Vous êtes sur la page 1sur 11

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak

dibentuk pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan
refraksi terjadi ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.
Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan
panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat
pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang bintik
kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan
presbiopi.
Miopia

disebut

sebagai

rabun

jauh

akibat

berkurangnya

kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan
lebih baik. Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hyperopia atau
rabun dekat. Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk
melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan akan bertambah
dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar
untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.Astigmat adalah
terdapatnya variasi kurvatura atau kelengkungan kornea atau lensa pada
meridian yang berbeda yang akan mengakibatkan sinar tidak terfokus
pada satu titik. Presbiopi adalah perkembangan normal yang berhubungan
dengan usia, dimana akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat
perlahan-lahan berkurang.
Referat ini akan membahas tentang miopia atau rabun jauh yang
merupakan gangguan refraksi yang cukup banyak ditemui, terutama di
kalangan mahasiswa.

(Sumber:Oftalmologi Umum, edisi ke-14. Vaughan DG et al (editors). Widya Medika,


2000)

Astigmatisma
(Sumber: http://www.gezondheid.be/picts/astigmatisme-2.jpg)

(Sumber: http://www.sonotica.com.br/imagem/presbiop.jpg)

II. MEMERIKSA TAJAM PENGLIHATAN DAN KOREKSI


Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya
pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri.
-

Kartu Snellen diletakkan di depan pasien (jarak 5-6 meter)

Pasien duduk menghadap kartu Snellen

Satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk
menguji mata kanan dahulu

Dengan mata yang terbuka atau kanan pasien diminta membaca


baris terkecil yang masih dapat dibaca

Kemudian diletakkan lensa positif +0.50 untuk menghilangkan


akomodasi saat pemeriksaan di depan mata yang dibuka

Kemudian diletakkan lensa positif dan ada kemungkinan:

Penglihatan

tidak

tambah

baik

yang

berarti

pasien

tidak

hipermetropia
-

Penglihatan tambah jelas dan dengan kekuatannya yang ditambah


perlahan-lahan

bila

penglihatannya

bertambah

baik

berarti

penderita menderita hipermetropia


-

Bila penglihatannya tidak bertambah baik maka ada kemungkinan:

Dengan lensa negatif yang kekuatan ditambah penglihatannya jadi


terang, ini berarti penderita menderita miopia. Berilah lensa negatif
yang terlemah yang dapat memberikan ketajaman penglihatan
maksimal.

Bila penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan untuk


hipermetropia dan miopianya dimana penglihatan tidak mencapai
6/6 atau 20/20 maka lakukan uji pinhole.

Dengan uji pinhole diletakkan pinhole di depan mata yang sedang


diuji kemudian diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat
dibaca sebelumnya. Bila melalui pinhole terjadi keadaan berikut:

Pinhole tidak terjadi perbaikan penglihatan berarti mata tidak


dapat dikoreksi lebih lanjut, hal ini akibat media penglihatan keruh
atau terdapat kelainan pada retina atau saraf optik

Pinhole memberikan perbaikan penglihatan maka ini berarti


terdapat astigmat atau silinder pada mata tersebut yang belum
mendapat koreksi

(Sumber:http://www.utoronto.ca/neuronotes/NeuroExam/images/content/cn2_snellen
&near.gif)

IV. ETIOLOGI MIOPIA


Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat
sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea.

Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan
retina. Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar
datang tidak sejajar.
Berdasarkan penyebabnya, miopia dapat dibedakan menjadi miopia
aksialis dan refraktif.
Miopia aksialis
Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang.
Normal jarak ini 23 mm. Pada miopia 3 D : 24 mm, miopia IOD = 27 mm.
Dapat merupakan kelainan kongenital maupun didapat, serta ada pula
faktor herediter. Yang kongenital didapatkan pada makroftalmus. Sedang
yang didapat terjadi karena :
Anak membaca terlalu dekat
Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi
berlebihan. M rektus internusberkontraksi berlebihan, bola mata
terjepit oleh otot-otot mata luar sehingga polus posterior mata,
yang merupakan tempat terlemah dari bola mata memanjang.
Wajah yang lebar
Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila hendak
melakukan pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama
seperti di atas.
Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang
mengelilingi bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi,
disebabkan penuhnya vena dari kepala akibat membungkuk, dapat
menyebabkan pula tekanan pada bola mata, sehingga polus
posterior memanjang.
Pada orang dengan miopia 6 D, pungtum remotumnya 100/6 = 15 cm.
Jadi harus membaca pada jarak yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak
dikoreksi,

sehingga

ia

harus

mengadakanb

konvergensi

yang

berlebihan. Akibatnya polus posterior mata lebih memanjang dan


miopianya bertambah. Jadi didapatkan suatu lingkaran setan antara

miopia yang tinggi dan konvergensi. Makin lama miopianya makin


progresif.
Miopia refraktif
Penyebabnya terletak pada :
Kornea : kongenital; keratokonus dan keratoglobus
Didapat; karatektasia, karena menderita keratitits, kornea menjadi
lemah. Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol ke
depan.
Lensa : Lensa terlepas dari zonula zinnii, pada luksasi lensa atau
subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih
cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya humor akueus,
lensa mnjadi cembung.
Cairan mata; pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati,
kadar gula dari humor akueus meninggi sehingga daya biasnya
meninggi pula.

III. KLASIFIKASI MIOPIA


Berdasarkan tinggi dioptrinya, dibedakan menjadi :
Miopia sangat ringan

: sampai dengan 1 D

Miopia ringan

: 1-3 D

Miopia sedang

: 3-6 D

Miopia tinggi

: 6-10 D

Miopia sangat tinggi

: lebih dari 10 D

Secara klinis dibedakan menjadi :


Miopia simpleks, miopia stasioner, miopia fisiologis
Timbul pada usia masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik
sedikit pada waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat
kenaikan sedikit sampai usia 20 tahun. Besar dioptrinya kurang

dari -5 D, atau -6 D. Tajam penglihatan dengan koreksi yang sesuai


dapat mencapai keadaan normal.
Miopia progresif
Dapat ditemukan pada semua usia dan mulai sejak lahir. Kelainan
mencapai puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai
usia 25 tahun atau lebih. Besar dioptrinya melebihi 6 D.
Miopia maligna
Miopia progresif yang lebih ekstrim. Miopia progresif dan miopia
maligna disebut juga miopia patologis atau degeneratif, karena
disertai kelainan degeneratif di koroid dan bagian lain dari mata.
IV. GEJALA MIOPIA
Tanda objektif :
Oleh karena orang miopia jarang melakukan akomodasi, maka
jarang miosis, jadi pupilnya midriasis. Mm.siliarisnya pun menjadi atrofi,
menyebabkan iris letaknya lebih ke dalam, sehingga bilik mata depan lebih
dalam.
Pada miopia tinggi didapatkan :
-

bola mata yang mungkin lebih menonjol

bilik mata depan yang dalam

pupil yang relatif lebih lebar

iris tremulans yang menyertai cairnya badan kaca

kekeruhan badan kaca (obscurasio corpori vitrei)

kekeruhan di polus posterior lensa

stafiloma posterior, fundus tigroid di polus posterior retina

atrofi koroid berupa kresen miopia atau annular patch, di sekitar


papil, berwarna putih engan pigmentasi di pinggirnya

perdarahan, terutama di daerah makula, yang mungkin masuk ke


dalam badan kaca

proliferasi sel epitel pigmen di daerah makula (Forster Fuchs black


spot)

predisposisi untuk ablasi retina

Pada miopia simpleks :


Didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik mata depan yang
dalam, pupil yang relatif lebar, tetepi tidak disertai kelainan di bagian
posterior mata. Mungkin hanya terlihat kresen miopia yang tampak putih
di sebelah temporal papil, sedikit atrofi dari koroid yang superfisial,
sehingga pembuluh darah koroid yang lebih besar tampak lebih jelas
membayang.
Tanda subjektif :
Oleh karena orang miopia kurang berakomodasi dibandingkan
dengan yang emetropia, maka ia senang melakukan pekerjaan-pekerjaan
dekat tetapi mengeluh tentang penglihatan jauh yang kabur. Pada miopia
tinggi, terutama bila disertai dengan astigmatisme, penderita tak saja
mengeluh pada penglihatan jauh tetapi juga pada penglihatan dekat oleh
karena harus melakukan konvergensi berlebihan, sebab pungtum
remotum, yaitu titik terjauh yang dapat dilihat tanpa akomodasi, letaknya
dekat sekali, pada miopia S (-) 6D, titik ini terletak pada jarak 100/6 = 16
sentimeter. Pada titik ini ia tidak berakomodasi, tetapi berkonvergensi
kuat sekali sehingga pada mata timbul astenovergens engan keluhan :
lekas capai, pusing, silau, ngantuk, melihat kilatan cahaya. Pada miopia
tinggi disertai mata menonjol, bilik mata yang dalam dan pupil yang lebar,
penderita

mencoba

menutup

sebagian

kelopak

matanya,

untuk

mengurangi cahaya yang masuk, sehingga ketajaman penglihatannya


diperbaiki. Kadang-kadang astenovergens menimbulkan rasa sakit,
sehingga penderita tak

mencobanya lagi,

dengan

mengakibatkan

strabismus divergens. Strabismus divergens dapat pula timbul akibat

penderita sedikit melakukan akomodasi, sehingga kurang pula melakukan


konvergensi.
V. KOREKSI MIOPIA
Miopia dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis konkaf (minus)
yang dapat memindahkan bayangan mundur ke retina.
Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk
koreksi miopia dan juga kelainan refraksi lainnya.
a. Lensa kacamata
b. Lensa kontak (lensa kontak keras dan lensa kontak lunak)
c. Bedah keratorefraktif
d. Lensa intraokular
e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia

(Sumber:hcd2.bupa.co.uk)

VI. KOMPLIKASI MIOPIA


Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang
dapat terjadi berupa:
-

Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis.

Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis


sehingga terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina.

Ablasi retina, lubang pada makula sering terjadi pada miopia tinggi.

Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi


glaukoma.

REFERENSI
Riordan-Eva P et al: Optik dan refraksi. Dalam: Oftalmologi Umum, edisi
ke-14. Vaughan DG et al (editors). Widya Medika, 2000.
Taravella, M: Myopia. 2005. Available in www.emedicine.com
hcd2.bupa.co.uk
Wijana N: Ilmu Penyakit Mata.
http://www.gezondheid.be/picts/astigmatisme-2.jpg
http://www.sonotica.com.br/imagem/presbiop.jpg
http://www.utoronto.ca/neuronotes/NeuroExam/images/content/cn2_sn
ellen&near.gif

Vous aimerez peut-être aussi

  • PORTOFOLIO IGD Sirosis Hepatis
    PORTOFOLIO IGD Sirosis Hepatis
    Document35 pages
    PORTOFOLIO IGD Sirosis Hepatis
    Shopy Imanuella Valentina M
    Pas encore d'évaluation
  • Radiologi
    Radiologi
    Document11 pages
    Radiologi
    Shopy Imanuella Valentina M
    Pas encore d'évaluation
  • Miopia
    Miopia
    Document6 pages
    Miopia
    Shopy Imanuella Valentina M
    Pas encore d'évaluation
  • Urt Ikaria
    Urt Ikaria
    Document10 pages
    Urt Ikaria
    Shopy Imanuella Valentina M
    Pas encore d'évaluation
  • Limfadenitis
    Limfadenitis
    Document8 pages
    Limfadenitis
    Shopy Imanuella Valentina M
    Pas encore d'évaluation
  • Latar Belakang Hipertensi
    Latar Belakang Hipertensi
    Document3 pages
    Latar Belakang Hipertensi
    Shopy Imanuella Valentina M
    Pas encore d'évaluation