Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar
difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.ARDS dapat
terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena kapiler dan
alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya biasanya
menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik
oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian
sel.
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat
mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%,
trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana konsep dasar teori pada penyakit ARDS ?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan penyakit ARDS pada anak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kosep dasar teori pada penyakit ARDS
2. Untuk mengetahui kosep dasar asuhan keperawatan penyakit ARDS pada anak

1| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR TEORI
1. Definisi
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai
kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang
mengandung protein. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem
paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif
kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner
& Suddarth, 2001, hal : 615).ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai
dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan
konvensional. (Sylvia A. price. 2005. Hal: 835).
Dasar definisi yang dipakai consensus Komite Konferensi ARDS AmerikaEropa tahun 1994 terdiri dari :
a. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut.
b. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang
diinspirasi (PaO2 / FiO2 ) <200 mmHg-hipoksemia berat
c. Radiografi dada; infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.
d. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18
mmHg, tanpa tanda klinis (rontgen, dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri/
(tanpa adanya tanda gagal jantung kiri).
Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI).
Konsensus juga mensyaratkan terdpatnya factor resiko terjadinya ALI dan tidak
adanya penyakit paru kronik yang bermakna.
2. Etiologi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun,
karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada
salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat
pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang
terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi
kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan
terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk
2| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di


ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan
meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan
alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh
edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis
kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan,
maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga
kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain
adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul
setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan
membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga
semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah
rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema
dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di
sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam
alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara
progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis
menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu.
Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001, hal.
420-421)
Selain itu, adapun penyebab lain dari ARDS adalah :
a. Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut hemorragik,
sepsis gram negative )
b. Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (DIC ).
c. Pneumonia virus yang berat.
d. Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada berbagai
organ dengan syok hemorragik, fraktur majemuk dimana emboli lemak terjadi
berkaitan dengan fraktur femur )
e. Cedera aspirasi atau inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi
asap, inhalasi gas iritan ).
f. Toksik O2 overdosis narkotika.
g. Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.
3. Epidemiologi
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan
tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar
3| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan


injeksi obat 5 %.
4. Tanda dan Gejala
ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal
pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti
dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer,
bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun
pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah
kasar, serta kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai
gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis
respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH).
Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip
dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal.
Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan
penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi
melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun
konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan
indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit
paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru
pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi
oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan
dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat
dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge
pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat
(>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang
menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber
trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis
carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial,
terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
5. Stadium
a. Eksudatif
4| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema


interstitial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan
pada sel alveolar tipe 1.
b. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik),
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan
peningkatan ruang rugi ventilasi.
6. Faktor Resiko
Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :
a. Aspirasi isi gaster
b. Infeksi paru difus
c. Kontusio paru
d. Tenggelam
e. Inhalasi toksik
Kerusakan injury tidak langsung :
a. Sepsis
b. Trauma nontoraks
c. Transfusi produk darah berlebihan
d. Pankreatitis
e. Pintas Kardiopulmoner

7. Patogenesis dan Patofisiologi


ALI/ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel
mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak
langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam 3
fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih : insiasi, amplifikasi, dan injury.
Pada fase insiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan selsel imun dan non imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-medulator
inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti
netrofil teraktivasi, tertarik ke dan tertahan di dalam paru. Di dalam rongga target
tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease,
5| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya.
Fase ini disebut fase injury.
Kerusakan pada membrane alveolar- kapiler menyebabkan peningkatan
permeabilitas membrane, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang
alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan
terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat 3 fase kerusakan alveolus :
a. Fase eksudatif : ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit
tipe I dan denudasi/terlepasnya membrane basalis, pembengkakan sel endotel
dengan pelebaran intercellular junction, terbentuknya membrane hialin pada
duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neutrofil. Juga ditemukan
hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru
b. Fase poliferatif paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai poliferasi
sel epitel pneumosit tipe II
c. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.

8. Diagnosis Klinis
Onset akut umumnya adalah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang
menjadi factor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi,
febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah.
9. Komplikasi
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit
dan individu harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru.
Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis
respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah.
Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi akan datangnya
kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di
paru dan kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan
tukak saluran cerna karena stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi
intravaskular diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ARDS.
(Elizabeth J. Cowin, 2001, hal. 422)
10. Prognosis
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :
a. Penyakit dasar
b. Adanya keganasan
6| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

c.
d.
e.
f.

Adanya atau timbulnya disfungsi organ multiple


Usia
Riwayat penggunaan alkohol
Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti rasio PaO 2 /

FiO2 dalam 3-7 hari pertama


g. Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain
Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru dalam 3 bulan
dan mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai pada bulan keenam setelah
ekstubasi. 50% pasien tetap memiliki abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan
penurunan kapasitas difusi. Juga tejadi penurunan kualitas hidup.

11. Pemeriksaan Disnogtik


Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen
arteri. Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang
diberikan, karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya
kapiler dan alveolus.
12. Penatalaksanaan
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak
pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah.
Apabila ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah:
a. Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan
cairan di paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung
digunakan untuk mengurangi kemungkinan gagal jantung kanan.
b. Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
c. Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek
merusak dari proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Lakukan pengkajian fisik anak
1) Status penampilan kesehatan : lemah dan lesu
2) Tingkat kesadaran kesehatan : komposmentis atau apatis
3) Tanda-tanda vital :
a) Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi, hipertensi
b) Frekuensi pernapasan : takipnea ( di awal kemudian apnea), retraksi
substernal, krekels inspirasi, mengorok , pernapasan cuping hidung
eksternal, sianosi, pernapasan sulit.
7| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

c) Suhu Tubuh : Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme


yang direspon oleh hipotalamus
4) Berat badan dan tinggi badan : Kecenderungan berat badan anak mengalami

a)
b)
c)
a)
b)
c)

penurunan.
5) Integumen
Warna : Pucat sampai sianosis
Suhu : Pada hipertermi kulit teraba panas setelah hipertermi teratasi kulit anak akan
teraba dingin.
Turgor : Menurun pada dehidrasi
6) Kepala dan Mata
Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan warna
7) Thoraks dan Paru-paru
a) Inspeksi
frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain: takipnea,
dispnea progresif, pernapasan dangkal, pektus ekskavatum (dada
corong), paktus karinatum (dada burung), barrel chest.
b) Palpasi
Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vocal fremitus pada daerah
yang terkena.
c) Perkusi
Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi
udara) resonansi.
d) Auskultasi : Suara pernapasan yang meningkat intensitasnya suara
mengi (wheezing) dan suara pernapasan tambahan ronchi
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal
atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah
region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di
interstitisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat
mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2) ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2> 50) menunjukkan terjadi gangguan
pernapasan. Alkalosis respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul pada stadium
awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi
alveolar. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang

8| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme


anaerob.
3) Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan volume
paru menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada
area terjadinya vasokonstriksi dan mirkroemboli timbul.
4) Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan:
1) Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)
2) Peningkatan jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal
3) Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
1)
Alveolar Hipoventilasi
2)
Penumpukan cairan di permukaan alveoli
3)
Hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
c. Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan :
1) Penggunaan diuretic
2) Perubahan bagian cairan (kompartemental)
d. Ansietas/ ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :
1) Krisis situasi
2) Pengobatan
3) Perubahan status kesehatan
4) Ketakutan akan mati
5) Faktor fisiologis (efek hipoksemia)
3. Rencana Keperawatan
Hari/Tg

No.

Dx

Tujuan dan

Rencana Perawatan
Intervensi

Ttd
Rasional

Kriteria Hasil
Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-

tindakan

dalam bernafas dan otot

keperawatan

pola nafasnya

/abdominal/leher

selama x 24

dapat

jam,

diharapkan

meningkatkan

jalan

nafas

usaha

menjadi

efektif, 2. Observasi dari bernafas

dengan

criteria penurunan

hasil :
-

interkostal

Px

pengembangan
dapat dada

mempertahan -

peningkatan

2.

dalam

Pengembangan

dada dapat menjadi


dan batas
akumulasi

9| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

dari
cairan

kan

jalan

dengan

nafas fremitus

dan adanya cairan

bunyi

dapat

napas yang jernih 3.Catat


dan ronchi (-)
-

meningkatkan

karakteristik

dari fremitus

Px bebas dari suara nafas

3.

dispnea
-

Px

dapat

karena

adanya aliran udara

mengeluarkan

melewati

secret

tracheo

Px

nafas

terjadi

tanpa

kesulitan
-

Suara

dan
dapat

batang
branchial

juga

karena

adanya

cairan,

memperlihatkan

mukus

atau

tingkah

sumbatan lain dari

laku 4. Catat

mempertahanka

karakteristik

jalan nafas

batuk

dari saluran nafas


4.

- RR = 20 x/menit ;

Karakteristik

batuk

dapat

HR = 75 100

merubah

x/menit

ketergantungan
pada penyebab dan
etiologi dari jalan
nafas.

Adanya

sputum dapat dalam


jumlah

yang

banyak, tebal dan


5.

Pertahankan purulent

posisi tubuh/posisi 5.

Pemeliharaan

kepala dan gunakan jalan nafas bagian


jalan

nafas nafas dengan paten

tambahan bila perlu


6. Kaji kemampuan
batuk, latihan nafas 6.
dalam,

Penimbunan

perubahan sekret mengganggu

posisi dan lakukan ventilasi


suction

bila

ada predisposisi

10| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

dan

indikasi

perkembangan
atelektasis

dan

7. Peningkatan oral infeksi


intake

paru

jika 7.

memungkinkan

Peningkatan

cairan

per

oral

dapat
mengencerkan
sputum
2

Setelah diberikan 1.
tindakan

pernafasan,

keperawatan

peningkatan

catat mekanisme
untuk

selama x 24 respirasi

atau hipoksemia

dan

jam,

pola peningkatan usaha

diharapkan perubahan

pertukaran

nafas

nafas

gas 2.

Catat

ada 2.

Suara

nafas

tidak

terjadi, tidaknya

dengan

criteria nafas dan adanya sama atau tidak ada

hasil :
Pasien

bunyi
dapat tambahan

memperlihatkan
ventilasi
oksigenasi

crakles,

dan wheezing
yang

adekuat
-

status 1. Takipneu adalah


kompensasi

gangguan

Kaji

suara mungkin

tidak

nafas ditemukan. Crakles


seperti terjadi

karena

dan peningkatan cairan


di

permukaan

jaringan

yang

disebabkan

oleh

Bebas dari gejala

peningkatan

distress pernafasan

permeabilitas

- RR = 20 x/menit ;

membran alveoli

HR = 75 100

kapiler.

x/menit

terjadi

Wheezing
karena

bronchokontriksi
atau adanya mukus
pada
3.

Kaji

cyanosis

adanya 3.
bila

jalan

Selalu

nafas
berarti

diberikan

11| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

oksigen (desaturasi
5

gr

dari

Hb)

sebelum

cyanosis

muncul.

Tanda

cyanosis

dapat

dinilai pada mulut,


bibir yang indikasi
adanya hipoksemia
sistemik,

cyanosis

perifer seperti pada


kuku

dan

ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Observasi adanya 4.
somnolen,
confusion,

Hipoksemia

dapat menyebabkan
apatis, iritabilitas

dan

dari

miokardium

ketidakmampuan
beristirahat
5. Berikan istirahat 5.
yang

cukup

nyaman

Menyimpan

dan tenaga

pasien,

mengurangi
penggunaan
oksigen

Setelah diberikan 1.

Monitor

vital 1.Berkurangnya

tindakan

signs

seperti volume/keluarnya

keperawatan

tekanan

darah, cairan

dapat

selama x 24 heart rate, denyut meningkatkan heart


jam,
tidak

diharapkan nadi (jumlah dan rate,


terjadinya volume)

menurunkan

tekanan darah, dan

resiko

tinggi

volume denyut nadi

defisit

volume

cairan,

dengan 2. Amati perubahan 2.

menurun.
:

Penurunan

12| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

criteria hasil :
-

Pasien

kesadaran,
dapat kulit,

menunjukkan

turgor cardiac

kelembaban mempengaruhi

membran

keadaan

volume dan

cairan

normal sputum

output

mukosa perfusi/fungsi
karakter cerebral.

Defisit

cairan

dapat

dengan

tanda

diidentifikasi dengan

tekanan

darah,

penurunan

turgor

berat badan, urine

kulit,

membran

output pada batas

mukosa

normal.

sekret kental.

kering,

- TD = 110/65
mmHg

3.Memberikan

RR = 20 x/menit ; 3. Hitung intake, informasi


HR = 75 100 output dan balance status
cairan.

x/menit

tentang

cairan

dan

Amati keseimbangan cairan

insesible loss

negatif

merupakan

indikasi

terjadinya

defisit cairan.
4.Perubahan

yang

4. Timbang berat drastis

merupakan

badan setiap hari

penurunan

tanda

total body water

Setelah diberikan 1.Observasi

1.Hipoksemia dapat

tindakan

peningkatan

menyebabkan

keperawatan

pernafasan, agitasi, kecemasan

selama x 24 kegelisahan
jam,

diharapkan kestabilan emosi.

ansietas/ketakutan
(spefisikkan)
dapat

dan

2.

Pertahankan 2. Cemas berkurang

px lingkungan

berkurang, tenang

yang oleh

meningkatkan

dengan relaksasi

13| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

dan

dengan

criteria meminimalkan

hasil :

pengawetan

energi

stimulasi. Usahakan yang digunakan.

-Pasien

dapat perawatan

mengungkapkan

dan

prosedur

tidak

perasaan cemasnya menggaggu waktu


secara verbal

istirahat

-Ketakutannya,dan

3.

Bantu

rasa

cemasnya teknik

mulai

berkurang meditasi.

dengan 3.Memberi
relaksasi, kesempatan

untuk

pasien

untuk

mengendalikan
kecemasannya
merasakan

dan

sendiri

dari pengontrolannya
4.Identifikasi

4.

Menolong

persepsi pasien dari mengenali


pengobatan

asal

yang kecemasan/ketakuta

dilakukan

n yang dialami

5. Dorong pasien 5.

Langkah

awal

untuk

dalam

mengekspresikan

mengendalikan

kecemasannya

perasaan-perasaan
yang

teridentifikasi

dan
6.

Membantu 6. Menerima stress

menerima
dan

terekspresi.

hal

situasi yang sedang dialami


tersebut tanpa denial, bahwa

harus

segalanya

akan

ditanggulanginya

menjadi lebih baik.

7.

Berikan 7. Menolong pasien

informasi

tentang untuk menerima apa

keadaan

yang yang sedang terjadi

sedang dialaminya

dan

dapat

mengurangi
kecemasan/ketakuta
14| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

n apa yang tidak


diketahuinya.
Penentraman
yang

palsu

menolong

hati
tidak
sebab

tidak ada perawat


maupun pasien tahu
hasil

akhir

dari

permasalahan itu
8.Identifikasi tehnik 8. Kemampuan yang
pasien

yang dimiliki pasien akan

digunakan
sebelumnya

meningkatkan sistem
untuk pengontrolan

menanggulangi rasa terhadap


cemas

kecemasannya

4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi
a. DX 1
1) Pasien dapat mempertahankan jalan nafas Pasien dapat mempertahankan
jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
2) Pasien bebas dari dispneu
3) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
4) Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
b. DX 2
1) Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2) Bebas dari gejala distress pernafasan
c. DX 3
1) Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda
tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
d. DX 4
1) Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
2) Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya
mulai berkurang
3) Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung
untuk memecahkan masalah yang dialaminya

15| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai
kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang
mengandung protein. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem
paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552).
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak
pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah.
Apabila ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah:Diuretik untuk
mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk meningkatkan
kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di paru
berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk
mengurangi kemungkinan gagal jantung kanan.Terapi oksigen dan ventilasi mekanis
sering diberikan. Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk
mengurangi efek merusak dari proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih
dipertanyakan.
B. Saran
Konsepdasarteoridankonsepdasarasuhankeperawatan sangatlah penting dalam
asuhan keperawatan karena hal ini menjadi dasar dalam menentukan diagnosa yang
akan dibuat. Maka dari itu sebagai seorang perawat sangatlah penting kita melakukan
pengkajian untuk tindakan keperawatan selanjutnya dan melakukan pengkajian secara
cermat dan teliti.

16| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga
University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd ed.
Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta : EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
& Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

17| K o n s e p A s u h a n K e p e r a w a t a n A R D S p a d a A n a k

Vous aimerez peut-être aussi