Vous êtes sur la page 1sur 15

MANAJEMEN RISIKO

BASEL III
Disusun Oleh:

Ajeng Ummah Handayani -

4416060011

Danih Intan Zulianti

4416060032

Firna Putri Yopha

4416060041

BKT 7C Lanjutan
AKUNTANSI KEUANGAN DAN PERBANKAN D4 (Lanjutan)
2016

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


Jl. Prof. Dr. G.A Siwabessy, Kampus Baru UI Depok 16424
Telp: +62217270036, ext 217. Telp: +62217270044

Fax: (021)7270034 http://pnj.ac.id

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB I.............................................................................................................. 3
PENDAHULUAN............................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................. 5
PEMBAHASAN............................................................................................... 5
2.1 Sejarah Basel III..................................................................................... 5
2.2 Tujuan Diterbitkan Basel III....................................................................5
2.3 Ketentuan Basel III................................................................................. 6
2.4 Kerangka Kerja Basel III.........................................................................7
2.5 Penerapan Basel III................................................................................ 9
2.6 Kelebihan dari Basel III.........................................................................10
BAB III.......................................................................................................... 12
KESIMPULAN.............................................................................................. 12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis pada tahun 2008 ditengarai merupakan dampak dari kondisi
dimana sektor perbankan di berbagai negara memiliki tingkat leverage
yang tinggi, baik di on balance sheet maupun off balance sheet yang
kemudian menggerus kualitas modal bank. Sementara itu, terdapat
keterkaitan risiko terutama antar systemically important financial
institutions (SIFIs) yang di sisi lain tidak didukung dengan likuiditas
yang memadai sebagai buffer. Faktor lain yang turut berpengaruh juga
diantaranya

permasalahan dalam kualitas

corporate governance,

kualitas manajemen risiko dan transparansi.


Mencermati akar permasalahan krisis yang ada maka dirasakan
kebutuhan untuk menyempurnakan kembali kerangka permodalan
yang ada (Basel II) dan dari pembahasan di berbagai fora internasional
(G20, Financial Stability Board/FSB dan Basel Committee on Banking
Supervision/BCBS), kerangka Basel III pada akhirnya menjadi inisiatif
baru. Dokumen Basel III: Global Regulatory Framework for More
Resilient Banks and Banking Systems yang dipublikasikan oleh BCBS
pada akhir 2010 secara prinsip bertujuan untuk mengatasi masalah
perbankan antara lain:
1. Meningkatkan kemampuan sektor perbankan untuk menyerap
potensi risiko kerugian akibat krisis keuangan dan ekonomi serta
mencegah menjalarnya krisis sektor keuangan ke sektor ekonomi;
2. Meningkatkan
kualitas
manajemen
risiko,
governance,
transparansi dan keterbukaan;

3. Memberikan resolusi terbaik bagi systemically important cross


border banking Melalui Basel III diharapkan dapat diperkuat
sisi

pengaturan

mikroprudensial

untuk

meningkatkan

kesehatan dan daya tahan individual bank dalam menghadapi


krisis. Dalam konteks mikro-prudensial,

kerangka Basel III

mensyaratkan definisi kualitas dan level permodalan yang lebih


tinggi dengan fokus utama pada komponen common equity dan
pentingnya tersedia kecukupan cadangan (buffer) modal yang
harus dimiliki oleh individual bank yaitu dengan mensyaratkan
pembentukan conservation buffer.
Selain itu, Basel III juga mencakup aspek makroprudensial dengan
mengembangkan indikator untuk memantau tingkat procyclicality
sistem keuangan dan mempersyaratkan bank terutama bank/institusi
keuangan yang bersifat sistemik untuk menyiapkan buffer di saat
ekonomi baik (boom period) guna dapat menyerap kerugian saat terjadi
krisis (boost period) yaitu

countercyclical capital buffer, serta juga

capital surcharge bagi institusi lembaga keuangan yang dipandang


sistemik. Keterkaitan antara aspek mikro dan makro tersebut sangat
erat sehingga perlu dimonitor secara berkesinambungan.
Sebagai

bagian

dari

kerangka

pengaturan

modal

bank,

sebagaimana halnya Basel I, Basel II dan Basel 2,5, Bank Indonesia


memandang

bahwa

perlu

menyiapkan implementasi

melakukan

Basel

III

langkah-langkah

dengan

baik

agar

untuk
sesuai

dengan batas waktu yang telah ditentukan dan berkontribusi baik


dalam perkembangan industri perbankan nasional ke depan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah diterbitkannya Basel III?
2. Bagaimana tujuan diterbitkannya Basel III?
3. Bagaimana ketentuan pada Basel III?
4. Bagaimana kerangka kerja pada Basel III?
5. Bagaimana penerapan Basel III?

6. Apa kelebihan Basel III?


1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mempelajari
2. Untuk mempelajari
3. Untuk mempelajari
4. Untuk mempelajari
5. Untuk mempelajari
6. Untuk mempelajari

sejarah Basel III


tujuan adanya Basel III
ketentuan-ketentuan yang ada pada Basel III
kerangka kerja dari Basel III
penerapan dari Basel III
kelebihan dari Basel III

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Basel III
Basel III merupakan peraturan yang lengkap dengan mengatur
dan mengawasi jalannya bank. Akan tetapi, bayang-bayang terjadi
krisis keuangan masih menghantui. Terbukti dengan kembali dengan
terjadinya krisis ekonomi dan keuangan pada 2007-2008. Faktor
pemicu utamanya karena banyaknya bank yang terlilit utang tinggi,
pada laporan posisi keungan yang dilaporkan (on-balance sheet)
maupun laporan posisi keungan yang tidak dilaporkan (off-balance
sheet). Akibatnya, terjadi penggerusan tingkat dan kualitas modal
yang dimiliki bank. Secara bersamaan, terjadi keterkaitan risiko,
keuangan

yang

sistematis

dan

tidak

didukung

likuiditas

yang

mencukupi dan timbullah krisis.


Berdasarkan permasalahan yang menyebabkan krisis inilah,
muncul pemikiran untuk menyempurnakan peraturan permodalan
yang ada, yaitu Basel II. Akhirnya pada akhir tahun 2010, BCBS
mempublikasikan dokumen yang berjudul Basel III : Global Regulatory
Framework for More Resilient Banks and Banking Sistem.

Peraturan

Bank

Indonesia

No.

15/12/PBI/2013

tanggal

12

Desember 2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank


Umum, berlaku pada 1 Januari 2014. Dalam rangka menciptakan
sistem perbankan yang sehat dan mampu berkembang Berta bersaing
secara

nasional

maupun

internasional,

maka

Bank

perlu

meningkatkan kemampuan untuk menyerap risiko yang disebabkan


oleh kondisi krisis dan/atau pertumbuhan kredit perbankan yang
berlebihan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan
Bank sesuai dengan standar internasional yang berlaku yaitu Basel
III.
2.2 Tujuan Diterbitkan Basel III
Pada dasarnya, Basel III diterbitkan sebagai penyempurna alas
Basel II. Menurut the BCBS Basel III memiliki dua tujuan utama, yaitu:
1. Memperkuat aturan tentang permodalan dan likuiditas global
melalui peningkatan ketahanan sektor perbankan;
2. Meningkatkan kemampuan sektor perbankan dalam menghadapi
guncangan yang timbul akibat terjadinya krisis keuangan dan
tekanan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, aturan Basel III dibagi
menjadi tiga bagian utama sebagai berikut:
1. Pembaruan ketentuan permodalan (terdiri antara lain: kualitas, dan
kuantitas modal, cakupan resiko secara komprehensif, leverage
ratio penyangga konservasi modal (capital conservation buffers)
dan (counter-cydical capital buffer))
2. Pembaruan ketentuan likuiditas (rasio-rasio jangka pendek dan
jangka panjang);
3. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan peningkatan
stabilitas sistem keuangan.

Secara umum ruang lingkup dokumen Basel III mengenai kewajiban


modal dan likuiditas global mencakup aspek-aspek sebagai berikut
(Bank Indonesia, 2012):
Penguatan Kerangka Permodalan Global
1.
2.
3.
4.
5.

Meningkatkan kualitas, konsistensi dan transparansi permodalan


Mengembangkan cakupan rasio
Tambahan persyaratan modal berbasis resiko dengan leverage ratio
Mengurangi Procydicality dan meningkatkan countercydical buffer
Penanganan terhadap resiko sistemik dan keterkaitan antar
lembaga keuangan

2.3 Ketentuan Basel III


Ketentuan yang terdapat pada Basel III yang tidak terjabarkan
pada Basel sebelumnya, yaitu adanya perubahan pada:
1. Struktur permodalan
Adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja
perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang
berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan demikian
struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka
pendek.
2. Capital Conservation Buffer
Adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer)
apabila terjadi kerugian pada periode krisis.
3. Countercydical Capital Buffer
Adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer)
untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit
perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu
stabilitas sistem keuangan.
4. Leverage Ratio

Adalah rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan


perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen
yang terdiri dari hutang jangka panjang.
5. Penguatan manajemen likuiditas
Untuk

struktur

permodalan,

Basel

II

tidak

terdapat

capital

conservation buffer, sedangkan pada Basel III bank diwajibkan


menyediakan capital conservation buffer sebesar 2,5% dalam
kondisi normal. Namun, dalam kondisi stress, capital conservation
buffer ini dapat ditarik untuk menyerap kerugian. Basel III juga
memperkenalkan countercydical capital buffer (CCB) sebesar 0%2,5% dari common equity atau modal yang dicadangkan khusus
untuk menyerap kerugian dari siklus bisnis dan penerapannya
tergantung dari kondisi masing-masing negara. Rasio kecukupan
modal minimum atau capital adequacy ratio (CAR) masih tetap
sebesar 8%, tetapi apabila bank ingin dapat memberikan dividen,
share buyback, bonus, dan memitigasi risiko dari siklus bisnis, rasio
kecukupan modal minimum adalah sebesar 13%.
2.4 Kerangka Kerja Basel III
Kerangka kerja yang terdapat di dalam basel III itu sendiri
didalamnya terdapat 3 pilar. Pilar ini lah yang membedakan dengan
basel-basel yang sebelumnya. Berikut adalah contoh gambar dan
penjelasannya:

1. Pilar pertama berkaitan dengan persyaratan modal minimum yang


lebih mencerminkan dan bisa mengantisipasi berbagai resiko yang
dihadapi bank. Perhitungan CAR (Capital Adequacy Ratio) pun
menjadi lebih rumit. Berbagai jenis resiko bisa mempengaruhi
kecukupan modal, yaitu resiko kredit, resiko operasional, dan resiko
pasar. Pengelolaan resiko ini diharapkan menjadi budaya karena
resiko merupakan jantung dan darah dari perbankan.
2. Pilar kedua berhubungan dengan proses review dalam rangka
pengawasan yang efektif. Bank sentral di seluruh dunia rasanya
mempunyai fungsi dan peran yang sama dalam hal pengaturan
dan pengawasan bank, sebagaimana fungsi BI di Indonesia.
Kemampuan mendeteksi kondisi bank secara dini menjadi sangat
penting, terutama dalam mengarungi dan mengantipasi sistem
keuangan global yang semakin kompleks.
3. Pilar terakhir adalah disiplin pasar yang dititik beratkan pada
kejelasan peraturan mengenai pengungkapan kondisi bank yang
muara akhirnya adalah transparansi. Seberapa besar keterbukaan
dalam mengungkapkan informasi
salah

satu

tantangan

besar

tentang kondisi bank menjadi

bagi

perbankan

nasional.

Apa

konsekuensinya terhadap perbankan nasional? Sebagai pedoman

umum yang dirujuk oleh bank-bank sentral sedunia, perbankan


nasional- suka atau tidak suka, mau atau tidak mau- harus mulai
mempertimbangkannya untuk segera diimplementasikan.
2.5 Penerapan Basel III
Basel III secara mendasar menyajikan reformasi yang dilakukan
oleh BCBS untuk memperkuat permodalan dan standar likuiditas
dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan sektor perbankan
terhadap krisis. Kemampuan sektor perbankan menyerap shock yang
teriadi karena tekanan keuangan dan perekonomian diharapkan dapat
mengurangi

penyebaran

risiko

dari

sektor

keuangan

terhadap

perekonomian.
Basel III memperkenalkan juga standar likuiditas baik untuk
jangka pendek yaitu liquidity coverage ratio (LCR) dan untuk jangka
yang lebih panjang yaitu net stable funding ratio (NSFR). Secara
mendasar, kedua standar likuiditas merupakan lompatan baru yang
dimaksudkan untuk melengkapi monitoring tools yang sudah ada
untuk memantau likuiditas bank dan sekaligus dapat digunakan
sebagai pembanding kondisi likuiditas antar bank.
Kerangka permodalan dan standar likuiditas Basel III secara
bertahap

akan

mulai

diterapkan

pada

Januari

2013

hingga

implementasi penuh pada Januari 2019. Melihat rentang waktu yang


disediakan untuk adopsi penuh Basel III ini maka tidak dipungkiri
bahwa diharapkan persiapan termasuk penilaian dampak atas Basel III
dapat

dilakukan

secara

komprehensif

sehingga

pada

saat

penerapannya dapat berjalan dengan baik.


Inisiatif penerbitan CP Basel III oleh Bank Indonesia akan memuat
pokok-pokok pemikiran arah kebijakan dan pengaturan Basel III di
Indonesia. Dalam dokumen tersebut dibahas rekomendasi pengaturan
permodalan sesuai Basel III berdasarkan studi literatur atas dokumen

10

Basel III, peraturan perundang-undangan yang berlaku, hasil studi


dampak kuantitatif, referensi terkait lainnya, serta masukan dari
pengawas, perbankan dan lain-lain. Selanjutnya untuk memudahkan
pemahaman, struktur CP akan disajikan dalam format paparan
substansi Basel III dan usulan pengaturan yang diperbandingkan
dengan ketentuan relevan yang berlaku saat ini. Indonesia, di bawah
Bank Indonesia, telah menerapkan Basel II sejak tahun 2007. Belum
selesai dengan Basel II, krisis global melanda. Basel Committee pun
melakukan pengkayaan kembali terhadap kerangka regulasi tersebut
sehingga dipublikasikanlah Basel III yang dinamakan International
Re=gulatory Framework for Banks pada tahun 2011 yang diharapkan
akan bisa selesai diimplementasikan di seluruh dunia pada awal tahun
2019.
Sebagai dari kerangka pengaturan modal bank, sebagaimana
halnya Basel I, Basel II dan Basel 2,5. Bank Indonesia memandang
bahwa

perlu

melakukan

langkah-langkah

untuk

menyiapkan

implementasi Basel III dengan baik agar sesuai dengan batas waktu
yang telah ditentukan dan berkontribusi baik dalam perkembangan
industri perbankan nasional ke depan. Basel III kini sudah diadopsi
oleh Bank Indonesia melalui PBI no 15/ 12 /PBI/2013 mengenai KPMM
bank umum. Ada 7 hal yang dikedepankan:
1. Meningkatkan kualitas modal
2. Memperbaiki cakupan risiko

khususnya

risiko

pihak

lawan

(counterparty)
3. Melengkapi ketentuan KPMM dengan leverage ratio minimal 3%
4. Lebih mengamankan perbankan dari pengaruh bank yang dinilai
sistemik, dimana bank yang dinilai sistemik diminta menyediakan
modal tambahan sebesar 1%-2.5%
5. Mengurangi procyclicality dengan mengharuskan bank memelihara
countercyclical buffer sebesar 0%- 2.5%

11

6. Meningkatkan daya tahan bank pada masa krisis dengan meminta


bank

menyediakan capital

conservation

buffer modal

tier

sehingga paling tidak tahan selama 3 bulan selama krisis terjadi.


7. Menetapkan standar likuiditas.
Dari ketujuh perubahan tadi, PBI diatas baru mengadopsi nomor 1,
4, 5 dan 6 dengan mengikuti jadwal pemberlakukan seperti yang
diatur pada Basel III.

2.6 Kelebihan dari Basel III


Kelebihan dari Basel III adalah:
1. Terkait permodalan: Basel III memperbaiki definisi modal, lebih
mengutamakan

modal

Tier

1;

selain

itu

mewajibkan

bank

menambahkan tambahan (a) Capital conservation buffer agar bank


dapat tahan lama menghadapi krisis (b) countercyclical buffer untuk
cadangan ketika pertumbuhan kredit dinilai terlalu tinggi (c) modal
untuk bank dengan dampak sistemik. Selain itu bank juga harus
menghitung leverage ratio minimal 3%.
2. Terkait perhitungan ATMR: Modal untuk menutup risiko pasar
sekarang harus ditambah dengan (a) tambahan modal untuk risiko
kredit

counterparty (CCR) pada kondisi stress

dengan EEPE

(Expected Potential Future Exposure) (b) Tambahan modal untuk


menutup kerugian akibat proses mark to market counterparty (CVA
=

credit

valuation

adjustment)

dan

(c)

Aturan

lain

yang

meningkatkan ATMR risiko pasar antara lain wrong way risk, assets
correlation, khususnya transaksi derivatif melalui OTC (Over the
Counter).
3. Terkait risiko likuiditas: Bank harus menghitung risiko likuiditas
jangka pendek dengan LCR (Liquidity Coverage Ratio), dan risiko
likuiditas jangka panjang dengan NSFR (Net stable funding ratio),
keduanya minimal 100%.
12

BAB III
KESIMPULAN
1. Basel I adalah suatu istilah yang merujuk pada serangkaian
kebijakan bank sentral dari seluruh dunia yang diterbitkan
oleh Komite
suatu

Basel pada

himpunan

tahun 1988 di Basel, Swiss sebagai

persyaratan

minimum modal untuk bank.

Rekomendasi ini dikukuhkan dalam bentuk aturan oleh negara13

negara Group of Ten (G10) pada tahun 1992. Basel I secara


umum

telah

ditinggalkan

dan

digantikan

oleh

himpunan

pedoman yang lebih komprehensif, yang disebut Basel II.


2. Basel
II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan
perbankan kedua,

sebagai

penyempurnaan Basel

I,

yang

diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan untuk


menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan
regulator

perbankan

untuk

membuat

ketentuan

berapa

banyak modal yang harus disisihkan bank sebagai perlindungan


terhadap risiko

keuangan dan operasional

yang

mungkin

dihadapi bank.
3. Basel III merupakan pilar pokok reformasi sektor keuangan
global yang diperkenalkan oleh komita Basel pada tahun 2010
sebagai respon kegagalan pengaturan dan pengawasan dalam
menangani krisis subprime mortgage yang berawal di AS yang
kemudian diikuti oleh krisis perbankan dan krisis keuangan
global di seluruh dunia. Basel III memiliki garis besar agenda
sebagai berikut:
a. Peningkatan kualitas tier 1 capital salah satunya melalui
persyaratan predominant common equity pada tier 1 capital,
simplifikasi tier 2 capital serta penghapusan modal tier 3 dan
modal inovatif tier 1
b. Mitigasi procyclicality melalui usulan countercyclical capital
framework

meliputi

usulan

penerapan

forward

looking

provisioning, persyaratan capital conservation buffer dan


countercyclical capital buffer.
c. Penerapan leverage ratio sebagai ukuran untuk membatasi
pembentukan leverage di sektor perbankan.
global
liquidity
standards

d. Penerapan

yang

akan

mensyaratkan penerapan dua rasio likuditas standard yaitu


liquidity coverage ratio (untuk melihat stabilitas likuditas

14

jangka pendek) dan net stable funding ratio (untuk melihat


stabilitas likuiditas jangka panjang) serta usulan penerapan
empat liquidity monitoring tools

15

Vous aimerez peut-être aussi