Vous êtes sur la page 1sur 13

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 49 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Supir
MRS
: 21 November 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri saat buang air kecil dirasakan sejak 5 bulan terakhir, terutama di
awal kencing. Pasien mengeluh kencing sedikit-sedikit dan tidak lancar. Pasien mengaku
jarang minum air putih karena pekerjaanya sebagai supir hanya minum 3 gelas air atau
saat makan saja.
Riwayat kencing berpasir tidak ada, kencing berdarah tidak ada.
Riwayat demam tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada.
Riwayat trauma pada pinggang dan perut tidak ada.
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.
BAB kesan lancar.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
: GCS 15 (E4M6V5)
Tanda vital
: TD= 130/80 mmHg
N = 86x/I
Kepala
: Mata : anemis (-) ikterus (-)
Leher : limfadenopati (-)
Thorax
: BJ I/II murni regular
BP vesikuler, Rh -/- Wh -/Abdomen
: Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : Oedema (-)

P= 22x/i
S= 36,5C

Status lokalisata
Regio suprapubik : NT (+) MT (-)
Regio lumbal
: NT (-) MT (-) NCV (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah Rutin
WBC
RBC

Hasil
8,1
5,10

Rujukan
5-10.10
4-5

HB

14,2

12-17,4

HCT

44,2

36-52

MCV

87

76-96

MCH

27,9

27-32

MCHC

32,1

30-35

PLT

151

150-400

CT

300

BT

130

USG Abdomen

Gambar 1: Vesicoliths yang tampak pada USG abdomen

Kesan : Vesicoliths
E. DIAGNOSIS KERJA
Vesikolitiasis

F. PENATALAKSANAAN
Pro operasi : Vesicolithotomy (sectio alta)
Pasang kateter

Gambar 2: Dua buah batu buli-buli yang dikeluarkan saat vesicolithotomy (tanda panah)

G. FOLLOW-UP
POH I
S: Nyeri pada luka operasi
O: KU lemah
Tanda vital dalam batas normal
Terpasang kateter
POH II
S: Nyeri pada luka operasi
O: KU lemah
Tanda vital dalam batas normal
Terpasang kateter
POH III
S: Nyeri berkurang
O: KU membaik
Tanda vital dalam batas normal

P: IVFD RL 28 tpm
Ceftriaxone 1gr/12j/iv
ranitidine 50mg/8j/iv
ketorolac 30mg/8j/iv
P: IVFD RL 28 tpm
Ceftriaxone 1gr/12j/iv
ranitidine 50mg/8j/iv
ketorolac 30mg/8j/iv
P: IVFD RL 28 tpm
Ceftriaxone 1gr/12j/iv
ranitidine 50mg/8j/iv
3

Terpasang kateter

ketorolac 30mg/8j/iv
Rawat luka + ganti verband

POH IV
S: Nyeri berkurang
O: KU membaik
Tanda vital dalam batas normal
Terpasang kateter
POH V
S: Nyeri berkurang
O: KU baik
Tanda vital dalam batas normal
Terpasang kateter
POH VI
S: Nyeri berkurang
O: KU baik
Tanda vital dalam batas normal

P: IVFD RL 28 tpm
Ceftriaxone 1gr/12j/iv
ranitidine 50mg/8j/iv
ketorolac 30mg/8j/iv
P: IVFD RL 28 tpm
Ceftriaxone 1gr/12j/iv
ranitidine 50mg/8j/iv
ketorolac 30mg/8j/iv
P: Aff infus, aff kateter
Cefadroxyl 500mg 2x1 tab
ranitidine 150mg 2x1 tab
asam mefenamat 500mg 3x1 tab
Rawat luka + ganti verband
Boleh rawat jalan

VESIKOLITIASIS

A. PENDAHULUAN

Vesikolith adalah batu dalam vesika urinaria (VU) yang terbentuk di tempat atau
berasal dari ginjal masuk ke VU. Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di VU. Gangguan miksi terjadi pada pasien
hiperplasia prostat, striktur urethra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik. Kateter
yang terpasang lama pada VU, adanya benda asing yang tidak sengaja dimasukkan dalam
VU seringkali menjadi predisposisi terbentuknya vesikolith.
Gejala khas vesikolitiasis berupa gejala iritasi antara lain: nyeri kencing/dysuria, perasaan
tidak enak saat kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali
dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung
penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1: A) vesika urinaria dan urethra pada wanita, B) pada pria

Gambar 2: struktur vesika urinaria

Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis.
Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini
disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih sampai reseptor
pada uretra posterior ketika mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih
tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis
melalui nervus pelvikus kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui
syaraf parasimpatis.
Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi dan
dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang memasuki
kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai terisi penuh. Pada
kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ tersebut,
tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu peningkatan tekanan hanya akan sedikit
saja, sampai organ tersebut relative penuh. Selama proses berkemih otot-otot perineum
dan sfingter uretra eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir
melalui uretra. Kontraksi otot-otot perineum dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara

volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran
urin saat sedang berkemih.
Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh. Proses
miksi
terdiri dari dua langkah utama:
1.

Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat


diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Terjadinya distensi
atau peningkatan tegangan pada kandung kemih mencetuskan refleks I yang
menghasilkan kontraksi kandung kemih dan refleks V yang menyebabkan relaksasi

2.

uretra.
Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya menimbulkan
kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal uretra mengalirkan urin
maka akan mengaktifkan refleks II yang akan menghasilkan kontraksi kandung
kemih dan IV sehingga stingfer eksternal dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin
dapat keluar. Jika tejadi distensi pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan,
atau kelemahan sfingter uretra maka akan mengaktifkan refleks III, sehingga
kontraksi kandung kemih melemah.
Refleks berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat autonomik,

tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah
berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik
terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik
untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih, pusat cortical dapat merangsang pusat
berkemih sacral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang

bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih


dapat terjadi.
Pada kondisi tertentu, proses berkemih tidak dapat terjadi secara normal, oleh
karenanya diperlukan tindakan khusus untuk tetap dapat mengeluarkan urin dari kandung
kemih, yaitu dengan pemasangan kateter. Pola eliminasi urin sangat tergantung pada
individu, biasanya berkemih setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya dalam
sehari sekitar lima kali. Jumlah urin yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan,
dan status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml per hari atau 150600 ml per sekali berkemih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin menurut Tarwoto & Wartonah
(2006) antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urin. Pada usia lanjut
volume kandung kemih berkurang, perubahan fisiologis banyak ditemukan setelah usia
50 tahun. Demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih
2.

sering.
Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat berkemih pada tempat

3.

tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat berkemih pada lokasi terbuka.
Psikologis
Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih.

4.

5.

Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih
menggunakan pot urin.
Tonus otot
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis untuk
berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan
berkurang. Mekanisme awal yang menimbulkan proses berkemih volunter belum

diketahui dengan pasti. Salah satu peristiwa awal adalah relaksasi otot-otot dasar
panggul, hal ini mungkin menimbulkan tarikan yang cukup besar pada otot detrusor
untuk merangsang kontraksi. Kontraksi otot-otot perineum dan sfingter eksterna dapat
dilakukan secara volunter sehingga mampu mencegah urin mengalir melewati uretra atau
6.

menghentikan aliran urin saat sedang berkemih (Guyton, 2006).


Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat anti diuretik hormon, kopi, teh, coklat, dan cola (mengandung

7.

kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin.


Kondisi penyakit
Pada pasien yang deman akan terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan
yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih menyebabkan retensi

8.

urin.
Pembedahan
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin akan
menurun.

9.

Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkatkan output urin, anti kolinergik dan antihipertensi

menimbulkan retensi urin.


10. Pemeriksaan diagnostik
Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi
output urin. Eliminasi urin atau mikturisi biasanya terjadi tanpa nyeri dengan frekuensi
lima sampai enam kali sehari, dan kadang-kadang sekali pada malam hari. Rata-rata
individu memproduksi dan mengeluarkan urin sebanyak 1200-1500 dalam 24 jam.
Jumlah ini tergantung asupan cairan, respirasi, suhu lingkungan, muntah atau diare.
Proses berkemih pada seseorang dapat mengalami gangguan sehingga tidak dapat
berjalan dengan normal. Kondisi umum yang terjadi sebagian besar adalah
ketidakmampuan individu untuk berkemih karena adanya obstruksi uretra. Pada kondisi

ini perlu dilakukan intervensi untuk mengosongkan kandung kemih yaitu dengan
pemasangan kateter.
C. ETIOLOGI
Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran
kemih pada seseorang. Factor tersebut ialah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal
dari tubuh seseorang dan factor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitar.
Faktor intrinsik antara lain :
1. Herediter (keturunan)
2. Umur; paling sering di usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin; pasien laki-laki tiga kali lebih banyak daripada perempuan

Beberapa faktor ekstrinsik antara lain :


1. Geografi;
2. Iklim dan temperatur;
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet; diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih
5. Pekerjaan; penyakit sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
dan kurang aktivitas.

D. FAKTOR RISIKO
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan
oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat,
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistin, dan batu jenis lainnya.
1. Batu kalsium
Paling banyak dijumpai sekitar 70-80% dari seluruh BSK. Factor terjadinya :
10

Hiperkalsiuri
Kadar kalsium dalam urine lebih dari 250-300 mg/24jam. Biasa terjadi pada penderita
hiperparatiroidisme primer atau pada tumor adrenal.
Hiperoksaluri
Ekskresi oksalat urine lebih dari 45 gram per hari. Biasa terjadi pada pasien yang
banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, seperti teh, kopi instan,
minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrus, dan sayuran berwarna hijau terutama

bayam.
Hiperurikosuri
Kadar asam urat dalam urine lebih dari 850mg/24jam.
Hipositraturi
Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga
menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
Hipomagnesuri
Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam
urine magnesium bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat sehingga
mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering adalah inflamasi usus

disertai malabsorbsi.
2. Batu struvit
Terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.
3. Batu asam urat
Sebanyak 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Biasa terjadi pada penderita gout
dan

pasien

yang

banyak

menggunakan

obat

urikosurik

seperti

thiazide,

sulfinpirazone, dan salisilat.


4. Batu jenis lain
Batu sistin, xanthin, triamterene, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.

E. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada
perbatasan utero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke

11

dalam buli-buli. Hematuria seringkali dikeluhkan akibat trauma pada mukosa saluran
kemih yang disebabkan oleh batu.
- Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat
menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
sebab terjadinya batu. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya leukosuria,
-

hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.


Foto polos abdomen
Melihat kemungkinan adanya batu radiopak di saluran kemih.
Jenis Batu
Kalsium
MAP
Urat/sistin

Opasitas
Opak
Semiopak
Lusen

Ultrasonografi
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU yaitu pada
keadaan-keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ini berguna untuk menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli.

F. PENYULIT
Komplikasi batu saluran kemih yang sering terjadi ialah obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya
keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.
G. PENATALAKSANAAN
Indikasi pengeluaran batu saluran kemih :
- Obstruksi dan infeksi
- Nyeri menetap atau nyeri berulang-ulang
- Batu metabolik yang tumbuh cepat
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian

12

diuretikum, dan minum yang banyak agar batu dapat terdorong keluar dari saluran
kemih.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berguna untuk memecahkan batu tanpa melalui tindakan invasive. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
kemih.
3. Laparoskopi
4. Bedah terbuka (vesicolithotomy)

13

Vous aimerez peut-être aussi