
Selanjutnya,
telah
dilaporkan
bahwa
suplementasi piridoksin pada manusia lanjut
usia dapat memperbaiki fungsi limfosit dan
mensimulasi sistem kekebalan tubuh[16].
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang
dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kadar
IgY kuning telur ayam yang diberi
suplementasi piridoksin via air minum,
dicampur dalam ransum maupun via suntikan
intravena tidak berbeda secara signifikan.
Suplementasi piridoksin melalui air minum,
mencampur dalam ransum, dan via suntikan
intravena pada ayam petelur memberikan
rataan kadar antibodi / immunoglobulin yolk
(IgY) kuning telur berturut-turut sebesar 2,151
0,026 gr/100mL atau setara dengan 107,55
mg/ butir telur ; 2.132 0,019 gr/100mL atau
setara dengan 106,6 mg/ butir telur dan 2,18
0,036 gr/100mL atau setara dengan 109,0
mg/ butir telur. Kandungan IgY yang diperoleh
ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan IgY yang ditemukan pada
penelitian-penelitian sebelumnya. Pemberian
suplementasi piridoksin via air minum pada
ayam petelur merupakan metode yang paling
efektip dan efisien dalam meningkatkan
Kadar IgY
Kuning
2,1510,026a 2.1320,019a
2,18 0,036a
Telur
(gr/100 ml)
Kandungan
107,55
106,6
109,0
IgY Telur*) mg/butir
mg/butir
mg/butir
Ket: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama,
menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0,01).
*) 1 butir telur = 5 mL
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Haliotis discus hannai Ino. Fish & shellfish
immunology. 19 (3) :241-52
[8] Silitonga, P.M., dan M.Silitonga. 2013.
Upaya
Meningkatkan
Produksi
Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur
dengan Suplementasi Piridoksin. Laporan
Hasil Penelitian Hibah Bersaing Tahun I,
Dikti-Kemdiknas.
[9] Kermani, AV., T. Moll., BR. Cho., WC. Davis
and YS. Lu. 2001. Effects of IgY antibodi on
the development of mareks disease. Avian
Dis. 20: 32-41
[10] Bogoyavlensky, AP., V.E. Bersin and VP.
Tolmachva.
1999.
Immunogenicity of
influenza glicoprotein with different forms of
supramolecular
organization
in
hens.
Balt.J.Lab. Anim.Sci. 4: 99-105
[11] Lee, E.N., H.H.Sunwoo., K.Menninen.,and
JS.Sim. 2002. In vitro studies of chicken egg
yolk antibody (IgY) against Salmonella
enteridis and Salmonella typhimurium.
Poult.Sci. 81 (5): 632-641
[12] Babu, U., M. Scott., M.J.Myres., M.Okamura.,
D.Gaines., H.F. Yancy., H.Lillehoj., RA.
Heckert and RB. Raybourne. 2003. Effects of
live attenuated and killed salmonella vaccine
on t-lymphocyte mediated immunity in laying
hens. Vet.Immun. And Immunopathol. 91: 3944
[13] Mine, Y., SB. Lee and RMW Steverson. 2000.
Prevention of Yersinia Ruckery Infection in
Rainbow Trout With Hens Egg Yolk
Immunglobulin.
Egg Nutrition and
Biotechnonology. Pp. 341-350.
[14] Conn, E.E. P.K. Stumf, G. Bruening and R.H.
Doi. 1987. Outlines of Biochemistry. John
Weley & Sons New York
[15] Beisel, W.R.
1982. Single nutrients and
immunity. Am. J.Clin. Nutr. 35: 417- 464.
[16] Talbott, M.C., L.T. Miller and N.I. Kerkvliet.
1997. Pyridoxine Suplementation : Effect on
lympocyte responses in elderly persons. Am.
J. Clin. Nutr. 46: 659-664
[17] Djanah, D.
1991.
Beternak Ayam.
CV.Yasaguna, Surabaya.
[18] Suartini,
IGAA.,
IWT.
Wibawan.,
MT.Suhartono., Supar dan IN.Suarta. 2007.
Aktivitas IgY dan IgG antitetanus setelah
perlakuan pada berbagai pH, suhu dan enzim
proteolitik. J.Vet. 8 (4): 160-166
[19] Darmawi., U.Balqis., R. Tiuria., M. Hambal
dan
Samadi.
2010.
Purifikasi
Immunoglobulin Yolk Ayam yang Divaksin
Terhadap Ekskretori/Sekretori Stadium L3
Ascaridia galli. Agripet 10 (2): 9-15
[20] Alexander, R.R., J.M. Griffiths dan M.L.
Wilkinson.
1985. Basic Biochemical
Methods. Jhon Wiley & Sons. New York.
1932
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Hidroksiapatit merupakan suatu mineral
dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2, yang
dapat digunakan untuk menggantikan jaringan
tulang yang rusak tanpa menyebabkan
kerusakan pada jaringan lain.
Hidroksiapatit (HAp) dapat diaplikasikan
sebagai drug carrier (Kano dkk., 1994), dan
pelapis dalam implantasi (Dahlan dkk., 2009),
hal ini dipengaruhi oleh sifat kimia
hidroksiapatit (HAp) yang non toxic, bioactive
dan biocompatible serta merupakan fasa kristal
dari senyawa kalsium fosfat yang paling
stabil. Hidroksiapatit (HAp) juga dapat
digunakan untuk penghilang logam berat
(Reichert dkk., 1996), biosensor (Salman dkk.,
2008), konduktor ion dan sensor gas
(Mahabole dkk., 2005) serta dapat digunakan
dalam proses pengolahan air dan remediasi
tanah yang terkontaminasi logam berat
1933
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Biomaterial
Biomaterial merupakan material sintesis
yang diimplantasikan kedalam jaringan tubuh
sebagai pengganti fungsi jaringan hidup dan
organ. Biomaterial yang diimplantasikan
kedalam tubuh harus bersifat biocompatible,
bioactive, ostreoconductive, non corrosive dan
non toxic.
Biomaterial banyak digunakan untuk
memperbaiki atau menggantikan fungsi suatu
sistem kerangka tubuh manusia yang sakit atau
rusak, misalnya seperti tulang yaitu: tulang
sendi dan tulang gigi. Biomaterial juga
dimanfaatkan untuk tulang buatan atau
protestik yang berinteraksi dengan cairan
tubuh manusia untuk jangka pendek atau
panjang (Jaffe dkk., 1996).
Hidroksiapatit (HAp)
Hidroksiapatit merupakan suatu mineral
dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2.
Hidroksiapatit memiliki berat jenis 3,08 g/cm3
dan serbuk
hidroksiapatit yang murni
berwarna putih. Hidroksiapatit (HAp) memiliki
berat molekul 502.31 g/mol dan massa
jenisnya 3.156 g/cm (Junqueira dkk., 2003).
Hidroksiapatit (HAp) adalah mineral alami
komponen anorganik pada tulang manusia dan
gigi. Unsur-unsur penyusun hidroksiapatit
(HAp) adalah kalsium dan fosfor, dengan rasio
Ca/P stoikiometri dari 1.667.
Struktur kristal dari hidroksiapatit adalah
heksagonal dengan parameter kisi a= 9.423
dan c = 6. 875 . Unit sel terdiri dari dua
subsel prisma segitiga rombik. Terdapat dua
kaca horizontal yaitu, Z = dan Z = dan
sebagai tambahan terdapat bidang tengah
inversi, tepatnya disetiap tengah muka vertikal
dari setiap subsel. Atom Ca ditunjukkan oleh
lingkaran berwarna hijau, atom O ditunjukkan
oleh lingkaran berwarna biru dan atom P
ditunjukkan oleh lingkaran berwarna merah.
Unit sel memiliki dua atom Ca yaitu, 1). Ca1 :
memiliki tiga pusat, puncak dan dasar dihitung
sebagai Ca1. Masing-masing subsel
memiliki dua atom Ca dari Ca1 dan 2). Ca2 :
memiliki enam atom Ca2, total atom Ca dalam
setiap unit sel adalah sepuluh (terdiri dari 4
Ca1 dan 6 atom Ca2). Atom-atom Ca2
membentuk dua segitiga normal hingga sumbu
C dan berotasi sebesar 60o (Aoki, 1991).
2. KAJIAN LITERATUR
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosedur Penelitian
Preparasi sampel
Cangkang lokan (Geloina coaxans) segar
diambil dari daerah Desa Panipahan,
Kecamatan Pasir Limau Kabupaten Rokan
Hilir. Cangkang lokan (Geloina coaxans)
dibersihkan dengan cara disikat serta dicuci
menggunakan air untuk membuang kotoran
dan pasir yang masih tersisa. Cangkang lokan
(Geloina coaxans) yang telah bersih tersebut
dikeringkan diudara terbuka, setelah kering
ditumbuk sampai halus dengan menggunakan
lumpang,
kemudian
diayak
dengan
menggunakan ayakan yang lolos 200
mesh.Bubuk cangkang
lokan (Geloina
coaxans) tersebut dikalsinasi selama 12 jam
pada temperatur 900oC.
Sintesis hidroksiapatit
Sintesis hidroksiaptit dilakukan menggunakan
(NH4)2HPO4 sebagai sumber fosfat dan dari
cangkang lokan dalam bentuk CaO sebagai
sumber kalsium. Rasio konsentrasi Ca/P yang
1935
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa pH merupakan suatu
parameter
penting
dalam
sintesis
hidroksiapatit, yang dapat mempengaruhi
kristalinitas dan kemurnian dari hidroksiapatit
yang dihasilkan. Dengan menggunakan
persamaan
Schererr,
ukuran
partikel
hidroksiapatit yang yang dihasilkan untuk
(NH4)2HPO4 adalah 26,69 sedangkan H3PO4
adalah 40 nm
6. REFERENSI
1)
2)
3)
Ukuran kristal yang diperoleh adalah 26,69
nm.
Sementara
dengan
menggunakan
prekursor (H3PO4) HAp juga dapat dihasilkan
pada pH=10 pada 2=31,7o yang sesuai
dengan JCPDS No 09-0432. Puncak HAp
lainnya juga muncul pada 2=46,8o. Ukuran
kristal yang diperoleh adalah 40 nm.
Penelitian sebelumnya Ahmed dkk. (2014)
menyatakan bahwa dari variasi pH yang
dilakukan pada pH 5, 6,7,9 dan 11. Nilai pada
pH=11 menyatakan kondisi yang cukup stabil
jika dibandingkan dengan pH lainnya. Peneliti
lainnya Zhang dkk. (2009), juga menyatakan
bahwa pengaturan pH merupakan faktor
penting dalam penentuan produk atau senyawa
hidroksiapatit. Palanivelu dkk (2014) juga
menyatakan
bahwa
nano-kristalin
hidroksiapatit dapat diperoleh pada pH besar
dari 9 dan nilai pH merupakan faktor penting
dalam
menentukan
morfologi
dari
hidroksiapatit. Hasil yang sama juga dijelaskan
Liu dkk (2003), bahwa dari nilai pH yang
divariasikan 6, 9 dan 14, nilai pH 9
menunjukkan hasil baik.
4)
5)
6)
7)
8)
1936
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
9)
10)
11)
12)
13)
14)
1937
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1.
PENDAHULUAN
Kimia umum merupakan perkuliahan
yang sangat penting bagi perkuliahan lanjutan
di jurusan kimia FMIPA Universitas Negeri
Medan (Unimed). Namun jumlah kelas paralel
24 kelas menyulitkan pengelola menyediakan
kualitas kompetensi dosen KDBK dan kualitas
perkuliahan yang setara di setiap karakteristik
materi kimia umum. Evaluasi diri 3 tahun
terakhir menunjukkan bahwa penetapan dosen
belum berbasis kompetensi, pembelajaran
bersifat konvensional, minimnya kolaborasi,
sharing dan refleksi sebagai evaluasi,
penggunaan media yang kurang, konten materi
kuliah dan praktikum belum di-up to date,
penelitian praktikum berbasis barang bekas
dan bahan alam jarang dilakukan. Dampaknya,
nilai kimia umum masih rendah. Hasil ujian
bersama (F3) sebagai pengontrol kualitas hanya
20 66 dari skala 100 [1]. Minat mahasiswa
mengikuti kuliah rendah, motivasi dan aktifitas
juga rendah [2]. Jelas bahwa kerja keras dalam
pengajaran
kimia
adalah
mengubah
pendekatan guru sebagai pusat pembelajaran
menjadi
pembelajar
sebagai
pusat
pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran
sesuai tuntutan Kurikulum KTSP dan
kurikulum 2013 yakni Student Centred
Learning (SCL) sangat diperlukan untuk
meningkatkan minat, motivasi dan aktifitas
2. KAJIAN LITERATUR
Pembelajaran berbasis inkuiri dapat
meningkatkan pemahaman siswa dengan
melibatkan siswa dalam proses kegiatan
pembelajaran secara aktif, sehingga konsep
yang dicapai lebih baik [3]. Inkuiri terbimbing
secara kooperatif mempunyai pemahaman
lebih baik terhadap penguasaan konsep materi
pelajaran dan menunjukkan sikap yang positif
[4]. Ciri-ciri pembelajaran menggunakan
inkuiri adalah sebagai berikut : a). Siswa diberi
peluang untuk mengadakan penelaahan
penyelidikan
dan
menemukan
sendiri
jawabannya melalui teknik pemecahan
masalah;
b).
Masalah
dirumuskan
seoperasional mungkin, sehingga terlihat
kemungkinannya untuk dipecahkan; c). Siswa
1938
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan bersifat
Research and Development (R&D) untuk
mengembangkan
model
dan
media
pembelajaran di perguruan tinggi sehingga
memperoleh model dan media pada materi
laju reaksi yang merupakan bagian dari mata
kuliah kimia umum. Tahapan penelitian yang
1939
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Materi/ Sub-materi
Reaksi Kimia
Rumus umum
Laju Reaksi dan
orde
Penentuan Rumus
umum dan tetapan
laju reaksi
Faktor Faktor
yaang
mmempengaruhi
Laju reaksi
Pengembangan
Memahami pengertian
pereaksi, hasil reaksi,
gambar energi aktivasi
reaksi eksoterm dan reaksi
endoterm
Membedakan Pereaksi dan
hasil reaksi, satuan waktu
dan perubahan waktu.
Pengembangan jumlah
contoh
Membaca data eksperimen,
koefisien reaksi, reaksi
unimolekuler, reaksi
bimolekuler dan
termolekuler, menghitung
orde reaksi. Pengembangan
jumlah contoh.
Membandingkan data
percobaan demi percobaan,
membuat grafik.
Pengembangan jenis
contoh penentuan orde
reaksi melalui perhitunga
dari data reaksi atau
membuat grafik
Memahami setiap faktor
yang mempengaruhi laju
reaksi dan bagaimana cara
mempengaruhi laju reaksi.
Pengembangan jumlah
contoh.
Variabel
Rata rata
Pretes
Rata rata
Postes
Varians
Standar
deviasi
thitung
ttabel =0,05
Kriteria
Kelas Biologi
Reguler
Kelas
Fisika
Bilingual
41,6
41,8
87,90
8,41
88,40
8,41
2,9
36,98
1,78(db=35)
Tolak Ho
2,9
32,88
1,70(db=27)
Tolak Ho
Data
yang
diperoleh
juga
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar
setelah penerapan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dan media peta konsep.
Peningkatan terjadi di seluruh Kelompok
mahasiswa, baik Kelompok tinggi, sedang,
maupun rendah seperti di uraikan pada tabel 3.
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Fisika
Bilingual
Kelompok
Mahasiswa
Tinggi
Sedang
Rendah
Kelas
Tinggi
Sedang
Rendah
Kelas
Rata Rata
Peningkatan
48,73
46,15
44,15
46,80
49,31
47,53
41,80
46,60
5. KESIMPULAN
Pengembangan pembelajaran inkuiri
terbimbing pada materi Laju Reaksi telah
berhasil
dilakukan.
Pengembangan
pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing
1941
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
PUSTAKA
1942
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Dimocarpus longan is one of widely plant cultivated in Indonesia to utilize fruit, but skin of longan fruit had
only ended up in the trash. Usually people have taken advantage of longan skin as herbal remedy for urinations
problem, worms problem, blood sugar problem, headaches, vaginitis, hernia and also for eye nourishment. The
purpose of this research was to identify the active compound, antibacterial activity, antifungal activity and
antidiabetic activity of D. longan fruit skin extract. Antibacterial and antifungal activity test was conducted by
diffusion methode. Antidiabetic activity test was carried out by in vitro model of ihhibitory activity agains glucosidase. The result compound obtained were flavonoid, fenolic, saponin, terpenoid, steroid and alkaloid.
Antibacterial test showed that n-hexane extract, ethyl acetate extract and methanol extract of D. longan fruit
skin did not show any antibacterial activity against S. aureus and E. coli. Antifungal test showed that n-hexane
extract of D.longan fruit skin has antifungal activity of C. albicans with minimum inhibitory concentration
(MIC) value of 11,19 mm at 50 ppm. Antidiabetic activity test showed inhibitory activity. Metanol exstract with
IC 50 value of 297,21 ppm and etil asetat exstract with IC 50 value of 305,55 ppm.
Keywords : Dimocarpus longan, Antibacterial, antifungal, antidiabetic, -glucosidase inhibition
1. PENDAHULUAN
Tanaman kelengkeng (Dimocarpus longan)
merupakan tanaman yang banyak ditemukan di
Indonesia. Pada umumnya, masyarakat hanya
memanfaatkan daging buah kelengkeng
sebagai konsumsi buah sehari-hari. Pada
pengobatan China, daging buah kelengkeng
digunakan sebagai stomachic, febrifuge,
vermifuge, dan juga sebagai penangkal racun.
Kelengkeng kering juga digunakan sebagai
tonik dan perawatan insomnia. Sementara itu,
kulit dan biji kelengkeng segar sebesar 17%
dari berat keseluruhan buah hanya berakhir
sebagai limbah dan bahan bakar. Berdasarkan
beberapa penelitian ilmiah, kulit dan biji
kelengkeng memiliki berbagai senyawa kimia
yang dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal
seperti untuk melancarkan buang air kecil,
mengatasi cacingan, menyehatkan mata,
menurunkan kadar gula darah, mengobati sakit
kepala, keputihan dan hernia (Jaitrong, et
al,.2006).
Beberapa penelitian juga mengindikasikan bahwa asam galat dan asam ellagat ini
mempunyai manfaat yang penting bagi
kesehatan. Sifat antioksidan asam galat dan
asam ellagat yang terdapat pada biji
kelengkeng menunjukkan adanya hambatan
yang signifikan terhadap produksi NO yang
berperan dalam terjadinya kerusakan jaringan
(Huang et al,.2012). Selain itu senyawa fenolik
yang terdapat pada kulit buah dan biji
kelengkeng ini dapat mencegah terjadinya
infeksi sekunder pada daerah luka yang
berpengaruh pada proses penyembuhan
(Rangkadilok et al,. 2005).
Berdasarkan literatur dari manfaat dan
kandungan senyawa kimia pada tanaman
D.longan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan pengujian terhadap ekstrak kulit
kelengkeng dengan harapan kulit kelengkeng
dapat berpotensi sebagai antibakteri, antijamur
dan antidiabetes.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
1. Pengambilan sampel
1943
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Uji Flavonoid
Beberapa tetes lapisan air pada plat tetes
ditambah 1-2 butir logam magnesium dan
beberapa tetes asam klorida pekat. Terjadinya
warna jingga, merah muda sampai merah
menandakan adanya senyawa flavonoid.
Uji Fenolik
Beberapa tetes lapisan air pada plat tetes
ditambah 12 tetes larutan besi (III) klorida
1%. Bila terbentuk warna hijau, berarti
terdapat senyawa fenolik.
Uji Saponin
Lapisan air dalam tabung reaksi dikocok.
Apabila terbentuk busa yang bertahan selama 5
menit, berarti positif adanya saponin.
Uji Terpenoid dan Steroid
Lapisan kloroform disaring melalui pipet yang
berisi norit. Hasil saringan di pipet 23 tetes
dan dibiarkan mengering pada plat tetes.
Setelah
kering
ditambahkan
pereaksi
Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat
anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat).
Terbentuknya warna merah berarti positif
adanya terpenoid dan warna hijau-biru berarti
positif adanya steroid.
Prosedur Kerja
Persiapan Sampel
Buah kelengkeng diambil secara acak disekitar
wilayah Pekanbaru sebanyak 2 Kg. Kulit buah
kelengkeng terlebih dahulu dikupas dan
dipisahkan dari bijinya kemudian dibersihkan
dari kotorannya dan dipotong kecil-kecil,
dikering anginkan selama 2 minggu dan
tidak terkena sinar matahari secara langsung,
setelah kering kulit kelengkeng dihaluskan
Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi atau
perendaman
dengan
metoda
ekstraksi
bertingkat, menggunakan pelarut dengan
tingkat kepolaran yang berbeda dari pelarut
non polar, semi polar sampai polar berturut1944
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
dan Antijamur
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
dengan
dengan
p-NPG
buffer
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
melihat adanya aktivitas inhibisi enzim glukosidase pada sampel kulit buah
kelengkeng dengan menggunakan rumus
(Bachhawat et al, 2011):
(BS)
% inhibisi = B 100%
y = a ln(x) + b
Keterangan: y = % Inhibisi, X= Konsentrasi
sampel, a = Intersep, b = Slope
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengumpulan Buah Kelengkeng ( Dimocarpuslongan) dan penapisan fitokimia
simplisia
Dari 2 kg kulit batang basah didapatkan
simplisia kering sebanyak 500 gr berarti berat
simplisia 25% dari berat basah. Hasil
penapisan fitokimia simplisia serbuk D.
longan menunjukkan bahwa simplisia
mengandung senyawa fenolik, flavanoid,
terpenoid, steroid, saponin dan alkaloid.
Analisa Data
Persen inhibisi digunakan untuk menentukan
persentase hambatan dari suatu bahan yang
dilakukan terhadap aktivitas enzim glukosidase (Romansyah, 2011). Data hasil
penelitian dalam bentuk absorban kemudian
dikonversikan ke dalam % inhibisi dan
dianalisa secara statistik deskriptif untuk
Golongan
senyawa
Flavonoid
Fenolik
Saponin
Terpenoid
Steroid
Alkaloid
Pereaksi
Sianidin test
FeCl3 1%
H2O
Liberman-Burchad
Liberman-Burchad
Meyer
Pengamatan
Larutan merah
Larutan coklat
Berbusa
Warna merah bata
Warna merah bata
Ada endapan Putih
Hasil
ket
Larutan Merah
Larutan Biru/Ungu
Busa
Warna Merah Bata
Warna Biru kehijauan
(Putih dan coklat kemerahan)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
n-heksana
Etilasetat
Metanol
Konsentrasi
(ppm)
E. coli
S.
aureus.
500
500
500
0
0
0
0
0
0
Pembahasan
Penyiapan bahan
Fitokimia
Uji
dan
Penapisan
1948
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Analisis efek penghambatan enzim glukosidase oleh ekstrak kulit buah kelengkeng
dilakukan menggunakan ekstrak dengan
konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500
ppm dan 1000 ppm. Analisis inhibisi enzim glukosidase pada penelitian ini menggunakan
instrumen microplate absorbance reader.
Penggunaan instrumen microplate absorbance
reader dipilih karena memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya proses analisis cepat,
sampel yang digunakan dalam jumlah sedikit.
Metode tersebut dapat digunakan untuk
mengkaji adanya penghambatan enzim glukosidase serta membandingkan reaksi
enzim-substrat tanpa inhibitor dan reaksi
enzim-substrat dengan inhibitor, sehingga
dapat digunakan untuk menentukan daya
inhibisi (Purwatresna, 2012).
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
penghambatan
terhadap
pertumbuhan
antibakteri.
2. Hasil uji aktivitas antijamur menunjukkan
adanya zona hambat terhadap Candida
albicans pada ekstrak n-heksan dengan
nilai konsentrasi hambat minimum nya
(KHM) sebesar 11.19 mm pada konsentrasi
50 ppm.
3. Ekstrak metanol dan etil asetat kulit buah
kelengkeng (Dimocarpus longan) memiliki
aktivitas inhibisi terhadap enzim glukosidase secara in vitro dengan nilai
IC50 sebesar 247, 21 ppm untuk ekstrak
metanol dan 305,55 ppm untuk ekstrak etil
asetat.
Saran untuk penelitian selanjutnya, karena
ekstrak ini belum murni belum bisa dipastikan
senyawa apa yang terkandung dalam masingmasing ekstrak yang memberikan aktivitas
antijamur dan menghibisi enzim glukosidase. Jadi perlu penelitian lebih lanjut
untuk mengisolasi senyawa murninya.
Kemungkinan ekstrak ini juga berpotensi
untuk aktivitas lainnya, sehingga sewaktuwaktu bisa dijadikan untuk pengobatan herbal.
DAFTAR PUSTAKA
Acer, 2014. Handbook of Bacteri and Wastewater
Microbiology. School of Civil Engineering.
University of Leeds, UK.
Abu, 2009. Metode ekstraksi. Makalah penelitian:
Universitas Sumatra Utara.
Bachhawat, A., Shihabudeen, M. S., and Thirumurugan.
2011. Screening ofFifteen Indian Ayurvedic Plants
For Alpha-Glukosidase Inhibitory Activity and
Enzyme Kinetics. Research Article. School of Bio
Sciences & Technology.Vellore Institute of
Technology (VIT). Vellore
Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse. S. A. 2001.
Mikrobiologi Kedokteran. Buku 1. Penerjemah dan
editor: Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Edisi Pertama. Salemba
Medika: Jakarta.
Diana, 2014. Kegunaan Kelengkeng Bagi Kesehatan.
Laporan Penelitian: Universitas Indonesia. Jakarta.
Dea, A.P. 2014. Pengaruh Metode Ekstraksi Dan
Konsentrasi Terhadap Aktivitas Jahe Merah
(Zingiber Officinale Var Rubrum) Sebagai
Antibakteri Escherichia coli. Skripsi. sUniversitas
Bengkulu.
Depkes RI. 2009. Farmakope Indonesia edisi IV. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Dewi, F.K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia, Linnaeus)
Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar.
Surakarta : Jurusan Biologi MIPA, Univ. Sebelas
Maret
Edwin, D.A., Dwi, S., Achmad, M. 2014. Uji Aktivitas
Antifungi Fraksi Etanol Infusa Daun Kepel
(Stelechocarpus Burahol, Hook F&Th.) Terhadap
Candida albicans. Tesis Program Studi Sarjana
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Farmasi. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Yogyakarta.
Erwin, Erawati, Rusli. 2012. Mencit (Mus Musculus)
Galur Balb-C Yang Diinduksikan Streptozotosin
Berulang Sebagai Hewan Model Diabetes Melitus.
Jurnal Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala.
Fernando, R. 2013. Uji Bioaktivitas Ekstrak Biji Alpukat
(Persea americana Mill) Sebagai Inhibitor Enzim Glukosidase. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Riau: Pekanbaru.
Irvan, P. 2014. Uji Antidiabetes Senyawa Turunan
Calkon Dengan Substitusi Naftalen Terhadap Enzim
-Glukosidase. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Riau. Pekanbaru.
Juliantina, F. R. 2008. Manfaat sirih merah (piper
crocatum) sebagai agen anti bakterial terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif. JKKI Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Lima, C.R., Vasconcel.os, C.F.B., Costa-Silfa, J.H.,
Maranhao, C.A., Costa, J., Batista, T.M., Carneiro,
E.M., Soares, L. A.L., Ferreira, F., Wanderley, A.G.
2011. Anti-diabetic Activity of Extract From Persea
americana Mill.
Madigan, M. T., Martinko, J. M., & Parker. J. 2003.
Biology of Microorganisms, 10 th edition. Pearson
Education. United States ofAmerica.
1952
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
I.PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2.1.CARA KERJA.
2.1.1.Pengambilan sampel (Sampling)
2.1.1.1.Sampling di lapangan
1. Siapkan botol sampel yang bersih dan
kering, bebas kontaminasi
2.Menentukan titik pengambilan di badan
sungai Cibanjaran
3.Pengambilan sampel dilakukan di
berbagai titik dengan volume yang sama (2
liter) dan tambahkan 10 ml HNO3
sebagai pengawetan
4.Ulangi langkah-langkah diatas hingga
diperoleh 10 sampel air dengan kode
Cibanjaran (CB), CB1, CB2, CB2, CB3,
CB3, CB4, CB5,CB6,CB7,CB8,CB9
CB10
2.1.1.2.Sampling di laboratorium
1.Masing-masing sampel CB1, CB2, CB2,
CB3, CB3, CB4,CB5,CB6,CB7,CB8,
CB9, CB10 dihomogenkan dengan
mengocok.
2.Sampel yang dihomogenkan di
gabungkan dalam wadah kapasitas 30 ml,
1954
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
5.Untuk Mn :
a.Setetes atau dua tetes sampel
ditambahkan 5 tetes larutan HNO3 6M,
kemudian sedikit NaBiO3 padat
lalu panaskan timbul
6.Untuk Pb :
a.Setetes sampel ditambah
setetes larutan K2CrO4 1M, terjadi endapan
kuning PbCrO4 yang larut
NaOH 2M.
b.Setetes sampel ditambah
setetes larutan H2SO4 2M dsan setetes
alkohol ter
bentuk endapan putih PbSO4
7.Untuk Ni :
a.Setetes sampel ditambahkan
NaOAc dan setetes larutan dimetil glioksin
terjadi endapan merah.
8.Untuk Zn :
a.Setetes sampel ditambah setetes
larutan K4Fe(CN)6 , terjadi endapan putih
2.1.1.4 Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif dilakukan
terhadap logam yang positif ditemukan
pada
analisa kualitatif, dimana dalam
pengukuran dengan AAS setiap logam
dibuat
larutan standar untuk membuat
kurva standar logam bersangkutan.
Berdasarkan kurva standar
digunakan sebagai tolok ukur untuk
menentukan
kadar logam bersangkutan dalam
sampel.
III.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil sampling sampel dilapangan dan analisa
kualitatif dari air sungai Cibanjaran dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1. Hasil sampling sampel air sungai Cibanjaran Tasikmalaya Jawa Barat
Debit air
Foto lokasi
No
Titik Koordinat Suhu, oC pH
(m3/dt)
CB1
S 07O16.100
E 108O06.390
16
1955
0,1825
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
CB2
S 07O16.100
E 108O06.390
16
0,1443
CB3
S 07O16.590
E 108O06.400
17
0,2870
CB4
S 07O16.590
E 108O06.400
17
0,2286
CB5
S 07O16.180
E 108O06.520
17
0,2632
CB6
S 07O16.180
E 108O06.540
17
0,3215
CB7
S 07O16.700
E 108O06.540
17
1,3443
CB8
S 07O16.700
E 108O07.520
17
1,6675
CB9
S 07O17.240
E 108O07.530
17
0,2109
CB10
S 07O16.240
E 108O07.530
17
3,0021
1956
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
108o06.390-108o06.700, suhu rata antara 6-7 dan
debet air antara 0,1825-1,3443 m3/dt. Waktu
pengambilan sampel cuaca cerah atau tidak ada
hujan didapatkan 10 sampel..
Jumlah sampel
(bh)
10
Jumlah sampel
(bh)
1
SCB
Tabel 3.3 Hasil analisa kualitatif logam berat B3 dari sungai Cibanjaran
No
1
Kode sampel
SCB
Hg
++
Cd
++
Cu
-
Cr
++
Mn
-
Pb
-
Ni
-
Zn
-
Kode
sampel
SCB
0,0075
Cd
kadar
(ppb)
0,2451
0,0817
Absorban
0,0061
Cr
kadar
(ppm)
0,0221
0,0111
absorban
0,0063
kadar
(ppm)
0,0536
0,0105
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Spektrofotometer Sereapan Atom (SSA) Uap
Dingin atau Mercury Analyzer.
3. Bounie,G.MD & Maryland Composistion
Company, 1998,Standar Methods For The
Examination of Water and Wastwater. 20th
Edition. American Public Health Association
(APHA).
1015
Fifteenth
Street.NW
Washington.DC 20005-2605
4.Cantle, J. E, Cornell, D. W, Gregory, J. Miller,
1982, Atomic Absorption Spectrometry, 5,
New York, Elsevier Scientific Publishing
Company
5.Gary D.C, Analytical Chemistry, Fifth Edn, John
Wiley & Sons, Inc, 2000
6.Effendi, Hefni.2003. Telaah Kualitas Air bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yokjakarta.
7.Palar H. Drs.2004.Pencwemaran dan Toksikologi
Logam Berat. Cetakan Kedua. Penerbit
Rinekacipta. Jakarta.
8.Rahmawati, Atik, Sri Juari Santoso.2012.Studi
Adsorpsi Logam Pb (II) dan Cd (II) pada Asam
Humut dalam Medium Air.Jurnal.Alchemy Vol.2
No 1 Oktober 2012, 46-57
9.Setiadi.T.B.2005.Penyebaran Merkuri Akibat
Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon
Kabupaten Kulon ProgoD.I Yokjakarta.Kolokium
Hasil Lapangan. DIM
1958
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Development adsorbent from waste activated sludge of crumb rubber industry by soaking in HNO3 as post
treatment for Zn ion reduction was performed in batch system. The main parameters in the adsorption process
such as the agitation time, metal ion concentration, adsorbent dosage and solution pH were studied in order to
know the optimum condition and adsorption ability of the adsorbent. The FTIR, XRF and SEM-EDS analysis
were conducted in order to characterize the adsorbent. The results showed that the adsorption of Zn (II) was
optimum at pH 5 and the maximum adsorption capacity was found to be 16.1 mg/g. As the sludge is discarded
as waste from wastewater treatment processing, the adsorbent derived from waste activated sludge of crumb
ruber industry is expected to be an economical product for metal ion remediation from water and wastewater.
Keywords; crumb rubber industry, waste activated sludge, adsorbent, adsorption, Zn
Pengembangan adsorben dari limbah lumpur aktif industri remah karet dengan merendamnya dalam
HNO3 sebagai post treatment untuk mereduksi ion Zn telah dilakukan dalam sistem batch. Parameter utama
dalam proses adsorpsi seperti waktu pengadukan, konsentrasi ion logam, dosis adsorben dan solusi pH
dipelajari untuk mengetahui optimal kondisi dan adsorpsi kemampuan adsorben. untuk mengkarakterisasi
adsorben dilakukan nalisa FTIR, XRF dan SEM-EDS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi Zn (II)
optimum pada pH 5 dengan kapasitas adsorpsi maksimum 16,1 mg / g. Sebagai lumpur yang dibuang sebagai
limbah dari sebuah pengolahan air limbah, adsorben yang berasal dari limbah lumpur proses activated sludge
industri karet remah, diharapkan dapat menjadi produk ekonomis untuk penyerapan ion logam dari dalam air
air dan air limbah.
Kata Kunci : industry karet renah, limbah lumpur proses lumpur aktif, adsorben, adsorbsi, Zn
I.
PENDAHULUAN
Seng (Zn) dianggap sebagai elemen
penting bagi kehidupan dan bertindak sebagai
mikro nutrien ketika tersedia dalam jumlah
yang dibutuhkan. Tapi terlalu banyak seng
dapat berbahaya bagi kesehatan. Zn (II)
dilaporkan menjadi racun di atas ambang batas
yang diperbolehkan. Gejala keracunan seng
meliputi iritabilitas,
kekakuan otot,
kehilangan
nafsu
makan
dan
mual
(Bhattacharya et al., 2006). Lebih lanjut
dilaporkan
bahwa
logam
ini
dapat
menyebabkan masalah ekologi karena ia dapat
terakumulasi dalam flora dan fauna. WHO
merekomendasikan kadar seng dalam air
minum adalah 5 mg / L. (Bhattacharya et al.,
1959
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
adsorpsi, elektrolisis, pertukaran ion dan
reverse osmosis, namun hal itu sering tidak
efektif atau ekonomis. Adsorpsi adalah salah
satu metode umum yang telah banyak
diterapkan untuk pengolahan air dan air
limbah. Karbon aktif adalah adsorben umum
yang di gunakan di berbagai negara, namun,
itu cukup mahal (Siswoyo et al.,2014). Biaya
tinggi dari karbon aktif ini telah menginspirasi
banyak peneliti
untuk mencari alternatif
pengembangan adsorben yang cocok dan
berbiaya rendah.
Akibatnya, penelitian terbaru telah
difokuskan pada pengembangan alternatif
adsorben yang efektif dan berbiaya murah
dengan menggunakan berbagai sumber daya
alam dan limbah industri. Beberapa adsorben
yang dibuat dari limbah pertanian dan industri
menunjukkan kemampuan yang tinggi untuk
meminimalisir ion logam Zn, seperti dari kulit
buah coklat (Njoku, 2014), Sekam Padi
(Bhattacharya et al., 2006), Tempurung kelapa
(Yanagisawa et al., 2010) bentonit, (Yuan et
al., 2013), Kulit Ceiba pentandra (Rao et al.,
2008), Bambu (Gonzlez et al., 2014) serta
beberapa penelitian menggunakan adsorben
dari limbah lumpur juga telah banyak
dilakukan seperti penelitian pemanfaatan
limbah lumpur sebagai penjerap ion logam
dalam larutan seperti clarifield sludge dari
industri baja (Bhattacharya et al., 2008),
limbah lumpur pengolahan air limbah kota
(Wu et al., (2010), dan Yang et al., (2010)),
limbah lumpur pabrik tekstil (Hunsom et al.,
2013), limbah lumpur
pabrik kosmetik
(Monsolvo, et al., 2012), limbah lumpur pabrik
sawit (Zaini et al., 2013), dan pabrik susu
(Iddou and Quali, (2008), Benaissa and
Elouchdi, (2011)). Pretreatment adsorben juga
biasa digunakan untuk meningkatkan kapasitas
adsorpsinya.
Penelitian pemanfaatan limbah lumpur
IPAL industri karet remah sebagai bioadsorben
belum banyak dilakukan. Baru yang telah
dilaporkan yaitu untuk logam Cr (Salmariza,
2012 dan 2014) dengan menggunakan
aktivator NaOH dan H3PO4. Sedangkan untuk
logam Zn belum ada dilaporkan. Pada
penelitian ini dipelajari kemampuan limbah
lumpur industri karet remahPT Kilang Lima
Gunung Lubuk Begalung Padang sebagai
adsorben dengan perlakuan post treatment
melalui prerendaman dalam larutan HNO3
0,1M. Selanjutnya dilakukan pengujian
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
awal., dikeringkan kembali dan sampel
adsorben dari limbah lumpur siap digunakan.
Karakterisasi
Karakterisasi adsorben dari limbah lumpur
proses activated sludge industri karet remah
dilakukan terhadap sampel sebelum dan
sesudah proses adsorbsi yaitu dengan
menggunakan:
1. FTIR : untuk melihat Gugus Fungsi
adsorben
2. XRF : untuk melihat Komposisi konsentrasi
(senyawa dan oksida) dari adsorben
3. SEM : untuk melihat Morfologi permukaan
adsorben dan
4. EDS : untuk melihat komposisi adsorben
Analisis Data
Perhitungan Kapasitas Penyerapan
Konsentrasi masing-masing logam saat
setimbang dan
konsentrasi
mula-mula
ditentukan secara Spektrofotometri Serapan
Atom. Banyaknya ion logam Zn(II), yang
teradsorpsi (mg) per gram adsorben
ditentukan dengan menggunakan persamaan:
Qe =
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Microscopy - Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy (SEM-EDS) dapat di lihat pada
Gambar 1, Tabel 1, dan Gambar 2.
Senya
wa
Oksida
Konsentrasi (%)
Sebelum adsorbsi
Sesudah adsorbsi
Al
13.628
15.952
Al2O3
16.076
19.778
Si
55.786
.511
SiO2
63.203
36.68
1.523
0.912
K2O
0.757
0.561
Ti
1.361
0.808
TiO2
0.839
0.601
Zn
0.114
6.363
ZnO
0.048
3.268
Mn
0.229
0.46
MnO
0.106
0.26
Element
Tunggal
2. pH Optimum
Derajat keasamanan (pH) merupakan
faktor utama yang mempengaruhi adsorpsi
logam dalam larutan, karena akan berpengaruh
pada muatan situs aktif adsorben dan spesies
logam yang ada dalam larutan. Hasil analisa
1962
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
perlakuan pH 1- pH 7 larutan ion Zn 10 mg/l
yang dikontakkan dengan adsorben dari limbah
lumpur proses activated sludge industri karet
remah dengan post treatment ukuran 40 mesh,
dan dosis 0,5 g selama 30 menit disajikan pada
Gambar 3. Dari Gambar 3 terlihat bahwa
kapasitas penyerapan ion Zn(II) meningkat
sejalan dengan kenaikan pH sampai pada
maksimum penyerapan di pH 5, dan setelah
itu terjadi penurunan sejalan dengan
meningkatnya pH dari pH 6 ke pH 7. pH
optimum untuk penyerapan Zn(II) didapatkan
pada pH 5 dan digunakan sebagai perlakuan
selanjutnya. Menurut Njoku, (2014), pada pH
rendah, ion H+ bersaing secara efektif dengan
Zn(II), akibatnya mengurangi pengikatan Zn
(II) oleh adsorben, sehingga mengakibatkan
penurunan kapasitas adsorpsi. Pada pH yang
lebih tinggi, permukaan adsorben lebih
bermuatan negatif sehingga mendukung
adsorbsi
Zn (II) karena gaya tarik
elektrostatik. Namun, pada diatas pH 6,
kapasitas adsorpsi menjadi kurang. Ini bisa
menjadi sebagai akibat dari pembentukan
kompleks hidroksida anion yang mengurangi
konsentrasi ion Zn (II).
Zn(II) menurun.
Hasil analisa perlakuan
waktu kontak untuk konsentrasi Zn 100 dan
200 mg/l pada pH 5 dengan adsorben dari
limbah lumpur proses activated sludge industri
karet remah 40 mesh, 0,5 g dengan dapat
dilihat pada Gambar 4.
160,0
Concentration (ppm)
140,0
120,0
100,0
80,0
60,0
C.remov
al
40,0
20,0
0,0
15
30
60
90
120
Time (mnt)
4.
Waktu
kontak
memengaruhi
konsentrasi removal ion logam Zn(II).
Semakin lama waktu kontak, maka semakin
tinggi konsentrasi removal ion logam Zn(II).
Namun pada saat mencapai titik jenuh, dapat
mengakibatkan konsentrasi removal ion logam
Concentration (ppm)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Co
Initial pH
1963
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
untuk konsentrasi logam Zn(II) 200ppm yang
sejalan dengan peningkatan dosis adsorben
dari 0,1gr menjadi 0,9gr. Sesuai Bhattacharya
et al.,(2006) bahwa dalam setiap kasus
peningkatan dosis adsorben menghasilkan
peningkatan dalam Konsentrasi removal
Zn(II). Dengan meningkatnya dosis adsorben
maka luas permukaan adsorpsi lebih banyak
tersedia sehingga terjadi peningkatan bidang
aktif pada adsorben.
Concentration (ppm)
300
250
Co
Ce
200
150
100
50
0
10 20 30 40 50 60 100 150 200 250
Concentration (ppm)
Konsentrasi
awal
logam
juga
mempengaruhi konsentrasi removal ion logam
Zn(II) dalam larutan. Dari Gambar 5. dapat
dilihat bahwa secara keseluruhan konsentrasi
logam 250 ppm menghasilkan konsentrasi
removal yang lebih tinggi dibanding dengan
konsentrasi 10,20,30,40,50,60,100,150 dan
200 ppm. Sesuai Bhattacharya et al., (2006)
bahwa konsentrasi removal Zn (II) sejalan
dengan meningkatnya konsentrasi. Pada saat
ion logam/rasio adsorben rendah, adsorpsi ion
logam melibatkan energi permukaan yang
tinggi. Pada saat terjadi peningkatan ion
logam/rasio adsorben meningkat, energi
permukaan yang tinggi tadi menjadi jenuh
sehingga adsorpsi dimulai pada energi
permukaan
yang
lebih
rendah
dan
mengakibatkan
penurunan
konsentrasi
removal.
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
C.remov
al
5.
Pengaruh Dosis
Hasil analisa perlakuan dosis adsorben
dari limbah lumpur proses activated sludge
industri karet remah 40 mesh untuk
konsentrasi Zn 100 dan 200 mg/l pada pH 5
dengan waktu 30 menit terhadap konsentrasi
removal dapat dilihat pada Gambar 6 dan
terhadap kapasitas penyerapan 7.
Dosis
mempengaruhi konsentrasi removal
logam
Zn(II) dalam larutan. Terlihat pada Gambar 6.
dimana semakin banyak dosis adsorben,
semakin
tinggi
konsentrasi
removal.
Konsentrasi removal logam Zn (II) dalam
larutan meningkat dari 45,2ppm menjadi
85,0ppm untuk konsentrasi logam Zn(II)
100ppm dan 85,5ppm menjadi 172,8 ppm
1964
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Bambusa
vulgaris
striata.
Chemical
EngineeringRresearch and Design 92. 27152724
Hunsom, M., & Autthanit, C. 2013. Adsorptive
purification of crude glycerol by sewage sludgederived activated carbon prepared by chemical
activation with H3PO4, K2CO3 and KOH. Chemical
Engineering Journal, 229 :334343.
Iddou, A., & Ouali, M. S. 2008. Waste-activated sludge
(WAS) as Cr(III) sorbent biosolid from wastewater
effluent. Colloids and Surfaces B: Biointerfaces,
66(2), 240245.
Monsalvo, V. M., Mohedano, A. F., & Rodriguez, J. J.
2011. Activated carbons from sewage sludge.
Application to aqueous-phase adsorption of 4chlorophenol. Desalination, 277(1-3): 377382.
Njoku V.O. 2014. Biosorption potential of cocoa pod
husk for the removal of Zn(II) from aqueous phase.
Journal of Environmental Chemical Engineering 2.
881887
Rao,M.M, Rao G.P. C. K, Seshaiah , Choudary N.V,
Wang M.C. 2008 Activated carbon from Ceiba
pentandra hulls, an agricultural waste, as an
adsorbent in the removal of lead and zinc from
aqueous solutions Waste Management 28 .849858
Salmariza. Sy. 2012.Pemanfaatan Limbah Lumpur Proses
Activated Sludge Industri Karet Remah Sebagai
Adsorben. Jurnal Riset Industri VI.(2): 59-66
Salmariza. Sy. Mawardi, Resti Hariyani, Monik Kasman.
2014.Pengembangan Adsorben Dari Limbah Lumpur
Industri Crumb Rubber Yang Diaktivasi Dengan
H3po4 Untuk Menyerap Ion Cr (IV).Jurnal Litbang
Industri. 4 No (2): 67-77
Siswoyo. E., Mihara Y., Tanaka S. 2014. Determination
of key components and adsorption capacity of a low
cost adsorbent based on sludge of drinking water
treatment plant to adsorb cadmium ion in water
Applied Clay Science 9798 : 146152
Wu, J., Zhang, H., He, P. J., Yao, Q., & Shao, L. M.
2010. Cr(VI) removal from aqueous solution by dried
activated sludge biomass. Journal of Hazardous
Materials, 176(1-3): 697703.
Yanagisawa H, Matsumoto Y, Machida M. 2010.
Adsorption of Zn(II) and Cd(II) ions onto magnesium
and activated carbon composite in aqueous solution.
Applied Surface Science 256. 16191623
Yang, C., Wang, J., Lei, M., Xie, G., Zeng, G., & Luo, S.
201). Biosorption of zinc(II) from aqueous solution
by dried activated sludge. Journal of Environmental
Sciences, 22(5): 675680.
Yuan L, Liu, Y. 2013. Removal of Pb(II) and Zn(II) from
aqueous solution by ceramisite prepared bysintering
bentonite, iron powder and activated carbon.
Chemical Engineering Journal 215216. 432439
Zaini, M. A. A., Zakaria, M., Mohd.-Setapar, S. H., &
Che-Yunus, M. A. 2013. Sludge-adsorbents from
palm oil mill effluent for methylene blue removal.
Journal of Environmental Chemical Engineering,
1(4): 10911098.
Qe (mg/g)
Qe
10
IV. KESIPULAN
Adsorben yang dikembangkan dari
limbah lumpur proses activated sludge industri
karet remah mengandung silika dan alumina
yang tinggi. Dengan pH optimum pada pH 5
dapat dijadikan sebagai adsorben penyerap ion
logam Zn(II) dengan kapasitas enyerapan
optimum sebesar 16,1 mg/g yang diharapkan
mampu menjadi produk ekonomis untuk
penyerapan ion logam dari dalam air air dan
air limbah.
V. REFERENSI
Bhattacharya A.K., Mandal S.N., S.K. Das. 2006.
,Adsorption of Zn(II) from aqueous solution by using
different adsorbents Chemical Engineering Journal
123: 435
Bhattacharya A.K., Naiya T.K., Mandal S.N., Das S.K.
2008. Adsorption, kinetic and equilibrium studies on
removal of Cr (VI) from aqueous solution using
different low-cost adsorbents. Chem Eng Journal.
137: 529-541.
Benassa, H., & Elouchdi, M. A. 2011. Biosorption of
copper (II) ions from synthetic aqueous solutions by
drying bed activated sludge. Journal of Hazardous
Materials, 194, 6978
Gonzleza P.G., Cuervo Y.B.P. 2014. Adsorption of
Cd(II), Hg(II) and Zn(II) from aqueous solution using
mesoporous activated carbon produced from
1965
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi
dan
Biokimia,
FMIPA,
Universitas Sumatera Utara.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi laru daun waru yang
diperoleh dari daerah Pancurbatu, PDA
(Potatoe Dextrose Agar), PCA (Plate Count
Agar), akuades, ampas tahu, ampas tapioka
dan kentang.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi mikroskop, cawan petri, ose,
bunsen, object glass, cover glass, tabung reaksi
bertutup, autoklaf, inkubator, oven, pipet
mohr, mikropipet, refrigerator, vortex,
erlenmeyer dan hot plate.
Penelitian ini bersifat eksperimental
dengan tahapan meliputi isolasi kapang
Rhizopus sp. dari daun waru, identifikasi
kapang, pembuatan suspensi kapang Rhizopus
sp. dan pembuatan laru. Pada pembuatan laru
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4,4
4,22
Ampas Tapioka
Ampas Tahu
Swab Area ke
1
2
3
4
Rata-rata
Jumlah Spora/cm2
1,1 x 103
9,3 x 103
1,4 x 103
1,6 x 103
1,26 x 103
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
sehingga
proses
fermentasi
dapat
dikontaminasi oleh kapang jenis lain (Syarief,
1999). Jumlah spora pada daun waru juga
perlu diketahui untuk mengukur pertumbuhan
spora pada laru tempe yang akan dibuat.
Dari hasil penelitian di atas diperoleh ratarata jumlah spora kapang adalah 1,26 x 103
spora per cm2 luas permukaan daun waru.
Jumlah spora kapang pada penelitian ini relatif
lebih besar dibandingkan jumlah kapang pada
daun waru Jawa Barat yakni sebesar 1,10 x 103
spora per cm2 (Azizah, 2007).
40
35
30
25
20
15
10
5
0
20
20
15
15
10
5
10
5
1,6
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
sedangkan
ampas
tahu
kekurangan
karbohidrat.
Substrat
yang
digunakan
dalam
memproduksi laru tempe hendaknya dapat
memenuhi minimal kebutuhan minimum
pertumbuhan berupa karbon, nitrogen dan air
(Walker, 1999). Artinya, komposisi ATP:ATH
(3:1) sudah memenuhi kebutuhan pertumbuhan
Rhizopus sp. Kebutuhan karbon diwakili oleh
ampas tapioka, sedangkan kebutuhan akan
nitrogen diwakili oleh ampas tahu.
5. KESIMPULAN
Dari perhitungan dan pembahasan di atas,
maka dapat diberikan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kombinasi ampas tapioka dan tahu yang
paling optimal dalam menghasilkan laru
tempe dengan karakteristik terbaik adalah
3:1 (ATP 75% : ATH 25%) disebabkan
kombinasi tersebut mampu menghasilkan
sumber karbon dan nitrogen yang
proporsional
terhadap
kelangsungan
Rhizopus sp.
2. Karakteristik laru tempe dengan kombinasi
3:1 adalah jumlah spora 3,75 x 108 spora/g,
TPC 3,75 x 107 CFU/g, dan kadar air
4,15%.
f. Kadar air
6. REFERENSI
4,8
4,3
4,15
4,35
4,35
4,1
1969
4,22
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Pupuk sangat dibutuhkan di Indonesia
untuk memaksimalkan hasil panen dengan
keadaan lahan yang makin berkurang
(Kementerian Pertanian,2015 ). Modifikasi
pupuk berguna untuk meningkatkan efektifitas
dan efesiensi pemakaian pupuk sehingga hasil
panen yang didapat lebih maksimal. Salah satu
pupuk modifikasi adalah pupuk Fe lepas
lambat yang bertujuan agar pelepasan Fe
dalam unsur hara dapat dilakukan tepat sesuai
dengan
kebutuhan
tumbuhan
akan
mikronutrien,
sehingga
tidak
banyak
mikronutrien yang terbuang dan tidak
berbahaya bagi tanah (Chandra, P. K., dkk,
2009 ).
Dalam lumpur sidoarjo terdapat kandungan
Fe yang cukup tinggi yaitu 24,5% (Fadli, A.F.,
2013). Oksida besi (Fe2O3) dalam lumpur
sidoarjo dapat diekstraksi dengan larutan
NaOH 3M dan didapatkan endapan Fe3+ secara
maksimal (Putri, V.C.F., 2015). Proses
ekstraksi dilakukan dengan menambahkan
larutan NaOH 3M dalam lumpur sidoarjo, lalu
dilakukan pemanasan dengan pengadukan
konstan. Dalam penelitian ini ion Fe yang
diperoleh akan diembankan dalam zeolit.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh
1970
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. KAJIAN LITERATUR
Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur panas
yang menyembur di lokasi pengeboran PT
Lapindo Brantas di Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa
Timur pada tanggal 29 Mei 2006 (Hidayat, S.
I., 2007). Kandungan utama lumpur Sidoarjo
adalah silika (Si) [4]. Selain Si ada banyak
mineral lain yang terkandung dalam lumpur
tersebut. Tabel 2.1 menampilkan sebagian
diantaranya:
Tabel 2.1. Hasil XRF lumpur Sidoarjo [4]
Logam
Kadar (%)
46,7
Si
24,5
Fe
13
Al
5,57
K
4,18
Ca
1,8
P
0,17
V
Zeolit alam merupakan suatu polimer
anorganik material berpori yang terbentuk
akibat berbagai macam proses kimia dan fisika
yang ada di alam. Zeolit bisa berasal dari
batuan maupun hasil dari proses pelapukan
lava gunung berapi. Zeolit mempunyai rumus
empiris Mm/z [mAlO2.nSiO2].qH2O yang
biasanya disebut dengan alumunium silikat
terhidrasi.
Zeolit
sering
sebagai
absorben,
pengemban, penukar ion dan katalisator. Selain
itu zeolit mempunyai struktur kristal dengan
kemampuan
selektivitas
yang
tinggi
(Rehakova,M.dkk,2004).
Untuk
memaksimalkan
kinerja
zeolit
ketika
digunakan sebagai pengemban hingga
katalisator, mineral ini harus diaktivasi terlebih
dahulu. Proses pengaktivan zeolit dapat
dilakukan melalui tiga cara yaitu secara fisis
melalui pemanasan dan secara kimia melalui
penambahan asam dan basa. Aktivasi zeolit
melalui
proses
pengasaman
adalah
menggunakan asam dan kalsinasi dengan suhu
600oC selama 2 jam. Hal ini bertujuan agar
pengotor anorganik hilang sehingga dapat
terjadi pertukaran kation dengan H+ dan
struktur zeolit menjadi lebih stabil serta lebih
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1972
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
kadar
besinya
dengan
menggunakan
spektrofotometer uv-vis, sedangkan endapan
ditambahkan 100 mL air kran lagi.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh penambahan zeolit pada hasil
ekstraksi Fe
Larutan garam FeCl3 hasil ektraksi diendapkan
dengan menggunakan larutan NaOH 4M
hingga endapan Fe berbentuk koloid bewarna
jingga dan filtrat bening dengan pH larutan
sama dengan 7. Larutan NaOH digunakan
untuk mengendapkan Fe3+ dalam larutan
membentuk Fe(OH)3. Ksp Fe(OH)3 lebih
rendah daripada logam lainnya yaitu 1,1x10-36,
sedangkan Ksp untuk Al(OH)3 dan Fe(OH)2
berturut-turut yaitu 1,8x10-33 dan 1,6x10-14,
sehingga Fe(OH)3 lebih mudah mengendap
(Chang, R., 2008). Koloid Fe bewarna jingga
diimpregnasikan kedalam zeolit aktivasi
dengan massa yang berbeda beda dengan
tujuan untuk mengetahui Fe yang dilepaskan
dalam zeolit-Fe-kitosan. Zeolit aktivasi
berfungsi sebagai media pengemban besi(III).
Zeolit Fe didestruksi dengan
menggunakan larutan HCl 32% dan diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer
uv-vis untuk mengetahui kadar Fe. Kadar Fe
dalam zeolite-Fe ditampilkan dalam Tabel 4.1
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan
bahwa semakin banyak massa zeolite yang
ditambahkan maka kadar Fe dalam zeolite-Fe
semakin menurun. Namun hasil dari uji F yang
dilakukan pada data kadar Fe dalam zeolite-Fe
dengan perbedaan penambahan massa zeolite
menunjukkan bahwa F tabel lebih besar dari F
hitungnya yaitu 5,79 dan 0,22. Berdasarkan uji
F dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan dari kadar Fe
dengan penambahan massa zeolite.
1973
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Rianto, L.B., Amalia, S., dan Khalifah, S.N., 2012,
Pengaruh Impregnasi Logam Titanium Pada
Zeolit Alam Malang Terhadap Luas
Permukaan Zeolit, ALCHEMY, Vol.2, no.1,
hal. 58-67
Lestari, D.Y., 2010, Kajian Modifikasi dan
Karakterisasi Zeolit Alam dari Berbagai
Negara, Jurdik Kimia UNY, Prosiding Seminar
Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia ISBN:
978-xxx-xxxxx-x-x, Yogyakarta
Wiyarsi A., dan Priyambodo, E., 2015, Pengaruh
Konsentrasi Kitosan dari Cangkang Udang
Terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat,
http://staff.uny.ac.id/sites/Penelitian kitosan.pdf,
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA, Universitas
Negeri Yogyakarta, diakses tanggal 19 Agustus
2015
Pebriani, R.H., Rilda, Y., dan Zulhadjri, 2012,
Modifikasi Komposisi Kitosan pada Proses
Sintesis Komposit TiO2-Kitosan, Jurnal
Kimia Unand, vol.1, no.1, hal.40-47
Hadiwinoto, S., Saputro, N.A.E., Nurjanto, H.H.,
dan Widiyanto, 2010, Media Kompos Serbuk
Gergaji Kayu Sengon dan Pupuk Lepas
Lambat untuk Meningkatkan Pertumbuhan
Semai Pinus merkusii di KPH Banyumas
Timur, Jurnal Ilmu Kehutanan, vol.IV, No.2,
hal.111-118
Hidayat, S. I., 2007, Dampak Lumpur Lapindo
Sidoarjo Pada Sektor Pertanian, Jurnal
Pertanian MAPETA, Vol.10, No.1, hal.7-12
Rehakova, M., dkk, 2004, Agricultural and
Agrochemical Uses of Natural Zeolite of The
Clipnoptilolite Type, Current Opinion in Solid
State and Materials Science, vol.8, hal.397-404
Nainggolan, G.D., Suwardi, dan Darmawan, 2009,
Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk
Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizer)
Urea-Zeolit-Asam Humat, Jurnal Zeolit
Indonesia, vol.8, no.2, hal.89-96
Bansiwal, A.K., dkk, 2006, Surfactant-Modified
Zeolite as a Slow Release Fertilizer for
Phosporus, Journal of Agricultural and Food
Chemistry, no.54, hal.4773-4779
Chang, R., 2008, General Chemistry The
Essential Concepts Fifth Edition, The
McGraw-Hill Companies Inc, New York
Cahyaningrum, S.E., 2014, Pengaruh Konsentrasi
Asam Asetat Terhadap Kapasitas Adsorpsi
Ion
Logam
Zink(II)
pada
Kitosan
Nanobeads, Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia VI, hal.187-193, ISBN:
979363174-0
1975
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
0,9754
sebagai berikut:
a. Variabel tetap yaitu berat kulit manggis 200
g, ukuran partikel kulit manggis 100-120
mesh,
temperatur
hidrolisis
70oC,
konsentrasi HCl 0,3% (v/v), lama
fermentasi 5 hari dan temperatur destilasi
90oC.
b. Variabel bebas yaitu kadar dari yeast
Shaccaromyces cerevisieae meliputi 1%,
2%, 3%, 4%, 5% dan 6%.
0,9752
0,9753
0,975
0,9748
0,9748
0,9746
0,9746
0,9744
0,9745
0,9742
0,974
0,75
1,00
1,25
1,50
c. Indeks Bias
Grafik 2. Indeks Bias Bioetanol
1977
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
1,35300
Indeks Bias
1,35200
1,35213
1,35100 1,35160
1,35000
1,34900
1,34800
1,34700
1,34762
1,34600
1,34652
1,34500
1,34400
1,34300
0,75
1,00
1,25
1,50
e. Rendemen Bioetanol
Tabel 1. Rendemen Bioetanol
Rendeman
Bioetanol *(%)
1.
0,75
29.79266
2.
1,00
33.61443
3.
1,25
34.56648
4.
1,50
29.59714
*Rendemen berdasarkan bahan baku 100 g.
No.
41,554
40,994
8
3
35,171 35,111
7
7
0
0,5
1,5
36,0000
35,0000
34,0000
33,0000
32,0000
31,0000
30,0000
29,0000
34,5665
33,6144
29,7927 29,5971
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Samsuri, M., dkk. 2007. Pemanfaatan Selulosa
Bagas untuk Produksi Etanol Melalui
Sakarifikasi dan Fermentasi serentak dengan
Enzim Xylanase. Makara. Teknologi Vol. 11,
No. 1, 17-24.
Stanburry, P. F. dan A. Whittaker. 1984. Principles
of Fermentation Technology. Pergamon Press.
London.
Tim Penulis. 2010. Komoditi Ekspor Pertanian
Nasional. Kementerian Pertanian RI. Jakarta.
1980
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Provinsi Aceh memiliki sumber daya alam
mineral bentonit yang tersebar di beberapa
daerah seperti di Kabupaten Aceh Utara,
Kabupaten Bireun, Kabupaten Bener Meriah,
Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh
Jaya dan Kabupaten Aceh Barat [1-3]. Di
Kabupaten Aceh Utara, mineral bentonit
banyak terdapat di beberapa lokasi, salah satu
diantaranya adalah di daerah Kuala Dewa.
Bentonit merupakan salah satu jenis lempung
yang memiliki kandungan utama mineral
smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95%
1981
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
C0
Keterangan:
C0 = konsentrasi awal zat warna
Ct = konsentrasi zat warna pada waktu t
Fotodegradasi zat warna indigo karmin
juga dilakukan menggunakan sinar matahari
pada kondisi optimum pH, berat fotokatalis
dan konsentrasi awal zat warna yang telah
diperoleh pada prosedur sebelumnya. Sampel
diradiasi dengan sinar matahari antara jam
11.00 14.00 WIB. Fotodegradasi zat warna
juga dilakukan dalam keadaan gelap, tanpa
fotokatalis dan menggunakan bentonit alam.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Na2-Bentonit + CaCl2
(NH4)2-Bentonit + 2 NaCl
H2-Bentonit + 2NH3
1983
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
4 KESIMPULAN
Modifikasi dan pilarisasi terhadap bentonit
alam menjadi bentonit terpilar titania dapat
meningkatkan luas permukaan dari bentonit.
Bentonit terpilar titania dapat digunakan
sebagai fotokatalis pada degradasi zat warna
indigo karmin menggunakan sinar UV dengan
persen degradasi hingga 87,4% yang dicapai
pada kondisi pH = 3, jumlah fotokatalis 0,4 g
dan konsentrasi awal zat warna 15 mg/L
selama
waktu radiasi 120 menit.
Fotodegradasi zat warna
indigo karmin
dengan bentonit terpilar titania menggunakan
sinar matahari memberikan hasil yang lebih
baik dengan persen degradasi sebesar 99,7%.
Gambar 6. juga menunjukkan bahwa TiO2Bentonit menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan bentonit tanpa pemilaran (Cabentonit) dimana persen degradasi Ca-bentonit
hanya sebesar 48,4% setelah diradiasi sinar
UV selama 120 menit. Hal ini membuktikan
bahwa proses pilarisasi dapat meningkatkan
kinerja dari bentonit alam. Jika TiO2-bentonit
digunakan untuk degradasi zat warna indigo
karmin pada keadaan gelap, konsentrasi indigo
karmin berkurang sebanyak 50%. Hal ini
membuktikan peran TiO2-bentonit sebagai
fotokatalis dan terjadinya efek sinergis dari
proses adsorpsi dan fotodegradasi. Degradasi
zat warna indigo karmin oleh cahaya UV
menghasilkan persen degradasi sebesar 1,8%,
sedangkan menggunakan cahaya matahari
memberikan persen degradasi sebesar 19,2%.
Hal ini membuktikan peran TiO2-bentonit
sebagai fotokatalis.
5 REFERENSI
[1]
1986
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
[5]
1987
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Zinc ferrite (ZnFe2O4)nanocrystals with diameter of about 10 nm, have been obtained through solgel
and hydrothermal methods. In solgelmethod, ethanol is used as a solvent, while citric acid as a
chelating agent. Using the hydrothermal process, NaOHused as precipitator and creator of alkaline
conditions. We have studied the use solgel and hydrothermal methods in synthetic ferrite compounds,
especially for the size and shape of the particles. A point to note that the formation process (method)
so play an important role on the particle size and quality of the ferrite compound. Synthesized ferrite
showed superparamagnetic properties as expected for a single domain nanoparticles with the values
of magnetization were relatively good.
Keywords : ZnFe2O4, solgel, hydrothermal, superparamagnetic
ZnFe2O4 telah disintesis dengan menggunakan
berbagai metode, seperti co-presipitasi [7], solgel [8], reaksi solid-state [9], reaksi
pembakaran menggunakan glisin [10] dan urea
sebagaireduktor [11], sintesis hidrotermal [12],
solvothermal
dan
sintesis
mikrowave
solvothermal [13], energi tinggi bolapenggilingan [14], metode microwave
pembakaran [15]. Kebanyakan penelitian itu
dilakukan secara sendiri-sendiri. Di sini, kami
membandingkan du buah metode, yaitu solgel
dengan
hidrotermal
dalam
pembuatan
nanopartikel ZnFe2O4. Diantara kedua metoda
itu, yang ingin diketahui adalah kelebihan dan
kekurangannya, bagaimana bentuk partikel dan
sebaran partikel serta stuktur kristalnya.
.
1. PENDAHULUAN
Senyawa ferit (MFe2O4) dimana M =
logam transisi atau alkali tanaha dalah material
magnetik dengan struktur spinel. Senyawa ini
pada akhir-akhir ini menarik perhatian para
peneliti karena aplikasinya yang potensial
sebagai
penyimpanan
data,
biosensor,
pengantar obat dan diagnosis penyakit [1],
sensor gas [2], peralatan elektronik,
katalisator[3-4] dan lain-lain. Dalam proses
fotokatalitik partikel MFe2O4 sudah digunakan
untuk mendegradasi beberapa senyawa organik
berbahaya dalam air. MFe2O4dengan band gap
yang sempit dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan ZnO dalam proses
fotokatalitik karena material ini dapat
mempersempit band gap ZnO dan memperluas
daerah serapannya pada daerah sinar tampak.
Di samping itu karena oksida logam ini
bersifat magnetik maka partikel yang
dihasilkan bersifat magnetik sehingga dapat
dipisahkan daric airan dengan menggunakan
pengaruh medan magnit dari luar[5-6].
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Sintesisdenganmetodehidrotermal
Sejumlah 10 mmol Zn(NO3)2.4H2O dan 20
mmol Fe(NO3)3.9H2O dilarutkandalam 100
mL akuades dan diaduk hingga homogen.
Kemudian ditambahkanN aOH 2 M ke dalam
larutan sedikit demi sedkit dan tetap diaduk
hingga pH 12. Hasilnya berupa campuran
suspensi. Campuran tersebut dituangkan ke
dalam tabung autoclave dandipanaskandalam
oven padasuhu 180oC selama 3 jam.
Nanopartikel yang terbentuk disaring lalu
dibilas dengan akuades hingga pH 7-8 dan
dikeringkan.
Powder
yang
dihasilkan
dikarakterisasi dengan peralatan XRD, SEMEDX, dan VSM.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, bentuk powder yang dihasilan
dari kedua metode ini tidak terlalu jauh
berbeda dari sisi warna, yaitu warna coklat
kehitaman. Hanya saja, kalau dicermati lebih
dalam, ada perbedaan dalam kehalusan ata
ukuran partikel yang dihasilan, sebagaimana
terlihat pada Gambar 1. Secara visualisasi
biasa, powder yang didapatkan dari metode sol
gel lebih kasar dibandingkan dengan powder
yang diperoleh dengan metode hidrotermal.
3. METODE PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah seng nitrat tetrahidrat Zn(NO3)2.
4H2O (Merck), asam sitrat C6H8O7 (Merck),
NaOH (Merck), etanolp.a (Merck), etanol dan
aquades. Peralatan yang digunakan berupa
peralatan gelas, teflon autoclave, furnace dan
spektrofotometer.
Karakterisasi
sampel
dilakukan dengan menggunakan peralatan Xray diffraction (XRD), Scanning Electron
Microscopy-Energy Dispersive X-ray (SEMEDX), Transmission Electron Microscopy
(TEM), Vibrating Sampler Magnetometer
(VSM),
a
)
b)
Sintesisdenganmetode sol-gel
Gambar
1.
FotosampelZnFe2O4
disintesismelaluia) proses sol-gel
Hidrotermal
yang
danb)
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
b)
a
)
Gambar2. Pola XRD dariZnFe2O4 yang
disintesismelaluia) proses sol-gel danb)
Hidrotermal
Gambar3. Foto
disintesismelaluia)
Hidrotermal
SEMdariZnFe2O4
proses sol-gel
5. KESIMPULAN
Dari penelitian ini diidapat kesimpulan bahwa
bedasarkan data visualisasi, XRD dan SEM
memperlihatkan ZnFe2O4yang dibuat dengan
metode solgel memiliki ukuran partikel yang
lebih besar jika dibandingkan dengan
menggunakan
hidrotermal.
Penggunaan
hidrotermal
sangat
disarankan
dalam
pembuatan ZnFe2O4 yang lebih halus.
yang
danb)
6. REFERENSI
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Natural Science:Material International, 22(6) :
639-643.
4. Jang J.S., 2009, Synthesis of nanocyrstalline
ZnFe2O4 by polymerized complex method for its
visible light photocatalytic application: an
Efficient
photo-oxidant,
Bull.
Korean
chemSoc, 30, 8.
5. Wang Y. Q., R. M. Cheng, Z. Wen, and L. J.
Zhao, 2011, Synthesis and characterization of
single-crystalline MnFe2O4 ferrite nanocrystals
and their possible application in water
treatment, Eur. J. Inorg. Chem., 29422947.
6. Zhang L. F., and Y. Wu, 2013, Sol-Gel
Synthesized Magnetic MnFe2O4 Spinel Ferrite
Nanoparticles as Novel Catalyst for Oxidative
Degradation of Methyl Orange, Journal of
Nanomaterials, pp 1-6.Teixeira, A.M.R.F.;
Ogasawara, T.; Nbrega, M.C.S. Investigation
of sintered cobalt-zinc ferrite synthesized by
coprecipitation at different temperatures: A
relation between microstructure and hysteresis
curves. Mater. Res. 2006, 9, 257262
7. Li, Q.; Bo, C.; Wang, W. Preparation and
magnetic properties of ZnFe2O4 nanofibers by
coprecipitationAir oxidation method. Mater.
Chem. Phys. 2010, 124, 891893.
8. Liu, H.; Guo, Y.; Zhang, Y.; Wu, F.; Liu, Y.;
Zhang, D. Synthesis and properties of ZnFe2O4
replica with biological hierarchical structure.
Mater. Sci. Eng. B 2013, 178, 10571061.
9. Jesus, C.B.R.; Mendona, E.C.; Silva, L.S.;
Folly, W.S.D.; Meneses, C.T.; Duque, J.G.S.
Weak ferromagnetic component on the bulk
ZnFe2O4 compound. J. Magn. Magn. Mater.
2014, 350, 4749.
10. Patil, J.Y.; Nadargi, D.Y.; Gurav, J.L.; Mulla,
I.S.; Suryavanshi, S.S. Glycine combusted
ZnFe2O4 gas sensor: Evaluation of structural,
morphological and gas response properties.
Ceram. Int. 2014, 40, 1060710613.
1991
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Polipropilena
merupakan
polimer
termoplastik yang penting dan luas
penggunaannya disamping polietilena dan
polivinil klorida. Perkembangan berbagai
variasi dan luasnya jenis penggunaannya,
maka memungkinkan untuk memanipulasi
dengan berbagai aditif untuk mendapatkan
bahan polimer yang dapat dipakai untuk
berbagai keperluan lainnya.
Fungsionalisasi yang mungkin dari
polipropilena (baik polimer ataktik ataupun
isotaktik) oleh monomer-monomer
polar
merupakan suatu cara yang efektif untuk
meningkatkan kepolaran dari polipropilena
tersebut. Dan kenyataannya berbagai jenis dari
polimer-polimer yang tergrafting telah
digunakan secara luas untuk memperbaiki
adhesi permukaan antara komponen pada
campuran
polimer.
Modifikasi
dari
polipropilena isotaktik dan ataktik juga
digunakan secara luas untuk meningkatkan
penggunaan dari bahan-bahan mekanik dari
komposit yang berbahan dasar polipropilena
dan juga meningkatkan kekuatan dari komposit
tersebut. (Collar, E.P., 1997)
Metode grafting terbagi empat diantaranya
yaitu mekanisme ionik, mekanisme koordinasi,
mekanisme coupling dan mekanisme radikal
bebas yang terdiri dari metode kimia,
fotografting, radiasigrafting, plasmagrafting
dan kimia mekanik grafting. Dimana pada
1992
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yaitu untuk memodifikasi struktur polimer polipropilena dilakukan beberapa tahap
yaitu:
1.
2.
3.
4.
Pembatasan masalah:
1. Dalam penelitian ini digunakan perbandingan polipropilena: benzoil peroksida
yaitu 95% : 5%
2. Dalam penelitian ini digunakan perbandingan polipropilena terdegradasi (PPd): maleat anhidrida (MA) : benzoil peroksida
(BPO) yaitu: (97%:1%:2%), (95%:3%:2%),
(92%:6%:2%), (89%: 9%: 2%), (86%:
12%: 2%)
3. Waktu yang digunakan dalam setiap
penambahan benzoil peroksida (BPO)
adalah 5 menit
4. Karakterisasi dilakukan dengan uji FTIR ,
DTA dan penentuan derajat grafting
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia
Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara,
Laboratorium PTKI Medan dan
Laboratorium Kimia Organik Universitas
Gajah Mada Yogyakarta.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pencampuran Polimer
Pada
penelitian
ini
dilakukan
pencampurn antara polipropileno terdegradasi
(PPd), maleat anhidrida (MA),dan benzoil
peroksida (BPO). Hasil pencampuran variasi
komposisi campuran dapat dilihat pada tabel 1.
No
.
Sampe
l PPd
(%)
M
A
(%)
BP
O
(%)
Berat
Endapa
n
(gram)
97
1,08
Volum
e
KOH
0,05N
(ml)
2,2
Derajat
Graftin
g
(%)
4,99
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2
3
4
5
95
92
89
86
3
6
9
12
2
2
2
2
0,83
0,97
1,09
0,94
3,3
3,8
3,6
2,9
9,73
9,59
8,08
7,55
12
10
9.73
9.59
8.08
7.55
4.99
4
2
0
0
10
12
14
[MA] (%)
Bilangan Asam
Derajat Grafting
Bilangan Asam x 98
2 x56,1
Konsentrasi MA (%)
1
3
6
9
12
Derajat Grafting %)
4,99
9,73
9,59
8,08
7,55
Dengan cara yang sama untuk sampel PP-gMA 2,3,4 dan 5 diperoleh hasil :
Derajat grafting sampel 2 = 9,73 %
3.3. Pembahasan
Reaksi radikal bebas dari monomer kedalam
hidrokarbon (polyolefin) adalah jenis inisiasi
melalui alkoksi radikal yang dibentuk dari
dekomposisi peroksida. Pencangkokan maleat
anhidrida kedalam polipropilena terjadi ketika
polimer tersebut menjadi radikal oleh adanya
1994
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Gugus Fungsi
CH3
CH2
CH
Bil. Gelombang
(cm-1)
2924,09
2954,95
1720,50
Gugus
Fungsi
CH3
CH
C=O
4. KESIMPULAN
Reaksi grafting antara maleat anhidrida dengan
polipropilena dapat terjadi yang dibuktikan
dengan adanya serapan yang khas pada spektra
FTIR dari setiap bahan campuran. Derajat
grafting maksimum dihasilkan dari konsentrasi
maleat
anhidrida
sebesar
3%
pada
polipropilena. Perubahan titik leleh dari
polipropilena murni dan PP-g-MA sebelum
dan sesudah pemurnian dengan derajat grafting
tertinggi dibuktikan dengan analisa DTA,
dimana titik leleh dari polipropilena murni
yaitu sebesar 165oC dan titik leleh dari PP-gMA sebelum dan sesudah pemurnian sebesar
150oC
5. REFERENSI
Afriando.2009.Pengaruh Konsentrasi Benzoil
Peroksida
Pada
Degradasi
Thermal
Poilipropilena. Medan : USU.
Allen, N.S. 1983. Degradation and Stabilisation Of
Polyolefins. London : Applied Science
Publishers
1995
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Arifin, 1996. Sintesis Kopolimer Stirena Maleat
Anhidrida dan Karakterisasinya. Tesis
PPS
Kimia. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Press.
Billmeyer, F.W. 1962. Textbook Of Polymer
Science. Second Edition. New York : John
Wiley and Sons
Collar, E.P.1997. Chemical Modification of
Polypropylenes by Maleic Anhydride Influence
of Stereospecificity and Process Conditions.
Spain :Departemento de
Fisica
e
Ingenierta de Polimeros
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung :
Penerbit ITB
Gachter,M., 1990. Plastic Additives Handbook.
Third Edition. Munich: Hanser Publisher.
Hartomo, A.J., 1995. Penuntun Analisis Polimer
Aktual. Yogyakarta : Penerbit Andi
Hartomo, A.J., 1996. Polimer Mutakhir.
Yogyakarta : Penerbit Andi
http://id.wikipedia.org/wiki/maleat anhidrida
http://en.wikipedia.org.wiki.Polypropylene
Hummel, D.O.,1985. Infrared Spectra Polymer in
the Medium and long Wavelength
Region. London : John Wiley and Sons
1996
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
Abstract
Sonneratia caseolaris L. contain bioactive compounds such as flavonoids, phenols, terpenoids, and tannins is
and active anti-oxidants. Compounds are experimental as anti-oxidants have potential anti-cancer, so do the
cytotoxic activity of the leaf Sonneratia caseolaris L. Samples were fractionated in stages with n-hexane, ethyl
acetate and methanol. Cytotoxic activity test was conducted using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). The
results of the cytotoxic activity test by the method BSLT, LC50 values obtained methanol fraction leaves
Sonneratia caseolaris L. 22.38 ppm, 24.89 ppm of ethyl acetate fraction and 54.83 ppm hexane fraction, Test the
cytotoxic activity of each fraction are actively researched Sonneratia caseolaris L. leaves cytotoxic marked with
LC50 values of the three small extract of 1000 ppm.
Keywords: Brine Shrimp Lethality Test, LC50, Sonneratia caseolaris L.
Abstrak
Tumbuhan pedada mengandung senyawa bioaktif seperti flavonoid, fenol, terpenoid, dan tanin yang aktif
sebagai anti oksidan. Senyawa yang berkhasiat sebagai anti oksidan memiliki potensi anti kanker, sehingga
dilakukan pengujian terhadap aktivitas sitotoksik dari daun pedada. Sampel difraksinasi secara bertingkat
dengan n-heksan, etil asetat dan metanol. Uji aktivitas sitotoksik dilakukan dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Hasil pengujian aktivitas sitotoksik dengan metode BSLT, diperoleh nilai LC 50 fraksi
metanol daun pedada 22,38 ppm, fraksi etil asetat 24,89 ppm dan fraksi heksan 54,83 ppm. Uji aktivitas
sitotoksik masing-masing fraksi daun pedada diteliti bersifat aktif sitotoksik ditandai dengan nilai LC 50 dari
ketiga ekstrak kecil dari 1000 ppm.
Kata Kunci : Brine Shrimp Lethality Test, LC50, Pedada.
1. PENDAHULUAN
Sumber
keanekaragaman
hayati
di
Indonesia merupakan salah satu kekayaan alam
yang berperan penting dalam berbagai lapisan
masyarakat. Sebagai negara dengan budaya
yang masih kental akan pemanfaatan ragam
tanaman tradisional untuk mengobati berbagai
penyakit, masyarakat terutama di daerah
pedesaan cenderung memakai tanaman
tradisional untuk menyembuhkan penyakit
yang diderita.
Salah satu tumbuhan yang berpotensi
sebagai obat adalah tumbuhan pedada
(Sonneratia caseolaris L.) yang merupakan
spesies dari famili Lytraceae (Santoso et al.,
2008). Tumbuhan pedada adalah sejenis pohon
yang hidup di daerah yang pasang surut yang
berlumpur, rawa-rawa pada tepi sungai.
Tumbuhan ini banyak di jumpai di daerah
1997
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
3. METODE PENELITIAN
Skrining Fitokimia (Harborne, 1987)
a. Uji Alkaloid
Sampel seberat 0,5 gram ekstrak
ditambahkan 0,5 ml HCl 2N kemudian
ditambahkan 2 tetes reagen dragendorf.
Apabila hasil pengujian menghasilkan warna
orange, maka ekstrak positif mengandung
alkaloid.
b. Uji flavonoid
1998
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Analisa Data
a. Perhitungan rendemen dilakukan dengan
membandingkan jumlah ekstrak kental yang
didapat terhadap jumlah serbuk simplisia
yang di ekstraksi kemudian dikalikan
100%.
Rendemen = Berat ekstrak kental x 100%
Berat simplisia
1999
Saponin
Fraksi
etil
asetat
Fraksi
metanol
Fraksi
heksan
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Sampel
Fraksi
Metanol
Rata-rata
Fraksi
Etil Asetat
Rata-rata
Fraksi
n-heksan
Rata-rata
LC50
(Ppm)
22,38
24,15
54,83
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun
Cara Modern MenganalisisTumbuhan. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Juniarti, Delvi, O, dan Yuhernita., (2009),
Kandungan Senyawa Kimia , Uji Toksik
(Brine Shrimp Lethality Test) dan Antioksidan
dari Ekstrak daun Abrus precatorius L. Jurnal
Makara Sains., 13(50-54).
Kanwar, A.S. 2007. Brine Shrimp (Artemia salina)
a Marine Animal for Simple and Rapid
Biological Assays. Chinese Clinical Medicinal
2(4): 35-42.
Kumar, S. T. Dkk. Oleanic acid-an a-Glucosidase
inhibitory and
antihyperglycemic active
compound from the fruits of Soneratia
caseolaris. Open Access Journal of Medicinal
and Aromatic Plants Vol 1(1):19-23.
Lathifah. 2008. Uji Aktivitas Ekstrak Kasar
Senyawa Antibakteri pada Buah Belimbing
Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) dengan Variasi
Pelarut. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Malang. Malang.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E.,
Jacobsen, L. B., Nichols, D. E. Dan
McLaughlin, J.L. 1982. Brine Shrimp: A
Convenient General Bioassay for Active Plant
Constituent, Journal of Medicinal Plant
Research. 45:31-34.
Naiborhu, P.E. 2002. Ekstraksi dan Manfaat
Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba dan
Sonneratia caseolaris) sebagai Bahan Alami
Antibakterial Pada Patogen Udang Windu,
Vibrio harveyi. Tesis, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor. 63 hal.
Woo, H D dan Kim. J. 2013. Dietary Flavonoid
Intake and Risk of Stomach and Colorectal
Cancer. World Journal of Gastroenterology
2001
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
ISBN: 978-602-71798-1-3
1. PENDAHULUAN
Mikroalga atau disebut juga fitoplankton
merupakan
tumbuhan
yang
berukuran
mikroskopik sekitar 330 m, tidak
mempunyai akar, batang, dan daun. Mikroalga
memiliki sel eukariotik dan memiliki pigmen
yang berbeda-beda, yaitu pigmen hijau
(klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan
(fikobilin), dan merah (fikoeritrin). Mikroalga
mengandung bahan-bahan penting yang sangat
bermanfaat, misalny, karbohidrat dan lemak
sehingga bisa dijadikan sebagai sumber
bioenergi. Penelitian tentang bioenergi dari
mikroalga telah banyak dilakukan, namun
kebanyakan lebih fokus terhadap biodiesel dari
pada bioetanol karena kandungan lipidnya
yang tinggi dan prosesnya yang lebih
sederhana. Kandungan lipid kebanyakan
mikroalga memang lebih tinggi dibandingkan
dengan kandungan karbohidratnya, tapi ada
juga beberapa spesies mikroalga yang
mempunyai
kandungan karbohidrat yang tinggi, seperti
Chlorella, Dunaliella, Chlamydomonas, dan
Scenedesmus
kandungan
karbohidratnya
mencapai 50% dari biomasa keringnya saat
ditumbuhkan pada kondisi kultur spesifik [1].
Chlorella vulgaris mempunyai potensi yang
sangat baik sebagai sumber energi terbarukan
karena ketersediaannya mudah diperoleh
melalui kultur, tidak bersaing dengan bahan
pangan, memiliki daya adaptasi yang cepat
2002
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
2. METODE PENELITIAN
2.1 Bahan Kimia, Peralatan, dan
Instrumentasi
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
alat-alat gelas, aquarium, pompa aquarium,
spektrotofotometer UV-Vis (Genesys 20
Thermo Scientific), mikroskop cahaya,
sentrifuge, lampu floresens 2000 lux. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini ialah
mikroalga Chlorella vulgaris yang diperoleh
dari BBPBAP (Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau), Jepara, Indonesia, Media
Pertumbuhan
Mikroalga
(NaNO3,
MgSO4.7H2O, NaCl, K2HPO4,
H2PO4,
CaCl.2H2O,
ZnSO4.7H2O,
MnCl2.4H2O,
MoO3, CuSO4.5H2O, CO (NO3)2.6H2O,
H3BO3, EDTA,KOH). H2SO4, reagen Nelson
A (Na2CO3 anidrat, Na2SO4, K-Na tartarat, Nabikarbonat), reagen Nelson B (CuSO4, H2SO4),
pereaksi arsenomolibdat (NH4 Molibdat,
Na2HAsO4.7H 2O, H2SO4), pupuk ZA
((NH4)2SO4), pupuk urea ((NH2)2CO
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Suhu (0 C)
4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil
dan diskusi adalah pertumbuhan mikroalga
Chlorella vulgaris dengan sumber nitrogen
pupuk ZA memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan sumber
nitrogen urea atau NaNO3. Pertumbuhan
mikroalga C. vulgaris dengan sumber cahaya
lampu neon 2000 lux memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan sumber
cahaya
matahari. Dan pada penelitian
2005
Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA 2016; BKS-PTN Barat, Palembang 22-24 Mei 2016
Prabowo, D. A., 2009. Optimasi Pengembangan
Media Untuk Pertumbuhan Chlorella sp, Pada
Skala Laboratorium, Skripsi, Institut Pertanian
Bogor .
Unesco, U., 1980. The Paractical salinity Scale and
The International Equation of State of Sea
Water, Tent report of the jointPanel On
Oceanographyc Tables and standards, Unesco,
Paris.
Siregar, S., Risal, M., 2014, Pengaruh
Konsentrasi NaOH dan Lama Waktu
Pemanasan
Microwave
Dalam
Proses
Pretreatment Terhadap Kadar Lignoselulosa
Chlorella vulgaris, Universitas Brawijaya.
Qaisum, Q., Fajrina, F., 2015, Hidrolisis Mikroalga
Tetraselmis
Chui
Menjadi
Glukosa
Menggunakan Solvent Asam Sulfat dengan
Variasi Waktu, Universitas Riau.
2006