Vous êtes sur la page 1sur 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perusahaan mempunyai karakteristik pengeluaran yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut akan tampak apabila kita lihat jenis perusahaannya, ada
perusahaan jasa, dagang dan manufaktur. Hal ini akan berdampak pula kepada
perbedaan laporan keuangan yang nantinya diterbitkan oleh perusahaan.
Laporan keuangan harus didukung pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan yang baik. Dalam laporan keuangan terdapat laporan laba-rugi,
laporan posisi keuangan, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan
atas laporan keuangan. Para investor sering melihat laporan keuangan secara
umum, tetapi terlebih khusus investor akan melihat net income/ loss dalam
laporan laba-rugi. Dikarenakan hal tersebut menunjukan kinerja dan hasil dari
suatu perusahaan.
Dalam laporan laba-rugi terdapat akun pendapatan dan beban yang
menunjukan pemasukan dan pengeluaran bagi suatu perusahaan. Beban
merupakan biaya yang telah memberikan manfaat dan menghasilkan suatu
pendapatan. Untuk itu pada tulisan ini akan diterangkan mengenai pengertian,
pengukuran, pengakuan, pengungkapan dan penyajian akun beban.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Beban
Pada umumnya beban (expense) sering dijadikan sinonim kata dengan

biaya (cost), tetapi menurut Soemarso (2013:29) menyatakan bahwa:


Beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau
jasa, yang kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan
laba atau sebagai penurunan dalam aktiva bersih sebagai akibat dari
penggunaan jasa ekonomis dalam menciptakan pendapatan atau pengenaan
pajak oleh badan pemerintah.
Menurut IAI dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan (2007:19),
mendefinisikan beban atau expense adalah sebagai berikut:
Penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam
bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban
yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal.
Suwardjono (2005:683) mengacu pada pendapat Sprouse dan Moonits
mendefinisikan beban sebagai berikut:
Expense is the decrease in net assets as a result of the use of
economic services in the creation of revenues or the imposition
of taxes by govermental unit.
Hilton dalam Suwardjono (2005:683) menjelaskan makna cost, expense,
dan cost of goods sold dan perbedaan diantara ketiga konsep tersebut sebagai
berikut:
Cost is the sacrifice made, usually measured by the resources given up,
to achieve a particular purpose. An expense is the consumption of assets

for the purpose of generating revenue. Cost of goods sold is the expense
measured by the cost of the finished goods sold during a period of time.
2.2

Pengakuan Beban
Menurut IAI dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, (2007:23)

pengakuan beban adalah sebagai berikut:


Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung
antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh.
Kalau manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode
akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan
secara luas atau tak langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas
dasar prosedur alokasi yang rasional dan sistematis. Hal ini sering
diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan
aktiva seperti aktiva tetap, goodwill, paten, merk dagang. Prosedur alokasi
ini dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang
menikmati manfaat ekonomi aktiva yang bersangkutan.
Dalam pernyataan di atas beban merupakan arus keluar atas penggunaan
lain dari harta selama periode dari penyerahan atas produksi barang atau kegiatankegiatan lain yang merupakan operasi utama perusahaan. Beban diakui dalam
laporan laba rugi berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1. Adanya penurunan aktiva yang digunakan oleh perusahaan misalnya
aktiva tetap.
2. Adanya proses produksi untuk menghasilkan barang-barang atau jasa.
3. Adanya kewajiban perusahaan terhadap karyawan misalnya pembayaran
gaji dan upah.
4. Adanya kewajiban perusahaan tanpa diiringi dengan perolehan aktiva,
misalnya garansi produk dan pembayaran bunga pinjaman.
Sementara itu untuk pengakuan beban yang lebih terperinci dapat dilihat
pada Standar Akuntansi Keuangan paragraf 95-98 (2009:15) berikut ini:

95. Beban diakui dalam lapporan laba rugi atas dasar hubungan langsung
antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh.
Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan
(matching of cost with revenues) ini melibatkan pengakuan ppenghasilan
dan beban secara gabungan tau bersamaan yang dihasilkan secar langsung
dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama; misalnya
berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan (cost
or expense of goods sold) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan
yang diperoleh dari penjualan barang. Namun demikian, penerapan konsep
matching dalam kerangka dasar ini tidak memperkenankan pengakuan pos
dalam neraca yang tidak memenuhi definisi aset atau kewajiban.
96. Jika manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode
akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan
secara luas atau tidak langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas
dasar prosedur alokasi yang berkaitan dengan penurunan aset seperti aset
tetap, goodwill, paten, dan merek dagang. Dalam kasus semacam itu,
beban ini disebut penyusutanf atau amortisasi. Prosedur alokasi ini
dimaksud untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati
manfaat ekonomi aset yang bersangkutan.
97. Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak
menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat
ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat, untuk tidak lagi memenuhi
syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aset.
98. Beban diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa
adanya pangakuan aset, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi
produk.
2.3 Pengukuran Beban
Dalam mengukur beban dalam satu periode akuntansi, dibutuhkan
berbagai keputusan atau pertimbangan untuk menentukan bagaimana beban
tersebut akan dialokasikan pada periode-periode selanjutnya yang menunjukkan
adanya pendapatan. Menurut Hendriksen (1999:180) pengukuran beban yang
paling umum adalah:
1. Biaya historis: metode konvensional untuk mengukur beban adalah harga
perolehan historis bagi perusahaan. Alasan utama penganut ini adalah
karena biaya historis diasumsikan dapat diverifikasi karena dapat
menggambarkan pengeluaran perusahaan.

2. Harga berlaku (current prices): ini didasarkan pendapatan biasanya diukur


berdasarkan harga yang sedang berlaku untuk produk, maka seringkali
dikatakan bahwa beban yang ditandingkan terhadap pendapatan ini juga
harus diukur berdasarkan harga berlaku dari barang atau jasa yang
digunakan atau dihabiskan.

2.4 Penyajian Beban


Penyajian beban tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan
termuat dalam laporan laba-rugi. Laporan laba-rugi dapat disusun dalam dua
langkah :
1. Single Step
Penyajiannya semua pendapatan dijumlahkan menjadi satu dikurangi
seluruh beban yang ada pada periode laporan.
2. Multi Step
Penyajiannya adalah pendapatan dikelompokkan menjadi pendapatan
usaha dan pendapatan di luar usaha. Sedangkan beban dikelompokkan
menjadi beban usaha dan di luar usaha. Penyajian dengan langkah ganda
akan dapat dilihat laba yang diperoleh dari usaha dan laba yang
diperoleh dari luar usaha. Laporan laba-rugi hendaklah memuat
beberapa hal:
a. Menuliskan nama perusahaan
b. Menuliskan jenis laporannya dalam hal ini: laporan laba-rugi
c. Menyajikan periode laporan
d. Menyajikan pendapatan dan beban, beban ditulis secara rinci dan
lengkap.

2.5 Pengungkapan Beban


Pengungkapan beban tidak

dapat

dilepaskan

dari pengungkapan

pendapatan. Beban diungkapkan pada laporan laba-rugi sebagai pengurang dari

pendapatan. Beban diungkapkan sebesar nilai yang digunakan dalam rangka


memperoleh penghasilan.

BAB III
KESIMPULAN

3.5 Kesimpulan
Konsep beban dalam akuntansi selalu mengarah pada pendapatan, karena
hasil pendapat bersih yang diterima oleh perusahaan tergantung berapa banyak
beban yang dikeluarkan. Dikarenakan beban merupakan penurunan manfaat
ekonomis suatu perusahaan karena ada sesuatu yang telah dikorbankan untuk
menghasilkan pendapatan. Hal tersebut merupakan suatu intisari dari pengertian
akun beban.
Sebelumnya telah dipaparkan mengenai akun beban dengan beberapa teori
dan analisa. Dengan beberapa aspek, diantaranya adalah pengakuan, pengukuran,
penyajian dan pengungkapan. Beban diakui dengan beberapa mekanisme dan
aturan yang ada pada Standar Akuntansi Keuangan. Beban diukur dengan
menggunakan historical cost dan current price. Sementara itu untuk penyajian
beban diletakan pada laporan laba-rugi dengan mengguntakan single step atau
multi step. Dan diungkapkan dengan benar sesuai dengan fakta pada laporan labarugi.

AKUNTANSI POSITIF:
KASUS I KORUPSI
BANK CENTURY

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks,
berkembang
pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Adapun
pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, praktik fraud
cenderung memiliki modus banyak untuk dilakukan. Fraud dapat terjadi
pada sektor swasta maupun sektor publik.
Pada sektor swasta, banyak terdapat penyimpangan dan kesalahan
yang dilakukan seseorang dalam menafsirkan catatan keuangan. Hal itu
menyebabkan banyaknya kerugian yang besar bukan hanya bagi orangorang yang bekerja pada perusahaan, akan tetapi pada investor-investor
yang menanamkan dananya pada perusahaan tersebut. Seperti pada kasus
BLBI, Bank Bali, dan Bank Century juga telah mengurangi kepercayaan
investor

luar

negeri.

Dengan

demikian

untuk

mengembalikan kepercayaan para investor, praktik akuntansi yang sehat


dan
yang

audit
berkualitas

dibutuhkan

dalam

penyajian

laporan

keuangan

perusahaan.
Dalam ilmu akuntansi terdapat bidang khusus yang dapat
diperdalam untuk menangani kasus fraud dan atau korupsi yaitu akuntansi
forensik dan audit investigatif. Di Amerika profesi yang bergerak di
bidang akuntansi forensik disebut auditor forensik atau pemeriksa fraud

10

bersertifikasi Certified Fraud Examiners (CFE) yang bergabung dalam


Association of Certified Fraud Examiners (ACFE).
Menurut Tuanakotta (2010:4) menyatakan bahwa:
Akuntan forensik memiliki peran yang efektif dalam menyelidiki tindak
kejahatan. Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi
dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk
penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan.
Sedangkan mencari tahu siapa pelaku tindak pidana korupsi masuk
ke wilayah audit, khususnya audit investigatif. Audit investigatif
merupakan audit dengan menggunakan unsur-unsur layaknya penyidik
yang harus memahami akuntansi (untuk memeriksa laporan keuangan),
audit (untuk membuktikan adanya penyimpangan) dan hukum, selain itu
dibutuhkan kemampuan personal auditor dalam mengumpulkan buktibukti.
Terdapat hubungan diantara fraud, akuntansi forensik, audit
investigatif. Hal ini dikarenakan didalam fraud dapat ditindak lanjuti
menggunakan akuntansi forensik dan audit investigatif oleh lembaga yang
berwenang. Dan fraud dapat diklasifikasikan salah satunya dengan
korupsi. Di Indonesia korupsi menjadi hal yang sangat mencuri perhatian
media, dikarenakan sering terlibatnya pejabat negara dalam kasus korupsi.
Salah satu kasus korupsi yang ada di Indonesia dan menjadi pusat
perhatian adalah kasus Bank Century. Sejak awal bank yang diduga
mempunyai indikasi kejanggalan dalam pembentukannya. Hingga
puncaknya Bank Century mendapat predikat Bank gagal berdampak
sistemik. Penyebabnya adalah dikarenakan adanya faktor internal dan
eksternal. Dan akibat yang ditimbulkan adanya Fasilitas Pendanaan Jangka

11

Pendek (bailout) oleh pemerintah dengan nilai sangat fantastis. Tetapi dana
tersebut di korupsi oleh beberapa oknum.
Korupsi tersebut dapat diketahui dengan beberapa momentum,
diantaranya karena adanya penyelidikan, penyidikan, audit investigatif dan
hal yang berkaitan dengan akuntansi forensik. Korupsi merupakan suatu
tindak pidana korupsi, keadaan dimana seseorang atau lebih membuat
negara rugi dengan mengalirkan uangnya kepada pribadi atau kelompok
tertentu. Ini sangat tampak pada kasus Bank Century. Maka dari itu penulis
mengambil kasus korupsi Bank Century dalam tulisan ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Skandal Korupsi Bank Century


2.1.1
Merger Tiga Bank
Pada tanggal 21 Mei 2004, Bank CIC, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank
Pikko Tbk, telah menandatangani kesepakatan untuk melakukan tindakan hukum

12

penyatuan kegiatan usaha dengan cara Penggabungan atau Merger dimana Bank
Century sebagai nama bank hasil merger tersebut.
Para pemegang saham telah menyetujui penggabungan usaha bank-bank
tersebut ke dalam Bank Century sesuai dengan risalah Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPSLB) masing-masing bank yang diaktakan masingmasing dengan Akta No.155 dan No.157 pada tanggal 22 Oktober 2004 dari
Buntario Tigris Darmawa NG, SH, notaris di Jakarta.
Pada tanggal 7 September 2004, Bank mengajukan Pernyataan
Penggabungan kepada BAPEPAM dalam rangka penggabungan usaha dengan
bank-bank yang menggabungkan diri dan telah mendapat pemberitahuan
efektifnya penggabungan tersebut sesuai dengan surat Ketua BAPEPAM No.
S.3232/PM/2004 tanggal 20 Oktober 2004. Peleburan usaha dilaksanakan dengan
syarat dan ketentuan antara lain sebagai berikut:
1. Semua kekayaan dan kewajiban serta operasi, usaha, kegiatan setiap bank
yang menggabungkan diri beralih hukum kepada Bank Century.
2. Semua pemegang saham bank-bank yang bergabung karena hukum
menjadi pemegang saham Bank Century.
3. Bank sebagai Perusahaan hasil penggabungan tetap mempertahankan
eksistensinya sebagai perusahaan terbatas dan sebagai bank umum dengan
memakai nama PT Bank Century Tbk.
4. Semua perusahaan yang menggabungkan diri karena hukum akan bubar
2.1.2

tanpa melakukan likuidasi.


Status Bank Century
Sejak tanggal 29 Desember 2005, Bank Century dinyatakan sebagai Bank

Dalam Pengawasan Intensif sesuai surat BI No7/135/DPwB1/PwB11/Rahasia. Hal


ini karena Surat-Surat Berharga (SSB), valuta asing dan penyaluran kredit yang

13

berpotensi menimbulkan masalah. Status ini terus disandang oleh Bank Century
hingga tanggal 6 November 2008, lalu ditetapkan menjadi Bank Dalam
Pengawasan Khusus (DPK).
Gambar 2.1 Skema Status Bank Century

Sejak tanggal 6 November 2008, PT Bank Century Tbk ditetapkan oleh


Bank Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus (DPK). Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 tanggal 26 Maret 2004, No.
7/38/PBI/2005 tanggal 10 Oktober 2005 dan No. 10/27/PBI/2008 tanggal 30
Oktober 2008, status ini ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan.
Pada tanggal 13 November 2008, PT Bank Century Tbk mengalami
keterlambatan penyetoran dana pre-fund untuk mengikuti kliring dan dana di
Bank Indonesia yang telah berada dibawah saldo minimal, sehingga Bank di
suspend untuk transaksi kliring pada hari tersebut, pada tanggal 14 November
2008 sampai dengan 20 November 2008, transaksi kliring sudah dibuka kembali
namun terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran akibat turunnya
tingkat kepercayaan yang timbul sebagai akibat dari pemberitaan-pemberitaan
seputar ketidak ikut sertaan Bank pada kliring tanggal 13 November 2008.

14

Pada tanggal 20/11/2008, berdasarkan Surat No.10/232/GBI/Rahasia,


Bank Indonesia menetapkan PT Bank Century Tbk sebagai Bank Gagal yang
ditengarai berdampak sistemik. Selanjutnya, sesuai dengan Perppu No. 4 Tahun
2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) melalui Keputusan No. 04/KSSK.03/2008 tanggal 21
November 2008 menetapkan PT Bank Century Tbk sebagai bank gagal yang
berdampak sistemik dan menyerahkan penanganannya kepada Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS). Sesuai dengan Pasal 40 UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS,
terhitung sejak LPS melakukan penanganan bank gagal, maka LPS mengambil
alih segala hak dan wewenang RUPS, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau
kepentingan lain pada bank dimaksud.
2.1.3
Kronologi Kasus Bank Century
1. Pada tahun 1989, Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest
Corporation (Bank CIC). Namun, sesaat setelah Bank CIC melakukan
penawaran umum terbatas alias rights issue pertama pada Maret 1999,
Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan
oleh Bank Indonesia.
2. Pada tahun 2004, dari merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank
CIC berdirilah Bank Century.
3. Pada tahun 2008 beberapa nasabah besar Bank Century menarik dana
yang disimpan di bank besutan Robert Tantular (pemegang saham
Bank Century) itu, sehingga Bank Century mengalami kesulitan
likuiditas. Diantara nasabah besar itu adalah Budi Sampoerna, PT
Timah, dan PT Jamsostek.
4. Pada 1 Oktober 2008, Budi Sampoerna tak dapat menarik uangnya
yang mencapai Rp 2 triliun di Bank Century. Sepekan kemudian, bos

15

Bank Century Robert Tantular membujuk Budi dan anaknya yang


bernama Sunaryo, agar menjadi pemegang saham dengan alasan Bank
Century mengalami kesulitan likuiditas.
5. Pada 15 Oktober 2008, Bank Indonesia (BI) mewajibkan Robert
Tantular, Rafat Ali Rizvi (RAR), dan Hesham Al Warraq (HAW) yang
menguasai 70% saham Bank Century untuk menandatangani Letter of
Commitment (LoC) yang berisi bahwa mereka bertiga tersebut
bertanggung jawab atas kelangsungan operasional Bank Century.
6. Pada 13 November 2008, Gubernur Bank Indonesia Boediono
membenarkan Bank Century kalah kliring atau tidak bisa membayar
dana permintaan dari nasabah sehingga terjadi rush.
7. Pada 14 November 2008, Bank Century mengajukan permohonan
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dengan alasan sulit
mendapat pendanaan.
8. Pada 20 November 2008, Bank Indonesia menyampaikan surat kepada
Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan
menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Selaku Ketua Komite
Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), Sri Mulyani langsung menggelar
rapat untuk membahas nasib Bank Century. Dalam rapat tersebut,
Bank Indonesia melalui data per 31 Oktober 2008 mengumumkan
bahwa rasio kecukupan modal atau Current Adequacy Ratio (CAR)
Bank Century minus hingga 3,52 persen. Diputuskan, guna menambah
kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah
sebesar Rp 632 miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan
timbul dampak sistemik jika Bank Century di likuidasi. Dan

16

menyerahkan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan


(LPS).
9. Pada 23 November 2008, Lembaga Penjamin Simpanan langsung
mengucurkan dana Rp 2,776 triliun kepada Bank Century. Bank
Indonesia menilai CAR sebesar 8 persen dibutuhkan dana sebesar Rp
2,655 triliun. Dalam peraturan Lembaga Penjamin Simpanan,
dikatakan bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa
mencapai 10 persen, yaitu Rp 2,776 triliun.
10. Pada 26 November 2008, Robert Tantular ditangkap di kantornya di
Gedung Sentral Senayan II lantai 21 dan langsung ditahan di Rumah
Tahanan Markas Besar Polri. Robert diduga mempengaruhi kebijakan
direksi sehingga mengakibatkan Bank Century gagal kliring. Dan
diduga melakukan tindak pidana korupsi.
11. Periode November hingga Desember 2008, dana pihak ketiga yang
ditarik nasabah dari Bank Century sebesar Rp 5,67 triliun.
12. Pada bulan Desember 2008 Lembaga Penjamin

Simpanan

mengucurkan untuk kedua kalinya sebesar Rp 2,201 triliun. Dana


tersebut dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat
kesehatan bank.
13. Pada 3 Februari 2009, Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan lagi
Rp 1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil
assesment Bank Indonesia, atas perhitungan direksi Bank Century.
14. Pada 29 Mei 2009, Kabareskrim Susno Duadji memasilitasi pertemuan
antara pimpinan Bank Century dan pihak Budi Sampoerna di
kantornya. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Bank Century akan

17

mencairkan dana Budi Sampoerna senilai US$ 58 juta dari total Rp 2


triliun dalam bentuk rupiah.
15. Pada bulan Juni 2009, Bank Century mengaku mulai mencairkan dana
Budi Sampoerna yang diselewengkan Robert Tantular sekitar US$ 18
juta, atau sepadan dengan Rp 180 miliar. Namun, hal ini dibantah
pengacara Budi Sampoerna, Lucas, yang menyatakan bahwa Bank
Century belum membayar sepeserpun pada kliennya.
16. Pada bulan Juli 2009, KPK melayangkan surat permohonan kapada
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap
Bank Century. Audit investigatif yang dilakukan oleh BPK pada tahun
2009 menghasilkan sembilan temuan yang berindikasi adanya
kejanggalan dalam proses bailout Bank Century.
17. Pada 21 Juli 2009, Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan lagi Rp
630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Keputusan
tersebut juga berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia atas hasil
audit kantor akuntan publik. Sehingga total dana yang dikucurkan
mencapai Rp 6,762 triliun.
18. Pada 12 Agustus 2009, mantan Direktur Utama Bank Century
Hermanus Hasan Muslim divonis 3 tahun penjara karena terbukti
menggelapkan dana nasabah Rp 1,6 triliun.
19. Pada tahun 2011, BPK melaksanakan pemeriksaan keuangan lanjutan
terhadap Bank Century dan menghasilkan 13 temuan. Proses ini sering
disebut dengan audit forensik oleh BPK terhadap Bank Century
dikarenakan

adanya

indikasi

korupsi

dan

kerugian

negara,

sebagaimana hasil temuan awal audit investigatif pada tahun 2009.

18

20. Pada tahun 2013, tersangka kasus Bank Century yaitu Budi Mulya
(mantan deputi gubernur BI) menjalani persidangannya dalam
Pengadilan Tipikor dan menghadirkan Sri Mulyani dan Boediono
sebagai saksi didalam persidangan.
21. Pada tahun 2015, sejauh ini yang diduga tersangka terkait kerugian
negara sekitar 6,7 triliun dengan adanya bailout Bank Century adalah
Robert Tantular, Hermanus Hasan Muslim, Anton Tantular, Hartawan
Aluwi, Hendro Wiyanto, Hesham Al Warraq, Rafat Ali Rizvi, Theresia
Dewi Tantular. Mereka tersebut adalah pihak internal Bank Century,
sedangkan pihak eksternal yang diduga terkait adalah Budi Mulya.
22. Nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara. Hingga tahun
2016 Bank Mutiara berganti nama dengan Bank J Trust Indonesia yang
diakuisisi oleh perusahaan Jepang. Dan proses penegakan hukum
belum menemukan novum (bukti baru).
2.1.4 Hasil Audit Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan
Audit investigatif tahap satu dilakukan pada tahun 2009, sedangkan
pemeriksaan lanjutan (audit atau akuntansi forensik) dilakukan pada tahun 2011.
Untuk uraian kali ini akan dibahas hasil audit investigatif tahap satu yang
dilakukan pada tahun 2009. Dalam hasil pemeriksaan investigasi ini, BPK
menemukan beberapa hal penting diantaranya:
1. BI tidak tegas dan tidak prudent dalam menerapkan aturan dan
persyaratan akuisisi dan merger yang ditetapkannya sendiri dalam
merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac menjadi Bank
Century.
2. BI tidak tegas dalam melaksanakan pengawasan atas Bank Century
sehingga permasalahan yang dihadapi Bank Century sejak merger

19

tahun 2004 tidak terselesaikan. Sehingga, pada akhirnya ditetapkan


sebagai bank gagal berdampak sistemik dan diselamatkan oleh LPS
pada tanggal 21 November 2008.
3. Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank
Century dilakukan BI dengan cara mengubah ketentuan dan
pelaksanaan pemberiannya tidak sesuai ketentuan.
4. Penentuan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak
didasarkan pada data dan informasi yang lengkap dan mutakhir dari BI
mengenai kondisi Bank Century yang sesungguhnya.
5. Penyerahan penanganan Bank Century kepada Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) sesuai Undang Undang No.24 Tahun 2004 tentang
LPS dan pembahasan tambahan Penyertaan Modal Sementara (PMS)
kepada Bank Century dilakukan oleh Komite Koordinasi (KK) yang
kelembagaannya

belum

dibentuk

berdasarkan

undang-undang.

Sehingga, dapat mempengaruhi status hukum atas keberadaan KK dan


penanganan Bank Century oleh LPS
6. Proses penanganan Bank Century oleh LPS tidak didukung
perhitungan

perkiraan

biaya

penanganan.

Tidak

dibahasnya

penambahan PMS secara lengkap dengan KK. Perubahan peraturan


Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) patut diduga agar Bank Century
dapat memperoleh tambahan PMS untuk kebutuhan likuiditas. Dan,
adanya penyaluran PMS kepada Bank Century yang sejak 18
Desember 2008 tidak memiliki dasar hukum.
7. Bank Century melakukan pembayaran dana pihak ketiga, selama bank
ini berstatus sebagai bank Dalam Pengawasan Khusus sebesar Rp
938.654 juta.

20

8. Penggelapan dana kas valas sebesar USD 18 juta dan pemecahan 247
NCD (Negotiable Certificate of Deposit) masing-masing nominal Rp 2
miliar.
9. Praktek-praktek tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan
oleh pengurus bank, pemegang saham, dan pihak-pihak terkait dalam
pengelolaan bank yang merugikan Bank Century.

Sementara untuk temuan BPK terkait penggabungan tiga bank yang


menjadi Bank Century adalah sebagai berikut:
1 Akuisi Bank Danpac dan Bank Pikko tidak sesuai dengan ketentuan BI.
2 Surat izin akuisisi Chinkara atas Bank Pikko dan Bank Danpac tetap
dilakukan meskipun terdapat indikasi praktek perbankan yang tidak sehat
3

dan perbuatan melawan hukum yang melibatkan Chinkara.


BI menghindari penutupan Bank CIC dengan memasukan bank tersebut di

dalam skema merger.


Tidak membatalkan persetujuan akuisisi meskipun tahun 2001-2003 hasil
pemeriksaan BI pada ketiga bank tersebut ditemukan indikasi pelanggaran

yang signifikan.
Adanya perlakuan Surat-Surat Berharga (SSB) yang semula macet
menjadi lancar dengan rekomendasi KEP (Komite Evaluasi Perbankan).

BAB III
ANALISA KASUS

21

3.1 Hubungan Kasus Dengan Teori Akuntansi


Dalam menganalisa sebuah kasus kelompok kami menggunakan beberapa
teori yang berhubungan dengan bidang akuntansi. Dikarenakan kasus korupsi
yang telah dipaparkan sebelumnya mempunyai keterkaitan dengan akuntansi
forensik, audit investigatif dan tentu korupsi termasuk jenis fraud.
Maka dari itu penulis akan membahas kasus dikombinasikan dengan teori
pendukung sesuai bidang akuntansi. Walau bagaimanapun didalam kasus korupsi
terdapat beberapa aspek, diantaranya aspek hukum, akuntansi, sosial dan politik.
Korupsi merupakan penyakit yang membuat suatu negara akan hancur apabila
tidak ditangani dengan baik.
3.1.1
Landasan Teori
3.1.1.1
Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik menurut Tuanakotta (2010: 4) adalah sebagai berikut:
Penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada
masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar
pengadilan.
Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun swasta,
sehingga apabila memasukkan pihak yang berbeda maka akuntansi forensik
menurut D. Larry Crumbey dalam Tuanakotta (2010: 5) mengemukakan bahwa:
Secara sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi
yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam
kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan yudisial, atau tinjauan administratif.
Gambar I: Diagram Akuntansi Forensik

22

Kerugian merupakan titik pertama dalam segitiga akuntansi forensik. Titik


kedua adalah tindakan/perbuatan melawan hukum yang dapat menimbulkan
tuntutan akibat terjadi kerugian. Titik ketiga menunjukkan adanya keterkaitan
antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum. Berikut ini segitiga akuntansi
forensik yang menjelaskan hubungan kualitas antara kerugian dengan perbuatan
melawan hukum.
Gambar 2: Segitiga Akuntansi Forensik

Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah ranah para ahli
dan praktisi hukum, sedangkan perhitungan besarnya kerugian yang timbul karena
perbuatan melawan hukum adalah ranah akuntan forensik. Akuntan forensik
membantu para ahli dan praktisi hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang
bukti untuk menentukan hubungan kausalitas tersebut. Segitiga akuntansi
forensik, selain menjelaskan hubungan kausalitas antara kerugian dengan
perbuatan melawan hukum, juga menjelaskan hubungan antara ilmu akuntansi,
hukum, dan auditing.
Menurut Sukanto (2009) menyatakan tujuan audit investigatif adalah
sebagai berikut:

23

Tujuan utama dari audit investigatif bukan untuk mencari siapa


pelakunya, namun menekankan pada bagaimana kejadian sebenarnya
(search the truth), setelah kejadian sebenarnya terungkap, secara otomatis
pelaku fraud akan didapat.
3.1.1.2
Kecurangan (Fraud)
Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal
yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia. Menurut Sukanto (2009)
pengertian fraud adalah sebagai berikut:
Penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian pihak lain
dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau
kelompoknya.
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang
sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP, 2008: 14-17) yaitu sebagai
berikut:
1. Greed (keserakahan)
2. Opportunity (kesempatan)
3. Need (kebutuhan)
4. Expossure (penfgungkapan)
Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku
fraud atau disebut faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban.
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Tuanakotta
(2010: 195-204) membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi
berdasarkan perbuatan, hal tersebut dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini:
Gambar 3: Fraud Tree

24

3.1.1.3

Korupsi (Corruption)

Menurut Tuanakotta (2010) pengertian korupsi adalah sebagai berikut:


Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan di sektor pemerintahan untuk
keuntungan pribadi, meliputi penjualan kekayaan negara secara tidak sah
oleh pejabat, kickbacks dalam pengadaan di sektor pemerintahan,
penyuapan, dan pencucian dana-dana pemerintah.
Menurut UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 pasal 2
menyatakan bahwa:
Korupsi adalah tindakan orang yang melawan hukum dengan melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Istilah korupsi pada UU No. 31 tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana
korupsi bukan empat seperti gambar di fraud tree, yaitu conflict of interest,
bribery, illegal gratuities, dan economic extortion. Conflict of interest atau
benturan kepentingan sering ditemui dalam bentuk bisnis pejabat/penguasa dan
keluarga serta kroni-kroninya. Bribery atau penyuapan merupakan hal yang sering
dijumpai dalam kehidupan bisnis dan politik di Indonesia. Iillegal gratuities
Pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan, hal
itu juga sering dijumpai dalam kehidupan bisnis dan politik di Indonesia.
Economic extortion merupakan ancaman terhadap rekanan, ancaman ini bisa
secara terselubung atau terbuka.

25

3.1

Analisa Kasus
Dalam kasus korupsi Bank Century terdapat banyak sekali kepentingan

didalamnya yang melibatkan berbagai pihak. Dari mulai pihak swasta,


pemerintahan sampai dengan akademisi dan praktisi. Kasus Korupsi Bank
Century dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya akuntansi, hukum, dan
sosial.
Sebelumnya telah dipaparkan bagaimana sejarah, kronologis, hingga hasil
audit investigatif oleh BPK. Penulis menganalisa pemberian Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek (FPJP) oleh pemerintah tidak cukup baik. Dikarenakan
berdasarkan temuan audit investigatif BPK dan berbagai kajian pustaka, penulis
mendapatkan adanya kerugian negara pada proses bailout tersebut.
Walau bagaimanapun hal tersebut dapat dilihat dari berbagai sisi, dimana
ada sisi pengambil kebijakan yang dilakukan oleh Sri Mulyani dan Boediono
menjadi perdebatan. Apakah tepat atau tidak kebijakan bailout tersebut dilakukan.
Dikarenakan adanya krisis global yang ditakutkan akan mempengaruhi
perekonomian Indonesia pada tahun 2008 akan sama dengan yang terjadi pada
tahun 1998, apabila keputusan bailout Bank Century tidak dilakukan. Dan
akhirnya para pengambil kebijakan Sri Mulyani dan Boediono memutuskan untuk
menyatakan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, apabila
tidak dilakukan bailout.
Ada dua sisi penilaian dalam kasus Bank Century, sebagaimana sebulumya
dijelaskan. Hal tersebut penulis ungkapkan karena diharapkan pembaca dapat
melihat dua sisi yang berbeda dalan pengambilan keputusan Bank Century. Tetapi

26

penulis mempunyai dasar teori tentang korupsi, akuntansi forensik, audit


investigatif dan fraud. Dimana suatu tindak pidana korupsi yang merupakan
kejahatan yang merugikan negara dilakukan oleh para pejabat untuk suatu
keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Korupsi dibagi menjadi beberapa klasifikasi dan merupakan bagian dari
fraud, yang umumnya di Indonesia ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) bekerjasama dengan Bada Pemeriksa Keuangan (BPK). Kedua lembaga
tersebut adalah lembaga yang kompeten untuk melihat suatu kasus dari sisi
akuntansi forensik dan audit investigatif. Keduanya merupakan bidang ilmu
akuntansi yang berguna untuk melakukan pemeriksaan keuangan, dan
menentukan kerugian negara yang timbul dari korupsi. Dan KPK dapat
menetapkan tersangka korupsi di Indonesia.
Analisa penulis berdasarkan paparan sebelumnya dan kajian pustka dari
berbagai sumber, terlebih khusus dengan adanya hasil investigatif oleh BPK
teradap Bank Century yang menghasilkan 9 temuan, analisa tersbut akan dapat
dipahami dari beberapa poin berikut ini:
1. Sejak kisah meleburnya (merger) tiga bank hingga penggelapan dana
atau korupsi pada Bank Century. Pada intinya, temuan-temuan yang
ada mencoba mengkonfirmasi satu hal, yaitu bahwa penyelamatan
Bank Century adalah sebuah keputusan yang keliru dan diambil
dengan tidak memperhatikan berbagai catatan praktek perbankan yang
tidak sehat juga kinerja perbankan yang buruk.

27

2. Keputusan menggelontorkan dana hingga triliunan rupiah terhadap


Bank Century sangat beresiko untuk diselewengkan
3. Terdapat indikasi korupsi pada proses bailout Bank Century dan
pembentukan hingga perjalanan Bank Century.
Indikasi korupsi terlihat sebelum penggabungan Bank Danpac, Bank Pikko
dan Bank CIC memiliki permasalahan terkait Surat-Surat Berharga (SSB) dan
Capital Adequacy Ratio (CAR). Merger ini diduga untuk menghindari penutupan
Bank Pikko dan Bank CIC yang kondisinya tidak sehat. Sejak penggabungan,
status Bank Century selalu bermasalah. Terdapat beberapa indikasi pelanggaran
yang terjadi pada saat proses merger ini. BI diduga memberikan kelonggaran
terhadap persyaratan merger yaitu dengan:
1 Aset SSB yang semula dinyatakan macet oleh BI kemudian dianggap
2

lancar untuk memenuhi performa CAR.


Tetap mempertahankan pemegang saham pengendali yang tidak lulus fit

3
4

and proper test.


Komisaris dan Direksi Bank ditunjuk tanpa fit and proper test.
Audit KAP atas laporan keuangan Bank Pikko dan Bank CIC dinyatakan
disclaimer.

28

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Sejak awal didirikan Bank Century terindikasi adanya suatu pelanggaran
atau bahkan ada indikasi korupsi pada proses merger. Setelah berjalan beberapa
tahun kinerja keuangan yang kurang memuaskan dengan ditunjukannya CAR
yang buruk, dan puncaknya adanya kalah kliring dalam Bank Century. Pada
akhirnya Bank Century mengalami kesulitan liuiditas, kemudian memohon
bailout kepada pemerintah. Keputusan yang krusial dan penuh pertimbangan
diambil oleh pemerintah untuk memberikan bailout tersebut.
Proses bailout yang membengkak dari ratusan milyar hingga nominal 6,7
triliun. Nominal tersebut yang diduga kerugian negara. Dana yang mengalir untuk
menjadikan Bank Century sehat, diduga digunakan oleh beberapa oknum pemilik
saham Bank Century untuk dilakukan korupsi. Apabila ditinjau dari aspek
akuntansi terlihat bagaimana sikap skeptis dan konservatisme kurang dari
pengambil keputusan bailout Bank Century.
Hal tersebut bisa terungkap karena adanya lembaga negara yang
mempunyai wewenang untuk melakukan audit investigatif dan akuntansi forensik.
Ilmu tersebut mendukung proses hukum bagi koruptor yang telah merugikan
negara, dan hanya mementingkan keperluan pribadi atau kelompok lain
dibandingkan dengan negaranya sendiri. Proses korupsi terjadi dengan mulainya

29

fraud, karena korupsi merupakan bagian dari fraud. Korupsi merupakan kejahatan
luar biasa bagi Indonesia.

4.2 Saran
Untuk mencegah tindak pidana korupsi ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya adalah regulasi dan sistem yang baik. Disamping itu
dalam kasus korupsi Bank Century diperlukan data yang baik untuk menjadi dasar
bagi pemangku kebijakan yang strategis. Hal tersebut diperlukan karena
mempunyai dampak bagi perekonomian Indonesia. Dari aspek akuntansi ada yang
disebut dengan konservatisme atau kehati-hatian. Hal ini yang diperlukan untuk
para pengambil keputusan, dalam bahasan ini adalah pengambil keputusan bailout
Bank Century.

30

AKUNTANSI POSITIF:
KASUS II KORUPSI
DANA HAJI

31

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) baik
dari sisi dampaknya maupun dari sisi modus operandinya. Dari sisi dampak,
korupsi sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan perekonomian negara,
misalnya dalam sektor swasta, korupsi dapat meningkatkan biaya (high cost),
karena pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Korupsi dapat
juga berdampak pada penurunan kualitas pelayanan pemerintahan dan menambah
beban anggaran pemerintah. Dari sisi UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
dirubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001, setidak-tidaknya ada 4 (empat) alasan
sehingga korupsi harus diberantas, yakni (1) merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, (2) menghambat pembangunan nasional, (3) tindak pidana
korupsi telah terjadi secara meluas, dan (4) merupakan pelanggaran terhadap hakhak sosial dan ekonomi masyarakat.
Salah satu kasus korupsi yang mendera Indonesia terjadi pada Menteri
Agama Suryadharma Ali pada era jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Yang sangat memprihatinkan adalah dimana kasus korupsi dilakukan pada ranah
agama dana naik haji. Sungguh ironis dimana umat yang mempunyai semangat
dalam beribadah haji, dihadapkan oleh kasus korupsi pada lembaga yang

32

membidanginya. Pada tahun 2009 Badan Pemeriksa Keuangan telah melakukan


audit perihal kasus tersebut, dan telah menemukan beberapa kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Dari mulai temuan adanya mark up biaya (beban) sehingga
terjadi selisih harga. Hingga adanya prosedur yang tidak ditaati pada
pelaksanaannya. Hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil
kasus korupsi dana haji yang secara implisit atau bahkan eksplist berhubungan
dengan akuntansi normatif mengenai beban (biaya). Selain ditambah dengan
kasus korupsi Bank Century yang telah kami bahas sebelumnya untuk menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca.
Pada kasus ini penulis didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2010-2011. Yang melakukan
research perihal penyelenggaraan ibadah haji. Beberapa temuan yang dihasilkan
diantaranya adanya indikasi korupsi pada lembaga penyelenggara haji tersebut.
Salah satu dugaan nya adalah dengan mark up Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH). Hal ini terkonfirmasi akhirnya pada penyelidikan Komisi Pemberantasan
Korupsi pada tahun 2012-2013. Yang akhirnya ditetapkan tersangka Menteri
Agama Suryadharma Ali, yang menjabat menteri sejak tahun 2009 pada
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Tersangka tersebut dikenakan pasal
tindak pidana korupsi oleh KPK, dan diduga telah menyelewengkan dana ibadah
haji yang dinaungi oleh lembaga yang dipimpinnya.

33

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengelolaan Tabungan Haji


Sejak Tahun 2004, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor: D/200 Tahun
2004 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran Haji, calon jamaah haji melakukan
penyetoran tabungan kepada Bank Penerima Setoran (BPS) sebesar Rp
20.000.000. Dana tersebut kemudian ditransfer ke rekening Menteri Agama pada
BPS Pusat untuk mendapatkan nomor porsi dari Sistem Komputerisasi Haji
Terpadu (SISKOHAT). Sejak Februari 2010, nilai setoran awal haji biasa
dinaikkan menjadi Rp. 25 juta.
Untuk jemaah haji khusus, sejak maret 2008 dibuka pendaftaran sepanjang
tahun dengan setoran awal sebesar US$ 3.000 ke rekening menteri agama
pada BPS Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) (Perdirjen PHU No.D/84
tahun 2008). Kemudian sejak Februari 2010, nilai setoran awal jamaah haji
khusus dinaikan menjadi US$ 4.000.
Seluruh pengeluaran untuk penyelenggaraan ibadah haji selama satu
musim haji dibebankan sesuai dengan manfaat periode yang bersangkutan
(accrual basis). Untuk beban yang terjadi setelah periode pelaporan namun belum
dicatat sebagai kewajiban sampai dengan ditetapkannya Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (BPIH) tahun berikutnya menjadi beban Dana Abadi Umat (DAU).
Beban-beban yang terjadi setelah ditetapkannya BPIH tahun berikutnya menjadi
beban BPIH tahun berikutnya.

34

Sejak tahun 2004 hingga april 2007, seluruh dana setoran awal jamaah haji
ditempatkan pada rekening giro atas nama menteri agama, sejak bulan April 2007
sebagian besar dari total dana setoran awal (maksimal 95% dari saldo) pada BPS
ditempatkan juga pada deposito pada BPS yang bersangkutan. Mulai April 2009
sebagian dari dana setoran awal jamaah dan Dana Abadi Umat (DAU)
ditempatkan pada surat berharga syariah negara atau sukuk.
Maka dari itu dapat disimpulkan, potensi pendapatan jasa bunga yang
semakin besar sejalan dengan makin besarnya jumlah waiting list dan jasa bunga
(Bunga Sukuk > Deposito > Giro). Dan Deposito dengan semakin besarnya nilai
simpanan nasabah maka peluang untuk mendapatkan jasa bunga lebih besar
(diatas Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau counter rate / premium).
2.1 Modus Dan Celah Dugaan Perampokan Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (BPIH)
Berikut ini terdapat modus dan celah yang dapat dilakukan oleh oknum
Departemen

Agama

dalam

dugaan

perampokan

atau

korupsi

Biaya

Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH):


1. Mark up harga satuan biaya (BPIH):
a. Saat Perencanaan dan Penyusunan BPIH (Kemenag dan
Komisi VIII DPR).
b. Pada saat pelaporan realisasi BPIH (laporan keuangan), hingga
saat pemeriksaan BPK hanya sebatas penyajian laporan
keuangan BPIH. BPK belum pernah melakukan audit
investigatif atau Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
terhadap realisasi BPIH pada Kemenag.
2. Mark up jumlah kegiatan/komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah
Haji (BPIH)

35

Yang ditanggung oleh jamaah, dimana salah satunya dengan


memperbanyak komponen biaya tidak langsung (indirect cost).
Dengan semakin besarnya nilai jasa bunga tabungan, deposito, giro
dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dari setoran awal
jamaah, maka semakin banyak dana yang bisa disiasati/ditilep.
3. Anggaran ganda (double budgeting bahkan triple budgeting)
Dimana anggaran kegiatan sudah ditanggung oleh APBN dan juga
APBD tetapi masih juga diambil dari uang setoran jamah. Ini
biasanya untuk pos belanja operasional, pemeliharaan serta honor
tugas rutin kementerian agama (pusat sampai daerah).
Berikut ini perbandingan rincian biaya haji (BPIH) 2010/ 1431 H, dalam
sudut pandang Indonesia Corruption Watch dengan kesepakatan Kemenag dan
DPR (US$):

36

BAB III
ANALISA KASUS

3.1 Analisa Kasus


Analisa yang kami dapat ambil dengan adanya kasus tersebut adalah
adanya dugaan mark up pada laporan keuangan, terlebih khusus pada akun beban
(biaya). Hal tersebut menunjukan penyajian dan pengungkapan pada akun beban
diduga terindikasi adanya kesalahan dan dugaan korupsi. Sementara untuk
perbandingan perhitungan BPIH 2010 (1431 H) yang dilakukan oleh Depag dan
ICW, maka kesimpulan (ICW) yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:

37

1. Jika keseluruhan biaya haji (direct dan indirect cost) ditanggung oleh
jemaah maka total BPIH yang dibayar jamaah adalah US$ 3.585,9.
2. Jika hasil jasa bunga setoran awal sebesar Rp.1,051 triliun (setara US$
110.647.546) digunakan sebagai tambahan BPIH, maka jumlah BPIH
(direct cost) yang dibayar oleh jamaah menjadi US$ 3.015,6 (US$ 3.585,9
US$ 570,3).
3. Maka Kesepakatan Kemenag dan Komisi VII DPR untuk BPIH tahun
2010/1431H

rata-rata perjamaah sebesar US$.3.912,3 adalah sangat

kemahalan dan merugikan jamaah. Karena seharusnya total BPIH (direct


dan indirect) yang wajar hanya US$ 3.585,9.
4. Sehingga potensi kerugian jemaah (korupsi) pada BPIH 2010/1431H
adalah sebesar US$.326,4/jamaah atau keseluruhan jamaah sebesar US$
63,330 juta (atau setara dengan Rp.601,643 miliar).
Dugaan Korupsi, berupa pelanggaran terhadap UU Haji dan Keputusan
Menteri Agama (KMA) terkait belanja beban dan operasional petugas haji yang
juga diambil dari setoran (bunga) jamaah haji (double budgeting). Ini terbukti
pada tahun 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki kasus
dugaan tindak pidana korupsi dana haji di Kementrian Agama. Hal ini selaras
pada paparan diatas yang menemukan dugaan indikasi korupsi pada tahun 20092010 yang merupakan research dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch
(ICW). Analisa kelompok kami adanya hubungan research pada tahun 2010 yang
dilakukan oleh ICW terhadap temuan KPK pada tahun 2013. Karena adanya
hubungan sebab dan akibat. Berdasarkan audit PPATK pada tahun 2013, diduga
ada transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas

38

penggunaannya. PPATK mengatakan, ada indikasi dana haji ditempatkan di suatu


bank tanpa ada standarisasi penempatan yang jelas.
KPK melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan dana haji tahun
anggaran 2012-2013. Saat itu, selain pengadaan barang dan jasa, komisi
antirasuah itu juga menyelidiki Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan
pihak-pihak yang diduga mendapatkan fasilitas pergi haji. Dan pada akhirnya
KPK menetapkan tersangka Menteri Agama Suryadharma Ali dengan disangka
melakukan perbuatan melawan hukum dan menyaahgunakan kewenangan
sehingga terjadinya kerugian negara. Dan dikenai pasal tindak pidana korupsi.
Dugaan tersebut diperluas dengan adanya penyelewengan dana BPIH untuk
membiayai sejumlah pejabat Kemenag.

39

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan
Kasus korupsi yang mendera Kementrian Agama sungguh ironis, dimana

objek korupsi nya adalah ibadah ke tanah suci. Dugaan adanya mark up biaya
(beban) menyebabkan kerugian negara oleh penyimpang kewenangan. Beban
(biaya) tidak disajikan dan diungkapkan dengan sebenarnya, mungkin sejak dari
pengakuan dan pengukuran diduga sudah terjadinya indikasi perbuatan korupsi.
Research yang dilakukan oleh ICW pada tahun 2010 menghasilkan temuan
adanya indikasi korupsi telah terkonfirmasi dengan adanya penyelidikan dan
penyidikan oleh KPK pada tahun 2013. Ini merupakan kontribusi oleh lembaga
swasta yang mempunyai keandalan dan kesadaran yang tinggi terhadap
munculnya korupsi di Indonesia.
4.2
Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah dimana kita sebagai pribadi
diharapkan untuk mengeluarkan suatu pendapat sesuai dengan kenyataan yang
ada. Terlebih khusus bagi seorang akuntan yang bertugas untuk menyusun
anggaran dan laporan keuangan, beban harus mulai diakui, disajikan dan
diungkapkan dengan nyata. Kemudian diharapkan kepada pembaca bisa
mengambil hikmah yang sama, yaitu keinginan anti korupsi dan berkontribusi
untuk pencegahan atau penindakan anti korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

40

Association of Certified Fraud Examiners. Report to the Nation on Occupational


Fraud and Abuse. 2008.
BPKP. Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional. Pusat Pendidikan Pelatihan dan
Pengawasan BPKP. Jakarta. 2008.
Crumbley. D. Larry. Forensic and Investigative Accounting. CCH Group: ISBN
0808013653. 2005.
Eldon S. Hendriksen. 1999. Teori Akuntansi .Jilid 1. Edisi keempat.
Diterjemahkan oleh: Drs. Ak. Wim Liyono. Erlangga. Jakarta.
IAI. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
IAI. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
Soemarso. 2013. Akuntansi Suatu Pengantar. Salemba Empat. Jakarta.
Sukanto, Eman. 2009. Perbandingan Persepsi Antara Kelompok Auditor
Internal, Akuntan Publik dan Auditor Pemerintah Terhadap Penugasan
Audit Kecurangan (Fraud Audit) da Profil Auditor Kecurangan (Fraud
Auditor). Universitas Dipenogoro. Semarang.
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi, Perekayasaan Laporan Keuangan. BPFE.
Yogyakarta.
T.M. Tuanakotta. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba
Empat. 2010.
www.antikorupsi.org. Indonesia Corruption Watch. Menyelamatkan Haji dan
Investasi Pemberantasan Korupsi. Jakarta. 2011. Diakses 2016.
www.republikaonline.com. Ini Temuan BPK Terkait Audit Forensik Bank
Century. Diakses 2016.
www.repository.usu.ac.id. Bank Century. A Pratomo.2011. Diakses 2016.
www.bbcindonesia.com. Kilas balik kasus Bank Century. Diakses 2016.
www.liputan6.com. Terjerat Dugaan Korupsi di Tanah Suci. Diakses 2016
www.bpk.go.id. BPK RI Menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi
Lanjutan Atas Kasus PT Bank Century, Tbk. Rati Dewi Puspita Purba,
Kepala Bagian Hubungan Lembaga dan Media. Biro Humas Dan Luar
Negeri BPK RI.

41

www.tribunnews.com . Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Menteri Suryadharma


Ali. Diakses 2016.
--------,Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Cetakan Pertama, Pustaka Yustisia:
Yogyakarta, 2009.

Vous aimerez peut-être aussi