Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DEFINISI
WHO menyatakan definisi stroke sebagai gangguan fungsi cerebral fokal atau

global yang terjadinya mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian tanpa sebab selain gangguan yang bersumber dari sistem
vaskular otak (rapidly developing clinical signs of focal (at times global )disturbance of
cerebral function, lasting more than 24 hours or leading to death with no apparent
cause other than that of vascular origin).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat terdapat sekitar 2 juta kasus stroke hemoragik setiap tahunnya.11
Angka kejadian stroke hemoragik di dunia sekitar 28 dari 100.000 orang per tahunnya.
Proyeksi oleh World Health Organization adalah bahwa sampai tahun 2020 nanti setiap
tahunnya sebanyak 61 juta orang akan mengalami kecacatan akibat stroke. Stroke di
Indonesia juga menunjukkan peningkatan, dengan angka kejadian berkisar pada 51.6
per 100.000 penduduk.4
2.3

VASKULARISASI OTAK
Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem

karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan
vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga
timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Kelainan saraf kranial muncul pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan gangguan
ekstrimitas
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada pembuluh darah ini memberikan
tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba
tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan nervus kranialis,
ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu

dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang
tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler
Semua arteri menyuplai darah otak beranastomosis yang dinamakan dengan
siklus of willisi.1,12,13 Arteri carotis interna merupakan cabang terminal dari arteri carotis
commuis yang merupakan cabang yang berasal dari jantung, bersamaan dengan arteri
subklavia.2,12,13 Arteri vertebralis merupakan cabang dari arteri subklavia, yang memiliki
kaliber 2 sisi.13
Gambar 2. Sirkulus Wilisi 4
2.4 ETIOLOGI
Hipertensi

merupakan

penyebab

terbanyak

(72-81%)

dari

perdarahan

intraserebral. Perdarahan intraserebal dapat terjadi karena pecahnya arteri-arteri kecil.


Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan
intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma,
AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin,
alkohol dan tumor otak.10,11,12,14,15
Hipertensi menyebabkan stroke dengan menyebabkan kerusakan dari pembuluh
darah yang menyebabkan degenerasi dari tunika media dan tunika intima. Lama
kelamaan dinding pembuluh darah melemah dan menyebabkan ruptur intima dan
menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema.
Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan Aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1
mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai
aneurisma Charcot Bouchard.

Gambar 3. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral 17


2.5 PATOFISIOLOGI 2,3,4,5,8,10,12,14,15,16
Adanya perdarahan intraserebral dapat menyebabkan hematom yang merusak
jaringan dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, yang kemudian akan

menyebabkan herniasi otak. Hematom dapat menyebabkan obstruksi dari vena sehingga
melepaskan tromboplastin dan koagulopati di area sekitar hematom.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas
dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga
disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih
sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab
lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui
system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler
sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya
terbatas dalam parenkim otak.
2.6 GEJALA KLINIS
Secara garis besar gejala klinis perdarahan intraserebral (PIS) adalah peningkatan
tekanan intrakranial dan gejala yang berkaitan dengan lokasi hematom. 2,10,14 Awitan
umumnya akut, sering disertai sakit kepala, muntah-muntah, kadang-kadang kejang
pada saat permulaan dan penurunan kesadaran, kerap kali bersifat fatal. Seringkali
terjadi pada saat aktifitas atau peningkatan emosi. 2 Tekanan darah umumnya meninggi,
walaupun kadang-kadang tidak jelas ada riwayat hipertensi. Berdasarkan lokasi dan
jumlah volume dari hematom dapat menyebabkan defisit neurologi yang berbeda.10
PIS biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Sakit kepala hebat dan muntah
yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi tidak
adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai
akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahan subarakhnoid sebab hanya 10%
kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset
PIS.2,10,14
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan kesadaran
pada penderita stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat hebat
sehingga mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat kesadaran. Penurunan
kesadaran menjadi tolok ukur pada penentuan jenis stroke dengan menggunakan skoring
baik dengan Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke Score.

Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade
Hipertensi :
- Mild
- Moderate
- Severe
- Malignant
Hipertensi dapat

: 140-159/90-99 mmHg
: 160-179/100-109 mmHg
: 180-209/110-109 mmHg
: >210/>120 mmHg
dijumpai pada 91% kasus PIS. Hipertensi berkorelasi dengan

tanda fisik lain seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan
fundus okuli bertujuan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif dan
mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang
merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi
dengan ruptur aneurisma.2,4,14,16
Pengukuran nadi penting pada kasus stroke. Jumlah kontraksi jantung yang
dihitung dibandingkan dengan Nadi yang di ukur perlu dilakukan guna mengetahui
adanya pulsus defisit. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate dan nadi 20
x/mnt. Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi
pencetus stroke.
Pemeriksaan kardiovaskular secara keseluruhan perlu dilakukan karena penyakit
jantung dapat menjadi faktor risiko stroke. Misalnya dengan adanya bruits, peningkatan
JVP, dan adanya aritmia, maka bisa jadi stroke yang terjadi adalah akibat tromboemboli.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi,
sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata
dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat
kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan
kedua mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak
horisontal mata dengan ocular bobbing.4,16
Jika terjadi herniasi unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral
lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada
perdarahan mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi
pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada
perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,
pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.2,15,16
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stoke, sedang pada
lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik.
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik.

Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini
biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.18
2.8 DIAGNOSIS 3,9,10
Gold standard dari stroke adalah CT scan, namun terdapat beberapa sistem skoring
yang membantu mengarahkan kecurigaan diagnosis, yaitu skor gajah mada dan Siriraj
Stroke Score. Skor Gajah Mada mencangkup (1) Penurunan kesadaran, (2) Nyeri kepala,
(3) Reflek patologi. Stroke hemoragik dapat ditegakkan dengan 1 dari 3 gejala yaitu
penurunan kesadaran, atau terdapat minimalnya 2 dari 3 gejala. Diagnosis dapat juga
ditegakkan dengan menggunakan rumus siriraj stroke score, yaitu:
(2,5 x penurunan kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x diastol)-(3 x
ateroma)-12
Penurunan kesadaran: 0: komposmentis, 1: somnolen, 2: soporous. Ateroma: 0 (tidak
ada), 1 (ada [Angina, Diabetes, Dislipidemia, penyakit arteri perifer])
Jika skor SSS <-1, maka dapat ditegakkan sebagai stroke iskemik. Jika > +1 stroke
hemoragik. Jika antara itu maka butuh dukungan CT scan.
Cara yang paling tepat untuk membedakan stroke hemoragik dengan stroke non
hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala sesuai score
gadjah mada dan siriraj. 9,14,2,4,6
Pemeriksaan Penunjang 2,4,6,8,12,14,16

Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi

2.10 PENANGANAN2,14,16
1. Penanganan tekanan darah
Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24
jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007
dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada
stroke akut agar dilakukan secara hati-hati. Untuk stroke hemoragik, guideline
tersebut merekomendasikan hal berikut ini:
a. Apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg,
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral 60 mmHg.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA)
d. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
f. Pemakaian obat antihipertensi yang dianjurkan adalah golongan penyekat beta
(labetalol 10-80 mg IV tiap 10 menit sampai 300 mg/hari, atau 0,5-2 mg/menit
drip) dan penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem, 5 mg/jam IV)
2.

Pengurangan tekanan intracranial dan edema serebral


Tinggikan posisi kepala 200 - 300, hindari pemberian cairan glukosa atau cairan
hipotonik, hindari hipertermia, dan jaga normovolernia. Manitol 0,5-1 gr/kgBB
dilanjutkan 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam
dengan target 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi.

3. Neuroproktektor
Memperbaiki defisit neurologi yang terjadi.
a. Citicholin
Mekanisme kerja;
- Level neuronal: menigkatkan pembentukan choline dan menghambat perusakan
-

phophatydilcholine
Level vascular: menigkatkan aliran darah otak, menigkatkan konsumsi oksigen,

menurunkan resistensi vascular


Manfaat klinis: memperbaiki outcome funsional dan menugurangi defisit

neurologis
b. Pirasetam

Mekanisme kerja
Level neuronal:

memperbaiki

fluiditas

membrane

sel,

memperbaiki

neurotransmisi, Menstimulasi adenilate kinase


- Level vascular: mengurangi hiperagegasi platelet, memperbaiki mikrosirkulasi
4. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan
vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml
untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat
Celcius pada penderita panas).
5. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari
(pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
d. Pemakaian pipa nasogastrik tidak >6 minggu
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan
nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan.
Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien yang
mendapat warfarin.
6. Lain-lain
a. Mobilisasi dini
b. Kontrol hipertermi (asetaminofen 650 mg)
c. Obat-obatan untuk stress ulcer
d. Antibiotik untuk menangani infeksi
2.11 PROGNOSIS 1,3,4,6,7
Perdarahan intraserebal yang luas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Angka mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm,

dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Perdarahan lobar memiliki angka
mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan
diameter hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang
dari 20 mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik setelah terserang perdarahan juga penting untuk prognosis
pasien. Apabila kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas
juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior
atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Sebuah penilaian dilakukan untuk
memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3
variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran
perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus,
sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9,
perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya
dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan
tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari
hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Friess, S. and Rebecca I. Stroke and Intracerebal Hemorrhage. In Goldman-Cecil
Medicine 27th ed.New York : Elsevier Saunders. 2016. p:893-906.
2. Kase, C. S. and Ashkan S. Intracerebral Hemorrhage. In Image Guided Intervention 2nd
ed. London : Elsevier Saunders. 2014. p:968-982.
3. Mayer, S. A. Intracerebal Hemorrhage. In Cecil Essential Medicine 9

th

ed. Dellas,

Texas. Elsevier Saunders. 2016. p:2450- 2452.


4. Zebian, B. And Giles C. Spontaneous Intracranial Haemorrhage. Neurosurgery. Elsevier
Inc. Downloaded from ClinicalKey.com at Universitas Andalas July 04, 2016; p: 363367.

5. Provencio, J. J., Ivan R. F. S., and Edward M. M. Intracerebal Hemorrhage New


Challenges and Steps Forward. Neurosurg Clin N Am 24; 2013; p:349359.
6. Al-Khaled, M. and Jurgen E. Prognosis of Intracerebal Hemorrhage After Conservative
Treatment. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases. 2014; 23(2); p:230-234.
7. Asch, C. J. J., et al. Incidence, Case Fatality, and Functional Outcome of Intracerebral
Haemorrhage Over Time, According to Age, Sex, and Ethnic Origin: A Systematic
Review and Meta-Analysis. Lancet Neurol 2010; 9; p:167176.
8. Shah, Q. A., Mustapha A. E., and Adnan I. Q. Acute Hypertension in Intracerebral
Hemorrhage: Pathophysiology and Treatment. Journal of the Neurological Sciences
261. 2007; p:7479.
9. Lamsudin, R. Algoritma Stroke Gadjah Mada Penyusunan dan Validasi untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral dengan Stroke Iskemik Akut atau Stroke
Infark. Berkala Ilmu Kedokteran. 1996; 28(4); p:1-7.
10. Reichart, R. And S. Frank. Intracerebral Hemorrhage, Indication for Surgical Treatment
and Surgical Techniques. The Open Critical Care Medicine Journal. 2011; 4; p:68-71.
11. Keep, R. F., Ya H., and Guohua X. Intracerebral Haemorrhage: Mechanisms of Injury
and Therapeutic Targets. Lancet Neurol. 2012; 11; p:720731.
12. Rossi, C. And Charlotte C. Pathophysiology of Non-Traumatic Intracerebral
Haemorrhage. Oxford Textbook of Stroke and Cerebrovascular Disorder. 2014; p:67-76.
13. Baehr, M. dan M. Frotscher. Suplai Darah dan Gangguan Vaskular Sistem Saraf Pusat.
Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. 2015; p:372-385.
14. Magistris, F., Stephanie B., and Jason M. Intracerebral Haemorrhage: Pathophysiology,
Diagnosis and Management. Clinical Review. MUMJ. 2013; 10(1); p:1-8.
15. Silverman, I. E., and MM Rymer. Intracerebral Hemorrhage. An Atlas of Investigation
and Treatment Hemorrhagic Stroke. 2010; p:1-29.
16. Sastrodiningrat, A. G. Perdarahan Intraserebral Hipertensif. Majalah Kedokteran
Nusantara. 2006; 39(3); p:331-338.
17. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
18. Lumbantobing, S. M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2000; p:12-13.

Vous aimerez peut-être aussi