Vous êtes sur la page 1sur 6

dakwatuna.

com Pernahkah kita mendengar tentang pendapat yang mengatakan


bahwa kita tidak boleh menggunakan akal kita untuk memahami agama kita?
Pernah pula-kah kita mendengar tentang pendapat yang mengatakan bahwa kita
tidak boleh menggunakan akal kita untuk memahami Al-Quran?

Pendapat-pendapat ini, mungkin didasari pada argumentasi yang pada awalnya


benar, yaitu untuk mencegah agar kita tidak terlalu liar dalam menafsirkan AlQuran. Tapi lama kelamaan pendapat ini berkembang menjadi pendapat yang tidak
bisa dibenarkan. Dengan adanya pendapat seperti ini, akhirnya muncullah generasi
yang tidak mau membuka Al-Quran, lalu malah sibuk dengan hal-hal yang tidak
ada di dalam Al-Quran, seperti fatwa-fatwa ulama atau pertentangan-pertentangan
fiqih, atau mungkin pula tema-tema lain yang tidak ada di dalam Al-Quran,
misalnya tema bidah.

Pernahkah kita melihat orang yang sibuk membahas masalah bidah, atau
membahas fatwa-fatwa dari ulama tertentu, atau sibuk membahas perbedaan tata
cara ibadah dan menyalahkan orang yang berbeda tata cara ibadahnya? Kalau kita
sudah pernah melihat orang yang seperti ini, mari kita renungkan, mengapa mereka
bisa menjadi seperti itu?

Salah satu sebab mengapa mereka bisa menjadi seperti itu adalah, karena dalam
kajian-kajian yang ada, yang dijadikan sebagai tema utama adalah fatwa-fatwa
ulama, atau maksimal sekali, hadits-hadits nabi.

Apakah hal ini salah? Tentu saja tidak, karena kita jelas butuh hadits nabi dan fatwa
ulama sebagai pelengkap pemahaman kita. Tapi hal ini bisa menjadi salah manakala
Al-Qurannya justru malah ditinggalkan.

Inilah yang terjadi di kalangan kita saat ini. Banyak anak muda yang dijejali dengan
fatwa-fatwa ulama tentang suatu hal, misalnya tentang bidah, tentang isbal,
tentang haramnya politik, tentang haramnya musik dan lainnya, padahal tentang
hal ini bisa jadi ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, dan di saat yang sama
anak-anak muda itu tidak diajari untuk menghafal Al-Quran, tidak diajari untuk
memahaminya, dan tidak diajari pula untuk mengamalkannya.

Mengapa sampai bisa begini?

Salah satu penyebabnya adalah karena ada sudut pandang, yang meskipun
mungkin tidak akan diakui, tapi jelas-jelas terlihat, yang seolah-olah mengatakan
bahwa diri kita ini terlalu kotor untuk bisa memahami Al-Quran. Atau, kita ini bodoh
dan tidak pantas membaca Al-Quran langsung. Atau, kalau kita ini membaca AlQuran langsung, maka besar kemungkinan kita akan salah dalam memahaminya,
jadi bahaya, dan lebih baik tidak membaca Al-Quran. Atau, kita ini wajib harus
menggunakan tafsir untuk memahami Al-Quran, padahal kitab tafsir itu rata-rata
tebal-tebal, dan mayoritas kita malah jarang ada yang punya.

Dengan adanya sudut pandang seperti ini, akhirnya lahirlah sudut pandang lain,
yaitu sudut pandang yang mengatakan bahwa kita tidak boleh menggunakan akal
kita dalam memahami Al-Quran. Padahal pada kenyataannya, tidak semua ayat AlQuran butuh penafsiran yang rumit, malah sebagian besar ayat Al-Quran adalah
ayat-ayat yang tidak butuh penafsiran sama sekali (mudah dipahami). Sayangnya,
sudut pandang ini lalu benar-benar digunakan sebagai argumentasi yang pada
akhirnya malah menjauhkan manusia dari Al-Quran. Alasannya, akal kita tidak akan
mampu memahami Al-Quran. Atau, akal kita tidak akan mampu memahami AlQuran kalau tidak disertai dengan kitab tafsir yang tebal-tebal, atau lainnya. Pada
akhirnya, karena tema Al-Quran adalah tema yang dirasa terlalu berat bagi akal
sebagian umat manusia, maka, tema yang diambil dalam kajian-kajian akhirnya
adalah tema yang benar-benar tidak mengacu pada Al-Quran lagi. Jadi, muncullah
hal-hal yang saat ini mungkin sudah ada banyak di keliling kita, yaitu kajian-kajian
yang tidak pernah menggunakan ayat-ayat Al-Quran sebagai tema utama, lalu
lebih memilih untuk membahas pendapat-pendapat ulama tertentu atau membahas
tema-tema tertentu yang tidak ada di dalam Al-Quran, misalnya tema bidah.
Alasannya bisa jadi banyak, di antaranya mungkin adalah keterbatasan ilmu si nara
sumber itu sendiri. Tapi alasan lainnya adalah, karena adanya sudut pandang bahwa
akal kita tidak akan mampu dan tidak boleh digunakan untuk memahami Al-Quran
ini.

Yang paling ironis adalah, pada beberapa kajian tertentu, kadang-kadang secara
vulgar malah disebutkan dan diajarkan bahwa akal kita adalah racun dalam
memahami agama kita ini. Jadi, akal kita harus dikunci mati. Kita harus menerima
semua apa kata ustadz apa adanya, lengkap dengan dalil-dalil yang tidak boleh
diutak-atik lagi, dan semua itu harus kita telan ke dalam otak kita meskipun kita
sendiri tidak memahaminya. Inilah awal dari sebuah doktrin. Dan dengan doktrin
seperti ini, akhirnya lahirlah generasi yang menganggap hanya ucapan ustadz-nya
saja-lah yang benar, hanya pendapat ulama-nya saja-lah yang benar, lalu sibuk

membidahkan kelompok yang berbeda pendapat, dan kalau mereka dibantah


dengan dalil yang berbeda, mereka akan membantah pula dengan ucapan:

Ikutilah pendapat ulama kami, jangan ikuti akal-mu, karena akal adalah racun!.

Ini adalah satu contoh hasil doktrinasi yang pada awalnya dimulai dari sudut
pandang yang sederhana, yaitu: Akal kita ini kotor!

Akal menurut Al-Quran

Lalu, bagaimana sebenarnya posisi akal kita menurut Al-Quran?


Mari kita lihat sendiri bagaimana Al-Quran menilai akal kita, misalnya dari ayatayat di bawah ini.

1. Orang-orang kafir adalah orang-orang yang tidak mau menggunakan akal


mereka.

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka


menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena
mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (QS. Al-Maaidah,
surat 5, ayat 58)

2. Kita diperintahkan untuk menggunakan akal kita dalam merenungi kondisi orang
yang sudah tua.

Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia
kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? (QS. Yaasiin, surat
36, ayat 68)

3. Nabi Musa meminta Firaun untuk menggunakan akalnya.

Musa berkata: Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara
keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. (QS. Asy-Syuaraa,
surat 26, ayat 28)

4. Allah memerintahkan kita untuk menggunakan akal kita dalam merenungi tandatanda kebesaran Allah.

Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun


anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak
bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanamtanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS.
Ar-Rad, surat 13, ayat 4)

5. Allah memerintahkan kita untuk menggunakan akal kita dalam memahami AlQuran.

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab,


agar kamu memahaminya. (QS. Yusuf, surat 12, ayat 2)

Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu


memahami(nya). (QS. Az-Zukhruf, surat 43, ayat 3)

6. Orang yang tidak mau menggunakan akal mereka untuk memahami peringatan
yang ada, maka mereka akan masuk ke dalam neraka.

Dan mereka berkata: Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan


itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyalanyala. (QS. Al-Mulk, surat 67, ayat 10)

Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
(QS. Yunus, surat 10, ayat 100)

Dari beberapa ayat di atas, jelas sekali terlihat bahwa sebenarnya akal kita ini
adalah satu hal yang positif. Dan kita wajib menggunakan akal kita untuk
memahami agama kita ini, termasuk di dalamnya adalah untuk memahami AlQuran. Tentu saja, mengakali Al-Quran seperti yang dilakukan oleh kelompok
Liberal adalah satu hal yang dilarang. Tapi menggunakan akal kita secara wajar
untuk memahami agama kita dan memahami Al-Quran adalah suatu keharusan.

Jadi, kalau kita masih menjumpai ada orang-orang yang malah melarang kita untuk
menggunakan akal kita dalam memahami agama kita ini, mari kita sodorkan ayatayat di atas, dan mari kita tanya apa pendapat mereka tentang ayat-ayat tsb.

Akhir kata, sudut pandang yang mengatakan bahwa akal kita kotor adalah sudut
pandang yang tidak bisa dibenarkan. Dan dari sudut pandang ini, akhirnya
muncullah generasi yang tidak mau mempelajari Al-Quran, dan malah sibuk
mempelajari hal-hal lain yang tidak ada di dalam Al-Quran, misalnya tentang
bidah, yang akhirnya mengakibatkan terjadinya pertentangan di mana-mana, lalu
mereka juga pasti akan bersikap mau menang sendiri dalam berdebat, karena
dari awal udah didoktrin untuk mematikan akal mereka. Jadi, mari kita gunakan akal
kita untuk memahami Al-Quran dalam batasan yang wajar, tanpa perlu sibuk
menafsirkan ayat-ayat yang kita memang tidak bisa memahaminya secara
langsung. Jangan ikuti pendapat yang mengatakan bahwa akal kita tidak boleh kita
gunakan untuk memahami Al-Quran, karena justru ayat Al-Quran sendiri-lah yang
memerintahkan kita untuk menggunakan akal kita agar bisa memahami ayat-ayat
tersebut. Dan jangan pula kita mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa AlQuran itu terlalu sulit bagi akal kita, karena Allah sendiri sudah jelas-jelas
menyebutkan bahwa Allah sudah membuat Al-Quran ini mudah, agar kita mampu
mengambil pelajaran darinya.

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah
orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al-Qamar, surat 54, ayat 17, 22, 32, 40)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/08/20949/al-quran-vsakal/#ixzz2Rrrvaeks

Edit Terakhir: 29 April 2013, 23:03:06 oleh wni87

Vous aimerez peut-être aussi