Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DAN MALARIA
Heni Prasetyowati
Endang Puji Astuti
Mara Ipa
Joni Hendri
Yuneu Yuliasih
Andri Ruliansyah
Nurul Hidayati K
Rohmansyah WN
Dewi Nur Hodijah
Aryo Ginanjar
Roy Nusa RES
Yulidar
Kata Pengantar
Salam Sukses!
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Buku ini
merupakan kumpulan hasil penelitian kami di Loka Litbang P2B2
Ciamis yang telah didesiminasikan. Penyebarluasan hasil penelitian
menjadi sangat penting sebagai tolok ukur kemanfaatan hasil
penelitian itu sendiri. Penyediaan data evidence base yang dijadikan
dasar pembuatan kebijakan oleh para pembuat keputusan terutama
terkait penyakit tular vektor yaitu demam berdarah dengue dan
malaria menjadi tujuan utama buku ini kami buat.
iii
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar.....................................................................................iii
Daftar Isi.................................................................................................. v
Daftar Tabel..........................................................................................vii
Daftar Gambar...................................................................................... ix
Bagian 1 Situasi dan Faktor Pendukung Penyebaran DBD
di Kota Sukabumi.........................................................................1
Daftar Pustaka............................................................................16
vi
Daftar Tabel
Tabel 1.1.
Tabel 3.1.
vii
viii
Daftar Gambar
Incidence Rate DBD di 5 Kabupaten/Kota
dengan Kasus Tertinggi Provinsi Jawa Barat
Tahun 2004-2013................................................................2
Case Fatality Rate (CFR) DBD di Kota Sukabumi
Tahun 2004-2013................................................................4
Gambar 2.1. Sebaran Karakteristik Penderita DBD
di Kota Sukabumi Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2012.........................................................................25
Gambar 2.2. Sebaran Karakteristik Penderita DBD di Kota
Sukabumi Berdasarkan Kelompok Umur Tahun
2012.......................................................................................26
Gambar 2.3. Sebaran Serotipe Dengue di Kota Sukabumi
Tahun 2012.........................................................................26
Gambar 4.1. Rumus Perhitungan Indeks Jentik
(HI, CI, BI)............................................................................52
Gambar 4.2. Rumus Pengkategorian HRI dan BRI.......................56
Gambar 6.1. Lokasi Penelitian Penggunaan Insektisida
Rumah Tangga di Provinsi Aceh Tahun 2015.......75
Gambar 6.2. Persentase Jenis Bahan Aktif Dominan
Insektisida Rumah Tangga yang Digunakan
di Provinsi Aceh Tahun 20122015.........................77
Gambar 7.1. Ruku-Ruku (O. sanctum)................................................90
Gambar 8.1. Grafik Kepadatan Nyamuk (Man Bitting Rate/
MBR) An. sundaicus per Bulan di Kecamatan
Pangandaran, Pangandaran Tahun 2014............ 116
Gambar 8.2. Grafik Rata-Rata Kepadatan Nyamuk (Man Hour
Density/MHD) An. sundaicus per Metode di
Kecamatan Pangandaran Tahun 2014.................. 117
Gambar 1.1.
Gambar 1.2.
ix
Gambar 8.3.
Bagian
Pendahuluan
Situasi kasus infeksi virus Dengue di Provinsi Jawa Barat sejak
tahun 2004 hingga 2013 masih tergolong tinggi. Hal ini terlihat
pada Incidence Rate (IR) Demam Berdarah Dengue (DBD) Provinsi
Jawa Barat yang selama 10 tahun terakhir masih diatas 50 kasus per
100.000 penduduk. (1) Tercatat 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat
merupakan daerah endemis DBD. Diantara 27 Kabupaten/Kota
tersebut tercatat lima kota di Jawa Barat yang memiliki kontribusi
besar dalam jumlah kasus DBD yaitu Kota Bandung, Kota Sukabumi,
Kota Cimahi, Kota Cirebon dan Kota Tasikmalaya.(2)
Gambar 1.2. Case Fatality Rate (CFR) DBD di Kota Sukabumi Tahun
20042013
Kondisi Geografis
Perbedaan kondisi geografis suatu daerah menyebabkan kondisi
lingkungannya antardaerah berbeda, hal ini memungkinkan adanya
perbedaan epidemiologi antarwilayah. Faktor lingkungan seperti
4
Curah hujan ideal artinya air hujan yang tidak sampai menimbulkan
banjir dan air menggenang di suatu wadah atau media. Klasifikasi tingkat
curah hujan ideal berdasarkan curah hujan bulanan menurut BMKG
dapat digunakan pada klasifikasi tingkat penyebaran penyakit DBD
dengan (1) curah hujan tinggi (> 500 mm); (2) curah hujan menengah
(300500 mm); dan (3) curah hujan rendah (< 300 mm).(9) Sedangkan
Situasi dan Faktor Pendukung Penyebaran DBD di Kota Sukabumi
untuk jumlah hari hujan bulanan dibagi menjadi tiga klasifikasi dengan
(1) Hari Hujan (HH) rendah (< 10 hari); (2) HH sedang (1015 hari); dan
(3) HH tinggi (>15 hari).(35) Berdasarkan data dari BPS Kota Sukabumi
tahun 2011 dan 2012, terlihat bahwa curah hujan Kota Sukabumi
tergolong tinggi.
Kondisi Demografi
10
Laki-Laki
(2)
Perempuan
(3)
Jumlah
(4)
04
11.323
10.582
21.905
1519
15.614
14.964
30.578
59
1014
2024
2529
3034
3539
4044
4549
5054
5559
60 ke atas
17.385
16.560
15.816
17.852
17.098
14.385
13.202
11.041
9.442
7.336
13.642
16.268
15.592
15.732
16.998
16.209
13.701
12.747
10.782
8.971
6.996
15.847
33.653
32.152
31.548
34.850
33.307
28.086
25.949
21.823
18.413
14.332
29.489
Tahun 2011
180.696
175.389
356.085
Tahun 2010
145.289
142.154
287.443
11
12
Kondisi Entomologi
13
14
Kondisi Virologis
15
Penutup
Daftar Pustaka
16
17
18
19
21
22
Bagian
Pendahuluan
Virus Dengue (DENV) merupakan RNA virus termasuk dalam
Famili Flaviviridae dari genus Flavivirus yang sampai saat ini masih
menjadi ancaman global.(1) Semua serotipe virus Dengue (DENV
1-4) dapat menyebabkan spektrum penyakit mulai dari yang tidak
bergejala (asimptomatik), Demam Dengue (DD) ringan, Demam
Berdarah Dengue (DBD) bahkan Dengue Syok Syndrom (DSS).(2)
Incidence Rate Dengue di Indonesia pada tahun 2014 mencapai
39,51%0 dengan Case Fatality Rate (CFR) mencapai 0,91%.(3) Jawa
Barat merupakan provinsi dengan jumlah kasus DBD dan jumlah
kematian terbanyak di Indonesia pada tahun 2012(4) dimana Kota
Bandung merupakan daerah dengan kasus Dengue tertinggi sejak
23
24
25
26
27
28
Penutup
Daftar Pustaka
29
30
31
32
Bagian
Pendahuluan
Awal tahun 2016, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) merebak
di berbagai wilayah di Indonesia. Januari 2016, beberapa wilayah
telah melaporkan kejadian DBD, walaupun belum ada daerah
yang melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB).(1) Provinsi
Banten merupakan salah satu wilayah endemis di Indonesia yang
semua kabupaten/kota di wilayahnya telah melaporkan kasus
DBD. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Banten, terjadi
1.537 kasus DBD di bulan JanuariFebruari 2016 dengan 38 orang
meninggal dunia. Angka kasus bulan Januari 2016 yaitu 1.025
penderita dan 28 orang meninggal jauh lebih besar dibandingkan
dengan data kasus DBD Januari 2015 yaitu 343 penderita dengan
4 orang meninggal.(2)(3)
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
33
34
(7)
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
35
HRI
1 (rendah)
BRI
2 (sedang)
3 (tinggi)
1
(rendah)
BRI1/HRI1
(rendah)
BRI2/HRI1
(rendah)
BRI3/HRI1
(sedang)
3
(tinggi)
BRI1/HRI3
(sedang)
BRI2/HRI3
(tinggi)
BRI3/HRI3
(tinggi)
2
(sedang)
BRI1/HRI2
(rendah)
BRI2/HRI2
(sedang)
BRI3/HRI2
(tinggi)
36
Density
Figure (DF)
(HI)
(CI)
(BI)
13
12
14
1829
1014
5059
2831
2
3
5
6
8
9
47
817
3037
3849
6076
77
35
59
69
1019
2127
5074
1520
3240
41
2034
3549
7599
100199
200
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
37
Jenis Kontainer
Kontainer
%
Jumlah
Positif
Positif
Larva
Larva
% Positif Larva
dari Total
Kontainer
Positif Larva
332
26
7.83
17.93
Bak
299
71
23.75
48.97
Dispenser
61
19
31.15
13.10
Kulkas
Tempayan
Gentong
38
65
66
12
2
6
3.08
9.09
58.33
1.38
4.14
4.83
Jenis Kontainer
Kontainer
%
Jumlah
Positif
Positif
Larva
Larva
Drum
Tempat minum
hewan
Jerigen
Pot bunga
Akuarium
Jumlah CC
3
2
854
% Positif Larva
dari Total
Kontainer
Positif Larva
0.00
0.00
0.00
0.00
33.33
0.69
100.00
1.38
134
0.00
15.69
92.41
69.23
6.21
0.00
13
2
Jumlah DC
15
11
Total DC dan CC
869
145
100.00
1.38
73.33
7.59
89.02
100
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
39
Sedang
Tinggi
Total
Breeding Risk
Index
Hygiene Risk
Index
Maya Index
Rumah
(%)
Rumah
(%)
Rumah
(%)
29
9.67
0.00
27
9.00
243
28
300
81.00
9.33
100
286
14
300
95.33
4.67
100
234
39
300
78.00
13.00
100
40
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
41
CI (%)
BI (%)
HI (%)
ABJ (%)
Puskesmas Cilegon
14,64
47,00
32,00
68,00
Kota Cilegon
16,59
48,33
38,00
62,00
Puskesmas Citangkil
Puskesmas Jombang
16,67
18,69
44,00
54,00
34,00
48,00
66,00
52,00
Angka Bebas Jentik (ABJ) Kota Cilegon masih jauh dari angka target
nasional yaitu 95%, jika dibandingkan dengan data ABJ Provinsi
Banten tahun 2011 (75,5%) juga masih lebih rendah.(20) Tingkat
kepadatan vektor sangat dipengaruhi oleh keberadaan kontainer
yang berisiko di Kota Cilegon. Penelitian di wilayah berbeda yaitu di
Kota Surabaya dan Kabupaten Penajam Paser menyebutkan bahwa
jenis, kondisi dan keberadaan kontainer di dalam dan luar rumah
berhubungan dengan kepadatan larva.(21)(22)
Tabel 3.6. Distribusi Pupa Index di Kota Cilegon Tahun 2015
Lokasi
Puskesmas Cilegon
Puskesmas Citangkil
Puskesmas Jombang
Kota Cilegon
CPI (%)
HPI (%)
PI (%)
0,93
3,00
9,00
1,52
5,19
2,52
4,00
15,00
7,33
30,00
58,00
32,33
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
43
Penutup
44
Daftar Pustaka
1. Kania D. Awal Tahun, Belum Ada KLB Demam Berdarah.
[Petikan wawancara dengan Direktur PPPL Kemenkes RI].
[Internet]. 2016 [disitasi: 15 Jan 2016]. Diunduh dari: http://
lifestyle.okezone.com/.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Laporan Data Kasus DBD
per Bulan per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2016
(Bulan JanuariFebruari). 2016.
3. Mulyana. Dalam Januari 10 Orang Meninggal Akibat DBD di
Banten. [Petikan wawancara dengan Kabid Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan
Provinsi Banten [Internet]. 2016 [disitasi: 21 Jan 2016].
Diunduh dari: www.antaranews.com.
4. Anonim. Di Kota Cilegon Penderita DBD Mengalami Peningkatan
dan Wilayah Perkotaan paling Banyak. [Internet]. 2015 [disitasi:
15 Mar 2016]. Diunduh dari: www.bantenprov.go.id.
5. Yuniati. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman Terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Aliran
Sungai Deli Kota Medan. [Tesis]. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara;
2012.
6. Astuti EP, Fuadzy H, Prasetyowati H. Pengaruh Kesehatan
Lingkungan Permukiman Terhadap Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Jawa Barat Tahun 2013. [Laporan Analisa
Lanjut RISKESDAS]. Loka Litbang P2B2 Ciamis. Badan
Litbangkes. Kementerian Kesehatan; 2014.
7. Focks DA, Chadee D. Pupal Survey: An Epidemiologically
Significant Surveillance Method for Aedes aegypti: An Example
Using Data from Trinidad. Am J Trop Med Hyg. 1997;56(2):159
67.
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
45
46
Kondisi Entomologi di Tiga Wilayah Endemis DBD di Kota Cilegon Provinsi Banten
47
48
Bagian
Pendahuluan
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Chikungunya merupakan
penyakit tular vektor yang muncul secara cepat. Penyakit ini telah
tersebar di seluruh dunia baik daerah tropis maupun subtropis.
(1)
DBD disebabkan oleh virus Dengue,(2) sedangkan Chikungunya
disebabkan oleh virus Chikungunya.(3) Vektor dari kedua penyakit
ini adalah Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Ae. albopictus
sebagai vektor sekunder DBD.(4) Nyamuk Ae. aegypti merupakan
nyamuk domestik yang banyak ditemukan di daerah perkotaan,
lebih banyak berada di dalam dan sekitar rumah, sedangkan Ae.
albopictus cenderung ditemukan di sekitar kebun atau semaksemak.(5)
Potensi Penularan DBD dan Chikungunya di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan
Kepadatan Jentik dan Maya Index Aedes spp.
49
50
Kepadatan Jentik
Indeks jentik yang terdiri dari House Index (HI), Container Index
(CI), dan Breteau Index (BI). Indikator tersebut digunakan untuk
menentukan distribusi kepadatan larva, perubahan musim dan
Tempat Perkembangbiakan Potensial (TPP) jentik. Indeks jentik
berhubungan langsung dengan dinamika penularan penyakit, tetapi
kepadatan vektor merupakan pemicu dalam penularan Dengue
yang dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk umur nyamuk dan
imunitas manusia.(7)
51
100%
100%
100%
Gambar 4.1. Rumus Perhitungan Indeks Jentik (HI, CI, BI) (10)
(HI)
(CI)
(BI)
13
12
14
1828
1014
5059
2831
3
5
6
8
47
817
2937
3849
6076
> 77
35
59
69
1019
2127
5074
1520
3240
> 41
Keterangan:
DF = 1 (kepadatan rendah); DF = 25 (kepadatan sedang);
DF = 69 (kepadatan tinggi)
2034
3549
7599
100199
> 200
batas aman dan sudah termasuk kategori sedang (DF = 4), begitupun
juga nilai BI termasuk kategori sedang (DF = 5). Selain itu nilai ABJ
masih dibawah target nasional dimana target nasional untuk ABJ
95%. Wilayah penelitian tersebut memiliki peluang besar terjadi
penularan penyakit tular vektor yaitu DBD dan Chikungunya apabila
tindakan pengendalian vektor tidak dilakukan.
53
Jenis
Kontainer
11
105
7
10
Diperiksa
Kontainer Terkontrol
1
Alas pot
2
Bak
3
Baskom
4
Botol
5
Dispenser
6
Drum
7
Ember
8
Gayung
9
Jerigen
10
Kolam
11
Kulkas
12
Pot bunga
Tempat minum
13
burung
14
Tempayan
15
Tong
16
Toples
17
Torn
Kontainer tidak
Terkontrol
1
Ban bekas
2
Kaleng bekas
54
10
3
% Positif
%
Larva
Positif
dari Total
Larva
Kontainer
10.55
97.99
28.57
1.15
19.08
33.33
1.69
0.29
0.00
0.00
27.73
27.01
17.39
1.15
3.92
20.40
33.33
0.29
25.00
0.29
0.00
0.00
5.59
2.87
60.00
0.86
3231
14
608
59
2
339
23
1811
3
4
6
179
5
45
Positif
Larva
341
4
116
1
94
4
71
1
1
0.00
29.52
42.86
10.00
0.29
31
31
3
1
2.22
22.58
2.01
3
11
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8.91
0.86
0.29
No.
3
4
5
6
7
Jenis
Kontainer
Tutup ember
Tutup tong
Tutup toples
Tutup torn
Wadah bekas
Total
Diperiksa
Positif
Larva
5
4
1
1
6
3262
1
4
1
1
348
% Positif
%
Larva
Positif
dari Total
Larva
Kontainer
20.00
0.29
100.00
1.15
0.00
0.00
100.00
0.29
16.67
0.29
100
Maya Index
55
= rendah
C. x ( + 1,0 )
= tinggi
Keterangan:
x = nilai HRI atau BRI tiap rumah;
( 1,0 ) = atas distribusi terus;
= rata-rata HRI atau BRI seluruh rumah;
= standar deviasi data HRI atau BRI seluruh rumah.
HRI
Rendah (1)
Sedang (2)
Tinggi (3)
Rendah (1)
BRI 1/HRI 1
(rendah)
BRI 2/HRI 1
(rendah)
BRI 3/HRI 1
(sedang)
Tinggi (3)
BRI 1/HRI 3
BRI 2/HRI 3
(tinggi)
BRI 3/HRI 3
(tinggi)
Sedang (2)
BRI 1/HRI 2
(rendah)
BRI 2/HRI 2
(sedang)
BRI 3/HRI 2
(tinggi)
Tabel 4.4. Kategori BRI, HRI dan Maya Index Provinsi Jawa
Barat Tahun 2015
Kategori
BRI (%)
HRI (%)
Rendah
0,11
0,11
Sedang
Tinggi
Total
90,22
9,67
100
98
2
100
88,78
11,11
100
57
Penutup
Daftar Pustaka
59
60
Bagian
Pendahuluan
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus
Dengue yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti.
Indonesia merupakan negara beriklim tropis, penyakit DBD masih
menjadi masalah utama bagi kesehatan masyarakat.(1) Tahun 2004
wabah DBD menjadi bencana nasional dan dinyatakan sebagai Kejadian
Luar Biasa (KLB). Incidence Rate (IR) DBD di Indonesia berfluktuasi
dari 280/00 di tahun 2010 menjadi 27,80/00 pada tahun 2011 meningkat
menjadi 37,30/00 pada tahun 2012 dan menjadi 45,930/00 pada tahun
2013. Sedangkan berdasarkan data kasus, pada tahun 2011 penderita
DBD sebanyak 65.725 kasus menjadi 90.245 kasus pada tahun 2012
dan 86.547 kasus pada tahun 2013.(2) Provinsi Aceh yang terletak di
wilayah ujung barat Indonesia merupakan salah satu wilayah endemis
DBD. Angka kejadian DBD meningkat tajam dari 2,75 per 100.000
penduduk pada tahun 2003 menjadi 57 per 100.000 di tahun 2011.(3)
Indeks Entomologi Kota Banda Aceh Sebagai Daerah
Endemis Demam Berdarah Dengue
61
62
63
100%
100%
100%
100%
100%
(HI)
(CI)
(BI)
13
12
14
64
47
817
Seputar Dengue dan Malaria
35
69
59
1019
DF
(HI)
(CI)
(BI)
1828
1014
2034
5059
2831
7599
5
6
8
9
2937
3849
6076
> 77
1520
2127
3240
> 41
3549
5074
100199
> 200
Sumber: Service MW. Mosquito Ecology Field Sampling Methods. Chapman and Hall(7)
65
tinggi penularan Dengue. Namun, jika HI < 5%, masih bisa dilakukan
pencegahan untuk terjadinya penularan infeksi virus Dengue.
Semakin tinggi angka HI, berarti semakin tinggi kepadatan nyamuk,
semakin tinggi pula risiko masyarakat di daerah tersebut untuk
kontak dengan nyamuk dan juga untuk terinfeksi virus Dengue.
(10)
ABJ Kotamadya Banda Aceh yaitu 47,33% masih jauh dari ABJ
yang ditargetkan secara nasional yaitu lebih dari 95%.(11)(12) Rumah
tangga yang tidak rutin membersihkan tempat penampungan
air seminggu sekali mempunyai kecenderungan menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk.
Yang Diperiksa
Dalam
Luar
Dalam
Luar
0,28
2,90
1,02
2,63
Bak mandi
32,27
10,14
48,22
Dispenser
20,50
2,17
21,32
Barang bekas
Lemari pendingin
66
0,28
4,85
7,25
0,00
0,00
2,03
10,53
23,68
0,00
2,63
Jenis Kontainer
Drum plastik
Yang Diperiksa
Dalam
Luar
Dalam
Luar
3,88
10,14
5,08
15,79
0,14
0,00
0,00
0,00
Ember
36,01
Panci
0,55
Jerigen
0,00
Kolam ikan
Sumur
Drum logam
0,14
0,00
1,11
60,87
19,80
0,00
1,02
0,72
0,00
3,62
0,72
0,00
0,51
0,00
1,02
42,11
2,63
0,00
0,00
0,00
0,00
67
Penutup
Berdasarkan indeks entomologi yaitu House Index, Container Index
dan Breteau Index Kotamadya Banda Aceh termasuk ke dalam
kategori density figure yang tinggi yaitu 6 dan 7. Hal ini menunjukkan
bahwa Kotamadya Banda Aceh masih berpotensi tinggi dalam
penularan infeksi virus Dengue. Penelitian ini diharapkan sebagai
informasi pendukung dalam menentukan kebijakan pengendalian
vektor, terutama lebih meningkatkan program PSN 3M Plus.
Daftar Pustaka
69
70
Bagian
Pendahuluan
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Aceh pada
tahun 2014 cukup tinggi dan berada diatas rata-rata Insidence
Rate (IR) DBD di Indonesia.(1) Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh
Besar dan Kota Lhokseumawe merupakan tiga Kabupaten/Kota
terbesar penyumbang kasus DBD di Provinsi Aceh pada tahun 2014.
Insidence Rate DBD di Kota Banda Aceh sebesar 127%0, Aceh Besar
67 %0 dan Lhokseumawe 65 %0.(2) Strategi penanggulangan DBD
sampai dengan tahun 2020 masih bertumpu pada pengendalian
vektor menggunakan insektisida serta penguatan imunitas
menggunakan vaksin.(3) Dengan demikian pengendalian nyamuk
vektor DBD menggunakan insektisida kimia oleh pemerintah masih
menjadi pilihan utama dalam merespon kasus DBD di Indonesia.
71
72
73
Lokasi Penelitian
75
76
Kota/Kabupaten
Banda Aceh
Lhokseumawe
Aceh Besar
Tidak
237
79
63
21
241
206
80,33
68,6
59
94
19,67
31,34
Kota/Kabupaten
Banda Aceh
Lhokseumawe
Aceh Besar
Siang
Sore
Malam
2,9
4,19
10,97
81,94
0,67
1,23
0,82
6,67
5,76
90,67
92,18
77
Banda Aceh
Lhokseumawe
Aceh Besar
35,52
40,69
20,34
3,45
41,98
39,81
12,96
5,25
32,08
49,58
16,67
1,67
Banda Aceh
Lhokseumawe
Aceh Besar
16,38%
2,73%
13,99%
4,10%
2,05%
1,02%
59,73%
17,59%
4,63%
11,42%
10,19%
1,85%
1,54%
52,78%
25,42%
1,67%
10,83%
11,67%
2,50%
1,67%
46,25%
79
80
Penutup
81
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Yudianto, Budijanto D, Hardana B, Soenardi T, editors.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.
2. Anonim. Data Dasar Laporan Kasus Demam Berdarah Dengue
Provinsi Aceh Tahun 2014. Banda Aceh; 2015.
19. BPS Provinsi Aceh. Aceh dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Provinsi Aceh. Banda Aceh. 2015
Penggunaan Insektisida Rumah Tangga di Tiga Kabupaten
Kota Endemis DBD di Provinsi Aceh
83
22. Davies TGE, Field LM, Usherwood PNR, Williamson MS. DDT,
Pyrethrins, Pyrethroids and Insect Sodium Channels. IUBMB
Life. 2007;59(3):15162.
84
Bagian
Pendahuluan
Nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus merupakan salah satu
jenis nyamuk yang menjadi vektor beberapa penyakit menular yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya dan saat ini sedang
muncul adalah sebagai pembawa virus Zika. Beberapa wilayah di
Indonesia telah melaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)
DBD dan Chikungunya. Zika merupakan virus yang ditularkan oleh
nyamuk yang sama dengan vektor DBD dan Chikungunya, pertama
kali dilaporkan KLB di wilayah luar Indonesia sebelum tahun 2015
yaitu di Afrika, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Pan America
Health Organization (PAHO) pada bulan Mei, 2015 menyampaikan
bahwa virus Zika pertama kali dikonfirmasi di Brazil.(1)
Kemampuan Daya Tolak Ekstrak Air Daun Ruku-Ruku
(Ocimum sanctum Linn) Terhadap Nyamuk Aedes spp.
85
86
87
88
100%
89
90
100%
91
aroma daun ruku-ruku segar. Berat daun ruku-ruku sebelum dioven sebanyak 112 gram dan setelah di-oven menjadi 15 gram
sehingga kadar air daun ruku-ruku adalah 86,6%.
Konsentrasi Perlakuan
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
10%
26,75
76,25
40%
26,72
76,47
20%
30%
50%
Rata-rata
26,67
26,82
26,80
26,75
76,45
76,63
76,23
76,40
92
93
Konsentrasi
Rerata
32
41
35
41
37
27
35,5
40%
93
88
76
69
51
48
70,8
20%
30%
50%
57
81
95
58
57
85
45
41
77
33
33
61
25
24
31
25
59
52
40,3
44,7
71,5
Konsentrasi
Rerata
43
49
34
41
17
13
32,8
40%
92
86
73
66
58
53
70,8
20%
30%
50%
94
87
86
97
63
68
95
67
54
83
60
52
70
30
40
61
24
25
52
40,3
44,7
76,3
LC90
15,31
39,64
15,01
21,73
30,66
50,54
62,97
73,40
135,01
694,53
1671,75
1126,31
95
Tabel 7.5. Konsentrasi Efektif Daya Proteksi Ekstrak RukuRuku Terhadap Ae. albopictus per Jam Perlakuan
Jam Perlakuan
1
2
3
4
LC90
10,5
32,06
12,06
16,4
16,09
35,65
43,85
54,54
98,75
378,81
174,39
193,14
Perbedaan Daya Proteksi Ekstrak Daun RukuRuku Terhadap Nyamuk Ae. aegypti dan Ae.
albopictus.
96
30
40
50
Total
35,50
Standar
Deviasi
5,43
70,83
18,61
Rerata
40,33
44,67
71,50
52,57
15,28
20,95
16,80
21,83
Max.
Min.
P value
41
27
0,001
58
81
93
95
95
24
25
48
52
24
30
Tabel 7.7. Hasil Uji Beda Daya Proteksi Ekstrak Daun RukuRuku per Konsentrasi Terhadap Nyamuk Ae. albopictus.
Konsentrasi
(%)
Rerata
Standar
Deviasi
Max.
Min.
P value
10
32,83
14,86
49
13
0,005
40
71,33
15,41
92
53
0,005
20
30
50
Total
55,17
54,17
76,33
57,97
23,84
21,26
18,37
23,54
87
86
97
97
24
25
52
13
30
0,005
0,005
0,005
0,005
97
98
99
Penutup
100
Daftar Pustaka
1. Petersen EE, Staples JE, Meaney-delman D, Fischer M, Ellington
SR, Callaghan WM, et al. Interim Guidelines for Pregnant
Women During a Zika Virus Outbreak - United States, 2016.
MMWR Morb Mortal Wkly Rep [Internet]. 2016;65(2):303.
2. Kementerian Kesehatan. Data dan Informasi 2014, Profil
Kesehatan Indonesia. 2015.
101
19. Carrington LB, Armijos MV, Lambrechts L, Barker CM, Scott TW.
Effects of Fluctuating Daily Temperatures at Critical Thermal
Extremes on Aedes aegypti Life-History Traits. PLoS One.
2013;8(3).
103
104
Bagian
Pendahuluan
Malaria adalah penyakit re-emerging yang ditularkan oleh nyamuk
(mosquito borne diseases). Deklarasi dunia tentang pemberantasan
penyakit Malaria yang dirumuskan pada konferensi Menteri
Kesehatan sedunia tahun 1992 disebutkan bahwa Malaria
merupakan masalah yang sifatnya global. Malaria ditemukan
hampir di seluruh belahan dunia, terutama di negara-negara yang
105
106
107
108
109
Kelembaban Udara
110
111
Curah Hujan
Keadaan Indeks Curah Hujan (ICH) pada Bulan AprilJuli tahun
2014 di wilayah Puskesmas Pangandaran tertinggi terjadi pada
bulan Juli 29,26 mm/hh, terendah 8 mm/hh pada bulan Mei.
Keadaan curah hujan tertinggi terjadi 556 mm dengan 19 hari hujan,
terendah 104 mm dengan 13 hari hujan. Frekuensi curah hujan
yang moderat dengan penyinaran yang relatif panjang menambah
habitat nyamuk. Luasan habitat nyamuk tiap spesies Anopheles spp.
bervariasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah dan frekuensi hari
hujan, keadaan geografi, dan sifat fisik lahan.
112
Kecepatan Angin
Kondisi kecepatan angin di wilayah Puskesmas Pangandaran pada
Bulan AprilJuli tahun 2014 yaitu tertinggi 50,5 m/dt dan terendah
21,6 m.dt dengan kecepatan rata-rata selama 4 bulan 30 m/dt. Angin
tidak memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan
perkembangan serangga. Angin memberikan peranan yang besar
dalam pola penyebaran serangga.(9) Angin sangat mempengaruhi
terbang nyamuk. Bila kecepatan angin 1114 meter per detik atau
2531 mil per jam akan menghambat daya terbang nyamuk. Secara
langsung angin akan mempengaruhi penguapan (evaporasi) air
dan suhu udara (konveksi). Dalam keadaan udara tenang mungkin
suhu nyamuk ada beberapa fraksi atau derajat lebih tinggi dari suhu
lingkungan, bila ada angin evaporasi baik dan juga konveksi baik
maka suhu nyamuk akan turun beberapa fraksi atau derajat lebih
rendah dari suhu lingkungan.(10)
113
114
115
117
sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya.
Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatra Utara, pada
pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada
pagi hingga siang hari, jenis vektor An. sundaicus istirahat dengan
hinggap di dinding rumah penduduk. Jarak terbang An. sundaicus
betina cukup jauh.(18)
Analisis Spasial
118
119
Penutup
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
penularan Malaria adalah banyaknya tempat perkembangbiakan
potensial Anopheles spp. dengan karakteristik yang mendukung
perkembangbiakan An. sundaicus. Hasil penangkapan nyamuk diperoleh
tiga spesies yaitu An. sundaicus, An. flavirostris, dan An. kochi, sedangkan
120
Daftar Pustaka
1. Guerra CA, Gikandi PW, Tatem AJ, Noor AM, Smith DL, Hay SI, et al.
The Limits and Intensity of Plasmodium falciparum Transmission:
Limplications for Malaria Control and Elimination Worldwide.
PLoS Med. 2008 Feb;5(2):e38.
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Jakarta: Ditjen P2PL
Kemenkes RI; 2013.
3. Bousema T, Griffin JT, Sauerwein RW, Smith DL, Churcher TS,
Takken W, et al. Hitting Hotspots: Spatial Targeting of Malaria for
Control and Elimination. PLoS Med. 2012 Jan;9(1):e1001165.
4. Hay SI, Smith DL, Snow RW. Measuring Malaria Endemicity
from Intense to Interrupted Transmission. Lancet Infect. Dis.
2008 Jun;8(6):36978.
5. Achmadi U. Malaria dan Kemiskinan di Indonesia, Tinjauan
Situasi Tahun 19972001. J. Data dan Inf. Kesehatan. 2003.
6. Saleh, DS. Studi Habitat An nigerrimus gilles 1900 dan
Epidiomologi Malaria di Desa Lengkong, Kabupaten Sukabumi.
Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 2002.
7. Sukowati, S. Hubungan Iklim/Cuaca dengan Penyakit Menular
Vektor (DBD dan Malaria). Seminar Sosialisasi Hasil Penelitian
Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan. DEPKES. Jakarta.
6 April 2004.
Pemetaan Daerah Rawan Penularan Malaria Berdasarkan Faktor Lingkungan di
Daerah Pengembangan Wisata Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran
121
122
Bagian
Pendahuluan
Kasus Malaria masih banyak ditemukan di penjuru dunia, diper
kirakan 3,3 milyar orang di 97 negara berisiko terinfeksi. Hampir
1,2 miliar orang di dunia berisiko tinggi terinfeksi Malaria, dimana
terjadi lebih dari satu kasus per 1000 penduduk dalam setahun.
Pada tahun 2013, WHO melaporkan sekitar 198 juta kasus
Malaria yang terjadi dan menyebabkan 584.000 kematian. Afrika
merupakan wilayah dengan kasus tinggi Malaria. Diperkirakan
90% dari seluruh kematian Malaria terjadi di wilayah ini dengan
78% dari seluruh kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah
5 tahun.(1)
123
124
125
126
127
129
130
131
132
133
Penutup
134
Daftar Pustaka
135
136
137
Indeks
A
ABJ 13, 14, 42, 43, 44, 52, 63, 64, 66
Aceh iv, vi, vii, viii, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68, 69, 71, 66, 74, 72, 73,
74, 75, 76, 77, 78, 80, 81, 82, 84
Aceh Besar 71, 74, 76, 77, 78, 81
Ae. aegypti vii, 2, 3, 5, 6, 13, 15, 16, 38, 40, 43, 60, 88, 94, 96, 97,
98, 99, 100
Ae. albopictus vii, 2, 3, 5, 22, 85, 86, 88, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 100
aerosol 72, 77
Anopheles 99, 101, 103, 110, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 119, 121
An. sundaicus 112
asimptomatik 3, 23, 106
atsiri 87, 88, 90, 91, 96, 99, 100
B
Banten iv, v, 33, 34, 43, 44, 45, 47, 123, 124, 125, 129, 130, 135
biopestisida 87
breeding place 6, 110
BRI vi, viii, 35, 36, 40, 55, 56, 57
C
D
daun 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100
DEET 86, 87, 101
demam iii, 12, 131
DENGUE i
Density Figure vi, 37, 51, 52, 63, 64, 68
DENV-1 27, 28
DENV-2 24, 27, 28, 29
DENV-3 27, 28, 29
DENV-4 27
Disposible Container 35, 40, 44, 50
dominan 14, 24, 27, 28, 38, 39, 41, 44, 66, 67, 88, 119, 121, 126
dosis 72, 81, 86
DSS 11, 23, 28, 31
E
ekstrak 89, 91, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100
endemis 1, 4, 10, 13, 15, 24, 33, 50, 61, 73, 74, 80, 81, 106, 135
entomologi iv, 13, 21, 33, 35, 46, 47, 61, 63, 70, 88
F
Flaviviridae 23
flavonoida 90
fogging 14
Indeks
139
G
genus 23, 87, 98, 99
geografis 4, 8, 108
GPS 75, 107
H
jentik iv, 13, 17, 20, 35, 43, 49, 51, 52, 62, 63, 64, vi, viii
Jumantik 62
140
K
Kejadian Luar Biasa 4, 33, 49, 61, 70, 85
kelembaban 5, 6, 8, 13, 34, 62, 74, 92, 110, 111, 112
kerentanan 21, 46, 83, 84
konsentrasi 87, 89, 91, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100
kontainer vi, 13, 35, 38, 39, 40, 41, 44, 47, 50, 52, 53, 54, 55, 66,
70
L
Lamdasihalotrin 14
larvasida 14, 15
Lhokseumawe 71, 74, 76, 77, 78, 81
lingkungan v, 20, 21, 30, 45, 47, 60, 105, 121, 122, 128, 136
M
Malaria ii, v, ix, 20, 69, 87, 105, 106, 107, 108, 123, 122, 119, 121,
120, 108, 119, 107, v, 136, 107, 122, 123, 124, 125, 127,
128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137
Malation 14, 15
Maya Index iv, vi, 34, 35, 36, 40, 46, 47, 49, 50, 55, 56, 57, 58, 60
MDGs 106
mobilitas 3, 9, 10, 12, 34, 62
morbiditas 8
mortalitas 8, 124
Indeks
141
N
nyamuk 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 16, 34, 35, 36, 40, 41, 42, 43, 44,
49, 51, 55, 57, 58, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 71, 72, 73, 74, 76,
78, 79, 80, 81, 85, 86, 87, 88, 89, 92, 93, 95, 96, 98, 99, 100,
104, 105, 107, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 117, 118,
119, 121, 127, 128, 130
O
Organophospat 14
O. sanctum 87, 88, 89, 90, 96, 98, 99
P
Pangandaran v, viii, ix, 83, 84, 105, 108, 109, 107, 109, 110, 112,
113, 114, 115, 116, 117, 119, 120, 121, 108
pemetaan iii, 106, 121
perindukan 7, 68, 110
pestisida 72, 82, 89, 98, 101, 102
piretroid 14, 80
polifenol 90
PSN 16, 44, 58, 62, 69, 72, 128, 129, 130
pupa vi, 34, 37, 43, 44, 48, 64
R
142
saponin 90
serotipe 2, 5, 15, 23, 24, 25, 27, 28, 29
sirkulasi 24, 28, 110
Sukabumi iv, vi, viii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 7, 12, 11, 13,
14, 15, 16, 19, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 31, 39, 46, 50, 121
T
Temefos 14, 21
TPA 50, 63, 64, 65, 67
TPP 51, 113, 118, 119, 127, 128
transmisi 15, 106
transovarial 3, 15, 68
V
vektor 2, 18, 20, 47, 49, 60, 70, 82, 83, 101, 116, 117, 122, 136
virus iv, 18, 21, 22, 23, 25, 30, 31, 32, 69, 101
Z
Indeks
143
144