Vous êtes sur la page 1sur 19

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan di Indonesia telah terjadi pergeseran paradigma dalam
pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini
bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran
siswa, tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu
sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher
centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran
berpusat pada siswa (student centered).
Kondisi

ini, menekankan bahwa guru lebih banyak berfungsi sebagai

fasilitator pembelajaran. Siswa harus aktif berinteraksi dengan sumber


belajar, dan lingkungan belajar. Lingkungan yang dimaksud adalah guru
itu sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan, bahan atau
materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video, atau
audio, dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta fasilitas
( perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan,
laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Pada proses pendidikan diperlukan pedoman yang mengatur yang
dinamakan kurikulum. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dalam

sejarah

pendidikan

di

Indonesia

mengalami

beberapa

kali

perubahan, dan yang saat ini terjadi perubahan kurikulum KTSP menjadi
kurikulum 2013. Banyak hal yang menjadi alasan perubahan kurikulum.
Pada kurikulum 2013 dilaksanakan terkesan terburu-buru dan kurangnya
pelatihan kepada guru pada masing-masing bidang studi.

IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Pembelajaran IPA memadukan mata pelajaran fisika,
biologi dan kimia sangat memungkinkan siswa mempelajari secara
integratif. Keterpaduan berarti merajut keterkaitan antara berbagai aspek
dan materi yang tertuang dalam Kompetensi Dasar IPA untuk melahirkan
satu atau beberapa tema pembelajaran. Pembelajaran terpadu juga dapat
dikatakan pembelajaran yang memadukan materi dalam satu tema atau
tematik.

Materi pada kurikulum 2013 khususnya IPA saling terintegrasi dari bidang
keilmuan fisika, biologi, dan kima, sehingga belum banyak buku yang di
terbitkan sesuai dengan kurikulum 2013. Kementerian pendidikan dan
kebudayaan mengeluarkan buku yang berdasarkan kurikum 2013 yaitu
buku siswa dan buku guru. Buku IPA tersebut dimaksudkan untuk
membantu siswa dalam mengintegrasikan bidang keilmua fisika, biologi
dan kimia terintegrasi dalam satu bahasan. Belum banyak dilakukan

analisis tentang buku IPA kurikulum 2013 sesuai atau tidak dengan SKL
dan terintegrasi satu sama lain.

Berdasarkan uraian di atas teridentifikasi masalah yaitu belum banyak


dilakukan

analisis

buku

siswa

yang

dikeluarkan

oleh

kementerian

pendidikan dan kebudayan.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Bagaimana hasil analisis buku siswa pada mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam (IPA) berbasis kurikulum 2013 ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah
1. Mengetahui kesesuaian buku siswa dengan standar kompetensi lulusan
2. Mengetahui kesesuaian buku siswa dengan kompetensi inti
3. Mengetahui kesesuaian buku siswa dengan jabaran kompetensi dasar
4. Mengetahui kemenarikan dan daya guna dari buku siswa oleh pengguna
5. Mengetahui apakah materi yang disajikan merupakan keterpaduan dari
fisika, biologi dan kimia
D. Maanfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian pengembangan ini antara
lain adalah:
1. Menambahkan pengetahuan tentang buku siswa mata pelajaran IPA
2.

berbasis kurikulum 2013


Bagi penulis, sebagai pengalaman dalam rangka mempersiapkan diri
menjadi calon pendidik dan digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah

analisis kurikulum IPA


3. Sebagai gambaran tentang buku siswa mata pelajaran IPA dan bahan
masukan untuk perbaikan buku siswa berbasis kurikulum

E.

Ruang Lingkup
Agar

penelitian

ini

mencapai

sasaran

sebagaimana

yang

telah

dirumuskan, penulis, membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:


1.

Analsis kelayakan buku difokuskan pada materi bab 3 pada kelas VII SMP
dengan mengadaptasi instrumen yang diterbitkan badan standar nasional

2.

pendidikan (BNSP)
Subjek penelitian kelas VII SMP Negeri 13 Bandung

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan
Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai
orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing
dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan
dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat
semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk
pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan
dapat dirumuskan secara jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak
yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat
mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik
pendidikan.

Untuk mengatahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita


telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni:
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran
utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan
terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara
singkat ketiga pokok pikiran tersebut.
1. Usaha sadar dan terencana.
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa
pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara
matang (proses kerja intelektual). Oleh karena itu, di setiap level
manapun, kegiatan pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik
dalam tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten
kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun
operasional (proses pembelajaran oleh guru).
Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada
dasarnya setiap kegiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih

dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun


2007. Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran
meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
aktif mengembangkan potensi dirinya
Pada pokok pikiran yang kedua ini adanya pengerucutan istilah pendidikan
menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah
pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata
(persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini,
pada pokok pikiran kedua ini, saya menangkap pesan bahwa pendidikan
yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan
(developmental) dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap
potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik.
Selain itu, saya juga melihat ada dua kegiatan (operasi) utama dalam
pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan (b)mewujudkan
proses pembelajaran.
a.

Mewujudkan suasana belajar


Berbicara tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat
dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya
mencakup: (a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas,
ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman

sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis


(iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama,
ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan
aspek-aspek sosioemosional lainnya, yang memungkinkan peserta didik
untuk melakukan aktivitas belajar.
Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya
didesan agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap
potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini
tampak jelas bahwa keterampilan guru dalam mengelola kelas(classroom
management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa
peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator belajar siswa .
b. Mewujudkan proses pembelajaran
Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk
menciptakan kondisi dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan
proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam
konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut untuk
dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran
(lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di
sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP
19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan
istilah manajer pembelajaran, dimana guru bertindak sebagai
seorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)

Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses


pembelajaran pun seyogyanya didesain agar peserta didik dapat secara
aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan
mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (studentcentered) dalam bingkai model dan strategi pembelajaran aktif (active
learning), ditopang olehperan guru sebagai fasilitator belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian,kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan
negara.
Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi
pendidikan sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional
kita , yang menurut hemat saya sudah demikian lengkap. Di sana tertera
tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial.Artinya,
pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan
pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi
pendidikan yang mencari keseimbangan diantara ketiga dimensi
tersebut.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan
melihat pokok pikiran yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka
sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi
bukanlah sesuatu yang baru.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan
pendidikan di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan

dioperasionalkan melalui tujuan pembelajaran yang dilaksanakan oleh


guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan tujuan pada
tataran operasional memiliki arti yang strategis bagi pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian di atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan
yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya
sekedar menggambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan
implikasi yang luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa
peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang
ingin dicapai oleh pendidikan.
B. Kurikulum 2013
Secara etimologis, kurikulum merupakan tejemahan dari kata curriculum
dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana pelajaran. Curriculum berasal
dari bahasa latin currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat,
menjalani dan berusaha untuk. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus
sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum
mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke arah mana dan bagaimana
bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang
digunakan oleh bangsa tersebut sekarang.Nilai sosial, kebutuhan dan
tuntutan masyarakat cenderung/selalu mengalami perubahan antara lain

akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Kurikulum harus


dapat mengantisipasi perubahan tersebut, sebab pendidikan adalah cara
yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut.

Kurikulum dapat (paling tidak sedikit) meramalkan hasil


pendidikan/pengajaran yang diharapkan karena ia menunjukkan apa yang
harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh peserta didik.
Hasil pendidikan kadang-kadang tidak dapat diketahui dengan segera
atau setelah peserta didik menyelesaikan suatu program
pendidikan.Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada satu
kurikulum yang sesuai dengan sepanjang masa, kurikulum harus dapat
menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa cenderung
berubah.

Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian (pada kompoenen tertentu),


tetapi dapat pula bersifat keseluruhan yang menyangkut semua
komponen kurikulum. Perubahan kurikulum menyangkut berbagai faktor,
baik orang-orang yang terlibat dalam pendidikan dan faktor-faktor
penunjang dalam pelaksanaan pendidikan.Sebagai konsekuensi dari
perubahan kurikulum juga akan mengakibatkan perubahan dalam
operasionalisasi kurikulum tersebut, baik dapat orang yang terlibat dalam
pendidikan maupun faktor-faktor penunjang dalam pelaksannaan
kurikulum.

Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum sebagai


alat untuk mencapai tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung.

Pembaharuan kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional


yang fundamental yang diikuti oleh perubahan struktural. Pembaharuan
dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada komponen tertentu
saja misalnya pada tujuan saja, isi saja, metode saja, atau sistem
penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat menyeluruh bila
mencakup perubahan semua komponen kurikulum.

Menurut Sudjana (1993 : 37) pada umumnya perubahan struktural


kurikulum menyangkut komponen kurikulum yakni.
(a) Perubahan dalam tujuan. Perubahan ini didasarkan kepada pandangan
hidup masyarakat dan falsafah bangsa. Tanpa tujuan yang jelas,
tidakaakan membawa perubahan yang berarti, dan tidak ada petunjuk ke
mana pendidikan diarahkan.
(b) Perubahan isi dan struktur. Perubahan ini meninjau struktur mata
pelajaran -mata pelajaran yang diberikan kepada siswa termasuk isi dari
setiap mata pelajaran. Perubahan ini dapat menyangkut isi mata
pelajaran, aktivitas belajar anak, pengalaman yang harus diberikan
kepada anak, juga organisasi atau pendekatan dari mata pelajaran-mata
pelajaran tersebut. Apakah diajarkan secara terpisah-pisah (subject
matter curriculum), apakah lebih mengutamakan kegiatan dan
pengalaman anak (activity curriculum)atau diadakan pendekatan

interdisipliner (correlated curriculum) atau dilihat proporsinya masingmasing jenis ; mana yang termasuk pendidikan umum, pendidikan
keahlian, pendidikan akademik dan lain-lain.
(c) Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan
kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan teori belajar mengajar,
perubahan sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan, perubahan
sistem penilaian hasil belajar.
(d) Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini menyangkut ketenagaan
baik dari segi kualitas dan kuantititas, juga sarana material berupa
perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat peraga
dan lain-lain.
(e) Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini menyangkut
metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana
kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap
program pembelajaran sebagai suatu system dari kutikulum.

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan


nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964,
1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan 2013.

Pada kurikulum 2013 ada perubahan, Standar Kompetensi diubah menjadi


kompetensi inti. Kemudian kompetensi inti dijabarkan menjadi kompetensi
dasar dan kemudian guru menentukan indikator serta tujuan
pembelajaran yang sesuai. Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau

operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka


yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu
atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama
yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising


element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi
Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi
horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah
keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar
yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang
dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten
Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar
dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan
kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait
yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial
(kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan
pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari
Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa

pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap


keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect
teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan
(kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti
kelompok 4).
Berikut ini kompetensi inti , dan kompetensi dasar untuk siswa kelas VII
materi pelajaran ilmu pengetahuan alam.
Kompetensi inti SMP kelas VII
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan
pergaulan dan keberadaannya
3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret
(menggunakan,mengurai, merangkai, memodifikasi,dan membuat) dan
ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain
yang sama dalam sudut pandang/teori
Kompetensi dasar pada KI 1
1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek
fisik dan kimiawi, kehidupan dalam ekosistem, dan peranan manusia
dalam lingkungan serta mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama
yang dianutnya

1.2

Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan


kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang

menciptakannya
Kompetensi dasar pada KI 2
1.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur;
teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif;
inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi
1.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari
sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan
1.3

hasil percobaan
Menunjukkan perilaku bijaksana dan bertanggungjawab dalam aktivitas
sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam memilih penggunaan

bahan kimia untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungan


1.4 Menunjukkan penghargaan kepada orang lain dalam aktivitas sehari-hari
sebagai wujud implementasi perilaku menjaga kebersihan dan kelestarian
lingkungan
Kompetensi d asar pada KI 3
3.1 Memahami konsep pengukuran berbagai besaran yang ada pada diri,
makhluk hidup, dan lingkungan fisik sekitar sebagai bagian dari observasi,
3.2

serta pentingnyaperumusan satuan terstandar (baku) dalam pengukuran.


Mengidentifikasi ciri hidup dan tak hidup dari benda-benda dan makhluk

hidup yang ada di lingkungan sekitar


3.3 Memahami prosedur pengklasifikasian makhluk hidup dan benda-benda
tak-hidup sebagai bagian kerja ilmiah,serta mengklasifikasikan berbagai
3.4

makhluk hidup dan benda-benda tak-hidup berdasarkan ciri yang diamati


Mendeskripsikan keragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai
dari tingkat sel sampai organisme, serta komposisi bahan kimia utama
penyusun sel

3.5

Memahami karakteristik zat, serta perubahan fisika dan kimia pada zat
yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari (misalnya

pemisahan campuran)
3.6 Mengenal konsep energi, berbagai sumber energi, energi dari makanan,
transformasi energi dalam sel, metabolisme sel, respirasi, sistem
3.7

pencernaan makanan, dan fotosintesis


Memahami konsep suhu, pemuaian, kalor, perpindahan kalor,dan
penerapannya dalam mekanisme menjaga kestabilan suhu tubuh pada

manusia dan hewan serta dalam kehidupan sehari-hari


3.8 Mendeskripsikan interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya
3.9 Mendeskripsikan pencemaran dan dampaknya bagi makhluk hidup
3.10 Mendeskripsikan tentang penyebab terjadinya pemanasan global dan
dampaknya bagi ekosistem
Kompetensi dasar pada KI 4
4.1 Menyajikan hasil pengukuran terhadap besaran-besaran pada diri,
makhluk hidup, dan lingkungan fisik dengan menggunakan satuan tak
4.2

baku dan satuan baku


Menyajikan hasil analisis data observasi terhadap benda (makhluk) hidup

dan tak hidup


4.3 Mengumpulkan data dan melakukan klasifikasi terhadap benda-benda,
4.4
4.5
4.6

tumbuhan, dan hewan yang ada di lingkungan sekitar


Membuat dan menyajikan poster tentang sel dan bagian-bagiannya
Melakukan pemisahan campuran berdasarkan sifat fisika dan kimia
Melakukan percobaan sederhana untuk menyelidiki proses fotosintesis

pada tumbuhan hijau


4.7 Melakukan percobaan untuk menyelidiki pengaruh kalor terhadap
4.8

perubahan suhu dan perubahan wujud benda


Melakukan penyelidikan terhadap karakteristik perambatan kalor secara

konduksi, konveksi, dan radiasi


4.9 Melakukan percobaan untuk menyelidiki respirasi pada hewan
4.10 Melakukanpengamatan dengan bantuan alat untuk menyelidiki struktur
mikro tumbuhan dan hewan

4.11 Melakukan penyelidikan untuk menentukan sifat larutan yang ada di


lingkungan sekitar menggunakan indikator buatan maupun alami
4.12 Menyajikan hasil observasi terhadap interaksi makhluk hidup dengan
lingkungan sekitarnya
4.13 Menyajikan data dan informasi tentang pemanasan global dan
memberikan usulan penanggulangan masalah

C. Media Berbasis Cetakan


Materi pembelajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah
buku teks, buku penuntun atau lembar kerja siswa, jurnal, majalah, dan
lembaran lepas. Menurut Arsyad (2005: 87-90), teks berbasis cetakan
menuntut enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang,
yaitu: (1) konsistensi, (2) format, (3) organisasi, (4), daya tarik, (5) ukuran
huruf, dan (6) penggunaan spasi kosong.
a.

Konsistensi
Usaha yang perlu dilakukan untuk konsisten dalam membuat media
berbasis cetak sebagai berikut:

1)

Gunakan konsistensi format dari halaman ke halaman. Usahakan agar

tidak menggabungkan cetakan huruf dan ukuran huruf.


2) Usahakan untuk konsisten dalam jarak spasi. Jarak antar judul dan baris
pertama serta garis samping supaya sama, dan antara judul dan teks
utama. Spasi yang tidak sama sering dianggap buruk, tidak rapih dan
b.

oleh karena itu tidak memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh.


Format
Teknik memformat media berbasis cetakan sebaiknya mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:

1)

Jika paragraf panjang sering digunakan, wajah satu kolom lebih sesuai;
sebaliknya, jika paragraf tulisan pendek-pendek, wajah dua kolom akan

lebih sesuai.
2) Isi yang berbeda supaya dipisahkan dan dilabel secara visual.
3) Taktik dan strategi pembelajaran yang berbeda sebaiknya dipisahkan dan
dilabel secara visual.
c. Organisasi
Organisasi isi materi dalam media berbasis cetakan sebaiknya
mengupayakan hal-hal sebagai berikut:
1)

Upayakan untuk selalu menginformasikan siswa mengenai dimana


mereka atau sejauh mana mereka dalam teks itu. Siswa harus mampu
melihat sepintas bagian atau bab berapa mereka baca. Jika
memungkinkan, siapkan piranti yang memberikan orientasi kepada siswa

2)
3)
d.

tentang posisinya dalam teks secara keseluruhan.


Susunlah teks sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh.
Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.
Daya Tarik
Upaya untuk meningkatkan daya tarik siswa membaca media berbasis
cetakan, yaitu: perkenalkan setiap bab atau bagian baru dengan cara
yang berbeda. Ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk membaca
terus.

e.

Ukuran Huruf
Ukuran huruf yang baik untuk teks mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:

1)

Pilihlah ukuran huruf yang sesuai dengan siswa, dan lingkungannya.


Ukuran huruf biasanya dalam poin per inci. Misalnya, ukuran 24 poin per
inci. Ukuran yang baik untuk teks (buku teks atau buku penuntun) adalah
12 poin.

2)

Hindari penggunaan huruf capital untuk seluruh teks karena dapat


membuat proses membaca menjadi sulit.

f.

Ruang Spasi Kosong


Fungsi pemberian ruang spasi kosong termuat dalam rincian teknik
penggunaan sebagai berikut:

1)

Gunakan spasi kosong yang tak berisi teks atau gambar untuk
menambah kontras. Hal ini penting untuk memberikan kesempatan siswa
untuk beristirahat pada titik-titik tertentu pada saat matanya bergerak

a)
b)

menyusuri teks. Ruang kosong dapat berbentuk:


Ruang sekitar judul.
Batas tepi; batas tepi yang luas memaksa perhatian siswa untuk masuk

c)

ke tengah-tengah halaman.
Spasi antar kolom; semakin lebar kolomnya, semakin luas spasi di

antaranya.
d) Permulaan paragraf diidentitasi.
e) Penyesuaian spasi antar baris atau antar paragraf.

Vous aimerez peut-être aussi