Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Insect Bite
Oleh :
Shopy Imanuella Valentina M,S.Ked
FAB 115 007
Pembimbing :
dr. Tagor Sibarani
dr. Sutopo, Sp. RM
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
NIM
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
Tingkat
: Insect Bite
Diajukan
: Oktober 2016
Pembimbing
Oktober 2016
Disetujui :
Pembimbing Materi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................
i
DAFTAR ISI..............................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................
iii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................
2
2.1. Definisi.............................................................................................................
3
2.2. Epidemiologi.....................................................................................................
5
2.3. Etiologi.............................................................................................................
7
2.4. Patofisiologi .....................................................................................................
10
2.5. Manifestasi Klinis...............................................................................................
6
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik di bagian Rehabilitasi Medik dan emergency medicine di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya periode Oktober 2016.
pendidikan serta berguna sebagai referensi dan sumber bacaan untuk menambah
ilmu pengetahuan.
Palangka Raya, Oktober 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang
disebabkan oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan
terjadi saat serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga
tersebut mencari makanannya. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan
dan bengkak di lokasi yang tersengat. Kebanyakan gigitan dan sengatan dilakukan
untuk pertahanan. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun)
yang tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Namun pengetahuan ilmiah mengenai alergi terhadap gigitan
serangga masih terbatas. Reaksi yang dapat terjadi dari gigitan serangga
dilaporkan terjadi setelah digigit adalah reaksi anafilaksis. Syok anafilaktik
merupakan kasus kegawatan.
Insidens syok anafilaktik 40 60 persen adalah akibat gigitan serangga.
Gigitan serangga hymenoptera merupakan penyebab yang terbanyak dari syok
anafilaktik. Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama
perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai
risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan
umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan pada
orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Insect bite ( gigitan serangga) adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau allergen yang dikeluarkan
artropoda penyerang.
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan
oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat
serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga tersebut mencari
makanannya.
Secara harfiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan
phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya
melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari
pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis)
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh
Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung
dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu
reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif
masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis
dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi
yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps
pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian.
2.2 Epimediologi
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama diseluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi di
sekitar kita. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Bayi dan anak-anak lebih
rentan terkena gigitan serangga dibandingkan orang dewasa. Salah satu faktor
yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini adalah lingkungan sekitar seperti
tempat mencari mata pencaharian yaitu perkebunan, persawahan dan lain-lain.1
2.3 Etiologi
Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta memiliki
tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki, dan tubuh
7
2.4. Patofisiologi
Coomb
dan
Gell
(1963)
mengelompokkan
anafilaksis
dalam
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi,
meningkatkan
permeabilitas
kapiler
yang
nantinya
10
11
Kulit
Saluran napas
12
Gejala saluran napas termasuk napas pendek, sulit bernapas dengan napas
berbunyi bernada tinggi (mengi), atau bernapas dengan napas berbunyi bernada
rendah (stridor). Mengi biasanya disebabkan oleh spasme pada otot saluran napas
bawah (otot bronkus). Stridor disebabkan oleh pembengkakan di bagian atas, yang
menyempitkan saluran napas. Suara serak, nyeri saat menelan, atau batuk juga
dapat terjadi.
Jantung
Pembuluh darah jantung dapat berkontraksi secara tiba-tiba (spasme arteri
koroner) karena adanya pelepasan histamin oleh sel tertentu di jantung. Keadaan
ini mengganggu aliran darah ke jantung, dan dapat menyebabkan kematian sel
jantung (infark miokardium), atau jantung berdetak terlalu lambat atau terlalu
cepat (distrimia jantung), atau bahkan jantung dapat berhenti berdetak sama sekali
(henti jantung). Seseorang dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya memiliki
risiko lebih besar mengalami efek anafilaksis terhadap jantungnya.
Meskipun lebih sering terjadi detak jantung cepat akibat tekanan darah
rendah, 10% orang yang mengalami anafilaksis dapat memiliki detak jantung yang
lambat (bradikardia) akibat tekanan darah rendah. (Kombinasi antara detak
jantung lambat dan tekanan darah rendah dikenal sebagai refleks BezoldJarisch).
Penderita dapat merasakan pening atau bahkan kehilangan kesadaran karena
turunnya tekanan darah. Turunnya tekanan darah ini dapat disebabkan oleh
melebarnya pembuluh darah (syok distributif) atau karena kegagalan ventrikel
jantung (syok kardiogenik). Pada kasus yang jarang, tekanan darah yang sangat
rendah dapat merupakan satu-satunya tanda anafilaksis.
13
Lain-lain
Gejala pada perut dan usus dapat berupa nyeri kejang abdomen, diare, dan
muntah-muntah. Penderita mungkin mengalami kebingungan (confusion), tidak
dapat mengontrol berkemih, dan dapat juga merasa nyeri di panggul yang terasa
seperti mengalami kontraksi rahim.Melebarnya pembuluh darah di otak dapat
menyebabkan sakit kepala.Penderita dapat juga cemas atau merasa seperti akan
mati.
laboratorium
diperlukan
karena
sangat
membantu
14
2.7. Diagnosis
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ
atau lebih setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan
diagnosis maka American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah
membuat suatu kriteria.
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit
hingga beberapa jam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau keduaduanya (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus,
kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory
compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan
PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak
setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit
hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintikbintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibirlidah-uvula); Respiratory compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme,
stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah atau
gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala
gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada
alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik).
Pada bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau
penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan
darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%
dari tekanan darah awal
15
2.8. Penatalaksanaan
Tindakan
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan
adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga
menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras.
Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik
vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation
dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup
dasar. Airway, penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala
dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu
dengan melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula
ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus
segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila
tidak ada tanda-tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut
ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami
sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus
diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10 liter /menit. Circulation support, yaitu
bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a. femoralis), segera
lakukan kompresi jantung luar.
Obat-obatan
16
intramuskuler.
Pada
pasien
dalam
keadaan
syok,
absorbsi
intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan
0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk
anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan
darah dan nadi menunjukkan perbaikan.
Tabel 2.1. Dosis Adrenalin Intramuskular untuk Anak-anak
17
digunakan
untuk
menurunkan
respon
keradangan,
kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan
18
hanya digunakan pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek episode
anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru
diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg
intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya
tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan
dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB.
Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin
intravena 4-7 mg/Kg BB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6
mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6 mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc
dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit.
Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol). Larutan
salbutamol atau agonis 2 yang lain sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl
0,99% diberikan melalui nebulisasi.
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat
diberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin
1:1000 dalam 250 ml dextrosa (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4
mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila diperlukan
dosis dapat dinaikan sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg
bolus IV pelan-pelan, atau levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan dekstrosa 5%
dengan kecepatan 2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus
dengan dextrosa 5%.
Terapi Cairan
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular
sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
19
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali
dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan
bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma.
Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga
bisa melepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan
pilihan
pertama
dalam
melakukan
resusitasi
cairan
untuk
20
21
2.9. Prognosis
Penanganan
yang
cepat,
tepat,
dan
sesuai
dengan
kaedah
22
23
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai
oleh Ig E yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun
hebat. Syok anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka
mortalitas yang sangat tinggi.
Beberapa golongan alergen yang sering salah satunya adalah racun serangga.
Faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. HauptMT ,Fujii TK et al (2000) Anaphylactic Reactions. In :Text Book
ofCritical care. Eds : Ake Grenvvik,Stephen M.Ayres,Peter R,William
C.Shoemaker 4th edWB Saunders companyPhiladelpia-Tokyo.pp246-56
2. Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions.
In
:International
edition
Emergency
Medicine.Eds
on Shock.Pertemuan
Ilmiah Terpadu.Fakultas
Kedoketran
26