Vous êtes sur la page 1sur 14

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.

16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU


Kejaksaan), jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan kewenangan
jaksa dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan antara lain:
a. melakukan penuntutan;
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
Jadi, tugas dan kewenangan jaksa adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana (eksekutor)
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Untuk perkara
perdata, pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah juru sita dan
panitera dipimpin oleh ketua pengadilan (lihat Pasal 54 ayat [2] UU No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman).
Kemudian, apa kewenangan jaksa di bidang perdata? Hubungan perdata merupakan hubungan
antar-anggota masyarakat yang biasanya didasarkan pada perjanjian. Jaksa dapat berperan dalam
perkara perdata apabila Negara atau pemerintah menjadi salah satu pihaknya dan jaksa diberikan
kuasa untuk mewakili. Hal tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) UU
Kejaksaan yang berbunyi:
Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
Jadi, peran jaksa berbeda dalam ranah pidana dan perdata. Dalam perkara pidana, jaksa berperan
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.
Sedangkan dalam perkara perdata, jaksa berperan sebagai kuasa dari Negara atau pemerintah di
dalam maupun di luar pengadilan mengenai perkara perdata.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

1. Menurut UU No 8 tahun 1981 tentang KUHP


a.Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU ini untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekueten hukum tetap
b. Penuntut umum Adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk melakukan penunuttan dan melaksanakan penetapan hakim.
Tugas Jaksa:
1. Sebagai penuntut umum
2. Pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(eksekutor)
Dalam tugasnya sebagai penuntut umum, jaksa mempunyai tugas:
1. Melakukan penuntutan;
2.melaksanakan penetapan hakim
Menurut UU No. 5 Tahun 1991 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejasaan
Republik Indonesia
Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, kejaksaan mempunyai
tugas dalam pasal (2) yang berbunyi:
(1) a. mengadakan penuntutan dalam perkara-perkara pidana pada pengadilan yang
berwenang;
b. Menjalankan keputusan dan penetapan hakim pidana.
(2) Mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta
mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alatr penyidik menurut ketentuanketentuan dalam UU Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan.
(3) Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan negara
(4) Melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya oleh suatu
peraturan negara.
Kejaksaan RI selanjutnya disebut kejaksaan ialah alat negara penegak hukum yang
terutama bertugas sebagai penuntut umum. (Pasal 1 ayat (1))

A. Syarat-syarat wajib memandikan jenazah Syatat-syarat wajib untuk memandikan jenazah


menurut syariat agama Islam adalah sebagai berikut. Jenazah itu adalah orang yang
beragama Islam. Apa pun aliran, mazhab, suku, dan profesinya. Didapati tubuhnya
walaupun hanya sedikit. Bukan mati syahid (mati dalam peperangan dalam membela
agama Islam seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.). B. Yang berhak
memandikan jenazah Adapun orang-orang yang memiliki hak untuk memandikan
jenazah menurut syariat agama Islam adalah sebagai berikut. Apabila jenazah itu lakilaki, yang memandikannya harus laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan
jasad laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya. Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah
ia dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan jasad tersebut
kecuali suami atau mahram-nya. Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan
mahram-nya ada semua, yang lebih berhak memandikannya adalah suaminya. Apabila
jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada semua, istrinya lebih
berhak untuk memandikan suaminya. Kalau jenazahnya adalah anak laki-laki masih
kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga kalau jenazah itu anak perempuan
masih kecil, laki-laki boleh memandikannya. Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut
Syariat Islam Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui
peralatan-peralatan yang perlu dipersiapkan untuk memandikan jenazah, yaiut antara
lain sebagai berikut. Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar
90 cm, dan panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit. Air suci secukupnya di ember atau
tempat lainnya (6-8 ember). Gayung secukupnya (4-6 buah). Kendi atau ceret yang diisi
air untuk mewudukan mayit. Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.
Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas. Sarung tangan untuk
dipakai waktu memandikan agar tangan tetap bersih, terutama bila mayitnya berpenyakit
menular. Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair. Sampo untuk
membersihkan rambut. Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.
Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air. Tusuk gigi atau tangkai
padi untuk membersihkan kuku mayit dengan pelan. Kapas untuk membersihkan bagian
tubuh mayit yang halus, seperti mata, hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa
digunakan untuk menutup anggota badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah,
seperti lubang hidung, telinga, dan sebagainya. Berikut ini adalah tata cara memandikan
jenazah menurut syariat Islam. Dilaksanakan di tempat tertutup agar yang melihat hanya
orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja. Mayat hendaknya
diletakkan di tempat jenazah yang tinggi seperti dipan. Jenazah dipakaikan kain basahan
seperti sarung agar auratnya tidak terbuka. Jenazah didudukkan atau disandarkan pada
sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya
keluar, kemudian dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung
tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran si
mayat. Setelah itu, hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut dan
gigi jenazah tersebut. Membersihkan semua kotoran dan najisnya.
Mewudhukan jenazah, setelah itu membasuh seluruh badannya. Disunahkan
membasuh jenazah sebanyak tiga sampai lima kali. Air untuk
memandikan jenazah sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin atau terdapat
kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat Catatan : Apabila
jenazah berusia 7 tahun atau kurang dari itu, tidak ada batasan auratnya, baik jenzah itu
laki laki maupun perempuan. Janin yang berusia di bawah 4 bulan, tidak perlu
dimandikan, dikafan maupun dishalatkan. Cukup digali lubang dan kemudian
dikebumikan. Adapun janin yang berusia di atas 4 bulan sudah dianggap manusia karena
roh telah ditiupkan kepadanya. Jenazahnya dimandikan, seperi memandikan jenazah
anak berusia 7 tahun. Jika jenazah mengenakan gigi palsu yang terbuat dari emas,
hendaknya dibiarkan saja, tidak perlu ditanggalkan. kecuali jika gigi palsu itu tidak
melekat kokoh. Hal tersebut boleh dilakukan jika mulut jenazah terbuka. Jika tidak,
dibiarkan saja tidak perlu membukanya hanya untuk menanggalkan gigi palsu jenazah

tersebut. Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit yang
terkena kena penyakit rabies atau yang sejenisnya: Mayit hendaknya direndam dulu
dengan air yang dicampur rinso atau obat selama 2 jam. Setelah itu mayit disiram
dengan air bersih dan disabun selama kira-kira 10 menit lalu dibilas dengan air bersih.
Siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan obat seperti
B. lisol, karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc (setengah gelas cairan obat)
dicampur air satu ember. Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan.
Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas yang ditempelkan pada
persendian hendaknya dicelupkan ke cairan obat. Setelah itu masukkan ke peti dan
langsung dihadapkan ke arah kiblat. Tali-tali kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti
ditaburi kaporit. Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan. Barang-barang bekas dipakai
mayit yang kena rabies hendaknya dimusnahkan (dibakar). Orang yang memandikan
mayit hendaknya memakai sarung tangan, mengenakan kacamata renang, memakai
sepatu laras panjang, dan setelah memandikan tangan dan kakinya dicuci dengan cairan
obat seperti lysol, dettol, dan sebagainya.
Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tata-cara-memandikan-jenazahmenurut.html

Orang yang berhak untuk memandikan jenazah diantaranya memenuhi syarat


sebagai berikut:
1. Orang yang berakal, muslim, baligh dan cukup umur.
2. Niat bagi orang yang memandikan jenazah.
3. Orang sholih, jujur dan dapat dipercaya.

Orang yang Diutamakan Dalam Memandikan Jenazah


Apabila jenazah laki-laki, maka yang berhak memandika jenazah adalah laki-laki
dari keluarganya. Jika dari pihak keluarga tidak ada yang bisa memandikan,
maka boleh diwakili oleh orang laki-laki lain yang bisa memandikannya. Jika tidak
ada orang laki-laki, maka yang diutamakan untuk memandika adalah istrinya
maupun mahram-mahramnya perempuan.
Apabila jenazahnya perempuan, maka yang paling utama berhak
memandikannya adalah keluarganya. Jika dari pihak keluarga tidak ada yang
mampu untuk memandikannya, maka boleh perempuan lain yang mampu dan
biasa memandikan jenazah. Jika tidak ada yang mampu maka suaminya sendiri,
setelah itu baru mahram-mahramnya yang laki-laki.
Apabila jenazahnya perempuan yang tidak memiliki suami dan semua penduduk
yang ada di daerah tersebut laki-laki semuanya, maka jenazah tersebut tidak
dimandikan. Akan tetapi jenazah tersebut ditayamumkan dengan lapis tangan.
Hal ini sesuai dengan sabda Rosululloh:

ARTINYA: JIKA SEORANG


PEREMPUAN MENINGGAL DI
LINGKUNGAN LAKI-LAKI ATAU

JENAZAH LAKI-LAKI MENINGGAL


DILINGKUNGAN PEREMPUAN DAN
TIADA LAKI-LAKI SELAINNYA, MAKA
HENDAKLAH MAYAT-MAYAT
TERSEBUT DI TAYAMUMKAN,
KEMUDIAN DIMAKAMKAN. KEDUANYA
ITU SAMA HALNYA DENGAN ORANG
YANG TIDAK MENDAPATKAN AIR. (HR.
ABU DAWUD DAN AL-BAIHAQI).
Tata dan Cara Memandikan Jenazah
Dalam memandikan jenazah ada beberapa cara yang harus dipenuhi. Sebagai
umat muslim hendaklah dalam keadaan suci, baik ketika hidup maupun mati.
Berikut tata dan cara memandikan jenazah:

Alat-alat yang digunakan

microcyber2.blogspot.com

Air.

Kapas.

Shampo.

Kapur barus.

Daun bidara.

Minyak wangi.

Pengusir bau busuk.

Sebuah spon penggosok.

Penutup aurat jenazah.

Dua sarung tangan (Untuk petugas yang memandikan).

Alat penggerus (Sebagai penghalus kapur barus dan spon-spon plastik).

Masker (Penutup hidung bagi petugas).

Gunting (Sebagai pemotong pakaian jenazah).

Menutup Aurat Jenazah

fiqhindonesia.com
Disarankan ketika jenazah dimandikan, auratnya tertutup dan melepas
pakaiannya serta menutupinya dengan kain agar tidak terlihat oleh orang
banyak, karena untuk menjaga bagian dari jenazah yang tidak patut untuk
dilihat.
Diusahakan agar tempat pemandian agak miring ke arah kakinya, tujuannya
agar air dan semua yang keluar dari jasadnya bisa mengalir dengan mudah.

Memandikan Jenazah

fiqhindonesia.com
Pertama kali yang harus dilakukan oleh petugas yaitu melunakkan persendian
jasad tersebut terlebih dahulu. apabila kuku jenazah panjang, hendaklah
memotongnya, begitu juga dengan bulu ketiaknya, adapun bulu kelamin, maka
jangan mendekatinya, karena merupakan aurat besar.
Setelah itu kepala jenazah diangkat sampai setengah duduk dan mengurut
perutnya dengan perlahan hingga semua kotoran dalam perutnya keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaknya memakai sarung tangan
maupun kain untuk membersihkan qubul dan dhuburnya tanpa harus melihat
maupun menyentuh auratnya.

Mewudhukan Jenazah

fiqhindonesia.com
Setelah jenazah dimandikan, kemudian petugas yang memandikan mewudhui
jenazah sebagaimana wudhu sebelum sholat. Dalam mewudhui jenazah tidak
perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut jenazah,akan tetapi petugas cukup membasahi jari yang dibungkus dengan kain,
kemudian membersihkan bibir jenazah, menggosok gigi dan kedua lubang
hidungnya hingga bersih.
Selanjutnya disarankan untuk menyela jenggot dan mencuci rambut jenazah
menggunakan busa perasan daun bidara atau dengan menggunakan perasan
sabun, kemudian sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur tubuh jenazah.

Membasuh Tubuh Jenazah

fiqhindonesia.com
Membasuh jenazah dusunnahkan untuk mendahulukan anggota badan sebelah
kanan. Pertama membasuh tekuknya yang sebelah kanan, kemudian bahu dan
tangan kanannya, kemudian betis, paha dan telapak kaki sebelah kanannya.
Selanjutnya petugas membalikkan tubuhnya dengan posisi miring ke sebelah
kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya sebelah kanan. Setelah
anggota tubuh sebelah kanan telah selesai, kemudian dengan cara yang sama
membasuh anggota badan yang sebelah kiri.

Jumlah Memandikan Jenazah


Dalam memandikan jenazah diwajibkan satu kali, akan tetapi jika sebanyak tiga
kali dihukumi sebagai sunnah atau lebih baik (Afdhal). Jumlah dalam
memandikan jenazah tergantung pada kotoran yang terdapat pada jenazah.
Apabila satu atau tiga kali kotoran tersebut belum dikatakan suci atau bersih,
maka dapat dimandikan sebanyak tujuh kali mandi.

Disarankan air yang digunakan untuk memandikan yang terakhir kalinya


dicampur dengan kapur barus. Dalam hal ini agar airnya menjadi sejuk dan
menimbulkan bau harum pada jenazah.
Dianjurkan juga untuk menggunakan air yang sejuk, kecuali jika dibutuhkan air
panas untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada jenazah.
Diperbolehkan juga menggunakan sabun dalam menghilangkan kotoran pada
jenazah.
Akan tetapi dilarang untuk mengerik atau menggosoknya. Diperbolehkan juga
untuk menyiwaki gigi jenazah dan menyisir rambutnya.
Setelah semua proses pemandian sudah dilaksanakan, kemudian petugas
menghanduki jenazah dengan kain atau semisalnya. Jika menemukan kukunya
panjang, hendaklah dipotong.
Jika jenazah tersebut perempuan, maka rambut kepalanya dipintal atau dipilah
menjadi tiga pilahan, kemudiann diletakkan di sebelah belakang punggungnya.

Peringatan-peringatan

fiqhindoa.com

Apabila jenazah sudah dimandikan sampai tujuh kali, akan tetapi masih
keluar kotoran tinja dan sebagainya, maka hendaklah dibersihkan dengan
menggunaka air dan menutupnya dengan kapas. akan tetapi jika
keluarnya setelah dikafani, maka dibiarkan saja, karena hal tersebut akan
merepotkan.

Apabila ada orang yang meninggal dalam keadaan mengenakan kain


ihram saat haji, maka cara pemandiannya sama seperti yang telah
dijelaskan diatas dan ditambah dengan siraman dari perasan daun bidara.
Akan tetapi yang membedakan adalah tidak perlu dikasih pewangi dan
tidak perlu ditutupi kepalanya. Hal ini sesuai sabda Nabi tentang jenazah
yang menunaikan haji.

Orang meninggal karena peperangan membela agama atau syahid, maka


jasadnya tidak perlu dimandikan dan disholatkan, hendakklah di kubur
bersama pakaian yang dikenakannya.

Janin yang gugur berusia empat bulan, maka wajib di urus sebagaimana
mestinya orang dewasa meninggal dan di beri nama.

Apabila ada halangan dalam memandikan jenazah, misalnya karena tidak


ada air atau jenazahnya dalam keadaan tidak utuh, maka cukup
ditayamumkan. Cara mentayamumkannya yaitu petugas menepukkan
kedua telapak tangannya ke tanah, kemudian mengusapkannya ke bagian
wajah dan punggung jenazah.

Hendaknya petugas yang memandikan atau yang mengurus jenazah


menutupi semua aib yang ada pada jenazah, baik dari segi fisik maupun
kejadian-kejadian yang lain.

Vous aimerez peut-être aussi