Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Tn. JW
Umur
: 45 tahun
: Ciledug
Pekerjaan
: Pekerja Lapangan
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Masuk RS
: 27 Juni 2015
B. ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi
ngik. Sesak nafas tersebut semakin memberat, pasien mengeluhkan sesak tiap hari
dan terasa lebih berat ketika pasien bekerja, dikarenakan pasien menghirup debu
sehingga terjadi penurunan aktivitas oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak namun sulit dikeluarkan, batuk darah (-), demam (+) 1 minggu yang lalu.
Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk. BAB dan BAK normal, tidak ada mual
muntah dan tidak ada nyeri dada ataupun keringat dingin.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Hipertensi
(-)
Riwayat Asma
(+)
Diabetes melitus
(-)
Riwayat Alergi
(+)
(-)
(-)
(-)
C.
a.
b.
c.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: Komposmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi
: 84x/menit
- Napas
: 36x/menit
- Suhu
: 36 oC
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)
sariawan (-)
faring hiperemis (-)
2
Toraks
a. Thoraks Anterior
- Paru:
Inspeksi
Palpasi
- Jantung :
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Linea parasternalis
dekstra ICS 4
: Linea parasternalis
sinistra ICS 3
: Linea midclavicula
sinistra ICS 5
(+/+)
3
Abdomen
Inspeksi
: perut datar
venektasi (-)
Auskultasi
Perkusi
: timpani
hepatosplenomegali (-)
Palpasi
: Supel
nyeri tekan epigastrium (+)
hepatosplenomegali (-)
Ginjal tidak teraba
Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan BTA sputum : negatif
-
: 15 gr %
Leukosit : 10.400/mm3
Trombosit : 241.000/mm3
Hematokrit: 44 gr %
Diff count : 0/4/0/69/20/7
MCH
: 28,3
MCV
: 82,1
MCHC
: 34,5
SGOT
: 42,9
SGPT
: 30,5
E. RESUME
Tn. JW 45 tahun datang ke RSUD Waled dengan keluhan utama sesak napas
sejak 1 minggu SMRS. Dari anamnesis didapatkan sesak semakin memberat, pasien
mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa lebih berat ketika pasien bekerja, dikarenakan
pasien menghirup debu sehingga terjadi penurunan aktivitas oleh pasien. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak namun sulit dikeluarkan, batuk darah (-), demam (+) 1
minggu yang lalu. Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk. BAB dan BAK normal,
tidak ada mual muntah dan tidak ada nyeri dada ataupun keringat dingin.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memanjang, suara nafas
tambahan yaitu wheezing dan rhonkhi. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan
corakan paru normal.
F. Diagnosis Banding
Asma bronkial
PPOK
Decomp Cordis
G. Diagnosis
Asma Bronkial
H. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus
Farmakologi :
-
Metilprednisolon 16 mg
Amroxol 3x1 mg
Zibramax 1x500 mg
I. ANALISIS KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial karena adanya keluhan
sesak napas yang dipicu debu. Sesak napas dirasakan setiap hari serta dirasakan pula
saat malam. Sesak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien merasa paling
nyaman dalam posisi duduk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi
memanjang dan whezing serta rhonkhi pada kedua lapangan paru. Sementara pada
pemeriksaan penunjang rontgen thoraks didapatkan corakan lapangan paru yang
normal.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk,
dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan
ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma
mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas
bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala
bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan
napas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan
antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan
dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Difinisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada
serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 3
II. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi
dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma
bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian.
Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial
dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan
dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner
namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar
5-
15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan
berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi)
dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial
atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti
debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan
produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi
tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot dan
dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 6070%.4
III. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacammacam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena
adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6
Otot
polos
yang
menghubungkan
cincin
tulang
rawan
akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas
yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.1,6
10
Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran
volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper
inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi
ini diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.8
IV. Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia
atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan
11
ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifatsifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini
biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe
mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4
1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
12
Nafas berbunyi
13
Sesak nafas
Batuk
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Nadi meningkat
Sianosis
Wheezing
VI. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala
yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal
paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.11
a. Anamnesis
b. Pemeriksan fisik
14
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut
nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi
(wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau
kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13
2.
3.
Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
15
Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3
bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai
sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan
utama
penatalaksanaan
asma
adalah
meningkatkan
dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
16
Penyuluhan
Pengendalian emosi
Pemakaian oksigen
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan
merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan
gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas,
mencegah
eksaserbasi
asma,
dan
mengurangi
remodelling
saluran
napas.
Kromolin
17
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10
18
2.
Bronkodilator (pelega)
Metilxantin
19
Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan
tonus
vagal
intrinsik,
selain
itu
juga
menghambat
reflek
20
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
21
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan mendapat
pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
akan mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan
terus menerus angka kematiannya 9%. 4
Selalu
Sering
Kadang- kadang
Jarang
>1 kali
1 kali sehari
3-6 kali
seminggu
1-2 ka
seming
Skor
3
1-2 kali
seminggu
1- 2 kali sehari
1 kali seminggu1-
22
2 kali seb
Kurang kontrol
Cukup kontrol
Terkontrol d
baik
23
DAFTAR PUSTAKA
Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press. 1989. 1-11.
Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI,
2006.
Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret 2009].
Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.
Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil
Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal
Respirologi Indonesia 2006;1.45
Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
165-73.
Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2001.21-27.
Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
88-95.
Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. 54-57
24
25