Vous êtes sur la page 1sur 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku
yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan
tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses
pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut
merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan
mulut anak (Eriska, 2005).
Anak usia 2-4 tahun memiliki kegemaran untuk makan makanan yang manis,
sedangkan orang tua kurang mempedulikan kebiasaan untuk menyikat gigi, jika seorang
anak tidak mau menggosok gigi maka sebagai orang tua sebaiknya dapat memaksa
anaknya untuk menggosok gigi terutama saat menjelang tidur malam. Bila seorang anak
tidak terbiasa menggosok gigi maka dari kebiasaan tersebut dapat menyebabkan anak
yang mengalami karies. Selain itu kebiasaan minum susu menjelang tidur dengan
menggunakan susu botol yang terlalu lama, juga kebiasaan mengulum permen dan
makan-makanan manis. (Mustaida. 2008). Sebenarnya anak boleh makan-makanan
manis tetapi setelah itu sesegera mungkin menyikat gigi sehingga tidak ada lagi sisa
makanan yang menempel pada gigi. Karies pada anak merupakan penyebab yang paling
sering terjadi. Pemicunya adalah : Kombinasi faktor jenis makanan anak ,lamanya sisa
makanan dimulut,dan cara pembersihan mulut. Karies gigi yang paling banyak
menyerang manusia, sebanyak 98% dari penduduk dunia pernah mengalami karies.
Kerusakan ini dapat ditemukan pada semua jenis umur (Universitas Indonesia, 2005). Di
indonesia karies gigi masih menjadi masalah paling sering terjadi pada penyakit gigi dan

mulut. Angka kejadian karies gigi berkisar antara 85% - 99% (Sintawati, 2007).
Prevalensi penyakit karies gigi di Indonesia cenderung meningkat. Angka kesakitan gigi
(rata-rata DMF-T) juga cenderung meningkat pada setiap dasawarsa Sekitar 70% dari
karies yang ditemukan merupakan karies awal. Sedangkan jangkauan pelayanan belum
memadai sehubungan dengan keadaan geografis Indonesia yang sangat bervariasi.
Prevalensi karies gigi tinggi yaitu 97,5% ; pengalaman karies (DMF-T) mendekati 2,84
pada kelompok usia 12 tahun (kebijaksanaan nasional DITKES- GI: goal pada tahun
2000, DMF-T <3 pada kelompok usia 12 tahun);expected insidence 0,3 pertahun per
anak Karies merupakan penyakit kronis nomor satu di dunia dan prevalensi penyakit
tersebut meningkat pada zaman modern. Peningkatan tersebut dihubungkan dengan
perubahan pola jenis makanan. Penyebaran penyakit karies dilihat sebagai fenomena
gunung es. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat pula terjadi
pada anak. Pembentukan karies pada anak disebabkan oleh faktor etiologis kompleks.
Pendidikan kesehatan gigi harus diperkenalkan sedini mungkin kepada anak agar
mereka dapat mengetahui cara memelihara kesehatan gigi dan mulut secara baik dan
benar. Dalam hal ini, peran orang tua terutama ibu, sangat berpengaruh dalam
pemeliharaan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut anak karena anak masih
bergantung pada orang tua. Sikap dan perilaku ibu yang merupakan orang terdekat
dengan anak dalam pemeliharaan kesehatan memberikan pengaruh yang sangat
signifikan terhadap sikap dan perilaku anak.
Menurut Tirthankar (cit. Sondang P dan T. Hamada, 2008), pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik
tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan


pendidikan, pengetahuan dan perilaku ibu terhadap status karies anak balitanya di
Playgroup dan BKIA di Kecamatan Medan Selayang. Tempat ini dipilih sebab populasi
anak berumur 3-4 tahun banyak dan mudah ditemui di Playgroup - Playgroup dan BKIA.
Dan berdasarkan hasil survei pendahuluan yang didapat, pendidikan ibu pada anak balita
di Playgroup rata-rata berpendidikan baik dan pada populasi anak balita di BKIA,
didapati kelompok balita dengan ibu yang berpendidikan rendah.
Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah


Berkaitan dengan berbagai permasalahan di atas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan, pengetahuan dan
sikap orang tua tentang kebersihan gigi dengan kejadian karies pada siswa SD N
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap orang tua tentang
kebersihan gigi dengan kejadian karies pada siswa SD N
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan tingkat pendidikan orangtua siswa SDN
b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan orangtua tentang karies gigi
siswa SDN
c. Mendeskripsikan sikap orangtua tentang karies gigi siswa SDN
d. Mendeskripsikan kejadian karies gigi pada siswa SDN
e. Menganalisis hubungan tingkat pendidikan orangtua dengan kejadian karies gigi pada
siswa SDN
f. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan orangtua tentang kebersihan gigi dengan
kejadian karies gigi pada siswa SDN
g. Menganalisis hubungan sikap orangtua tentang kebersihan gigi dengan kejadian karies gigi
pada siswa SDN
1.4. Kegunaan penelitian
1.4.1 Kegunaan teoritis
1.4.2 Kegunaan Praktis

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Karies Gigi
1. Pengertian
Karies gigi adalah penyakit karena bakteri pada gigi. Gigi berlubang merupakan salah satu
masalah kesehatan yang paling lazim. Gigi berlubang lebih banyak terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda, walau ini juga merupakan masalah seumur hidup bagi banyak orang
(Litin, 2003). Karies gigi adalah penyakit yang berhubungan dengan kerusakan gigi yang
diakibatkan oleh berbagai faktor (Zaviera, 2008). Jadi Karies gigi merupakan penyakit
jaringan keras gigi yang paling sering ditemui. Penyakit ini ditandai dengan adanya
kerusakan pada jaringan keras gigi itu sendiri (lubang pada gigi). Proses terjadinya karies gigi
meliputi berbagai hal, yaitu berbagai bakteri yang ada dalam mulut membentuk asam, dari
gula yang terkandung dalam makanan, yang melekat pada permukaan gigi. Asam yang
melarutkan 'email', pelapisan gigi berwarna putih, yang menghancurkan susunan gigi. Proses
ini dikenal dengan karies gigi dan menyebabkan gigi berlubang. Lebih jauh lagi asam
tersebut menyebabkan penetrasi karies dari email ke gigi bagian dalam dibawah gigi kepala
(Srigupta, 2004).
2. Tanda dan gejala
a. Rasa nyeri sedang sampai berat ketika makan atau minum sesuatu yang manis, dingin atau
panas.
b. Sakit gigi
Kebanyakan gigi berlubang ditemukan saat pemeriksaan gigi. Gigi berlubang yang
ditemukan dan dirawat secara dini bisa mengurangi rasa sakit, menghemat biaya dan yang

terpenting menyelamatkan gigi. Semakin dini lubang gigi ditemukan, semakin berkurang pula
rasa sakit yang mengintai anda karena email dan dentin tidak begitu peka terhadap rasa sakit
dibanding pulpa (Litin, 2003).
3. Faktor penyebab karies gigi.
Caries gigi merupakan penyakit multifaktorial dengan 3 faktor utama yang saling
mempengaruhi (Alpers, 2006) :
a. Host (air liur dan gigi)
Selain kebersihan gigi, air liur dan produksi air liur memainkan peranan yang penting
terhadap kemungkinan terjadinya karies. Setiap harinya tidak terhitung banyaknya mikroorganisme yang melewati mulut. Kuman tersebut akan menempel pada permukaan gigi dan
bagian yang tidak dapat dibersihkan dengan air liur. Hal ini terjadi karena air liur kesulitan
untuk membersihkan bakteri yang terdapat pada gigi maka bakteri tersebut akan diubah
menjadi asam. Asam ini akan membentuk lubang kecil pada permukaan gigi karena
menembus email gigi (Srigupta, 2004).
b. Agen atau mikroorganisme
Caries gigi ditimbulkan oleh bakteri (Streptococcus mutans) yang hidup dalam plak, lapisan
lengket pada saliva dan sisa makanan yang terbentuk pada permukaan gigi. Bila telah terjadi
lubang maka lactobasilli menjadi organisme yang menonjol. Bakteri akan memanfaatkan
makanan dan minuman terutama yang mengandung tinggi gula untuk energi dan
menghasilkan asam. Asam ini akan disimpan di dekat gigi oleh plak menyebabkab kalsium
dan fosfat hilang dari enamel gigi (demineralisasi). Bila proses ini tidak mendapat perhatian
yang baik maka enamel lambat laun dentin bagian bawah akan hancur (Valman, 2006).
c. Substrat atau makanan
Manusia dalam kehidupan sehari-hari makan-makanan yang bermacam-macam. Makanan
seperti nasi, sayuran, kacang-kacangan. Selain itu juga makanan yang lengket seperti roti,

biskuit, coklat, permen, manisan buah.sisa makanan yang tertinggal pada permukaan gigi bila
tidak segera di bersihkan maka akan menimbulkan bakteri sehingga merusak gigi (Srigupa,
2004).
d. Waktu
Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup
bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.

Gambar 2.2 Skema faktor-faktor terjadinya karies


Sumber : Srigupta (2004)

Faktor sekunder yang mempengaruhi terjadinya caries gigi


adalah oral hygiene, aliran saliva, usia, pola makan.
1) Oral hygiene
Anak usia sekolah biasanya kurangnya kesadaran untuk memperhatikan perilaku oral hygiene
sehingga kesehatan gigi anak berkurang. Salah satu komponen pembentukan karies adalah
plak. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis
dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan

oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang dikombinasi dengan
pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan
memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.
2) Aliran saliva
Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan
tingkat pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga mulut.
3) Usia
Usia yang paling rentan untuk terjadi caries gigi adalah usia 4 -8 tahun pada gigi primer dan
12-18 tahun pada gigi tetap. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies.
4) Pola makan
Anak biasanya makan makanan jajanan yang bergula yang dilakukan saat diluar jam makan
sehingga mereka kurang memperhatikan dampak yang akan terjadi bila setelah makan tidak
segera membersihkan gigi dengan berkumur atau menyikat gigi (Gilang, 2010).
4. Lokasi karies gigi
Karies gigi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi, tingkat laju perkembangan, dan
jaringan keras yang terkena. Secara umum, ada dua tipe karies gigi bila dibedakan lokasinya,
yaitu karies yang ditemukan di permukaan halus dan karies di celah atau fisura gigi.
a. Karies celah dan fisura
Celah dan fisura adalah tanda anatomis gigi. Fisura terbentuk saat perkembangan alur, dan
tidak sepenuhnya menyatu, dan membuat suatu turunan atau depresio yang khas pada strutkur
permukaan email. Tempat ini mudah sekali menjadi lokasi karies gigi. Celah yang ada
daerah pipi atau bukal ditemukan di gigi geraham. Karies celah dan fisura kadang-kadang
sulit dideteksi. Semakin berkembangnya proses perlubangan akrena karies, email atau enamel

terdekat berlubang semakin dalam. Ketika karies telah mencapai dentin pada pertemuan
enamel dengan dental, lubang akan menyebar secara lateral. Proses perlubangan pada dentin
ini akan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi.

Gambar 2.3 Celah atau fisura gigi yang dapat menjadi lokasi karies
Sumber : Summit, et. al (2001)
b. Karies permukaan halus
Ada tiga macam karies permukaan halus. Karies proksimal, atau dikenal juga sebagai karies
interproksimal, terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Karies akar terbentuk pada
permukaan akar gigi. Tipe ketiga karies permukaan halus ini terbentuk pada permukaan
lainnya.

Gambar 2.4 karies proksimal pada radiograf ini, titik hitam pada batas gigi menunjukkan
sebuah karies proksimal

Sumber : Summit, et. al (2001)


Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi. Tipe ini kadang tidak dapat dideteksi
secara visual atau manual dengan sebuah eksplorer gigi. Karies proksimal ini memerlukan
pemeriksaan radiografi. Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi dan biasanya
terbentuk ketika permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini
tidak akan berkembang karena tidak dapat terpapar oleh plak bakteri. Permukaan akar lebih
rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email karena sementumnya
demineraliasi pada pH 6,7, di mana lebih tinggi dari enamel. Karies akar lebih sering
ditemukan di permukaan fasial, permukaan interproksimal, dan permukaan lingual. Gigi
geraham atas merupakan lokasi tersering dari karies akar. Kejadian karies gigi ini dapat
dicegah jika anak melakukan pemeliharaan gigi dengan baik. Perilaku kebersihan gigi yang
baik tentunya dapat menekan pertumbuhan bakteri pada gigi karena tidak ada sisa-sisa
makanan yang menempel pada gigi anak.
B. Gigi
Gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras dibanding yang lainnya. Strukturnya berlapislapis mulai dari email yang amat keras, dentin (tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi
pembuluh darah, pembuluh saraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi. Namun demikian,
gigi merupakan jaringan tubuh yang mudah sekali mengalami kerusakan. Ini terjadi ketika
gigi tidak memperoleh perawatan semestinya (Hermawan, 2010). Gigi merupakan salah satu
organ pengunyah, yang terdiri dari gigi-gigi pada rahang atas dan rahang bawah, lidah, serta
saluran-saluran penghasil air ludah (Tarigan, 1992).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gigi adalah salah satu organ tubuh yang
paling keras dibandingkan organ tubuh yang lain dan berfungsi sebagai pengunyah.
1. Anatomi gigi

Setiap gigi memiliki tiga bagian, mahkota gigi, leher gigi dan akar gigi. Mahkota gigi adalah
bagian gigi paling atas dan berada di atas gusi dan terdiri dari jaringan yang paling keras di
dalam tubuh yang disebut email (lapisan gigi yang keras). Email ini sangat resisten terhadap
penghancuran, pemakaian dan pengoyakan. Di bawah email terdapat dentin (gigi bagian
dalam) yang dapat diperbaiki. Ketika email rusak ia tidak dapat diperbaiki. Di bawah
mahkota, di bawah garis gusi, adalah akar gigi; garis leher gigi. Akar tersebut memiliki
lapisan luar yang disebut dengan sementum. Sementum merapikan gigi secara kuat dengan
periodontium dan sendi tulang yang disebut dengan tulang alveolar. Pada bagian tengah gigi
ada bagian sangat sensitif yang disebut dengan pulpa. Pulpa adalah jantung gigi dan berisi
pembuluh darah dan syaraf (Srigupta,2004).

Gambar 2.1 Anatomi gigi


Sumber : Srigupta (2004)
2. Fungsi gigi
Gigi memiliki berapa fungsi diantaranya adalah fungsi pengunyah yaitu pertama kali
makanan dipotong dan diremuk dengan gigi kemudian dikunyah lalu ditelan. Fungsi
penyangga yaitu gigi memberikan sandaran yang kuat dengan bantuan tulang rahang pada
struktur wajah. Fungsi perlindungan dan pengendalian yaitu gigi melindungi debu, kuman
dan benda-benda luar yang masuk ke dalam mulut dengan bantuan bibir. Fungsi penampilan

yaitu lapisan gigi yang berwarna putih seperti mutiara, memperlihatkan penampilan yang
indah dan fungsi pemegang yaitu gigi berguna untuk memegang benda seperti pipa, cerutu
dan lain-lain (Srigupta, 2004)
3. Permasalahan gigi
Gigi berlubang termasuk salah satu penyakit yang banyak dialami orang. Lubang gigi atau
istilah kedokterannya karies gigi. Disebabkan oleh erosi atau pengikisan jaringan keras gigi
yaitu email dan dentin oleh asam. Perasaan sakit pada karies gigi digambarkan seperti
stimulus tidak menyenagkan yang terasa oleh pikiran sadar. Persepsi rasa sakit tersebut
dimulai dari proses daya konduksi elektro kimiawi di daerah yang menyakitkan hingga otak
(Srigupta, 2004)

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemeliharaan kesehatan gigi


Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi menurut
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) meliputi:
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,
pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saran-saran kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat. Perilaku pemeliharaan juga mempunyai arti perilaku pencegahan,
dimana pencegahan terhadap kejadian karies gigi ditunjukkan dengan menjaga dan
memelihara kebersihan gigi. Pengetahuan menjadi faktor penting dalam upaya pemeliharaan
gigi.

D. Pendidikan
1. Definisi Pendidikan
Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.
Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri: belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan
pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun
potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena
kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa
perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan (Notoadmodjo,
2007).
2. Fungsi Pendidikan
Menurut Ichsan (2001), fungsi pendidikan terbagi menjadi dua yaitu:
a. Fungsi pendidikan secara mikro (sempit) ialah membantu (secara sadar) perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik.
b. Fungsi pendidikan secara makro (luas) ialah sebagai alat:
1) Pengembangan pribadi
2) Pengembangan warga negara
3) Pengembangan kebudayaan
4) Pengembangan bangsa
3. Tujuan Pendidikan
Menurut Notoadmodjo (2007), tujuan pendidikan diantaranya :
1) Mengubah pengetahuan/ pengertian, pendapat, dan konsep-konsep
2) Mengubah sikap dan persepsi
3) Menanamkan tingkah laku/ kebiasaan yang baru.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pendidikan
Menurut Notoadmodjo (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi

proses pendidikan, diantara lain :


1) Masukan (Input)
Menyangkut sasaran belajar (sasaran didik), yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang
sedang belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya.
2) Proses (Process)
Mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada subjek belajar
tersebut. Berkaitan dengan proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor,
antara lain : subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode, dan teknik belajar,
alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari.
3) Keluaran (OutPut)
Hasil belajar itu sendiri, yaitu beberapa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek
belajar.
5. Jenis Pendidikan
Jenis pendidikan adalah satuan pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan
tujuannya. Menurut Fuad Ihsan (2001) Jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional
terdiri dari :
a. Pendidikan Sekolah
Jenis pendidikan sekolah adalah jenis pendidikan yang berjenjang, berstruktur dan
berkesinambungan, sampai dengan pendidikan tinggi, mencakup: Pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan angkatan
bersenjata republik Indonesia.
b. Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah adalah jenis pendidikan yang tidak selalu terikat oleh jenjang dan
struktur persekolahan, tetapi dapat berkesinambungan, mencakup: pendidikan ketrampilan,
pendidikan perluasan wawasan, pendidikan keluarga.

6. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenjang pendidikan formal menurut UU RI tentang Pendidikan No. 20 tahun 2003 diantara
lain :
1) Pendidikan dasar
Jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Contohnya: Sekolah
Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs)
2) Pendidikan menengah
Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah
kejuruan. Contohnya: Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang
sederajat.
3) Pendidikan tinggi
Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister,
dokter, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, universitas Pendidikan juga dapat
dikategorikan menjadi pendidikan rendah : tamat SLTP ke bawah dan pendidikan tinggi yaitu
: tamat SLTA ke atas (Riskesdas, 2007).
E. Pengetahuan (Knowledge)
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya (mata,hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya
pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi

oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indra pendengar (telinga), dan indra penglihatan (mata).
2. Tingkat Pengetahuan
Peningkatan pengetahuan merupakan indikator keberhasilan dari pendidikan kesehatan yang
dilakukan. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
menurut Bloom (1974) yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah
mangamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tenang
objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseoarang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian
mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek
yang diketahui.
e. Sintesis
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam
satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Penelitian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
3. Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan
Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang menurut Nasution (1999) , yaitu :
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka orangtua makin mudah menerima informasi tentang
kesehatan gigi sehingga mempunyai kepedulian yang tinggi tentang kesehatan dan kebersihan
gigi setiap anggota keluarganya.
b. Informasi
Orang tua yang mempunyai banyak sumber informasi dapat memberikan peningkatan
terhadap tingkat pengetahuannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media masa
seperti majalah, koran, berita televisi dan salah satunya juga dapat diperoleh dari penyuluhan
atau pendidikan kesehatan.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan
informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang
berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini mengandung maksud bahwa
semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan
jauh lebih luas.
e. Sosial Ekonomi
Upaya untuk mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misal sekolah), tingkat sosial
ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah
untuk mendapatkan informasi.
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden atau subjek
penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui, dapat
disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden (Notoadmodjo, 2003).
F. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus
atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu. Setiap kejadian dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap
itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap mempunyai 4 tingkatan dari yang terendah hingga yang
tertinggi yaitu :
a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu
terhadap ceramah-ceramah.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu mengajak ibu
yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke
Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko
atas segala sesuatu yang telah dipilihnya. Contoh: Seorang ibu yakin bahwa KB sangat
bermanfaat bagi kesehatannya sehingga dia tetap menjadi akseptor KB, walaupun mendapat
tentangan dari orang lain.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
a. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu dan mempengaruhi
penghayatan terhadap stimulus sosial.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformasi atau searah dengan
orang lain yang dianggap penting.
c. Pengaruh kebudayaan.
Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan demikian kebudayaan yang
diikutinya mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut.
d. Media massa.
Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap yang tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga
kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan
sikap.
f. Pengaruh faktor emosional.
Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar,
2002).
g. Pendidikan
Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam bersikap.
h. Faktor sosial dan ekonomi
Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang berbeda-beda.
i. Kesiapan fisik (status kesehatan)
Pada umumnya fisik yang kuat terdapat jiwa sehat.
j. Kesiapan psikologis / jiwa

Proses interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu
dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masingmasing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi
hubungan antara psikologis disekelilingnya (Azwar, 2002).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 rancangan penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survey yang menggunakan
pendekatan Cross Sectional yaitu dengan menilai tingkat pengetahuan orang tua dan tingkat
kejadian karies di SDN
Kerangka konsep penelitian dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup dan mengarahkan
penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
Independent variable

Dependent variable

Tingkat pengetahuan orang tua

Sikap orang tua

Pendidikan orang tua

karies gigi

3.2 paradigma penelitian


Faktor perilaku
Faktor predisposisi

Karies gigi

- Pendidikan
- Pengetahuan Orang tua Anak
- Sikap
- Praktik

Faktor pencetus
- Host
- Agen
- Substrat
- Waktu

Faktor pendukung
- Pendapatan keluarga
- ketersediaan sarana, waktu

Faktor pendorong
Dukungan sosial:
keluarga/suami, teman, tokoh
masyarakat, tenaga kesehatan

3.3 hipotesa penelitian


1. Ada hubungan antara pendidikan orangtua dengan karies gigi pada anak
SDN Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang.
2. Ada hubungan antara pengetahuan orangtua tentang karies gigi dengan
karies gigi pada anak SDN
3. Ada hubungan antara sikap orangtua tentang karies gigi dengan karies gigi
pada anak SDN Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang.

3.4 variabel penelitian


Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu :
1. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas atau independent merupakan suatu variabel yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel
lain (Hidayat, 2003). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah pendidikan,
pengetahuan dan sikap.
2. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dapat dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap
perubahan (Hidayat, 2003). Karies gigi, Tingkat pengetahuan orang tua, Sikap orang tua dan
Pendidikan orang tua.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah karies gigi yang terjadi pada siswa SDN
3.5 definisi konseptual dan definisi operasional
3.6 populasi dan sampling
3.6.1 populasi

3.6.2 sampling
3.7 pengumpulan data
3.7.1 teknik pengumpulan data
3.7.2 instrumen penelitian
3.7.3 uji validitas dan reliabilitas
3.8 pengolahan analisis data
3.8.1 pengolahan data
3.8.2 analisis hasil data penelitian
3.9 etika dalam penelitian

3. Ada hubungan perilaku ibu tentang pemeliharaan kesehatan gigi anak balitanya terhadap
prevalensi bebas karies dan pengalaman karies anak balitanya.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan :


1. Sebagai masukan bagi puskesmas dalam penyuluhan kepada ibu-ibu pengunjung BKIA
dan Posyandu untuk meningkatkan pengetahuan ibu-ibu anak balita.
2. Sebagai masukan kepada Playgroup dalam memberi penyuluhan kepada ibu-ibu anak
balita agar dapat meningkatkan pengetahuan ibu-ibu anak balita.
3. Sebagai masukan bagi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi
Masyarakat FKG-USU untuk menambah referensi penelitian.

Universitas Sumatera Utara

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Beradasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan:
1. Pendidikan orang tua sebagian besar dalam kategori pendidikan dasar

yaitu sebanyak 58,3%.


2. Pengetahuan orang tua tentang karies gigi sebagian besar dalam kategori
kurang yaitu sebanyak 50,8%.
3. Sikap orang tua terhadap kebersihan dan kesehatan gigi sebagian besar
dalam kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 58,3%.
4. Siswa SDN Kedungmundu I Semarang sebagian besar mengalami karies
gigi yaitu sebanyak 83,3%.
5. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan orangtua dengan
kejadian karies gigi pada siswa SDN Kedungmundu 1 Semarang dengan
nilai p sebesar 0,000.
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan orangtua dengan
kejadian karies gigi pada siswa SDN Kedungmundu 1 Semarang dengan
nilai p sebesar 0,000.
7. Hubungan yang bermakna antara pengetahuan orangtua dengan kejadian
karies gigi pada siswa SDN Kedungmundu 1 Semarang dengan nilai p
sebesar 0,000.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kelemahan yang ada
dalam penelitian, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Institusi sekolah
Institusi sekolah hendaknya dapat melakukan pendidikan kesehatan
khususnya mengenai cara menjaga kebersihan gigi serta dapat melakukan
pemeriksaan gigi secara berkala yang bekerja sama dengan instansi
kesehatan terkait.
51

2. Orangtua
Orangtua hendaknya lebih memperhatikan kesehatan gigi anaknya agar
tidak mengalami karies. Perhatian ini bisa dalam bentuk perhatian untuk
menggosok gigi yang ditunjukkan dengan pendampingan secara langsung
pada praktik menggosok gigi, memperhatikan makanan yang dikonsumsi
anak dan sebagainya.
3. Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisis faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya karies gigi, serta dalam penelitian selanjutnya
hendaknya juga dapat melibatkan orangtua siswa sehingga dapat diketahui
bentuk dukungan orangtua lebih jelas.

DAFTAR PUSTAKA
Alpers, Ann, (2006). Buku Ajar Pediatrika Jakarta, EGC
Anggara, (2006). Flour terhadap kesehatan gigi.
http://www.scribd.com/doc/65635726/Flour-Terhadap-Kesehatan-Gigi
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian : Suatu pendekatan praktik. Jakarta :
Asdi Mahasatya.
Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Eriska, R. (2005). Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. Fakultas kedokteran
gigi Padjadjaran.
Fankari. 2004. Pengaruh Penyuluhan Dengan Metode Stimulasi dan Demonstrasi

Terhadap Perubahan Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak


Sekolah Dasar. Karya Tulis Ilmiah DIV. Perawat Pendidik UGM
Ghozali, I. (2005). Aplikasi analisis multivariat dengan program SPSS. Semarang
: Badan Penerbit universitas Diponegoro.
Gilang, R.A. (2010). Serba-serbi kesehatan gigi & mulut : Semua yang perlu
kamu tahu tentang gigi dan mulut. Jakarta : Bukune.
Hermawan, R. (2010). Menyehatkan daerah mulut: Cara praktis menghilangkan
bau mulut disertai tips agar gigi dan mulut anda selalu sehat dan indah.
Jogjakarta : Buku Biru.
Hidayat, A. A. (2003). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
PT Salemba Medika
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Ihsan, Fuad. (2001). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Litin, A.C. (2008). Mayo clinic : Family health book. Edisi keempat. Terjemahan
Intisari Mediatama. Jakarta : Gramedia.
Machfoedz, I., Eko, S., Sutrisno, Sabar, S. (2005). Pendidikan kesehatan bagian
dari promosi kesehatan. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu kesehatan masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar.
Cetakan ke-2. Jakarta. Rineka Cipta.
______________. ( 2005 ). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
______________. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sintawati, (2007). Permen karet antiplak gigi berbahan aktif minyak atsiri jahe

merah (Zingiber officinale Roscoe). http://mita-amaliararaswati.


com/2011/02/permen-karet-antiplak-gigi-berbahan.html
Srigupta, A.A. (2004). Panduan singkat perawatan gigi dan mulut. Jakarta :
Prestasi Pustaka.
Sugiyono. (2007). Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta.
Summit, J B., J. William R, and Richard S. S. (2001) Fundamentals of Operative
Dentistry: A Contemporary Approach.2nd edition. Carol Stream, Illinois,
Quintessence Publishing Co, Inc, 2001, p. 128. ISBN 0-86715-382-2
Tarigan, R. (1992). Karies gigi. Jakarta : Hipokrates
Valman. B. (2006). Gangguan dan Penyakit yang Sering Menyerang Anak,
Panduan Bagi Orang Tua di Rumah. Jakarta. EGC
Zaviera, F. (2008). Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang Anak
Jogjakarta: Katahati.

Vous aimerez peut-être aussi