Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah
RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
1.
Gas
b.
Cairan
c.
2.
3.
4.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.
2.
Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju
epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional.
3.
Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan
Bertambah
Nyeri
partial
ultra violet
gelembung.
merah.
superfisial
(terbakar oleh
(tingkat I)
matahari).
tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.
Lebih dalam
Kontak dengan
Berbintik-
Sangat
dari ketebalan
yang ukurannya
bintik yang
nyeri
partial
bahan padat.
bertambah besar.
kurang jelas,
(tingkat II)
Jilatan api
- Superfis
kepada pakaian.
pink, daerah
Jilatan langsung
merah coklat.
ial
- Dalam
kimiawi.
2
Kontak dengan
Putih, kering,
Tidak sakit,
sepenuhnya
mengelupas.
hitam, coklat
sedikit
(tingkat III)
padat.
tua.
sakit.
Nyala api.
Hitam.
Rambut
Kimia.
Merah.
mudah
Kontak dengan
Gelembung jarang,
lepas bila
arus listrik.
dicabut.
tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
: 9%
2) Lengan masing-masing 9%
: 18%
: 36%
: 36%
5) Genetalia/perineum
: 1%
Total : 100%
A. Parah critical:
a)
Tingkat II
b) Tingkat III
c)
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang moderate:
Bahan Kimia
Termis
a) Tingkat II
Radiasi
: 15 30%
b) Tingkat III
Biologis
: 1 10%
LUKA BAKAR
Listrik/petir
Psikologis
C. Ringan minor:
Pada Wajah
Di ruang tertutup
Kerusakan kulit
a) Tingkat II
Kerusakan mukosa
Keracunan
b) Tingkat
IIIgas CO
Oedema laring
CO mengikat Hb
Hb tidak mampu
mengikat O2
Gagal nafas
MK:
Gangguan
Konsep diri
Kurang
pengetahuan
Anxietas
: kurang 15%
Penguapan
meningkat
: kurang
1%
Peningkatan pembuluh
darah kapiler
Masalah Keperawatan:
Resiko tinggi terhadap infeksi
Gangguan rasa nyaman
Ganguan aktivitas
Kerusakan integritas kulit
Hipoxia otak
Tekanan onkotik
menurun. Tekanan
hidrostatik
meningkat
Cairan intravaskuler
menurun
Hipovolemia dan
hemokonsentrasi
Masalah Keperawatan:
Kekurangan volume cairan
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan sirkulasi
makro
Gangguan
sirkulasi seluler
Otak
Kardiovaskuler
Ginjal
Hepar
Hipoxia
Kebocoran
Hipoxia
Pelepasan
ginjal
katekolamin
Patofisiologi kapiler
(Hudak &selGallo;
1997)
Sel otak
mati
Gagal
fungsi
sentral
Penurunan
curah jantung
Gagal jantung
Fungsi
ginjal
menurun
Gagal
ginjal
Hipoxia
hepatik
GI
Traktus
Dilatasi
lambung
Neurologi
Imun
Gangguan
Neurologi
Daya
tahan
tubuh
menurun
Hambahan
pertumbuhan
Gagal hepar
Gangguan
perfusi
Laju
metabolisme
meningkat
Glukoneogenesis
glukogenolisis
MK: Perubahan
nutrisi
Tingkatan hipovolemik
Tingkatan diuretik
Pergeseran
cairan
insterstitial.
vaskuler.
Perubahan
rasi oedem
ekstraseluler
pada lokasi
luka bakar.
Fungsi
renal.
berkurang karena
aliran darah
renal karena
dan CO berkurang.
desakan darah
Kadar
Na direabsorbsi
Oliguri.
Peningkatan
Defisit
meningkat.
Kehilangan Na+
sodium.
melalui diuresis
kehilangan Na+
(normal
kembali setelah
tertahan dalam
1 minggu).
Diuresis.
Defisit sodium.
cairan oedem.
Kadar
K+ dilepas sebagai
potassium.
akibat cidera
kembali ke
jarinagn sel-sel
dalam sel, K+
darah merah, K+
terbuang
berkurang ekskresi
melalui diuresis
berkurang.
setelah luka
Hiperkalemi
K+ bergerak
Hipokalemi.
Kadar
Kehilangan protein
Hipoproteine
bakar).
Kehilangan
Hipoproteinem
protein.
ke dalam jaringan
mia.
protein waktu
ia.
akibat kenaikan
berlangsung
permeabilitas.
terus
katabolisme.
6
Keseimbang
Katabolisme
Keseimbanga
Katabolisme
Keseimbangan
an nitrogen.
jaringan,
n nitrogen
jaringan,
nitrogen
kehilangan protein
negatif.
kehilangan
negatif.
dalam jaringan,
protein,
lebih banyak
immobilitas.
kehilangan dari
masukan.
Keseimbnag
Metabolisme
Asidosis
Kehilangan
Asidosis
an asam
anaerob karena
metabolik.
sodium
metabolik.
basa.
perfusi jarinagn
bicarbonas
berkurang
melalui
peningkatan asam
diuresis,
hipermetabolis
fungsi renal
me disertai
berkurang
peningkatan
(menyebabkan
produk akhir
metabolisme.
tertahan),
kehilangan
bikarbonas serum.
Respon
Terjadi karena
Aliran darah
Terjadi karena
Stres karena
stres.
trauma,
renal
sifat cidera
luka.
peningkatan
berkurang.
berlangsung
produksi cortison.
lama dan
terancam
psikologi
pribadi.
Eritrosit
Terjadi karena
Luka bakar
Tidak terjadi
Hemokonsentr
panas, pecah
termal.
pada hari-hari
asi.
7
Lambung.
menjadi fragil.
pertama.
Akut dilatasi
Peningkatan
pada gaster),
central di
dan paralise
jumlah
perdarahan
hipotalamus
usus.
cortison.
lambung, nyeri.
dan
CO menurun.
peingkatan
jumlah
cortison.
Jantung.
MDF meningkat 2x
Disfungsi
Peningkatan zat
lipat, merupakan
jantung.
MDF (miokard
glikoprotein yang
depresant
toxic yang
factor) sampai
dihasilkan oleh
26 unit,
bertanggung
jawab terhadap
syok spetic.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi
8
: BB x 75 cc
3 5 tahun
: BB x 50 cc
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak
Tulle.
F.
Obat obatan:
o
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
Analgetik
Antasida
: kalau perlu
Pengkajian
a)
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c)
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d)
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
10
e)
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f)
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g)
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h)
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas
dalam (ronkhi).
i)
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
11
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat
pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status
syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya
secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik).
j)
Pemeriksaan diagnostik:
(1)
(2)
(3)
Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
(4)
(5)
(6)
(7)
bakar masif.
(8)
2.
Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting
patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau
leher.
10
Rencana Intervensi
Diagnosa
Keperawata
n
Rencana Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria
Intervensi
Rasional
Dugaan cedera inhalasi
Hasil
Resiko bersihan
Bersihan jalan
Kaji refleks
nafas tetap
gangguan/menelan; perhatikan
efektif
efektif.
berhubungan
Kriteria Hasil :
ketidakmampuan menelan,
dengan
Bunyi nafas
obstruksi
vesikuler, RR
trakheobronkhia
dalam batas
kedalaman pernafasan ;
distress pernafasan/edema
l; oedema
normal, bebas
perhatikan adanya
mukosa;
dispnoe/cyanos
intervensi medik.
kompressi jalan
is.
nafas .
merah muda.
stridor, mengi/gemericik,
terbakar.
rejan.
Dugaan adanya hipoksemia
Perhatikan adanya pucat atau
optimal/fungsi pernafasan.
14
Bilakepala/leher terbakar,
pernafasan, menyebabkan
nekrosis pada kartilago
telinga yang terbakar dan
meningkatkan konstriktur
leher.
sering.
perawatan ekstrem,
sekret.
Membantu mempertahankan
jalan nafas bersih, tetapi
harus dilakukan kewaspadaan
Peningkatan
sekret/penurunan
Selidiki perubahan
perilaku/mental contoh
menunjukkan peningkatan
untuk intubasi.
cairan, perhatikan
Meskipun sering
variasi/perubahan.
hipoksia.
meliputi :
wajah
inhalasi meningkatkan
kebutuhan cairan sebanyak
35% atau lebih karena
edema.
O2 memperbaiki
15
hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran
Berikan/bantu fisioterapi
dada/spirometri intensif.
viskositas sputum.
Data dasar penting untuk
pengkajian lanjut status
pernafasan dan pedoman
Resiko tinggi
Pasien dapat
paru/oksegenasi.
Memberikan pedoman untuk
kekurangan
mendemostrasi
volume cairan
kan status
mengkaji respon
berhubungan
cairan dan
dengan
biokimia
Kehilangan
membaik.
cairan melalui
Kriteria
kardiovaskuler.
16
rute abnormal.
evaluasi: tak
Peningkatan
ada manifestasi
kebutuhan :
dehidrasi,
status
resolusi
hypermetabolik,
oedema,
ketidak
elektrolit
mioglobin.
cukupan
serum dalam
Peningkatan permeabilitas
pemasukan.
batas normal,
Kehilangan
haluaran urine
hari
perdarahan.
di atas 30
ml/jam.
sesuai indikasi.
evaporasi mempengaruhi
indikasi
pengeluaran urine.
Penggantian cairan
Observasi distensi
Memperkirakan luasnya
abdomen,hematomesis,feces
oedema/perpindahan cairan
hitam.
urine.
meliputi :
kesadaran dapat
mengindikasikan ketidak
urine
adequatnya volume
sirkulasi/penurunan perfusi
serebral
kateter IV.
plasma, albumin.
refleks urine.
17
Diuretika contohnya
Manitol (Osmitrol)
cairan/elektrolit dan
Kalium
membantu mencegah
-
komplikasi.
Antasida
Mengidentifikasi kehilangan
darah/kerusakan SDM dan
kebutuhan penggantian
Pantau:
-
Tanda-tanda
vital
Meningkatkan pengeluaran
setiap
jam
selama
/mencegah nekrosis.
periode rehabilitasi.
-
Warna urine.
Masukan
haluaran
setiap
jam
jumlah besar
Menurunkan keasaman
setiap
jam
selama
histamin menurunkan
selama
periode
rehabilitasi.
-
diperlukan.
adekuat.
18
bakar.
intravaskular.
terjadi.
Temuan-temuan ini
Tes guaiak muntahan warna
Laporkan temuan-temuan
positif.
interstitial menimbukan
hipovolemi.
19
kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak
positif ennandakan adanya
perdarahan GI. Perdarahan
GI menandakan adaya stres
ulkus (Curlings).
Mencegah perdarahan GI.
Luka bakar luas mencetuskan
pasien pada ulkus stres yang
disebabkan peningkatan
sekresi hormon-hormon
adrenal dan asam HCl oleh
lambung.
Resiko
Pasien dapat
Mengidentifikasi kemajuan
kerusakan
mendemonstra
pertukaran gas
sikan
serum.
berhubungan
oksigenasi
dengan cedera
adekuat.
mempengaruhi pertukaran
inhalasi asap
Kriteroia
atau sindrom
evaluasi: RR
alveoli.
kompartemen
12-24 x/mnt,
Suplemen oksigen
torakal
warna kulit
meningkatkan jumlah
sekunder
normal, GDA
terhadap luka
dalam renatng
bakar
normal, bunyi
sirkumfisial
nafas bersih,
insufisiensi pernafasan
tak ada
leher.
kesulitan
bernafas.
Pernafasan dalam
mengembangkan alveoli,
menurunkan resiko
tirah baring.
atelektasis.
Memudahkan ventilasi
dengan menurunkan tekanan
20
sesuai pesanan.
(eskarotomi) memungkinkan
ekspansi dada.
Resiko tinggi
Pasien bebas
infeksi
dari infeksi.
berhubungan
Kriteria
dengan
evaluasi: tak
sisi
Pertahanan
ada demam,
primer tidak
pembentukan
bial
adekuat;
jaringan
kerusakan
granulasi baik.
perlinduingan
Pantau:
-
Penampilan
luka
donor dan
status
tandur
Mengidentifikasi indikasi-
yang diharapkan.
kulit
Jumlah
makanan
kulit; jaringan
traumatik.
kali makan.
Pertahanan
jaringan nekrotik
sekunder tidak
meningkatkan pembentukan
adekuat;
jarinagn nekrotik
granulasi.
penurunan Hb,
penekanan
respons
pesanan, implementasikan
inflamasi
Antimikroba topikal
baketri.
Temuan-temuan ini
membantu mengidentifikasi
21
ketentuan.
perlindungan lainmelindungi
pada kebosanan.
kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak
adekuat, berikan globulin
memabntu penyembuhan
kebutuhan energi.
Pasien dapat
Analgesik narkotik
berhubungan
mendemonstra
dengan
sikan hilang
Kerusakan
dari
kulit/jaringan;
ketidaknyaman
Evaluasi keefektifannya.
22
pembentukan
an.
edema.
Kriteria
Manipulasi
evaluasi:
jaringan cidera
menyangkal
peningkatan permeabilitas
contoh
nyeri,
kapiler.
debridemen
melaporkan
luka.
perasaan
nyaman,
kehangatan.
menyebabkan hipoetrmia.
ekspresi wajah
dan postur
membantu menghemat
tubuh rileks.
kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan
mempertahankan berat badan
menuurnkan pemajanan
badan sendiri.
Resiko tinggi
Pasien
ketidaknyamanan.
Mengidentifikasi indikasi-
kerusakan
menunjukkan
perfusi jaringan,
sirkulasi tetap
perubahan/disfu
adekuat.
yang diharapkan.
ngsi
Kriteria
neurovaskuler
evaluasi:
Pertahankan ekstermitas
perifer
warna kulit
bengkak ditinggikan.
berhubungan
normal,
dengan
menyangkal
Penurunan/inter
kebas dan
Temuan-temuan ini
upsi aliran
kesemutan,
menandakan keruskana
darah
nadi perifer
arterial/vena,
dapat diraba.
sesuai pesanan.
contoh luka
bakar seputar
pembengkakan.
23
ekstremitas
dengan edema.
Kerusakan
Memumjukkan
adekuat.
Memberikan informasi dasar
integritas kulit
regenerasi
tentang kebutuhan
b/d kerusakan
jaringan
permukaan kulit
Kriteria hasil:
sekitar luka.
kemungkinan petunjuk
sekunder
Mencapai
destruksi
penyembuhan
lapisan kulit.
tepat waktu
kontrol infeksi.
bakar.
graft.
Menyiapkan jaringan untuk
penanaman dan menurunkan
resiko infeksi/kegagalan
sesuai indikasi.
kulit.
Kain nilon/membran silikon
mengandung kolagen porcine
mungkin/tepat. Pertahankan
diindikasikan.
repitelisasi.
Menurunkan
pembengkakan /membatasi
yang mempengaruhi
penyembuhan optimal.
bedah/balutan biologis.
24
khusus untuk
mempertahankan kelenturan.
Graft kulit diambil dari kulit
orang itu sendiri/orang lain
untuk penutupan sementara
pada luka bakar luas sampai
kulit orang itu siap ditanam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany.
Philadelpia. Hal. 752 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A.
Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing
Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih
bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Jakarta.
1. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIARE
26
A. PENGERTIAN.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer
lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi
buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah
atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
B. PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli,
golongan
vibrio,
B.
Cereus,
clostridium
perfarings,
stapylococus
aureus,
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi
virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)
protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida
albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya
28
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam
usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na
dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya
penyimpanan/penyediaan
glikogen
dalam
hati
dan
adanya
gangguan
gangguan
absorbsi
glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40
mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
-
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer
ini diberikan terlalu lama.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
29
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
F. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh
Sehat
Gelisah, cengeng
Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk
atau syok
Yang diperiksa
Keadaan umum
Kekenyalan kulit
Normal
Sedikit kurang
Sangat kurang
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Ubun-ubun besar
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Mulut
Normal
Kering
31
Denyut nadi/mata
Kuat <120
Sedang (120-140)
Lemas >40
Keterangan
-
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan
Sedang
Berat
Kesadaran
Baik (CM)
Gelisah
Apatis-koma
Rasa haus
++
+++
N (120)
Cepat
Cepat sekali
Biasa
Agak cepat
Kusz maull
Agak cekung
Cekung
Cekung sekali
Agak cekung
Cekung
Cekung sekali
Biasa
Agak kurang
Kurang sekali
Normal
Oliguri
Anuri
Normal
Agak kering
Kering/asidosis
Keadaan umum
Sirkulasi
Nadi
Respirasi
Pernapasan
Kulit
Uub
32
Berat Badan
Total/24 jam
Cairan/Kg BB/24
3 hari
3.0
250-300
jam
80-100
10 hari
3.2
400-500
125-150
3 bulan
5.4
750-850
140-160
6bulan
7.3
950-1100
130-155
9 bulan
8.6
1100-1250
125-165
1 tahun
9.5
1150-1300
120-135
2 tahun
11.8
1350-1500
115-125
4 tahun
16.2
1600-1800
100-1100
6 tahun
20.0
1800-2000
90-100
10 tahun
28.7
2000-2500
70-85
14 tahun
45.0
2000-2700
50-60
18 tahun
54.0
2200-2700
40-50
Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono,
Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI (1988), menyatakan
bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun
adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi
Ringan
PWL
50
NWL
100
CWL
25
Jumlah
175
Sedang
75
100
25
200
Berat
125
100
25
250
Keterangan :
33
Faktor malabsorbsi
Endotoksin
Tekanan osmotik
Gangguan peristaltik
Hiperperistaltik
Hipoperistaltik
merusak mukosa
usus
Pergeseran cairan
dan elektrolit ke
sempat diserap
lumen usus
Endotoksin berlebih
Hipersekresi cairan
dan elektrolit
ubun-ubun
I. PENTALAKSANAAN
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa
cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera
pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6
bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula
lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula
yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:
-
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
-
Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan
sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman,
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan
lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
a. Data fokus
1) Hidrasi
-
Turgor kulit
Membran mukosa
2) Abdomen
-
Nyeri
Kekauan
36
Bising usus
Kram
Tenesmus
b. Diagnosa keperawatan
-
Resiko
tinggi
infeksi
berhubungan
dengan
kontaminasi
usus
dengan
mikroorganisme.
-
c. Intervensi
1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit
-
Pantau cairan IV
Melalui mulut
Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan terhadap udara.
Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses yang bersifat asam
akan mengiritasi kulit).
4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah penularan infeksi
(merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
-
7) Rencana pemulangan.
-
Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan lingkungan.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatik, Jakarta, EGC
2. Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa :
Manulang R.F. Jakarta, EGC
4. Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
39
CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis
pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
40
Hipotensi sistemik
3.
Hipoksia
4.
Hiperkapnea
5.
Udema otak
6.
Komplikasi pernapasan
7.
41
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan
penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi
orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital
kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema
otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
4. Pemeriksaan Penujang
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
X-Ray:
42
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
Penatalaksanaan
Konservatif:
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Prioritas Perawatan:
1.
Maksimalkan perfusi / fungsi otak
1.
Mencegah komplikasi
43
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
C. INTERVENSI
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia
tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien
dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan
tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian
tidal volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih
panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya
udara terhadap gangguan pertukaran gas.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan
tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak
adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi
yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
44
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang
simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak
adanya penumpukan sputum.
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia.
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian
paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
45
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik
untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid
(dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang
untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari
peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat
meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan
pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku,
mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh
perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk
menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien
baik jumlah, kalori, dan waktu.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang
aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan
perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
46
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi
perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan
kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang
menonjol.
Pertahankan
kebersihan
dan
kekeringan
pasien
keadaan
lembab
akan
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan
menggunakan H2O2.
47
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan
Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
48
DIABETES MELLITUS
Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.
2. Diabetes Tipe II
49
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
Patofisiologi/Pathways
Defisiensi Insulin
glukagon
penurunan pemakaian
glukosa oleh sel
glukoneogenesis
lemak
hiperglikemia
protein
ketogenesis
BUN
ketonemia
Nitrogen urine
glycosuria
Osmotic Diuresis
Dehidrasi
pH
Mual muntah
Hemokonsentrasi
Asidosis
Kekurangan
volume cairan
Trombosis
Koma
Kematian
Aterosklerosis
Makrovaskuler
Jantung
Serebral
Stroke
Mikrovaskuler
Retina
Ginjal
Retinopati
diabetik
Nefropati
Ekstremitas
Gangren
50
Ggn. Penglihatan
Gagal Ginjal
51
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM
usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin
yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis
dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia,
dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar,
menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan
koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
< 100
100-200
>200
<80
80-200
>200
<110
110-120
>126
Plasma vena
Darah kapiler
Plasma vena
Darah kapiler
<90
90-110
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Penatalaksanaan
52
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
Pengkajian
Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Sirkulasi
Adakah
riwayat
hipertensi,AMI,
klaudikasi,
kebas,
kesemutan
pada
Integritas Ego
Stress, ansietas
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
Neurosensori
Pusing,
sakit
kepala,
kesemutan,
53
kebas
kelemahan
pada
otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai
dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
54
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak
teratur
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
55
Intervensi :
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti
balut.
56
DAFTAR PUSTAKA
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC,
1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi
ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2002
57
58