Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I

PENDAHULUAN

1. A.

Latar belakang

Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang merupakan salah satu
kelompok penyakit yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 emfisema menduduki peringkat ke-5
sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI
menunjukkan angka kematian karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab
tersering kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi
menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah
merokok yang dapat menyebabklan penyakit bronkitis kronik dan emfisema.Di Amerika
Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita .Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara
penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65%
laki-laki dan 15% wanita.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan
dinding alveolus. Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada
pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada
saluran napas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur 5560 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal
dunia.
Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta
menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu
China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar
batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan
Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak
khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.Atas dasar itulah,
kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian dari
PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga
diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien
emfisema.

1. B.

Tujuan

2. 1.

Tujuan umum

Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema.


1. Tujuan Khusus

Mengetahui dan memahami definisi emfisema.

Mengetahui dan memahami etiologi emfisema.

Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema.

Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien
dengan emfisema.

Mengetahui dan memahami WOC dari emfisema

Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostic

Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.

Mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema.

Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi emfisema
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah
penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara
berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut beberapa ahli :
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus
menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang
udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).

3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah
atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE)
serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan
defisiensi protein alfa 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan
elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih
berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale,
dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu
menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.
Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian
emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara
seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi
makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.
7. Pengaruh usia
8. obstruksi jalan nafas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus , sehingga terjadi
mekanisme ventil . udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi
tidak dapat keluar pada ekspirasi . etiologinya adalah benda asing di dalam lumen dengan
reaksi local , tumor intrabronkial di mediastinum , konginetal . pada jenis yang terakhir ,
obstruksi dapat di sebabkan oleh defek tulang rawan bronkus .
1. C.

Manifestasi klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahunbertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun.Pada umur 25-35 tahun
mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul
batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan
spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia . gejala lain juga timbul yaitu sebagai berikut :

Dispnea

Pada inspeksi : bentuk dada burrel chest

Pernafasan dada , pernafasan abnormal tidak efektif , dan penggunaan otot otot
aksesori pernafasan (sternokleidomastoid )

Pada perkusi : hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru .

Pada aukultasi : terdengar bunyi nafas dengan krekels , ronkhi ,dan perpanjangan
ekspirasi

Anoreksia , penurunan berat badan , dan kelemahan umum

Distensi vena leher selama ekspirasi

1. D.

Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan
menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari
perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan
paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada
emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan
nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat
alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang
disebut blebsdan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan

menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami
pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru,
selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap
normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda
biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu
defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik.
Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan
elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang
penting adalah pankreas.
Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas
system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1
anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti
elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema.
Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik
jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada
dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru
akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan
perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan
ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak
nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus
yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau
seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi
sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam
alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi
penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.
1. E.

Anatomi fisiologi

Pernapasaan adalah suatu proses pertukaran gas oksigen (O2) dari udara oleh organisme
hidup yang dgunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan
karbondioksida (CO2) yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Setiap
makluk hidup melakukan pernafasan untuk memperoleh oksigen O2 yang digunakan untuk
pembakaran zat makanan di dalam sel-sel tubuh. Alat pernafasan setiap makhluk tidaklah
sama, pada hewan invertebrata memiliki alat pernafasan dan mekanisme pernafasan yang
berbeda dengan hewan vertebrata . saluran penghantar udara hingga mencapai paru paru
adalah :

Hidung faring laring trakea bronkusbronkiolus


Mekanisme Pernafasan Manusia. Pada saat bernafas terjadi kegiatang inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi adalah pemasukan gas O2 dan udara atmosfer ke dalam paru-paru, sedangkan
espirasi adalah pengeluaran gas CO2 dan uap air dari paru-paru ke luar tubuh.setiap menitnya
kita melakukan kegiatang inspirasi dan espitrasi kurang lebih 16-18 kali. Pernafasan pada
manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang
rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam
mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau
mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi,
maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah
besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga
dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir
dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses inspirasi . Sedangkan
pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi
semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam
paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini
disebut ekspirasi.
1. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding rongga
perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin
kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Bila otot diafragma bereaksi dan otot dinding perut berkontraksi, isi rongga perut akan
terdesak ke diafragma sehingga diafragma cekung ke arah rongga dada. Sehingga volume
rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat. Meningkatnya tekanan rongga dada
menyebabkan isi rongga paru-paru terdesak keluar dan terjadilah proses ekspirasi . Kelainan
yang terjadi pada sistem pernapasan yang terjadi pada organ paru-paru seperti emfisema.
1. F.

Klasifikasi emfisema

Berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru paru terdapat 3 jenis emfisema :
1. PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian
bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Merupakan
bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus
terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai
gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada
sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema
akibat usia tua dan bronchitis kronik.

Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim
alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat
penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan
cherniack, 1983). Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan
sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai
oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. Tipe ini sering disebut centriacinar
emfisema, sering kali timbul pada perokok.
2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)
Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap
baik. Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus,
biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya
kantung alveolus tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus
respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang.
Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung
menyebar tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang
menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan
episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan
gagal napas. CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang
tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
3. Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli)
sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak
spontan.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula
timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen
bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa
dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali
menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
Berdasarkan efek emfisema pada asinus maka emfisema dapat dibagi menjadi 4 tipe, yakni:
1. Emfisema asinus distal atau disebut juga dengan emfisema paraseptal Lesi ini
biasanya terjadi di sekitar septum lobules, bronkus, dan pembuluh darah atau di
sekitar pleura maka mudah menimbulkan pneumotoraks pada orang muda.
2. Emfisema sentrilobular disebut juga emfisema asinus proksimal atau emfisema
bronkiolus respiratorius. Biasanya terjadi bersama-sama dengan pneumoconiosis atau
penyakit-penyakit oleh karena debu lainnya. Penyakit ini erat hubungannya dengan
perokok, bronchitis kronik, dan infeksi saluran napas distal. Penyakit ini sering
didapat bersamaan dengan obstruksi kronik dan berbahaya bila terdapat pada bagian
atas paru.

3. Emfisema parasinar , biasanya terjadi pada seluruh asinus , secara klinis berhubungan
erat dengan :

Defisiensi alfa antitrypsin

Bronkus dan bronkiolus obliterasi (biasanya lebih jarang)

1. Emfisema irregular atau disebut juga dengan emfisema jaringan parut. Biasanya
terlokalisir, bentuknya irregular dan tanpa gejala klinis. Salah satu bentuk emfisema
yang lain adalah emfisema jaringan parut yang berbentuk irregular. Jaringan parut
yang menyebabkan irregular dan emfisema ini berhubungan dengan tuberkulosa,
histoplasmosis, dan pnemokoniosis. Begitu pula eosinofilik granuloma dalam bentuk
irregular dan limfangileiomiomatosis.

1. G.

Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan


2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
Komplikasi patologik juga terjadi pada klien emfisema :

Hilangnya elastisitas paru

Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran nafas kecil dengan cara merusakka
serabut elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan elastisnya dan jalan
nafas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya
mungkin dapat menjadi membesar .

Hiperinflasi paru

Perbesaran alveoli mencegah paru paru kembali kepada posisi istirahat normal selama
ekspirasi .

Terbentuknya bullae

Dnding alveolar membengkak dan sebagi kompensasi membentuk suatu bellae (ruanagan
temapt udar yang dapat di lihat pada pemeriksaan sinar-X .

Kolaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap ketika klien berusaha untuk ekshalasi
secara kuat , tekanan positif intra torak akan menyebabkan kolapsnya jalan nafas
(alveoli)

1. H.

Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
penyakit penyakit lain . foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan foto
dada pada emfiseama paru , yaitu :

Gambaran defesiensi arteri overinflasi terlihat diafragma yang rendah dan datar ,
kadang kadang terlihat konkaf . oligoemia penyempitan pembuluh darah pulmonal
dan penambahan corakan kedistal .

Corakan paru yang bertambah , sering terdapat pada kor pulmonal , emfisema
sentrilobular dan bloaters . overinflasi tidak begitu hebat .

1. Pemeriksaan kedistal fungsi paru


Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang .
1. Analisis gas darah
Ventilasi yang hamper adekuat masih sering dapat di pertahankan oleh pasien emfisema
paru . sehingga PaCO2 rendah atau normal . saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi .
1. Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung . bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II , III , dan Avf.
Voltase QRS rendah . V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1 .
1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;
peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).
2.

Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer.

3.

Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;


pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

1. I.

Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas :


1. PENYULUHAN
Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
di hindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
1. PENCEGAHAN

ROKOK

Merokok harus di hentikan meskipun sukar . penyeluhan dan usaha yang optimal harus di
lakukan .

Menghidari lingkungan polusi

Sebaiknya di lakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja paprik , terutama pada pabrik
pabrik yang mengeluarkan zat zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas

VAKSIN

Di anjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi , terutama terhadap influenza dan infeksi
pneumokukus
1. TERAPI FARMAKOLOGI
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih memepunyai
komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat di lakukan dengan :

Pemberian bronkodilator

Pemberian kortikoteroid

Mengurangi sekresi mucus


o Pemberian bronkodialtor

Golongan teofilin
Biasanya di beriakan denagn dosis 10-15mg/kgBB per oral dengan memperhatikan kadar
teofilin dalam darah . konsentrasi dalam darah yang baik antara 10 15 mg/L .
Golongan agonis B2

Biasanya di berikan secara aerosol /nebuliser . efek samping utama adalah tremor , tetapi
menghilang dengan pemberian agak lama .

Pemberian kortikosteroid

Pada beberapa pasien , pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi


saluran nafas . Hinsway dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid
selama3- 4 minggu . kalau tidak ada respon baru di hentikan .

Mengurangi sekresi mucus

Minum cukup supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga encer sehingga urine
tetap kuning pucat .
Ekspektoran yang sering di guankan adalah gliseril guaiakoat ,kalium yodida dan
ammonium klorida .
Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan
sputum .
Mukolitik dapat di gunakan asetilsistein atau bromheksin .

Fisioterpi dan rehabilitasi

Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas
hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social , emosional , dan vokasional .
program fisioterapi yang di laksanakan berguna untuk :
Memperbaiki efisiensi ventilasi
Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

Pemberian O2 jangka panjang

Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema di sertai kenaikan toleransi
latihan . biasanya di berikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu
latihan . menurut MAKE , pemberian O2 sealma 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih
baik dari pada 12 jam/hari .
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. A.

PENGKAJIAN

2. Identitas klien
Nama :

Umur :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Penanggung jawab :
Agama :
Status perkawinan :
Alamat :
No . medical record :
Ruang rawat :
Tanggal masuk :
Diagnose medic :
Tinggi/berat badan :
Golongan darah :
Sumber informasi :
1. Tanda tanda vital
Nadi :
Tekanan darah :
Pernafasan:
Suhu:
1. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan selama 3 tahun terakhir mengalmi batuk produktif dan pernah menderita
pneumonia .

Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama : sesak nafas , batuk , dan nyeri , di daerah dada sebelah kanan pada saat
bernafas . banyak secret keluar ketika batuk , berwarna kuning kental , merasa cepat lelah
ketika melakukan aktivitas .

Riwayat kesehatan keluarga

Klien menyatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit emfisema tersebut .
1. Pemeriksaan fisik

Rambut dan hygene kepala

Warna rambut hitam ,tidak berbau , rambut tumbuh subur , dan kulit kepala bersih .

Mata ( kanan/kiri )

Posisi mata simetris , konjungtiva merah muda , skelera putih , dan pupil isokor dan respon
cahay baik .

Hidung

Simetris kiri dan kanan , dan tidak ada pembengkakan dan berfungsi dengan baik .

Mulut dan tenggorokan

Rongga normal , mucosa terlihat pecah pecah , tonsil tidak ada pembesaran .

Telinga

Simetris kiri dan kanan , tidak ada serumen , dan pendengaran tidak terganggu .

Leher

Kelenjer getah bening , sub mandibula , dan sekitar telinga , tidak ada pembesaran .

Dada/ thorak

Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan
serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk
dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernapasan
dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektik dan penggunaan otot-otot bantu
napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan
sputum purulen disertai demam mengindikasi adanya tanda pertama infeksi pernapasan
Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.


Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menurun.
Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif
pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia)
dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada
waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikatkan tali
sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional). Paru yang mengalami
emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara
efektif dari sekresi yangf dihasillkan. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi
akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan
hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.

Kardiovaskular

Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.


Nyeri dada : ada, skala 6
Akral : lembab
Saturasi Hb O2 : hipoksia

Persyarafan

Keluhan pusing : ya
Gangguan tidur : ya

Perkemihan B4 (bladder)

Kebersihan : normal
Bentuk alat kelamin : normal
Uretra : normal

Pencernaan

Nafsu makan : anoreksi disertai mual


BB : menurun

Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari

Muskuloskeletal/integument

Turgor kulit : Berkeringat


Massa otot : menurun

Pengkajian Psikologi dan Spiritual

Klien kooperatif, tetap rajin beribadah dan memohon agar penyakitnya bisa disembuhkan.
1. Diagnosa keperawatan

Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.

Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

Intoleran aktivitas berhubungan dengan akibat keletihan, hipoksemia, dan pola


pernapasan tidak efektif.

Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah.
Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.

1. Intervensi keperawatan

Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.

Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas.


Intervensi :
1)

Berikan bronkodilator sesuai yang diresepkan.

2)

Evaluasi tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB.

3)
Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk
efektif.
4)

Berikan oksigen dengan metode yang diharuskan.

Rasional:
1)
Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa
bronchial dan spasme muscular.

2)
Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodsilator nebulisasi biasanya
digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi .
3) Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan membersihkan
jalan napas dari sputum. Pertukaran gas diperbaiki.
4)

Oksigen akan memperbaiki hipoksemia.

Evaluasi:

Mengungkapkan pentingnya bronkodilator.

Melaporkan penurunan dispnea.

Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi.

Menunjukkan gas-gas darah arteri yang normal.

Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan : Pencapaian klirens jalan napas.


Intervensi :
1)

Beri pasien 6-8 gelas cairan/hari, kecuali terdapat kor pulmonal.

2)

Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmaik dan batuk.

3)

Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler, atau IPPB.

4)
Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari
sesuai yang diharuskan.
5)
Instruksikan pasien untuk menghindari iritan, seperti asap rokok, aerosol, dan asap
pembakaran.
6)

Berikan antibiotik sesuai yang diresepkan.

Rasional :
1)

Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk pengeluaran.

2) Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi
tanpa harus menyebabakan sesak napas dan keletihan.
3)
Tindakan ini menambahakan air ke dalam percabangan bronchial dan pada sputum
menurunkan kekentalannya, sehingga memudahkan evakuasi sekresi.

4)
Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkitkan sekresi sehingga
sekresi dapat lebih mudah dibatukkan atau diisap.
5)
Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan pembentukan lendir,
yang kemudian mengganggu klirens jalan napas.
6)

Antibiotik mungkin diresepkan untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

Evaluasi :

Mengungkapkan pentingnya untuk minum 6-8 gelas per hari.

Batuk berkurang.

Jalan napas kembali efektif.

Pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek, lendir,
bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.

Tujuan : perbaikan dalam pola pernapasan.


Intervensi :
1)

Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.

2)

Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.

3)

Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

Rasional :
1)
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan
bernapas lebih efisien dan efektif.
2)
Memberikan jeda aktivias akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa
distres berlebihan.
3)

Menguatkan dan mengkoordinasiakn otot-otot pernapasan.

Evaluasi :

Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya ketika


sesak napas dan saat melakukan aktivitas.

Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam


aktivitas.

Menggunakan pelatihan otot-otot inspirasi, seperti yang diharuskan.

Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan sekunder akibat


peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan : kemandirian dalam aktivitas perawatn diri.


Intervensi :
1)

Ajarkan pasien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas.

2)

Berikan pasien dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan.

3)

Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.

Rasional :
1) Akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang
berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2)
Sejalan dengan teratasinya kondisi, pasien akan mampu melakukan lebih banyak
namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3)

Memberikan dorongan pada pasien untuk terlibat dalam perawtan dirinya.

Evaluasi :

Meggunakan pernapasan terkontrol ketika beraktivitas.

Menguraikan strategi penghematan energi.

Melakukan aktivitas perawatan diri seperti sebelumnya.

Intoleran aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak efektif.

Tujuan: perbaikan dalam toleran aktivitas.


Intervensi:
1)

Dukungan pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur.

Rasional:
1)
Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan
memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, kelompok otot
menjadi lebih terkondisi.
Evaluasi:

Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.

Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki
kondisi fisik.

Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.

Tujuan: pencapaian tingkat koping yang optimal.


Intervensi:
1)
Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yng ditujukan
kepada pasien.
2)

Dorongan aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.

3)

Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.

Rasional:
1)

Suatu perasaan harapan akan memberikan pasien sesuatu yang dapat dikerjakan.

2) Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan


pasien menjadi terkondisi
3)
Relaksasi mengurangi stres dan ansietas dan membantu pasien untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
Evaluasi :

Mengekspresikan minat di masa depan.

Mendiskusikan aktivitas dan metode yang dapat dilakukan untuk menghilangkan


sesak napas.

Menggunakan teknik relaksasi dengan sesuai.

Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah.

Tujuan: kepatuhan dengan program terapeutik dan perawatan di rumah.


Intervensi:
1)

Bantu pasien mengerti tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

2)

Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok.

Rasional:

1)
Pasien harus mengetahui bahwa ada metoda dan rencana dimana ia memainkan peranan
yang besar.
2)
Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan
mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
Evaluasi:

Mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengarukinya.

Berhenti merokok
BAB III
PENUTUP

1. A. Kesimpulan

Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari
emfisema yaitu:

CLE (Emfisema Sentrilobular)

PLE (Emfisema Panlobular)

Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan
sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih
banyak dan kapasitas difus gas rendah.

1. B.

Saran

Selelah kita mempelajari apa yang telah dibahas, maka kita perlu menerapkan dalam profesi
kita. Kiranya makalah ini dapat berguna dan memberi wawasan tentang patologi sistem
pernapasan khusunya penyakit emfisema dan empiema.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C & Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001

Mills,John & Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepela :


Prof.Dr.H.Slamet Suryono Spd,KE

Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

Leave a comment

Post navigation
me
prilaku asertif

Leave a Reply

Search

Vous aimerez peut-être aussi