Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Medik pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai Mei 2012 Di RSUD
Pandanarang Boyolali dari 40 % terdapat 30 % yang menderita BPH rata-rata
penderita berusia 50 tahun keatas dan berjenis kelamin laki-laki. Dan dari 20
% penderita harus dilakukan operasi.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa konsep medik dari BPH?
b. Apa konsep keperawatan dari BPH?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep medik dari BPH
b. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari BPH
BAB II
KONSEP MEDIK
2.1 Definisi
Benigna Prostat Hiperplasi adalah perbesaran prostat, kelenjar prostat
membesar memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan
hidroureter. (Brunner & Suddarth, 2015).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran dari beberapa dari
kelenjar ini yang mengakibatkan obstruksi urine. (Soeparman, 2012).
Hipertropi adalah pembesaran sel, sedangkan hiperplasi adalah
pertambahan jumlah sel, sehingga terjadi pembentukan jaringan yang
berlebihan. Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran kelenjar
prostat, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih, yang
mengakibatkan obstruksi urine. (Hardjowidjoto, 2012)
2.2 Etiologi
Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi biasanya
disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut. Etiologi yang belum jelas
maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menjadi penyebab
timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011)
meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon
(ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi
stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori
sel stem.
a. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis
testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam
sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel
yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa
kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada
prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase
3
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
b. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan
antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon
estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih
besar.
c. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut
Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin.
d. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya selsel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di
sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan
normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada
prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang
mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
Pathway
Demam (infeksi)
Hidronefrosi
c. Gejala di luar saluran kemih
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdominal. (Abdul, 2011)
2.5 Penatalaksanaan Medis/Non Medis
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien
dianjukan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang
ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat
dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien
dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar
perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan
kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk
menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih.
Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur
(Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011)
dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
1) Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat
diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau
ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
2) Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung
jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin.
b. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan
pada penderita BPH adalah :
10
11
13
digunakan.
Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini
memakai energy dari frekuensi radio yang menimbulkan
panas mencapai 100 derajat selsius, sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani TUNA
sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang
2.6 Pencegahan
a. Jangan menahan keinginan untuk berkemih dan sebaiknya berkemih
dalam posisi duduk sehingga otot-otot dasar panggul dalam keadaan
rileks.
b. Pada malam hari jangan banyak minum, tetapi siang hari perlu minum
secukupnya.
c. Menghindari alkohol dan kopi yang dapat memicu berkemih
d. Menghindari imobilitas yang berkelanjutan, misalnya duduk selama
berjam-jam.
e. Mengkonsumsi makanan yang memperkuat prostat, seperti semangka
dan tomat yang mengandung anti oksidan lycopen.
f. Menghindari konsumsi lemak karena dapat meningkatkan pembesaran
prostat.
g. Mewaspadai beberapa jenis obat yang dapat memperburuk proses
berkemih, misalanya beberapa diuretika, obat anti depresi, dan
beberapa antihistaminika serta obat antimampat (efedrin,
15
16
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
hesistensi ( sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan
waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.
b. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakahriwayat
mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani pembedahan
prostat / hernia sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit BPH.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu
ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk
berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada
pasien apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran
kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti
konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
3) Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ).
4) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri
punggung bawah
17
18
19
awal berkemih
Inkontinensia urin
Retensi
NOC
a. Kontinesia Urine :
NIC
pengendalian eliminasi
Observasi
1. Lakukan penilaian kemih
Rasional
Observasi
1. Untuk mengetahui ouput
yang komprehensif
berfokus pada
Pengumpulan dan
masalah kencing
pengeluaran urine.
Kriteria Hasil
Selama dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24
jam pasien akan
mengatakan :
Kandung kemih kosong
praeksisten.
2. Untuk melihat
penggunaan obat dengan
sifat antikolinergik atau
properti alpha agonis pada
pasien.
3. Untuk melihat efek dari
obat-obatan yang
secara penuh
Tidak ada residu >100-
200 cc.
Intake cairan dalam
rentang normal.
Bebas dari ISK.
Tidak ada spasme
blockers dan
antikolinergik.
optimum.
20
bladder.
Balance cairan
seimbang.
urin.
5. Memantau asupan dan
keluaran.
6. Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi.
Health Education
7. Anjurkan pasien tentang
tanda dan gejala infeksi
saluran kemih.
8. Anjurkan pasien/ keluarga
untuk mencatat output
urin, bila diperlukan.
9. Ajarkan pasien untuk
minum 200 ml, cairan
pada saat makan, diantar
waktu makan, dan diawal
petang.
21
Kolaborasi
Kolaborasi
10. Rujuk ke dokter jika
terdapat tanda dan gejala
2
a. Urinary elimination
b. Urinary continence
Kriteria Hasil
Selama dilakukan tindakan
Perkemihan
Definisi : Pengosongan
Batasan Karakteristik:
- Tidak ada haluran urine.
- Distensi kandung kemih
- Menetes, Disuria.
- Sering berkemih
- Inkontensia aliran
-
berlebih.
Sensasi kandung kemih
penuh
secara penuh
Tidak ada residu urin
>100-200 cc
Bebas dari ISK
Tidak ada spasme
bladder
Balance cairan
output.
2. Monitor penggunaan obat
antikolionergik
3. Monitor tanda dan gejala
ISK (panas, hematuria,
perubahan bau dan
22
konsisten urine).
Mandiri
4. Dorong pasien untuk
seimbang.
Mandiri
4. Meminimalkan retensi
urin distensi berlebihan
pada kandung kemih.
5. retensi urine
meningkatkan tekanan
dalam saluran perkemihan
perhatikan penurunan
mempengaruhi fungsi
Sumbatan
Tekanan ureter tinggi.
Inhibisi arkus reflex,
Sfingter kuat
suprapubik
7. Dorong masukan cairan
sampai 3000 ml sehari
8. Lakukan rendam duduk
sesuai indikasi
23
Health Education
9. Untuk mengetahui apakah
Health education
9. Instruksikan pasien dan
keluarga untuk mencatat
haluaran urine, bila
diperlukan
10. Ajarkan pasien tentang
tanda dan gejala infeksi
saluran kemih yang
harus dilaporkan
Kolaborasi
Kolaborasi
11. Rujuk ke perawat terapi
enterostoma untuk
instruksi kateterisasi
intermitten mandiri
menggunakan prosedur
bersih setiap 4-6 jam
24
Observasi
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
nyeri.
Mampu mengenali nyeri
25
Observasi
1. Untuk mengetahui lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas da
faktor presipitasi pada
pasien.
2. Untuk mengetahui
penyebab ketidaknyaman
pasien.
3. Untuk mengetahui
penyebab terjadinya
nyeri.
Mandiri.
4. Meringankan atau
mengurangi nyeri sampai
Batasan karakteristik :
Subjektif
- Mengungkapkan secara
verbal atau melaporkan
(skala, intensitas,
pencahayaan dan
penanganan nyeri
setelah berkurang.
(farmakologi,non
farmakologi dan
Objektif
- Posisi untuk
-
kebisingan.
6. Pilih dan lakukan
interpersonal).
pasien.
6. Untuk mengurangi nyeri.
Health Education
7. Untuk mengurangi nyeri
Health Education
7. Ajarkan tekhnik non
farmakologi.
8. Intruksikan pasien untuk
(misalnya, diaforosis,
pada pasien.
8. Agar perawat mengetahui
menghindari nyeri
Perubahan tonus
otot(dengan rentang
pasien.
5. Untuk mencegah
peribahan tekanan
menginformasikan kepada
(misalnya mondar-
26
dicapai.
9. Agar pasien mengetahui
penyebab, berapa lama
dan antisipasi
ketidaknyaman dari nyeri.
Kolaborasi
10. Agar mengetahui
tindakan pencegahan
nyeri yang dilakukan.
aktivitas berulang).
Perilaku ekspersif
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
(misalnya gelisah,
Kolaborasi
10. Kolaborasikan dengan
merintih, menangis,
kewaspadaan belebihan,
panjang).
Perilaku menjaga atau
sikap melindungi
Wajah topeng [nyeri]
Gangguan tidur (mata
berhasil.
11. Pemberian obat analgesik
menyeringai).
Mual (00134)
a. Selera makan
Domain 12 : Kenyamanan
b. Tingkat kenyaman
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik c. Pengendalian mual dan
Definisi : Perasaan subjektif,
muntah
d. Status Nutrisi
27
Observasi
Observasi
1. Memantau gejala subjektif 1. Untuk melihat gejala
pada pasien.
2. Mengkaji penyebab mual.
3. Memantau asupan kalori
dan makanan.
Kriteria Hasil
Selama dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24
Mandiri
4. Pemantauan cairan
5. Manajemen
Kolaborasi
10. Kolaborasikan pemberian
mulut.
intravena.
28
Health Education
8. Agar pasien dan keluarga
mengetahui penyebab
mual.
9. Untuk mencegah
terjadinya refluks
gastrovaringeal.
Kolaborasi
10. Untuk memasukkan obat
dalam bentuk cairan ke
5
a. Fungsi seksual
b. Identitas seksual
Observasi
1. Pantau adanya indikator
resolusi Disfungsi
Kriteria Hasil
Selama dilakukan tindakan
individu mengalami
Mandiri
intervensi selanjutnya
Seksual
mengekspresikan
untuk mendiskusikan
kesedihan dan
kemarahan tentang
29
Mandiri
2. Agar pasien dapat
mengekspresikan
kesedihan dan kemarahan
tentang perubahan dalam
tubuh/ penampilan
tidak adekuat.
Health Education
3. Diskusikan efek dari
Batasan Karakteristik :
Subjektif
-Perubahan dalam penerimaan
situasi penyakit/
kesehatan pada
kepuasaan seksual.
-Perubahan minat terhadap
seksualitas.
4. Diskusikan efek obat
tentang seksualitas.
5. Diskusikan tingkat
seksual.
-Ketidakmampuan untuk
pengetahuan pasien
tentang seksualitas pada
umumnya.
6. Anjurkan penggunaan
diharapkan.
-Persepsi defisiensi gairah
obat-obatan (misalnya
seksual.
-Persepsi keterbatasan akibat
brokodilator) utnuk
untuk melakukan
hubungan seksual.
7. Diskusikan bentuk-
Objektif
- Pembatasan aktual akibat
30
peran seks.
Mencari penegasan
diterima pasien.
Kolaborasi
8. Memberikan
tentang kemampuan
arahan/konsultasi dengan
Perubahan biopsikososial
seksualitas.
Kurang privasi.
Kurangnya orang
terdekat.
Salah informasi atau
kurang pengetahuan.
Defisiensi pengetahuan
NOC
Observasi
Observasi
(00126)
1. Knowledge: disease
1. Berikan penilaian
Domain 5 : Persepsi/kognisi
process
2. Knowledge: health
tentang tingkat
pengetahuan pasien
meningkatkan
pengetahuanya.
Kelas 4 : Kognisi
Behavior
31
1. Memberikan motivasi
Tujuan:
1. Mengungkapkan
masalah secara verbal
2. Performa uji tidak akurat
3. Perilaku yang tidak
sesuai atau terlalu
berlebihan
1. Keterbatasan kognitif
2. Kurang pengalaman
3. Kurang perhatian dalam
belajar
4. Kurang kemampuan
mengingat kembali
5. Kurang familiar dengan
sumber-sumber
Kriteria Hasil:
1. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan
diharapkan terjadi
Batasan karakteristik:
yang spesifik
2. Gambarkan tanda dan
program pengobatan
2. Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
3. Pasien dan keluarga
yang tepat
4. Identifikasi
kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
5. Tentukan kebutuhan
belajar pasien
6. Tentukan kemampuan
pasien untuk
mempelajari informasi
khusus (misalnya,
tingkatperkembangan,
mampu menjelaskan
status psikologis,
orientasi, nyeri,
dijelaskan perawat/tim
keletihan,
32
2. Untuk mengetahui
informasi dengan
memberikan gambaran
yang biasa muncul
3. Agar pasien mudah
mengamati proses
penyakit yang
digambarkan
4. Untuk mengetahui factor
penyebab yang mungkin
akan terjadi
5. Memudahkan pasien
untuk belajar
6. Untuk memberikan
kemampuan yang bisa
dilakukan pasien
7. Memberi harapan pada
pasien dengan memberi
motivasi untukbelajar
8. Cara belajar yang tepat
dapat membantu pasien
informasi
kesehatan lainnya
kebutuhandasar yang
dalam memproses
pelajaran yang
terhadap penyakit)
7. Tentukan motivasi pasien
untuk mempelajari
informasi tertentu
8. Kaji gaya belajar pasien
Mandiri
9. Jelaskan patofisiologi
dari penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
10. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
11. Hindari harapan yang
kosong
33
Mandiri
9. Untuk mengetahui
perjalanan penyakit
pasien dan cara
mengatasinya
10. Memudahkan pasien
mengerti dengan
34
informasi tentang
keadaannya secara tepat
11. Memberikan motifasi
atau informasi yang
akurat.
12. Agar keluarga bias
memberikan motivasi
tambahan
13. Memberikan motivasi
agar pasien dapat
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion.
14. Memberikan informasi
untuk menjaga
perubahan gaya hidup
pasien dan mencegah
komplikasi yang akan
terjadi di masa yang akan
datang.
15. Memudahkan pasien
menfasilitasi
pembelajaran
dengan nyaman
melakukan proses
Health Education
pembelajaran
35
Health Education
16. Memberikan informasi
pada pasien untuk
melaporkan pemberi
perawat kesehatan
dengan cara yang tepat.
17. Memberi kepercayaan
pada pasien
18. Memberikan tujuan yang
akurat untuk
pembelajaran bersama
19. Memberi ruang yang
sesuai
21. Pilih materi pengajaran
yang sesuai
22. Beri waktu pada pasien
untuk mengajukan
pertanyaan dan
mendiskusikan
permasalahan
23. Ikut sertakan keluarga
atau orang terdekat, bila
perlu
Kolaborasi
24. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan.
25. Rencanakan penyesuaian
dalam terapi bersama
pasien dan dokter untuk
36
Kolaborasi
memfasilitasi kemampuan
komplikasi penyakit
terapi
yang terjadi.
25. Pasien mengikuti terapi
yang efektif dari tenaga
medis untuk menangani
keluhannya.
a. Immune Status
b. Knowledge : Infection
Observasi
1. Monitor kerentanan
Observasi
1. Untuk mencegah terhadap
Keamanan/Perlindungan
Kelas 1: Infeksi
control
c. Risk control
terhadap infeksi.
2. Monitor tanda dan gejala
Definisi : mengalami
Kriteria Hasil
Selama dilakukan tindakan
kurang untuk
penularan penyakit,
menghindari pajanan
faktor yang
patogen
Pertahanan primer tidak
mempengaruhi
cairan.
Health education
5. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.
6. Ajarkan pasien dan
penularan serta
37
adekuat
Perubahan peristaltis
Kulit rusak
Perubahan pH sekresi
Penurunan pada kerja
silier
Pertahanan sekunder
tidak adekuat
Jaringan mengalami
trauma
penatalaksanaannya.
Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi.
Jumlah leukosit dalam
resep.
batas normal.
Menunjukkan perilaku
sehat.
gejala infeksi.
6. Agar pasien dapat
mengetahui cara
menghindari infeksi.
7. Agar pasien dapat
mengetahui cara minum
Kolaborasi
8. Berikan terapi antibiotik
bila diperlukan
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasia merupakan penyakit yang terjadi karena
adanya penyumbatan jalan kemih oleh benda asing, sel kanker, kista, yang
menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk berkemih secara normal.
Selain itu BPH juga terjadi akibat pola hidup yang tidak sehat dan bersih.
Hal ini menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar prostat sehingga
menutupi saluran kemih yang menghambat proses pengeluaran urine.
Akan tetapi BPH bisa dihindari dengan menjaga pola hidup serta
kebersihan alat kelamin. Terlebih juga dapat dilakukan pembedahan guna
mengembalikan kegunaan dari alat kelamin.
4.2 Saran
Sebaiknya, untuk menghindari terjadinya penyakit BPH di usia senja akan
lebih baik jika pola hidup sehat dan bersih ditingkatkan. Kemudian melakukan
aktivitas seperti olahraga terbukti dapat mengurangi persentase mengidap
BPH.
39
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Reproduksi. Jakarta: EGC
Brunner, Suddarth. 2015. Keperawatan medical bedah, alih bahasa JoAan C
Hackley. Jakarta: EGC
Hardjowidjoto S. 2012. Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press:
Surabaya
Madjid, Abdul. 2011. Penurunan Keluhan Dribbling Pasien Pasca Transurethral
Resection of The Prostate Melalui Kegel Exercise. Depok: Jurnal Keperawatan
Indonesia
Mulyana, Fitri. 2013. Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan
Masalah Bedah Benign Prostate Hyperplasia Transurethral Resection of The
Prostate di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan.
Jakarta: Universitas Indonesia
Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Soeparman. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta
Wilkinson, M. Judith. 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC