Vous êtes sur la page 1sur 13

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)


A. PENGERTIAN
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana imunoglobulin atau
komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen permukaan sel darah merah dan
menyebabkan pengrusakan sel darah merah melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE).
Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG, IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang
berbeda-beda.
AIHA (Autoimmune Hemolytic Anemia) adalah timbulnya gejala anemia atau penurunan
kadar hemoglobin akibat sel darah merah yang dipecah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri.
Sel darah merah normal akan rusak dan pecah (lisis) akibat diserang oleh sistem kekebalan
tubuh sendiri yang salah mendeteksi sel darah merah tersebut sebagai sel asing.
B. ETIOLOGI
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor
ekstrinsik.
1. Faktor Intrinsik yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Gangguan struktur dinding eritrosit
1) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal.
Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan
pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat
menimbulkan krisis aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak
yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.
2) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan
normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan
secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat
sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi
biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
3) A-beta lipropoteinemia

Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit
tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh
kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
b. Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
1) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
2) Defisiensi Glutation reduktas
3) Defisiensi Glutation
4) Defisiensi Piruvatkinase
5) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI
6) Defisiensi difosfogliserat mutase
7) Defisiensi Heksokinase
8) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
c. Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga
pada

umur

satu

tahun

telah

mencapai

keadaan

yang

normal

Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:


1) Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS,
HbE dan lain-lain
2) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
2. Faktor Ekstrinsik yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
a. Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
b. Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh
tubuh sendiri.
c. Infeksi, plasmodium, boriella.
Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi
kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif
residual.Terkadang system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan
selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan asing (reaksi autoimun).
C. KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat reaksi antibodi, AHA dibagi
2 golongan sebagai berikut:
1. Anemia Hemolitik Autoimun Hangat atau warm AHA (yang sering terjadi) dan
Anemia Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah merah

pada suhu

tubuh.Autoantibody melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda
asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum
tulang.Dan suhu badan pasien pada anemia hemolitik aotuimun hangat ini >37C.
2. Anemia Hemolitik Dingin atau coldAH A.
Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh
membentuk aotoantibodi yang beraksi terhadap sel darah merah dalm suhu ruangan atau
dalam suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pda anemia hemolitik aotuimun dingin ini
<37C.
D. PATOFISIOLOGI
Anemia hemolitik autoimun ini terjadi akibat desrtuksi eritrosit yang melalui proses
hemolisis ekstravaskuler dan intravakuler.
Pada AHA Tipe hangat melibatkan proses hemolisis ekstravaskuler, dan pada AHA tipe
dingin melibatkan proses hemolisis intravaskuler. Pada AHA tipe hangat eritrosit yang
diselimuti IgG atau komplemen difagositif oleh makrofak dalam lien dan hati sehingga
terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis ekstravaskuler terjadi pada sel makrofag
dari system retikuloendothelial (RES) terutama pada lien, hepar dan sumsum tulang karena
sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis ini terjadi karena kerusakan membran
(akibat reaksi antigen antibody). Eritrosit yang pecah akan menghasilkan globulin yang akan
di kembalikan ke protein pool, serta besi yang di kembalikan ke makrofag (cadangan besi)
selanjutnya akan di pakai kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan
bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin indirek,
mengalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melaluai empedu
sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam fesesdan urobilinogen dalam urin. Sebagian
hemoglobin akan lepas ke plasma dan diikat oleh haptoglobin sehingga kadar haptoglobin
juga menurun, tetapi tidak serendah pada hemoloisis intravaskuler.
Pada AHA tipe dingin autoantibody IgM mengikat antigen membran eritrosit dan membawa
C1q ketika melewati bagian yang dingin, kemudian terbentuk kompleks penyerang membran,
yaitu suatu kompleks komplemen yang tediri dari atas C 56789. Kompleks penyerang ini
menimbulkan kerusakan membran eritrosit, apabila terjadi kerusakan membran yang hebat
akan terjadi hemolisis intravaskuler jika kerusakan minimal terjadi pagositosis oleh makrofag
dalam RES sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis intravaskuler yakni
pemecahan eritrisit intravaskuler yang menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas kedalam

plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (suatu globin alfa) sehingga
kadar haptoglobin plasma akan menurun.

Kompleks hemoglobin-haptoglobin akan

dibersihkan oleh hati dan RES dalam beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin
dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai
hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin
sehingga terjadi methemoglobinnemia. Heme juga diikat oleh hemopeksin (suatu
glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh sel hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar
melalui urin sehingga terjadi hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin dalam tubulus ginjal
akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel
mengalami deskuamasi maka hemosiderin dibuang melalui urine (hemosiderinuria), yang
merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronik.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat
Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai
nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa
terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa dijumpai splenomegali pada anemia
hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada
AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada50-60%, iketrik
terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya
25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.
2. Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin
Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.Hemolisis berjalan kronik.
Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi akrosinosis dan
splenomegali. Pada cuaca dingin akan menimbulkan meningkatnya penghancuran sel

darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis
(tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. AHA Tipe panas
Pada AHA tipe panas ini dijumpai kelainan laboratarium sebagai berikut:
a. Darah tepi
Anemia ini juga dijumpai kelianan diantaranya, pada darh tepi terdapat mikrosferosit,
pliikromasia, normoblast dalam darh tepi.Morfologi anemia ini pada umumnya ialah
normokoromik normositer dan juga di dapat terjadinya peningkatan retikulosit.
b. Bilurubin serum meningkat 2-4 mg/dl, dengan bilurubin indierk lebih tinggi dari
bilurubin direk.
c. Tes Coombs direk (DAT) positif.
Pemeriksaan Direct Antiglobulin Test (DAT) atau lebih dikenal dengan Direct Coombs
test menunjukkan adanya antibodi permukaan / komplemen permukaan sel eritrosit.
Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien dengan reagen anti IgG
menunjukkan permukaan sel eritrosit mengandung IgG (DAT positif).
d. Hemoglobin dibawah 7gr/dl.
e. Yang paling menonjol pada pemeriksaan darah tepi pada tipe hangat ini yakni
ditemukan sferositosis yang menonjol dalam darah tepi.
2. AHA Tipe dingin
Tes aglutitinasi dingin dijumpai titer tinggi dan tes Coombs direk positif. Dan juga tes
darah tepi yakni menghitung jumlah lekosit yang kadang sampai >50 rb/mmk yang
biasanya dijumpai pada yang akut, sealin itu juga jmenghitung jumlah trombosit
meningkat.
Sedian apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin. Aglutinasi eritrosit yang
jelas terdapat pada sediaan apus darah yang dibuat pada suhu ruangan. Latar belakangnya
disebabkan oleh kosentrasi protein plasma yang meningkat.

G. PENATALAKSANAAN
1. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat
Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa cara untuk mengobati penyakit ini, jika
penyebab penyakit di ketahui yang pertama harus dilakukan adalah menyingkirkan
penyebab yang mendasari contohnya SLE.Pemakaian obat seperti methyldopa dan
fludarabin harus dihentikan. Apabila penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan
pilihan selanjutnya adalah dengan pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya

secara intravena selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai
dosis awal untuk orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika
dijumpai ada kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb
stabil.Steroid ini

mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis

antibody.Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis


disesuaikan. Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal
mempertahankan kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa
(splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa berhenti
menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibody.Pengangkatan limfa
diketahui berhasil mengendalikan pada sekitar 50% penderita.Jika pengobatan ini gagal,
diberikan obat yang menekan system kekebalan.Obat imunosupresif lain dapat digunakan
diantaranya: Azatioprin50- 200 mg/hari, siklofosfamid50-150 mg/hari (60 mg/m2),
klorambusil, dan siklosporin. Terapi lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari,
biasanya danazol dipakai bersama0sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang
mengancam fungsi jantung dapat dilakukan tranfusi. Transfusi darah dapat menyebabkan
masalah pada penderita karena bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah
yang

tidak

bereaksi

terhadap

antibody.Transfusinya

sendiri

dapat

merangsang

pembentukan lebih banyak lagi antibody.Maka, darah yang ditranfusi harus tidak
mengandung antigen yang sesuai dengan penderita.Kemudian pada keadaan gawat dapat
diberikan immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan apabila Hb < 7 g/dl.
2. Anemia hemolitik autoimun tipe dingin
Dan terapi pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin yakni dengan menghindari udar
dingin , mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga
gdengan memberi kortikosteroid tetapi kortikosteroid ini

tidak efektif.Pemberian

khlorambusil dapat memberikan hasil pada beberapa kasus. Dan juga bisa diberikan
prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak
membantu penyembuhan pada penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil
2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk

mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa

mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.


H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data demografi

b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
a) Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan
seperti anti kanker,analgetik dll
b) Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi
yang besar
c) Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung as.
Folat,Fe dan Vit12.
d) Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
e) Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
2) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari
orang tua yang sama-sama trait sel sabit
3) Riwayat kesehatan sekarang
a) Klien terlihat keletihan dan lemah
b) Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
c) Mengeluh nyeri mulut dan lidah
c. Kebutuhan dasar
1) Pola aktivitas sehari-hari
a) Keletihan,malaise,kelemahan
b) Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
2) Sirkulasi
a) Palpitasi, takikardia, mur-mur sistolik, kulit dan membran mukosa (konjungtiva,
mulut, farink dan bibir) pucat
b) Sklera : biru atau putih seperti mutiara
c) Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan

3)
4)
5)

6)

vasokonstriksi (kompensasi)
d) Kuku : mudah patah,berbentuk seperti sendok
e) Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur
Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
Integritas ego
Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung
Makanan dan cairan
a) Penurunan nafsu makan
b) Mual dan muntah
c) Penurunan BB
d) Distensi abdomen dan penurunan bising usus
e) Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi

7) Neurosensori
a) Sakit kepala,pusing,vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
b) Penurunan penglihatan
c) Gelisah dan kelemahan
d) Nyeri atau kenyamanan
e) Nyeri abdomen samar dan sakit kepala
8) Pernafasan
Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,ortopnea, dan dispnea)
9) Keamanan
Gangguan penglihatan,jatuh,demam dan infeksi
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Jumlah darah lengakap (JDL) : Hb dan Ht menurun
2) Jumlah eritrosit menurun
3) Bilirubin serum ( tak tergonjugasi) : meningkat
4) Tes schilling : penurunan ekskresi Vit12 di urin
5) Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urin dan feses
2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan afinitas Hb
oksigen
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan kekurangan energy pembentukan antibodi
3. Intervensi
No
Diagnosa
1. Ketidakefektifan

NOC
NIC
a.Circulation status
b.Neurologic status
perfusi
jaringan
c.Tissue Prefusion :cerebral
serebral
Setelah
dilakukan
asuhan Monitor TTV
selamaketidakefektifan perfusi
berhubungan
jaringan cerebral teratasi dengan
dengan gangguan
kriteria hasil:
afinitas Hb oksigen a.Tekanan systole dan diastoledalam
Monitor AGD, ukuran
rentang yangdiharapkan
b.Tidak adaortostatikhipertensi
pupil,ketajaman,
c.Komunikasi jelas
kesimetrisan dan reaksi
d.Menunjukkan
konsentrasi
danorientasi
e.Pupilseimbang dan reaktif
f. Bebasdari aktivitas kejang
Monitor adanya diplopia,

a.
b.
c.

pandangankabur, nyeri
kepala

d.

Monitor

level

kebingungan
danorientasi

e.
f.

Monitor

tonus

otot

pergerakan

Monitor
intrkranial
nerologis

g.

danrespon

Catat perubahan pasien


dalam
stimulus

h.
i.

tekanan

merespon

Monitor status cairan

Pertahankan
parameter hemodinami
k

j.

Tinggikan

kepala

0-

2.

45otergantungpada
konsisi pasien dan order
medis
Intoleransi
a. Self Care : ADLs
a.Observasi
adanya
b.
Toleransi
aktivitas
aktivitas
pembatasan klien dalam
c.
Konservasi
eneergi
berhubungan
melakukan aktivitas
Setelah
dilakukan
tindakan b.Kaji adanya faktor yang
dengan
keperawatan selama . Pasien
menyebabkan kelelahan
ketidakseimbangan
bertoleransi terhadap aktivitas c.Monitor
nutrisi
dan
antara
suplai
dengan kriteria hasil:
sumber energi yang
oksigen
dengan
a. Berpartisipasi dalam aktivitas
adekuat
kebutuhan
fisik tanpa disertai peningkatan d.Monitor pasien akan
tekanan darah, nadi dan RR
adanya kelelahan fisik
b. Mampu melakukan aktivitas
dan
emosi
secara
sehari hari (ADLs) secara
berlebihan
mandiri
e.Monitor
respon
c. Keseimbangan aktivitas dan
kardivaskuler terhadap
istirahat
aktivitas
(takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis,
pucat,
perubahan
hemodinamik)
f. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
g.Kolaborasikan
dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalam
merencanakan progran
terapi yang tepat.
h.Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
i. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai
dengan
kemampuan
fisik,
psikologi dan social
j. Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan
sumber

3.

yang diperlukan untuk


aktivitas
yang
diinginkan
k.Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
l. Bantu
untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
m. Bantu
klien
untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
n.Bantu
pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
o.Sediakan
penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
p.Bantu
pasien
untuk
mengembangkan
motivasi
diri
dan
penguatan
q.Monitor respon fisik,
emosi,
sosial
dan
spiritual
Resiko
infeksi a. Immune Status
a.Pertahankan
teknik
b. Knowledge : Infection control
berhubungan
aseptik
c.
Risk
control
b.Batasi pengunjung bila
dengan kekurangan
Setelah
dilakukan
tindakan
perlu
energy
keperawatan selama pasien c.Cuci
tangan
setiap
pembentukan
tidak mengalami infeksi dengan
sebelum dan sesudah
antibodi
kriteria hasil:
tindakan keperawatan
a. Klien bebas dari tanda dan d.Gunakan baju, sarung
gejala infeksi
tangan sebagai alat
b. Menunjukkan
kemampuan
pelindung
untuk mencegah timbulnya e.Ganti letak IV perifer dan
infeksi
dressing sesuai dengan
c. Jumlah leukosit dalam batas
petunjuk umum
normal
f. Gunakan
kateter
d. Menunjukkan perilaku hidup
intermiten
untuk
sehat
menurunkan
infeksi

e. Status imun,
genitourinaria
normal

gastrointestinal,
kandung kencing
dalam
batas g.Tingkatkan intake nutrisi
h.Berikan terapi antibiotik
i. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
lokal
j. Pertahankan teknik isolasi
k/p
k.Inspeksi
kulit
dan
membran
mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
l. Monitor adanya luka
m. Dorong masukan cairan
n.Dorong istirahat
o.Ajarkan
pasien
dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi

4. Implementasi
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan
(intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan pedoman atau
prosedur teknis yang telah ditentukan.
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan adalah:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi.
b. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas.
c. Pasien tidak mengalami infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul aziz dkk. 2004. Buku saku kebutuhan dasar manusia. EGC: Jakarta.
Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC:
Jakarta.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Nurarif Amin Huda,S.Kep.,Ns dan Kusuma Hardhi,S.Kep.,Ns.2013.Asuhan Keperawtan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association) NIC-NOC, Jilid 2.

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi