Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ANALISIS MASALAH
1. Ny. M usia 30 tahun seorang karyawan swasta datang ke UGD dengan keluhan
sesak nafas sejak 6 jam yang lalu dan mengeluhkan ujung-ujung tangan dan
kakinya dingin. (VVV)
a. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dan pekerjaan terhadap kasus?1 2
3
b. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari sesak nafas pada kasus ? 4,5,6
c. Bagaimana makna klinis dari sesak nafas sejak 6 jam yang lalu?7,8,9
d. Apa makna klinis dari keluhan ujung-ujung tangan dan kakinya dingin?10,
1, 3
Jawab :
Keluhan ujung-ujung tangan dan kakinya dingin menunjukkan bahwa sudah
ada tanda-tanda dari syok anafilaktik. Histamin yang dikeluarkan
menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga tahanan pembuluh darah perifer
menurun. Hal ini menyebabkan perfusi jaringan ke perifer menurun dan
tidak mendapat suplai darah dan oksigen yang tidak adekuat.
2. Sejak dua hari yang lalu pasien mengeluh demam dan batuk. Hari kedua demam
pasien berobat ke dokter dan mendapat obat kotrimoksazol tablet, parasetamol
tablet dan sirup obat batuk. (vv)
a. Bagaimana indikasi, kontraindikasi pemberian obat, farmakodinamik dan
farmakokinetik, efek samping,komplikasi dari kotrimoksazol?8,10,1
Jawab :
b. Bagaimana indikasi, kontraindikasi pemberian obat, farmakodinamik dan
farmakokinetik, efek samping,komplikasi dari parasetamol?4,7,10
;Jawab :
Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga
juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Universitas Sumatera
Utara Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu
Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG)
yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat
pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan
keseimbangan asam basa. Semua obat analgetik non opioid bekerja
melalui penghambatan siklooksigenase. Parasetamol menghambat
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase
secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat
lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol
menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat
pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol
hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai
sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan
efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol
menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung
prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan
menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan
Indikasi
Indikasi utama parasetamol yaitu digunakan sebagai obat penurun
panas (analgesik) dan dapat digunakan sebagi obat penghilang rasa sakit dari
segala jenis seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri pasca operasi, nyeri
sehubungan dengan pilek, nyeri otot pasca-trauma, dan lain-lain. Sakit kepala
migrain, dismenore dan nyeri sendi juga dapat diringankan dengan obat
parasetamol ini. Pada pasien kanker, parasetamol digunakan untuk mengatasi
nyeri ringan atau dapat diberikan dalam kombinasi dengan opioid (misalnya
kodein).
Parasetamol telah dibandingkan dengan banyak analgesik lain dan
dianggap kurang equipotent jika dibandingkan dengan aspirin (asam
asetilsalisilat). Dengan demikian, secara umum, parasetamol kurang mujarab
ketimbang salisilat dan agen antirematik lainnya jika digunakan sebagai obat
anti-inflamasi dan antinyeri.
Parasetamol dapat digunakan pada anak-anak. Ini merupakan alternatif
yang
lebih
disukai
ketika
aspirin
(asam
asetilsalisilat)
merupakan
kontraindikasi (misalnya karena riwayat ulkus atau infeksi virus pada anak)
Kontraindikasi
Shock
Overdosis Acetaminophen
Gizi buruk
Efek samping
Walaupun efek samping parasetamol jarang, namun jika itu terjadi maka
ditandai dengan:
Ruam atau pembengkakan ini bisa menjadi tanda dari reaksi alergi.
Kerusakan hati dan ginjal, ketika diambil pada dosis lebih tinggi dari yang
direkomendasikan (overdosis).
Dalam kasus ekstrim kerusakan hati yang dapat disebabkan oleh overdosis
parasetamol bisa berakibat fatal. Maka carilah bantuan medis darurat jika
anda memiliki salah satu dari tanda-tanda reaksi alergi parasetamol
seperti: gatal-gatal, kesulitan bernapas, pembengkakan wajah, bibir, lidah,
atau tenggorokan. Berhenti menggunakan obat ini dan hubungi dokter
apabila mengalami efek samping parasetamol yang serius seperti:
Diare
Keringat berlebihan
c. Apa saja macam-macam obat batuk sirup yang dapat diberikan sesuai kasus?
2,5,8
d. Bagaimana hubungan riwayat pemberian obat dengan keluhan sesak nafas
sejak 6 jam yang lalu?3,6,9
3. Dua belas jam setelah makan obat tersebut muncul bengkak pada mata, bibir,
lalu timbul bentol disertai gatal pada kedua lengan, tungkai hingga seluruh
badan dan mual. (VV)
a. Apa makna klinis timbul keluhan sejak dua belas jam setelah makan obat ?
1,5,9
b. Bagaimana mekanisme timbulnya muncul bengkak dan bentol disertai gatal?
2,6,10
Jawab :
Adanya ikatan antara alergen dan IgE degradasi asam arakidonat
menghasilkan leukotrin dan prostaglandin sekresi histamin dan serotonin
permeabilitas vaskular meningkat edema mukosa bengkak dan
gatal
c. Bagaimana mekanisme terjadinya mual pada kasus?3,4,7
d. Apa saja respon imun yang terlibat pada kasus?8,1,6
e. Bagaimana predileksi bengkak dan bentol disertai gatal pada kasus?2,7,3
4. Dua bulan yang lalu pasien pernah makan obat yang sama karena keluhan diare
tetapi tidak ada gejala seperti saat ini setelah makan obat. (VV)
a. Apa makna klinis dari dua bulan yang lalu pasien pernah makan obat yang
sama karena keluhan diare tapi tidak ada gejala seperti saat ini setelah
makan obat?8,4,9
b. Bagaimana mekanisme sensitisasi dari kasus?5,10,1
Jawab :
Fase sentisisasi pada kasus ini pertama kali pada saat minum obat dimana
respon tubuh menganggap obat tersebut sebagai alergen. Fase sensitisasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Alergen yang masuk ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit T dimana limfosit T
akan mensekresikan sitokin (IL4 dan IL 13) yang menginduksi limfosit B
berproliferasi menjadi sel plasma. Sel plasma memproduksi IgE spesifik
untuk antigen tersebut kemudian reseptor kemudian terikat pada reseptor
permukaan sel mast dan basofil dan mastosit dan basofil akan melepaskan
isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi dan paparan ulang.
5. Riwayat asma dimiliki oleh adik pasien dan ibu menderita eksim. Riwayat asma
pada pasien disangkal. (VV)
a. Apa makna klinis dari riwayat keluarga pada kasus?2,3,4
b. Bagaimana hubungan tidak adanya riwayat asma dengan kasus?5,6,7
6. Pemeriksaan fisik (V)
Kasus
Compos
Normal
Compos mentis
Interpretasi
Normal
mentis
90/60 mmHg
120x/menit
Reguler
Isi dan
120/80 mmHg
60-100x/menit
Reguler
Isi dan tegangan
Rendah
Takikardia
tegangan
cukup
Frekuensi
kurang
32x/menit
16-24x/menit
Takipneu
nafas
Suhu
Palpebra
37,2 0C
Edema
36,5-37,5 0C
(-)
Normal
Abnormal
superior
Labia oris
Edema
(-)
Abnormal
murmur (-),
murmur (-),
gallop (-)
gallop (-)
Tekanan darah
Frekuensi nadi
superior dan
inferior
Thoraks
a. Jantung
Normal
Abnormal
b. Paru
wheezing
Sonor
pada kedua
lapangan paru
c. Abdomen
Abnormal
dalam batas
normal
d. Esktemitas
kulit gambaran
urtikaria
(-)
Mekanisme :
a) Takikardia
Adanya ikatan antara alergen dan IgE degradasi asam arakidonat
menghasilkan leukotrin dan prostaglandin sekresi histamin dan
serotonin terjadi syok anafilaktik sehingga jantung harus bekerja
lebih keras untuk mengantarkan lebih banyak oksigen ke jaringan
tubuh degan cara menaikkan kecepatan aliran darah melewati
pembuluh darah.
b) Hipotensi
Adanya ikatan antara alergen dan IgE degradasi asam arakidonat
menghasilkan leukotrin dan prostaglandin sekresi histamin dan
serotonin vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan
disertai kolaps sirkulasi darah
c) Takipneu
Mekanisme kompensasi dari adanya bronkokonstriksi
d) Palpebra superior dan labia oris superior inferior edema
Adanya ikatan antara alergen dan IgE degradasi asam arakidonat
menghasilkan leukotrin dan prostaglandin sekresi histamin dan
serotonin permeabilitas vaskular meningkat edema mukosa
bengkak
e) Wheezing pada kedua lapang paru
Adanya ikatan antara alergen dan IgE degradasi asam arakidonat
menghasilkan leukotrin dan prostaglandin sekresi histamin dan
serotonin konstriksi otot polos pada bronkus wheezing
f) Ekstremitas urtikaria
Histamin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit
sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamin juga
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga
cairan dan sel, terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan
mengakibatkan pembengkakan kulit lokal. Cairan serta sel yang
keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul
rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal.
Kasus
12,2 gr/dL
8400/mm3
Normal
12-16 gr/dl
5.000-
Basofil = 2
Eosinofil = 6
Neutrofil
10.000/mm3
Basofil = 0-2
Eosinofil = 0-4
Neutrofil batang
batang = 4
Neutrofil
= 0-12
Neutrofil
segmen = 62
Limfosit = 20
segmen = 36-73
Limfosit = 15-
Interpretasi
Normal
Normal
Basofil
borderline
Eosinofil
meningkat
Neutrofil batang
normal
Monosit = 6
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
18 mg/dL
0,46 mg/dL
144 mEq/L
4,2 mEq/L
45
Monosit = 0-10
8-25 mg/dL
0,4 1,3 mg/dL
135-144 mEq/L
3,6 4,8 mEq/L
Neutrofil segmen
normal
Limfosit normal
Monosit Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
8. Aspek klinis
a. DD 8,1,4
b. Algoritma penegakkan diagnosis 7,10,3
a. Terjadinya gejala penyakit segera (beberapa menit sampai jam), yang
melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (urtikaria yang merata,
pruritus,atau kemerahan, edema bibir-lidah-uvula), paling sedikit satu
dari gejala berikut :
1) Gangguan pernapasan (sesak, mengi, bronkospasme, stridor,
penurunan arus puncak ekspirasi (APE), hipoksemia.
2) Penurunan tekanan darah atau berhubungan dengan disfungsi organ
(hipotonia atau kolaps, pingsan, inkontinens)
b. Dua atau lebih dari petanda berikut ini yang terjadi segera setelah
terpapar serupa alergen pada penderita (beberapa menit sampai jam):
1) Keterlibatan kulit-jaringan mukosa (urtikaria yang merata, prurituskemerahan, edema pada bibir-lidah-uvula)
2) Gangguan pernapasan (sesak, mengi, bronkospasme, stidor,
penurunan APE, hipoksemia)
3) Penurunan tekanan darah atau gejala yang berhubungan (hipotoniakolaps, pingsan, inkontinens)
4) Gejala gastrointestinal yang menetap (kram perut, sakit, muntah)
c. Penurunan tekanan darah segera setelah terpapar alergen (beberapa
menit sampai jam)
1) Bayi dan anak : tekanan darah sistolik rendah (tgt umur), atau
penurunan lebih dari 30% tekanan darah sistolik.
2) Dewasa : tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm Hg atau
penurunan lebih dari 30% nilai basal.
c. DK all
d. Epidemiologi 6,9,2
e. Etiologi 6,10,3
Reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh berekasi dengan
antigen yang dianggap sebagai penyerang atau benda asing oleh tubuh. Sel
darah putih kemudian memproduksi antibodi dalm hal ini adalah IgE yang
bersirkulasi pada peredaran darah dan bereaksi dengan benda asing yang
masuk. Perlekatan antigen-antobodi ini merangsang pelepasan mediatormediator seperti histamin dan menyebabkan berbagai reaksi dan gejala pada
berbagai organ dan jaringan.
Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi
anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks.
Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih
telur, dan susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi
anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafilaksis seperti
antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot,
aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media
kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa
menyebabkan anafilaksis.
Table 1 : Penyebab reaksi anafilaksis dan anafilaktoid
traktus respiratorius contohnya pada rhinitis alergi, dermatitis atopi, dan asma alergi.
Kelainan hipersensitivitas non-atopi contohnya urtikaria, angioedema, dan anafilaksis.
Ketika reaksi yang terjadi ringan, maka hanya akan menyerang kulit (urtikaria) atau
jaringan subkutan (angioedema), namun ketika reaksi yang terjadi berat maka akan
berakibat menyeluruh (generalisata) dan bersifat life-threatening medical emergency
(anafilaksis).
Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase
sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase
aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang
sama sampai timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan
ditangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor
permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang
sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan
memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di
sebut dengan istilah preformed mediators.2,5
Gambar 1 : Patofisiologi Reaksi Anafilaksis
membahayakan penderita. Hipotensi dan syok dapat terjadi sebagai akibat dari
kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan disfungsi miokard. Peningkatan
permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan pergeseran 50 % volume vaskuler ke
ruang extravaskuler dalam 10 menit.
pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga
menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun
sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan
syok anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian
intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat
dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5
mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang
beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan
perbaikan.
Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan
tertentu saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anestesia.
Pada saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi
injeksi intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin mungkin diberikan
dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5ml dari pengenceran injeksi
adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika
respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB(0,1
ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) dengan injeksi intravena
lambat selama beberapa menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami syok anafilaksis perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya
perlu diajarkan cara penyuntikkan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada
kasus kolaps yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut.
Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat
yang sering dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator.
Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses vasodilatasi dan
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan
vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250
ml dextrose (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60
mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikan
sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau
levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan dekstrosa 5% dengan kecepatan 2ml/menit,
atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrose 5%.
Terapi Cairan.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan
utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis
cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan
20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan
dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama
dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler,
volume nterstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Observasi
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa
HIPOTESIS
Ny. M usia 30 tahun seorang karyawan swasta datang ke UGD dengan keluhan
sesak nafas sejak 6 jam yang lalu mengalami syok anafilaktik
1. Mustafa, SS. Anaphylaxis. April 8, 2013. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/135065-overview . Accessed on
December 20, 2016.